Anda di halaman 1dari 27

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN KEPERAWATAN

Oleh :
Kelompok 3

PROGRAM PROFESI NERS

1. Ni Made Ayu Lisna Pratiwi (11)


2. Dewa Gede Sastra Ananta Wijaya (12)
3. Ni Kadek Dian Inlamsari (13)
4. Luh Agustina Rahayu (14)
5. Luh Putu Vidia Darmayanthi Dewi (15)
6. Ida Ayu Diah Nareswari Keniten (16)
7. Ni Putu Amelia Rosalita Dewi (17)
8. Ni Putu Soniya Darmayanti (18)
9. Putu Epriliani (19)
10. Ni Putu Meylitha Budyandari (20)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
A. Definisi Sistem Informasi Keperawatan
Sistem informasi adalah sistem komputer yang mengumpulkan, menyimpan
memproses, memperoleh kembali, menunjukkan, dan mengkomunikasikan
informasi yang dibutuhkan dalam praktik, pendidikan, administrasi dan penelitian
(Malliarou et al., 2007 dalam Malliarou & Zega, 2009).
Sistem informasi keperawatan adalah kombinasi ilmu komputer, ilmu
informasi dan ilmu keperawatan yang disusun untuk memudahkan manajemen dan
proses pengambilan informasi dan pengetahuan yang digunakan untuk
mendukung pelaksanaan asuhan keperawatan (Gravea & Cococran,1989 dikutip
oleh Hariyati, RT., 2009
Menurut ANA (Vestal, Khaterine, 1995 dikutip oleh Hariyati, RT., 2009)
sistem informasi keperawatan berkaitan dengan legalitas untuk memperoleh dan
menggunakan data, informasi dan pengetahuan tentang standar dokumentasi,
komunikasi, mendukung proses pengambilan keputusan,mengembangkan dan
mendesiminasikan pengetahuan baru, meningkatkan kualitas, efektifitas dan
efisiensi asuhan keperawaratan dan memberdayakan pasien untuk memilih asuhan
kesehatan yang diiinginkan. Kehandalan suatu sistem informasi pada suatu
organisasi terletak pada keterkaitan antar komponen yang ada sehingga dapat
dihasilkan dan dialirkan menjadi suatu informasi yang berguna, akurat, terpercaya,
detail, cepat, relevan untuk suatu organisasi.

B. Manfaat dan Keutungan Sistem Informasi Keperawatan


Sistem informasi manajemen berbasis komputer dapat menjadi pendukung
pedoman bagi pengambil kebijakan / pengambil keputusan di keperawatan /
Decision Support System dan Executive Information System. Informasi asuhan
keperawatan dalam sistem informasi manajemen yang berbasis komputer dapat
digunakan dalam menghitung pemakaian tempat tidur /BOR pasien, angka
nosokomial, penghitungan budget keperawatan dan sebagainya. Dengan adanya
data yang akurat pada keperawatan maka data ini juga dapat digunakan untuk
informasi bagi tim kesehatan yang lain. Sistem Informasi asuhan keperawatan juga
dapat menjadi sumber dalam pelaksanaan riset keperawatan secara khususnya dan
riset kesehatan pada umumnya (Eko,I. 2001).
Dengan sistem dokumentasi yang berbasis komputer pengumpulan data dapat
dilaksanakan dengan cepat dan lengkap. Data yang telah disimpan juga dapat lebih
efektive dan dapat menjadi sumber dari penelitian, dapat melihat kelanjutan dari
edukasi ke pasien, melihat epidemiologi penyakit serta dapat memperhitungkan
biaya dari pelayanan kesehatan. Selain itu dokumentasi keperawatan juga dapat
tersimpan dengan aman. Akses untuk mendapat data yang telah tersimpan dapat
dilaksanakan lebih cepat dibandingkan bila harus mencari lembaran kertas yang
bertumpuk di ruang penyimpanan.
Menurut Herring dan Rochman (1990) diambil dalam Emilia, 2003 beberapa
institusi kesehatan yang menerapkan system komputer, setiap perawat dalam
tugasnya dapat menghemat sekitar 20-30 menit waktu yang dipakai untuk
dokmuntasi keperawatan dan meningkat keakuratan dalam dokumentasi
keperawatan.
Dokumentasi keperawatan dengan menggunakan komputer seyogyanya
mengikuti prinsip-prinsip pendokumentasian, serta sesuai dengan standar
pendokumentasian internasional seperti: ANA, NANDA,NIC (Nursing
Interventions Classification, 2000).

Keuntungan Menggunakan Sistem Informasi Keperawatan


1. Penghematan biaya dari penggunaan kertas untuk pencatatan
2. Penghematan ruangan karena tidak dibutuhkan tempat yang besar dalam
penyimpanan arsip.
3. Penyimpanan data pasien menjadi lebih lama.
4. Pendokumentasian keperawatan berbasis komputer yang dirancang
dengan baik akan mendukung otonomi yang dapat dipertanggung
jawabkan.
5. Membantu dalam mencari informasi yang cepat sehingga dapat
membantu pengambilan keputusan secara cepat
6. Meningkatkan produktivitas kerja
7. Mengurangi kesalahan dalam menginterpretasikan pencatatan
Sedangkan menurut Holmes (2003, dalam Sitorus 2006), terdapat
keuntungan utama dari dokumentasi berbasis komputer yaitu:
a. Standarisisasi: terdapat pelaporan data klinik yang standar, mudah dan
cepat diketahui.
b. Kualitas: meningkatkan kualitas informasi klinik dan sekaligus
meningkatkan waktu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
c. Accessebility, legibility, mudah membaca dan mendapat informasi klinik
dari pasien dalam satu lokasi.

