Anda di halaman 1dari 25

TUGAS ANTROPOLOGI

IMPLIKASI ANTROPOLOGI DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

Dosen Pembimbing :
Rini Ambarwati, S.Kep.Ns, M.Si.
Disusun Oleh :
1. Dila Vidi Diarti (P27820119063)
2. Dimastya Andy Setyawan (P27820119064)
3. Diyah Ajeng Kusuma Wardani (P27820119065)
4. Dwi Rachmawati (P27820119066)
5. Eka Viola Vernanda (P27820119067)
6. Enita Dyah Pertiwi (P27820119068)
7. Faiqotuz Zahro (P27820119069)
8. Farah Hanafiyah (P27820119070)
9. Hamida Agum Nur Islami (P27820119071)
10. Hanna Salsabila Inka Putri (P27820119072)
11. Ilham Itsnani Khadafi (P27820119073)
12. Jihan Novita Permata Sari (P27820119074)
Kelompok 2
Tingkat I – Reguler B
POLTEKKES KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN SOETOMO SURABAYA
TAHUN AJARAN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat taufik,
hidayah, serta inayah-NYA kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini yang kami beri judul “Implikasi Antropologi dalam Praktik
Keperawatan”.
Dalam proses penyusunan makalah ini tentunya kami kelompok 2
mengalami berbagai masalah. Namun berkat arahan dan dukungan dari beberapa
pihak akhirnya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, kami  kelompok 2 mengucapkan terima kasih kepada
dosen mata perkuliahan, yaitu ibu Rini Ambarwati, S.Kep.Ns, M.Si , yang telah
membimbing kami dalam proses penyusunan makalah ini.
Kami sebagai penyusun  menyadari makalah ini masih belum sempurna,
baik dari isi maupun penjelasan dari makalah ini, maka dari itu kami  kelompok 2
meminta maaf jika makalah kami masih banyak kekurangannya  apabila ada kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini kami mengucapkan
terima kasih.

Surabaya,30 April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 2
1.3 Tujuan....................................................................................................... 2
1.4 Manfaat..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 3
2.1 Manfaat Sosiologi dalam Bidang Kesehatan Masyarakat......................... 3
2.2 Penerapan Sosiologi dalam Praktik Medis dan Keperawatan................... 5
2.3 Sistem Medis Tradisional.......................................................................... 7
2.4 Praktik Medis Tradisional di Masyarakat dalam Berbagai Budaya.......... 10
2.5 Pengaruh Sosial Budaya dalam Status Kesehatan.................................... 12
2.6 Konflik Budaya dalam Asuhan Keperawatan........................................... 14
BAB III PENUTUP............................................................................................. 21
3.1 Kesimpulan............................................................................................... 21
3.2 Saran.......................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Antropologi Kesehatan adalah cabang dari antropologi terapan yang
menangani berbagai aspek dari kesehatan dan penyakit (Weaver, 1968;1).
Antropologi kesehatan sebagai ilmu akan memberikan suatu sumbangan pada
pengemban pelayanan kesehatan, termasuk didalamnya obstetri ginekologi
sosial. Bentuk dasar sumbangan keilmuan tersebut berupa pola pemikiran,
cara pandang atau bahkan membantu dengan paradigma untuk menganalisis
suatu situasi kesehatan, berdasarkan perspektif yang berbeda dengan sesuatu
yang telah dikenal para petugas kesehatan saat ini.
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, berbagai ilmu yang
menunjang profesi sangat diperlukan guna mendukung tenaga kerja yang
profesional. di dalam bidang kesehatan itu sendiri, khususnya perawat
berbagai bidang ilmu yang mencakup bidangnya sangat penting untuk
dikuasai dan dipahami. salah satunya yaitu antropologi kesehatan. Sejarah
keilmuan yang sedang dipelajari bermula dari filsafat sebagai “mother of
science” dalam ilmu yang mempelajari manusia terdiri dari sosiologi,
antropologi dan psikologi. Dalam perkembangan keilmuan selanjutnya,
ketiga ilmu ini dikategorikan sebagai ilmu perilaku.  
Hubungan antara budaya dan kesehatan  sangatlah erat hubungannya,
sebagai salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat
bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka.
Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap
kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang
tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya
mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang
proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau
budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan. Berdasarkan latar
belakang di atas maka penulis tertarik untuk membahas tentang hubungan
ilmu Antropologi kesehatan dan penerapannya dalam ilmu keperawatan.

