Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN METERNITAS

PROSEDUR TINDAKAN SC (Sectio Caesarea)

Di tulis oleh

Nama : Dewi Sri Pangesti


Nim : 2111102412091
Studi : Profesi Ners
Stase : Maternitas

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


DAN FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN TIMUR
2021
A. PENGERTIAN

Sectio Caesarea merupakan tindakan medis yang diperlukan untuk

membantu persalinan dengan indikasi tertentu, baik akibat masalah

kesehatan ibu atau kondisi janin. Persalinan Sectio Caesarea dilakukan

ketika persalinan normal tidak bisa dilakukan lagi. Tindakan Sectio

Caesarea saat ini dilakukan tidak lagi dengan pertimbangan medis, tetapi

juga dengan permintaan pasien sendiri atau saran dokter yang

menangani. Hal tersebut yang menjadi faktor penyebab meningkatnya

angka kejadian Sectio Caesarea (Anis Satus.et al., 2018).

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri post

operasi Sectio Caesare Post Operasi Sectio Caesarea adalah terapi

farmakologis dan non- farmakologis. Tindakan farmakologis dilakukan

dengan memberikan obat analgesik dan obat anti inflamasi non

steroid(N-SAID). Kelebihan dari penanganan farmakologis ini adalah

rasa nyeri dapat diatasi dengan cepat namun pemberian obat-obat kimia

dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan efek samping yang dapat

membahayakan pemakainya seperti gangguan pada ginjal. Terapinon-

farmakologis diperlukan untuk mempersingkat episode nyeri yang

berlangsung hanya beberapa detik atau menit (Susilo Rini, et al., 2018).

B. ETIOLOGI

Menurut Martowirjo (2018), etiologi dari pasien Sectio Caesarea adalah

sebagai berikut

1. Etiologi yang berasal dari ibu

a. Plasenta Previa Sentralis dan Lateralis (posterior) dan totalis.

b. Panggul sempit.
c. Disporsi sefalo-pelvik : ketidakseimbangan antara ukuran kepala

dengan panggul.

d. Partus lama (prognoled labor)

e. Ruptur uteri mengancam

f. Partus tak maju (obstructed labor)

g. Distosia serviks

h. Pre-eklamsia dan hipertens

i. Disfungsi uterus

j. Distosia jaringan lunak.

2. Etiologi yang berasal dari janin

a. Letak lintang.

b. Letak bokong.

c. Presentasi rangkap bila reposisi tidak berhasil.

d. Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dengan cara-cara lain

tidak berhasil.

e. Gemeli menurut Eastma, sectiocaesarea di anjurkan :

1) Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (Shoulder

Presentation).

2) Bila terjadi interlok (locking of the twins).

3) Distosia oleh karena tumor.

4) Gawat janin.

f. Kelainan uterus :
1) Uterus arkuatus

2) Uterus septus

3) Uterus duplekus

4) Terdapat tumor di pelvis minor yang mengganggu masuk kepala

janin ke pintu atas panggul.

C. INDIKASI MEDIS

Menurut Novianti dkk. (2017), indikasi ibu dilakukan Sectio

Caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban

pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin

besar melebihi 4.000 gram> Dari beberapa faktor Sectio Caesarea diatas

dapat diuraikan beberapa penyebab sectio sebagai berikut :

1. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar panggul ibu

tidak sesuai dengan ukuran kepala janin yang dapat menyebabkan ibu

tidak dapat melahirkan secara normal. Tulang-tulang panggul

merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul

yang merupakan jalan yang harus dilalau oleh janin ketikaakan lahir

secara normal. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau

panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses

persalinan normal sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan

patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi

asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

2. PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang langsung

disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas.

Setelah perdarahan dan infeksi, preeklamsi dan eklamsi merupakan

penyebab kematian maternatal dan perinatal paling penting dalam

ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu


mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.

3. KDP (Ketuban Pecah Dini) adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat

tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartus.

Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37

minggu.

4. Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Sectio

Caesarea.

Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih

tinggi dari pada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat

mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan

secara normal.

5. Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir,

misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan,

adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek

dan ibu sulit bernafas.

6. Kelainan Letak Janin

7. Kelainan pada letak kepala

a) Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak kepala,

pada pemerikasaan dalam teraba UUB yang paling rendah.

Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya

kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.

b) Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi), sehingga

bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini

jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %. Presentasi dahi, posisi kepala

antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan
tetap paling depan. Pada.
D. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Martowirjo (2018), manifestasi klinis pada klien dengan post Sectio

Caesarea antara lain :

1. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.

2. Terpasang kateter, urin jernih dan pucat.

3. Abdomen lunak dan tidakada distensi.

4. Bising usus tidak ada.

5. Ketidaknyamanan untukmenghadapi situasi baru

6. Balutan abdomen tampak sedikit noda.

7. Aliran lokhia sedangdan bebas bekuan, berlebihan dan banyak

E. PATOFISIOLOGI

Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang

menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya

karena ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan

kehamilan yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat, kelainan letak

bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim

tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar,

kehamilan pada ibu yang berusia lanjut, persalinan yang berkepanjangan,

plasenta keluar dini, ketuban pecah dan bayi belum keluar dalam 24 jam,

kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan perlu

adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea ( Anis Satus ,

et all, 2018).

Sectio Caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan

berat di atas 500 gram dengan sayatan pada dinding uterus yang masih
utuh. Dalam proses operasi, dilakukan tindakan anastesi yang akan

menyebabkan pasien mengalami imobilisasi. Efek anastesi juga dapat

menimbulkan otot relaksasi dan menyebabkan konstipasi.Kurangnya

informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan dan perawatan

post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu

dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada

dinding abdomen sehinggga menyebabkan terputusnya inkontiunitas

jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf disekitar daerah insisi. Hal ini

akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan

menimbulkan rangsangan pada area sensorik sehingga menyebabkan

adanya rasa nyeri sehingga timbullah masalah keperawatan nyeri (Nanda

Nic Noc, 2015).

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Martowirjo (2018), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan

pada ibu Sectio Caesarea adalah sebagai berikut :

1) Hitung darah lengkap

2) Golongan darah (ABO),dan pencocokan silang, tes Coombs Nb.

3) Urinalisis : menentukn kadar albumin/glukosa.

4) Pelvimetri : menentukan CPD.

5) Kultur : mengidentifikasi adanya virus heres simpleks tipe II.

6) Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menetukan

pertumbuha,kedudukan, dan presentasi janin.

7) Amniosintess : Mengkaji maturitas paaru janin.

8) Tes stres kontraksi atau non-stres : mengkaji respons janin

9) Terhadap gerakan/stres dari polakontraksi uterus/pola abnormal.


10) Penetuan elektronik selanjutnya :memastikan status janin/aktivitas uterus
G. KOMPLIKASI

Menurut NANDA NIC-NOC (2015) Sectio Caesarea komplikasi pada

pasien Sectio Caesarea adalah :

1. Komplikasi pada ibu Infeksi puerperalis, bisa bersifat ringan seperti kenaikan

suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, atau bersifat berta seperti

peritonitis, sepsis dan sebagainya. Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum

pembedahan sudah ada gejala-gejala yang merupakan predisposisi terhadap

kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal

sebelumnya). Perdarahan, bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang

cabang arteri uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.

Komplikasikomplikasi lain seperti luka kandung kencing dan embolisme paru.

suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kuatnya perut pada

dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa ruptur uteri.

Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah Sectio Caesarea.

2. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan embolisme paru.

3. Komplikasi baru

a. Komplikasi yang kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut pada

dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi

ruptur uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan

sesudah Sectio Caesarea Klasik.


H. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah,

pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan,

TB/BB, alamat.

b. Identitas Penanggung Jawab

Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien,

pendidikan terakhir, pekerjaan, alamat.