C. Faktor Pendukung dan Penghambat Sistem Informasi Keperawatan


1. Faktor pendukung Sistem Informasi Keperawatan
a. Adanya perusahaan (yang dikelola oleh profesi keperawatan) yang
menawarkan produk SIM keperawatan yang siap pakai untuk diterapkan di
Rumah Sakit. Sekalipun memiliki harga yang cukup tinggi tetapi
keberadaan perusahaan ini dapat mendukung pelaksanaan SIM
keperawatan di beberapa rumah sakit yang memiliki dana cukup untuk
membeli produk tersebut.
b. Adanya UU No 8 tahun 1997 yang mengatur tentang keamanan terhadap
dokumentasi yang berupa lembaran kertas. Undang-undang ini merupakan
bentuk perlindungan hukum atas dokumen yang dimiliki pusat pelayanan
kesehatan, perusahaan atau organisasi.
c. Aspek etik karena sistem ini semaksimal mungkin dirancang untuk
menjaga kerahasiaan data pasien. Hanya orang-orang tertentu saja yang
boleh mengakses data melalui SIM ini, misalnya dokter, perawat, pasien
sendiri.

2. Faktor Penghambat Pelaksanaan SIM Keperawatan di Indonesia yaitu:


a. Untuk memutuskan menerapkan Sistem Informasi Manajemen
Keperawatan berbasis komputer tidak terlalu mudah. Hal ini kerena pihak
manajemen harus memperhatikan beberapa aspek yaitu struktur organisasi
keperawatan di Indonesia, sebagai contoh pengambil keputusan atau
kebijakan bukan dari profesi perawat , sehingga seringkali keputusan
tentang pelaksanaan SIM yang sudah disepakati oleh tim keperawatan
dimentahkan lagi karena tidak sesuai dengan keinginan pengambil
keputusan.Pihak manajemen rumah sakit masih banyak yang
mempertanyakan apakah SIM keperawatan ini akan berdampak langsung
terhadap kualitas pelayanan keperawatan dan kualitas pelayanan rumah
sakit secara keseluruhan.
b. Ketidaksiapan Sumber Daya Manusia keperawatan
Ada banyak sumber daya manusia di institusi pelayanan kesehatan yang
belum siap menghadapi sistem komputerisasi, hal ini dapat disebabkan
karena ketidaktahuan dan ketidakmampuan mereka terhadap sistem
informasi teknologi yang sedang berkembang. Pemahaman yang kurang
tentang manfaat SIM menjadi salah satu faktor penyebab ketidaksiapan
SDM keperawatan
c. Faktor Sumber Dana
Sebagaimana kita tahu bahwa untuk mendapatkan sistem informasi
manajemen keperawatan yang sudah siap diterapkan di rumah sakit,
membutuhkan biaya yang cukup besar . Masalahnya sekarang, tidak setiap
rumah sakit memiliki dana operasional yang cukup besar, sehingga
seringkali SIM keperawatan gagal diterapkan karena tidak ada sumber dana
yang cukup. Aspek keempat adalah kurangnya fasilitas Information
technology yang mendukung. Pelaksanaan SIM keperawatan tentunya
membutuhkan banyak perangkat keras atau unit komputer untuk
mengimplementasikan program tersebut.
3. Faktor Penghambat Sistem Informasi Keperawatan
Sistem Informasi manajemen (SIM) berbasis komputer banyak
kegunaannya, namun pemanfaatan Sistem Informasi Manajemen di Indonesia
masih banyak mengalami kendala. Hal ini mengingat komponen-komponen
yang ada dalam sistem informasi yang dibutuhkan dalam keperawatan masih
banyak kelemahannya.
Kendala SIM yang lain adalah kekahawatiran hilangnya data dalam satu
hard-disk. Pada kondisi tersebut hilangnya data telah diantisipasi sebagai
perlindungan hukum atas dokumen perusahaan yang diatur dalam UU No. 8
Tahun 1997. Undang-undang ini mengatur tentang keamanan terhadap
dokumentasi yang berupa lembaran kertas, namun sesuai perkembangan
tehnologi, lembaran yang sangat penting dapat dialihkan dalam Compact
Disk Read Only Memory (CD ROM). CD ROM dapat dibuat kopinya dan
disimpan di lain tempat yang aman. Pengalihan ke CD ROM ini bertujuan
untuk menghindari hilangnya dokumen karena peristiwa tidak terduga seperti
pencurian komputer, dan kebakaran.

