Anda di halaman 1dari 54

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

T DENGAN DIAGNOSA MEDIS “POST SEVTIO


CAESAREA DENGAN INDIKASI LETAK LINTANG” DI RUANG TOURMALIN RSU
AVISENA

Dajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Stase Keperawatan Maternitas

Disusun Oleh :
Anisa Nur Anggraeni
4121005

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

letak lintag adalah keadaan sumbu memanjang janin kira-kira tegak lurus
dengan sumbu memanjang tubuh ibu, letak lintang merupakan suatu keadaan
dimana janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisis yang satu
sedangkan bokong berada pada sisis yang lain. Pada umumnya bokong berada
sedikit lebih tinggi dari pada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu
atas panggul. (Th. Endang Purwoastuti,S.Pd, APP, 2015). Zaman dahulu orang
beraggapan bayi melintang itu bisa diatasi dengan memijat berut ke dukun bayi
supaya kepala janin jatuh ke bawah. Jika tidak biasanya ibu disuruh melakukan
kegiatan seperti menyapu, mengepel sambil menungging dan lain-lainnya.
Tetapi pada zaman sekarang tidak di anjurkan untuk melakukan operasi Sectio
Caesare untuk keselamatan ibu dan bayi (Rukiya, 2015).

Menurut data WHO angka persalinan Sectio Caesarea di dunia terus


meningkat. Berdasarkan hasil survey WHO di tiga benua yaitu Amerika latin,
Afrika dan Asia diketahui angka kejadian menurut data WHO angka persalinan
Sectio Caesarea di dunia terus meningkat. Berdasarkan hasil survey WHO di
tiga benua yaitu Amerika latin, Afrika dan Asia diketahui angka kejadian Sectio
Caesarea terendah di Angola yaitu 2,3% dan tertinggi di Cina sebesar 46,2%
demikian juga angka persalinan di Asia meningkat tajam, di Cina angka
persalinan Sectio Caesarea pada tahun 2017 meningkat sangat tajam terutama
dikota kota besar. Berdasarkan data Riskesda tahun 2015 menunjukan angka
kejadian Sectio Caesarea 15,3%. Terendah di Sulawesi Tenggara 5,5% dan
tertinggi di DKI Jakarta 27,2%. Persalinan Sectio Caesarea yang dilakukan
berdasarkan indikasi bayi diketahui lebih dari separuh (52,3%) persalinan Sectio
Caesarea efektif dilakukan karena letak lintang / mallposisi (Riskesda,2014). Di
rumah sakit pemerintah (20-25%) dari total persalinan dan di rumah sakit swasta
jumlahnya sangat tinggi sekitar 30 – 80 % dari total persalinan.(Rasyid, 2009).
faktor bayi itu sendiri (letak janin) diketahui dapat menjadi penyebab
terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir apabila pada kasus janin mallposisi tidak
langsung dilakukan tindakan pembedahan. Kemudian pada kejadian kehamilan
mallposisi janin letak lintang diperkirakan sekitar 1:500, yang dimana letak
lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang didalam uterus dengan
kepala pada posisi yang satu sedangkan bokong pada posisi yang lain. Dalam
faktor yang berkaitan dengan penyebab letak lintang itu sendiri adalah lemahnya
otot-otot uterus biasanya disebabkan karena sudah lebih dari 2 kali melahirkan
secara normal maupun spontan dan disamping itu juga ada faktor yang belum
diketahui bagaimana penyebab terjaninya janin letak lintang.

B. Rumusan Masalah
Untuk mengetahui lebih lanjut dari perawatan penyakit ini maka penulis akan
melakukan kajian lebih lanjut dengan melakukan asauhan keperawatan dengan
diagnosa medis post sectio caesare dengan indikasi letak lintang dengan
membut rumusan masalah sebagai berikut “ Bagaimana asuhan kepererawatan
pada pasien dengan diagnosa medis post sectio caesare dengan indikasi letak
lintang?”.
C. Tujuan Laporan Kasus
1. Tujuan Umum
Untuk menambah keterampilan dan kemampuan menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien post sectio caesare dengan indikasi letak lintang di
RSU AVISENA
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien post sectio caesare dengan
indikasi letak lintang
b. Mampu merumuskan diagnosa yang sesuai dengan sata yang didapt pada
pasien post sectio caesare dengan indikasi janin letak lintang.
c. Mempu dalam menyusun rencana tindakan asuhan keperawatan pada
pasien post sectio caesare dengan indikasi janin letak lintang.
d. Mampu dalam melakukan tindakan keperawatan sesuai denganrencana
keperawatan pada passien post sectio caesare dengan indikasi janin
letak lintang.
e. Mampu dalam mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien post
sectio caesare dengan indikasi janin letak lintang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Sectio Caesarea


1. Definisi sectio caesare
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat
sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Nanda, 2015).
Sectio Caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan
melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan
rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram (Winkjosastro,
2013).
2. Etiologi
Menurut Manuaba ( 2012 ), adapun penyebab Sectio Caesarea yang berasal
dari ibu yaitu ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat
kesempitan panggul, plasenta previa terutama pada primigravida, solution
plasenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan yang disertai penyakit ( jantung,
DM ), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri, dan
sebagainnya). Selain itu terdapat beberapa etiologi yang menjadi indikasi
medis dilaksanakanya Sectio Caesarea antara lain : CPD (Chepalo Pelvik
Disproportion), PEB (Pre-eklamsi Berat ), KPD ( Ketuban Pecah Dini),
factor hambatan jalan lahir.
a. Etiologi berasal dari ibu
Penyebab pada primifravidarum dengan letak, primi para tua di
setrai kelainan letak ada, dispropopso sevalo pelvic (di posisi
janin/panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk,
terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama pada
primigravida, solusio plasenta. Komplikasi kehaminal yaitu preeklamsi-
eklamsi. Atas permintaan kehamilan yang disertai penyakit (jantung,
DM), gangguan perjalanan persalinan (kista ovary, mioma uteri dan
sebagainya).
b. Berasal dari janin
fetal distress/gawat janin, malpresentasi dan malposisi kedudukan janin,
prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan
vakum atau forceps ekstraksi (Nanda, 2015).
3. Manifestasi klinis
Gangguan mobilitass Menurut prawiroharjo (2009) manifestasi klinis
pada klien dengan post Sectio Caesarea, antara lain :
a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml
b. Terpasang kateter : urine jernih dan pucat
c. Abdomen lunak dan tidak ada distensi
d. Ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru
e. Balutan abdomen tampak sedikit noda
f. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak
4. Komplikasi Sectio Caesarea (SC)
Komplikasi pada Sectio Caesarea menurut ( Mochtar, 2013 ) adalah
sebagai berikut :
a. Infeksi puerferal ( nifas )
b. Ringan dengan kenaikan suhu hanya beberapa hari saja.
c. Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan
perut sedikit kembung.
d. Berat dengan peritonitis, sepisdan illeus paralitik, infeksi berat sering
kita jumpai pada partus terlantar, sebelum timbul infeksi nifas, telah
terjadi infeksi intra partum karena ketuban terlalu lama.
e. Perdarahan karena :
1) Bayak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
2) Atonia uteri
3) Perdarahan pada placenta bed
f. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi. Krmungkinan rupture uteri spontan pada
kehamilan mendatang.
5. Jenis-Jenis Operasi Sectio Caesarea
a. Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio Caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang
pada corpus uteri. Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada
corpus uteri kira-kira 10 cm.
b. Sectio Caesarea Profunda ( Ismika Profunda ) : dengan insisi pada
segmen bawah uterus. Dilakukan dengan membuat sayatan melintang
konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.
c. Sectio Caesarea Ekstraperitonealis
Merupakan Sectio Caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdminalis.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoblobin atau hematokrit, untukmengkaji berubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b. Leukosit ( WBC ) mengidentifikasi adanya infeksi.
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah.
d. Urinalisis / Kultur Urine.
e. Pemeriksaan elektrolit.
f. Penatalaksanaan Medis Post SC
7. Penatalaksanaan Medis Post SC
a. Pemberian Cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintravena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi atau komplikasi pada organ tubuh
lainnya. Cairan yang digunakan biasanya DS 10%, garam fidiologi dan
RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila
kadar Hb rendah diberikan transfuse darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flaktus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilitas
System Musculoskeletal merasa tidak mampu mengerjakan sesuatu
karena kelemahan fisik ( PPNI, 2009 ).
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi
1) Miring kanan dan miring kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam
setelah operasi.
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
terlentang sedini mungkin setelah sadar.
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukan selama 5
menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk ( Semifowler ).
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan da
kemudian belajar sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca
operasi.
d. Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24-48 jam/lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita
e. Pemberian Obat-Obatan
1) Antibiotic. Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-
beda setiap rumah sakit.
2) Analgetik dan obat ntuk memperlancar kerja saluran pencernaan.
3) Obat-obatan lain. Untuk meningkatkan vitalis dan
keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti
neurobian vit C.
f. Perawatan luka
(Hidayat .2012) perawatan luka pada ibu post section caesarea yaitu :
1) Menjaga luka agar tetap kering dan bersih
2) Mengkonsumsi makanan yang dapat membantu penyembuhan
3) Menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi serta
lamanya penyembuhan pada luka
4) Minum antibiotic sesuai dengan yang telah diresepkan oleh
dokter
5) Tidak melakukan aktivitas yang terlalu berat
6) Melakukan latihan ringan untuk otot peru
g. Perawatan payudara
Pemberian ASI pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasannya mengurangi
rasa nyeri. Pemberian informasi cara menyusui yang baik dan benar juga
berguna untuk mencegah nyeri pada putting susu saat menyusui bayinya
( Meilani, 2009 )
h. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi dan pernafasan.
B. Konsep Dasar Letak Lintang
1. Definisi letak lintang
Lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus
dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang lain.
Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi dari pada kepala janin,
sedangkan pada bahu berada pada pintu atas panggung. Punggung janin
dapat berada di depan (dorsoanterior) ,di belakang (dorsoposterior), di atas
(dorsosuperior), di bawah (dorsoinferior), (Sawrono,2015).
2. Etiologi
Menurut Sumarah, (2009) Penyebab letak lintang
a. Dinding abdomen teregang secara berlebihan disebabkan oleh kehamilan
multiparitas. Pada ibu hamil dengan paritas 4 atau lebih terjadi insiden
hampir 10 kali lipat dibanding ibu hamil multipara. Reaksi dinding
abdomen pada perut yang menggantung akibat multipara dapat
menyebabkan uterus beralih kedepan.
b. Janin premature. Pada janin prematur letak janin belum meneteap,
perputaran janin sehingga menyebabkan letak memanjnag.
c. Plasenta previa atau tumor pada jalan lahir. Dengan adanya plasenta atau
tumor dijalan lahir, maka sumbu panjang janin menjauhi sumbu jalan
lahir.
d. Abnormalitas uterus. Bentuk dari uterus yang tidak normal yang
menyebabkan janin tidak dapat mengikat sehingga sumbu panjang janin
menjauhi sumbu jalan lahir.
e. Panggul sempit. Bentuk oanggul yang sempit mengakibatkan bagian
presentasi tidak dapat masuk ke dalam panggul sehingga dapat
mengakibatkan sumbu panjang janin menjahui sumbu jalan lahir.
3. Jenis – Jenis Letak Lintang
Jenis-jenis letak lintang dapat dibedakan menurut beberapa macam, yaitu:
a. Menurut letak kepala terbagi atas:
1) LLi I Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kiri.
2) LLi II Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kanan.
b. Menurut posisi punggung terbagi atas:
1) Dorso anterior Apabila posisi punggung janin berada di depan.
2) Dorso posterior Apabila posisi punggung janin berada di belakang.
3) Dorso superior Apabila posisi punggung janin berada di atas.
4) Dorso inferior Apabila posisi punggung janin berada di bawah.
4. Manifestasi klinik
Menurut Herry Oxorn (2010) Manifestasi terjadinya letak lintang
diantaranya :
a. Inspeksi : Dengan abdomen melebar ke samping (tidak simetris)
b. Punggung musda diketahui dengan palpasi, pada punggung anterior
suatu dataran keras terletak melintang di bagian depan perut ibu.
c. Bunyi jantung janin terdengar di sekitar umbilikus
d. Kepala dapat diraba disebelah kanan atau kiri perut ibu
e. Bokong teraba di sisi lain
f. Pada pemeriksaan USG ditemukan letak lintang
5. Patofisiologi
Dinding abdomen pada perut yang menggantung menyebabkan uterus
beralih ke depan. Sehingga menimbulkan defleksi sumbu memanjang bayi
menjahui sumbu jalan lahir, menyebabkan terjadinya posisi obliq atau
melintang. Dalam persalinan terjadi dari posisi longitudinal semula dengan
berpindah nya kepala atau bokong ke salah satu forsa iliaka.
(Wiknjosastro.2012)
Pengaruh letak lintang pada persalinan :
a. Letak lintang merupakan suatu kondisi berbahaya dan memiliki resiko
tinggi bagi ibu dan janin kerena dapat menyebabkan persalinan macet.
b. Ada kalanya janin yang pada permulaan persalinan dalam keadaan letak
lintang, berputar sendiri menjadi letak memanjang. Keadaan ini disebut
versio spontanea. Hal ini mungkin terjadi bila ketuban masih utuh.
c. Letak lintang menyebabkan persalinan macet dan untuk kejadian ini
tidak ada mekanisme persalinannya.
6. Komplikasi
Komplikasi dari letak lintang adalah cedera tali pusat, timbul sepsis setelah
ketuban pecah dan lengan menumbung melalui vagina, kematian janin,
