Anda di halaman 1dari 16

Pendahuluan

Influenza merupakan salah satu penyakit yang paling sering ditemui dan
sangat mudah menular melalui udara. Penyakit influenza merupakan
penyakit pada saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh infeksi
virus influenza. Sama seperti infeksi virus pada umumnya, influenza
berlangsung sekitar 2-7 hari dan akan sembuh seiring dengan
meningkatnya sistem imun seseorang. [1]

Penyakit ini ditemukan di seluruh negara dan terutama terjadi pada


musim dingin di negara 4 musim dan sepanjang tahun di negara tropis.
Meskipun sudah pernah menderita influenza, seseorang tetap beresiko
untuk menderita penyakit ini di kemudian hari.

Manifestasi klinis penyakit influenza sangat beragam, mulai dari gejala


yang ringan sampai dengan gagal nafas.  Pada pasien yang menderita
penyakit kronis, influenza dapat berlangsung lebih lama, berlanjut pada
komplikasi (terutama infeksi dan peradangan saluran nafas bagian bawah,
seperti pneumonia), dan bahkan berakibat fatal.  Manifestasi serius
penyakit influenza juga sering terjadi pada anak-anak berusia kurang dari
6 bulan dan lanjut usia (lansia), wanita hamil, dan penderita
imunosupresi.  [1,2]
Oseltamivir. Sumber: Oleg Juhmas, Freepik.

Epidemiologi
Epidemiologi penyakit influenza ditemukan di seluruh semua negara di
dunia dan terutama terjadi pada musim dingin di negara 4 musim dan
sepanjang tahun di negara tropis.  Ada banyak epidemi influenza yang
bersejarah dan risiko pandemi influenza di masa depan selalu hadir
dengan beberapa organisasi kesehatan seperti CDC dan WHO yang
melakukan pengamatan dan mendorong program vaksinasi influenza.

Global

Pandemi influenza telah lama dikenal sejak fenomena “Flu Spanyol” di era
tahun 1918-19 yang menyebabkan kematian hingga 50 juta jiwa dan
disebabkan oleh subtipe virus H1N1.

Antara tahun 1957-58, pandemi “Flu Asia” muncul setelah


adanya antigenic shift dari subtipe H1N1 menjadi subtipe H2N2.  Virus
H2N2 kemudian digantikan oleh H3N2 saat terjadi pandemi “Flu
Hongkong” tahun 1968 sebelum akhirnya disusul oleh wabah virus H1N1
tahun 1977 yang karakteristiknya mirip virus H1N1 pada saat “Flu Asia”
terjadi.
Sejak saat itu, wabah flu musiman hanya melibatkan dua subtipe, H1N1
dan H3N2, yang kerap mengalami antigenic drift.

Di sisi lain, perbedaan spesifisitas ikatan reseptor HA antara manusia dan


unggas diduga menjadi penghambat terjadinya infeksi virus flu dari
unggas ke manusia.  Namun, adanya bukti transmisi virus H5N1 dari
ayam di Hong Kong tahun 1997 membuktikan bahwa transmisi virus flu
unggas ke manusia sangat memungkinkan.  Antara tahun 1997-2003,
tercatat 826 kasus infeksi H5N1 dengan tingkat kematian hingga 53%. 
Walaupun terdapat laporan adanya transmisi H5N1 antar individu di
Thailand, China, Vietnam, dan Indonesia, belum ada bukti tentang
transmisi antar individu yang bertahan dan berlangsung cepat seperti
pandemi “Flu Spanyol”.  [8–10]

 Indonesia

Sebuah studi surveilans influenza tahun 2003-2007 di Indonesia


melaporkan bahwa terdapat 21.030 laporan kasus dengan manifestasi
klinis seperti influenza. Dari jumlah kasus tersebut, 4.236 (20.1%) di
antaranya terbukti terinfeksi virus influenza, dengan proporsi yang serupa
antara pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.  Kelompok usia
terbanyak penderita influenza adalah kelompok anak usia sekolah.  Studi
tersebut juga menyebutkan bahwa 64.9% dari seluruh kasus influenza
yang ditemukan merupakan infeksi virus influenza A (dengan klasifikasi
sub tipe H3N2 sebanyak 64.6%, H1N1 sebanyak 34.9%, dan H5N1
sebanyak 0.4%) dan 35.1% lainnya merupakan infeksi virus influenza B.