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Umumnya keluhan yang dialami meliputi batuk produktif,

dahak bersifat mukoid atau purulen, batuk berdahak, malaise,

demam, anoreksia, berat badan menurun, sesak napas pada

penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang makin luas,

serta mengalami nyeri dada yang dapat bersifat local atau

pleuritik. Suara nafas terdengar wheezing atau stridor karena

adanya obtruksi jalan nafas.

2) Riwayat kesehatan dahulu

 Terpapar asap rokok

 Industri asbes, uranium, arsen (insektisda), besi dan

oksidabesi

 Konsumsi bahan pengawet

3) Riwayat kesehatan keluarga

Biasanya ditemukan adanya riwayat keluarga yang pernah


menderita penyakitkanker.

4) Data dasar pengkajian pasien Pemeriksaan bermacam-macam,

tergantung pada jumlah akumulasi cairan, kecepatan akumulasi dan

fungsi paru sebelumnya.

 Aktifitas / istirahat Gejala : kelemahan, ketidakmampuan

mempertahankan

kebiasaan rutin, dispnea akibat aktivitas. Tanda : kelesuan

(biasanya tahap lanjut)

 Sirkulasi Gejala : JVD ( obstruksi vena kava) Bunyi jantung :

gesekan pericardial (menunjukkan efusi). Takikardi / disritmia.

 Integritas ego Gejala : perasaan takut. Takut hasil pembedahan,

menolak kondisi yang berat / potensi keganasan. Tanda :

kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang-ulang

 Eliminasi

Gejala : diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil), peningkatan

frekuensi / jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor

epidermoid Makanan / cairan

Gejala : penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan

masukan makanan. Kesulitan menelan, haus / peningkatan

masukan cairan.

Tanda : kurus, atau penampilan kurang bobot (tahap lanjut)

 Edema

wajah/leher, dada punggung (obstruksi vena cava), edema

wajah/periorbital (keidakseimbangan hormonal, karsinoma sel


kecil) glukosa urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor

epidermoid)

 Nyeri / kenyamanan

Gejala : nyeri dada (biasaya tidak ada pada tahap dini dan tidak

selalu pada tahap lanjut) dimana dapat / tidak dapat dipengaruhi

oleh perubahan posisi.

 Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau

adenokarsinoma) Nyeri abdomen hilang timbul.

 Pernafasan.

Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya

dan atau produksi sputum. Nafas pendek, Pekerja yang terpajan

polutan, debu industry Serak, paralysis pita suara.

 Riwayat merokok Tanda ;Dispnea, meningkat dengan kerja,

Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi), Krekels/

mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara),

krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang

mengalami lesi). Hemoptisis.

 Keamanan.

Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma),

Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma

sel kecil).

 Seksualitas.

Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma

sel besar), Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal,

karsinoma sel kecil)


 Pengkajian fisik

 Integument Pucat atau sianosis sentral atau perifer, yang

dapat dilihat pada bibir atau ujung jari/dasar kuku mnandakan

penurunan perfusi perifer

 Kepala dan leher Peningkatan tekanan vena jugularis, deviasi

trakea.

 Telinga Biasanya tak ada kelainan

 Mata Pucat pada konjungtiva sebagai akibat anemia atau

gangguan nutrisi

 Muka, hidung, dan rongga mulut Pucat atau sianosis bibir /

mukosa menandakan penurunan perfusi Ketidakmampuan

menelan, Suara serak

 Thoraks dan paru-paru

Paru : biasanya ditemukan adanya pernapasan takipnea,

napas dangkal, penggunaan otot aksesori pernapasan, batuk

kering/ nyaring/ non produktif atau mungkin batuk terus

menerus dengan atau tanpa sputum, terjadi peningkatan

fremitus, krekels inspirasi atau ekspirasi.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri b.d agen cedera fisik ( pembedahan)

2. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan

3. Deficit perawatan diri b/d ketidakmampuan menelan makanan

4. Hipovolemi b/d kehilangaan cairan aktif (perdarahan)

5. Ansietas b/d kurang terpapar informasi mengenai tindakan secare.


6. Resiko infeksi b/d efek proswdur invasif

J. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO SDKI SLKI SIKI


1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Tindakan Manajemen nyeri (I.08238)

dengan penyakit keperawatan selaa 2x 24 jam 1.1 Identifikasi lokasi karakteritis, durasi,

masalah nyeri akut teratasi : frekuansi, kualitas dan intensitas

Tingkat nyeri ( L. 08066). nyeri.

