Anda di halaman 1dari 13

TUGAS

MAKALAH INFLUENZA

OLEH :
KELOMPOK 2

ASNI TANDA FAHNI


CHERI ANDINI
ELEN APRILIA
FERI FEBRIANTO
LA ODE MUH. NAIN YAHYA
MEGA HASMIRANDA P.
NILUH EKY AVISVANI A.S
NUR AFNI KHOLIZA
NUR ANISA

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIVERSITAS ANDALA WALUYA
KENDARI
2021
1. Pengertian
Influenza adalah penyakit virus yang berhubungan dengan mortalitas
tinggi dan rawat inap yang tinggi tarif di antara orang-orang di bawah usia 65
tahun.
2. Gejala klinis
Tanda dan gejala klasik influenza termasuk demam yang cepat, mialgia,
sakit kepala,malaise, batuk tidak produktif, sakit tenggorokan, dan rinitis.
Mual, muntah, dan otitis media juga sering dilaporkan pada anak-anak. Tanda
dan gejala biasanya hilang dalam 3 sampai 7 hari, meskipun batuk dan malaise
bisa saja bertahan selama lebih dari 2 minggu.
3. Patofisiologi
Patofisiologi influenza dimulai dari inhalasi droplet virus influenza,
diikuti replikasi virus dan kemudian infeksi virus menyebabkan inflamasi pada
saluran pernafasan.Virus influenza masuk melalui inhalasi dari droplet yang
infeksius, aerosol partikel mikro, maupun inokulasi langsung lewat sentuhan
tangan dari penderita. Virus kemudian mengikat reseptor asam sialat yang
terdapat pada sel epitel jalan napas, khususnya di trakea dan bronkus.
Kemudian, replikasi virus mencapai puncaknya dalam 48 jam pasca infeksi dan
jumlah virus berhubungan langsung dengan derajat keparahan penyakit.
Pada kasus yang berat, terdapat perluasan infeksi virus mencapai bagian
paru-paru distal yang sesuai dengan karakteristik pneumonitis interstisial. 
Kerusakan pada alveoli yang disertai pembentukan membran hialin
menyebabkan perdarahan dan eksudat keluar dari kapiler alveolar menuju
lumen yang kemudian mengakibatkan gangguan pertukaran gas dan disfungsi
napas berat.
Respon imun tubuh terhadap virus influenza mencakup peningkatan
sitokin proinflamasi seperti IL-6 dan IFN-α oleh sel yang terinfeksi. 
Peningkatan sitokin memuncak pada 48 hari kedua pascainfeksi dan sesuai
dengan berat gejala yang dialami pasien.
Antibodi serum (IgM, IgG, dan IgA) terhadap hemaglutinin (HA) dan
neuraminidase (NA) baru muncul setelah satu minggu pascainfeksi dan belum
berperan dalam proteksi terhadap penyakit akut, namun dapat memberikan
imunitas dan proteksi terhadap reinfeksi oleh tipe virus yang sama hingga
beberapa tahun. 
4. Epidemiologi
Influenza merupakan penyakit yang dapat menjalar dengan cepat di
lingkungan masyarakat. Walaupun ringan penyakit ini tetap berbahaya untuk
mereka yang berusia sangat muda dan orang dewasa dengan fungsi
kardiopulmoner yang terbatas. Juga pasien yang berusia lanjut dengan penyakit
ginjal kronik atau ganggugan metabolik endokrin dapat meninggal akibat
penyakit yang dikenal tidak berbahaya ini. Serangan penyakit ini tercatat
paling tinggi pada musim dingin di negara beriklim dingin dan pada waktu
musim hujan di negara tropik.  Pada saat ini sudah diketahui bahwa pada
umumnya dunia dilanda pandemi oleh influenza 2-3 tahun sekali. Jumlah
kematian pada pandemi ini dapat mencapai puluhan ribu orang dan jauh lebih
tinggi dari pada angka-angka pada keadaan non-epidemik.
Risiko komplikasi, kesakitan, dan kematian influenza lebih tinggi pada
individu di atas 65 tahun, anak-anak usia muda, dan individu dengan penyakit-
penyakit tertentu. Pada anak-anak usia 0-4 tahun, yang berisiko tinggi
komplikasi angka morbiditasnya adalah 500/100.000 dan yang tidak berisiko
tinggi adalah 100/100.000 populasi. Pada epidemi influenza 1969-1970 hingga
1994-1995, diperkirakan jumlah penderita influenza yang masuk rumah sakit
16.000 sampai 220.000/epidemik.  Kematian influenza dapat terjadi karena
pneumonia dan juga eksaserbasi kardiopulmoner serta penyakit kronis lainnya.
Penelitian di Amerika dari 19 musim influenza diperkirakan kematian yang
berkaitan influenza kurang lebih 30 hingga lebih dari 150 kematian / 100.000
penderita dengan usia > 65 tahun. Lebih dari 90% kematian yang disebabkan
oleh pneumonia dan influenza terjadi pada penderita usia lanjut.
Di Indonesia telah ditemukan kasus flu burung pada manusia, dengan
demikian Indonesia merupakan negara ke lima di Asia setelah Hongkong,
Thailand, Vietnam dan Kamboja yang terkena flu burung pada
manusia.  Hingga 5 Agustus 2005, WHO melaporkan 112 kasus A (H5N1)