Ditemukan adanya aktivitas musiman dari virus influenza A yang


mencapai puncaknya pada bulan Desember dan Januari, di saat musim
hujan terjadi, terutama di Indonesia bagian barat dan tengah. Sedangkan
untuk Indonesia bagian timur, didapatkan aktivitas kedua jenis virus
influenza, A dan B.  Dari data aktivitas musiman dan jenis virus tersebut,
dapat disarankan bahwa jenis vaksin yang sesuai adalah vaksin influenza
belahan bumi utara.

Mengenai pencegahan, cakupan vaksinasi influenza di Indonesia masih


rendah, yaitu kurang dari 300.000 dosis setiap tahunnya. Anggapan
bahwa influenza merupakan penyakit ringan dan harga vaksin disinyalir
menjadi penyebab rendahnya cakupan tersebut.  

Prognosis
Komplikasi pada influenza biasanya terjadi karena adanya penyakit lain
yang menyertai influenza atau karena kondisi imunitas seseorang yang
kurang baik.  Prognosis untuk influenza tergantung pada pengembangan
komplikasi, dengan komplikasi seperti pneumonia membawa prognosis
yang buruk.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain:


 Infeksi virus influenza pada saluran nafas bawah
 Pneumonia, infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri
 THT : infeksi sinus dan infeksi telinga
 Gagal organ : gagal nafas, gagal ginjal
 Komplikasi neurologis : encephalitis, sindrom Reye, ensefalomielitis,
aseptik meningitis, gangguan neurologis fokal, dan sindrom Guillain Barre 
 Lainnya : Miositis, sepsis, miokarditis, dan dehidrasi[21,22]

Prognosis

Temuan klinis yang secara bermakna mengarah pada tingginya angka


perawatan di RS dan kematian untuk pasien influenza antara lain:
 Angka kunjungan ke dokter > 5 kali (OR 2,5; 95% CI 1,3-4,8)
 Riwayat penyakit paru obstruktif kronik (OR 5,0; 95% CI 1,1-23,7)
 Riwayat gagal jantung (OR 9,9; 95% CI 1,3-73,4)
 Memiliki lebih dari 1 penyakit risiko tinggi (OR 5,6; 95% CI 1,5-21,1)
Studi lain di Jepang menunjukkan bahwa komplikasi pneumonia dan
malnutrisi merupakan faktor prognostik yang cukup signifikan. Analisis
multivariat menunjukkan pneumonia merupakan prediktor independen
untuk mortalitas 30 hari (hazard ratio 4,5; 95% CI 1,4-13,9). Malnutrisi,
selain meningkatkan risiko infeksi saluran napas bawah, juga
berhubungan dengan peningkatan risiko mortalitas 30 hari (hazard ratio
3,1; 95% CI 1,4-7,2).  [23–25]

Patofisiologi
Patofisiologi influenza dimulai dari inhalasi droplet virus influenza, diikuti
replikasi virus dan kemudian infeksi virus menyebabkan inflamasi pada
saluran pernafasan.
Virus influenza masuk melalui inhalasi dari droplet yang infeksius, aerosol
partikel mikro, maupun inokulasi langsung lewat sentuhan tangan dari
penderita. Virus kemudian mengikat reseptor asam sialat yang terdapat
pada sel epitel jalan napas, khususnya di trakea dan bronkus. Kemudian,
replikasi virus mencapai puncaknya dalam 48 jam pasca infeksi dan
jumlah virus berhubungan langsung dengan derajat keparahan penyakit.

