BLOK 11 MODUL 5
PENYAKIT NEOPLASMA NEUROLOGI
KELOMPOK 2
DAFFAA FAIZAFAHRI ALLAM NIM. 1810015073
ROCHIMAH THUL ULYAH NIM. 1910016003
MUHAMMAD DANIEL NIM. 1910016004
TITIS MUKTI BIDADARI NIM. 1910016006
ANNIDA SABRINA NIM. 1910016011
IYNAAS YUMNA SALSABILA NIM. 1910016015
DEWA MADE RAMA NOVA NIM. 1910016016
ALIYYA HERWIDIA ZAMAN NIM. 1910016022
FITRIA RAHMAH NIM. 1910016029
RUDI SAPUTRA NIM. 1910016031
NABILAH AGIL SALSABILA SANDUAN NIM. 1910016090
Tutor :
dr. Hadi Irawiraman, M.Kes., Sp. PA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan rahmat serta hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan yang
berjudul “Penyakit Neoplasma Neurologi” tepat pada waktunya. Laporan ini kami
susun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari proses tutorial/diskusi
kelompok kecil (DKK) kami.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga terselesaikannya laporan ini, antara lain :
1. dr. Hadi Irawiraman, M.Kes., Sp. PA. selaku tutor kelompok 2 yang telah
membimbing kami selama proses tutorial/diskusi kelompok kecil (DKK)
Blok 11.
2. dr. Hadi Irawiraman, M.Kes., Sp. PA. selaku dosen penanggung jawab
kuliah Blok 11 Modul 5 yang telah membimbing kami.
3. Teman-teman kelompok 2 yang telah menyumbangkan pemikiran dan
tenaganya sehingga proses tutorial/diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2
dapat berjalan dengan baik, serta dapat menyelesaikan laporan hasil
tutorial/diskusi kelompok kecil (DKK).
4. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
angkatan 2019 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu
per satu.
Kami menyadari bahwa kemampuan kami dalam menyusun laporan ini
sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi
kelompok kecil (DKK) ini.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Manfaat
Manfaat penulisan laporan ini adalah mahasiswa dapat mampu menjelaskan
penyakit parkinson mulai dari definisi, etiologi, patogenesis, manifestasi
klinis,diagnosis, tatalaksana, komplikasi dan prognosis. Dan mahasiswa
mampu menjelaskan diagnosis banding dari penyakit parkinson seperti penyakit
alzheimer dan demensia mulai dari definisi, etiologi, manifestasi klinis dan
tatalaksana.
2
BAB II
ISI
2.1 Skenario
Kenapa Susah Berjalan ?
Pak Rajasa (58 tahun) datang ke Puskesmas dengan keluhan sulit untuk
bergerak. Dia merasa saat berjalan langkahnya menjadi pendek-pendek dan
terasa kaku. Istrinya yang menemaninya berobat juga mengatakan bahwa
beberapa bulan terakhir Pak Rajasa cenderung diam dan wajahnya tidak
berekspresi, bahkan cenderung seperti wajah topeng.
Keluhan gangguan berjalan tersebut sudah dirasakan sejak lebih kurang 3
bulan. Istrinya juga memperhatikan bahwa tangan kanan Pak Rajasa sering
bergerak-gerak sendiri saat sedang duduk santai, tapi saat meraih sesuatu
dengan tangan kanannya, gerakan tersebut hilang dan segera muncul kembali
saat tangan kanannya berhenti beraktivitas. Pak Rajasa & istri ingin mengetahui
apa penyebab penyakitnya, dan ingin dirujuk ke rumah sakit untuk diperiksa
laboratorium dan CT scan kepala.
Pada saat melakukan pemeriksaan fisik neurologis dokter menumukan
adanya resting tremor, postur tubuh yang bungkuk dan fenomena cogwheel.
3
2.3 Identifikasi Masalah
1. Apa diagnosis dari hasil gejala klinis pasien?
2. Mengapa pasien bisa mengalami sulit bergerak, langkah pendek, dan kaku?
3. Mengapa tangan kanan Pak Rajasa dapat bergerak sendiri saat istirahat?
Dan mengapa hanya tangan kanan?
4. Apa hubungan adanya postur tubuh yang bungkuk pada pemeriksaan
neurologis?