1
1.2 Rumusan masalah
1. Apa manfaat sosiologi dalam bidang kesehatan masyarakat?
2. Bagaimana penerapan sosiologi dalam praktik medis dan keperawatan?
3. Bagaimana sistem medis tradisional?
4. Bagaimana paktik medis tradisional di masyarakat dalam berbagai
budaya?
5. Apa pengaruh sosial budaya dalam status kesehatan?
6. Bagaimana konflik budaya dalam asuhan keperawatan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas antropologi kesehatan mengenai Implikasi
Antropologi dalam Praktik Keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Agar dapat mengetahui manfaat sosiologi dalam bidang kesehatan
masyarakat
2. Agar dapat mengetahui penerapan sosiologi dalam praktik medis dan
keperawatan
3. Agar dapat mengetahui sistem medis tradisional
4. Agar dapat mengetahui praktik medis tradisional di masyarakat
dalam berbagai budaya
5. Agar dapat mengetahui pengaruh sosial budaya dalam status
kesehatan
6. Agar dapat mengetahui konflik budaya dalam asuhan keperawatan

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui manfaat sosiologi dalam bidang kesehatan
masyarakat
2. Mahasiswa dapat mengetahui penerapan sosiologi dalam praktik medis
dan keperawatan
3. Mahasiswa dapat mengetahui sistem medis tradisional

2
4. Mahasiswa dapat mengetahui paktik medis tradisional di masyarakat
dalam berbagai budaya
5. Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh sosial budaya dalam status
kesehatan
6. Mahasiswa dapat mengetahui konflik budaya dalam asuhan keperawatan

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Manfaat Sosiologi dalam Bidang Kesehatan Masyarakat


Adapun manfaat mempelajari sosiologi bagi kesehatan adalah sebagai berikut,
1. Mempelajari cara orang meminta pertolongan medis (help-seeking)
2. Memberikan analisis mengenai hubungan tenaga medis dan klien
3. Mengetahui latar belakang sosial-ekonomi masyarakat dalam
pemanfaatan layanan kesehatan
4. Menganalisis faktor-faktor sosial dalam hubungannya dengan etiologi
penyakit,
5. Analisis sosiologis mengenai masalah sosial mengenai sakit, cacat
fisik, dan sejenisnya yang merupakan fakta sosial.
Dalam menganalisis situasi kesehatan, sosiologi kesehatan bermanfaat
untuk mempelajari cara orang mencari pertolongan medis. Selain itu,
perhatian sosiologi terhadap perilaku sakit umumnya dipusatkan pada
pemahaman penduduk mengenai gejala penyakit serta tindakan yang dianggap
tepat menurut tata nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Manfaat sosiologi kesehatan yang lain adalah menganalisis faktor-faktor sosial
dalam hubungannya dengan etiologi penyakit. Aspek lain yang menjadikan
sosiologi bermanfaat bagi praktik medis bahwa sakait dan cacat fisik selain
sebagai fakta sosial juga sebagai fakta medis. Sosiologi kesehatan juga
memberikan analisis tentang hubungan tenaga medis dan klien.
Dalam pengembangan sosiologi kesehatan ini, seorang tenaga medis dapat
mengembangkan sikap “verstehen” yaitu kemampuan untuk menyelami apa
yang dirasakan oleh pasien atau masyarakat itu sendiri. Untuk kemudian,
setelah memahami apa yang dialami oleh pasien, baru pada tahap selanjutnya
dianalisis berdasarkan ilmu kesehatan yang sudah dimilikinya. Dengan
demikian, penerapan ilmu sosiologi kesehatan dapat disebut sebagai satu
upaya membangun pendekatan terpadu antara etik dan emik, sehingga layanan
kesehatan lebih bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya.

4
Menurut Fauzi Muzaham, tujuan penerapan sosiologi dalam bidang
kedokteran dan kesehatan antara lain untuk menambah kemampuan para
dokter dalam melakukan penilaian klinis secara lebih rasional, menambah
kemampuan untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dialami dalam
prarktik, mampu memahami dan menghargai perilaku pasien, kolega serta
organisasi, dan menambah kemampuan dan keyakinan dokter dalam
menangani kebituhan sosial dan emosional pasien, sebaik kemampuan yang
mereka miliki dan menangani gangguan penyakit yang diderita pasien.