D. Program-Program Yang Dirancang Dalam SIM Keperawatan


Menurut Jasun (2006) beberapa program yang dirancang dalam SIM (Sistem
Informasi Manajemen) Keperawatan antara lain :
1. Standar Asuhan Keperawatan
Standar Asuhan Keperawatan menggunakan standar Internasional
dengan mengacu pada Diagnosa Keperawatan yang dikeluarkan oleh North
American Nursing Diagnosis Association, standar outcome keperawatan
mengacu pada Nursing Outcome Clasification dan standar intervensi
keperawatan mengacu pada Nursing Intervention Clasification (NIC) yang
dikeluarkan oleh Iowa Outcomes Project. Standar Asuhan Keperawatn ini juga
telah dilengkapi dengan standar pengkajian perawatan dengan mengacu pada
13 Divisi Diagnosa Keperawatan yang disusun oleh Doenges dan Moorhouse
dan standar evaluasi keperawatan dengan mengacu pada kriteria yang ada
dalam Nursing Outcome Clasification (NOC ) dengan model skoring.
UU RI No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan dalam penjelasan tentang
pasal 53 ayat 2 mendifinisikan standar profesi sebagai pedoman yang harus
dipergunakan sebagai petunnjuk dalam menjalankan profesi secara baik. Atau
secara singkat dikatakan standar adalah pedoman kerja agar pekerjann
berhasil dan bermutu . Berdasarkan alasan ini maka kehadiran standar Askep
yang identik dengan standar profesi keperawatan ,berguna sebagaikriteria
untuk mengkur keberhasilan & mutu Askep. Standar-standar yang ditetapkan
dalam Askep terdiri dari :
a. Pengkajian keperawatan
b. Diagnosa keperawatan
c. Perencanaan keperawatan
d. Intervensi keperawatan
e. Evaluasi keperawatan
f. Catatan asuhan keperawatn
Dalam standar- standar dimaksud mencantumkan kriteria-kriteria ynag
harus dipenuhi dalam pemberian Askep . Apabila kriteria-kriteria tersebut
dapat dipenuhi diangap mutu askep dapat dipertanggung jawabkan secara
profesional . Dengan memahami dan mematuhi kriteria dalam standar askep,
maka bukan hanyakeprofesian dijaga dan ditingkatkan, tetapi juga meliputi
aspek-aspek kemanan dan kenyamanan pasien
Dalam standar Askep aspek keamanan pasien mendapat perhatian
dengan ketentuan tentang pencegahan terjadinya kecelakaan dan hal-hal tidak
diinginkan seperti:
a. Menjaga keselamatan pasien
b. Mencegah infeksi nonsokomial
c. Mencegah terjadinya kecelakaan oenggunaan alat elektronika

d. Mencegah terjadinya kecelakaan alat yang mudah meledak


e. Mencegah kekeliruan memberi obat
2. Standart Operating Procedure (SOP)
Standart Operating Procedure (SOP) adalah uraian standar tindakan
perawatan yang terdapat dalam standar asuhan keperawatan. SOP merupakan
aktifitas detail dari NIC.
3. Discharge Planning
Discharge Planning adalah uraian tentang perencanaan dan nasihat
perawatan setelah pasien dirawat darii rumah sakit.Dalam sistem, discharge
planning sudah tersedia uraian dimaksud, perawat tinggal print out yang
selanjutnya hasil print out tersebut dibawakan pasien pulang.
4. Jadwal dinas perawat
Jadwal dinas perawat dibuat secara otomatis oleh program komputer,
sehingga penanggung jawab ruang tinggal melakukan print.
5. Penghitungan angka kredit perawat.
Masalah yang banyak dikeluhkan oleh perawat adalah pembuatan angka
kredit, dikarenakan persepsi yang berbeda antara Urusan Kepegawaian dengan
tenaga perawat.Disamping itu, kesempatan perawat untuk menghitung angka
kredit sangat sedikit.Sehingga penghitungan angka kredit banyak yang
tertunda dan tidak valid. Sistem yang dibuat dalam SIM Keperawatan, angka
kredit merupakan rekapan dari aktifitas perawat sehari-hari, yang secara
otomatis akan dapat diakses harian, mingguan atau bulanan.
6. Daftar diagnosa keperawatan terbanyak.
Daftar diagnosa keperawatan direkapitulasi oleh sistem berdasar input
perawat sehari-hari. Penghitungan diagnosa keperawatan bermanfaat untuk
pembuatan standar asuhan keperawatan.
7. Daftar NIC terbanyak
Adalah rekap tindakan keperawatan terbanyak berdasarkan pada
masing-masing diagnosa keperawatan yang ada.

8. Laporan Implementasi
Laporan implementasi adalah rekap tindakan-tindakan perawatan pada
satu periode, yang dapat difilter berdasar ruang, pelaksana dan pasien.Laporan
ini dapat menjadi alat monitoring yang efektif tentang kebutuhan pembelajaran
bagi perawat. Laporan implementasi juga dapat dijadikan alat bantu operan
shift.
9. Laporan statistic
Laporan statistik yang di munculkan dalam sistem informasi
manajaman keperawatan adalah laporan berupa BOR, LOS, TOI dan BTO di
ruang tersebut.
10. Resume Perawatan
Dalam masa akhir perawatan pasien rawat inap, resume keperawatan
harus dicantumkan dalam rekam medik. Resume perawatan bermanfaat untuk
melihat secara global pengelolaan pasien saat dirawat sebelumnya, jika pasien
pernah dirawat di rumah sakit. Dalam sistem, resume perawatan dicetak saat
pasien akan keluar dari perawatan. Komputer telah merekam data-data yang
dibutuhkan untuk pembuatan resume perawatan.
11. Daftar SAK
Standar Asuhan Keperawatan yang ideal adalah berdasarkan evidance
based nursing, yang merupakan hasil penelitian dari penerapan standar asuhan
keperawatan yang ada. Namun karena dokumen yang tidak lengkap, SAK
banyak diadopsi hanya dari literatur yang tersedia.Dalam sistem informasi
manajemen keperawatan, SAK berdasarkan rekapan dari sistem yang telah
dibuat.
12. Presentasi Kasus On Line
Sistem dengan jaringan WiFi memungkinkan data pasien dapat diakses
dalam ruang converence. Maka presentasi kasus kelolaan di ruang rawat dapat
dilakukan on line ketika pasien masih di rawat

13. Mengetahui Jasa Perawat


Dengan system integrasi dengan SIM RS, memugkinkan perawat
mengetahui jasa tindakan yang dilakukannya.
14. Monitoring Tindakan Perawat & Monitoring Aktifitas Perawat
Manajemen perawatan dapat mengakses langsung tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh perawat, dan mengetahui pula masing-masing perawat
telah melakukan aktifitas keperawatan apa.
15. Laporan Shift
Laporan shift merupakan rekapan dari aktifitas yang telah dilakukan dan
yang akan dilakukan oleh perawat, tergantung item mana yang akan dilaporkan
pada masing-masing pasien.
16. Monitoring Pasien oleh PN atau Kepala Ruang saat sedang Rapat
Monitoring pasien oleh PN atau Kepala Ruang dapat dilakukan ketika
PN atau Kepala Ruang sedang rapat di ruang converence.Akan diketahui
apakah seorang pasien telah dilakukan pegkajian, diagnosa, perencanaan,
implementasi dan evaluasi atau belum.