5. Apa tujuan dilakukan pemeriksaan laboratorium dan CT scan?
6. Apakah ada pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan?
7. Bagaimana tata laksana untuk kasus pasien diatas?
8. Apa saja diagnosis banding untuk kasus pasien diatas?
4
merupakan tangan dominan, sehingga dapat timbul keluhan tremor
tersebut.
4. Postur tubuh yang bungkuk dapat disebabkan oleh gejala klinis dari
penyakit Parkinson. Postur tubuh yg bungkuk menandakan telah
mengalami hilangnya refleks postural, menandakan pasien mengalami
Parkinson fase lanjut.
5. Tujuan dilakukan pemeriksaan laboratorium dan CT scan yaitu untuk
mengetahui kelainan lain (infeksi, tumor di kepala, dll), selain itu dapat
juga dilakukan MRI. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk
menyingkirkan diagnosis banding sedangkan CT scan untuk memastikan
apakah ada kelainan struktur otak.
Pemeriksaan laboratorium dan CT scan bukan untuk menegakkan
diagnosis, melainkan untuk mengeliminasi penyakit atau penyebab lain.
6. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah tes darah, MRI,
dan lain-lain.
7. Tata laksana untuk kasus pasien diatas:
- Meningkatkan dopamine dengan mengkonsumsi beberapa obat
seperti levodopa + carbidopa, agonis dopamine, dll
- Non farmakologis : fisioterapi, terapi berbicara, diet (diet protein)
- Terapi pembedahan : brain stimulation
8. Diagnosis banding:
- Dementia
- Vascular disease
- Alzheimer
- Tremor esensial
- Penyakit bingswanger
- Hidrosefalus
- Parkinson pengaruh obat-obatan
- Ensefalitis.
5
2.5 Strukturisasi Konsep
6
2.7 Belajar Mandiri
Dalam tahap belajar mandiri ini, setiap individu kelompok melakukan
kegiatan belajar baik mandiri maupun kelompok dengan mempelajari semua hal
yang berkaitan dengan learning objectives dari berbagai sumber referensi yang
bisa didapat.
2.8 Sintesis
1. Parkinson Disease
a. Definisi
Penyakit Parkinson (PP) adalah suatu kelainan fungsi otak yang
disebabkan oleh proses degeneratif progresif terkait dengan proses menua
di sel-sel substansia nigra pars compacta. Penyakit ini ditandai dengan
tremor waktu istirahat, kekakuan otot dan sendi (rigidity), kelambanan
gerak, dan bicara (bradikinesia) dan instabilitas posisi tegak.
Penyakit Parkinson merupakan 80% dari kasus-kasus Parkinsonism.
Terdapat dua istilah yang harus dibedakan yaitu Penyakit Parkinson dan
Parkinsonism :
i. Penyakit Parkinson adalah bagian dari Parkinsonism yang
secara patologis ditandai oleh degenerasi ganglia basalis
terutama substansia nigra pars compacta disertai adanya
inklusi sitoplasmik eosinofilik yang disebut Lewy bodies.
ii. Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor
waktu istirahat, kekakuan, bradikinesia dan hilangnya refleks
postural akibat penurunan kadar dopamin dengan berbagai
macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai sindrom
Parkinson
b. Etiologi
1. Faktor genetik
Ditemukan 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi
protein dan mengakibatkan protein beracun tak dapat digradasi di
ubiquitin proteosomal pathway. Kegagalan degradasi ini
7
menyebabkan peningkatan apoptosis di sel-sel SNc sehingga
meningkatkan kematian sel neuron di SNc. Inilah yang mendasari
terjadinya PP sporadik yang bersifat familial. Peranan genetik juga
ditemukan dari hasil penelitian terhadap kembar monozigot ( MZ )
dan dizigot ( DZ ), dimana angka intrapair concordance pada MZ
jauh lebih tinggi dibandingkan DZ.
2. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan sebagai penyebab terjadinya Parkinson disease
sudah diteliti sejak 40 tahun yang lalu, sebagian setuju bahan-bahan
beracun seperti carbon disulfide, manganese, dan pelarut
hidrokarbon yang menyebabkan Sindrom Parkinson; demikian juga
pasca ensepalitis. Saat ini yang paling diterima sebagai etiologi
Parkinson disease adalah proses stres oksidatif yang terjadi di
ganglia basalis, apapun penyebabnya. Berbagai penelitian telah
dilakukan antara lain peranan xenobiotik (MPTP), pestisida,
terpapar pekerjaan terutama zat kimia seperti bahan-bahan cat dan
logam, kafein, alkohol, diet tinggi protein, merokok, trauma kepala,
depresi dan stres.
3. Umur ( Proses Menua )
Tidak semua orangtua akan menderita penyakit parkinson, tetapi
dugaan adanya peranan proses menua terhadap terjadinya penyakit
parkinson. Pada penderita Parkinson disease terdapat suatu tanda
reaksi mikroglial pada neuron yang rusak dan tanda ini tidak
terdapat pada proses menua yang normal. Proses menua merupakan
faktor resiko yang mempermudah terjadinya proses degenerasi di
SNc tetapi memerlukan penyebab lain.
4. Ras
Angka kejadian penyakit parkinson lebih tinggi pada orang kulit
putih dibandingkan pada kulit berwarna.
8
5. Cedera kranioserebral
Prosesnya belum jelas. Trauma kepala, infeksi, dan tumor otak lebih
berhubungan dengan Sindrom Parkinsonism daripada penyakit
parkinson.
6. Stres emosional
Diduga merupakan salah satu faktor resiko penyakit parkinson.
c. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, penyakit Parkinson dibagi menjadi 4
jenis yaitu : (Hendrik, 2013)
a. Idiopati (primer) merupakan penyakit Parkinson secara genetik.
d. Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi
karena penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di substansia
nigra pars compacta (SNc) sebesar 40-50% yang disertai inklusi
sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab multifaktor.
Substansia nigra (sering disebut sebagai black substance), adalah
suatu region kecil di otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas
medula spinalis. Bagian ini menjadi pusat kontrol/koordinasi dari
seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan neurotransmitter yang
disebut dopamin tang berfungsi untuk mengatur seluruh pergerakan otot
dan keseimbangan badan yang dilakukan oleh sistem saraf pusat.
Dopamin diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel
neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan
refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara). Pada PP sel-sel
neuron di SNc mengalami degenerasi, sehingga produksi dopamin
9
menurun, akibatnya semua fungsi neuron di sistem saraf pusat (SSP)
menurun dan menghasilkan kelambanan gerak (bradikinesia),
kelambanan bicara dan berpikir (bradifrenia), tremor dan kekakuan
(rigiditas).
Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses
degenerasu neuron SNc adalah stress oksidatif. Stres oksidatif
menyebabkan terbentuknya formasi oksiradikal, seperti dopamine
quinon yang dapat bereaksi dengan alfa synuclein (disebut protofibrils).
Formasi ini menumpuk, tidak dapat di degradasi oleh ubiquitin-
proteasomal pathway, sehingga menyebabkan kematian sel-sel SNc.
Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain:
• Efek lain dari stress oksidatif adalah terjadinya reaksi antara
oksiradikal dengan nitric-oxide (NO) yang menghasilkan
peroxynitric radical.
• Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi
adenosin trifosfat (ATP) dan akumulasi electron-elektron yang
memperburuk stress oksidatif, akhirnya menghasilkan
peningkatan apoptosis dan kematian sel.
• Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi
sitokin yang memicu apoptosis sel-sel SNc.
e. Manifestasi Klinis
i. Umum : gejala dimulai pada satu sisi bagian tubuh (
hemiparkinsonism), tremor resting, tidak didapatkan gejala
neurologis lain, tidak dijumpai kelainan laboratorik dan
radiologis, perkembangan penyakit lambat, respon terhadap
levodopa cepat dan dramatis, gangguan reflex postural yang tidak
dijumpai pada awal penyakit.
ii. Khusus : gejala motoric pada penyakit Parkinson (TRAP) ;
• Tremor bias laten, saat istirahat atau saat gerak di samping
adanya tremor saat istirahat
• Rigisitas
• Akinesia/bradikinesia yaitu kedipan mata berkurang,
wajah seperti topeng, hipofonia(suara keci), air liur
menetes, akatisia/takikinesia(gerakan cepat tidak
terkontrol), mikrofagia(tulisan semakin kecil), cara
berjalan langkah kecil-kecil, kegelisahan motoric (sulit
duduk atau berdiri)
• Hilangnya refleks postural.Diagnosis dapat ditegakkan
berdasarkan sejumlah kriteria klinis, menurut Koller,
menurut Gelb.
10
f. Diagnosis
Diagnosis dibuat terutama berdasarkan gambaran klinis, serta
pemeriksaan penunjang CT-scan, MRI dan PET atas indikasi utuk
menyingkirkan diagnosis sindrom parkinson selain Penyakit Parkinson.
A. Kriteria diagnosis klinis
• Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik:
tremor, rigiditas, bradikinesia atau
• Tiga dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas,
bradikinesia dan ketidakstabilan postural.
B. Kriteria diagnosis klinis modifikasi
• Diagnosis possible (mungkin) : adanya salah satu
gejala : tremor rigiditas, akinesia atau bradikinesia,
gangguan refleks postural.
Tanda tumor minor yang membantu kearah diagnosis
klinis possible : myerson sign, menghilang atau
berkurangnya ayunan lengan, refleks menggenggam.
• Diagnosis probable (kemungkinan besar) : kombinasi
dari dua gejala tersebut diatas (termasuk gangguan
refleks postural), salah satu dari tiga gejala pertama
asimetris.
• Diagnosis definite (pasti) : setiap kombinasi 3 dari 4
gejala; pilihan lain : setiap kombinasi 2 dari 4 gejala,
dengan salah satu dari 3 gejala pertama terlihat
asimetris.
C. Kriteria diagnosis koller
• Didapati 2 dari 3 tandakardinal gangguan motorik :
tremor istirahat atau gangguan refleks postural,
rigiditas, bradikinesia yang berlangsung satu tahun
atau lebih.
• Dan respon terhadap terapi levodopa yang diberikan
sampai perbaikan sedang (minimal 1.000 mg/hari
11
selama 1 bulan), dan lama perbaikan satu tahun atau
lebih.
D. Kriteria diagnosis gelb
• Diagnosis possible (mungkin) : adanya 2 dari 4 gejala
kardinal (resting tremor, bradikinesia, rigiditas, onset
asimetrik)
• Tidak ada gambaran yang menuju kearah diagnosis
lain termasuk halusinasi yang tidak berhubungan obat,
demensia, supranuclear gaze palsy atau disotonom.
Mempunyai respon yang baik terhadap levodopa atau
agonis dopamin.
• Diagnosis probable (kemungkinan besar) : terdapat 3
dari 4 gejala kardinal, tidak ada gejala yang mengarah
kearah diagnosislain dalam 3 tahun, terdapat respon
yang baik terhadap levodopa atau agonis dopamin.
• Diagnosis difinite (pasti) : seperti probble diserta
dengan pemeriksaan histopatologi yang positif
Untuk menentukan berat ringannya penyakit digunakan penetapan
stadium klinis penyakit parkinson berdasarkan Hoehn and Yahr.
g. Tatalaksana
Secara garis besar, konsep terapi farmakologis maupun
pembedahan pada PP dibedakan menjadi tiga hal, yaitu :
12
• Memberikan terapi simtomatik terhadap gejala parkinsonism
yang muncul
h. Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala
parkinson, sedangkan perjalan penyakit itu belum bisa dihentikan
sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan
menemani pasien sepanjang hidup.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progres
hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan
fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan
perawatan, gangguan pada setiap pasen berbeda-beda. Kebanyakan
pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan
13
lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan
terkadang dapat sangat parah.
Penyakit parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang
fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup
pasien penyakit parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan
yang tidak menderita penyakit parkinson. Pada tahap akhir, penyakit
parkinson dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni,
dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian.
Progresifitas gejala pada penyakit parkinson dapat berlangsung 20
tahun atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih
singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya
penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan treatment yang
tepat, kebanyakan pasien dapat hidup produktif beberapa tahun setelah
diagnosis.
i. Komplikasi
Komplikasi penyakit parkinson terjadi akibat progresivitas dan
lamanya menderita penyakit parkinson atau bisa muncul akibat terapi
medis. Pada penyakit parkinson berat sudah terjadi kerusakan motorik
yang progresif meskipun telah mendapat terapi levodopa. Kualitas hidup
semakin menurun dan sangat sukar bagi penderita untuk melakukan
aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain. Ketika penyakit berlanjut,
terjadi degenerasi progresif neuron dopaminergik dan nondopaminergik
di area otak yang luas. Hal ini menyebabkan manifestasi klinis berupa
komplikasi motorik dan non motorik.
