Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Demam Berdarah Dengue


(DBD)

Disusun:
NAMA : ASWIRA LASE
NIM : 202214201018

DOSEN PENGAMPU:
Dra. Meiyati Simatupang, SST, M.kes

Program Studi Sarjana Keperawatan


STIKES NAULI HUSADA SIBOLGA
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis dalam menyelesaikan sebuah makalah Tentang DEMAM


BERDARAH DENGUE (DBD) Kini telah selesai Meskipun masih begitu banyak
kekurangan-kekurangan, Dan sangat besar harapan apa bila makalah ini menjadi salah satu
Pedoman atau contoh Yang lebih baik bagi kita semua. Pada kesempatan ini Pembuatan
makalah DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD), Sebuah karya telah tercipta meskipun
tidak lebih baik dari karya orang lain setidaknya Kita sudah berusaha melakukan yang
terbaik. Makalah ini di rangkum dari berbagai Buku dan karya Para Perawat Yang sudah
profesional.

Demikian Di sampaikan terimakasih .

Sibolga, 18 Maret 2023

Aswira Lase
Daftar isi

COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II : PEMBAHASAN
A. Definisi Demam Berdarah Dengue
B. Faktor-faktor Risiko Pada DHF
C. Komplikasi dan Menifestasi Tidak Biasa DF/DHF Pada Anak
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia, demam Berdarah Dengue (DBD) pertama kali dicurigai di
Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun
1970. Dijakarta, kasus pertama di laporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD
berturut-turut di laporkan di Bandung dan Jogjakarta (1972). Epidemi pertama di luar
Jawa di laporkan pada tahun 1972 di Sumatra Barat dan Lampung, disusul oleh Riau,
Sulawesi Utara dan Bali(1973). Pada tahun 1974, epidemi dilaporkan di Kalimantan
Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1994 DBD telah menyebar keseluruh
(27) provinsi di Indonesia. Pada saat ini DBD sudah endemis di banyak kota besar,
bahkan sejak tahun 1975 Penyakit ini telah terjangkit di daerah pedesaan.
Berdasarkan jumlah kasus DBD, di Indonesia menempati urutan kedua setelah
Thailand. Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia terus
meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973), 8,65 (1983) dan mencapai angka
tertinggi pada tahun 1988 yaitu 27,09 per 100.000 penduduk dengan jumlah penderita
sebanyak 47,573 orang, 1,527 orang penderita dilaporkan meninggal dari 201 daerah
Tingkat II. Setelah epidemi tahun 1988, insidensi DBD cenderung menurun, yaitu
12,7 (1990) dan 9,2 (1993) per 100,000 penduduk.
Namun, Pada tahun 1994 insidensi meningkat lagi menjadi 9,7 per 100,000
penduduk dan sampai pada tahun 1996 terjadi kecenderungan peningkatan insidens.
Epidemi Dengue tiga abad terakhir ini diketahui terjadi di daerah beriklim
tropis, subtropis, dan sedang di seluruh dunia. Epidemi pertama Dengue tercatat tahun
1635 di wilayah India Barat Perancis, walaupun penyakit yang serupa dengan Dengue
telah dilaporkan terjadi di Cina semenjak awal tahun 992 SM.
Kejadian luar biasa (KLB) Penyakit Dengue serupa dengan DHF yang dicatat
pertama kali terjadi di Australia tahun 1897. Penyakit perdarahan serupa juga berhasil
dicatat pada tahun 1928 saat terjadi epidemi di Yunani dan kemudian di Taiwan tahun
1931.
Selama tahun 1960-an 1970-an, DHF/DSS secara progresif meningkat sebagai
masalah kesehatan, menyebar dari lokasi primernya di kota-kota besar ke kota-kota
besar yang lebih kecil dan kota-kota di negara-negara endemik. Penyakit ini
mempunyai pola epidemik berdasarkan musiman dan siklus, dengan wabah besar
terjadi pada interval 2-3 tahun.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam
Penelitian ini aadalah “Bagaimankah cara mencegah dan mengendalikan Penyakit
Demam berdarah?
C. Tujuan
a. Mencari Cara Mengatasi Penyakit Demam berdarah dengue pada Pasien
b. Mengetahui Pengaruh dari penyakit Demam berdarah dengue
c. Mengetahui pencegahan demam berdarah dengue pada masyarakat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Demam Berdarah Dengue


Demam Dengue (DF) adalah penyakit febris-virus akut, sering kali
disertai dengan sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan
leukopenia sebagai gejalanya. Demam berdarah dengue (DHF) ditandai
oleh empat manifestasi klinis utama: demam tinggi, fenomena hemoragik,
sering dengan hepatomegali dan, pada kasus berat tanda-tanda kegagalan
sirkulasi. Pasien ini dapat mengalami syok hipovolemik yang di
akibatkan oleh kebocoran plasma. Syok ini disebut sindrom syok dengue
(DSS) dan dapat menjadi fatal.
Epidemi Dengue atau seperti Dengue dilaporkan sepanjang abad
kesembilan belas dan awal abad kedua puluh di Amerika, Eropa Selatan,
Afrika Utara, Mediterania Timur, Asia dan Australia, dan pada beberapa
pulau di samudra India, Pasifik Selatan dan tengah serta Karibia.
Lampiran 1 menyajikan negara atau area menurut wilayah WHO dimana
DF atau DHF diketahui telah terjadi diantara tahun 1975 dan 1996.