Pada kasus yang berat, terdapat perluasan infeksi virus mencapai bagian
paru-paru distal yang sesuai dengan karakteristik pneumonitis
interstisial.  Kerusakan pada alveoli yang disertai pembentukan membran
hialin menyebabkan perdarahan dan eksudat keluar dari kapiler alveolar
menuju lumen yang kemudian mengakibatkan gangguan pertukaran gas
dan disfungsi napas berat.

Respon imun tubuh terhadap virus influenza mencakup peningkatan


sitokin proinflamasi seperti IL-6 dan IFN-α oleh sel yang terinfeksi. 
Peningkatan sitokin memuncak pada 48 hari kedua pascainfeksi dan
sesuai dengan berat gejala yang dialami pasien.

Antibodi serum (IgM, IgG, dan IgA) terhadap hemaglutinin (HA) dan
neuraminidase (NA) baru muncul setelah satu minggu pascainfeksi dan
belum berperan dalam proteksi terhadap penyakit akut, namun dapat
memberikan imunitas dan proteksi terhadap reinfeksi oleh tipe virus yang
sama hingga beberapa tahun.  [3-5]

Diagnosis
Diagnosis influenza sering bergantung pada gambaran klinis saja, namun
tes laboratorium seperti uji diagnostik cepat influenza dapat membantu
untuk mengkonfirmasi diagnosis influenza dan untuk memantau
pengembangan epidemi.

Anamnesis

Gejala sistemik yang muncul mendadak setelah 1-2 hari periode inkubasi,
yang ditandai oleh demam, menggigil, nyeri otot, sakit kepala, lemas, dan
penurunan nafsu makan. Keluhan pernapasan seperti batuk kering, nyeri
tenggorok, dan pilek dapat terjadi bersamaan dengan gejala sistemik,
namun yang lebih menjadi keluhan utama biasanya adalah gejala sistemik
dibandingkan gejala pernapasan.

Nyeri otot terutama dikeluhkan pada tungkai dan lengan atau otot
punggung. Nyeri sendi tanpa disertai tanda-tanda radang sendi. Nyeri
pada mata khususnya saat melihat ke samping dan disertai rasa terbakar
atau peningkatan produksi air mata.

Gejala yang sugestif untuk influenza antara lain:


 Demam antara 37,8-40oC, kontinyu maupun intermiten, dengan
durasi 3 hari (dapat pula hingga 4-8 hari)
 Batuk, biasanya tanpa disertai dahak, kecuali apabila terdapat
komplikasi pneumonia
 Nyeri tenggorokan
 Pilek atau hidung tersumbat
 Nyeri otot
 Nyeri kepala
 Nyeri mata, dapat disertai mata berair
 Muntah
 Pada anak-anak dapat disertai dengan diare

Pemeriksaan Fisik
Status generalis umumnya menunjukkan pasien tampak lemah, flushing,
kulit teraba hangat dan lembab. Konjungtiva hiperemis dan berair,
membran mukosa hidung hiperemis, tanpa adanya eksudasi.

Pada auskultasi paru dapat ditemukan ronki kering yang transien atau
ronki basah yang terlokalisir. Pada anak-anak dapat terjadi limfadenopati
servikal dan gejala croup.   [2,12,13]

Diagnosis Banding
Pada situasi dimana terjadi wabah influenza, diagnosis klinis cukup akurat
khususnya pada kelompok pasien dewasa dengan akurasi hingga
90%[13,14]. Namun, pada kondisi tertentu (misalnya pada pasien yang
dirawat di rumah rawat atau pada anak-anak), diagnosis banding berikut
ini perlu dipertimbangkan:
 Infeksi respiratory syncytial virus (RSV)
 Pneumonia bakterial
 Faringitis streptokokal
 Infeksi virus parainfluenza
 Infeksi adenovirus
 Infeksi virus dengue
 Infeksi HIV/AIDS
 Pertusis
 Meningitis
 Malaria.  [2]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan pada kasus influenza yang


ringan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan cukup jelas dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang yang
digunakan untuk mengidentifikasi tipe strain virus influenza biasanya
hanya diperlukan pada kasus epidemik ataupun pandemik.