1. Keluhan nyeri 1.2 Berikan Teknik nonfarmakologi

2. Meringis untuk mengurangi rasa nyeri.

3. Kesulitan tidur 1.3 Jelaskan penyebab priode dan

Gelisah pemicu nyeri

1.4 Kolaborasi pemberian analgetic


2. Deficit perawatan Setelah dilakukan Tindakan Manajemen nutrisi (I.03119)

diri b/d keperawatan selaa 2x 24 jam 2.1 Identifikasi status nutrisi

ketidakmampuan masalah nyeri akut teratasi : 2.2 Identifikasi alergi

menelan makanan Status nutrisi ( L. 03030) 2.3 Identifikasi makanan yang disukai

1. Kekuatan otot 2.4 Monitor asupan makanan Lakukan

mengunyah oral hygiene sbelum makan

2. Porsi makan 2.5 Kolaborasi dengan alih gizi

dihabiskan

3. Berat badan

Frekuensi makan
3. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan Manajemen energi ( I.05178)
asuhan keperawatan 3.1 Identifikasi gangguan fungsi tubuh
b.d kelemahan
diharapkan yang mengakibatkan kelelahan.
Kriteria hasil : 3.2 Monitor fisik
1. Saturasi oksigen 3.3 Monitor pola dan jam tidur
2. Kemudahan dalam 3.4 Anjurkan melakukan aktifitas secara
melakukan aktivitas bertahap.
3. Frekuensi nadi
4. Dypsnea saat aktifitas

4. Hipovolemi b/d Setelah dilakukan Manajemen cairan ( I.03098)


asuhan keperawatan
kehilangaan 4.1 monitor status hidrasi
2x 24 jam diharapkan
cairan aktif Kriteria hasil : 4.2 monitor bb
Keseimbangan cairan
(perdarahan) 4.3 monitor hasil laboratorium
( L.03020)
1. Kelembapan mukosa 4.4 catat intake out put

2. Denyut nadi 4.5 berikan cairan intravena kolaborasi


3. Tekanan darah
4. dehidrasi

5. Ansietas b/d Setelah dilakukan Reduksi ansietas


Tindakan keperawatan 5.1 identifikasi saat tingkat ansietas
kurang terpapar
…x 24 jam berubah
informasi
diharapkan Perfusi 5.2 ciptakan suasana untuk
mengenai serebral Klien dapat mencairkan suasana
meningkat dengan kriteria 5.3 pahami siruasi yg membuat
tindakan secare
hasil: ansietas
Tingkat ansitas 5.4 dengarkan dengan penuh
1. Konsentrasi perhatian latih Teknik relaksasi
2.Pola tidur
3.Perilaku gelisah
4.Perilaku tegang

Resiko infeksi b/d Setelah dilakukan Tindakan Pencegahan infeksi (I.14539)

efek proswdur keperawatan selaa 2x 24 jam 6.1 monitor tanda gejala infeksi local

invasif masalah nyeri akut teratasi dan sistemik.

1.Kemerahan 6.2 cuci tngan sebelum dan seusah

2. Nyeri kontak dnegan pasien dan

3. Bengkak lingkungan.

6.3 identifikasi tnda gejala infeksi

6.4 ajarkan cara memeriksa kondisi

luka operasi.

DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T .P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Definisi dan
Indikator Diagnostik (cetakan II, edisi 1). Jakarta; DPP PPNI
PPNI, T .P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Definisi dan
Tindakan Keperawatan (cetakan II, edisi 1). Jakarta; DPP PPNI
PPNI, T .P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan (cetakan II, edisi 1). Jakarta; DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai