Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH FARMAKOTERAPI

PARKINSON

Nama Anggota

Ely Cahyani Kadir 3351171024

Diana Syifa J. 3351171202

I Gusti Komang Adef T. 3351171060

Nur Intan Fitrianti 3351171182

Ajeng Raffi Nabilla 3351171193

Lutfi Annisa 3351171180

Fahmi Ahsanul Haq 3351171038

Yuanita Citra 3351171096

Biansika Rizky Pradina 3351171125

Kelas: Apoteker B XXVI

FAKULTAS FARMASI

PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia
serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Parkinson”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Farmakoterapi dan Terapan di Universitas Jendral Achmad Yani Program Studi
Profesi Apoteker. Selain itu, untuk memberikan informasi dan pengetahuan baru
kepada pembaca tentang penyakit Parkinson.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan di
dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat.

Cimahi, Januari 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
1.1 Latar belakang...........................................................................................4
1.2 Rumusan masalah......................................................................................5
1.3 Tujuan........................................................................................................5
BAB II ISI................................................................................................................6
2.1 Pengertian......................................................................................................6
2.2 Prevalensi......................................................................................................6
2.3 Gejala............................................................................................................7
2.4 Diagnosis.....................................................................................................11
2.5 Etilogi..........................................................................................................11
2.6 Patofisiologi................................................................................................14
2.7 Faktor risiko................................................................................................17
2.8 Terapi Farmakologi dan Non-Farmakologi................................................19
2.9 Interaksi obat...............................................................................................24
2.10 Studi kasus..................................................................................................27
2.11 Terminologi Medik.....................................................................................32
BAB III PENUTUP...............................................................................................34
3.1 Kesimpulan.................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit parkinson adalah kelainan otak yang menyebabkan hilangnya kontrol
otot secara bertahap. Gejala parkinson cenderung ringan pada awalnya dan
terkadang bisa diabaikan. Gejala khas penyakit ini meliputi tremor, kekakuan,
gerakan tubuh yang melambat dan keseimbangan yang buruk. Parkinson awalnya
disebut "kelumpuhan goyang", tapi tidak semua orang dengan parkinson
mengalami getaran.

Parkinson bisa menjadi diagnosis yang menakutkan, harapan hidup hampir sama
dengan orang tanpa penyakit ini. Bagi beberapa orang, gejala berkembang
perlahan selama 20 tahun. Pengobatan dini dapat memberikan tahun-tahun yang
hampir bebas dari gejala. Sekitar 5-10% kasus terjadi sebelum usia 50 tahun.

Usia rata-rata orang menderita penyakit parkinson adalah 62 tahun, tapi orang
berusia di atas 60 tahun memiliki kemungkinan 2-4% untuk mendapatkan
penyakit ini. Pria lebih cenderung memiliki parkinson daripada wanita.

Penyebab parkinson adalah daerah kecil di batang otak yang disebut substantia
nigra adalah bagian yang mengatur gerakan. Pada penyakit parkinson, sel-sel di
substantia nigra berhenti membuat dopamin, zat kimia otak yang membantu sel-
sel saraf berkomunikasi. Saat sel dopamin ini mati, otak tidak menerima pesan
yang diperlukan tentang bagaimana dan kapan harus bergerak.

Parkinson bersifat progresif, yang berarti perubahan berlanjut di dalam otak


seiring berjalannya waktu. Dokter mengukur stadium dengan teliti menilai gejala
pasien. Skala Hoehn dan Yahr adalah salah satu alat yang umum untuk melihat
tingkat keparahan gejala. Skala penilaian penyakit parkinson mengevaluasi
kejernihan dan fungsi mental, perilaku dan suasana hati, aktivitas hidup sehari-
hari dan gerakan. Stadium dapat membantu menentukan pengobatan terbaik.

4
1.2 Rumusan masalah

1. Apakah pengertian dari parkinson ?


2. Bagaimana prevalensi penyakit parkinson?
3. Bagaimana gejala penyakit parkinson?
4. Bagaimana diagnosis penyakit parkinson ?
5. Bagaimana Etilogi penyakit parkinson?
6. Bagaimana patofisiologi penyakit parkinson ?
7. Bagaimana faktor risiko dari penyakit parkinson ?
8. Bagaimana terapi non farmakologi dan farmakologi penyakit parkinson?
9. Bagaimana Interaksi Obat pada penyakit parkinson ?
10. Bagaimana contoh studi kasus penyakit parkinson ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui defenisi penyakit parkinson


2. Mengetahui prevalensi penyakit parkinson
3. Mengetahui gejala penyakit parkinson
4. Mengetahui diagnosis penyakit parkinson
5. Mengetahui etiologi penyakit parkinson
6. Mengetahui patofisiologi penyakit parkinson
7. Mengetahui faktor risiko dari penyakit parkinson
8. Mengetahui terapi non farmakologi dan farmakologi penyakit parkinson
9. Mengetahui Interaksi Obat pada penyakit parkinson
10. Mengetahui dan memecahkan masalah dalam studi kasus terkait penyakit
parkinson

5
BAB II

ISI

2.1 Definisi

Parkinson adalah suatu kelainan sistem saraf pusat yang sering merusak motorik
penderita yaitu keterampilan, ucapan dan fungsi lainnya. Parkinson merupakan
suatu kelainan neurogeneratif progresif kronis, ditandai dengan adanya
simtomatologi motorik yang dominan (tremor pada waktu istirahat, kekakuan,
bradikinesia dan hilangnya refleks postural) akibat penurunan dopamin dengan
berbagai macam sebab.

Pada penyakit parkinson, terjadi kekurangan salah satu sel kimia otak yaitu
dopamin, akibat kerusakan bagian otak yang memproduksi dopamin yaitu
substansia nigra. Substansia nigra merupakan bagian dari ganglia basalis yang
salah satu fungsinya adalah menghaluskan gerakan atau aktivitas dan mengatur
perubahan sikap tubuh. Fungsi dopamin pada sel otak adalah sebagai neuro
transmitter (zat yang menyampaikan pesan dari satu saraf ke saraf lainnya).
Penyakit parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif yang ditandai dengan
gejala seperti resting tremor (tremor pada saat istirahat), rigiditas (hipertoni pada
seluruh gerakan), bradikinesia (berkurangnya gerakan di tubuh) dan gejala yang
lain seperti kedipan mata berkurang, gangguan motorik, wajah tanpa ekspresi
maupun gangguan daya ingat oleh karena penurunan kadar dopamin.

2.2 Prevalensi

Dalam harian kompas (2013) jumlah penderita parkinson di Indonesia


diperkirakan meningkat 75 ribu setiap tahun, tetapi belum ada data resmi yang
memuat jumlah penderita parkinson secara keseluruhan. Penyakit parkinson
diperkirakan menyerang 876.665 orang Indonesia dari total jumlah penduduk
sebesar 238.452.952. Total kasus kematian akibat penyakit parkinson di Indonesia
menempati peringkat ke-12 di dunia atau peringkat ke-5 di Asia, dengan
prevalensi mencapai 1100 kematian pada tahun 2002. Berdasarkan Community
based population study di Amerika menyebutkan lebih dari 1 juta orang menderita
6
penyakit parkinson dengan prevalensi sebesar 99,4 kasus per 100.000 penduduk.
Sedangkan menurut organisasi World Health Organization (WHO) sebagian besar
penelitian melaporkan prevalensi kasar secara keseluruhan (termasuk laki-laki dan
perempuan diseluruh rentang usia) antara 100 dan 200 per 100.000 orang.
Penyakit parkinson biasanya muncul pada usia 40-70 tahun, rata-rata di atas usia
55 tahun dan jarang di bawah usia 30 tahun atau setelah usia 80 tahun. Lebih
sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan rasio 3:2. Selain
itu, telah lama diakui bahwa sebagian kecil pasien telah mengalami penyakit ini
dari usia dini. Pasien yang menderita penyakit parkinson sebelum umur 40 tahun
umumnya dinamakan sebagai “early-onset” dan mereka yang menderita mulai
dari umur 21-40 disebut “young-onset”. Sedangkan mereka yang menderita
sebelum usia 20 tahun disebut “ juvenile parkinsonis”.

2.3 Gejala Penyakit Parkinson


2.3.1 Gejala motorik dan gejala lain penyakit parkinson

Ada lima gejala motor utama penyakit parkinson: tremor, kekakuan, bradikinesia
(gerakan lambat), ketidakstabilan postural (masalah keseimbangan) dan masalah
berjalan atau gaya berjalan. Mengamati satu atau lebih gejala ini adalah cara
utama dokter mendiagnosis penyakit parkinson.

a. Tremor
Ciri khas saat istirahat, gerakan lambat, ritmis tremor parkinson biasanya
dimulai di satu tangan atau kaki dan akhirnya mempengaruhi kedua sisi tubuh.
Gemetar sisa parkinson biasa juga terjadi di rahang, dagu, mulut atau lidah.
Gemetar ini mungkin terjadi menjadi kurang jelas atau bahkan hilang dalam
melakukan gerakan tertentu, tapi yang disebut aksi tremor juga bisa menjadi
ciri khas parkinson. Selain itu, beberapa orang-orang dengan penyakit
parkinson dapat mengalami perasaan getaran internal, yang tidak selalu
terlihat oleh orang lain.