ruptura uteri.
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Achadiat (2004) untuk membantu dalam penegakkan diagnosa
kehamilan letak lintang memerlukan pemeriksaan penunjang, yaitu:
a. Ultrasonografi
Tidak ditemukan DJJ (Denyut Jantung Janin) maupun gerakan janin,
seringkali tulang-tulang letaknya tidak teratur, khususnya tulang
tengkorak sering dijumpai overlapping cairan ketuban berkurang.
b. Rontgen foto abdomen
1) Tanda spalding
Tanda spalding menunjukan adanya tulang tengkorak yang saling
tumpang tindih karena otak bayi yang sudah mencair, hal ini terjadi
setelah bayi meninggal beberapa hari dalam kandungan.
2) Tanda nojosk
Tanda ini mnunjukan tulang belakang janin melenting
3) Tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah
4) Tampak oedem disekitar tulang kepala.
c. Pemeriksaan darah lengkap, jika dimungkinkan kaar fibrinogen.
8. Penatalaksanaan
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya
diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar pada
primigravida usia kehamilan 34 minggu, pada multigravida usia kehamilan
36 minggu. Sebelum melakukan versi luar harus dilakukan pemeriksaan
teliti ada tidaknya panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta
previa, sebab dapat membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil,
janin mungkin akan memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar
kembali ibu dianjurkan menggunakan korset, dan dilakukan pemeriksaan
antenatal ulangan untuk menilai letak janin. Ibu diharuskan masuk rumah
sakit lebih dini pada permulaan persalinan, sehingga apabila terjadi
perubahan letak, segera dapat ditentukan diagnosis dan penanganannya.
Pada permulaan persalinan masih dapat diusahakan mengubah letak
lintang janin menjadi presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang
dari 4 cm dan ketuban belum pecah. Pada seorang primigravida bila versi
luar tidak berhasil, sebaiknya segera dilakukan sectio caesarea. Sikap ini
berdasarkan berbagai pertimbangan sebagai berikut;
a. Bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik, sehingga
pada seorang primigravida kala I menjadi lama dan pembukaan serviks
sukar menjadi lengkap
b. Karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-uterin
pada waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban sebelum
pembukaan serviks sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya
prolapsus funikuli
c. Pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan
Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung
pada beberapa faktor. Apabila riwayat obstetric wanita yang
bersangkutan baik, tidak didapatkan kesempitan panggul, dan janin tidak
seberapa besar dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks
lengkap untuk kemudian melakukan versi ekstraksi. Selama menunggu
harus diusahakan supaya ketuban tetap utuh dan melarang wanita
tersebut bangun atau meneran. Apabila ketuban pecah sebelum
pembukaan lengkap dan terdapat prolapsus funikuli, harus segera
dilakukan sectio caesarea. Jika ketuban pecah, tetapi tidak ada prilapsus
funikuli, maka bergantung kepad tekanan, dapat ditunggu sampai
pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi atau mengakhiri
persalinan dengan sectio caesarea. Dalam hal ini persalinan dapat
diawasi untuk beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan
berlangsung dengan lancer atau tidak.
Versi ekstraksi dapat pula dilakukan pada kehamilan kembar
apabila setelah bayi pertama lahir, ditemukan bayi kedua berada dalam
letak lintang. Pada letak lintang kasep, versi ekstraksi akan
mengakibatkan ruptura uteri, sehingga bila janin masih hidup, hendaknya
dilakukan sectio caesarea dengan segera, sedangkan pada janin yang
sudah mati dilahirkan per vagina dengan dekapitasi.
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data Subyektif
1) Biodata
a) Nama ; untuk lebih mengenal pasien
b) Umur ; untuk mendeteksi apakah ada risiko yang berhubungan
dengan dengan umur ibu
c) Suku bangsa ; untuk mengetahui social budaya dan adapt istiadat
d) Agama ; untuk mengetahui agama serta cara pandangnya
terhadap kehamilan
e) Pendidikan ; untuk mengetahui tingkat intelektual karena
pendidikan mempengaruhi sikap perilaku kesehatan seseorang
f) Pekerjaan ; untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan
terhadap permasalahan kesehatan dan untuk menilai social
ekonomi
g) Alamat ; untuk mempermudah hubungan dengan anggota yang
lain bila ada keperluan yang mendesak 2.
2) keluhan pasien
Keluhan utama ditujukan untuk menggali masalah atau keluhan-
keluhan yang mengandung pada trimester ke-3. keluhan fisiologis
yang sering dialami ibu yaitu meningkatnya keletihan, sukar tidur,
sakit pinggang bagiang bawah.
3) Riwayat penyakit keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji tentang penyakit
keturunan yang mungkin menurun pada pasien dimana penyakit
tersebut erupakan rsiko terhadap kehamila seperti hipertensi dan DM.
dikaji juga apakah keturunannya ada yang menderita penyakit
kanker, jantung, asma, keturunan kembar, dan penyakit lain yang
mempunyai faktor risiko terhadap kehamilan.
4) Riwayat kesehatan pasien
Riwayat kesehatan pasien ditujukan pada pengkajian penyakit yang
diderita yang merupakan risiko tinggi terhadap kehamilan seperti
DM, hipertensi, jantung, ginjal, hepatitis, paru-paru. Dikaji juga
apakah pasien sebelumnya pernah menderita panyakit berat, lama,
dan terapinya agar dapat diberikan asuhan keperawatan secara tepat
dan berkesinambungan.
5) Riwayat obstretrik
a) Riwayat menstruasi
(1) Menorche
Pada keadaan normal menorche terjadi pada umur 10-16
tahun. Oleh sebab tertentu yang dikaitkan dengan keadaan
gizi yang lebih baik, haid pertama menjadi awal. Menarche
sebenarnya puncak dari serangkaian perubahan wanita.
Perubahan tersebut adalah tumbuh rambut kemaluan, rambut
ketiak, payudara membesar, putting menghitam.
(2) Dismenorhoe
Hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut
bawah sebelum dan selama haid sehingga dikatakan
dismenorhoe jika nyeri haid begitu hebatnya.
(3) Siklus haid
Lama dan jumlah siklus haid berkisar antara 23-35 hari,
dengan rata-rata 29 hari. Tetapi pada wanita yang haidnya
teraturpun dapat terjadi kemelesetan beberapa hari baik maju
maupun mundur. Siklus haid dihitung sejak hari pertama haid
hingga hari terakhir sebelum haid berikutnya
(4) HPHT
Dikaji untuk menentukan kehamilan dengan rumus perkiraan
partus menurut naegle adalah hari +7, bulan -3, dan tahun +1.
bila hari pertama haid terakhir tidak diingat lagi maka sebagai
pegangan dapat dinyatakan antara lain gerakan janin,
umurnya pada primigravida, gerakan janin dirasakan ibunya
pada kehamilan 18 minggu dan pada multigravida pada
kehamilan 16 minggu.
b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Pada multi
dikaji adanya abortus, riwayat persalinan dengan tindakan
misalnya vakum atau SC serta besarnya berat bayi waktu
dilahirkan.
6) Riwayat keluarga berencana
Riwayat keluarga berencana ditujukan untuk merencanakan alat
kontrasepsi berikutnya.
7) Riwayat perkawinan
Riwayat perkawinan berkaitan dengan psikologi klien yang
memungkinkan dapat timbulnya faktor resiko seperti hipertensi,
riwayat perkawinan dikaji tentang umur berapa menikah, berapa kali
menikah, lamanya menikah. Ini untuk menentukan keadaan
kehamilannya dan faktor resiko.
8) Pola kehidupan sehari-hari
a) Pola nutrisi
Pola nutrisi perlu dikaji untuk mengetahui tingkat pemenuhan
gizi ibu sudah terpenuhi atau belum, kelebihan atau kekurangan.
Ibu hamil yang makannya terpenuhi akan mendapat kenaikan
berat badan yang cukup baik. Kenaikan berat badan selama hamil
adalah 6,5-16 kg.
b) Pola eliminasi
Dikaji BAK dan BAB pada kehamilan trimester I dan III,
bisaanya pasien sering kencing karena penekanan rahim pada
kandung kemih, tetapi sebaliknya pasien sering mengeluh sukar
BAB. Hal ini dikarenakan menurunnya tavus otot-otot traktus
digestifus sehingga motilitas seluruh traktus digestifus juga
berkurang.
c) Personal hygiene Hal ini dikaji untuk mengetahui kepedulian dan
kemampuan pasien untuk menjaga kebersihan diri.
d) Pola kativitas Hal ini dikaji karena jika pola pemenuhan aktivitas
dan istirahat tidak terpenuhi bisa menyebabkan komplikasi
obstetric, seperti hipertensi yang menjadi pre eklamsi atau
eklamsi, solution plasenta, plasenta previa yang kemungkinan
bisa terjadi pada trimester III.
e) Pola istirahat dan tidur Untuk mengetahui pola istirahat ibu
tersebut kurang atau berlebihan, istirahat yang normal kira-kira 6-
8 jam setiap harinya.
f) Pola peran dengan orang lain Untuk mengetahui apakah pasien
dapat beradaptasi dan bertoleransi terhadap tetangganya atau
orang lain. Hal ini diperlukan untuk mempermudah hubungan
bila keadaan mendesak dan membutuhkan bantuan.
g) Pola hubungan sexual Untuk mengetahui apakah ada masalah
dalam hubungan seksual, coitus sebaiknya dihentikan pada akhir
kehamilan jika kepala sudah masuk dalam rongga panggul karena
dapat menimbulkan perasaan sakit dan perdarahan.
h) Pola nilai kepercayaan dan keyakinan Untuk mengetahui
kemungkinan pengaruhnya terhadap kebisaaan kesehatan pasien.
i) Pola pengetahuan ibu Diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh
ibu mengetahui tentang proses kehamilan.
j) Koping dan toleransi stress Untuk mengetahui seberapa besar
pasien dapat mengetahui dan mengatasi masalah yang
dihadapinya.
k) Data spiritual Untuk mengetahui kepercayaan dan keyakinan
pasien.
9) Keadaan psikologis Keadaan psikologi yang dikaji adalah
penerimaan pasien terhadap kehamilannya, penerimaan suami atau
keluarga terhadap kehamilannya, dukungan suami dan keluarga
terhadap upaya-upaya masalah terhadap keadaan kehamilan.
a) Data Obyektif
(1) Pemeriksaan umum
(a) Keadaan umum