Dampak Ekonomi Dari dengue


Beberapa kajian tentang dampak ekonomi dari DF dan DHF/DSS telah
dilakukan. Anak-anak paling sering menderita akibat DHF/DSS, dengan rata-rata
lama rawat dirumah sakit 5-10 Hari untuk kasus berat. Perawatan intensif diperlukan
untuk pasien yang sakit berat, termasuk cairan intravena, transfusi darah atau plasma
dan obat-obatan, dan orang dewasa dapat tidak dapat masuk kerja agar dapat
menunggui anak-anak mereka yang Sakit. Konsekuensinya, terdapat baik biaya
langsung dan tak langsung untuk setiap pasien dengue, berkisar dari kesusahan karena
anak sakit (atau orang dewasa) dengan DF tidak terkomplikasi, sampai biaya
substansial untuk perawatan rumah sakit dan gangguan signifikan dalam mencari
nafkah.

Karakteristik Demam berdarah dengue


Meskipun wabah awal DHF Terjadi tiba-tiba di Filipina dan Thailand, studi
retrospektif menunjukkan bahwa kemungkinan wabah di dahului dengan masa
dimana kasus terjadi tetapi tidak di ketahui. Di Thailand, wabah pertama terjadi di
Bangkok dalam pola siklus 2 Tahun, kemudian selanjutnya dalam siklus tidak teratur
karena penyebaran penyakit di seluruh negeri. DHF kemudian menjadi endemik di
banyak kota besar di Thailand, akhirnya menyebar ke kota-kota kecil dan desa-desa
selama periode penularan epidemik. Pola serupa terlihat di Indonesia, Mianmar, dan
Vietnam.
Selama pengalaman 40 tahun dengan Dengue di Wilayah Pasifik Barat dan
Asia Tenggara, dua pola epidemiologik penting telah di temukan.

Penularan Virus-virus dengue


Virus-virus dengue ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes yang terinfeksi, terutama Aedes aegypti, dan karenanya dianggap sebagai
arbovirus (virus yang di tularkan melalui atropoda). Bila terinfeksi, Nyamuk tetap
akan terinfeksi Sepanjang hidupnya, menularkan virus ke individu rentan selama
menggigit dan menghisap darah. Nyamuk betina terinfeksi juga dapat menurunkan
virus ke generasi nyamuk dengan penularan transovarian, tetapi ini jarang terjadi dan
kemungkinan tidak memperberat penularan yang signifikan pada manusia.

B. Faktor-faktor Risiko Pada DHF


Infeksi sekunder dengan merupakan faktor risiko untuk DHF, Termasuk juga
antibodi Pasif pada bayi. Strain virus juga merupakan faktor risiko untuk terkena
DHF; tidak semua tipe liar virus berpotensi menimbulkan epidemi atau
Mengakibatkan kasus yang parah. Terakhir, usia pasien dan genetik pejamu
juga termasuk faktor risiko terhadap DHF. Walau DHF dapat menyerang orang
dewasa, kebanyakan kasusnya di temukan pada anak-anak yang berusia kurang dari
15 tahun, dan bukti tidak langsung memperlihatkan bahwa beberapa kelompok di
masyarakat mungkin justru lebih rentan terhadap sindrom pecahnya pembuluh darah
dari pada kelompok lainnya.

 Faktor risiko DBD


 Status imun setiap individu
 Strain/serotipe virus yang menginfeksi
 Usia pasien
 Latar belakang genetik Pasien

C. Komplikasi dan Menifestasi Tidak Biasa DF/DHF Pada Anak


Tanda-tanda ensefalitis seperti kejang dan koma jarang ditemukan pada kasus
DHF. Akan tetapi, tanda-tanda diatas mungkin muncul sebagai komplikasi pada kasus
syok yang cukup lama yang di sertai dengan perdarahan berat pada berbagai organ
termasuk otak. Intoksikasi air, akibat penggunaan larutan hipotonik yang tidak tepat
untuk terapi pasien DHF yang mengalami hiponatremia, merupakan satu komplikasi
iatrogenik yang relatif umum yang dapat menyebabkan ensepalopati. Bentuk kejang
yang tidak tampak terkadang di observasi pada bayi usia kurang dari 1 tahun selama
fase demam dan, beberapa kasus, kejang tersebut dinyatakan sebagai kejang demam
karena cairan serebropinal normal.