2.2 Penerapan Sosiologi dalam Praktik Medis dan Keperawatan


Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival klien dan
dalam aspek-aspek pemelihatraan, rehabilitatif, dan preventif perawatan
kesehatan. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah
mengidentifikasi proses pemecahan masalah sebagai berikut.
1. Data dasar pasien, meliputi pengkajian mencakup data yang dikumpulkan
melalui wawancara, pengumpulan riwayat kesehatan, pengkajian fisik
pemeriksaan laboratorium diagnostik, serta tinjauan catatn sebelumnya
2. Prioritas diagnosis keperawatan, untuk memudahkan pengurutan diagnosis
keperawatan sebagai pedoman rencana keperawatan.
3. Pemulangan klien sesuai dengan kondisi kesehatan yang diharapkan.
Perawat sebagai anggota tim kesehatan menggunakan diagnosis
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan. Diagnosis keperawatan
dikelompokkan berdasarkan tingkatan kebutuhan dasar menusia yang
merupakan perpaduan beberapa teori, etrutama hierarki kebutuhan Maslow
dan filosofi perawatan dini. Selain itu, perawat juga memerlukan ilmu
pengetahuan keahlian di bidang lain dalam menerapkan asuhan keperawatan,
misalnya kedokteran, farmasi, gizi, kesehatan lingkungan, dan ipoleksosbud.
Kajian awal terhadap hubungan dokter-pasien dalam sosiologi
dipelopori Henderson. Di antara berbagai tema sosiologi yang dikajinya kita
jumpai tema konsep sistem dan sistem sosial serta tema sosiologi medis.
Pemikiran Henderson kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Talcott
Parsons, antara lain dalam tulisannya mengenai praktik medis modern.

5
Salah satu tulisan Parsons yang sangat berpengaruh dalam sosiologi
kesehatan dimuatnya dalam buku The Social System. Baginya praktik medis
merupakan mekanisme dalam sistem sosial untuk menanggulangi penyakit
para anggota masyarakat. Salah satu sumbangan pikiran penting Parsons bagi
sosiologi ialah lima pasangan variabel yang dinamakannya variabel pola.
Parsons membahas pula peran sakit. Baginya sakit merupakan suatu peran
sosial, dan seseorang yang sakit mempunyai sejumlah hak maupun kewajiban
sosial. Menurut Parsons situasi seorang pasien ditandai oleh keadaan
ketidakberdayaan dan keperluan untuk ditolong, ketiadaan kompetensi teknis,
dan keterlibatan emosional.
Menurut Parsons peran dokter terpusat pada tanggung jawabnya
terhadap kesejahteraan pasien, yaitu mendorong penyembuhan penyakitnya
dalam batas kemampuannya. Untuk melaksanakan tanggung jawabnya ini
dokter diharapkan untuk menguasai dan dan menggunakan kompetensi teknis
tinggi dalam ilmu kedokteran dan teknik-teknik yang didasarkan kepadanya.
Untuk kepentingan penyembuhan pasien, tidak jarang hubungan dokter-
pasien melibatkan hal yang bersifat sangat pribadi. Di samping kontak fisik
dengan pasien dokter pun dapat menanyakan hal sangat pribadi yang biasanya
tidak diungkapkan kepada orang lain. Sumber ketegangan lain yang
dikemukakan Parsons ialah adanya ketergantungan emosional pada dokter.

Pendekatan Teoritis dan Kajian Empiris


Menurut pendekatan interaksionisme simbolik baik dokter maupun
pasien mempunyai gambaran mereka sendiri mengenai kenyataan sosial, yang
mempengaruhi interaksi di antara mereka. Kajian interaksionisme simbolik
terhadap hubungan dokter-pasien menekankan pada kesenjangan dalam
harapan dan kemungkinan terjadinya konflik.
Pandangan Parsons mengenai peran sakit telah memperoleh tanggapan
sejumlah ahli sosiologi. Empat hal yang dipermasalahkan oleh para ahli
sosiologi ialah tipe penyakit, keanekaragaman dalam tanggapan individu dan
kelompok, hubungan petugas kesehatan dengan pasien, dan orientasi kelas
menengah.

6
Sejalan dengan perjalanan waktu mulai berkembang pekerjaan yang
berhubungan dengan bantuan kepada dokter dalam pelaksanaan tugasnya.
Pekerjaan petugas kesehatan non-dokter ini dalam literatur sering disebut
sebagai paraprofesi. Ciri utama yang membedakan status profesi dengan
pekerjaan ialah ada-tidaknya otonomi. Oleh karena petugas kesehatan non-
dokter tidak memiliki otonomi profesional melainkan didominasi dan
dikendalikan oleh dokter maka pekerjaan mereka digolongkan ke dalam
okupasi, bukan profesi.
Perbedaan lain antara kelompok paraprofesi dengan profesi dokter ialah
bahwa pekerja kesehatan non-dokter lebih responsif terhadap pasien dan lebih
berorientasi pada mereka daripada para dokter.
Perawat merupakan paraprofesi yang paling dikenal. Sejarah pekerjaan
perawat dapat dibagi dalam dua periode: zaman sebelum dan sesudah Florence
Nightingale. Sebelum Florence Nightingale perawat dianggap sebagai
pengganti ibu. Setelah itu, Florence Nightingale mengubah citra perawat dari
pengganti ibu menjadi perawat profesional.