E. Hal - Hal Yang Disiapkan Dalam Penerapan SIM Keperawatan


Menurut Jasun (2006) hal-hal yang harus dipersiapkan dalam penerapan SIM
Keperawatan ialah :
1. Hard Ware
Perangkat keras berupa PC / CPU pada masing-masing ruang
implementasi, yang terhubung dengan jaringan. Printer digunakan untuk
mencetak dokumen yang telah dibuat. Note Book atau Laptop digunakan
untuk memasukan data-data saat penglkajian di samping pasien. Dengan
menggunakan Note Book diharapkan pengkajian menjadi valid. WiFi adalah
perangkat keras untuk menghubungkan Note Book dengan jaringan, sehingga
tidak mengunakan kabe, tapi dengan wireless.
2. Soft Ware
Program yang dibuat sesuai dengan kebutuhan perawat.
3. Brain Ware
Pembentukan Mind Set bukan sesuatu yang mudah bagi perawat. Istilah
gagap teknologi, tidak percaya diri dengan membawa Note Book ke hadapan
pasien, merasa repot dan lain-lain akan menjadi faktor penentu yang cukup
signifikan bagi keberhasilan penerapan SIM Keperawatan.
4. Skill
Ketrampilan perawat juga merupakan factor penting yang tidak bisa
diabaikan, mengingat standar yang dipakai adalah standar internasional.
Bahasa label dalam NIC adalah sesuatu yang baru, belum popular disamping
membutuhkan pemahaman yang cukup mendalam. Pendokumentasian
keperawatan sudah saatnya untuk dikembangkan dengan berbasis komputer,
walaupun perawat umumnya masih menggunakan pendokumentasian tertulis.
Padahal pendokumentasian tertulis ini sering membebani perawat karena
perawat harus menuliskan dokumentasi pada form yang telah tersedia dan
membutuhkan waktu banyak untuk mengisinya. Permasalahan lain yang
sering muncul adalah biaya pencetakan form mahal sehingga sering form
pendokumentasian tidak tersedia. Pendokumentasian secara tertulis dan
manual juga mempunyai kelemahan yaitu sering hilang. Selain itu
pendokumentasian secara tertulis juga memerlukan tempat penyimpanan dan
akan menyulitkan untuk pencarian kembali jika sewaktu-waktu
pendokumentasian tersebut diperlukan.

F. Trend/Kecenderungan Yang Sedang Berkembang Tentang SIM


Keperawatan Di Indonesia
Trend/Kecenderungan yang sedang berkembang tentang SIM keperawatan di
Indonesia adalah :
1. Semakin tingginya beban kerja perawat di rumah sakit menuntut adanya suatu
sistem teknologi informasi yang mampu mengatasinya. Tuntutan adanya
dokumentasi keperawatan yang lengkap dengan hanya menggunakan cara
manual tulisan tangan selama ini hanya menambah beban kerja perawat dan
semakin mengurangi jumlah waktu perawat bersama pasien. Sangat tepat
apabila SIM keperawatan bisa diaplikaskan.
2. Sistem informasi keperawatan di luar negeri sudah modern dan canggih
dengan memanfaatkan sistem teknologi informatika, sehingga perawat di luar
negeri mampu bekerja secara efisien dan dan berkualitas tinggi. Kondisi
tersebut diharapkan mampu diikuti oleh perawat di Indonesia.
3. Perlunya keperawatan di Indonesia memiliki sistem informasi manajemen
keperawatan dalam melakukan pelayanan kepada pasien di rumah sakit,
sehingga perawat bisa bekerja lebih efektif dan efisien.
4. Pelaksanaan proses asuhan keperawatan akan lebih cepat, efektif dan efisien
dengan menggunakan SIM.
5. Diharapkan hari rawat pasien lebih cepat karena interaksi pasien-perawat
lebih banyak sehingga tujuan asuhan keperawatan lebih cepat tercapai
6. Profesionalisme perawat akan semakin meningkat dan pengakuan kesetaraan
antara profesi perawat dengan medis akan lebih baik.
7. Citra perawat di masyarakat dan diantara profesi lain akan semakin baik.
8. Penggunaan SIM keperawatan akan meningkatkan kualitas pelayanan rumah
sakit