1. Komplikasi Motorik
Komplikasi motorik mungkin muncul akibat dari progresi penyakit
parkinson dengan menghilangnya neuron dopaminergik dan perubahan
reseptor dopaminergik pascasinaps kearah respon levodopa yang tidak
stabil.
a. Fluktuasi Motorik
14
Istilah ini menunjukkan bahwa pasien memiliki variasi respon
terhadap levodopadan menunjukkan keadaan penurunan mobilitas.
b. Diskinesia
Diskinesia timbul sebagai konsekuensi progresivitas penyakit
parkinson atau sebagai komplikasi motorik dari terapi dopaminergik dan
bermanifestasi sebagai distonia atau gerakan khorea. Diskinesia kadang
lebih berat dari penyakit parkinson itu sendiri.
2. Komplikasi Non Motorik
a. Gangguan kognitif dan demensia
Gangguan kognitif demensia umumnya terjadi pada penyakit
parkinson yang sudah berlangsunglama akibat progresivitas penyakit
parkinson itu sendiri dan memenuhi kriteria DSM IV. Penyakit parkinson
mempunyai risiko 6 kali lipat berkembang menjadi demensia (Parkinson
Disease Demensia). PDD sering terjadi pada usia lanjut.
b. Psikosis
Psikosis pada perjalanan penyakit parkinson selalu didahului
demensia atau diinduksi oleh pemakaian obat penyakit parkinson.
Psikosis ditandai dengan halusinasi dan delusi. Kadang disertai ansietas
dan panik.
c. Depresi
Depresi mengenai hamper sekitar 40% penderita penyakit
parkinson dan mempengaruhi fungsi motorik dan kualitas hidup secara
bermakna.
d. Gangguan otonom
• Konstipasi
• Disfagia
• Hipotensi ortostatik
• Hiperhidrosis
• Inkontinensia urin
e. Gangguan tidur
Gangguan tidur pada penyakit parkinson diakibatkan penyakit
parkinson itu sendiri atau akibat obat-obatan penyakit parkinson.
15
f. Gangguan sensoris
Sekitar 67% penderita penyakit parkinson mengeluh nyeri. Nyeri
timbul akibat progresivitas penyakit parkinson (primer) dari sebab lain
(sekunder).
3. Komplikasi Lain
a. Pneumonia
b. Urosepsis
c. Malnutrisi
d. Jatuh dengan segala akibatnya
16
berulang dan sinkope, sensitif terhadap neuroleptik, delusi, halusinasi
modalitas lain yang sistematik. Juga terdapat tumpang tindih dengan temuan
patologi antara DLB dengan penyakit Alzheimer. Namun secara klinis orang
dengan DLB cenderung mengalami gangguan fungsi eksekutif dan
visuospasial sedangkan performa memori verbalnya relatif baik jika dibanding
penyakit Alzheimer yang terutama mengenai memori verbal.
Demensia Penyakit Parkinson/Parkinson Disease Dementia (PDD)
adalah bentuk demensia yang juga sering ditemukan. Prevalensi demensia
pada penyakit Parkinson 23-32% enam kali lipat dibanding populasi umum (3-
4%). Secara klinis, sulit membedakan antara DLB dan PDD. Pada DLB, awitan
demensia dan Parkinsonism harus terjadi dalam satu tahun sedangkan pada
PDD gangguan fungsi motorik terjadi bertahun-tahun sebelum demensia (10-
15 tahun) (Ong dkk, 2015).
b. Alzheimer
Definisi
Demensia atau Alzheimer adalah gangguan penurunan fisik otak
yang mempengaruhi emosi, daya ingat dan pengambilan keputusan dan
biasa disebut pikun. Kepikunan seringkali dianggap biasa dialami oleh
lansia sehingga Alzheimer seringkali tidak terdeteksi, padahal gejalanya
dapat dialami sejak usia muda (early on-set demensia) dan deteksi dini
membantu penderita dan keluarganya untuk dapat menghadapi
pengaruh psiko-sosial dari penyakit ini dengan lebih baik (Kemkes RI,
2016).