2.3 Sistem Medis Tradisional


Sistem medis tradisional sudah berkembang di Indonesia dan sudah cukup
lama. Sekalipun pelayanan kesehatan modern telah berkembang di Indonesia,
namun jumlah masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional tetap
tinggi. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional, 2001 ditemukan sekitar
57,7% penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri, sekitar 31,7%
menggunakan obat tradisional serta sekitar 9,8% menggunakan cara
pengobatan. Adapun yang dimaksud dengan pengobatan tradisional disini
adalah cara pengobatan atau perawatan yang diselenggarakan dengan cara lain
diluar ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan yang lazim dikenal, mengacu
kepada pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang diperoleh secara
turun temurun, atau berguru melalui pendidikan, baik asli maupun yang
berasal dari luar Indonesia, dan diterapkan sesuai norma yang berlaku dalam
masyarakat (UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan).

7
Banyak faktor yang berperan, kenapa pemanfatan pengobatan tradisional
masih tinggi di Indonesia. Beberapa diantaranya yang dipandang penting
adalah:
1. Pengobatan tradisional merupakan bagian dari sosial budaya masyarakat.
2. Tingkat pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan latar belakang budaya
masyarakat menguntungkan pengobatan tradisional.
3. Terbatasnya akses dan keterjangkauan pelayanan kesehatan modern.
4. Keterbatasan dan kegagalan pengobatan modern dalam mengatasi
beberapa penyakit tertentu.
5. Meningkatnya minat masyarakat terhadap pemanfaatan bahan-bahan
(obat) yang berasal dari alam (back to nature).
6. Meningkatnya minat profesi kesehatan mempelajari pengobatan
tradisional
7. Meningkatnya modernisasi pengobatan tradisional.
8. Meningkatnya publikasi dan promosi pengobatan tradisional.
9. Meningkatnya globalisasi pelayanan kesehatan tradisional.
10. Meningkatnya minat mendirikan sarana dan menyelenggarakan pelayanan
kesehatan tradisional.
Pengobatan alternatif adalah cara pengobatan atau perawatan yang
diselenggarakan dengan cara lain di luar ilmu kedokteran dan atau ilmu
keperawatan yang lazim dikenal, mengacu kepada pengetahuan, pengalaman,
dan keterampilan yang diperoleh secara turun-temurun atau berguru melalui
pendidikan, baik asli maupun dari luar Indonesia. Pengobatan alternatif bisa
dilakukan dengan menggunakan obat-obat tradisional, yaitu bahan atau
ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian
(galenik), atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang turun-temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Pengobatan alternatif
merupakan bentuk pelayanan pengobatan yang menggunakan cara, alat atau
bahan yang tidak termasuk dalam standar pengobatan kedokteran moderen
(pelayanan kedoteran standar) dan digunakan sebagai alternatif atau pelengkap
pengobatan kedokteran moderen tersebut.

8
Berbagai istilah telah digunakan untuk cara pengobatan yang berkembang
di tengah masyarakat. WHO (1974) menyebut sebagai “traditional medicine”
atau pengobatan tradisional. Para ilmuwan lebih menyukai “traditional
healding”.
Adapula yang menyebutkan “alternatif medicine”. Ada juga yang
menyebutkan dengan folk medicine, ethno medicine, indigenous medicine
(Agoes, 1992). Dalam sehari-hari kita menyebutnya “pengobatan dukun”.
Untuk memudahkan penyebutan maka dalam hal ini lebih baik digunakan
istilah pengobatan alternatif, karena dengan istilah ini apat ditarik garis tegas
perbedaan antara pengobatan moderen dengan pengobatan di luarnya dan juga
dapat merangkum sistem-sistem pengobatan oriental (timur) seperti
pengobatan tradisional atau sistem penyembuhan yang berakar dari budaya
turun temurun yang khas satu etnis (etno medicine). Pengobatan alternatif
sendiri mencakup seluruh pengobatan tradisional dan pengobatan alternatif
adalah pengobatan tradisional yang telah diakui oleh pemerintah.
Pengobatan yang banyak dijumpai adalah pengobatan alternatif yang
berlatar belakang akar budaya tradisi suku bangsa maupun agama. Pengobat
(curer) ataupun penyembuh (healer) dari jasa pengobatan maupun
penyembuhan tersebut sering disebut tabib atau dukun. Pengobatan maupun
diagnosa yang dilakukan tabib atau dukun tersebut selalu identik dengan
campur tangan kekuatan gaib ataupun yang memadukan antara kekuata rasio
dan batin.
Salah satu ciri pengobatan alternatif adalah penggunaan doa ataupun
bacaan-bacaan. Doa atau bacaan dapat menjadi unsur penyembuh utama
ketika dijadikan terapi tunggal dalam penyembuhan. Selain doa ada juga ciri
yang lain yaitu adanya pantangan-pantangan. Pantangan berarti suatu aturan-
aturan yang harus dijalankan oleh pasien. Pantangan-pantangan tersebut harus
dipatuhi demi kelancaran proses pengobatan, agar penyembuhan dapat selesai
dengan cepat. Dimana pantangan-pantangan tersebut sesuai dengan penyakit
yang diderita pasien. Seperti misalnya penyakit patah tulang maupun terkilir,
biasanya dilarang unutk mengkonsumsi minum es dan kacang-kacangan.