Karena fase tremor istirahat merupakan ciri khas penyakit parkinson,


kehadirannya (setidaknya dalam beberapa bentuk) adalah petunjuk kuat untuk
7
diagnosis peyakit parkinson idiopatik. Namun, ada jenis getaran lain yang
bisa dengan mudah menjadi keliru untuk tremor pada penderita parkinson.
Oleh karena itu sangat penting untuk berkonsultasi dengan dokter yang
memiliki pelatihan khusus dalam bidang neurologi dan atau gangguan gerakan
untuk menilai kualitas rekuren atau goncangan terus-menerus.

b. Perilaku
Perilaku mengacu pada kekakuan pada tungkai atau torso. Kekakuan terutama
pada tahap awal penyakit parkinson, terkadang salah dikaitkan dengan
masalah arthritis atau ortopedi, seperti cedera otot – otot persendian.

c. Bradikinesia
Dalam bahasa Yunani "gerakan lambat," bradikinesia adalah gejala yang
sering terjadi pada penyakit parkinson dan gangguan gerakan terkait. Selain
keparahan kelambatan gerakan, bradikinesia pada penyakit parkinson biasanya
ditunjukkan oleh ekspresi wajah yang berkurang atau kaku (hypomimia),
penurunan kecepatan mata dan masalah dengan koordinasi motorik halus
(misalnya sulitnya mengkancingkan kemeja). Memiliki kesulitan membalik di
tempat tidur dan lamban, tulisan tangan berukuran kecil (micrographia) adalah
tanda lain dari bradikinesia.

d. Ketidakstabilan postural
Lebih jelas lagi ditahap akhir penyakit parkinson, ketidakstabilan postural
termasuk ketidakmampuan untuk mempertahankan postur tubuh tegak lurus
mencegah jatuh. Masalah keseimbangan seperti pada penyakit parkinson
terkait dengan kecenderungan untuk jatuh ke belakang (retropulsion).
Sebenarnya, bisa menyebabkan individu dengan penyakit parkinson terus
melangkah ke belakang atau bahkan terjatuh.

e. Kesulitan dalam berjalan


Bradikinesia dan ketidakstabilan postural keduanya berkontribusi pada gaya
berjalan, kesulitan dalam penyakit parkinson, terutama saat penyakit ini

8
berkembang. Gejala umum penyakit parkinson yang umum terjadi adalah
penurunan secara alami ayunan satu atau kedua lengan saat berjalan.
Nantinya, langkah-langkahnya mungkin menjadi lamban dan kecil dan gaya
berjalannya yang acak-acakan (festinasi) mungkin muncul. Masalah jalan pada
penyakit parkinson juga bisa mencakup kecenderungan mendorong maju
dengan cepat, langkah pendek (propulsi). Orang dengan penyakit parkinson
awal mungkin mengalami fase pembekuan, dimana kaki tampak terpaku ke
lantai.

f. Gejala pada suara


Selain gejala motor inti dari penyakit parkinson, perubahan pada suara bisa
dialami oleh penderita parkinson. Pada penderita parkinson, suara bisa
menjadi lebih lembut atau mungkin mulai kuat dan kemudian memudar jauh.
Mungkin ada kehilangan variasi volume normal dan emosi dalam suara,
sehingga individu dapat berbicara dengan nada datar. Pada penderita yang
lebih lanjut, berbicara bisa menjadi cepat, dengan kata-kata yang penuh sesak
atau gagap bisa terjadi.

2.3.2 Gejala non-motorik pada penyakit parkinson


Karena penyakit parkinson adalah jenis gangguan gerakan, sehingga terkait gejala
non motorik terkadang dilupakan. Namun, ada beberapa gejala umum penyakit
parkinson yang tidak terlihat secara gerakan.

a. Gangguan dalam indra penciuman


Sensitivitas berkurang terhadap bau (hyposmia) atau hilangnya bau (anosmia)
seringkali merupakan gejala awal penyakit parkinson. Sebenarnya, hyposmia
dan anosmia mungkin dialami beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun
sebelumnya gejala motorik khas penyakit parkinson muncul.

b. Gangguan tidur (Insomnia)


Masalah tidur biasanya dialami orang penderita parkinson. Ketidak mampuan
tidur atau insomnia primer, kurang umum terjadi dari pada ketidak mampuan
untuk tidur atau insomnia sekunder. Beberapa orang dengan penderita
9
parkinson mengganggu siklus tidur-bangun normal dengan tidur sepanjang
hari, hal ini dapat menyebabkan ketidak mampuan tidur di malam hari.
c. Depresi dan kecemasan
Depresi adalah gejala non-motorik yang umum terjadi pada penderita
parkinson. bisa berkisar pada tingkat keparahan dan mungkin membaik
dengan pengobatan parkinson, obat-obatan antidepresan dan "terapi bicara"
atau psikoterapi, seperti terapi perilaku kognitif (CBT). Kelompok atau
keluarga dapat membantu terapi untuk membantu meringankan depresi.
Kecemasan juga terjadi pada penderita parkinson dan depresi, bisa ringan atau
parah. Dalam beberapa kasus, kecemasan mungkin membutuhkan pengobatan.
Seperti depresi, psikoterapi seperti CBT dapat membantu mengatasi
kecemasan.

d. Proses mental
Terutama pada penderita parkinson yang lebih maju atau pada orang tua
dengan penderita parkinson, masalah dengan berpikir, menemukan kata dan
menilai adalah hal biasa. Banyak individu melaporkan kesulitan dalam
multitasking dan mengorganisir kegiatan sehari-hari. Kebingungan mungkin
juga efek samping dari beberapa obat parkinson.

e. Masalah seksual
Perubahan dalam hasrat seksual atau libido adalah gejala non-motor lainnya
dari penyakit parkinson yang sering kurang dikenali. Keinginan seksual
mungkin berkurang dalam beberapa kasus karena masalah psikologis yang
kompleks. Dalam kasus lain, libido yang berkurang bisa menjadi efek
langsung dari penyakit parkinson. Pengobatan dengan obat parkinson sering
meningkatkan gairah seksual dan dalam beberapa kasus, bahkan
meningkatkannya ke tingkat yang berlebihan. Pada pria, ketidak mampuan
untuk mencapai atau mempertahankan ereksi (impotensi) biasa terjadi.
Namun, impotensi juga mungkin terkait dengan beberapa lainnya perubahan
dalam tubuh atau kondisi lainnya.

10
f. Melanoma
Individu dengan penderita parkinson mungkin memiliki peningkatan risiko
melanoma. Akibatnya, orang dengan penderita parkinson seharusnya
menjalani pemeriksaan kulit tahunan dengan dokter kulit. Jika diperhatikan
adanya lesi kulit yang mengganggu, pastikan untuk konsultasi dengan dokter.

2.4 Diagnosis penyakit


Diagnosis penyakit parkinson meliputi:
a. Diagnosis lebih didasarkan pada usia dan riwayat pasien dan pada gambar
klinis khas daripada pengujian diagnostik khusus
b. Urinalisis bias memperlihatkan kadar dopamin turun
c. Computed tomography scan dan magnetic resonance imaging bisa dilakukan
untuk menyingkirkan gangguan lain, misalnya tumor intracranial. Penyebab
gemetar lain juga harus dicegah untuk mendapatkan diagnosis yang pasti.

2.5 Etiologi
Etiologi penyakit parkinson belum diketahui atau idiopatik. Terdapat beberapa
dugaan, diantaranya ialah: infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum
diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap
zat toksik yang belum diketahui, serta terjadinya penuaan yang prematur atau
dipercepat.

Penyakit parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansia


nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak
dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur atau
menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Mekanisme bagaimana
kerusakan itu belum jelas benar. Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan
timbulnya penyakit parkinson adalah sebagai berikut:
1. Usia
Penyakit parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang paling lazim
setelah penyakit alzheimer, dengan insiden di Inggris kira-kira 20/100.000 dan

11
prevalensinya 100-160/100.000. Prevalensinya kira-kira 1% pada umur 65
tahun dan meningkat 4-5% pada usia 85 tahun.
2. Genetik
Komponen genetik pada penyakit parkinson telah lama dibicarakan, karena
kebanyakan pasien memiliki penyakit sporadis dan penelitian awal pada orang
kembar memperlihatkan persamaan rata-rata rendah dari concordance pada
kembar monozigot dan dizigot. Pandangan bahwa genetik terlibat pada
beberapa bentuk penyakit parkinson telah diperkuat, bagaimanapun, dengan
penelitian bahwa kembar monozigot dengan onset penyakit sebelum usia 50
tahun memiliki pembawa genetik yang sangat tinggi, lebih tinggi dari kembar
dizigot dengan penyakit early-onset.

Lebih jauh, tanpa memperhatikan usia onset, hal yang nyata terlihat antara
kembar monozigot dapat ditingkatkan secara signifikan jika uptake
dopaminergik striatal abnormal pada kembar tanpa gejala dari pasangan yang
tidak harmonis, sebagai pernyataan oleh tomografi emisi positron dengan
fluorodopa F18, digunakan sebagai tanda penyakit parkinson presimtomatik.
Peningkatan risiko penyakit parkinson juga dapat dilihat pada hubungan
tingkat pertama pasien, biasanya ketika hasil tomografi emisi positron
hubungan asimtomatik diambil untuk dihitung, memenuhi bukti lebih lanjut
dari adanya komponen genetik terhadap penyakit.

Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit


Parkinson. Yaitu mutasi pada gen α-sinuklein pada lengan panjang kromosom
4 (PARK 1) pada pasien dengan parkinsonism autosomal dominan. Pada
pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point
pada gen parkin (PARK 2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya
disfungsi mitokondria.

Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningkatkan faktor resiko


menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun
dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika

12
disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonism tampak pada usia relatif
muda.
3. Periode
Fluktuasi jumlah penderita penyakit parkinson tiap periode mungkin
berhubungan dengan hasil pemaparan lingkungan yang episodik, misalnya
proses infeksi, industrialisasi ataupun gaya hidup. Data dari Mayo Klinik di
Minessota, tidak terjadi perubahan besar pada angka morbiditas antara tahun
1935 sampai tahun 1990. Hal ini mungkin karena faktor lingkungan secara
relatif kurang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit parkinson.
4. Faktor Lingkungan
a. Xenobiotik
Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan
kerusakan mitokondria.
b. Pekerjaan
Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama.
c. Infeksi
Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predisposisi
penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan
menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia
astroides.
d. Diet
Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stres oksidatif, salah satu
mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya, kopi
merupakan neuroprotektif.
e. Ras
Angka kejadian parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan
kulit hitam.
f. Trauma kepala
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski
peranannya masih belum jelas benar.
g. Stress dan depresi

13
Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik.
Depresi dan stres dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stres
dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stres
oksidatif.

2.6 Patofisiologi
Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit parkinson terjadi karena penurunan
kadar dopamin akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc)
sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplamik eosinofilik (Lewy bodies)
dengan penyebab multifaktor.

Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region kecil di
otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi
pusat control atau koordinasi dari seluruh pergerakan. Sel-selnya menghasilkan
neurotransmitter yang disebut dopamin, yang berfungsi untuk mengatur seluruh
gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat.
Dopamin diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak
terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta
kelancaran komunikasi (bicara). Dopamin diproyeksikan ke striatum dan
seterusnya ke ganglion basalis. Reduksi ini menyebabkan aktivitas neuron di
striatum dan ganglion basalis menurun, menyebabkan gangguan keseimbangan
antara inhibitorik dan eksitatorik. Akibatnya kehilangan kontrol sirkuit neuron di
ganglion basalis untuk mengatur jenis gerak dalam hal inhibisi terhadap jaras
langsung dan eksitasi terhadap jaras yang tidak langsung baik dalam jenis motorik
ataupun non-motorik. Hal tersebut mengakibatkan semua fungsi neuron di sistem
saraf pusat (SSP) menurun dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia),
tremor, kekakuan (rigiditas) dan hilangnya refleks postural.

Lewy bodies adalah inklusi sitoplasmik eosinofilik konsentrik dengan halo perifer
dan dense cores . Adanya Lewy bodies dengan neuron pigmen dari substansia
nigra adalah khas, akan tetapi tidak patognomonik untuk penyakit parkinson,
karena terdapat juga pada beberapa kasus parkinsonism atipikal. Untuk lebih

14
memahami patofisiologi yang terjadi perlu diketahui lebih dahulu tentang ganglia
basalis dan sistem ekstrapiramidal.

Dalam menjalankan fungsi motoriknya, inti motorik medula spinalis berada di


bawah kendali sel piramid korteks motorik, langsung atau lewat kelompok inti
batang otak. Pengendalian langsung oleh korteks motorik lewat traktus
piramidalis, sedangkan yang tidak langsung lewat sistem ekstrapiramidal, dimana
ganglia basalis ikut berperan. Komplementasi kerja traktus piramidalis dengan
sistem ekstapiramidal menimbulkan gerakan otot menjadi halus, terarah dan
terprogram.
Ganglia Basalis (GB) tersusun dari beberapa kelompok inti, yaitu:
1. Striatum (neostriatum dan limbic striatum)
2. Globus Palidus (GP)
3. Substansia Nigra (SN)

4. Nucleus Subthalami (STN)

Pengaruh GB terhadap gerakan otot dapat ditunjukkan lewat peran sertanya GB


dalam sirkuit motorik yang terjalin antara korteks motorik dengan inti medula
spinalis. Terdapat jalur saraf aferen yang berasal dari korteks motorik, korteks
premotor dan supplementary motor area menuju ke GB lewat Putamen. Dari
putamen diteruskan ke GPi (Globus Palidus internus) lewat jalur langsung (direk)
dan tidak langsung (indirek) melalui GPe (Globus Palidus eksternus) dan STN.
Dari GPe diteruskan menuju ke inti-inti talamus (antara lain: VLO: Ventralis
lateralis pars oralis, VAPC: Ventralis anterior pars parvocellularis dan CM:
centromedian). Selanjutnya menuju ke korteks dari mana jalur tersebut berasal.
Masukan dari GB ini kemudian mempengaruhi sirkuit motorik kortiko spinalis
(traktus piramidalis).

Agak sulit memahami mekanisme yang mendasari terjadinya kelainan di ganglia


basalis oleh karena hubungan antara kelompok-kelompok inti yang sangat
kompleks dan saraf penghubungnya menggunakan neurotransmitter yang

15
bermacam-macam. Namun ada dua kaidah yang perlu dipertimbangkan untuk
dapat mengerti perannya dalam patofisiologi kelainan ganglia basalis.

Patofisiologi GB dijelaskan lewat dua pendekatan, yaitu berdasarkan cara kerja


obat menimbulkan perubahan keseimbangan saraf dopaminergik dengan saraf
kolinergik, dan perubahan keseimbangan jalur direk (inhibisi) dan jalur indirek
(eksitasi). 6 hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi
neuron SNc adalah stres oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan terbentuknya
formasi oksiradikal, seperti dopamin quinon yang dapat bereaksi dengan α-
sinuklein (disebut protofibrils). Formasi ini menumpuk, tidak dapat digradasi oleh
ubiquitin-proteasomal pathway, sehingga menyebabkan kematian sel-sel SNc.

Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain:


1. Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan
nitric-oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitric-radical.
2. Kerusakan mitikondria akibat penurunan produksi adenosin trifosfat (ATP)
dan akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif, akhirnya
menghasilkan peningkatan apoptosis (kematian sel).

3. Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang


memicu apoptosis sel-sel SNc.

Dua hipotesis yang disebut juga mekanisme degenerasi neuronal pada penyakit
parkinson ialah hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin.
1. Hipotesis Radikal Bebas
Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamin dapat merusak neuron
nigrostriatal, karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal
oksi lainnya. Walaupun ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan
dari stres oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
2. Hipotesis Neurotoksin
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berperan pada proses
neurodegenerasi pada parkinson. Pandangan saat ini menekankan pentingnya
ganglia basal dalam menyusun rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam
melakukan gerakan dan bagian yang diperankan oleh serebelum ialah
16
mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai
pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah mengumpulkan
program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan melakukan
pembetulan kesalahan yang terjadi sewaktu program gerakan
diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal
adalah gerakan involunter.

2.7 Faktor Resiko


Faktor resiko penyakit parkinson meliputi:
a. Usia
Penyakit ini biasanya dimulai pada usia pertengahan atau akhir, dan risikonya
terus meningkat seiring bertambahnya usia. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena fungsi sel, jaringan dan organ-organ dalam tubuh semakin menurun
termasuk kemampuannya dalam memperbaiki diri.

b. Riwayat Keluarga
Memiliki kerabat dekat dengan kondisi tersebut meningkatkan kemungkinan
bahwa anda juga akan menderita penyakit ini. Namun, risikonya masih kecil
kecuali jika anda memiliki banyak kerabat di keluarga anda yang menderita
penyakit ini.
Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit
Parkinson. Yaitu mutasi pada gen α-sinuklein pada lengan panjang kromosom
4 (PARK 1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada
pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi
point pada gen parkin (PARK 2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan
adanya disfungsi mitokondria.
Adanya riwayat penyakit Parkinson pada keluarga meningkatkan faktor
resiko menderita penyakit Parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70
tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika
disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonism tampak pada usia relatif
muda. Kasus-kasus genetik di USA sangat sedikit, belum ditemukan kasus

17
genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian.
Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik
dari penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena
kasus penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun.

c. Jenis Kelamin
Laki-laki lebih cenderung mengembangkan penyakit ini dibanding wanita.
Hal in terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih sering terpapar dengan
bahan kimia dan beracun. Mulai dari timbal dan karbon monoksida dari asap
kendaraan, rotenon dari pestisida, hingga bahan-bahan kimia lain.

d. Bahan kimia berbahaya


Paparan herbisida dan pestisida yang sedang berlangsung mungkin akan
membawa Anda pada risiko yang sedikit meningkat.
Banyak bukti menunjukkan bahwa paparan pestisida dikaitkan dengan
peningkatan risiko penyakit Parkinson. Banyak penelitian pada hewan telah
memberikan bukti , dan beberapa penelitian pada manusia mengungkapkan
beberapa jenis pestisida dan kelas pestisida tertentu yang mungkin terkait
dengan penyakit Parkinson.
Insektisida organoklorin adalah golongan pestisida yang paling umum
dikaitkan dengan penyakit ini. Sebagian besar bahan kimia ini dilarang pada
tahun 1970-an dan 1980-an, namun karena struktur kimianya tahan terhadap
kerusakan, mereka dapat tetap berada di lingkungan dan rantai makanan
untuk waktu yang lama. Pestisida golongan organoklorin mencakup pestisida
seperti DDT, digunakan untuk pengendalian nyamuk, dan dieldrin, yang
digunakan untuk rayap.
Sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 2011 oleh peneliti dan
kolaborator NIEHS (National Institute of Environmental Health Sciences) di
Parkinson's Institute and Clinical Center di Sunnyvale, California,
menunjukkan hubungan antara penggunaan dua jenis pestisida, rotenone dan
paraquat dengan Parkinson. Orang yang menggunakan pestisida beresiko 2,5