pada manusia yang terbukti secara pemeriksaan mikrobiologi berupa biakan
atau PCR. Kasus terbanyak dari Vietnam, disusul Thailand, Kamboja dan
terakhir Indonesia.  Hingga Agustus 2005, sudah jutaan ternak mati akibat
avian influenza. Sudah terjadi ribuan kontak antar petugas peternak dengan
unggas yang terkena wabah. Ternyata kasus avian influenza pada manusia
yang terkonfirmasi hanya sedikit diatas seratus. Dengan demikian walau
terbukti adanya penularan dari unggas ke manusia, proses ini tidak terjadi
dengan mudah. Terlebih lagi penularan antar manusia, kemungkinan terjadinya
lebih kecil lagi.
5. Faktor Resiko Influenza
Farktor Resiko YangNmempengaruhi Influenza Yakni (Berdasarkan
Dipiro Edisi 9 ) :
a. Usia
b. kompetensi imun
c. Karakteristik virus
d. Merokok
e. Komorbiditas
f. kehamilan
g. Riwayat penyakit sebelumnya
6. Klasifikasi Influenza
Klasifikasi Influenza Yakni Terbagi Atas:
a. Tipe A merupakan virus yang pada umumnya menyerang hewan rendah dan
unggas. Virus influenza tipe A terdiri dari 16 sub tipe dan semuanya dapat
menyerang unggas. Semua wabah highly pathogenic avian influenza (HPAI)
disebabkan virus influenza tipe A sub tipe H5 dan H7, Influenza tipe ini
merupakan virus penyebab influenza yang bersifat epidemik (Depkes,
2006).
b. Tipe B, biasanya hanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan dari tipe
A dan kadang-kadang saja sampai mengakibatkan epidemi (Depkes, 2006).
c. Tipe C merupakan tipe yang diragukan patogenitasnya untuk manusia,
mungkin hanya menyebabkan gangguan ringan saja. Penyakit virus lain
yang dapat menyerang pernapasan selain influenza antara lain adeno virus,
parainfluenza virus, rinovirus, respiratory syncytial virus, cytomegalovirus
dan enterovirus (Nelson, 1996).
7. Diagnosis Influenza
a. Anamnesis
Gejala sistemik yang muncul mendadak setelah 1-2 hari periode
inkubasi, yang ditandai oleh demam, menggigil, nyeri otot, sakit kepala,
lemas, dan penurunan nafsu makan. Keluhan pernapasan seperti batuk
kering, nyeri tenggorok, dan pilek dapat terjadi bersamaan dengan gejala
sistemik, namun yang lebih menjadi keluhan utama biasanya adalah gejala
sistemik dibandingkan gejala pernapasan.
Nyeri otot terutama dikeluhkan pada tungkai dan lengan atau otot
punggung. Nyeri sendi tanpa disertai tanda-tanda radang sendi. Nyeri pada
mata khususnya saat melihat ke samping dan disertai rasa terbakar atau
peningkatan produksi air mata.
Gejala yang sugestif untuk influenza antara lain:
 Demam antara 37,8-40oC, kontinyu maupun intermiten, dengan durasi 3
hari (dapat pula hingga 4-8 hari)
 Batuk, biasanya tanpa disertai dahak, kecuali apabila terdapat komplikasi
pneumonia
 Nyeri tenggorokan
 Pilek atau hidung tersumbat
 Nyeri otot
 Nyeri kepala
 Nyeri mata, dapat disertai mata berair
 Muntah
 Pada anak-anak dapat disertai dengan diare
b. Pemeriksaan Fisik
Status generalis umumnya menunjukkan pasien tampak
lemah, flushing, kulit teraba hangat dan lembab. Konjungtiva hiperemis dan
berair, membran mukosa hidung hiperemis, tanpa adanya eksudasi. Pada
auskultasi paru dapat ditemukan ronki kering yang transien atau ronki basah
yang terlokalisir. Pada anak-anak dapat terjadi limfadenopati servikal dan
gejala croup.
c. Diagnosis Banding
Pada situasi dimana terjadi wabah influenza, diagnosis klinis cukup
akurat khususnya pada kelompok pasien dewasa dengan akurasi hingga
90%[13,14]. Namun, pada kondisi tertentu (misalnya pada pasien yang
dirawat di rumah rawat atau pada anak-anak), diagnosis banding berikut ini
perlu dipertimbangkan:
 Infeksi respiratory syncytial virus (RSV)
 Pneumonia bacterial
 Faringitis streptokokal
 Infeksi virus parainfluenza
 Infeksi adenovirus
 Infeksi virus dengue
 Infeksi HIV/AIDS
 Pertusis
 Meningitis
 Malaria. 
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang jarang diperlukan pada kasus influenza yang
ringan karena diagnosis biasanya dapat ditegakkan cukup jelas dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang yang digunakan
untuk mengidentifikasi tipe strain virus influenza biasanya hanya
diperlukan pada kasus epidemik ataupun pandemik.
e. Uji Diagnostik Cepat Influenza
Pemeriksaan immunoassay untuk mengenali antigen nukleoprotein
virus tipe A dan B dari spesimen sekret jalan napas.
Sensitivitas uji diagnostik cepat influenza:
 Sensitivitas bervariasi antara 40-80% dibandingkan kultur virus
 Sensitivitas pada anak-anak lebih tinggi sehubungan dengan jumlah
