tubuh terhadap salah satu serotipe virus dengue yang masuk kedalam
aliran darah bersama air liur nyamuk. Dengue adalah infeksi virus yang
ditularkan oleh nyamuk bergenus Aedes.
Respon tubuh terhadap virus dengue bermacam ragam mulai dari
asimptomatik, demam yang sembuh dengan sendirinya, infeksi dengue
yang parah seperti pada demam berdarah dengue (dengue haemorrhagic
fever/DHF), ataupun berlanjut sebagai dengue shock syndrome (DSS).
Sejak tahun 2000, sedikitnya 8 negara Asia yang tadinya bebas penyakit
ini, melaporkan wabah DHF. Pada tahun 2003, empat negara Asia
Tenggara melaporkan kasus dengue, salah satunya adalah Indonesia.
Wabah dengue sudah menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di
Indonesia, dan di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Faktor musim
tropis monsoon dan letak negara pada zona khatulistiwa menjadikan
nyamuk Aedes aegypti menyebar secara luas dan cepat baik di kota
maupun pedesaan. Situasi ini juga memungkinkan penyebaran berbagai
serotipe virus dengue.
Vektor penular dengue telah tersebar secara global. Di Indonesia,
spesies Aedes aegypti adalah yang terbanyak, disusul oleh Aedes
albopictus. Beragam serotipe telah beredar di berbagai daerah di
Indonesia, namun serotipe 3 masih mendominasi dari masa ke masa.
[2,8,14-17]
DF/DH Grad
F e Gejala dan Tanda Temuan Laboratorium
Demam diserta dua gejala
dari :
1. Sakit kepala
2. Nyeri retro-orbital
3. Myalgia
4. Athralgia
5. Ruam kulit Leukopenia (WBC ≤
6. Manifestasi 5000sel/mm3)Trombositopenia
perdarahan (Platelet < 150.000 sel/mm3)
7. Tanpa bukti Peningkatan hematokrit (5-
DF kebocoran plasma 10%)Tanpa bukti kebocoran plasma
Demam dan manifestasi
Trombositopenia (Platelet ≤
perdarahan (torniquet test
positif), disertai bukti 100.000 sel/mm3)Peningkatan
DHF I kebocoran plasma hematokrit (≥ 20%)
Trombositopenia (Platelet ≤
Seperti grade I dengan
manifestasi perdarahan 100.000 sel/mm3)Peningkatan
II spontan hematokrit (≥ 20%)
Seperti grade I atau II
Trombositopenia (Platelet ≤
disertai dengan kegagalan
sirkulasi (pulsasi lemah, 100.000 sel/mm3)Peningkatan
III hipotensi, gelisah) hematokrit (≥ 20%)
Seperti grade III disertai
dengan gejala syok yang
Trombositopenia (Platelet ≤
berat dengan tekanan
darah dan pulsasi yang 100.000 sel/mm3)Peningkatan
IV sulit dinilai hematokrit (≥ 20%)
Edukasi yang harus dilakukan pada pasien dan keluarga pasien demam
dengue (dengue fever/DF) yang dirawat jalan antara lain :
Pasien harus istirahat cukup
Diperlukan asupan cairan yang cukup. Cairan dapat berupa susu,
jus, cairan isotonik, maupun oralit.
Jaga suhu tubuh di bawah 39 C
Awasi munculnya warning sign
Pasien diminta untuk kontrol kadar leukosit, hematokrit, dan
trombosit setiap 24 jam
Lingkungan sekitar rumah pasien harus dibersihkan agar
penyebaran penyakit dapat terkontrol
Edukasi dan promosi kesehatan kepada masyarakat pada umumnya
berupa peningkatan kesadaran masyarakat, dalam upaya untuk
mengendalikan dan mencegah penularan virus dengue, dengan cara
membasmi nyamuk melalui pemberantasan sarang nyamuk.
Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Sekitar akhir tahun 2015, dan awal tahun 2016, vaksin pertama dengue
dipasarkan oleh Sanofi Pasteur dengan nama Dengvaxia (CYD-
TDV). Vaksin ini diindikasikan untuk pencegahan terhadap virus dengue
serotipe 1, 2, 3 dan 4.