9
Makanan-makanan tersebut menurutnya dapat mengganggu aliran syaraf-
syaraf yang akan disembuhkan.

2.4 Praktik Medis Tradisional di Masyarakat dalam Berbagai Budaya


1. Budaya dalam Penyembuhan Penyakit Secara Tradisional : Pijat Refleksi
dan Transfer Penyakit dengan Media Binatang
Praktik pijat refleksi oleh seseorang penyembuh wanita sebagai
metode penyembuhan tradisional model H merupakan metode untuk
mendeteksi penyakit pasien, mendiagnosis dan untuk kemudian
menentukan penyakit dan terapinya. Menurut Mark S “Memijat daerah
refleksi bisa melancarkan sirkulasi darah pada organ yang bersangkutan.
Pentingnya sirkulasi darah karena setiap organ tubuh memerlukan darah
untuk melangsungkan fungsinya yang normal. Darah membawa gizi yang
diperlukan seperti oksigen, hormon dan antibiotik. Di samping itu, darah
juga membuang kotoran, oleh karena itu, organ yang sakit membutuhkan
peredaran darah yang lancar untuk membantu menyembuhkan
penyakitnya. Dengan memijat daerah refleksi, yang terasa sakit dan linu,
pertanda organ yang bersangkutan ada penyakit (tanpa tahun: 6-7).”
Selain pijat refleksi pada tangan dan terutama kaki, ada cara lain
yaitu pijat telinga yang dilaporkan Iskandar Ali (2004:34) bahwa telinga
merupakan tempat berkumpulnya meridian. Ada lima meridian yang
berhubungan langsung dengan telinga yakni jantung, paru, ginjal, hati dan
limpa . Dengan demikian, jika telinga rajin dirawat dengan cara dipijat,
akan berpengaruh terhadap reaksi tubuh, sehingga bisa digunakan untuk
mengobati organ tubuh yang terganggu. Dengan titik meridian melalui
telinga, yang berjumlah 6 titik, dapat untuk mendeteksi jenis penyakit pada
setiap titik, seperti yang telah dijelaskan oleh Iskandar Ali (2004:70 -73).
Transfer penyakit ke organ binatang oleh penyembuh laki –laki
melalui media. Pada awalnya, media yang digunakan kelinci dan bulus.
Namun karena kelinci semakin lama semakin berkurang dan pasien juga
menginginkan media yang lebih besar agar cepat sembuh, maka
digunakanlah kambing dan anjing sebagai media transfer penyakit.