G. Isu SIM Keperawatan Di Indonesia


Sedangkan isu tentang SIM keperawatan di Indonesia sampai saat ini adalah :
1. Perawat di Indonesia memiliki keinginan yang tinggi untuk memiliki program
SIM keperawatan
2. Belum dilaksanakannya SIM keperawatan di Indonesia berdampak terhadap
semakin tingginya beban kerja perawat. Sehingga perawat berharap pihak
manajemen RS segera mengaplikasikan program SIM keperawatan.
3. Beberapa rumah sakit di Indonesia, sampai saat ini yang berkembang adalah
Sistem Informasi Rumah Sakit yang baru berupa billing system.
4. Rumah Sakit di Indonesia 99% masih melaksanakan pendokumentasian
keperawatan secara manual.
5. Pihak manajemen rumah sakit masih memandang SIM keperawatan belum
menjadi suatu prioritas utama untuk diaplikasikan karena salah satu
penyebabnya adalah membutuhkan biaya yang cukup besar, masih belum
memilki pemahaman yang baik tentang dampak apabila program ini
diberlakukan terhadap kualitas pelayanan keperawatan dan rumah sakit
secara umum, adanya pemikiran bahwa pekerjaan perawat tidak memerlukan
bantuan teknologi/alat yang canggih. Pihak manajemen juga masih khawatir
tentang kemampuan SDM keperawatan dalam pemanfaatan tekonolgi ini.
6. Masih banyak perawat yang tidak mengenal apa sistem informasi manajemen
keperawatan yang berbasis komputer tersebut. Kondisi ini karena sangat
bervariasinya tingkat pendidikan keperawatan.
7. Belum adanya aspek legal/UU tentang praktek keperawatan

H. Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Berhubungan Dengan Sistem


Informasi Keperawatan Di RS
Untuk aplikasi sistem informasi manajemen asuhan keperawatan baru beberapa
rumah sakit saja yang sudah menerapkan dan itu pun masih terbatas, seperti
Rumah Sakit Fatmawati Jakarta dan rumah sakit Charitas Palembang.
1. Di RS Fatmawati Jakarta, sejak tahun 2002 mulai mengembangkan sistem
pendokumentasian keperawatan berupa SIM keperawatan. Sistem
pendokumentasian keperawatan yang terkomputerisasi sudah mulai
diimplementasikan sejak tahun 2004. Sistem Informasi Manajemen
keperawatan ini baru sebatas menentukan rencana keperawatan.
2. Di RS Charitas Palembang, sistem dokumentasi keperawatan
terkomputerisasi mulai dikembangkan sejak tahun 2002. Di RSUD Banyumas
sistem pendokumentasian ini baru menerapkan dengan sistem NIC-NOC.
Di RSUD Cengkareng Jakarta baru sebatas pelaksanaan Clinical pathway.
Contoh Sistem Informasi Berbasis Komputer yang digunakan di Rumah sakit,
yaitu : Clinical pathway.
1. Definisi Clinical Pathway
Clinical pathway atau jalur klinis adalah sebuah pedoman yang
digunakan untuk melakukan tindakan klinis berbasis bukti pada fasilitas
layanan kesehatan. Clinical pathway dikenal juga dengan istilah lain
seperti critical care pathway, integrated care pathway, coordinated care
pathway atau anticipated recovery pathway dan dibuat dengan cara
membaurkan pedoman klinik umum ke protokol lokal yang dapat
diaplikasikan di fasilitas pelayanan kesehatan setempat.
Amanat dari pemerintah Indonesia yang berkaitan dengan clinical
pathway ditetapkan pada undang-undang no. 29 tahun 2004 pasal 44 pada
ayat:
a. Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran
wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
b. Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan
menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
c. Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pada UU no. 29 tahun 2004 pasal 49 disebutkan juga bahwa “setiap
dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya”.
Pada pasal ini dijelaskan juga audit medis dapat dilakukan untuk tercapainya
kendali mutu dan kendali biaya oleh organisasi profesi.
2. Manfaat Clinical Pathway
Manfaat yang diharapkan dari clinical pathways selain adanya
peningkatan mutu pelayanan yang standar berdasarkan studi kedokteran
berbasis bukti, adalah efektivitas biaya. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional
yang menggunkan sistem DRG-Casemix (dengan kode penyakit berdasarkan
ICD 10 dan ICD 9-CM dan prosedur tindakan dan biaya), clinical
pathway dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk melakukan audit medis
yang tujuannya berujung pada peningkatan mutu pelayanan. Pemberian
vitamin K pada bayi yang baru saja lahir merupakan contoh bahwa clinical
pathway dapat berdampak pada adanya revisi Standar Pelayanan Medis
(SPM) atau Standar Prosedur Operasional (SPO).
Penyusunannya yang berbasis bukti dan terstandar,
implementasi clinical pathway diharapkan dapat mengurangi biaya perawatan
dan fasilitas, menurunkan durasi perawatan (length of stay dan early
discharge), meningkatkan indeks kualitas hidup, peningkatan keluaran klinis
(clinical outcome) dan mengurangi tindakan yang tidak perlu. Secara khusus,
tujuan dari implementasi clinical pathway adalah:
a. Membuat “best practice” yang dapat diimplementasikan di fasilitas
pelayanan kesehatan setempat
b. Pembuatan standar lama perawatan, pemeriksaan dan prosedur klinis