18
kali mengalami penyakit Parkinson daripada orang yang tidak mengunakan
pestisida.
Rotenone secara langsung menghambat fungsi mitokondria yang
menghasilkan energi untuk menjalankan sel, sementara paraquat
meningkatkan produksi senyawa turunan oksigen yang merusak di dalam sel-
sel. Orang yang menggunakan pestisida dengan mekanisme tindakan serupa
juga cenderung menderita penyakit Parkinson.
Peneliti lain mempelajari efek gabungan dari paparan lingkungan, seperti
pestisida, dan kerentanan genetik terhadap risiko Parkinson. Studi yang
dilakukan oleh ilmuwan yang didanai NIEHS di UCLA School of Public
Health telah menunjukkan bahwa risiko pengembangan Parkinson pada
individu yang terpapar pestisida lebih besar pada mereka yang memiliki
variasi gen yang mempengaruhi transportasi dopamin daripada mereka yang
tidak.

e. Cedera kepala
Sejumlah penelitian selama bertahun-tahun telah melihat peran cedera kepala
yang mungkin terjadi pada penyakit Parkinson. Hal ini memungkinkan, karena
cedera otak melibatkan pembengkakan, stress oksidatif, dan kemungkinan
gangguan pada sawar darah otak, yang semuanya dapat berperan berkontribusi
dalam degenerasi neuron dan Parkinson

2.8 Terapi Farmakologi dan Non Farmakologi Penyakit Parkinson


2.8.1 Terapi Farmakologi
Tatalaksana pada penyakit parkinson dapat dibedakan menjadi tiga sifat, yaitu
simptomatik (memperbaiki gejala dan tanda), protektif (mempengaruhi
patofisiologi penyakit) dan restoratif (mendorong neuron baru atau merangsang
pertumbuhan dan fungsi sel neuron yang ada). Pendekatan tatalaksana dari
penyakit parkinson meliputi:

a. Meningkatkan transmisi dopaminergik dengan jalan:


1. Meningkatkan dopamin di sinaps (dengan levodopa)

19
Nama Obat Mekanisme
L-Dopa prekursor Dopa
Carbidopa, Benserazid menghambat metabolisme perifer oleh
dopa dekarboksilase
Entacapon, tolcapon menghambat degradasi Dopa oleh
Ometiltransferase
Selegilin menghambat degradasi Dopa oleh MAO
B
Amantadin meningkatkan sintesis dan pelepasan
dopamin,
menghambat re-uptake

2. Memberikan agonis dopamin

Nama Obat Mekanisme


Bromokriptin, lisurid agonis D2
Pramipeksol, ropinirol agonis D2 dan D3
Pergolid, apomorfin agonis D1 dan D2

3. Meningkatkan pelepasan dopamin


4. Menghambat re-uptake dopamin
5. Menghambat degradasi dopamin
b. Manipulasi neurotransmitter non-dopaminergik dengan obat antikolinergik
dan obat lain yang memodulasi sistem non-dopaminergik
c. Memberi terapi simptomatik terhadap gejala dan tanda yang muncul
d. Memberikan obat neuroprotektif terhadap progresi dari penyakit parkinson
e. Pembedahan ablasi (tallamotomi/pallidotomi), simulasi otak dalam atau brain
grafting
f. Terapi pencegahan berupa penghilangan faktor risiko atau penyebab penyakit
parkinson

20
Gambar 2.1 Algoritma tatalksana terapi Parkinson tahap awal

21
Gambar 2.2 Algoritma tatalaksana parkinson lanjut

Gambar 2.3 Lini obat yang digunakan untuk penyakit parkinson

22
2.8.2 Terapi Non-Farmakologi

A. Edukasi
Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya
pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa
simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan
psikis mereka menjadi maksimal.
B. Terapi rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita
dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-
masalah sebagai berikut: abnormalitas gerakan, kecenderungan postur tubuh
yang salah, gejala otonom, gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living
ADL) dan perubahan psikologik. Latihan yang diperlukan penderita parkinson
meliputi latihan fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi.
Latihan fisioterapi meliputi: latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan
ekstensi trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki di
lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot ekstensor panggul
agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari kursi.
Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian
lingkungan tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai
bermacam strategi, yaitu:
a. Strategi kognitif: untuk menarik perhatian penuh atau konsentrasi, bicara
jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun
visual dan hanya melakukan satu tugas kognitif maupun motorik.
b. Strategi gerak: seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan yang
agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut sesuatu
di lantai.
c. Strategi keseimbangan: melakukan ADL dengan duduk atau berdiri dengan
kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada dinding.
Hindari eskalator atau pintu berputar. Saat berjalan di tempat ramai atau
lantai tidak rata harus konsentrasi penuh jangan bicara atau melihat sekitar.
Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif, kepribadian,
status mental pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan untuk
23
melakukan terapi rehabilitasi kognitif dan melakukan intervensi
psikoterapi.
C. Olahraga
Peneliti NIEHS telah menunjukkan bahwa berolahraga setiap hari dapat
melindungi dari penyakit parkinson. Pada populasi besar orang dewasa yang
lebih tua, tingkat aktivitas fisik sedang hingga kuat yang lebih tinggi pada usia
paruh baya dikaitkan dengan risiko parkinson yang lebih rendah.
Olahraga juga bisa menguntungkan pasien yang menderita penyakit ini,
dengan memperbaiki keseimbangan dan mengurangi depresi dan
meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Sebagai contoh, sebuah
penelitian baru-baru ini menemukan bahwa pelatihan tai chi pada pasien
parkinson tingkat ringan sampai sedang meningkatkan keseimbangan dan
mengurangi risiko jatuh.