10
Biasanya kambing dan anjing digunakan untuk penyakit yang sudah berat /
kronik. Pemilihan jenis binatang ini didasari oleh laksa yaitu daya
tampung organ tubuh yang cukup besar sebagai media. Di antara kambing
atau anjing, tidak ada perbedaan tingkatan jenis penyakit. Anjing
digunakan sebagai media transfer jika pasien tidak mampu membeli
kambing, yang harganya memang jauh lebih mahal. Dari segi daya
tampung, anjing tidak begitu jauh berbeda dengan kambing.
Kelinci digunakan untuk penyakit yang lebih ringan dengan
pertimbangan laksa untuk transfer penyakit lebih sedikit. Kelinci juga
digunakan sebagai media pembersihan, artinya jika sesudah melakukan
transfer kambing atau anjing, selanjutnya transfer digunakan kelinci untuk
membersihkan sisa -sisa penyakit yang masih ada. Ada satu lagi binatang
yang digunakan untuk proses transfer penyakit yaitu bulus. Biasanya bulus
digunakan untuk penyakit jantung. Namun tidak semua pasien dengan
penyakit jantung menggunakan bulus karena binatang ini sulit diperoleh.
Penggunaan bulus sebagai media penyembuhan didasari oleh
pertimbangan bahwa bulus dikenal memiliki energi yang cukup besar.
Bulus hidup di dua alam yaitu darat dan air.
2. Tradisi Budaya Kepercayaan Masyarakat Pesisir Mengenai Kesehatan Ibu
Di Desa Tanjung Limau Muara Badak Kalimantan Timur
Pada masyarakat Tanjung Limau, praktik medis yang dilakukan
dengan beberapa pantangan jenis makanan selama masa hamil dan setelah
melahirkan cukup banyak. Walaupun tidak dipatuhi oleh semua ibu hamil,
karena tidak lagi merasa pengaruh adat yang kuat menekan perlunya
pantangan tersebut dipatuhi. Bagi mereka yang masih memegang
kepercayaan terhadap tradisi leluhur mengakui adanya praktek melakukan
pantangan makan. Mereka mengungkapkan sejumlah bahan makanan yang
termasuk dalam pantangan seperti,ikan asin yang menurut mereka dapat
meningkatkan tekanan darah, juga pantangan makan cumi-cumi yang
ditakutkan dapat menyebabkan plasenta atau tembuni lengket. Selain
bahan makanan yang berasal dari hasil laut, terdapat pula pantangan
mengkonsumsi buah-buahan tertentu.

11
Buah seperti jeruk nipis, nanas muda dan durian merupakan
pantangan. Jeruk nipis disebutkan dapat menyebabkan kesulitan dalam
persalinan, nanas muda dan durian dianggap dapat menyebabkan
keguguran. Selain pantangan dalam bentuk makanan tertentu, terdapat
pula sejumlah pantangan dalam bentuk perilaku. Pantangan perilaku
tersebut terutama terkait dengan kepercayaan bahwa perilaku ibu selama
kehamian akan berpengaruh terhadap keselamatan dan kesempurnaan bayi
yang sedang dikandung. Seorang wanita hamil tidak boleh melilitkan
handuk di leher karena akan mengakibatkan bayi lahir dengan terlilit
plasenta, Pantangan lain yaitu ibu hamil tidak boleh tidur memakai guling
karena akan menyebabkan bayi lahir dengan kepala besar, serta tidak
boleh tidur dengan posisi melintang karena akan menyebabkan bayi lahir
sungsang.

2.5 Pengaruh Sosial Budaya dalam Status Kesehatan


a. Pengaruh tradisi
Banyak tradisi yang mempengaruhi perilaku kesehatan dan status
kesehatan misalnya tradisi merokok bagi orang laki-laki maka kebanyakan
laki-laki lebih banyak yang menderita penyakit paru dibanding wanita.
Tradisi wanita habis melahirkan tidak boleh makan ikan karena ASI akan
berbahu amis, sehingga ibu nifas akan pantang makan ikan.
b. Sikap fatalistis
Sikap fatalistis arti sikap tentang kejadian kematian dari masyarakat.
Hal lain adalah sikap fatalistis yang juga mempengaruhi perilaku
kesehatan. Contoh : Beberapa anggota masyarakat dikalangan kelompok
tertentu (fanatik) yang beragama islam percaya bahwa anak adalah titipan
Tuhan, dan sakit atau mati adalah takdir, sehingga masyarakat kurang
berusaha untuk segera mencari pertolongan pengobatan bagi anaknya yang
sakit.
c. Sikap ethnosentris
Sikap ethnosentris yaitu sikap yang memandang bahwa budaya
kelompok adalah yang paling baik, jika dibandingkan dengan kebudayaan