Manifestasi Klinis
Secara umum gejala demensia dapat dibagi atas dua kelompok
yaitu gangguan kognisi dan gangguan non-kognisi. Keluhan kognisi
terdiri dari gangguan memori terutama kemampuan belajar materi baru
yang sering merupakan keluhan paling dini. Memori lama bisa
terganggu pada demensia tahap lanjut. Pasien biasanya mengalami
disorientasi di sekitar rumah atau lingkungan yang relatif baru.
Kemampuan membuat keputusan dan pengertian diri tentang penyakit
17
juga sering ditemukan. Keluhan non-kognisi meliputi keluhan
neuropsikiatri atau kelompok behavioral neuropsychological symptoms
of dementia (BPSD). Komponen perilaku meliputi agitasi, tindakan
agresif dan non-agresif seperti wandering, disihibisi, sundowning
syndrome dan gejala lainnya. Keluhan tersering adalah depresi,
gangguan tidur dan gejala psikosa seperti delusi dan halusinasi.
Gangguan motorik berupa kesulitan berjalan, bicara cadel dan gangguan
gerak lainnya dapat ditemukan disamping keluhan kejang mioklonus
(PERDOSSI, 2015).
Penyakit Alzheimer (PA) masih merupakan penyakit
neurodegeneratif yang tersering ditemukan (60-80%). Karateristik
klinik berupa berupa penurunan progresif memori episodik dan fungsi
kortikal lain. Gangguan motorik tidak ditemukan kecuali pada tahap
akhir penyakit. Gangguan perilaku dan ketergantungan dalam aktivitas
hidup keseharian menyusul gangguan memori episodik mendukung
diagnosis penyakit ini. Penyakit ini mengenai terutama lansia (>65
tahun) walaupun dapat ditemukan pada usia yang lebih muda. Diagnosis
klinis dapat dibuat dengan akurat pada sebagian besar kasus (90%)
walaupun diagnosis pasti tetap membutuhkan biopsi otak yang
menunjukkan adanya plak neuritik (deposit β-amiloid40 dan β-
amiloid42) serta neurofibrilary tangle (hypertphosphorylated protein
tau). Saat ini terdapat kecenderungan melibatkan pemeriksaan biomarka
neuroimaging (MRI struktural dan fungsional) dan cairan otak (β-
amiloid dan protein tau) untuk menambah akurasi diagnosis
(PERDOSSI, 2015).
c. Vascular Disease
Definisi
Parkinsonisme vaskular (VaP) adalah bentuk parkinsonisme
sekunder akibat penyakit serebrovaskular iskemik. Parkinsonisme
vaskular awalnya disebut dengan parkinsonisme arterosklerotik.
Pertama kali dikenalkan oleh Critchley pada tahun 1929. Parkinsonisme
vaskular didefinisikan sebagai suatu sindrom parkinsonian yang
berhubungan dengan penyakit serebrovaskular iskemik yang ditandai
18
dengan onset yang insidious dan perkembangan gejala klinis yang cepat.
VaP telah dilaporkan mencapai 2,5 – 5% dari total kasus parkinsonisme
dalam berbagai studi berbasis populasi dan kohort. Sebuah analisis lima
survei komunitas di Eropa, studi kolaboratif EUROPARKINSON
menemukan hasil bahwa VaP menyumbang 3% dari total kasus
parkinsonisme.
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik utama parkinsonisme arteriosklerotik adalah
gangguan gaya berjalan disebabkan adanya lesi iskemik atau hemoragik
di jalur substansia nigra atau nigrostriatal pathway yang menyebabkan
defisiensi transporter dopamin presinaptik (diukur dengan SPECT)
terbukti secara konsisten menyebabkan parkinsonisme dan mungkin
dianggap parkinsonisme vaskular ‘pasti’ atau ‘murni’.
VaP pertama kali dikenalkan oleh Critchley pada tahun 1929.
Presentasi klinis dari apa yang disebut oleh Critchley sebagai
parkinsonisme arteriosklerotik termasuk kekakuan, wajah kaku (topeng)
dan gaya berjalan yang pendek. Gambaran pseudobulbar, demensia,
inkontinensia urin, tanda pyramidal atau sereberal dianggap sebagai
gambaran tambahan.