Pada keadaan umum pasien perlu dikaji tentang keadan


pasien apakah lemah, pucat, atau baik.

(b) Pemeriksaan TTV


 Tekanan darah ; tekanan darah pada wanita hamil
tidak boleh mencapai 140/90 mmHg dan tidak
boleh kurang dari 90/50 mmHg.
 Nadi ; nadi normal adalah 60-
Suhu ; suhu normal 360C-370C
 Respiratori ; respirasi normal 16-24 kali/menit.
Sering ditemukan pada kehamilan 32 minggu ke
atas ada keluhan sesak nafas karena usus-usus
tertekan oleh uterus yang membesar kea rah
diafragma, sehingga diafragma kurang leluasa
bergerak.
(c) Berat badan dan tinggi badan Berat badan

pada ibu hamil secara normal akan meningkat 0,5 kg setiap


minggu setelah kehamilan trimester I dan berat badan dalam
trimester II tidak boleh lebih dari 1 kg setiap minggunya atau
3 kg per bulan dan kenaikan berat badan seluruhnya pada
wanita hamil normalnya 6,5-16 kg. Tinggi badan pada ibu
hamil sebaiknya tidak kurang dari 145 cm, kemungkinan
panggul sempit perlu diperhatikan.

(2) Pemeriksaan fisik


(a) Kepala
- Rambut ; dikaji apakah rambut mudah dicabut atau
tidak. Bila mudah dicabut kemungkinan menunjukan
defisiensi vitamin A dan B.
- Kulit kepala ; kulit kepala diperiksa apakah ada
kelainan atau adanya tumor.
- Mata ; diinspeksi dan adanya lensa kontak dicatat,
konjungtiva, bila pucat maka kemungkinan
menunjukan adanya anemi, sclera apakah ikterik atau
tidak.
- Hidung ; diperiksa apakah ada pholip atau tidak.
- Mulut ; diperiksa apakah ada stomatitis, gigi karies,
dan lidah kotor atau tidak.
- Leher ; diinspeksi untuk endeteksi abnormalitas
seperti vena lebar yang terdistensi dan penonjolan
terutama pada daerah kelenjar.
(b) Dada
- Dinding thorak ; diperiksa simetris atau tidak dan
adanya penonjolan.
- Payudara ; ukuran payudara simetris atau tidak,
perubahan warna kulit, dapat menunjukan infeksi atau
penyakit dermatologis yang dievaluasi. Putting susu
menonjol, areola menghitam, adakah kolostrum.
- Aksila ; diperiksa ada benjolan, tumor, atau
pembesaran limfa.
(c) Abdomen
- Observasi ; untuk mengetahui bentuk abdomen dan
untuk mengetahui adanya striae pada dinding
abdomen.
- Palpasi ; untuk mengetahui adanya pembesaran hepar,
limpa, daerah nyeri tekan dan kemungkinan masa.
- Perkusi ; untuk mengetahui udara di dalam ssaluran
pernafasan.
- Auskultasi ; untuk mengetahui gerak peristaltic usus,
gerak janin, dan DJJ.
(d) Ekstremitas Dikaji telapak tangan dan kuku pasien pucat
atau tidak, begitu pula kaki ada tidak varises dan oedema.
(e) Anus Dikaji apakah ada varises atau hemoroid.
(f) Reflek patella Untuk mengetahui reflek dari otot yang
berkembang di dalam tempurung lutut atau patella, yang
berpengaruh pada saat proses persalinan yaitu pada saat
uterus berkontraksi. Bila reflek patella negative maka
kekurangan vitamin B1.
(3) Pemeriksaan obstetric
(a) Inspeksi
 Muka ; kloasma gravidarum, konjungtiva pucat atau
merah, adanya oedema.
 Mamae ; putting menonjol atau tidak, areola menghitam,
kolostrum.
 Abdomen ; membesar ke depan atau ke samping (pada
letak lintang membesar ke samping), striae gravidarum,
atau bekas luka.
(b) Palpasi
 Leopod I
Tinggi fundus dapat diketahui, ditentukan pula bagian
apa dari janin yang terdapat dalam fundus. Sifat kepala
ialah keras, bundar dan kurang melenting. Pada letak
lintang fundus uteri kosong.
 Leopod II
Menentukan dimana letak punggung janin dan bagian
ekstremitas. Kadang-kadang di samping terdapat kepala
atau bokong pada letak lintang.
 Leopod III Menentukan bagian yang terdapat di bawah,
apakah bagian bawah janin sudah masuk PAP atau
belum.
 Leopod IV Untuk mengetahui apa yang tedapat pada
bagian bawah dan berapa masuknya bagian bawah ke
dalam PAP.
(c) Auskultasi Untuk mengetahui dan menentukan DJJ dalam
keadaaan normal atau tidak. Normalnya 120-160
kali/menit. Pemeriksaannya dapat menggunakan leaneq
atau dopler.
(d) Reflek patella Untuk mengetahui reflek dari otot yang
berkembang di dalam tempurung lutut atau patella, yang
berpengaruh pada saat proses persalinan yaitu pada saat
uterus berkontraksi. Bila reflek patella negative maka
kekurangan vitamin B1.
(e) Panjang uterus Untuk mengetahui umur kehamilan dan
tafsiran berat janin. Cara menghitungTBJ menurut
Johnson Tausak;
 TFU (dalam cm) – 12x155 (bila penurunan kepala H I)
 TFU (dalam cm) – 11x155 (bila penurunan kepala H II)
(4) Pemeriksaan penunjang
(a) Pemeriksaan panggul dalam (pelvimetri) Pelvimetri
dilakukan sekali untuk mengetahui panggul sempit, PAP,
PBP, dan kelainan bentuk panggul. Biasanya dilakukan
pada kehamilan 8 bulan atau lebih.
(b) Pemeriksaan dalam (VT) Pemeriksaan dalam pada letak
lintang terdapat;
 Teraba tulang iga, scapula, dan kalau tangan
menumbung teraba tangan.
 Teraba bahu dan ketiak yang bias menutup ke kanan
atau ke kiri.
 Letak punggung ditentukan dengan adanya scapula,
letak dada dengan klavikula.
 Pemeriksaan dalam agak susah dilakukan apabila
pembukaan kecil dan ketuban intak, namun pada letak
lintang biasanya ketuban cepat pecah.
(c) Pemeriksaan diagnostic penunjang
 Pemeriksaan darah lengkap; golongan darah, Hb, Ht,
LED
 Pemeriksaan urine; menentukan kadar albumin atau
glukosa.
 Kultur; mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks
tipe II.
 Amniosentesis; mengkaji maturitas paru janin.
 Ultrasonografi; melokalisasi plasenta, menentukan
pertumbuhan, kedudukan, dan presentasi janin.
 Foto rontgen; tampak janin dalam letak lintang.
 Tes stress kontraksi atau tes nonstress; mengkaji respon
janin terhadap gerakan atau stress dari pola kontraksi
uterus.
 Pemantauan elektronik kontinu; memastikan status
janin atau aktivitas uterus.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi yang diterima dan
krisis situasi.
b) Risiko cedera terhadap janin berhubungan dengan letak lintang kasep
dan proses persalinan yang lama.
c) Risiko cedera terhadap maternal berhubungan dengan letak lintang kasep
dan proses persalinan yang lama.
d) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan.
e) Reaksi berduka berhubungan dengan kematian janin.
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
keperawatan
dan kolaborasi
1. Ansietas Setelah dilakukan asuhan Mandiri
berhubungan keperawatan diharapkan  Dorong
dengan klien mampu mengatasi keberadaan/partisipasi dari
kurangnya ansietas, yang dibuktikan pasangan.
informasi yang dengan kriteria hasil sebagai  Kaji tingkat ansietas dan
diterima dan berikut; 1. Klien diskusikan penyebabnya bila
krisis situasi. mengungkapkan kesadaran mungkin.
akan perasaan ansietas. 2.  Tentukan tingkat ansietas
Klien mampu klien dan sumber dari
mengidentifikasi cara untuk masalah. Berikan informasi
menurunkan atau sehubungan dengan
menghilangkan ansietas. 3. normalnya perasaan.
Klien mengungkapkan  Berikan waktu untuk
ansietas berkurang. 4. mendengarkan pasien
Menggunakan mekanisme mengenai masalah dan
koping yang tepat. 5. dorong ekspresi perasaan
Menunjukkan TTV normal. yang bebas, mis: rasa marah,
ragu takut dan sendiri.
 Akui realita situasi dan
perasaan klien, terima
ekspresi marah sambil
membatasi tingkah laku
agresif dan berlebihan.
 Kembangkan hubungan
pasien/perawat.
 Anjurkan penggunaan tehnik
pernafasan dan relaksasi.
Bernafas dengan klien atau
pasangan bila perlu.
Kolaborasi
 Berikan kombinasi narkotik
dan tranquilizer (missal;
meperidin hidroklorida,
hidroksizin pamoat)
2. Risiko cedera Setelah dilakukan asuhan Mandiri
terhadap janin keperawatan diharapkan  Kaji DJJ secara manual atau
berhubungan klien mampu berpartisipasi elektronik. Perhatikan
dengan letak dalam intervensi untuk variabilitas, perubahan
lintang kasep memperbaiki pola periodic, dan frekuensi dasar.
dan proses persalinan dan menurunkan Bila pada pusat kelahiran
persalinan yang faktor risiko yang alternative (PKA), periksa
lama. teridentifikasi, yang irama jantung janin diantara
dibuktikan dengan kriteria kontraksi dengan
hasil sebagai berikut; menggunakan doptone.
1. DJJ menunjukan Jumlahkan selama 10 menit,
dalam batas normal istirahat selama 5 menit, dan
144x/menit. jumlahkan lagi selama 10
2. Variabilitas baik. menit. Lanjutkan pola ini
3. Tidak ada deselerasi sepanjang kontraksi sampai
lambat. pertengahan diantaranya dan
setelah kontraksi.
 Perhatikan tekanan uterus
selama istirahat dan fase
kontraksi melalui kateter
tekanan intrauterus bila
tersedia.
 Identifikasi faktorfaktor
maternal seperti dehidrasi,
asidosis, ansietas, atau
sindrom vena kava.
 Observasi terhadap prolaps
tali pusat samara atau dapat
dilihat bila pecah ketuban.
Untuk deselerasi variable
pada strip pemantauan,
khususnya bila janin pada
presentasi bokong.
 Perhatikan bau dan
perubahan warna cairan
amnion pada pecah ketuban
lama. Dapatkan kultur bila
temuan abnormal.
Kolaborasai
 Perhatikan frekuensi
kontraksi uterus, beri tahu
dokter bila frekuensi 2 menit
atau kurang
 Kaji malposisi menggunakan
maneuver Leopod dan
temuan pemeriksaan internal.
Tinjau ulang hasil
ultrasonografi.
 Pantau penurunan kepala
janin pada jalan lahir secara
teratur dan teliti dalam
hubungannya dengan
kolumna vertebralis iskial.
 Siapkan untuk metode
melahirkan secara caesarea
bila malpresentasi janin,
janin gagal turun, kemajuan
persalinan berhenti, atau
teridentifikasi CPD.
 Berikan antibiotic pada klien
sesuai indikasi.
3. Risiko cedera Setelah dilakukan asuhan Mandiri
terhadap keperawatan diharapkan  Tinjau ulang riwayat
maternal klien mampu berpartisipasi persalinan, awitan, dan
berhubungan dalam intervensi untuk durasi.
dengan letak memperbaiki pola  Catat waktu atau jenis obat.
lintang kasep persalinan dan menurunkan Hindari pemberian narkotik
dan proses faktor risiko yang atau anastesik blok epidural
persalinan yang teridentifikasi, yang sampai serviks dilatasi 4 cm.
lama. dibuktikan dengan kriteria  Evaluasi tingkat keletihan
hasil sebagai berikut; yang menyertai, serta
1. Mencapai dilatasi aktivitas dan istirahat,
serviks sedikitnya sebelum awitan persalinan.
1,2 cm/am untuk  Kaji pola kontraksi uterus
primipara dan secara manual atau secara
1,5cm/jam untuk elektronik.
multipara pada fase  Catat penonjolan, posisi
aktif. janin, dan presentasi janin.
2. Penurunan janin  Palpasi abdomen pada klien
sedikitnya 1 cm/jam kurus terhadap adanya cincin
untuk primipara dan retraksi patologis diantara
2 cm/jam untuk segmen uterus.
multipara.  Tempatkan klien pada posisi
3. Menyelesaikan rekumben lateral dan
kelahiran tanpa anjurkan tirah baring atau
komplikasi. ambulasi sesuai toleransi.
 Kaji derajat hidrasi, catat
jumlah dan jenis masukan.
 Sediakan kotak peralatan
kedaruratan.
Kolaborasi
 Gunakan rangsangan puting
untuk oksitosin endogen,
atau melalui infus oksitosin
eksogen atau prostaglandin.
 Berikan narkotik atau
sedative, seperti; morfin,
fenobarbital, atau
sekobarbital untuk tidur
sesuai indikasi.
 Bantu dengan persiapan
untuk SC sesuai indikasi
untuk malposisi, CPD, atau
cincin Bandl.