12
pihak lain. Misalnya orang-orang barat merasa bangga terhadap kemajuan
ilmu dan teknologi yang dimilikinya, dan selalu beranggapan bahwa
kebudayaannya paling maju, sehingga merasa superior terhadap budaya
dari masyarakat yang sedang berkembang. Tetapi dari sisi lain, semua
anggota dari budaya lainnya menganggap bahwa yang dilakukan secara
alamiah adalah yang terbaik. Oleh karena itu, sebagai petugas kesehatan
kita harus menghindari sikap yang menganggap bahwa petugas adalah
orang yang paling pandai, paling mengetahui tentang masalah kesehatan
karena pendidikan petugas lebih tinggi dari pendidikan masyarakat
setempat sehingga tidak perlu mengikut sertakan masyarakat tersebut
dalam masalah kesehatan masyarakat. Dalam hal ini memang petugas
lebih menguasai tentang masalah kesehatan,tetapi masyarakat dimana 
mereka bekerja lebih mengetahui keadaan di masyarakatnya sendiri.
Contoh lain : Seorang perawat/ dokter menganggap dirinya yang paling
tahu tentang kesehatan, sehingga merasa dirinya berperilaku bersih dan
sehat sedangkan masyarakat tidak.
d. Pengaruh perasaan bangga pada statusnya
Sikap perasaan bangga atas perilakunya walaupun perilakunya tidak
sesuai dengan konsep kesehatan. hal tersebut berkaitan dengan sikap
ethnosentrisme. Contoh : Dalam upaya perbaikan gizi, di suatu daerah
pedesaan tertentu, menolak untuk makan daun singkong, walaupun mereka
tahu kandungan vitaminnya tinggi. Setelah diselidiki ternyata masyarakat
bernaggapan daun singkong hanya pantas untuk makanan kambing, dan
mereka menolaknya karena status mereka tidak dapat disamakan dengan
kambing.
e. Pengaruh norma
Norma dalam masyarakat sangat mempengaruhi perilaku masyarakat
di bidang kesehatan, karena norma yang mereka miliki diyakininya
sebagai bentuk perilaku yang baik.  Contoh : upaya untuk menurunkan
angka kematian ibu dan bayi banyak mengalami hambatan karena ada
norma yang melarang hubungan antara dokter yang memberikan
pelayanan dengan bumil sebagai pengguna pelayanan.

13
f. Pengaruh nilai
Nilai yang berlaku didalam masyarakat berpengaruh terhadap perilaku
kesehatan, status kesehatan dan perilaku individu masyarakat, karena
mereka yang melakukan nilai maka dianggap tidak berperilaku “ pamali”
atau “ Saru “. Nilai yang ada di masyarakat tidak semua mendukung
perilaku sehat. Nilai-nilai tersebut ada yang menunjang dan ada yang
merugikan kesehatan.
- Nilai yang merugikan kesehatan : arti anak yang banyak akan
membawa rejeki sendiri sehingga tidak perlu lagi takut dengan anak
banyak.
- Nilai yang mendukung kesehatan : tokoh masyarakat setiap tutur
katanya harus wajib ditaati oleh kelompok masyarakat, hal ini tokoh
masyarakat dapat di pakai untuk membantu sebagai key person dalam
program kesehatan. RRT kalau punya anak lebih satu didenda
Contoh : masyarakat memandang lebih bergengsi beras putih daripada
beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1 lebih tinggi
diberas merah daripada diberas putih.
2.6 Konflik Budaya dalam Asuhan Keperawatan
A. Teori
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar
belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan
individu sesuai dengan budaya klien.Strategi yang digunakan dalam
asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya,
mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya
klien.
Cara I : Mempertahankanbudaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan
sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga
klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya,
misalnya budaya berolahraga setiap pagi.

14
Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih
dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan
kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang
berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang
lain.
Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya
hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana
hidup yang dipilih biasanya yang lebih Model konseptual yang
dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan
dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise
Model). Model ini menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan
oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap
masalah klien. Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai
tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien (Giger
and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen
yang ada pada "Sunrise Model" yaitu :
1) Faktor teknologi (tecnological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau
mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan
kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit, kebiasaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan
kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi

15
klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk
mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.
2) Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical
factors)
Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan pandangan yang
amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi
yang sangat kuat untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya,
bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus
dikaji oleh perawat adalah : agama yang dianut, status pernikahan,
cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan
dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
3) Faktor sosial dan keterikatan keluarga (kinship and social factors)
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor : nama
lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis
kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam
keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
4) Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways)
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan
oleh penganut budaya yang dianggap baik atau buruk. Norma-
norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat
penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu
dikaji pada faktor ini adalah: posisi dan jabatan yang dipegang
oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan,
makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan
diri.
5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal
factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan
keperawatan lintas budaya . Pada tahap ini hal-hal yang dikaji
meliputi : peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam

16
berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
6) Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber
material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera
sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat
diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan
yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya
asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar
anggota keluarga
7) Faktor pendidikan (educational factors)
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin
tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung
oleh buktibukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat
belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat
pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk
belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga
tidak terulang kembali
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi
keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa
keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan 10
perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi
sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan
sistem nilai yang diyakini
c. Intervensi dan Implementasi
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah
suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan

17
adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.
Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural
yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak
bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila budaya
klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila
budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
1) Cultural care preservation/maintenance
a) Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang
proses melahirkan dan perawatan bayi
b) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan
klien
c) Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
2) Cultural care accomodation/negotiation
a) Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
b) Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
c) Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana
kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien
dan standar etik
3) Cultual care repartening/reconstruction
a) Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang
diberikan dan melaksanakannya
b) Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya
kelompok
c) Gunakan pihak ketiga bila perlu
d) Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan
yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
e) Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya
masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya
budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien

18
maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik
antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien
amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan
perawat dan klien yang bersifat terapeutik.
d. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap
keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan
atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan
dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui
asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

B. Hubungan yang baik antara perawat dan pasien


1. Terdapat rasa saling percaya antara perawat dengan pasien
2. Perawat benar-benar memahami tentang hak-hak pasien dan harus
melindungi hak tersebut,salah satunya adalah hak untuk menjaga
privasi pasien
3. Perawat harus sensitive terhadap perubahan-perubahan yang
mungkin terjadi pada pribadi pasien yang disebabkan oleh penyakit
yang dideritanya,antara lain kelemahan fisik dan ketidakberdayaan
dalam menentukan sikap atau pilihan sehingga tidak dapat
menggunakan hak dan kewajibannya dengan baik
4. Perawat harus memahami keberadaan pasien sehingga dapat bersikap
sabar dan tetap memperhatikan pertimbangan etis dan moral
5. Dapat bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas segala risiko
yang mungkin timbul selama pasien dalam perawatannya
6. Perawat sedapat mungkin berusaha untuk menghindari konflik antara
nilai-nilai pribadi pasien dengan cara membina hubungan baik antara
pasien,keluarga,dan teman sejawat serta dokter untuk kepentingan
pasien
Dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada
individu,keluarga,atau komunitas,perawat sangat memerlukan etika

19
keperawatan yang merupakan filsafat yang mengarahkan tanggung jawab
moral yang mendasar terhadap pelaksanaan peraktek keperawatan,dimana
inti dari filsafat tersebyut adalah hak dan martabat manusia. Karena
itu,fokus dari etika keperawatan ditujukan terhadap sifat manusia yang
unik.

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Antropologi Kesehatan adalah cabang dari antropologi terapan yang
menangani berbagai aspek dari kesehatan dan penyakit (Weaver, 1968;1).
Antropologi kesehatan sebagai ilmu akan memberikan suatu sumbangan
pada pengemban pelayanan kesehatan, termasuk didalamnya obstetri
ginekologi sosial.
Adapun manfaat mempelajari sosiologi bagi kesehatan adalah sebagai
berikut,
1. Mempelajari cara orang meminta pertolongan medis (help-seeking)
2. Memberikan analisis mengenai hubungan tenaga medis dan klien
3. Mengetahui latar belakang sosial-ekonomi masyarakat dalam
pemanfaatan layanan kesehatan
4. Menganalisis faktor-faktor sosial dalam hubungannya dengan etiologi
penyakit,
5. Analisis sosiologis mengenai masalah sosial mengenai sakit, cacat
fisik, dan sejenisnya yang merupakan fakta sosial.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan mampu memberikan wawasan
tentang implikasi Antropologi dalam kehidupan khususnya lingkup
keperawatan. Dalam penyusunan makalah ini tentunya banyak
kekurangan. Diharap ada penulisan lebih lanjut dalam penyusunan
makalah ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti .
Fitri Nur azizah. 2013. Aspek Sosial Mempengaruhi Kesehatan, (diakses tanggal
30 April 2020).
Foster, George M. & Barbara G.Anderson. 1986. Antropologi kesehatan,
diterjemahkan oleh Priyanti P.Suryadama & Meutia F.Swasono. Jakarta :
UI Press.
Notoatmojo,Soekidjo. 2005. Promosi kesehatan teori danaplikasi. Jakarta :
Rineka Cipta.
Soejoeti, Sunanti Z. 2000. Konsep sehat,sakit dan penyakit dalam konteks sosial
budaya. Jakarta : Balitbangkes Depkes RI.
Swasono, Meutia F. 1998. (ed). Kehamilan kelahiran, perawatan ibu dan bayi
dalam konteks budaya. Jakarta : UI Press.
Tanti, S. 2016. Konflik Perawat dengan Pasien Tersedia :
http://ekomahardika.blogspot.com/2013/12/konflik-perawat-dengan-
pasien.html?m=1 [online] 07 Mei 2020
Wati, Erna. 2016. Implementasi Kebudayaan Dalam Asuhan Keperawatan
Tersedia: https://id.scribd.com/doc/216292947/Implementasi-Kebudayaan-
Dalam-Asuhan-Keperawatan [online] 07 Mei 2020

22

Anda mungkin juga menyukai