Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II & KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

DENGAN KASUS SECTIO CAESAREA

DI RUANGAN KAMAR OPERASI

RSUD POSO

NAMA : SUKMAWATI SAID

NIM : PO0220219037

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


PRODI KEPERAWATAN POSO
T.A 2019-2020
BAB I
KONSEP PENYAKIT

A. DEFINISI

Sectio caesarea (SC) atau biasa disebut operasi sesar atau caesarean section adalah salah
satu tindakan persalinan untuk mengeluarkan bayi melalui sayatan abdomen dan uterus.
SC merupakan tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa ibu dan janin bila diperlukan.
Tindakan sectio caesarea (SC) dapat dilakukan secara gawat darurat ataupun efektif.
Akan tetapi, tindakan ini harus dilakukan hanya bila terdapat indikasi. Indikasi
dilakukannya SC dapat berupa indikasi fetal, maternal, ataupun keduanya yang umumnya
mencakup masalah pada his (power), jalan lahir (passage), dan fetus (passanger).

B. ETIOLOGI
1. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigeavida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak
ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/panggul) ada sejarah kehamilan dan
persalinan yang buruk terdapatkesempitan panggul, plasenta previa terutama pada
primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II, komplikasi kehamilan yang disetai
penyakit ( jantung, DM), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri
dll).
2. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapses
tali pusat dengan pembukaan kecil.
Kegagalan persalinan vakum atau forceps ekstraksi (Nurarif & Hardhi,2015)

C. PATOFISIOLOGI
Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan persalinan normal tidak
memungkinkan dan akhirnya harus dilakukan tindakan sectio caesarea, bahkan sekaraang
section caesarea menjadi salah satu pilihan oersalinan (sugeng,2010)
Adanya beberapa hambatan ada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat
dilahirkan secara normal, misalnya plasenta previa, rupture sentralis, dan lateralis,
panggul sempit, partus tidak maju (partus lama), pre eklamsi, distokksia service dan mall
presentasi janin, kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan
yaitu section caesarea (SC). Dalam proses operasi dilakukan tindakan yang Akan
menyebabkan pasien mengalami mobilisasi sehingga pasien akan menimbulkan masalah
intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik Akan
menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktifitas. Perawatan diri pasien secara
mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri, kurangnya informasi mengenai
proses pembedahan, penyembuhan dan pengobatan post operasi Akan menimbulkan
ansietas pada pasien, selain itu dalam proses pembedahan juga Akan dilakukan tindakan
insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan inkontesitas jaringan pembuluh
darah dan saraf-saraf di daerah insisi. Hal ini menyebabkan Akan merangsang pengeluran
histamine dan prostaglandin yang Akan menimbulkan rasa nyeri. Setelah semua proses
pembedahan berakhir daerah insisi Akan ditutup dan menimbulkan luka post operasi dan
bila tiak dirawat dengan baik Akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
D. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi Klinis Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih
komprehensif yaitu perawatan post operatif dan post partum, manifestasi klinis Sectio
Caesarea menurut Dongoes 2010 yaitu :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
3. Fundus uterus terletak di umbilicus
4. Aliran lockhea sedang bebas membeku yang tidak berlebihan
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 750 – 1000
6. Menahan batuk akibat rasa nyeri yang berlebihan
7. Biasanya terpasang kateter urinarius
8. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
9. Akibat nyeri terbatas untuk melakukan pergerakan
10. Bonding attachment pada anak yang baru lahir