virus yang dikandung dalam sekret hidung anak-anak dibanding
dewasa
 Sensitivitas lebih tinggi pada hari-hari pertama sejak mulai muncul
gejala
Sampel terbaik adalah usapan atau aspirasi nasofaringeal dibandingkan
usap tenggorok atau sekret kumur.
f. Uji Diagnostik Molekuler
Pemeriksaan bertujuan untuk mendeteksi asam nukleat virus dari
spesimen dengan tekniik hibridisasi asam nukleat dan polymerase chain
reaction (PCR).  PCR berpotensi lebih sensitif dibandingkan kultur virus
dan dapat mendeteksi subtipe virus secara cepat. Sensitivitas PCR lebih baik
menggunakan usapan nasofaringeal maupun aspirat trakeal dan sputum
(pada pasien dengan gejala infeksi saluran napas bawah).
g. Pemeriksaan Serologi
Berguna dalam diagnosis retrospektif infeksi influenza menggunakan
teknik fiksasi komplemen dan inhibisi hemaglutinasi.  Pemeriksaan ini
memerlukan perbandingan serum spesimen akut (dalam 7 hari sejak awitan
gejala) dan konvalesen dengan jarak pengumpulan spesimen 10-20 hari.
Sangat terbatas manfaatnya untuk diagnosis influenza akut namun
sangat penting dalam penelitian virus influenza dan investigasi epidemiologi
serta evaluasi respon antibodi terhadap vaksinasi.
h. Isolasi Virus
Virus dapat diisolasi dari spesimen usap rongga hidung, tenggorok,
bilasan rongga hidung, maupun sputum.  Sampel ditempatkan pada wadah
tertutup dengan medium transpor virus dan segera dikirim ke laboratorium
rujukan.  Spesimen kemudian diinokulasi pada biakan sel ginjal hewan
tertentu untuk melihat efek sitopatik/hemadsorpsi. 90% kultur menunjukkan
hasil positif setelah 3 hari sejak inokulasi, atau maksimal 7 hari.
8. Terapi Farmakologi dan Non Farmakologi
 Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi yang dilakukan untuk influenza yakni:
a. Penghambat neuraminidase adalah satu-satunya obat antivirus yang
tersedia untuk pengobatan dan profilaksis influenza dan adalah
oseltamivir dan zanamivir. IV peramivir adalah penghambat NA lain
yang sedang diselidiki untuk pengobatan influenza. Adamantanes
(amantadine dan rimantadine) tidak lagi direkomendasikan karena
resistensi yang tinggi di antara virus influenza.
b. Oseltamivir dan zanamivir adalah penghambat neuraminidase yang
memiliki aktivitas melawan virus influenza A dan influenza B. Ketika
diberikan dalam waktu 48 jam setelah timbulnya penyakit, oseltamivir
dan zanamivir dapat mengurangi durasi penyakit sampai 1 hari
dibandingkan dengan plasebo. Manfaatnya sangat bergantung pada
waktu mulai pengobatan, idealnya dalam waktu 12 jam setelah timbulnya
penyakit.
c. Oseltamivir disetujui untuk pengobatan pada mereka yang berusia lebih
dari 1 tahun; zanamivir disetujui untuk pengobatan pada mereka yang
berusia lebih dari 7 tahun. Dosis yang dianjurkan bervariasi menurut
agen dan usia, dan durasi pengobatan yang dianjurkan untuk kedua obat
adalah 5 hari.
Adult Adult Pediatric Pediatric
Drug
Treatment Prophylaxis Treatment Prophylaxis
Oseltamivir Kapsul 75 Kapsul 75 mg Untuk < 3 Untuk <3 bulan
mg 2x setiap hari bulan 12 mg tidak di
sehari 2x sehari, 3-5 rekomendasika
selama 5 bulan 20 mg n. Sesuai data
hari 2x sehari grup 3-4 bulan
setiap hari, 6- 20 mg setiap
11 bulan 25 hari, 6-11 bulan
mg 2x sehari
setiap hari,
dan 25 mg 2x
sehari setiap
hari untuk
umur > 1
tahun.
Sedangkan 25 mg setiap
untuk berat hari, dan untuk
badan 15 kg bb 15 kg 30 mg
30 mg 2x setiap hari, 16-
sehari setiap 23 kg 45 mg
hari, 16- 23 setiap hari, 23-
kg 45 mg 2x 40 kg 60 mg
sehari setiap setiap hari, 23-
hari, 23-40 kg 40 kg 75 mg
45 mg 2x setiap hari.
sehari setiap
hari dan
untuk bb > 40
kg 75 mg 2x
sehari setiap
hari selama 5
hari.
2 inhalasi 2 inhalasi 2x
2x sehari sehari setiap 2 inhalasi setiap
2 inhalasi setiap
Zanamivir setiap hari hari selama 5 hari untuk umur
hari
selama 5 hari untuk 5 tahun.
hari umur 7 tahun
d. Komplikasi neuropsikiatri yang terdiri dari delirium, kejang, halusinasi,
dan cedera diri pada pasien anak telah dilaporkan setelah pengobatan
dengan oseltamivir.
e. Oseltamivir dan zanamivir telah digunakan selama kehamilan, tetapi data
keamanan klinis yang solid masih kurang. Baik adamantanes dan
inhibitor neuraminidase diekskresikan dalam ASI dan harus dihindari
oleh ibu yang menyusui bayinya. Diperlukan lebih banyak penelitian
pada populasi ini yang berisiko tinggi untuk penyakit serius dan
komplikasi dari influenza.

