Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK DENGAN DEMAM REMATIK

OLEH :

Putu Epriliani
P07120319019

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
PROFESI NERS
2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN DEMAM REMATIK

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi

Demam rematik merupakan penyakit autoimun yang menyerang


multisistem akibat infeksi dari Streptokokus β-hemolitikus grup A pada faring
(faringitis) yang biasanya menyerang anak dan dewasa muda. Demam rematik
menyebabkan terjadinya peradangan yang biasanya terjadi pada jantung, kulit
dan jaringan ikat. Pada daerah endemik, 3% pasien yang mengalami faringitis
oleh Streptokokus berkembang menjadi demam rematik dalam 2 - 3 minggu
setelah infeksi saluran nafas bagian atas tersebut (RHD Australia, 2012).
2. Etiologi

Demam rematik erat kaitannya dengan infeksi Streptococcus


betahemoliticus grup A yang menginfeksi ditenggorokan menyebabkan
faringitis. Gejala demam rematik muncul 3 minggu setelah terinfeksi dan
menderita faringitis yang tidak diobati secara adekuat (Marijon et al, 2012).
Bakteri ini memiliki protein permukaan yang disebut protein M yang
membantunya melekat pada epitel tenggorokan. Walaupun Streptococcus
grup B,C,G, dan F dapat menyebabkan faringitis dan memicu respon imun
penjamunya, namun mereka belum diteliti dapat menyebabkan demam
rematik. Faringitis yang terjadi 25-20% disebabkan oleh bakteri
Streptococcus betahemoliticus Grup A, namun 80% disebabkan oleh infeksi
virus (WHO, 2004).

3. Tanda dan Gejala

Menurut National Heart Foundation of Australia (2006), gambaran klinis


dari demam rematik tergantung dari apakah manifestasi mayor atau minor.
Pada manifestasi mayor yang dapat diamati adalah adanya :
a. Poliarthritis
Merupakan gejala yang paling sering dari demam rematik. Gejala ini
merupakan radang pada sendi yang sangat nyeri, biasanya mengenai sendi
besar seperti sendi lutut dan pergelangan. Biasanya asimetris dan bermigrasi
penjalaran nyerinya. Biasanya berespon dalam 3 hari saat mulai terapi
NSAID.
b. Sydenham’s chorea
Gejala seperti gerakan menyentak dan tidak terkontrol dari tangan, kaki,
lidah, dan wajah.
c. Karditis
Penyakit jantung rematik sering mempengaruhi katup jantung
terutama katup mitral dan aorta. Selain itu, gagal jantung kongestif
disebabkan karena disfungsi katup jantung akibat peradangan pada katup
tersebut. Adanya suara bising holosistolik, dengan atau tanpa bising mid-
diastolik, atau bising diastolik awal di bagian bawah jantung.
d. Subcutaneous nodules
Nodul dengan ukuran 0,5-2 cm, bulat, kenyal, mobile, dan tidak nyeri
yang terdapat di siku, pergelangan tangan, lutut, pergelangan kaki, tendon
Achilles, prosesus spinalis vertebra posterior dan oksipital. Muncul setelah
1-2 minggu setelah timbulnya gejala lain dan sering bersamaan dengan
karditis.
e. Erythema marginatum
Gambaran makula merah muda yang menjadi memucat setelah
ditekan. Gambaran makula ini tidak gatal maupun nyeri, dan didapati di
punggung dan ekstremitas tetapi jarang di wajah.
Pada manifestasi minor dapat diamati adanya :
a. Poliarthralgia
Diagnosis kepada demam rematik jika memiliki pola yang sama
dengan arthritis akibat demam rematik, yaitu bermigrasi, asimetris, dan
menyerang sendi besar.
b. Demam
Suhu oral, timpani, maupun rectal di atas 380C yang terjadi selama
penyakit rematik.
c. Elevated acute phase reactants
Peningkatan serum CRP > 30 mg/L, laju endap darah >30mm/24 jam
d. Pada gambaran EKG terdapat pemanjangan interval PR

Tabel Batas atas interval PR normal sesuai umur anak


(National Heart Foundation of Australia (2006).
Kelompok usia (tahun) Nilai batas atas normal interval P-R (detik)
3-12 0.16
12-16 0.18
17+ 0.20

4. Patofisiologi Dan Pathway (Terlampir)

Demam rematik merupakan respon autoimun lambat dari infeksi bakteri


tersebut yang mana gejala klinis dan tingkat keparahan penyakitnya
tergantung dari faktor genetik penjamu, kemiripan molekular, virulensi
bakteri, maupun faktor lingkungan (Guilherme, 2010).
Ada beberapa gen yang berhubungan dengan timbulnya penyakit demam
rematik dan penyakit jantung rematik, yang paling dominan adalah alel MHC
kelas II yang berlokasi di kromosom 6. Beberapa Human Leukocyte Antigen
(HLA) kelas II juga berhubungan dengan kejadian demam rematik dan
penyakit jantung rematik terutama HLA-DR7 (Stanevicha, 2003).
Mekanisme molekular dari MHC kelas II dalam proses autoimun
timbulnya penyakit ini masih belum jelas. Namun, peran dari molekul HLA
untuk mempresentasikan antigen kepada reseptor sel T memicu aktivasi
respon imun adaptif yang nantinya memicu reaksi autoimun terhadap peptide
Streptococcus (Guilherme, 2010)
Kemiripan molekuler terjadi antara kemiripan epitop dari penjamu
dengan bakteri. Tiga tipe mimikri yang dimediasi oleh antibodi terhadap
bakteri ini digambarkan oleh M. Cunningham sebagai (1) sekuensi asam
amino yang identik,
(2) homolog tetapi sekuensi tidak identik, dan (3) epitop dari molekul
yang berbeda seperti karbohidrat, DNA, dan gangliosida (Cunningham, 2000).
Sel Limfosit T CD4+ sebagai efektor utama reaksi autoimun di jaringan
jantung pada pasien penyakit jantung rematik. Aktivasi sel T CD4 dipicu oleh
presentasi antigen Streptococcus terutama dengan bantuan molekul HLA kelas
II. Kemiripan epitop antara sel penjamu dengan bakteri memicu autoreaktif sel
T. Hal ini menyebabkan aktivasi sel B sehingga menghasilkan antibodi
cardiac myosin dan antilaminin yang menyebabkan inflamasi, infiltrasi
selular, dan membuat parut pada katup jantung (Roberts, 2001). Infiltrasi sel
T ini dominan dilakukan oleh CD4+. Selain itu, proses ini juga akan
menyebabkan kerusakan katup jantung yang progresif dan permanen
(Guilherme, 2010).
Interaksi antara penjamu-patogen dimulai dengan pengikatan ligan
permukaan bakteri kepada reseptor spesifik pada sel penjamu, dan
menyebabkan adherensi, kolonisasi, dan invasi. Ikatan dengan sel penjamu ini
diinisiasi oleh Fibronectin dan Streptococcus fibronectin binding-protein
(Simpson et al, 1987). Selain itu, Streptococcal lipoteichoic acid dan protein
M juga berperan penting dalam perlengketan bakteri (Kotb, 1993)

Faktor lingkungan seperti kondisi lingkungan yang kumuh, padat, susah


mendapat akses ke pusat layanan kesehatan memperberat penanganan dari
penyakit ini. Selain itu, lingkungan yang padat berkontribusi terhadap
penyebaran cepat dan persisten dari strain Streptococcus yang virulen (WHO,
2004).
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Kultur tenggorokan merupakan gold standard untuk konfirmasi


infeksi strptokokus grup A.

2) Pemeriksaan antigen cepat tidak sesenstif kultur tenggorokan,


sehingga apabila hasilnya negatif tetap perlu dilakukan kultur
tenggorokan. Dengan spersifitasnya yang tinggi apabila hasil
pemeriksaan antigennya positif merupakan konfirmasi infeksi
streptokokus grup A.

3) Pemeriksaan titer antibodi menggunakan antistreptolisin O (ASO),


antistreptococcal DNAse B (ADB) dan antistreptococcal
hyaluronidase (AH).
a) ASO untuk mendeteksi antibodi streptokokus terhadap
streptokokus lysin O, peningkatan titer 2 kali lipat menunjukkan
bukti infeksi terdahulu.
b) Pemeriksaan antibodi ini harus berhati hati pada daerah dengan
infeksi streptokokus yang tinggi, karena kadar titer yang tinggi
secara umum pada populasi tersebut.
4) Reaktan fase akut : C reactive protein (CRP) dan lanju endap darah
akan meningkat pada DRAakut, merupakan kriteria minor dari jones.
5) Kultur darah berguna untuk menyingkirkan infektif endokarditis,
bakteremia dan infeksi gonokokus.
b. Foto toraks
Pada pasien karditis dan gagal jantung foto thorak akan timbul
kardiomegali.

c. Elektrokardiografi

Kelainan yang terpenting adalah PR interval memanjang ( kriteria


minor jones) tetapi bukan bukti adanya karditis. Kelainan lain yang bisa
muncul : Blok derajat 2 dan 3. Pada penderita penyakit jantung rematik
kronis bisa ditemukan pembesaran atrium kiri akibat dari mitral stenosis.
d. Ekokardiografi

Penelitian yang dilakukan di RS Hasan Sadikin Bandung tentang


peranan ekokardiografi dalam mendiagnosis DRA menunjukkan
menunjukkan sensitifitas dan spesifisitas ekokardiografi ditemukan 89,4%
dan 38,7% .Sehingga ekokardiografi dapat disarankan untuk dimasukkan
dalam algoritma DRA. ekokardiografi dapat disarankan dimasukkan
dalam algoritma diagnosa DRA dengan menambahkan pemeriksaan
ekokardiografi untuk menegakkan kriteria mayor karditis.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui peranan
ekokardiografi pada karditis subklinis. Hal tersebut menunjukkan bahwa
ekokardiografi memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang cukup tinggi untuk
mendeteksi adanya karditis subklinis. Sampai saat ini penggunaan
ekokardiografi untuk diagnosa DRA masih menimbulkan perdebatan.
Ekokardiografi memang memiliki sensitifitas yang cukup tinggi
dalam mendeteksi adanya regurgitasi katup, namun pemeriksaan tersebut
sulit untuk membedakan antara regurgitasi patologis atau fisiologis.
Walaupun demikian beberapa negara telah memasukkan ekokardiografi
dalam algoritma diagnosis dan tatalaksana DRA. Penelitian yang dilakukan
di RS Hasan sadikin Bandung menunjukkan 14 kasus dari 113 kasus pada
awalnya didiagnosa DRA ini ternyata setelah dilakukan penilaian ulang
Kriteria Jones dan pemeriksaan ekokardiografi, menunjukkan hasil bukan
DRA. Sebaliknya terdapat 57,7% kasus yang tidak didiagnosa DRA, karena
tidak memenuhi Kriteria Jones, setelah dilakukan pemeriksaan
ekokardiografi menunjukkan DRA.
Pada penelitian yang dilakukan di RS Hasan Sadikin dilakukan
pemeriksaan ulang ekokardiografi empat minggu kemudian ditujukan
untuk mengetahui karena kadang kadang diawal karditis masih belum
tampak terlihat pada pemeriksaan ekokardiografi tetapi hasil ulangan
ekokardiografi menunjukkan adanya tanda tanda karditis, pemeriksaan
ulang ekokardiografi juga dilakukan untuk menentukan prognosa karena
terdapat beberapa laporan yang menunjukkan bahwa karditis karditis
subklinis dapat menetap selama 6 bulan sampai 8 tahun.
6. Penatalaksanaan Medis
Terapi Demam Rematik Akut:
a. Terapi untuk streptokokus grup A, walaupun tidak meningkatkan prognosis
dalam 1 tahun tetapi bisa untuk mencegah penyebaran strain rematogenik
b. Terapi umum untuk episode akut :
1) Obat anti inflamasi digunakan untuk mengontrol artritis, demam dan
gejala akut lainnya. Salisilat adalah obat yang direkomendasikan.
Steroid hanya digunakan apabila tidak berhasil dengan salisilat.
2) Tirah baring terutama pada pasien dengan karditis
3) Chorea diatasi dengan asam valproat dan bila diperlukan diberi zat
sedasi.
c. Gagal jantung disebabkan karditis diterapi sesuai terapi gagal jantung,
dengan pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya aritmia
d. Profilaksis dengan penisilin, untuk penderita yang alergi penicilin bisa
diberi eritromisin atau sulfadiazin
Terapi antibiotik
Penggunaan antibiotik pada pencegahan primer ( pengobatan infeksi
faringitis) akan menurunkan resiko DRAdan dianjurkan. Pencegahan
sekunder bermanfaat untuk mencegah infeksi berulang terutama pada
penderita dengan riwayat DRAsebelumnya.Terapi profilaksis mengikuti
guideline WHO.
Lamanya terapi
Bila tidak ada karditis : Diberikan minimal 5 tahun atau sampai usia 18 tahun
(mana yang lebih lama)
1) Bila karditis ringan (sudah sembuh) : Diberikan minimal 10 tahun atau
sampai usia 25 tahun (mana yang lebih lama)
2) Pada karditis berat atau perbaikan katub dengan operasi : Diberikan seumur
hidup

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian keperawatan
Berdasarkan keterangan Nelson (2000), data-data fokus yang bisa untuk
pengkajian asuhan keperawatan antara lain:
a. Data fokus:
1) Peningkatan suhu tubuh biasanya terjadi pada sore hari.
2) Adanya riwayat infeksi saluran nafas.
3) Tekanan darah menurun, denyut nadi meningkat, respirasi meningkat.
4) Batuk non produktif.
5) Epistaksis
6) Nyeri abdomen
7) Arthralgia
8) Kehilangan nafsu makan
9) Kehilangan berat badan
b. Manifestasi khusus:
Carditis:
1) Takikardia
2) Kardiomegali
3) suara murmur
4) perubahan suara jantung
5) perubahan ECG (PR memanjang)
6) Precordial pain
7) Precardial friction rub
Polyarthritis
1) Bengkak persendian, panas, kemerahan, nyeri tekan.
2) Menyebar pada sendi lutut, siku, bahu, lengan.
Nodul subcutaneous:
1) Bengkak pada kulit, teraba lunak.
2) Muncul sesaat, pada umumnya langsung diserap.
3) Terdapat pada permukaan ekstensor persendian
Khorea:
1) Pergerakan ireguler pada ekstremitas, involunter.
2) Involunter mimik wajah
3) Gangguan bicara
4) Emosi labil
5) Kelemahan otot
6) Ketegangan otot bila cemas, hilang bila istirahat.
Eritema marginatum:
1) Makula kemerahan umum pada batang tubuh dan telapak tangan.
2) Makula dapat berpindah lokasi à tidak permanen
3) Makula bersifat non pruritus
2. Diagnosis keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan adanya gangguan pada
penutupan pada katup mitral.
b. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infekssi).
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah
perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas.
d. Ganguan rasa nyaman berhubungan dengan efek samping terapi
e. Intoleran aktifitas berhubungan dengan adanya pembengkakan dan nyeri
pada persendian, kelemahan otot, penurunan curah jantung
(ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan).

3. Rencana Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
N DIAGNOSA
TUJUAN DAN INTERVENSI (SIKI)
O KEPERAWATAN (SDKI)
KRITERIA HASIL
(SLKI)

1. Intoleransi aktivitas: ketidak Setelah diberikan Manajemen energi


cukupan energy untuk asuhan keperawatan Observasi
melakukan aktivitas sehari- selama …. x 24 jam
- Identifikasi
hari. diharapkan
gangguan fungsi
intoleransi aktifitas
Penyebab: tubuh yang
- Ketidakseimbangan dapat teratasi dengan
antara suplai dan kriteria hasil : mengakibatkan
kebutuhan oksigen kelelahan
- Tirah baring Toleransi aktivitas - Monitor kelelahan
- Kelemahan
fisik dan emosional
- Imobilitas - Frekuensi
- Monitor lokasi dan
- Gaya hidup monoton
nadi (cukup
Gejala dan tanda mayor: ketidaknyamanan
- Mengeluh lelah meningkat;4)
selama melakukan
- Frekuensi meningkat
- Warna kulit aktifitas
>20%dari kondisi
istirahat (cukup
Terapeutik
Gejala dan tanda minor: membaik;4)
- Dyspnea saat/setelah
- Sediakan
aktivitas - Tekanan darah
lingkungan
- Merasa tidak nyaman (cukup
nyaman dan
setelah beraktivitas membaik;4)
- Merasa lemah rendah stimulus
- Tekanan darah
- Frekuensi (mis. Cahaya,
berubah >20% dari
napas (cukup suara,
kondisi istirahat
membaik;4) kunjungan)
- Gambaran EKG
- Fasilitasi duduk
menunjukkan aritmia - Saturasi disisi tempat
saat/setelah aktivitas oksigen tidur, jika tidak
- Gambaran EKG
(cukup dapat berpindah
menunjukkan iskemia
- Sianosis meningkat; 4) atau berjalan

- Keluhan lelah Edukasi


(cukup
- Anjurkan tirah
menurun;4)
baring
Tingkat keletihan - Anjurkan
menghubungi
- Verbalisasi perawat jika tanda
kepulihan dan gejala
energy (cukup kelelahan tidak
meningkat: 4) berkurang
- Ajarkan strategi
- Tenaga
koping untuk
(cukup mengurangi
meningkat;4) kelelahan

- Verbalisasi Kolaborasi
lelah (cukup
- Kolaborasi dengan
menurun; 4)
ahli gizi tentang
- Lesu (cukup cara meningkatkan
menurun; 4) asupan makanan

Dukung Perawatan
Diri:
- Identifikasi
kebutuhan alat
bantu
kebersihan diri,
berpakaian,
melakukan
eliminasi dan
makan.
- Fasilitasi untuk
menerima
keadaan
ketergantungan.
- Fasilitasi
mengenakan
pakaian,
BAB/BAK,
mandi, oral
hygiene,makan
dan minum.
Pemantauan tanda vital
- Monitor TD
- Monnitor Nadi
- Monitor suhu
tubuh
- Monitor
oksimetri
- Monitor RR
- Identifikasi
penyebab
perubahan tanda
vital.

2. Perfusi jaringan perifer Setelah diberikan Perawatan sirkulasi


tidak efektif asuhan keperawatan
Tindakan
selama …. x 24 jam
Penyebab:
diharapkan perfusi Observasi:
□ Penurunan konsentrasi perifer meningkat dan
□ Periksa sirkulasi
hemoglobin status sirkulasi
□ Peningkatan volume perifer (mis.
membaik, dengan
cairan Nadi perifer,
kriteria hasil :
□ Penurunan aliran arteri edema,
dan/atau vena Perfusi perifer : pengisian
□ Kurang terpapar
kapiler, warna,
informasi tentang □ kekuatan nadi
suhu, ankle-
faktor pemberat (mis. perifer
bracial index)
Merokok, gaya hidup (meningkat:5)
□ warna kulit Terapiutik:
monoton, trauma,
pucat (cukup
obesitas, asupan □ Hindari
menurun: 4)
garam, imobilitas) pemasangan
□ edema perifer
□ Kurang terpapar
infus atau
(cukup
informasi tentang
pengambilan
menurun 4)
proses penyakit (ms.
□ nyeri darah di area
Diabetes militus,
ekstremitas keterbatasan
hyperlipidemia)
(cukup perfusi
□ Kurang aktivitas fisik
□ Hindari
menurun; 4)
Gejala dan tanda mayor :
□ kelemahan pengukuran

Subjektif : otot (cukup tekanan darah


menurun:4) pada area
□ akral (cukup
(tidak tersedia) membaik:4) ekstremitas
□ turgor kulit
dengan
(cukup
keterbatasan
membaik: 4)
Objektif : perfusi
□ tekanan darah
□ Hindari
□ Pengisian kapiler sistolik dan
penekanan dan
>3detik diastolic
pemasangan
□ Nadi ferifer menurun (cukup
tourniquet pada
atau tidak teraba membaik:4)
□ Akral dingin area yang cedera
□ Warna kulit pucat Status sirkulasi: □ Lakukan
□ Turgor kulit menurun pencegahan
□ Kekuatan nadi
Gejala dan tanda minor : infeksi
(meningkat: □ Lakukan
Subjektif: 4) perawatan kaki
□ output urine
□ Parastesia dan kuku
□ Nyeri ekstremitas (cukup □ Lakukan hidrasi
(klaudikasi intermiten) meningkat :4) Edukasi :
□ saturasi
Objektif:
oksigen □ Anjurkan
□ Edema (meningkat;5) berhenti
□ Penyembuhan luka □ PO2
merokok
lambat meningkat □ Anjurkan
□ Indeks ankle-brachial □ Pucat
olahraga rutin
<0,90 (menurun; 5) □ Anjurkan
□ Bruit femoral □ Akral dingin
mengecek air
(menurun:5)
mandi unuk
menghindari
kulit terbakar
□ Anjurkan
menggunakan
obta penurun
tekanan darah,
antikoagulan,
dan penurun
kolestrol, jika
perlu
□ Anjurkan
minum obat
pengontrol
tekanan darah
secara teratur
□ Anjurkan
menghindari
penggunaan
obat penyekat
beta
□ Anjurkan
melakukan
perawatan kulit
yang tepat (mis.
Melembabkan
kulit kering
pada kaki)
□ Anjurkan
program
rehabilitasi
vaskuler
□ Ajarkan
program diet
untuk
memperbaiki
sirkulasi (mis.
Rendah lemak
jenuh, minyak
ikan omega 3)
□ Informasikan
tanda gejala
darurat yang
harus dilaporkan
(mis. Rasa sakit
yang tidak
hilang saat
istirahat, luka
tidak sembuh,
hilangnya rasa)

3. Gangguan rasa nyaman: Setelah diberikan Manajemen mual


Perasaan kurang senang, lega asuhan keperawatan Observasi
dan sempurna dalam dimensi selama 1x 24 jam
- Identifikasi isyarat
fisik, psikospitual, lingkungan gangguan rasa
non verbal
dan social nyaman dapat teratasi
Gejala dan tanda mayor ketidaknyamanan
dengan kreteria hasil:
- Mengeluh tidak (mis. bayi, anak-
nyaman - Status anak, dan mereka
- Gelisah
Gejala dan tanda minor kenyamanan yang tidak dapat
- Mengeluh sulit tidur berkomunikasi
- Tidak mempu rileks Keluhan tidak
- Mengeluh mual secara efektif)
nyaman - Identifikasi
- Mengeluh lelah
(cukup dampak mual
menurun:4) terhadap kualitas
hidup (mis. nafsu
Mual
makan, aktivitas,
(menurun:5)
tanggung jawab
- Tingkat nyeri peran, dan tidur)
- Identifikasi factor
Keluhan Nyeri
4(Cukup menurun) penyebab mual
Meringis - Identifikasi
4(Cukup menurun) antiemetik untuk
Gelisah
5 (Menurun) mencegah mual
Kesulitan tidur (kecuali mual pada
5 (Menurun)
Frekuensi nadi kehamilan)
5 (Membaik) - Monitor mual (mis.
Tekanan darah frekuensi, durasi,
5 (Membaik)
dan tingkat
Pola napas keparahan)
5 (Membaik) - Monitor asupan
nutrisi dan kalori
- Berikan makanan
dalam jumlah kecil
dan menarik

Edukasi

Kolaborasi

- Kolaborasi
pemberian
antiemetik, jika
perlu

Manajemen nyeri
- Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
- Identifikasi skala
nyeri
- Identifikasi respons
nyeri non verbal
- Identifikasi factor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
- Identifikasi
pengetahuan dan
keyakinan tentang
nyeri
- Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
- Identifikasi
pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi

- pemberian
analgetik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Guilherme L, Ramasawmy R, Kalil J. Rheumatic fever and rheumatic heart disease:
genetics and pathogenesis. Scandinavian Journal of Immunology. 2010;
66:199–207.

Marijon E, Mirabel M, Celermajer DS, Jouven X. Rheumatic heart disease. Lancet.


2012:379.

National Heart Foundation of Australia, 2006, Guideline for the Prevention, Detection
and Management of Chronic Heart Failure, NHFA Guideline

Nelson, Behrmen, Kliegman, dkk. Ilmu Kesehatan Anak Nelson edisi 15 vol 2. Jakarta :
EGC, 2000.

RHD Australia. 2012. Burden disease. https://www.rhdaustralia.org.au/burdendisease. -


Diakses 12 September 2019

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

WHO. Rheumatic fever and rheumatic heart disease. Report of a WHO Expert
Consultation. Geneva 29 October – 1 November 2001. Geneva: World Heart
Federation; 2004:3-37.

Anda mungkin juga menyukai