Uji Diagnostik Cepat Influenza


Pemeriksaan immunoassay untuk mengenali antigen nukleoprotein virus
tipe A dan B dari spesimen sekret jalan napas.
Sensitivitas uji diagnostik cepat influenza:
 Sensitivitas bervariasi antara 40-80% dibandingkan kultur virus
 Sensitivitas pada anak-anak lebih tinggi sehubungan dengan jumlah
virus yang dikandung dalam sekret hidung anak-anak dibanding dewasa
 Sensitivitas lebih tinggi pada hari-hari pertama sejak mulai muncul
gejala
Sampel terbaik adalah usapan atau aspirasi nasofaringeal dibandingkan
usap tenggorok atau sekret kumur. [15]

Uji Diagnostik Molekuler

Pemeriksaan bertujuan untuk mendeteksi asam nukleat virus dari


spesimen dengan tekniik hibridisasi asam nukleat dan polymerase chain
reaction (PCR).  PCR berpotensi lebih sensitif dibandingkan kultur virus
dan dapat mendeteksi subtipe virus secara cepat.

Sensitivitas PCR lebih baik menggunakan usapan nasofaringeal maupun


aspirat trakeal dan sputum (pada pasien dengan gejala infeksi saluran
napas bawah). [7]
Reagen untuk PCR virus H7N9. Sumber: DE Jordan, PHIL CDC, 2012.

Pemeriksaan Serologi
Berguna dalam diagnosis retrospektif infeksi influenza menggunakan
teknik fiksasi komplemen dan inhibisi hemaglutinasi.  Pemeriksaan ini
memerlukan perbandingan serum spesimen akut (dalam 7 hari sejak
awitan gejala) dan konvalesen dengan jarak pengumpulan spesimen 10-
20 hari.

Sangat terbatas manfaatnya untuk diagnosis influenza akut namun sangat


penting dalam penelitian virus influenza dan investigasi epidemiologi
serta evaluasi respon antibodi terhadap vaksinasi. [16]

Isolasi Virus
Virus dapat diisolasi dari spesimen usap rongga hidung, tenggorok,
bilasan rongga hidung, maupun sputum.  Sampel ditempatkan pada
wadah tertutup dengan medium transpor virus dan segera dikirim ke
laboratorium rujukan.  Spesimen kemudian diinokulasi pada biakan sel
ginjal hewan tertentu untuk melihat efek sitopatik/hemadsorpsi. 90%
kultur menunjukkan hasil positif setelah 3 hari sejak inokulasi, atau
maksimal 7 hari. [17]
Edukasi dan Promosi Kesehatan
Edukasi upaya pencegahan influenza mengharuskan menjaga kebersihan
seperti kebiasaan mencuci tangan dan menghindari menyentuh hidung
dan mulut perlu digalakkan, bersama dengan orang-orang yang terinfeksi
influenza yang menghindari kontak dekat dengan orang lain seperti izin
tidak masuk kantor atau sekolah. Promosi kesehatan vaksinasi influenza
penting untuk mengendalikan risiko epidemi dan menghindari dampak
ekonomi.

Promosi Kesehatan Upaya Pencegahan Influenza

Menjaga kebersihan diri merupakan tonggak utama dalam pencegahan


penyakit pada umumnya, termasuk influenza. Kebiasaan mencuci tangan
dan menghindari menyentuh hidung dan mulut perlu digalakkan.

Vaksinasi Influenza
Vaksinasi merupakan cara lain untuk mencegah terjadinya influenza dan
terutama ditujukan untuk mereka yang berisiko tinggi menderita penyakit
ini. Pemberian vaksin juga diberikan dengan tujuan untuk menghindari
penyakit ini dalam derajat yang berat, mengalami komplikasi penyakit
influenza, atau bahkan kematian.
Vaksin influenza. Sumber: D Jordan, PHIL CDC, 2011.

Gambar: Vaksin influenza harus cocok dengan virus yang beredar di


masyarakat sehingga vaksin umumnya dibuat tahunan. Gambar di atas
adalah contoh vaksin yang disesuaikan terhadap virus Influenza untuk
tahun 2011 - 2012.