Efek samping dan interaksi dari masing-masing obat :


 Oseltamivir efek sampingnya yaitu berupa dermatitis, mual, muntah,
sakit kepala, dan gangguan neuropsikiatri seperti halusinasi. Salah satu
interaks obatnya yaitu penggunaan bersama dengan probenesid yang
dapat menyebabkan peningkatan paparan terhadap oseltamivir
karboksilat sebanyak 2x lipat, hal ini disebabkan karena penurunan
sekresi tubulus ginjal.
 Zanamivir efek sampingnya yaitu berupa diare, mual dan muntah, sakit
kepala atau pusing, batuk, sulit bernafas, sakit telinga, dan gejala filek
seperti hidung tersumbat dan sakit tenggorokan. Sedangkan interaksi
obatnya zanamivir berinteraksi dengan vaksin flu di hidung (Flumist)
yang digunakan bersamaan dengan zanamivir dapat menganggu
perlindungan dari vaksin flu tersebut.
 Terapi Non Farmakologi
 Pasien yang menderita influenza harus cukup tidur dan menjaga tingkat
aktivitas yang rendah. Mereka harus tinggal di rumah dari pekerjaan dan /
atau sekolah untuk istirahat dan mencegah penyebaran infeksi.
 Asupan cairan yang tepat harus dipertahankan. Tablet hisap untuk batuk /
tenggorokan, teh hangat, atau sup dapat membantu mengendalikan gejala
(batuk dan sakit tenggorokan).
9. Monitoring Perkembangan Penyakit