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan section caesarea adalah kompikasi
pembiusa, pendarahan pasca opersi, syok pendarahan, obstruksi usus, gangguan
pembekuan darah dan cedera organ bdomen seperti usus, ureter, kandung kemih,
pembuluh darah. Pada section caesarea bisa terjadi infeksi sampai sepsis apalagi pada
kasus ketuban pecah dini dan dapat juga terjadi komplikasi pada bekah luka operasi
(anggi,2011).
Hal yang sangat mempengaruhi pasca operasi section caesarea yaitu infeksi jahitan ini
bisa terjadi karna banyak factor seperti infeksi intrauteri, adanya penyakit penyerta yang
berhubungan dengn infeksi misalnya abses tuboofaria, apendesitis akut perforasi diabetes
mlilitus , gula darah tidak terkontrol, kondisi imunkompromised missal terinfeksi HIV,
tuberkolosis atau sedang mengkonsumsi kontrikosteroid dalam jangka panjang, gizi
buruk termasuk anemia berat, sterilisasi kamar operasi dan alat yag tidak terjaga, alergi
pada benang yang digunakan, dan kuman resisten terhadap antibotik. Akibat infeksi itu
bekas luka operasi Akan terbuka dalam minggu pertama pasca operasi. Terbukanya luka
bisa hanya kulit dan subkutis saja, bisa juga sampai ke facsia yang disebut dengan bust
abdomen. Umumnya luka hanya bernanah atau ada eksudat dan berbahaya jika dibiarkan
karena kuman tersebut dapat menyebar melalui aliran darah. Luka yang terbuka akibat
infeksi harus dirawat, dibersihkan dan dilakukan kultur dan cairan luka tersebut.
(Valleria,2012)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemantauan kesehatan janin
2. Pemantauan EKG
3. JDL dengan diferensial
4. Elektrolit
5. Hemoglobin dan hematocrit
6. Golongan darah
7. Urinalis
8. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi
10. Ultrasound sesuai pesanan (Tucker,susan martin 1998.Dalam buku aplikasi Nanda
2015)

G. PELAKSANAAN
Stimulus persalinan dapat dilakukan dengan teknik farmakologis, teknik mekanik, dan
teknik pemberian oksitoksin intravena.
1. Teknik farmakologis terdiri dari :
a) Prostaglandin E2 aplikasi local gel prostaglandin banyak digunakan untuk
memantangkan serviks.
b) Prostaglandin E1
Misoprosol adalah suatu prostaglandin E1 sintatin dan saat ini tersedia dalam
sediaan tablet untuk mencegah alkuspeptikum.
c) Misoprosol vagina
d) Misoprosol vagina peroral memiliki efektivitas untuk memtangkan persalinan
dengan pemberian intravaginal.
2. Teknik mekanisme terdiri dari :
a) Dilator serviks higroskopis
Insisi pembukaan serviks dengan dilator serviks osmotic higroskopik
b) Pelucutan selaput ketuban
Suatu tindakan yang aman dan berkaitan dengan penurunan insiden gestasi
posmatur.
c) Apabila berhasil dilakukan persalinan spontan pervagina (Bantuk,2007)
 Indikasi pemberian induksi :
 Indikasi ibu
 Preeklamsi
 Pendarahan enpartu
 KDP umur kehamilan kurang lebih 36 minggu
 Hidramion akut
 Kehamilan posterm
 Indikasi pada janin :
 Diabete mellitus
 Kematian intra uteri
 Serotinus
 Fetus yang terlalu besar
 Kontraindikasi :
 Mutlak
 CPD
 Tumor yang menghalangi jalan lahir
 Kelainan letak : lintang, sungsang letak kaki
 Kelainan presentasi : muka, dahi
 Bekas SC dengan persangkaan CPD
 Gamely anak 1 dengan kelainan letak
 Relative
 Grande multi
 Bekas SC
 Induksi Akan memiliki kemungkinan berhasil lebih besar pada :
 Pengawasan baik
 Presentasi belakang kepala
 Kehamilan hamper
 Serviks cukup matang
 Kepala telah masuk PAP
d) Tindakan operasi SC dapat di pertimbangan dengan :
1. Insufiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
2. Pembukaan yang belum matang
3. Persalian lama
4. Terjadinya tanda gawat janin
5. Kematian janin dalam kandungan
6. Pre eklamsi
7. Hipertensi menahun
8. Infertilitas
9. Kesalahan letak janin
Tujuan dilakukan SC adalah :
1. Mengatasi disproporsi sefalo pelvik dan akivitas uterus yang abnormal
2. Mempercepat kehamilan untuk keselamtan ibu dan janin
3. Mengurangi trauma janin
4. Mengurangi resiko pada ibu
5. Memungkinkan untuk ibu memilih sesuai kenyakinan