c. Penyusunan strategi untuk mencapai efektivitas pelayanan
d. Pemaparan tujuan umum pelayanan dan peran kepada seluruh staf yang
terlibat
e. Sebagai bahan untuk dokumentasi, analisis dan evaluasi
f. Sebagai bahan untuk edukasi kepada pasien tentang perkiraan prosedur-
prosedur apa saja yang akan dilakukan
3. Implementasi Clinical Pathway
Standar pelayanan pada tingkat nasional dibuat dengan adanya Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) dan kemudian diadaptasi menjadi
Panduan Praktis Klinis (PPK) yang menyesuaikan dengan keadaan
setempat. Clinical pathway yang merupakan pelaksanaan langkah demi
langkah ini dapat dimasukkan ke dalam PPK.
Clinical pathway harus dimiliki oleh Rumah Sakit dalam memenuhi
Standar Akreditasi Rumah Sakit versi KARS 2012. Tidak hanya
dokumen clinical pathway saja, implementasinya dalam pengendalian mutu
dan biaya menjadi faktor yang penting. Proses pembuatan clinical
pathway memerlukan kerja sama antar departemen yang baik seperti dari tim
medis (dokter), keperawatan dan farmasi. Perpaduan ini kemudian
disesuaikan dengan algoritma atau panduan berbasis bukti dari organisasi
profesi dan literatur, Standar Pelayanan Medis, Standar Prosedur Operasional
dan Daftar Standar Formularium untuk tindakan dan pengobatan.
Salah satu contoh Rumah Sakit yang telah menetapkan clinical
pathway adalah RSUP Prof Dr R. D. Kandou, Manado. Prioritas
pembuatan clinical pathway pada RS ini dilakukan berdasarkan jumlah kasus
yang banyak (high volume), risiko tinggi (high risk), dan biaya tinggi atau
perlu sumber daya yang banyak (high cost). Berdasarkan hal tersebut, RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou, Manado telah menetapkan 5 clinical pathway,
yaitu Dengue Shock Syndrome (anak), Penyakit Ginjal Kronik (penyakit
dalam), Preeklampsia Berat (obstetri dan ginekologi), Benign Prostate
Hypertrophy (bedah) dan Miokard Infark Akut (kardiologi).
Pengawasan clinical pathway dilakukan setiap 3 bulan sekali secara berkala
dan berkelanjutan.
Dalam hubungannya dengan pembiayaan melalui Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, RSUP Sanglah, Denpasar
menggunakan clinical pathway dan mengimplementasikannya sehingga
tindakan-tindakan yang diperlukan telah tercantum biayanya untuk setiap
jenis penyakit yang ada dalam clinical pathway. Dokter yang menangani
pasien yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan harus mengikuti clinical
pathway ini. Biaya untuk tindakan-tindakan tersebut sudah “dianggarkan”
sehingga tidak melebihi biaya yang ditanggung oleh BPJS kesehatan dan tidak
menimbulkan kerugian bagi Rumah Sakit dalam segi biaya.
4. Contoh Clinical Pathway
Perbedaan Pedoman Praktik Klinis (PPK) dengan clinical
pathway adalah pada PPK berisi tentang informasi klinis dari suatu penyakit
seperti definisi, anamnesis, pemeriksaan fisik, kriteria diagnosis, diagnosis
kerja, diagnosis banding, pemeriksaan penunjang, terapi, edukasi, prognosis
dan indikator kesembuhan, sementara clinical pathway berisi tentang aplikasi
dari PPK tersebut dan diintegritasikan dengan kode ICD 10 dan ICD 9-CM
dan biayanya.
Berikut ini adalah salah satu contoh dari clinical pathway yang dibuat
oleh penulis dan diadaptasi dari panduan yang dikeluarkan oleh organisasi
profesi Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia untuk Infark
Miokard Akut tanpa ST elevasi / NSTEMI akut.
5. Kesimpulan
Clinical pathway diperlukan untuk menjalankan amanat pemerintah
untuk dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokterannya
mengikuti standar pelayanan kedokteran dan kedokteran gigi dengan kendali
mutu dan kendali biaya. Tujuan dan manfaat dari clinical pathway diharapkan
dapat dirasakan oleh pihak pasien dan fasilitas kesehatan setempat yaitu
sebagai standar pelayanan, peningkatan mutu pelayanan, pengurangan lama
rawat, sebagai bahan edukasi untuk pasien, efektivitas biaya, pengurangan
proseedur yang tidak perlu dan sebagai bahan analisis untuk evaluasi.
Clinical pathway dibuat dengan mengintegrasikan panduan klinis
terhadap suatu penyakit tertentu yang dibuat oleh organisasi profesi dan
literatur berdasarkan studi berbasis bukti. Hal ini kemudian disesuaikan
dengan keadaan setempat dan dibutuhkan kolaborasi berbagai bidang (dokter,
keperawatan dan farmasi). Salah satu contoh di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou,
Manado, pemilihan penyakit yang akan dibuat clinical pathway diprioritaskan
berdasarkan high volume, high risk dan high outcome.
Dalam kaitannya dengan BPJS Kesehatan di era JKN, di RSUP Sanglah,
Denpasar telah dibuat clinical pathway yang disesuaikan dengan anggaran
BPJS sehingga dokter yang menangani pasien BPJS Kesehatan bekerja
dengan clinical pathway tersebut. Sehingga, biaya tindakan dan prosedur
klinis yang dilakukan tidak melebihi anggaran dari BPJS kesehatan dan tidak
menimbulkan kerugian bagi Rumah Sakit dalam segi biaya

I. Sistem Informasi Manajemen Keperawatan di Rumah Sakit


Perawat menggunakan sistem informasi manajemen keperawatan di rumah
sakit dengan tujuan untuk mengkaji pasien secara jelas, menyiapkan rencana
keperawatan, mendokumentasikan asuhan keperawatan, dan untuk mengontrol
kualitas asuhan keperawatan. Perawat dapat memiliki pandangan terhadap data
secara terintegrasi (misalnya integrasi antara perawat dan dokter dalam rencana
perawatan pasien).
Sistem informasi sumber daya manusia keperawatan (nursing human resources
information system) memberikan informasi kepada seluruh manajer di rumah sakit
yang berkaitan dengan sumber daya manusia keperawatan (MCLeod, J.R., Schell,
J.P., 2008).
Gambar berikut (gambar 1) adalah rancangan pengembangan sistem informasi
sumber daya manusia keperawatan di rumah sakit.

INPUT PROSES OUTPUT

Subsistem
Subsistem perencanaan
pemrosesan tenaga kep.
transaksi
Subsistem
Sumber- rekruitmen & P
sumber Basis seleksi
internal E
Data
Subsistem Subsistem N
riset SDM NHRI pengelolaan
Kep. S tenaga kep. G
Sumber- Subsistem G
sumber Kompensasi
lingkungan
U
Subsistem
N
Subsistem
intelegensi
pengembang A
SDM Kep.
an karir
Subsistem
pelaporan
lingkungan
Gambar 1. Bagan Arus Data Menjadi Informasi untuk Sistem Informasi Sumber
Daya Keperawatan Rumah Sakit
1. Input
Data input diperoleh dari sumber-sumber internal yang berupa sistem
pemrosesan transaksi dan sistem riset sumber daya manusia keperawatan yang
melakukan studi-studi khusus pada sumber daya manusia (MCLeod, J.R.,
Schell, J.P., 2008).
Data input yang lain diperoleh dari sumber-sumber lingkungan yang
mengandung permasalahan-permasalahan SDM yang berupa sistem
pemrosesan transaksi, sistem riset sumber daya manusia keperawatan yang
melakukan studi-studi khusus pada sumber daya manusia, dan sistem
intelegensi sumber daya manusia keperawatan (MCLeod, J.R., Schell, J.P.,
2008).
Pengumpulan data awal ini dapat diperoleh sejak awal rumah sakit
berdiri maupun pada saat proses berlangsungnya kegiatan rumah sakit,
kemudian data-data yang diperlukan didokumentasikan kedalam sebuah
database. Kita harus bisa mendefinisikan tujuan akhir dari informasi yang
hendak kita buat. Pihak manajemen puncak (eksekutif) harus memberikan
pedoman kepada pihak manajemen informasi untuk membuat sebuah sistem
informasi yang dikehendaki. Setelah itu, pihak manajemen informasi dapat
memutuskan untuk mengumpulkan data yang seperti apa untuk dapat
menghasilkan informasi seperti yang diharapkan oleh pihak eksekutif.
2. Proses
Proses pengolahan data menjadi informasi terjadi suatu kegiatan
didalam manajemen data. Kegiatan yang terjadi didalam manajemen data
adalah sebagai berikut (Yahya, B.N., 2001):
a. Pengumpulan (pendokumentasian) data.
b. Pengujian data, digunakan supaya tidak terjadi inkonsistensi data.
c. Pemeliharaan data, digunakan untuk menjamin akurasi dan kemutakhiran
data.
d. Keamanan data, berfungsi untuk menghindari kerusakan serta
penyalahgunaan data.
e. Pengambilan data, ini bisa dalam bentuk laporan, digunakan untuk
memudahkan pengolahan data yang lain.

Proses pengolahan data menjadi suatu informasi memerlukan proses


khusus dengan menggunakan metode perhitungan yang sesuai dengan
kebutuhan rumah sakit. Kita harus mengetahui keiniginan informasi dari
pihak eksekutif, sehingga pengolahan data yang ada dapat menimbulkan cost
yang efektif dan efisien (Yahya, B.N., 2001).
3. Output
Informasi yang dihasilkan dari hasil pengolahan data perlu
diklasifikasikan berdasarkan beberapa subsistem. Dalam hal ini, penulis
mengklasifikasikan output data menjadi 6 subsistem yaitu subsistem
perencanaan tenaga keperawatan, rekruitmen dan seleksi tenaga keperawatan,
pengelolaan tenaga keperawatan, kompensasi, pengembangan karir, dan
pelaporan lingkungan.
a. Subsistem perencanaan tenaga keperawatan.
Perencanaan tenaga keperaatan merupakan suatu proses yang kompleks
sehingga pelu teliti dalam menetapkan jumlah dan kualitas tenaga yang
dibutuhkan sesuai dengan tujuan organisasi.
Perencanaan kebutuhan tenaga di suatu unit keperawatan didasarkan pada
klasifikasi klien berdasarkan tingkat ketergantungan, metode pemberian
asuhan keperawatan, jumlah dan kategori tenaga keperawatan, dan
perhitungan jumlah tenaga keperawatan.
b. Subsistem rekruitmen dan seleksi tenaga keperawatan.
Subsistem rekrutmen dapat berupa rekrutmen internal, rekrutmen eksternal
dan alternatif rekrutmen.
Subsistem seleksi terdapat kriteria yaitu pendidikan formal, pengalaman
kerja, pelatihan/kursus, karakteristik fisik / personil, dan personality.
Proses atau tahapan seleksi yaitu penerimaan pendahuluan, tes-tes
penerimaan, wawancara seleksi, evaluasi medis, dan keputusan
penerimaan.
c. Subsistem pengelolaan tenaga keperawatan.
Subsistem pengelolaan tenaga keperawatan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi angka turn over perawat, kepuasan kerja perawat, harapan
lulus ners baru, dan perencanaan karir.
d. Subsistem kompensasi.
Subsistem ini dikembangkan untuk penetapan penghargaan untuk tenaga
keperawatan dengan melalui metode ranking, metode klasifikasi jabatan,
metode perbandingan faktor, metode ranking angka dan bayaran
berdasarkan ketrampilan.
Kriteria kompensasi dapat berupa biaya hidup, produktivitas, skala upah
yang berlaku, kemampuan bayar, kompetensi dan masa kerja.
Susbsistem ini juga mengandung unsur pendukung reward system yang
berupa job description, performance management system, job
classification, mekanisme peninjauan gaji dan perubahan gaji, merit
system, bonus atau insentif, reward dan punishment system, dan survey
penggajian.
e. Subsistem pengembangan karir.
Subsistem pengembangan karir ada beberapa jenis yaitu training
pengenalan, orientasi, pendidikan ditempat kerja, pendidikan berlanjut,
training manajemen, dan pengembangan organisasi.
Subsistem ini juga dikembangkan mengenai jenjang karir perawat yaitu
perawat klinik I (umum), perawat klinik II (dasar), perawat klinik III
(lanjut), perawat klinik IV (khusus).
f. Subsistem pelaporan lingkungan.
Subsistem pelaporan lingkungan dapat berupa hasil studi-studi yang
berkaitan dengan masalah-masalah sumber daya manusia keperawatan
yang ada di rumah sakit.
J. Alternatif Pemecahan Masalah dalam Penerapan SIM Keperawatan di
Indonesia
Ada beberapa alternatif pemecahan masalah dalam penerapan SIM (Sistem
Informasi Manajemen) keperawatan di Indonesia diantaranya :
1. Perlu adanya pemahaman yang sama diantara pihak manajemen rumah sakit
dengan tim keperawatan tentang pentingnya pelaksanaan SIM keperawatan di
rumah sakit yang diwujudkan dalam bentuk pengalokasian dana yang
memadai untuk implementasi SIM keperawatan, pemberian pelatihan bagi
perawat tentang pelaksanaan SIM keperawatan, pengadaan fasilitas informasi
teknologi yang memadai.
2. Perlu adanya integrasi program SIM dalam kurikulum pendidikan
keperawatan.
3. Peningkatan standarisasi tingkat pendidikan perawat agar memiliki
pemahaman yang tepat tentang teknologi informasi dalam keperawatan.
4. Adanya aspek legal berupa Undang-undang praktek keperawatan
5. Perlu adanya penelitian yang lebih jauh terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan aplikasi SIM di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Agustine, Uly. Sistem Informasi Manajemen Keperawatan. www.fik.ui.ac.id/ diakses


tanggal 4 Juli 2019
Anonim. https://asuhankeperawatankesehatan.blogspot.com/2017/05/makalah-sistem-
informasi-manajemen.html diakses pada tanggal 5 Juli 2019
Eko, I.R.2001. Manajemen Sistem Informasi dan Tehnologi Informasi.., Jakarta:
Kelompok Gramedia
Emiliana, 2003. Sistem informasi keperawatan berbasis komputer yang terintegrasi di
pelayanan kesehatan Sint Carolus, tidak dipublikasikan
Gillies, A. (1996). Manajemen Keperawatan: Suatu Pendekatan Sistem. Terjemahan.
Edisi Kedua. W.B. Saunders : Illionis.

Hariyati, Rr. (2009). Sistem Informasi Keperawatan Berbasis Komputer Sebagai


salah satu Solusi Men
Ilyas, Yaslis. (2004). Perencanaan SDM Rumah Sakit: Teori, Metoda dan Formula.
Depok: Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM-UI.

Jasun. 2006. Aplikasi Proses Keperawatan Dengan Pendekatan Nanda NOC dan NIC
Dalam Situasi Informasi Manajeman Keperawatan di Banyumas
Malliarou, M., Zyga, S. (2009). Advantages of Information system in Health Services.
Sport Management International Journal, vol 5 number 2.
Marquis, B.L. & Huston, C., J. 2000. Leadership roles and management function in
nursing: Theory & application. (3rd ed.). Philadelphia: Lippincott

MCLeod, J.R., Schell, J.P. (2008). Sistem Informasi Manajemen. Alih bahasa: Ali
Akbar Yulianto dan Afia R. Fitriyanti. Edisi 10. Salemba Empat: Jakarta

M.Scott, George. 2014. Prinsip-Prinsip Sistem Informasi Manajemen. Jakarta : PT


Raja Grafindo Persada

PROTTI, J. Y. Z. a. D. J. (2009). "National Health Information


Management/Information Technology
Rondeau, K. V., E. S. Williams, et al. (2009). "Developing human capital: what is the
impact on nurse turnover?" Journal of Nursing Management 17(6): 739-748.

Rusdiana,HA, Moch. Irfan.2014. Sistem Informasi Manajemen . Bandung : CV


Pustaka Setia

Saletnik, L. A., M. K. Niedlinger, et al. (2008). "Nursing resource considerations for


implementing an electronic documentation system." AORN Journal 87(3): 585.

Situmorang, Mariani.1994. Peranan perawat dalam efisiensi pengguna sumber daya.


Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No.91: Jakarta.

Strategies in Hong Kong, Taiwan and Singapore." Advances in Information


Technology and Communication in Health.

Suarli, S dan Bahtiar, Y. (2009). Manajemen keperawatan dengan pendekatan


praktis. Penerbit Erlangga.

Sutisna,Nathania. Pentingnya Clinical Pathway Bagi Fasilitas Kesehatan. Available


from : https://www.alomedika.com/pentingnya-clinical-pathway-bagi-fasilitas-
kesehatan diakses pada tanggal 6 Juli 2019
Swansburg, RC. (2001). Pengembangan staf keperawatan: suatu komponen
pengembangan SDM. Alih bahasa Agung Waluyo, Yasmin Asih. Edisi 1.
EGC: Jakarta.

WHO. (2003). Nursing and midwifery workforce management: conceptual and


framework. WHO Regional office for south east asia: India

Yahya, B.N. (2001). Sistem Informasi Manufaktur Dalam Kerangka Kerja Sistem
Informasi Manajemen. Jurnal Teknik Industri Vol. 3, No.2, Desember 2001; 80
– 86.

Yolanda.Jo.2017. Makalah Sistem Informasi Dalam Keperawaan. Available at.


https://www.scribd.com/document/361007207/Makalah-Sistem-Informasi-
Dalam-Keperawatan.Diakses pada Kamis,04 Juli 2019

Anda mungkin juga menyukai