Monitoring adalah usaha yang terus menerus yang ditujukan untuk


mendapatkan taksiran kesehatan dan penyakit pada populasi yang dilakukan
oleh pusat dan daerah serta laboratorium (BPPV/BBV). Pelaporan meliputi
laporan situasi penyakit dan perkembangan pelaksanaan, pengendalian dan
pemberantasan penyakit:

Melakukan pencegahan pwnularan/faktor risiko yaitu


a. Kontak langsung dengan unggas sakit/mati (close contact, menyentuh,
menyembelih, mengubur, mengolah, dll)
b. Lingkungan: udara, air, tanah, lumpur, pupuk, alat yang tercemar virus

Pelaksanaan evaluasi dilakukan setelah selesai kegiatan operasional


lapangan.Materi yang penting diantaranya adalah penyediaan dan distribusi
sarana (vaksin, obat, peralatan dan lain-lain), realisasi pelaksanaan operasional
(vaksinasi, pengamatan, diagnosa, langkah-langkah/tindakan yang telah
diambil dalam pengendalian dan pemberantasan) serta situasi penyakit (sakit,
mati, stamping out, kasus terakhir) dan lain-lain.

10. Monitoring ESO


Dilakukan monitoring efek samping obat.
a. Oseltamivir
Penyesuaian dosis direkomendasikan untuk pasien dengan
kreatininklirens 10-30 mL/menit. Pada kondisi ini, direkomendasikan
penurunan dosis menjadi 75 mg sekali sehari selama 5 hari. Profilaksis :
untuk profilaksis, penyesuaian dosis direkomendasikan untuk pasien
dengan kreatininklirens 10 – 30 mL/menit. Pada kondisi
ini,direkomendasikan penurunan dosis menjadi 75 mg pada waktu
tertentu.
Pengawasan fungsi hati sebaiknya dilakukan karena terdapat
laporan efek samping terjadinya abnormalitas hasil tes fungsi hati. Selain
itu terdapat laporan kasus kenaikan SGOT dan SGPT pada anak berusia 6
tahun yang mendapat oseltamivir dengan dosis 60 mg dua kali sehari.
Kenaikan tersebut mulai terjadi pada hari ke-2 pemberian oseltamivir.
b. Zanamivir
Pasien dengan penyakit pernapasan : Zanamivir tidak menunjukkan
efektif dan mungkin berisiko untuk pasien dengan penyakit saluran
pernapasan parah seperti asma dan penyakit pernapasan serius lainnya.
Dengan demikian, zanamivir tidak direkomendasikan untuk pasien
dengan gangguan saluran pernapasan seperti asma.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, WHO Indonesia, 1 Juli 2006.


Pedoman Surveilans Epidemiologi Avian Influenza Integrasi di
Indonesia. Jakarta.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015,.
Pharmacotherapy Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education.
Companies, Inggris.
Nelson, W.E, 1996, Nelson Textbook of Pediatrics, WB. Sounders Company,
Philadelphia, p: 215-218

Anda mungkin juga menyukai