H. PENCEGAHAN
1. Mengurangi pertambahan berat badan secara berlebih selama kehamilan
2. Membiarkan terjadinya fase laten memanjang pada proses persalinan normal
3. Definisi fase aktif dimulai pada pembukaan 6 cm dibandingkan 4 cm
4. Memberikan waktu lebih pada fase aktif agar persalinan maju
5. Membiarkan ibu mendorong lebih lama. Wanita multipara disarankan untuk mendorong
selama 2 jam atau lebih dan 3 jam atau lebih pada wanita primipara.
6. Upaya dan teknik untuk mensukseskan persalinan per vaginam, seperti penggunaan
forceps atau vakum harus dilakukan.
7. Versi sefalik eksternal harus dilakukan bila terdapat presentasi sungsang (breech).
8. Persalinan per vaginam harus tetap dicoba pada kehamilan gemeli, apabila bayi pertama
presentasi kepala.
9. Internvensi non-medis selama persalinan harus ditingkatkan agar memotivasi ibu dan
proses persalinan per vaginam lebih sukses.
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Pengumpulan data
a. Identitas pasien
Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku, status pernikahan, diagnose medis,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, No RM dan alamat.
b. Identitas penanggung jawab
Nama, umur, agama,pekerjaan, suku dan alamat
c. Riwayat kesehatan
 Keluhan utama
Keluhan yang diungkapkan saat dilakukan pengkajian
 Riwayat kesehatan sekarang
Perjalanan penyakit pasien, selama perjalanan, sampai ke RS hingga
saat dilakukan pengkajian tindakan yang akan dilakukan dan
pengobatan yang didapat setelah masuk RS
 Riwayat mentruasi
Kaji menarche, siklus mens, banyak haid yang keluar, keteraturan
mens, lamanya, keluhan yang menyertai
 Riwayat abstetri
Kaji tanggal partus, jenis partus
 Riwayat keluarga berencana
KB kilen, jenis kontrasepsi yang digunakan dan sejak kapan
 Riwayar penyakit dahulu
Tanyakan penyakit yang pernah dialami
 Riwayat pernikahan
Kaji usia pernikahan, lamanya pernikahan
 Riwayat seksual
Kaji pertama kali melakukan hubungan seks
 Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
 Riwayat kebiasaan sehari-hari
1. Personal hygine : kaji kebiasaan pasien meliputi keadaan kulit,
rambut, mulut dan gigi, vulva hygiene
2. Pola makan
Kebiasaan makan, porsi makan, frekuensi, alergi makanan
3. Pola eliminasi
BAB : kaji frekuensi, warna, bau, konsistensi, dan keluhan saat
BAB.
BAK : kaji frekuesi, warna, bau, dan keluhan saat berkemih
4. Pola aktifitas dan latihan
Kaji kegiatan dalam pekerjaan dan kegiatan diwaktu luang
5. Pola tidur dan istirahat
Kaji waktu lama tidur, kebiasaan sebelum tidur, dan kesulitan tidur
6. Riwayat penggunaan zat
Riwayat social ekonomi
Kaji pendapatan perbulan, buangan social, dan hubungan dalam
keluarga.
7. Riwayat psikososial dan spiritual
Psikososial : respon pasien penyakit yang diderita saat ini
Spiritual : kaji kegiatan beragama pasien.
8. Pemeriksaan fisik
Kaji keadaan umum, kesadaran ,BB, dan tinggi pasien serta TTV
a. Kepala
Keluhan pusing, warna rambut, keadaan, kebersihan
b. Mata
Simetrisan mata, warna konjungtiva, sclera kornea
c. Hidung
Simetris, keadaan kebersihan penciuman
d. Mulut
Kelembapan mukosa bibir, keadaan gigi
e. Telinga
Kelainan bentuk, keadaan dan fungsi
f. Leher
Adakah pembengkakan, pembesaran kelenjar tiroid
g. Daerah dada
Keluhan sesak nafas, bentuk, nyeri dada, austkultasi suara
jantung, frekuensi nadi, tekanan darah
h. Abdomen
Masa abdomen, distensi. Nyeri tekan
i. Genetalia
Pengeluran secret, pendarahan, bau, warna, keluhan gatal
j. Ekstermitas
Kekuatan otot, varieses, konfraktur sendi, kesulitan pergerakan
9. Pemeriksaan penunjang
Pre op : kaji hemoglobin, pembekuan darah, dan USG