4. Kekurangan Setelah dilakukan asuhan Mandiri


volume cairan keprawatan diharapkan klien  Pertahankan masukan dan
berhubungan mampu mempertahankan haluaran akurat, tes urin
dengan stabilisasi atau perbaikan terhadap keton, dan kaji
perdarahan. dalam keseimbangan cairan, pernafasan terhadap bau
yang dibuktikan dengan buah.
kriteria hasil sebagai  Pantau tanda-tanda vital.
berikut;  Pantau suhu kulit.
 Menunjukkan TTV  Kaji bibir dan membran
dalam batas normal. mukosa oral dan derajad
 Pengisian kapiler salivasi.
cepat  Perhatikan respon DJJ
 Turgor kulit baik abnormal.
 Bibir lembab/tidak Kolaborasi
kering.  Tinjau ulang data
 Bebas dari
komplikasi labolatorium; Hb, Ht,
elektrolit serum, dan glukosa
serum.
 Berikan cairan IV
 Tingkatkan kecepatan IV
jika diperlukan.
5. Reaksi berduka Setelah dilakukan asuhan Mandiri
berhubungan keprawatan diharapkan klien  Beri kode pada grafik klien,
dengan mampu menghadapi proses pintu ruangan, dan tempat
kematian janin. berduka dengan baik, yang tidur sesuai indikasi.
dibuktikan dengan kriteria  Berikan ruangan pribadi bila
hasil sebagai berikut; klien menginginkannya,
 Mengungkapkan dengan kontak yang sering
tahap proses berduka oleh perawat. Anjurkan
yang dialami. kunjungan tidak terbatas oleh
 Mengekspresikan keluarga dan teman.
perasaan dengan  Libatkan pasangan dalam
tepat. perencanaan perawatan.
 Mengidentifikasi Berikan kesempatan untuk
masalah proses pasangan terlibat bersama.
berduka. Anjurkan diskusi tentang
 Mencari bantuan kekhawatiran.
dengan tepat.  Kaji pengetahuan klien dan
pasangan serta intrepretasi
terhadap kejadian sekitar
kematian janin atau bayi.
Berikan informasi dan
perbaiki kesalahan konsep
berdasarkan kesiapan
pasangan dan kemampuan
untuk memdengarkan secara
efektif.
 Tentukan makna kehilangan
terhadap kedua pasangan.
Perhatikan bagaimana
pasangan
BAB III
TINJAUAN KASUS

Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang penatalaksanaan asuhan


keperawatan meternitas dengan diagnosa medis Post Sectio Caesarea atas indikasi letak
lintang, maka penulis menyajikan suatu kasus yang penulis amati mulai tanggal 25
November 2021 sampai dengan 27 November jam 07.00 WIB. Anamnesa diperoleh dari
klien dan rekam medis sebagai berikut.

PENGKAJIAN

Tanggal Masuk : 24 November 2021 jam : 20:00 WIB

Ruang/ Kelas : Tourmalin 3.4 Rekam Medis : 73702

Tanggal Pengkajian : 25 November 2021 jam : 14:00 WIB

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. T

Umur : 26 tahun

Suku/Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : ----

Status perkawinan : Menikah

B. Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. M

Umur : 28 tahun

Suku/Bangsa : Indonesia
Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Alamat : ---

Status Perkawinan : Menikah

C. Keluhan utama saat pengkajian


pasein mengatakan nyeri perut pada luka operasi
D. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien hamil 39-40 minggu dengan posisi janin letak lintang dan di anjurkan
untuk sectio caesarea (SC).
E. Riwayat kesehatan yang lalu
Pasien mengakatan pernah di rawat di rumah sakit dengan sakit DBD dan tidak
pernah menderita penyakit jantung, asma, TBC, ginjal, hipertensi dan DM.
F. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit jantung, asma, TBC, ginjal, hipertensi dan
DM.
G. Pola aktivitas sehari-hari
Jenis aktivitas Dirumah Dirumah sakit
1. Nutrisi Makan 3 kali sehari makan 1 kali
2. Eliminasi
a. BAB 1 kali sehari Tidak BAB
b. BAK Sering Terpasang DC
3. Istirahat dan tidur 6 jam 4 jam
4. Ambulasi Mandiri Di bantu keluarga dan
perawat
5. Kebersihan diri Mandiri Dibantu keluarga dan
perawat
H. Riwayat Obsetri
1. Riwayat Menstruasi
a. Menarche : 13 tahun
b. Banyaknya : 3x pembalut/hari
c. HPHT : lupa
d. Siklus : teratur (28 hari)
e. Lamanya : 7 hari
f. Keluhan : tidak ada
2. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu:
Tabel 3.1 riwayat kehamilan persalinan nifas yang lalu pada Ny.T dengan
diagnosa medis post sectio caesarea dengan indikasi letak lintang.
Anak ke Kehamilan Persalinan Komplikasi Anak
Umur Jenis Penolon Penyakit
Penyak Laseras pendar
No Usia kehamil g Infeksi Jenis bb pj
it i ahan
an
1 8 th 36 mng - Norm paraji - - - - p 250 50
al 0 gr cm
2 - 7 mng Ab kuret Dokter Ab Kuret - - - - -
RS
Avisena
3 Hami 39-40 Letak SC Dokter Letak SC - - L 299 51
l mng lintang RS lintang 5 gr cm
Saat Avisena
ini
3. Genogram

Keterangan :
: laki-laki : pasein

: perempuan : aborsi

: suami pasein : meninggal

: yang tinggal satu rumah

Gambar 3.1 Genogram Keluarga Ny. T dengan diagnosa medis Post


Section Caesarea dengan indikasi letak lintang
4. Persalinan Sekarang
a) Kala persalinan
1) Kala I : tidak dilakukan pengkajian, pasien ada diruang operasi
2) Kala II : tidak dilakukan pengkajian, pasien ada diruang operasi
3) Kala III : tidak dilakukan pengkajian, pasien ada diruang operasi
4) Kala IV :
(a) Lochea :
Jenis : () lochea rubra
( ) lochea sanguinolenta
( ) lochea serosa
( ) lochea alba
( ) lochea parulenta
( ) lochiotosis
Jumlah : 100 CC
(b) TFU : 2 jari dibawah pusat
(c) Kontraksi uterus : () baik ( ) tidak
(d) Pendarahan : () ya ( ) tidak
Jumlah : 150 cc
(e) Perineum : (-) rupture spontan (-) episiotomy

Lain-lain: tampak luka bekas operasi pada abdomen yang tertutup


dengan kassa steril, sepanjang 10 cm, tidak ada rembesan.