Upaya penanggulangan penyakit DBD


Oleh karena itu dalam program P2DBD penyemprotan insektisida dilakukan untuk
sesegera mungkin membatasi penyebaran dan penularan penyakit DBD, terbatas
dilokasi yang mempunyai potensi berjangkit kejadian luar biasa atau wabah.
Atas dasar itu maka dalam pemberantasan penyakit DBD ini yang paling penting
adalah upaya membasmi jentik nyamuk penularnya di tempat perindukannya dengan
melakukan “3M” Yaitu:
1) Mengurus tempat-tempat penampungan air secara teratur sekurang-kurangnya
seminggu sekali atau menaburkan bubuk Abate kedalamnya;
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air; dan
3) Mengubur/menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air
hujan seperti: kaleng-kaleng bekas, plastik, dll.
Jika kegiatan “3M” yang dikenal dengan istilah pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
ini dapat dilakukan secara teratur oleh keluarga di rumah dan lingkungannya masing-
masing maka, penyakit ini akan dapat di berantas.

Strategi
Strategi program DBD, Meliputi;
 Kewaspadaan dini penyakit DBD, guna mencegah dan membatasi terjadinya
KLB/Wabah penyakit dengan kegiatan bulan bakti gerakan 3M (penyuluhan
intensif, kerja bakti, kunjungan rumah pemantauan jentik)
 Pemberantas Vektor : a) penyemprotan (fogging) fokus pada lokasi di temui
kasus, b) penyuluhan gerakan masyarakat dalam PSN DBD melalui
penyuluhan dengan memanfaatkan berbagai jalur komunikasi dan informasi
yang ada, melalui kerja sama lintas program dan sektor serta dikoordinasikan
oleh kepala daerah/wilayah, c) abatisasi selektif (sweeping jentik) di seluruh
wilayah/kota, dan d) kerja bakti melakukan kegiatan 3M.

Kegiatan pokok penanggulangan penyakit DBD


Pada umumnya diagnosa DBD sulit di tegaskan pada awal perjalanan penyakitnya,
Karena tanda dan gejalanya yang tidak spesifik, sehingga sering kali sulit dibedakan
dengan penyakit infeksi virus influenza, campak atau demam tifoid. Pada hari ke 3
atau bahkan pada hari ke 5 sakit, tanda dan gejalanya biasanya menjadi lebih nyata
dengan munculnya tanda² perdarahan, hepatomegali dan trombositopeni. Mengingat
penyakit DBD ini timbulnya akut dan dalam waktu singkat keadaan dapat memburuk
dan fatal, maka diagnosa (sementara) penderita DBD/tersangka DBD ditegakkan
dengan kriteria yang longgar yaitu:
 Panas tinggi tanpa sebab jelas (mendadak, terus-menerus), di sertai
 Tanda-tanda perdaraha, sekurang-kurangnya uji rumple leede positif.
Dengan adanya kriteria penegakkan diagnosis yang longgar tersebut, maka dokter
praktek, puskesmas dan poliklinik dapat melaporkan kasus DBD dengan cepat kepada
puskesmas tempat domisili kasus DBD, hanya dengan panas tinggi tanpa sebab jelas,
dan uji rumple leede positif (jumlah petekie 20 atau lebih dalam radius 2,8 cm).

Tingkat Keparahan Demam Berdarah Dengue


Keparahan DHF terbagi menjadi empat tingkatan.
Keberadaan trombositopenia yang disertai dengan hemokonsentrasi membedakan
DHF tingkat I dan Tingkat II dari demam dengue.
Tingkat keparahan suatu Penyakit terbukti berguna secara klinis maupun
epidemiologis didalam epidemi DHF pada anak-anak di Wilayah WHO di Asia
Tenggara, Pasifik Barat, dan Amerika. Berdasarkan pengalaman di Kuba, Puerto
Rico, dan Venezuela, klasifikasi tersebut juga berguna untuk epidemi pada orang
dewasa.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengue yang disebabkan virus disebarkan oleh nyamuk Aedes(stegomyia).
Selama dua dekade terakhir, frekuensi kasus dan epidemi penyakit demam dengue
(Dengue fever, DF) demam berdarah (Dengue haemorrhagic fever, DHF), dan
sindrom syok dengue (dengue shock syndrom, DSS) menunjukkan peningkatan yang
dramatis di seluruh dunia, disertai dengan peningkatan insidensi Penyakit tersebut.
Upaya untuk mengendalikan nyamuk Aedes aegypti dan perkembangan ekonomi
telah memberikan penurunan yang sangat berarti terhadap ancaman yang di timbulkan
oleh epidemi dengue di negara-negara beriklim sedang selama 50 tahun terakhir.

B. Saran
 Jangan membiarkan sampah di lingkungan
 Untuk mengatasi Perkembangan biakan Nyamuk diharapkan supaya Segala
Barang-barang bekas Yang bisa menampung air hujan segera d buang dan
tidak di biarkan begitu saja.
 Saling kerja sama untuk Menjaga Kebersihan lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Judul asli: Dengue haemorrhagic fever. Diagnosa, treatment, prevention and control.

Demam Berdarah. I. Judul II. Ester, Monica III. Asih, Yasmin.

Judul asli: prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever:compehensive
guidelines.

Bick R. Disswminated intravaskuler coagulation and related syndromes : a clinical review.


Semin thromb hemostas 1988; 14:299.

Demam berdarah (dengue) pada anak/Sumarmo Sunaryo poorwo Soedarmo. Jakarta :penerbit
Universitas Indonesia, 1988.

Anda mungkin juga menyukai