10. Analisa data


Menggkaitkan data, menghubungkan data dengan konsep, teori,
dan kenyataan yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam
menentukan masalah keperawatan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (pembedahan, trauma, jalan
lahir episotomi)
2. Resiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasive
3. Gangguan mobilitasfisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan nyeri saat
bergerak
4. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan payudara bengkak ditandai dengan ASI
tidak keluar
5. Konstipasi berhubungan dnegan penuurnan motilitas gastrointestinal ditandai dengan
peristaltik otot menurun
C. INTERVENSI
1. Diagnosa I : Nyeri akut b.d agen pecidera fisik (prosedur operasi) ditandai dengan klien
tampak meringis.
Evaluasi : Meminimalisir keparahan Tingkat Nyeri
1. Nyeri yang dilaporkan dengan skala 2
2. Tidak ada ekspresi nyeri wajah
3. Denyut nadi 80 x/menit
4. Frekuensi nafas 20 x/menit
5. Tekanan darah 120 /80 mmHg
Intervensi : Manajemen Nyeri
1. Identifikasi lokasi, karateristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat rasa nyeri
4. Pantau tanda-tanda vital
5. Ajarkan terapi komplementer untuk mengurangi nyeri (relaksasi)
6. Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
2. Diagnosa II : Resiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasive
Evaluasi : Keparahan Infeksi
1. Tidak ada kemerahan
2. Tidak demam (Suhu: 36,6 oC)
3. Tidak ada nyeri
4. Tidak ada cairan pada luka yang berbau busuk

Intervensi : Perawatan Area Sayatan


1. Periksa daerah sayatan terdapat kemerahan dan bengkak
2. Bersihkan daerah sekitar sayatan dengan pembersihan yang tepat
3. Bersihkan daerah sekitar sayatan dengan pembersihan yang tepat
4. Bersihan dari area yang bersih ke area kurang bersih
5. Monitor sayatan untuk tanda dan gejala infeksi
3. Diagnosa III : Gangguan mobilitasfisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan nyeri
saat bergerak.
Evaluasi : Pergerakan
1. Keseimbangan
2. Mampu berjalan secara mandiri
3. Bergerak dengan mudah

Intervensi : Edukasi Mobilisasi

1. Jelaskan prosedur, tujuan, indikasi, kontraindikasi dan dampak mobilisasi


2. Demonstrasikan cara mobilisasi pasien di tempat tidur
Meliputi : mekanika tubuh, posisi pasien digeser kearah berlawaann dari posisi
dimiringkan, tehnik-tehnik memiringkan, tehnik-tehnik memiringkan, penempatan
posisi bantal penyangga.
3. Demonstrasikan cara melatih rentang gerak
Meliputi : gerakkan dilakukan dengan perlahan dimulai dari kepala ke ke ekstermitas,
gerakan semua persendian sesuai rentang gerak normal, cara ke ekstermitas, gerakan
semuapersendian sesuai rentang gerak normal, cara melatih rentang gerak yang parise
dengan menggunakan ekstermitas yang normal, frekuensi setiap gerakan
4. Instrusikan pasien/keluarga untuk mendemonstrasikan kembali miring kanan/miring
kiri/latihan rentang gerak, sesuai yang didemonstrasikan

4. Diagnosa IV : Menyusui tidak efektif berhubungan dengan payudara bengkak


ditandai dengan ASI tidak keluar.
Evaluasi : Keberhasilan Menyusui Bayi
1. Kesejajaran tubuh yang sesuai dan menempel
2. Bayi mampu refleks menghisap
3. Menyusui minimal 5-10 menit per payudara
4. Minimal 8 kali menyusui per hari
Keberhasilan Menyusui Maternal
1. Posisi nyaman selama menyusui
2. Pengeluaran ASI baik

Intervensi : Konseling Laktasi


1. Bantu menjamin kelekatan bayi ke dada dengan cara yang tepat, monitor
posisi tubuh bayi dengan cara yang tepat
2. Instrusikan posisi menyusui yang bervariasi
3. Monitor kemampuan bayi menghisap
4. Tunjukan latihan menghisap (menggunakan jari yang bersih untuk
menstimulasi refleks menghisap dan perlekatan mulut bayi ke aerolaibu
dengan tepat)
5. Instrusikan pada ibu mengenai bagaimana memutuskan hisapan pada saat
menyusui bayi
6. Instrusikan untuk menyendawakan bayi setelah menyusui
7. Diskusikan strategi yang bertujuan untuk mengoptimalkan suplai air susu
(pijat payudara) atau brestcare

5. Diagnosa V : Konstipasi berhubungan dnegan penuurnan motilitas gastrointestinal


ditandai dengan peristaltik otot menurun
Evaluasi : Eliminasi Usus
1. Warna feses kuning
2. Feses lembut dan berbentuk
3. Kemudahan BAB
4. Suara bising usus

Intervensi : Manajemen Konstipasi

1. Monitor tanda dan gejala konstipasi


2. Monitor bising usus
3. Monitor frekuensi, konsistensi, bentuk, dan warna
4. Dukung peningkatan cairan
5. Instrusikan pasien /keluarga penggunaan laksatif

D. IMPLEMENTASI
Komponen ini merupakan rangkaian prilaku atau aktivitas yang di kerjakan oleh perawat
untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup
tindakan observasi, teraupeutik, edukasi, mandiri dan kolaborasi (Bermen; et al,
2015:11).
Implementasi keperawatan adalah tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan
mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan
keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat serta bukan atas petunjuk
tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaboratif adalah tindakan keperawatan yang
didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter, atau petugas kesehatan lain
(Mitayani, 2011).
E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan merupakan penilaian perkembangan ibu hasil implementasi
keperawatan dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.
Evaluasi yang diharapkan pada pasien post Sectio Caesarea adalah sebagai berikut:
kembalinya fungsi fisiologis, tidak terjadi komplikasi pascabedah, dapat beristirahat dan
memperoleh rasa nyaman, tidak terjadi infeksi luka operasi, hilangnya rasa cemas
(Mutaqin & Sari, 2019)
DAFTAR PUSTAKA

Repository.poltekkes-tjk.ac.id/1065/5/BAB%20II.pdf

http://repository.ump.ac.id/2598/3/PARAMITA%20SEDYA%20UTAMI%20BAB
%20II.pdf

https://www.alomedika.com/tindakan-medis/obstetrik-dan-ginekologi/sectio-
caesarea/pedoman-klinis

https://www.alodokter.com/operasi-caesar-ini-yang-harus-anda-ketahui

https://emc.id/id/care-plus/persalinan-sectio-caesarea-sc-dengan-konsep-eracs

Anda mungkin juga menyukai