5) Keadaan bayi
(1) BB :2990 gr
(2) Tb : 51 cm
(3) Pusat : () Normal ( ) abnormal
(4) Perawatan tali pusat
( ) alkohol 70%
( ) Betadine
() lainnya: dengan Kassa steril
(5) Anus : normal
(6) Suhu : 36 0 C
(7) Lingkar kepala :
Lingkaran Sub Occipitalis :34 cm
Lingkaran Fronto Occipitalis :34 cm
Lingkaran Monto Occipitalis :35 cm
Lain-lain : tidak ada kalinan bentuk
kepala
6) Rencana perawatan bayi: () sendiri ( ) orang tua ( ) lain-lain
(1) Kesanggupan dan pengetahuan dalam merawat bayi
(a) Beast care: pasien mengatakan memahami tentang perawatan
payudara
(b) Perineal care : pasien mengatakan sudah memahami tentang
membersihkan daerah perineum
(c) Nutrisi : pasien mengatakan mengerti tentang pemenuhan
kebutuhan nutrisi pada bayi
(d) Senam nifas : pasien mengatakan tidak melakukan senam
nifas
(e) KB : pasien mengatakan pernah menggunakan KB
jenis suntik
(f) Menyusui : pasien mengatakan ASI belum keluar
5. Riwayat keluarga berencana
a. Melaksanakan KB : () ya ( ) tidak
b. Jenis kontrasepsi apa yang digunakan : KB suntik
c. Sejak kapan menggunakan kontrasepsi : pasien mengatakan tahun
2013 sejak anak pertama
d. Masalah yang terjadi : pasien mangatakan tidak
ada masalah
6. Riwayat kesehatan
a. Penyakit yang pernah dialami ibu : pasien mengatakan tidak ada
b. Pengobatan yang didapat : tidak terkaji
c. Riwayat penyakit kekuarga : pasien mengatakan tidak ada riwayat
penyakit diabetes mellitus, jantung, hipertensi, dan penyakit lainnya.
7. Riwayat lingkungan
a. Kebersihan : pasien mengatakan lingkungan rumahnya bersih
b. Bahaya : pasien mengatakan lingkungannya tidak berbahaya
c. Lainnya : pasien berada dilingkungan bersih dan tidak tercemar
8. Aspek sosial
a. Persepsi setelah melahirkan : pasien mengatakan merasa senang, bahagia
setelah melahirkan anak keduanya dengan selamat.
b. Apakah keadaan ini menimbulkan perubahan terhadap kehidupan sehari
hari :pasien mengatakan iya, karena akan lebih sibuk mengurus kedua
anak nya
c. Harapan yang ibu inginkan setelah bersalin : pasien mengatakan ingin
cepat pulih sehingga bisa merawat bayinya dan segera pulang dari RS.
d. Ibu tinggal dengan siapa : suami, anak pertama dan anak kedua.
e. Siapa anak yang terpenting bagi ibu : klien mengatakan semua anak nya
sangat terpenting baginya.
f. Sikap anggota keluarga terhadap keadaan saat ini : klien mengatakan
sangat senang karna bertambah nya anggota keluarga
g. Keadaan mental menjadi ibu : klien mengatakan bahagia dan selalu
berusaha menjadi orang tua yang terbaik untuk anak - anak nya.
9. Pola kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
a. Merokok : pasien mengatakan tidak merokok
b. Minuman keras : pasien mengatakan tidak mengkonsumsi
minuman keras
c. Ketergantungan obat : pasien mengatakan tidak tergantungan obat
10. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Composmetis
c. Tanda-tanda vital :
Tekanan darah : 100/70 mmhg
Nadi : 74 x/menit
Respirasi : 21 x/menit
Suhu : 36 0 C
d. Berat Badan : 71 kg
e. Tinggi Badan : 159 cm
f. B1 (breath)
Inspeksi : bentuk dada simetris, pola nafas teratur, tidak ada
retraksi otot bantu nafas, tidak ada alat bantu nafas.
Palpasi : susunan tulang normal, tidak ada nyeri tekan pada
dada. Perkusi : normal
Auskultasi : veskuler, tidak ada suara
tambahan Lai-lain : tidak ada
Maslah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
g. B2 (Blood)
Inspeksi : tidak ada sianosis, tidak ada clubbing finger
Palpasi : tidak ada nyeri dada, irama jantung normal, CRT<3
detik, akral teraba hangat
Auskultasi : bunyi jantung normal, irama jantung teratur
Lain-lain : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
h. B3 (Brain)
Inspeksi : keadaran composmetis, GCS: 4-5-6 , orientasi baik,
tidak ada nyeri kepala, tidak ada kejang
Istirahat/tidur :
Dirumah sakit: 4 jam/ hari
Dirumah : 6 jam/hari
Lain-lain : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatam
i. B4 (Bladder)
Inspeksi : Libido : kemauan : normal ( √ ), Terdapat lochea rubra
warna merah segar dan terpasang pembalut di alasi dengan underpad
Palpasi : ada nyeri tekan
 Frekuensi berkemih: -
 Jumlah: 1000 cc
 Warna : kuning pekat
 Alat bantuan yang digunakan :
Lain-lain : Terpasang DC
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
j. B5 (Bowel)
Inspeksi : Mulut Simetris, Mukosa Lembab, Bibir normal labiokisis
Palpasi : Tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada pembesaran vena
jugularis, TFU 2 jari dibawah pusat, nyeri tekan di perut bagian bawah,
terdapat luka post operasi di perut bagian bawah
Perkusi : abdomen tidak tegang
Auskultasi : Peristaltic usus 15x/menit
Kebiasan BAB : Belum BAB setelah
operasi Konsistensi : -- Warna :--
Bau :--- Tempat yang
digunakan : Kamar mandi Pemakaian obat
pencahar : Tidak ada
Lain-lain : Luka operasi tertutup kassa steril dengan panjang 10 cm,
tidak ada rembesan darah, terdapat nyeri tekan diarea perut bagian
bawah
Masalah keperawatan : Nyeri Akut
k. B6 (Bone)
Inspeksi : Kulit Bersih, terdapat striae dan linea, terdapat luka Post
operasi tertutup kassa ˂10 cm bersih Tidak ada pus , Tidak ada fraktur,
Warna kulit Sawo matang Tidak ada oedema, Aerolla mammae
Hiperpigmentasi, Papilla mammae Menonjol,
Palpasi : Turgor kulit Baik, Akral Hangat, Colostrums Belum Keluar,
payudara teraba keras
Kemampuan pergerakan sendi dan tungkai (ROM)
Kekuatan otot :
5 5
4 4

Lain-lain : Pasien tidak dapat melakukan aktivitasnya secara mandiri,


aktivitas pasien di bantu oleh keluarga dan perawat,
Masalah keperawatan : Hambatan Mobilitas Fisik
l. B7 (Pengindraan)
Inspeksi : Pupil Isokor, Reflek cahaya Normal, Seclera Putih, Palpebra
Tidak ada, Strabismus Tidak ada, Ketajaman pengelihatan Normal,
Tidak menggunakan alat bantu, Hidung simetris, Mukosa hidung
Lembab, Tidak ada secret, Ketajaman penciuman normal, Ketajaman
Pendengaran Normal , Tidak ada alat bantu pendengaran
Perasa : ( √ ) manis ( √ ) pahit ( √ ) asam ( √ ) asin ( √ )
Palpasi : Konjungtiva : Merah Mudah
Lain-lain : pasien tampak menyeringai
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
m. B8 (Endokrin)
Inspeksi : tidak ada Luka gangrene
Palpasi : tidak ada Pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada Pembesaran
kelenjar parotis,
Lain-lain : tidak ada
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
I. Pemeriksaan Diagnostik
a. Data penunjang
Nama: Ny.T No RM:73702 Umur :26 tahun
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Metode Nilai normal
Hemoglobin 13.2 Gr/dl - Perempuan (>13th): 12,0-15,0
Leukosit 10.5 Rb/mm3 - Dewasa (>13th): 3,6-10,6
Hematokrit 38.8 % - Perempuan (>13th): 35,0-49,0
Trombosit 276 x1000/ul - 150-450
Tindakan : GLUKOSA (GULA DARAH)
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Metode Nilai normal
Gula darah 72 Mg/dl - 80-120
Tindakan: HITUNG JENIS LEUKOSIT
Jenis tindakan Hasil Satuan Metode Nilai normal
Basofi 0 % - 0-1
Eosinofil 0 % - 0-4
Batang 1 % - 2-5
Segmen 73 % - 36-66
Limfosit 19 % - 22-40
Monosit 7 % - 4-8
J. Terapi
1. Infus : RL 14 tpm
Drip oxytocin 2 amp
2. Injeksi
a. Ceftriaxone
b. Gentamicine
c. Omefrazol

ANSLISA DATA

No Data Etiologi Masalah keperawatan


1 DS: Nyeri akut
 Pasien mengatakan neyri
karena luka operasi
 Passien mengatakan nyeri pada
bagian bawah perut
 Pasien mengatakan nyeri
semakin terasa saat bergerak
Section caesare
 Pasien mengatakan nyeri hilang
timbul
Insisi pada dinding
 Pasien mengatakan sekala nyeri
abdomen
8
DO:
Terputusnya kontinuitas
 KU: Baik
jaringan
 Kesadaran : composmetis
 Pasien tampak meringis
Nyeri akut
 TFU 2 jari di bawah pusat
 Tampak luka post operasi di
abdomen bawah tertutup kasa
steril sepanjang 10 cm
 TTV
Td: 100/70 mmgg
N: 74x/menit
RR: 21x/menit
S: 360C
 Terdapat lochea, terpasang DC
UL: 1000 cc
 Terpasang infus RL di tangan
kiri
2 DS: Adanya proses Gangguan mobilitas
 Pasien mengatakan tidak dapat pembedahan fisik
melakukan aktivitas secara
mandiri Terputusnya jaringan
 Pasien mengatakan aktivitas di
bantu keluarga dan perawat Nyeri
Do:
 Pasien belum bisa miring kanan Gangguan mobilitass fisik
dan kiri
 Aktivitas pasien hanya di atas
tempat tidur selama 24 jam
 ADL dibantu keluarga dan
perawat
 Terpasang infus RL tangan kiri

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut berhubungan dengan agencedera fisik


2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik
RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN

SDKI SLKI SIKI


Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 3x24 Manajemen nyeri
agencedera fisik jam diharapkan nyeri berkurang O:
dengan kriteria hasil:  Kaji karakteristik nyeri
1. K/U : baik dari sekala nyeri
2. Pasien mau mengubah posisi  Observasi TTV
dan melaporkan nyeri  Identifikasi lokasi,
berkurang karakteristik, durasi,
3. Pasien mempu frekuensi, intensitas nyeri
mendemonstrasikan kembali T:
teknik relaksaki dan distraksi  Berikan teknik non
4. Adanya penurunan sekala farmakolohis untuk
nyari 1-2 mengurangi nyeri
5. Pasien tampak rilek  Fasilitasi istirahat dan
6. Tanda-tanda vital dalam batas tidur
normal  Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
E:
 Anjurkan pasien untuk
mengatur posisi senyaman
mungkin
 Ajarkan teknik relaksasi
dan distraksi
K:
 Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian
anakgetik

Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan perawatan O:


berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan kalien  Observasi TTV
kelemahan fisik mampu beraktivitas kembali  Kaji kemampuan klien
dengan kriteria hasil: dalam mobilisasi
1. Pasien mampu melakukan E:
aktivitas secara mandiri  Anjurkan pasien untuk
2. Pasien mempu mobilisasi miring kanan/miring kiri
secara bertahap (miring  Jelaskan kepada pasien
kanan/kiri) tentang pentingnya
3. ADL tanpa bantuan perawat mobilisasi dini
dan keluarga  Ajarkan kepada pasien
4. TTV dalam batas normal untuk melakukan
mobilisasi dini secara
bertahap

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Dx Tanggal Jam Implementasi Evaluasi


Nyeri akut Kamis 10.10 1. Mengajarkan teknik relaksasi S:
b.d 25.11.2021 dan distraksi dengan nafas  Pasien mengatakan
agencedera dalam masih merasa nyeri pada
fisik 10.15 2. Mengkaji karakteristik nyeri luka jahitan post operasi
dari sekala nyeri  Nyeri seperti di sayat
10.20 3. Mengobservasi TTV  Nyeri pada bagian
10.30 4. Mengolaborasikan dengan bawah perut
dokter terkait pemberian  Sekalanyeri 7
analgesik  Nyeri pada saatbergerak
 Drip oxytocin 2Amp O:
 Ceftriaxone 2x1  K/U Baik
 Gentamicin 1x2  Pasien tampak meringis
 Omefrazol 1x  Terdapat luka post
operasi di abdomen
bawah tertutup kasa
steril sepanjang 10 cm
 Terdapat lochea
terpasang DC UL: 1000
cc, terpasang infus
 TTV
Td: 100/70 mmgg
N: 74x/menit
RR: 21x/menit
S: 360C
A: nyeri belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan

Gangguan Kamis 10.10  menjelakan kepada pasien S:


mobilitass 25.11.2021 tentang pentingnya mobilisasi  pasien mengatakan baru
fisik b.d dini bisa sedikit-sedikit
kelemahan 11.00  mengajarkan kepada klien menggerakan kaki
fisik untuk mobilisasi dini secara O :
11.10 bertahap  K/U Baik
 manganjurkan pasien untuk  Pasien tampak berusaha
11.15 miring kanan miring kiri untuk menggerakan kaki
 mengkaji kemampuan pasien  Terpasang infus RL pada
11.20 dalam mobilisasi tangan kiri
 mengobservasi TTV  Kekuatan otot
5 5
4 4
 TTV
Td: 100/70 mmgg
N: 74x/menit
RR: 21x/menit
S: 360C
A: hambatan mobilitas fisik
belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
 manganjurkan pasien
untuk miring kanan
miring kiri
 mengkaji kemampuan
pasien dalam mobilisasi
 mengajarkan kepada
klien untuk mobilisasi
dini secara bertahap

Dx Tanggal jam Implementasi Evaluasi


Nyeri akut Jumat 14. 30 1. Mengajarkan teknik relaksasi dan S:
b.d 26.11.2021 distraksi dengan nafas dalam  Pasien mengatakan
agencedera 14.35 2. Mengkaji karakteristik nyeri dari nyeri pada luka post
fisik sekala nyeri operasi sudah
14.40 3. Mengobservasi TTV berkurang
14.50 4. Mengolaborasikan dengan dokter  Pasien mengatakan
terkait pemberian analgesik nyeri sebperti di sayat
 Cefadroxine 3x1  Pasien mengatakan
 Asamafenamat 3x1 nyeri pada perut
 Bleedstop 3x1 bagian bawah
 Sekalanyari
berkurang 5
 Nyeri pada saat
bergerak
O: K/U baik
 Wajah tampak lebih
rileks
 TFU 2 jari di bawah
pusat
 Terdapat luka post
operasi di abdomen
bawah tertutup kasa
steril sepanjang 10 cm
 Terdapat lochea,
terpasang DC UL:
1000 cc
 Terpasang infus Rl
 TTV
TD: 112/63mmgh
N: 90x/menit
R: 21x/menit
S:36,1oC
A: neyri aku teratasi
sebgian
P: intervensi di lanjutkan
 Menganjurkan pasien
untuk miring kanan
dan kiri
 Mengkaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
Gangguan Jumat 16.10  menjelakan kepada pasien S: pasien mengatakan
mobilitass 26.11.2021 tentang pentingnya mobilisasi sudah bisa duduk
fisik b.d dini O: K/U Baik
kelemahan 16.15  mengajarkan kepada klien untuk  pasien tampak
fisik mobilisasi dini secara bertahap sudah bisa duduk
16.20  mangnjurkan pasien untuk  Terpasang infus
miring kanan miring kiri tangan kiri
16.25  mengkaji kemampuan pasien  Tidak terpasang
dalam mobilisasi DC
16.30  mengobservasi TTV TD: 112/63mmgh
N: 90x/menit
R: 21x/menit
S:36,1oC
A: hambatan mobilitas
fisik teratasi sebagian
P: intervensi di lanjikan
 mangnjurkan pasien
untuk miring kanan
miring kiri
 mengkaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi

Dx Tanggal Jam Implementasi Evaluasi


Nyeri akut 27.11.2021 07.05 1. Mengajarkan teknik relaksasi dan S:
b.d distraksi dengan nafas dalam  Pasien mengatakan
agencedera 07.10 2. Mengkaji karakteristik nyeri dari nyeri pada luka post
fisik sekala nyeri operasi hanya sedikit
07.15 3. Mengobservasi TTV  Sekala nyeri 2
07.20 4. Mengolaborasikan dengan dokter O:
terkait pemberian analgesik  KU: Baik
 Wajah tampak lebih
rilaks pada saat
bergerak
 Terdapat luka post
operasi di abomen
bawah
 Tidak terpasang infus
 TTV
TD: 120/74 mmhg
N: 80 x/menit
RR: 20x/menit
S: 36oC
A: nyeri akut teratasi
P : intervensi di hentikan
Gangguan 27.11.2021  menjelakan kepada pasien S:
mobilitass tentang pentingnya mobilisasi  Pasien mengatakan
fisik b.d dini sudah bisa berjalan
kelemahan  mengajarkan kepada klien untuk pelan pelan
fisik mobilisasi dini secara bertahap O:
 mangnjurkan pasien untuk  KU: Baik
miring kanan miring kiri  Pasien tampak sudah
 mengkaji kemampuan pasien bisa berjalan pelan-
dalam mobilisasi pelan
 mengobservasi TTV  Tidak terpasang infus
 TTV
TD: 120/74 mmhg
N: 80 x/menit
RR: 20x/menit
S: 36oC
A: hambatan mobilitas
fisik teratasi
P: intervensi di hentikan
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Diagnosa keperawatan nyeri akut


Bedasarkan pengkajian yang sudah dilakuakn pada Ny. T di ruang
Tourmalin RSU AVISENA, didapatkan dignosa nyeri aku b.d agen cedera fisik.
Data yang ditemukan dari hasil pengkajian Ny.T didapatkan data subjektif Ny. T
mengatakan nyeri dengan P: nyeri luka operasi, Q: nyeri seperti di sayat, R:
nyeri di perut bawah, S: skala nyeri 8, T: nyeri hilang timbul, jika bergerak akan
tersa nyeri. Data objektif Ny.T wajah tampak meringis menahan nyeri. Nyeri
adalah suatu kondisi yang menyebabkan suatuketidak nyamanan. Rasa
ketidaknyamanan dapat disebabkan karena kejadian kerusakan saraf sensori atau
juga diawali rangsangan aktivitas sel T ke korteks serebri dan menimbulkan
persepsi nyeri (smelzer,2010).
Penulis memprioritaskan nyeri sebagai diagnosa utama karena nyeri
merupakan keluhan utama pasien. Berdasarkan hirarki kebutuhan manusia
menurut Abraham Maslow, kebutuhan rasa aman dan nyaman memang
menempati urutan kedua setelah kebutuhan fisik, tetapi pasien merasakan
kenyamanan terganggu sehingga membutuhkan pertolongan untuk mengatasi
nyerinya agar kebutuhan rasa nyaman terpenuhi. Bagaimana Ny. T lebih tidak
terbiasa dengan neyri dan sebelum operasi pasien sangan takut karena tidak
pernah melakukan pembedahan, walaupun sebelumnya pernah hamil dan
melahirkan secara normal dan melakukan curret dan ini merupakan kelahiran
Sectio Caesarea pertama kalinya.
B. Diagnosa Gangguan Mobilitas Fisik
Adanya luka post opersai sectio caesarea yang menebabkan rasa nyeri
timbul saat bergerak sehingga penderita merasa takut untuk melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, dan ADL perlu dibantu. Mobilisasi
dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6
sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita
sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari kedua post operasi,
penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam
lalu menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi
posisi setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-turut, hari
demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam pergerakan fisik
pada bagian tubuh tertentu atau pada satu atau lebih ekstremitas. Suatu kondisi
dimana individu tidak saja kehilangan kemampuan bergeraknya secara total,
tetapi juga mengalami penurunan aktivitas. (Potter, 2005). Dalam kasus,
diagnosa ditegakkan oleh penulis karena pada saat pengkajian ditemukan data
klien mengatakan nyeri saat bergerak,gerakan terbatas dan ADL dibantu.
Menurut penulis ketika terjadinya luka akan sulit untuk melakukan aktivitas baik
aktivitas berat maupun ringan, sehingga diperlukan bantuan pada pasien.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Dari hasik yang menguraikan tentang asuhan keperawatan pada klien


Ny. T dengan diagnosa medis Post Section Caesarea dengan indikasi
letak lintang hari ke-1 diruang Tourmalin RSU AVISENA maka
penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Pengkajian sangat penting pada klien Post Section Caesarea perlu
diperhatikan saat pengkajian adalah nyeri pada daerah abdomen
agar tidak bertambah, selain itu klien juga harus bermobilisasi
dengan baik. Pada klien dengan Post Op Sectio Caesarea hal yang
perlu diperhatikan saat pengkajian adalah pengkajian pada
pemeriksaan fisik pada ibu Post Section Caesarea akan
mengalami perubahan payudara bertambah besar, kontraksi
uterus baik atau tidak, terdapat lochea rubra. Pada klien Post
Section Caesarea akan mengalami masalah fisik, psikologi
maupun sosial.
b. Masalah keperawatan yang ditemukan pada tinjauan kasus adalah
nyeri akut, Gangguan mobilitas fisik. Kedua diagnosa tersebut
muncul karena didapatkan data-data dari keadaan klien itu
sendiri.
c. Intervensi diagnosa keperawatan yang ditampilkan antara
tinjauan pustaka dan tinjauan kasus terjadi kesamaan namun
masing – masing intervensi tetap mengacu pada sasaran, dan
kriteria hasil.
d. Pelaksanaan rencana keperawatan dilakukan secara terkoordinasi
dan terintegritas untuk pelaksanaan diagnosa. Pada kasus tidak
semua sama pada tinjauan pustaka.
e. Evaluasi dilakukan dengan metode per 24 jam dengan harapan
penulis dapat mengetahui tujuan dapat tercapai karena adanya
kerjasama yang baik antara klien, keluarga, dan tim kesehatan.
B. Saran
Berlatar belakang dari kesimpulan diatas penulis memberikan saran
sebagai berikut :
a. Keterlibatan klien, keluarga, dan tim kesehatan yang terjadi
dengan baik perlu ditingkatkan sehingga timbul rasa saling
percaya, serta untuk mencapai hasil keperawatan yang
diharapkan.
b. Perawat sebagai petugas pelayanan kesehatan hendaknya lebih
berpotensi dengan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
cukup serta dapat bekerjasama dengan tim kesehatan yang
lainnya dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan
Post Section Caesarea.
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, Riska. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Ny. D Dengan Post Op

Ahmad H Aziz. (2017). Hubungan Antara Pendidikan Dan Pengetahuan Perawat

Caesarea atas Indikasi Ketuban Pecah Dini diruang Annisa RS PKU Muhammadiyah

Surakarta. http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/25918. Di akses pada tgl 03


Desember 2021.

Dengan Indikasi Letak Lintang Di Ruang Anggrek Rsud Surakarta.

http://v2.eprints.ums.ac.id/archive/etd/34029. Di akses pada tgl 03 Desember


2021.

Dengan Kelengkapan Pendokumentasian Askep Di Ruang Rawat Inap Rsud Dr. R.

Goeteng Taroenadibrata Purbalingga.


http://repository.ump.ac.id/3810/3/Ahmad%20H%20Aziz%20BAB%20II. pdf.
Di akses pada tgl 03 Desember 2021.

Erwin & Sheba. (2012). Letak Lintang. Medan

Guesehat. (2017). Mengenal Anestesi Saat Persalinan.

Hadiana. (2016). Manajemen Asuhan Kebidanan Ibu Post Sectio Caesarea, Makasar.

Hendriyani. (2015). Kelainan Letak Lintang Asuhan Kebidanan IV, Padang

Kuswindriani. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Ny.M P5ao Post Sectio Caesarea

Lintang di Instalasi Bedah Sentral Rumah Sakit PKU Muhammadiyah


Surakarta. http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/18514. Di akses pada tgl 03
Desember 2021.

Luthfiasah. (2014). Letak Lintang Dr. dr. HMA.ASHARI, Sp.OG(K)

Mochtar, Rustam. (2011). Obstetri Fisiologi dan Obtetri Patologi. Jakarta : EGC.

Nanda. (2015). Asuhan Keperawatn Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda.


Natalia. (2015). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Dengan Letak Lintang

Oxorn, Harry. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Essentia Medica.

Potter & Perry 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan

Potter&Perry.(2013).FundamentalKeperawatan.

Praktek Edisi 4. Jakarta: EGC.

Prawirohardjo. (2013). Dalam Ilmu Keperawatan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Prawirohardjo.http//www.abcmedika.com/2013/11/konsep-dasarsection-
caesarea.html?. Di akses pada tgl 03 Desember 2021.

Riskesdas, 2014. http://hasilriskesdas2014. pdf Di akses pada tgl 03 Desember 2021.

Sarwono Prawirohardjo. http/www.abc medika.com/2013/11konsep-


dasarsectioncaesaria.html?. Di akses pada tgl 03 Desember 2021.

Sarwono Prawiroharjo. http/www.Abc medika.com/2013/11/konsep-


dasarsection-ceasarea.html?. Di akses pada tgl 03 Desember 2021.

Sarwono. (2013). Dalam Ilmu Kandungan Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono

SectioCaesarea Dengan Indikasi Letak Lintang diruang Cut Nyak Dien


RSUD Sekarwangi Cibadak Kabupaten Sukabumi.
http://eprints.ummi.ac.id/id/eprint/1338. Di akses pada tgl 03 Desember
2021.

Sudarti. (2014). Patologi Kehamilan dan Masa Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sulasmi, Eka Sri. (2007). Laporan Komprehensif Asuhan Keperawatan.

Trinoviani. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Post operasi Sectio

Wibowo, Thomas Ari. (2012). Asuhan Keperawatan pada Ny. S dengan indikasi Letak

Wiknjosastro H. (2013). Dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Wilkinson. (2013). Proses Keperawatan. Jakarta : selemba medika Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai