Anda di halaman 1dari 37

iv

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit epidemik akut

yang disebabkan oleh virus yang ditransmisikan oleh Aedes aegypti dan Aedes

albopictus. Penderita yang terinfeksi akan memiliki gejala berupa demam ringan

sampai tinggi, disertai dengan sakit kepala, nyeri pada mata, otot dan persendian,

hingga perdarahan spontan (WHO, 2010).

Penyakit endemik ini pertama kali didata dan dilaporkan terjadi pada tahun

1953-1954 di Filipina. Sejak itu, penyebaran DBD dengan cepat terjadi ke sebagian

besar negara-negara Asia Tenggara, termasuk di Indonesia (WHO, 2010).

Insidensi demam berdarah dengue meningkat secara dramatis di seluruh dunia

dalam beberapa dekade ini. Diperkirakan, saat ini di seluruh dunia sekitar 2,5 milyar

orang memiliki resiko terkena demam dengue. Mereka terutama tinggal di daerah

perkotaan negara-negara tropis dan subtropis. Diperkirakan saat ini sekitar 50 juta

kasus demam dengue ditemukan setiap tahun, dengan 500.000 kasus memerlukan

penanganan di Rumah Sakit. Dari kasus di atas, sekitar 25.000 jumlah kematian terjadi

setiap tahunnya (WHO, 2010).

Di Indonesia, penyebaran demam berdarah pertama kali terdata pada tahun

1968 di Surabaya dan Jakarta (WHO, 2010). Pada tahun 2007, dilaporkan terdapat

156.000 kasus demam dengue atau 71,4 kasus per 1.000 populasi. Kasus ini tersebar

di seluruh 33 propinsi di Indonesia; di 357 dari total 480 kabupaten (Dengue Report of

Asia-Pacific Dengue Program Managers Meeting 2008). Dari total kasus di atas, kasus

1
DBD berjumlah 16.803, dengan jumlah kematian mencapai 267 jiwa. Pada tahun 2001,

distribusi usia penderita terbanyak adalah di atas 15 tahun (54,5%), sedangkan balita

(1-5 tahun) 14,7%, dan anak-anak (6-12 tahun) 30,8% (DepKes RI, 2008).

Pemeriksaan laboratorium sampai sekarang masih menjadi lini depan dalam

penegakan diagnosis DBD. Pada akhir fase akut infeksi Virus Dengue, serologi adalah

metode pilihan dalam penegakan diagnosis. Sayangnya sampai saat ini penggunaan tes

serologis pada pasien curiga DBD belum begitu luas. Harga yang cukup mahal serta

perlengkapan yang tidak memadai adalah faktor yang mempengaruhi hal tersebut.

Padahal dengan menggunakan tes serologis antibodi IgM dan IgG kita dapat

menentukan apakah seseorang terkena infeksi dengue primer atau sekunder. Infeksi

sekunder adalah salah satu faktor resiko terjadinya Dengue Shock Syndrome (DSS)

yang sangat berbahaya (Guzman et al, 2004). Sedangkan dengan menggunakan uji NS1

kita dapat mengetahui infeksi DBD dari hari pertama munculnya sindrom. Dengan

menggunakan gabungan keduanya, tingkat diagnosis DBD tentu lebih baik lagi

(Depkes RI, 2010)

Menurut referensi WHO, 1999, IgM akan tampak dalam 2-3 hari setelah

penurunan suhu tubuh, 80% menunjukkan kadar antibodi IgM yang akan terdeteksi

pada hari kelima dan 99% pada hari kesepuluh. Beberapa sumber menyatakan bahwa

IgM-anti dengue sebaiknya diperiksa pada hari kelima. (Imran Lubis, 2002, Made

Ratna Saraswati, 2003; Hindra Satari, 2004). Menurut Indro Handojo, antigen IgM

terhadap virus dengue timbul 7-10 hari setelah infeksi primer. Sedangkan sumber lain

menyatakan bahwa pemeriksaan IgM dan IgG dapat dilakukan pada hari ketiga atau

keempat. (Widodo Darmowandowo, 2002). Di Indonesia, ternyata referensi WHO,

tidak dapat diterapkan karena tidak sesuai dengan hasil yang didapat, sehingga di

2
Indonesia belum diketahui dengan pasti kapan IgM mencapai puncak dan memberikan

hasil positif pada uji laboratorium.

Berdasarkan WHO Global Strategy For Dengue Prevention And Control

untuk tahun 2012-2020, rumah sakit umum pusat diharapkan mengadakan pemeriksaan

serologis dan uji antigen misalnya NS1 sebagai uji diagnosis bagi pasien DBD baik uji

rapid test maupun uji ELISA. Sedangkan di Indonesia sendiri menurut

“Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di Indonesia” diagnosis untuk pasien DBD

sudah bisa ditegakkan dengan uji ELISA saja namun uji NS1 belum disebut sebagai

salah satu pemeriksaan utama dalam penegakan diagnosis DBD.

Banyaknya jurnal yang mengatakan tentang pentingnya penggunaan uji IgG

IgM dan NS1 sebagai uji diagnosis utama dalam penegakan diagnosis DBD maka

peneliti ingin melihat Pemeriksaan IgG Dan IgM Pada Pasien DBD Di Rsud Kota

Dumai

1.2 Tujuan Kerja Praktek


Mengetahui gambaran Pemeriksaan IgG Dan IgM Pada Pasien DBD Di Rsud
Kota Dumai

1.3 Manfaat Kerja Praktek

a. Mahasiswa

 Mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmunya dalam dunia kerja secara

langsung.

 Mahasiswa diharapkan memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam

bidang Kimia Klinik, Urinalisa, Hematologi, Anatomi Patologi, Mikrobiologi,

Serologi.

3
b. Perguruan Tinggi

 Dapat menjalin hubungan kerjasama yang baik diantara perguruan tinggi

dengan perusahaan atau instansi terkait.

 Dapat dijadikan sebagai materi pengkayaan dibidang akademik untuk

mengembangkan dan meningkatkan mutu pendidikan.

c. Rumah Sakit

 Sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat khususnya dalam bidang

pendidikan dengan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk

melaksanakan Kerja Praktek

 Dapat membantu mengatasi masalah yang terjadi di laboratorium, sehingga

pekerjaan di laboratorium dapat berjalan dengan sebaik-baiknya dan dapat

meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh

virus dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari disertai

gejala perdarahan dengan atau tanpa syok, disertai pemeriksaan laboratorium

menunjukkan trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan

hematokrit 20% atau lebih dari nilai normal.

2.2 Epidemiologi

Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue

secara global. Di seluruh dunia 50-100 milyar kasus telah dilaporkan. Setiap tahunnya

sekitar 500.000 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90% diantaranya adalah

anak – anak usia kurang dari 15 tahun. Angka kematian DBD diperkirakan sekitar 5%

dan sekitar 25.000 kasus kematian dilaporkan setiap harinya.

2.3 Etiologi dan Transmisi

DBD diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan RNA

virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul lipid. Virus

ini termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae, genus Flavivirus.

Flavivirus merupakan virus yang berbentuk sferis, berdiameter 45-60 nm, mempunyai

RNA positif sense yang terselubung, bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi

oleh dietil eter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70oC4,7. Virus dengue

mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4.

Manifestasi klinis dengue selain dipengaruhi oleh virus dengue itu sendiri,

terdapat 2 faktor lain yang berperan yaitu faktor host dan vektor perantara. Virus

5
dengue dikatakan menyerang manusia dan primata yang lebih rendah. Penelitian di

Afrika menyebutkan bahwa monyet dapat terinfeksi virus ini. Transmisi vertikal dari

ibu ke anak telah dilaporkan kejadiannya diBangladesh dan Thailand6. Vektor utama

dengue di Indonesia adalah Aedes aegypti betina, disamping pula Aedes albopictus

betina7. Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam berdarah (nyamuk Aedes aegypti)8:

 Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih

 Hidup di dalam dan di sekitar rumah

 Menggigit/menghisap darah pada siang hari

 Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar

 Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di sekitar rumah

bukan di got/comberan

 Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum burung, dan lain-

lain.

Gambar 2.1 Aedes aegypti betina

Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti, maka

virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam tubuh nyamuk

itu virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar ke

6
seluruh bagian tubuh nyamuk. Sebagian besar virus akan berada dalam kelenjar air liur

nyamuk. Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang maka alat tusuk nyamuk

(proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu diisap maka terlebih

dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang diisapnya tidak membeku2. Bersama

dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan kepada orang lain.

2.4 Patofisiologi dan Patogenesis

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD) disebabkan

oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang

menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang

khas pada DBD yang bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan

karena kebocoran plasma yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue

hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh

terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan

ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala

dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi

dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen

Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-

Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan

mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus.

Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah

dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi

komplemen.5

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang

terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya.

7
Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang

menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.5

Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua

teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS

yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection

theory).

Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti juga

virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu

virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk.

Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan

peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi

untuk menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai

akibat serotipe virus yang paling virulen.2,4

Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan bahwa

jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut

dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi terdapat dalam tubuh

merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan

penyakit yang berat.6 Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai

virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-

antibodi yang akan berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama

makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE),

suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel

mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator

vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,

8
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.4

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori

secondary heterologous infection) dapat dilihat pada Gambar 2.2. Sebagai akibat

infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon

antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan

proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG

antidengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga di dalam limfosit yang

bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan

mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang

selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.

Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan

permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang

intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma

dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam.

Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding

pembuluh darah ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan

kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura dan asites).

Syok yang tidak tertanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia,

yang dapat berakibat fatal, oleh karena itu pengobatan syok sangat penting guna

mencegah kematian.

9
Gambar 2.2 Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD

Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain

mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan

mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua

faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi

sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit

mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat ), sehingga trombosit

dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia.

Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III

mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif (KID; koagulasi intravaskular

deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product )

sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di sisi

lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi

aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler

yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan

10
Secondary heterologous dengue infection

Replikasi virus Anamnestic antibody respose


Kompleks Virus-Antibody

Agregasi Trombosit Aktivasi KoagulasiAktivasi Komplemen


oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi
Pengeluaran
PenghancuranPlatelet faktor III Trombosit Aktivasi Faktor Hageman
trombosit, dan RESkerusakan dinding endotel
oleh kapiler. Akhirnya perdarahan akan
Anafilaktosin
Koagulopati Sistem Kinin
memperberatTrombositopenia
syok yang terjadi.4 konsumtif
Kinin Peningkatan
Gangguan fungsi Permeabilitas
trombosit Penurunan faktor
Gambar 2.3 Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada
Pembekuan kapiler
DBD. 4

FDP Meningkat
PERDARAHAN MASIF SYOK

2.5 Spektrum Klinis dan Derajat Penyakit

Perjalanan infeksi virus di dalam tubuh manusia sangat tergantung dari interaksi

antara kondisi imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu infeksi virus dengue

dapat tidak menunjukan gejala (asimptomatik) ataupun bermanifestasi klinis ringan

yaitu demam tanpa penyebab yang jelas, demam dengue (DD) dan bermanifestasi berat

dengan demam berdarah dengue (DBD) tanpa syok atau sindrom syok dengue (SSD).1

Namun, untuk alasan praktis, infeksi dengue yang tidak berat (non-severe dengue) dapat

dikelompokkan ke dalam 2 kelompok yaitu pasien dengan warning sign dan tanpa

warning sign.

2.6 Diagnosis

Diagnosa dengue berdasarkan 2 kriteria (WHO 1997 dalam Suhendro et al, 2009) :

11
A. Kriteria klinis:

1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus

selama 2-7 hari

2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan:

 Uji torniquet positif

 Petekie, ekimosis, purpura

 Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau

perdarahan dari tempat lain

 Hematemesis dan atau melena

3. Pembesaran hati (hepatomegali)

4. Syok ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,

hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien gelisah

B. Kriteria Laboratorium

a. Trombositopenia (100.000/ml atau kurang)

b. Adanya kebocoran plasma (plasma leakage) karena peningkatan permeabilitas

kapiler dengan manifestasi :

 Peningkatan hematokrit ≥20% dibandingkan standar sesuai dengan

umur dan jenis kelamin

 Penurunan hematokrit ≤ 20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya

 Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, atau

12
hipoproteinemia

Dua kriteria klinis pertama ditambah salah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya

peningkatan hematokrit) sudah dapat menegakkan diagnosis klinis DBD.

Kriteria untuk mendiagnosis dengue (dengan atau tanpa warning sign) dan severe

dengue dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Klasifikasi Infeksi Dengue

2.7 Pemeriksaan laboratorium

Beberapa parameter pemeriksaan laboratorium sederhana bagi pasien DD adalah :


1. Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya
limfosit plasma biru (LPB) >15% dari total leukosit yang pada
fase syok akan meningkat
2. Trombosit : Umumnya terdapat trombositopenia ( <100.000/mm3) pada
hari ke 3-8
3. Hematokrit : kebocoran Plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya
dimulai pada hari ke-3 demam

Metode diagnosis laboratorium lanjutan untuk mengkonfirmasikan infeksi


Virus Dengue melibatkan deteksi virus, asam nukleat virus, antigen atau antibodi,

13
atau kombinasi dari teknik ini. Setelah timbulnya penyakit, virus dapat dideteksi
dalam serum, plasma, sirkulasi sel darah dan jaringan lain selama 4-5 hari. Selama
tahap awal penyakit, isolasi virus, asam nukleat atau deteksi antigen bisa digunakan
untuk mendiagnosa infeksi. Pada akhir fase akut infeksi, serologi adalah metode
pilihan untuk diagnosis (WHO, 2009).
Respon antibodi terhadap infeksi berbeda sesuai dengan status kekebalan dari
penderita. Ketika infeksi dengue terjadi pada orang yang sebelumnya belum pernah
terinfeksi sebuah flavivirus atau diimunisasi dengan vaksin flavivirus (misalnya untuk
demam kuning, Japanesse encephalitis), pasien menghasilkan respon antibodi primer
yang ditandai dengan peningkatan antibodi spesifik secara perlahan. (WHO 2009).
Antibodi IgM adalah imunoglobulin yang pertama muncul. Antibodi ini
terdeteksi pada 50% pasien selama hari ke 3-5 setelah onset penyakit, meningkat
menjadi 80% pada hari ke-5 dan 99% pada hari ke 10. Tingkat IgM mencapai
puncaknya sekitar dua minggu setelah timbulnya gejala dan kemudian menurun
umumnya ke tingkat tidak terdeteksi selama 2-3 bulan. Serum anti dengue IgG
umumnya terdeteksi pada titer rendah pada akhir minggu pertama penyakit,
meningkat perlahan-lahan setelahnya, dengan serum IgG masih terdeteksi setelah
beberapa bulan, dan mungkin bahkan seumur hidup (Guzman, 2004).

Gambar 2.6 Pemeriksaan laboratorium berdasarkan onset of symptoms


(WHO, 2009)

14
Selama infeksi dengue sekunder (infeksi dengue pada host yang sebelumnya telah

terinfeksi oleh Virus Dengue, atau kadang-kadang setelah vaksinasi flavivirus non-

dengue atau infeksi), titer antibodi meningkat pesat dan bereaksi secara luas terhadap

banyak flavivirus. IgG adalah immunoglobulin yang dominan terdeteksi pada tingkat

tinggi, bahkan di fase akut, dan menetap selama periode yang berlangsung dari 10

bulan sampai seumur hidup. Tingkat IgM lebih rendah pada infeksi sekunder

dibandingkan yang primary dan mungkin tidak terdeteksi dalam beberapa kasus. Untuk

membedakan Infeksi dengue primer dan sekunder, rasio antibodi IgM / IgG sekarang

lebih sering digunakan dibandingkan dengan tes haemagglutination- inhibition (HI)

(WHO, 2009).

Antibody IgM dengue umumnya diperiksa dengan menggunakan IgM Antobody-

Captured Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (MAC – ELISA) sementara IgG

diperiksa dengan IgG ELISA test. Sementara itu NS1 diperiksa dengan NS1 Kit

(Malavige, G.N., 2004). Sementara di Indonesia menurut Depkes RI (2011), digunakan

Rapid Diagnosis Test (RDT) untuk mendeteksi NS1, IgG dan IgM sebagai uji

diagnostik.

Secara umum, tes dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi memerlukan teknologi

yang lebih kompleks dan keahlian teknis, sedangkan tes cepat dapat mengganggu

sensitivitas dan spesifisitas demi kemudahan kinerja dan kecepatan. Isolasi virus dan

deteksi asam nukleat lebih mahal, tetapi juga lebih spesifik daripada deteksi antibodi

menggunakan metode serologi. Gambar di bawah ini menunjukkan hubungan terbalik

antara kemudahan menggunakan dan memperoleh uji diagnostic dengan kepercayaan

pada hasil tes (WHO, 2009).

Berikut ini adalah Rapid Diagnostic Test (RDT) yang digunakan di Indonesia

15
(Depkes RI, 2010)

a. Rapid Test NS1

• Kit yang digunakan Dengue Dx NS1 Antigen Rapid Tes

• Setiap tes berisikan satu membrane strip, yang telah dilapisi dengan anti-dengue

NS1 antigen capture pada daerah garis tes. Anti-dengue NS1 antigen-colloid gold

conjugate dan serum sampel bergerak sepanjang membran menuju daerah garis

tes (T) dan membentuk suatu garis yang dapat dilihat sebagai suatu bentuk

kompleks antibody- antigen-antibody gold particle. Dengue Dx NS1 Antigen

Rapid Tes memiliki dua garis hasil, garis ”T” (garis tes) dan ”C” (garis kontrol).

Kedua garis ini tidak akan terlihat sebelum sampel ditambahkan. Garis kontrol C

digunakan sebagai kontrol prosedur. Garis ini selalu muncul jika prosedur tes

dilakukan dengan benar dan reagen dalam kondisi baik.

• Interpretasi Hasil Pengujian

Hasil Negatif: Jika hanya terbentuk garis pada area garis kontrol (C)

Hasil Positif: Jika terbentuk garis pada area garis (T) dan (C).

Hasil Invalid: jika tidak terbentuk garis pada area garis kontrol (C). Untuk hasil Invalid

dilakukan tes ulang.

b. Rapid Tes IgG/IgM

• Kit yang digunakan adalah Dengue Dx IgG/IgM Rapid Tes

• Dengue Dx IgG/IgM tes memiliki tiga garis pre-coated pada permukaan

membran. Garis tes dengue IgG (G), garis tes dengue IgM (M), dan garis kontrol

(C). Ketiga garis ini terletak dibagian jendela hasil dan tidak akan terlihat

sebelum sebelum dilakukan penambahan sampel. Garis kontrol C digunakan

sebagai kontrol prosedur. Garis ini selalu muncul jika prosedur tes dilakukan

16
dengan benar dan reagen dalam kondisi baik. Garis “G” dan “M” akan terlihat

pada jendela hasil jika terdapat antobodi IgG dan IgM terhadap virus dengue

dalam sampel. Jika tidak terdapat antibodi, maka tidak akan terbentuk garis “G”

atau “M”

• Interpretasi hasil lab

Negatif

Hanya terlihat garis kontrol “C” pada tes. Tidak terdeteksi adanya antibodi IgG

atau IgM. Ulangi tes 3-5 hari kemudian jika diduga ada infeksi dengue

IgM Positip

Terlihat garis kontrol “C” dan garis IgM (“M”) pada tes. Positip antibodi IgM

terhadap virus dengue. Mengindikasikan infeksi dengue primer

IgG Positip

Terlihat garis Kontrol “C” dan garis IgG (“G”) pada tes. Positip antibodi IgG

terhadap virus dengue. Mengindikasikan infeksi dengue sekunder ataupun infeksi

dengue masa lalu

IgG dan IgM Positip

Terlihat garis Kontrol “C”, garis IgG (“G”), dan garis IgM (“M”) pada tes.

Positip pada kedua antibodi IgG dan IgM terhadap virus dengue.

Mengindikasikan infeksi dengue primer akhir atau awal infeksi dengue sekunder

Invalid

Tidak terlihat garis Kontrol “C” pada tes. Jumlah sampel yang tidak sesuai, atau

prosedur kerja yang kurang tepat dapat mengakibatkan hasil seperti ini. Ulangi

pengujian dengan menggunakan tes yang baru

17
18
BAB III

PENGUMPULAN
DATA

A. Waktu dan Tempat Kegiatan


a.Waktu Kegiatan
Pelaksanaan studi kasus dilakukan pada tanggal 16 Desember 2021 di RSUD
Kota Dumai.
b. Jadwal Kegiatan

 Persiapan Alat

 Persiapan pasien

 Pengambilan darah vena

 Pembuatan serum

Tempat Kegiatan

Kerja praktek dilaksanakan di Laboratorium Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Dumai.

Topik kegiatan

1. Mempelajari teknis pemeriksaan hematologi

2. Mempelajari cara analisis pemeriksaan imunoserologi

Alat dan Bahan

Vacutube EDTA, tourniquet, Swileb, darah vena , serum, jarum suntik, alcohol

swab, sarung tangan, centrifuge, bafer dan RDT- Oncoprobe

Cara Kerja Pemeriksaan Hematologi darah Lengkap

 Dipersiapkan alat dan bahan serta area kerja dibersihkan/disterilkan

19
 Dioleskan vena dengan kapas yang telah diberi alcohol

 Kemudian lengan dililitkan dengan pembendung atau tourniquet

 Setelah ditemukan lokasi pengambilan darah yang tepat pada vena,

disuntikkan jarum suntik pada lokasi tadi

 Diambil darah lebih kurang 3 ml tergantung jenis pemeriksaan

 Dimasukkan darah ke dalam tabung vacuette untuk pemeriksaan Hematologi


darah lengkap.

 Dilakukan pemeriksaan darah lengkap dengan alat Hematologi Swileb

 Hidupkan tombol switch on /off yang ada dibelakang alat

 Tekan menu ,tekan prime system ,biarkan alat bekerja sampai selesai

 Tekan sampel biru,pilih profil barui sampai timbul tulisan background

 Tekan start 1:1 ,biarkan alat bekerja sampai selesai

 Pilih sampel baru,tekan ABC,lalu masukkan nama / ID pasien

 Masukkan darah pada pipet pengisap dengan menekan start 1: 1,biarkan alat
bekerja

Cara kerja Pemeriksaan RDT IgG dan IgM


 Pipet 5µl serum + plasma dimasukan ke RDT kemuadian diteteskan 1 tetes
buffer

20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama :An.Cega Mutiame

Umur : 16 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum menikah / Menikah

Kewarganegaraan : Indonesia

Pekerjaan : Tidak Memiliki Pekerjaan

Alamat : Jl. Harapan Simpang Sti, Dumai


Barat

Tanggal MRS : 16 desember 2021

II. KELUHAN UTAMA

Demam / febris,dehidrasi,muntah- muntah,timbul pteche di lengan

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke RSUD kota Dumai dengan keluhan panas badan, P a s i e n

minum obat penurun panas sejak 2 hari SMRS namun kemudian timbul kembali

beberapa jam setelah pasien minum obat.

Pasien juga mengeluh nyeri sendi yang dirasakan di seluruh tubuh. Keluhan

ini muncul bersamaan dengan panas badan. Nyeri sendi dirasakan seperti tertusuk-

tusuk dan ngilu. Nyeri dirasakan memberat saat panas badan dirasakan meningkat dan

21
membaik jika panas badan dirasakan menurun. Pasien juga mengeluh mual yang

dirasakan sejak dua hari SMRS. Mual dirasakan sepanjang hari, tidak berkurang

meskipun pasien istirahat, dan menyebabkan nafsu makan pasien berkurang. Riwayat

nyeri kepala, mimisan,perdarahan gusi, nyeri perut, muntah

I. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4V5M6

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Temperatur : 37,3ºC

BB / TB : 46 kg / 152 cm

BMI : 25,53 kg/m2

Satus Gizi : Normal

Status General

Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+) isokor, edema
palpebra (-/-)

Abdomen

THT : pendarahan gusi (+ ), epistaksis (-)

Leher : pembesaran kelenjar limfe (-)

Thoraks : simetris
22
Inspeksi : Distensi (-),

Auskultasi : Bising usus (+)

normal

Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar tidak teraba, lien tidak


teraba, Ballottement (-)

Perkusi : Timpani, Troube Space : timpani

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
II. Darah Lengkap

Parameter 16/12/2021 18/12/2021 19/12/2021 20/12/2021 Rujukan

WBC 11,8 6,6 6,4 4,5 4,1 - 10,9

HGB 14,3 9,4 11,6 10,4 12,00 – 16,00

PLT 34.0 28,0 59,0 94,0 140 – 440

HCT 46,0 30 37 33 36,0 – 46,0

Serologi

Pemeriksaan IgG dan IgM


Parameter Hasil Rujukan

Ig G anti Dengue Positif Negatif

Ig M anti Dengue Negatif Negatif

III. DIAGNOSIS

23
Demam Berdarah Dengue

IV. PLANNING
Terapi

 Bed Rest
 IVFD RL 10 tetes per menit
 Diet TKTP, 2100 kalori per hari, protein 44 gr/hari
 Paracetamol 3x500mg P.O. (k/p)
 Minum semampunya
Diagnostik
 -
Monitoring:
• Keluhan
• Tanda vital : Kesadaran, Tekanan Darah, Nadi, Suhu, Respirasi
• DL Serial @24 jam

IV. Prognosis
Dubius ad bonam

24
PEMBAHASAN

Dari hasil kerja lapangan yang saya lakukan didapatkan bahwa dari tabel

hasil pemeriksaan darah lengkap pasien dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan

WBC mengalami penurunan dari pemeriksaan pertama sampai pemeriksaan ke

empat, untuk pemeriksaan HGb dan HCT juga mengalami penurunan dan untuk

pemeriksaan PLT mengalami kenaikan dari pemeriksan pertama sampai pemriksaan

ke empat selama pasien dirawat.

Dari tabel dapat dilihat bahawa pada hari ke tiga pasien dirawat dilakukan

pemeriksaan IgG dan IgM. Dan mendapatkan hasil positif pada pemeriksaan IgG

dan negatif pada pemeriksaan IgM. Terdeteksinya antibodi IgG dapat digunakan

untuk melihat apakah infeksi virus dengue tersbut merupakan infeksi primer atau

sekunder, jika hasil tes menunjukan IgG positif sedangkan IgM negatif hal ini

menandakan pasien pernah terinfeksi virus dengue sebelumnya.

25
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap pasien terduga

demam berdarah hendaknya dilakukan pemeriksaan darah lengkap selama masa perawatan serta

juga didukung degan pemeriksaan IgG serata IgM nya untuk memastikan tegaknya diagnosa.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti memiliki beberapa

saran, yaitu :

1. Sebaiknya pemeriksaan IgG dan IgM sebaiknya dilakukan sesuai dengan lama

demam

2. Diharapkan peneliti selanjutnya dapat lebih mengembangkan penelitian ini,

sehingga akan lebih banyak informasi baru yang di

26
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO, Regional Office for South East Asia (2011). Comprehensive Guidelines for
Prevention and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever: Revised and
expanded edition. SEARO Technical Publication Series No. 60. India

2. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata Laksana
Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics Problem. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-72

3. Hadinegoro, S.Sri Rezeki (2011). Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta.

4. World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and
control.NewEdition2009

5. Buchy P, Yoksan S, Peeling RW, Hunsperger E. Laboratory Tests for The Diagnosis of
Dengue Virus Infection. J Clin Microbiol 2006;40:376-81.

6. Soedarmo, S.S.P., 2005. Demam Berdarah (Dengue) pada Anak. cet. 2. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia, pp. 26-45.

7. Delliana, J., 2008. Dengue Hemorrhagic Fever in Indonesia. Dengue Report: Asia-
Pacific Dengue Program Managers Meeting. World Health Organization, Geneva.

27
28
Lampiran

Dokumentasi Kegiatan PKL di RSUD


Kota Dumai

29
30
31
32
33
34
35
36

Anda mungkin juga menyukai