WHO merekomendasikan kepada negara-negara yang memiliki
tanggungan beban penyakit dengue yang tinggi (high burden of
disease) untuk menggunakan vaksin recombinant tetravalent ini. Hal ini
disarankan mengingat adanya bukti ilmiah yang mengungkapkan bahwa
seseorang yang pernah mendapatkan DF memiliki risiko tinggi mengidap
DHF, atau DSS bila mereka terinfeksi dengan virus dengue strain yang
lain. Karenanya, vaksin yang diterima haruslah memberikan imunitas
tubuh yang tinggi terhadap ke-4 serotipe virus dengue agar berguna
secara klinis
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia telah menyetujui
izin edar vaksin dengue Dengvaxia sejak 31 Agustus 2016. Sebelumnya,
Indonesia adalah salah satu negara yang berpartisipasi dalam fase ke-
3 randomized clinical trials untuk evaluasi vaksin tersebut. Vaksin
Dengvaxia ini diberikan 3 dosis kepada anak usia 9-16 tahun, dengan
jadwal pemberian 0, 6 dan 12 bulan. Namun, pemberian vaksin tersebut
memiliki kontraindikasi terhadap orang dengan riwayat reaksi alergi
terhadap komponen vaksin ini, individu dengan defisiensi imunitas tubuh,
penderita HIV, wanita hamil dan menyusui, dan orang yang sedang
menderita demam.[6, 32-35]
Data terbaru menemukan efek samping terkait penggunaan vaksin ini
pada orang yang sebelumnya belum pernah terinfeksi. Di Indonesia
sendiri, IDAI membuat pernyataan untuk menangguhkan pemberian
vaksin Dengue ini.[36]
Bila pasien yang menemui dokter sudah dalam keadaan DSS, akan segera
dirawat di ruang ICU. Keberhasilan mengatasi kondisi parah pasien ini
membutuhkan penanganan yang prima terhadap pemberian cairan dan
mengatasi perdarahan yang terjadi.
Monitoring dilakukan terhadap:
Tekanan darah
Tes darah lengkap (complete blood count/CBC) serial, bahkan
terkadang dibutuhkan pemeriksaan kadar hematokrit setiap 2-4 jam
Urine output dengan pemasangan uretral kateter
Evaluasi arterial gas darah penderita secara berkala
Rehidrasi:
Cairan isotonik seperti Ringer Laktat bolus 10 ml/kg BB pada anak-anak
atau sebanyak 300-500 ml pada dewasa, diberikan selama 1 jam,
biasanya akan adekuat pada kasus DHF derajat III. Setelah itu, lakukan
evaluasi, dan apabila terjadi perbaikan maka cairan dapat dikurangi
menjadi 7.5 ml/kgBB, kemudian 5 ml/kgBB, dan seterusnya. Bila
pemberian cairan ini gagal memperbaiki keadaan pasien, dengan kadar
hematokrit yang meningkat sebagai penentu, pasien dapat diberi plasma
expander. Plasma expander yang dapat digunakan adalah Dextran 40,
atau albumin 5% 10-20 mL/kg BB. Apabila pasien alergi terhadap
dextran, Starch (Hydroxyethyl starch) mungkin diberikan sebagai
penggantinya.[28] Namun, penggunaan Starch ini masih kontroversi,
karena dapat kerusakan ginjal.[29,30]
Apabila resusitasi cairan sudah adekuat namun pasien belum
menampakkan perbaikan, kemungkinan pasien mengalami pendarahan.
Pasien dengan perdarahan internal, atau perdarahan gastrointestinal
membutuhkan transfusi darah, dan bila pasien
mengalami koagulopati kemungkinan membutuhkan fresh frozen plasma.
Pada DHF grade IV atau DSS berat, resusitasi cairan harus dilakukan lebih
agresif. Cairan dapat diberikan 10 ml/kgBB bolus dan dimasukkan
secepatnya, idealnya dalam 10-15 menit. Apabila tekanan darah
membaik, maka tatalaksana cairan dapat dilanjutkan seperti pada DHF
grade III. Namun apabila tidak ada perbaikan, bolus dapat diulangi, dan
apabila diperlukan dapat disiapkan transfusi darah. Monitoring harus
dilakukan secara ketat, dan pemeriksaan penunjang harus dikejar agar
selesai dalam waktu yang singkat agar dapat segera mendeteksi
permasalahn klinis pasien.
Apabila sumber perdarahan sudah ditemukan, tatalaksana definitif untuk
menghentikan perdarahan harus segera dilakukan. Misalnya, tampon
hidung pada kasus epistaksis.
Proses pemulihan