Secara khusus, diagnosis VaP didukung oleh adanya; (a)
parkinsonisme; (b) penyakit serebrovaskular yang relevan dengan hasil
pencitraan otak; (c) onset insidious dengan lesi substansia alba
subkortikal yang luas, gejala bilateral saat onset, dan adanya gaya
berjalan terseok-seok atau disfungsi kognitif dini.
Untuk mendiagnosis suatu VaP dapat mempergunakan sistem
skoring yang dikembangkan oleh Winikates dan Jankovic. Langkah 1
dengan mengidentifikasi adanya suatu sindrom parkinsonian dan
memerlukan setidaknya dua dari empat tanda utama parkinsonisme
(tremor saat istirahat, bradikinesia, rigiditas, dan ketidakstabilan
postural). Langkah 2 dengan menetapkan skor vaskular seperti di
bawah ini:
1. Dua poin: Penyakit vaskular difus yang terbukti secara patologis
atau angiografis.
2. Satu poin: Timbulnya parkinsonisme dalam 1 bulan setelah
klinis suatu stroke.
3. Satu poin: Riwayat terjadinya satu atau lebih serangan stroke.
4. Satu poin: Bukti neuroimejing penyakit vaskular di dua atau
lebih teritori pembuluh darah otak.
19
5. Satu poin: Riwayat dua atau lebih faktor risiko stroke
(hipertensi, merokok, diabetes mellitus, hiperlipidemia, adanya penyakit
jantung yang berhubungan dengan stroke [penyakit arteri koroner,
fibrilasi atrium, gagal jantung kongestif, penyakit katup jantung, prolaps
katup mitral, dan aritmia lainnya], riwayat stroke dalam keluarga,
riwayat gout, dan penyakit pembuluh darah perifer).
Adanya tanda parkinsonisme disertai dua poin atau lebih akan
mengarahkan ke suatu diagnosis VaP
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anemia merupakan kelainan yang sering dijumpai. Anemia didefinisikan
sebagai penurunan jumlah massa eritrosit sehingga tidak dapat memenuhi
fungsinya untuk membawa oksigen dalam cukup ke jaringan perifer. Anemia
dapat diklasifikasikan menurut etiopatogenesisnya ataupun berdasarkan
morfologi eritrosit. Gabungan kedua klasifikasi ini sangat bermanfaat untuk
diagnosis. Pengobatan anemia berdasarkan indikasi yang jelas. Terapi dapat
diberikan dalam bentuk terapi darurat, terapi suportif, terapi yang khas pada
masing-masing anemiadan terapi kausal.
3.2 Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari
segi diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar baik sebagai
tutor maupun dosen yang memberikan kuliah, dari rekan-rekan angkatan 2019,
serta dari berbagai pihak termasuk kakak tingkat di FK UNMUL ini.
21
DAFTAR PUSTAKA
Alzheimer Indonesia. (2019). Apa yang menyebabkan demensia?. Diakses pada 13
Apri 2021 melalui link: https://alzi.or.id/apa-yang-menyebabkan-demensia/
Hauser, S., & Josephson, S. (2010). Harrison's Neurology in Clinical Medicine 2E.
McGraw-Hill Education.
Ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Buku Ajar ilmu penyakit dalam UI. Jakarta: EGC
McGraw-Hill Education. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: EGC
Samatra, P.D. 2015. Parkinson Sekunder. Dalam: Syamsuddin, T., Subagya, Akbar,
M. (editor). Buku Panduan Tatalaksana Penyakit Parkinson dan Gangguan
Gerak Lainnya. Kelompok Studi Movement Disorder. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia. Hal: 49-53
Setiati S, et al. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi VI. Jakarta:
InternaPublishing
22
Standaert, D. G., Saint-Hllalre, M., Thomas, C. A., Collard, J., & Collard, R.(n.d.).
2020. Parkinson's Disease Handbook. https://www.apdaparkinson.org/wp-
content/uploads/2017/02/APDA1703_Basic-Handbook-D5V4-4web.pdf
Vizcarra, J. A., Lang, A. E., Sethi, K. D., & Espay, A. J. (2015). Vascular
Parkinsonism: deconstructing a syndrome. Movement disorders : official
journal of the Movement Disorder Society, 30(7), 886–894.
https://doi.org/10.1002/mds.26263
23