Beberapa kelompok yang disarankan untuk mendapatkan vaksinasi rutin


tahunan oleh WHO, antara lain:
 Anak-anak, usia 6 bulan – 5 tahun
 Orang lanjut usia (berusia lebih dari 50 tahun)
 Penderita penyakit kronis
 Penderita penyakit yang menyebabkan penurunan imunitas
(misalnya HIV) atau penurunan imunitas yang disebabkan oleh
penggunaan obat-obatan tertentu
 Tenaga kesehatan
 Ibu hamil (seluruh usia kehamilan)
 Obesitas dengan Indeks Masa Tubuh ≥ 40 kg/m2
 Kemungkinan kontak dengan anak-anak kurang dari 5 tahun atau
lansia
 Kemungkinan kontak dengan penderita penyakit kronis untuk
menghindarkan penderita dari risiko tertular

Walaupun demikian, vaksinasi influenza tidak selalu berhasil dalam


mencegah penyakit tersebut. Hal ini disebabkan karena virus yang
terdapat pada vaksin harus cocok dengan virus yang sedang beredar di
masyarakat.

Salah satu hal yang dilakukan WHO untuk menangani hal tersebut adalah
dengan mengevaluasi jenis virus influenza yang menyerang manusia dan
memperbaharui isi dari vaksin 2 kali dalam setahun.

Obat-Obatan Antivirus Influenza


Pada kondisi terjadinya wabah, obat antiviral dapat digunakan untuk
pencegahan penyakit influenza ataupun pencegahan terjadinya
komplikasi..
Satu-satunya obat antiviral untuk influenza yang digunakan di Indonesia
adalah Oseltamivir. Namun, obat ini tersedia dalam jumlah terbatas dan
penggunaannya terbatas pada infeksi virus H5N1, baik masih dalam
bentuk kecurigaan atau sudah dipastikan.

Edukasi Upaya Pengendalian Penyakit


Beberapa saran yang dapat dilakukan untuk menghindari menularkan ke
orang lain adalah dengan:
 Beristirahat dan menghindari kontak dengan orang lain
 Menggunakan masker
 Menutup dengan tisu jika batuk atau bersin
 Menjaga kebersihan dengan sering mencuci tangan dengan air dan
sabun
Beberapa saran yang dapat dilakukan agar tidak terkena influenza pada
saat mengawasi penderita influenza:
 Hindari kontak langsung antara penderita dengan wajah Anda. Pada
anak-anak, hindari dengan cara menempatkan dagunya ke pundak Anda
 Cuci tangan setelah kontak dengan penderita dengan air dan sabun

Etiologi
Etiologi penyakit influenza adalah virus influenza. Ada 3 tipe virus
influenza, yaitu tipe A, B, dan C. Penyakit influenza terjadi akibat infeksi
virus influenza tipe A atau B. Virus influenza memiliki 2 antigen protein
pada permukaannya, yang dikenal dengan komponen hemagglutinin (HA)
dan neuraminidase (NA).

Perubahan pada kedua antigen tersebut membuat virus ini


labil.  Antigenic shift atau perubahan kecil pada kedua antigen tersebut
terjadi setiap musim dan terjadi secara perlahan.  Oleh karena itu, vaksin
influenza disesuaikan secara periodik untuk memberikan kekebalan pada
komunitas.

Penularan influenza terjadi melalui kontak erat dengan penderita. Virus


dari penderita dapat menginfeksi orang lain melalui droplet saat penderita
sedang batuk atau bersin dan melalui . Influenza dapat menular 2-5 hari
sejak gejala dirasakan pada orang dewasa dan sampai dengan 10 hari
pada anak-anak.  [3,6,7]

Faktor Risiko Influenza

Secara umum, vaksinasi influenza disarankan untuk semua individu


berusia diatas 6 bulan.  Namun, pada individu yang berisiko tinggi
mengalami komplikasi atau kontak langsung dengan individu yang
berisiko tinggi tersebut, prioritas vaksinasi harus dipertimbangkan ulang:

 Usia 6-59 bulan dan diatas 50 tahun


 Memiliki komorbiditas berupa riwayat penyakit paru kronik
(termasuk asma), penyakit jantung, ginjal, hati, kelainan darah (termasuk
anemia sel sabit), gangguan metabolik (termasuk diabetes melitus
1 atau diabetes melitus 2), penyakit saraf, neuromuskular, dan gangguan
perkembangan (termasuk kelainan pada otak, saraf spinal, saraf tepi, dan
otot; seperti palsi serebral, epilepsi, stroke, retardasi mental),
keterlambatan perkembangan, distrofi otot, dan cedera spinal
 Dalam kondisi imunosupresi (terkait obat maupun infeksi HIV)
 Dalam kondisi hamil saat musim flu
 Usia 6 bulan hingga 18 tahun dan menerima terapi aspirin jangka
panjang
 Tinggal di rumah perawatan, panti jompo, atau fasilitas perawatan
kronik lain
 Indeks massa tubuh (IMT) ≥ 40 kg/m2 untuk dewasa; atau IMT >
+2.33 standar deviasi untuk anak-anak
 Petugas kesehatan yang merawat pasien berisiko tinggi influenza
 Kontak erat dari anak di bawah usia 5 tahun atau dewasa diatas 50
tahun
 Kontak erat dari individu yang memiliki komorbiditas,  [1,2]

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk sebagian besar pasien dengan infeksi influenza
adalah pengobatan suportif dengan istirahat, paracetamol dan hidrasi
cukup. Penatalaksanaan influenza mencakup pengenalan dini komplikasi
seperti pneumonia dan pengobatan yang tepat. Obat antivirus tertentu
tersedia influenza namun memberikan sedikit pengurangan gejala atau
durasi penyakit.
Penanganan Pertama

 Banyak beristirahat dan hindari kontak dengan orang lain


 Cukupi kebutuhan cairan dengan banyak minum
 Konsumsi paracetamol atau ibuprofen untuk mengurangi gejala
sistemik

Rawat Jalan

Pemberian obat antivirus (oseltamivir oral atau zanamivir inhalasi) dapat


dilakukan dalam skema rawat jalan apabila seluruh kriteria berikut
terpenuhi:
 Pasien termasuk dalam kategori kelompok berisiko yang memiliki
prognosis lebih buruk dibanding orang sehat yang terinfeksi influenza
 Terdapat pemberitahuan petugas kesehatan atau pemerintah
bahwa sedang ada wabah influenza
 Pasien dapat memulai terapi dalam kurun waktu 48 jam sejak
awitan gejala (pemberian obat setelah 48 jam hanya boleh
dipertimbangkan pada kondisi terbatas oleh spesialis penyakit infeksi).
Pertimbangkan pemberian oseltamivir oral walaupun pasien bukan
kelompok berisiko namun secara klinis berpotensi mengalami
komplikasi serius dari influenza. Lakukan evaluasi pengobatan setelah
satu minggu untuk memastikan perbaikan gejala dan menyingkirkan
adanya komplikasi sekunder. [2]

 Persiapan rujukan ke rumah sakit

Beberapa tanda bahaya pada penyakit influenza yang perlu diperhatikan


pada orang dewasa antara lain:
 Terlihat sesak atau nafas menjadi semakin cepat
 Nyeri atau terasa berat pada bagian dada dan/atau abdomen
 Muntah yang hebat atau terus-menerus
 Gejala influenza yang dialami berkurang atau membaik, namun
muncul kembali dengan demam dan batuk yang lebih hebat
Beberapa tanda bahaya tambahan untuk anak-anak, antara lain:
 Kuku jari-jari dan bibir terlihat biru
 Kesadaran menurun atau kurang bisa diajak untuk berkomunikasi
dan berinteraksi
 Demam disertai dengan ruam
Kriteria rawat inap pada pasien influenza:
 Terdapat komplikasi influenza atau pasien mengalami penyakit
serius lain selain influenza, termasuk pneumonia, diabetes, maupun
pasien yang masih memiliki kemungkinan diagnosis banding lain yang
serius (misalnya malaria dan meningitis).
 Anak-anak di bawah usia 1 tahun dan memiliki faktor risiko
komplikasi influenza. [2]

Obat-obatan 
Untuk orang dewasa yang mengalami imunosupresi berat dan anak-anak
berusia diatas 5 tahun, zanamivir merupakan lini pertama. Jika zanamivir
tidak memungkinkan, oseltamivir dapat menjadi pilihan kedua.
Untuk pasien dengan gangguan ginjal, zanamivir merupakan obat pilihan.
Jika oseltamivir harus digunakan, lakukan penyesuaian dosis berdasarkan
derajat kerusakan ginjal.
Untuk kelompok pasien dewasa dan anak-anak lainnya (termasuk wanita
hamil), gunakan oseltamivir sebagai terapi lini pertama, kecuali terdapat
bukti adanya resistensi oseltamivir. Dalam kondisi resistensi oseltamivir,
maka pertimbangkan zanamivir untuk dewasa dan anak-anak diatas 5
tahun, atau rujuk ke spesialis penyakit infeksi untuk pertimbangan
pemberian nebulisasi zanamivir   [2,18,19]

Oseltamivir
Bekerja terhadap virus influenza tipe A dan B dengan menghambat
neuraminidase
Indikasi dan dosis:
 Profilaksis influenza (oral):
 Usia 1-2 bulan : 2,5 mg/kg/hari selama 10 hari pasca paparan
 Usia 3-11 bulan : 3 mg/kg/hari selama 10 hari pasca paparan
 Usia 1-12 tahun : 30 mg/hari (untuk BB 10-15 kg); 45 mg/hari
(BB 15-23 kg); 60 mg/hari (BB 23-40 kg); 75 mg/hari (BB > 40 kg) selama
10 hari
 Usia 13-17 tahun : 75 mg/hari selama 10 hari untuk
profilaksis; dan selama 6 minggu ketika epidemi
 Dewasa : 75 mg/hari selama 10 hari untuk profilaksis; dan
selama 6 minggu ketika epidemi
 Pengobatan influenza (oral):
 Usia 1-2 bulan : 2,5 mg/kg dua kali sehari selama 5 hari
 Usia 3 bulan-12 tahun : 3 mg/kg dua kali sehari selama 5 hari,
dapat ditingkatkan hingga doksis maksimum 75 mg dua kali sehari
selama lima hari
 Dewasa dan anak-anak dengan BB > 40 kg : 75 mg dua kali
sehari selama 5 hari
Efek samping:
 Sering : nyeri perut, gejala dispepsia, sakit kepala, mual, muntah
 Jarang : gangguan kesadaran, ruam, gangguan irama jantung,
perdarahan saluran cerna, trombositopenia, sindrom Steven-Johnson,
gangguan penglihatan, dan gangguan neuropsikiatri.  [20]
Oseltamivir. Sumber: Oleg Juhmas, Freepik.
Zanamivir
Bekerja dengan menurunkan replikasi virus influenza A dengan
menghambat neuraminidase
Indikasi dan dosis:
 Pencegahan influenza (inhalasi serbuk):
 Usia 5-17 tahun : 10 mg/hari selama 10 hari
 Dewasa : 10 mg/hari selama 10 hari
 Pencegahan influenza epidemik (inhalasi serbuk)
 Usia 5-17 tahun : 10 mg/hari selama 28 hari
 Dewasa : 10 mg/hari selama 28 hari
 Pengobatan influenza (inhalasi serbuk)
 Usia 5-17 tahun : 10 mg dua kali sehari selama 5-10 hari
 Dewasa : 10 mg dua kali sehari selama 5-10 hari
Efek samping
 Sering : ruam
 Jarang : angioedema, bronkospasme, sesak, urtikaria, gangguan
neuropsikiatrik, sindrom Steven-Johnson. [2,18,19, 20]

Anda mungkin juga menyukai