2.9 Interaksi Obat


1. Levodopa + Antasid
Antasid tidak berinteraksi secara signifikan dengan levodopa, walaupun ada
beberapa kejadian bahwa antasid mengurangi bioavailabilitas levodopa.
Mekanisme:
Usus halus merupakan tempat absorpsi yang utama untuk levodopa dan
penundaan pengosongan lambung dapat menyebabkan kadar levodopa dalam
plasma rendah, hal ini disebabkan karena levodopa dapat dimetabolisme di
dalam pencernaan.
2. Levodopa + Antikolinergik
Antikolinergik sangat luas penggunaannya dengan levodopa. Antikolinergik
dapat mengurangi penyerapan levodopa sehingga dapat mengurangi efek
sampai tingkat tertentu.
Mekanisme:
Usus halus merupakan tempat absorpsi yang utama untuk levodopa,
antikolinergik dapat menyebabkan penundaan pengosongan lambung sehingga
dapat menyebabkan rendahnya kadar levodopa dalam plasma karena
metabolisme di mukosa lambung menjadi lebih lambat.

24
3. Levodopa + Antiemetik (Metoklopramid)
Metoklopramid dapat meningkatkan efek dari levodopa.
Mekanisme:
Metoklopramid merupakan antagonis dopamin yang dapat menyebabkan
gangguan extrapiramidal (gejala parkinson). Pada sisi lain metoklopramid
merangsang pengosongan lambung yang dapat meningkatkan bioavaibilitas
levodopa.
4. Levodopa + Antidepresan
Resiko terjadi krisis hipertensi jika levodopa diberikan bersamaan dengan
penghambat MAO, meningkatkan resiko efek samping jika levodopa
diberikan bersama dengan moklobemid.
5. Levodopa + Entacapone
Entacapone meningkatkan kadar plasma dan bioavailabilitas levodopa,
sehingga meningkatkan efek terapi pada pasien penyakit parkinson. Akan
tetapi peningkatan ini disertai dengan meningkatnya efek samping levodopa
(contoh: diskinesia), sehingga disarankan bahwa saat mulai digunakan
entacapone, dosis levodopa sebaiknya dikurangi sekitar 10 sampai 30%
(termasuk pada hari atau minggu pertama pemakaian) untuk menghindari
potensi terjadinya efek samping tersebut.
6. Levodopa + Metildopa
Metildopa dapat meningkatkan efek levodopa sehingga perlu dilakukan
penurunan dosis pada beberapa pasien, akan tetapi di sisi lain hal ini dapat
pula menyebabkan terjadinya diskinesia yang semakin buruk. Dapat pula
terjadi efek peningkatan hipotensi yang kecil.
7. Levodopa + Fenilbutazon
Seorang pasien (yang sangat sensitif terhadap levodopa) ditemukan bahwa
pasien tersebut dapat mencegah pergerakan involunter dari lidah, leher dan
lengan yang disebabkan oleh levodopa (125 mg). Pasien tersebut dapat
menekan efek samping levodopa dengan menggunakan fenilbutazon.
Fenilbutazon juga menurunakan efek terapi dari levodopa.
8. Levodopa + Fenitoin
Efek terapi levodopa dikurangi atau dihilangkan dengan adanya fenitoin.

25
Suatu studi yang menggunakan levodopa 630 hingga 4600 mg, ditemukan
bahwa jika dilakukan pemberian bersama dengan fenitoin (dosis 500 mg per
hari selama 5 sampai 19 hari) maka dapat menghilangkan efek diskinesia,
tetapi efek menguntungakan dari levodopa untuk penyakit parkinson juga
berkurang atau hilang.
9. Levodopa + Trisiklik antidepresan
Terjadi efek hipertensif ketika imipramin atau amitriptilin digunakan bersama
dengan Sinemet.
10. Selegiline + Antidepressant
Beberapa kasus sindrom serotonin dan kerusakan serius pada SSP telah
terlihat pada penggunaan selegiline dan trisiklik antidepresan atau SSRI S .
a. Citalopram
Pengamatan dilakukan secara acak terhadap 18 orang, dimana tidak
menunjukkan adanya interaksi farmakodinamik dan farmakokinetik pada
penggunaan bersama citalopram dan selegiline. Pemberian 20 mg citalopram
sekali dalam sehari  untuk pemakaian 10 hari dimana 4 hari citalopram
digunakan bersama selegiline dengan pemberian dosis 10 mg sekali sehari.
Tidak ada bukti yang menunjukkan adanya perubahan, tetapi bioavaibilitas
selegiline sedikit berkurang sekitar 30% dengan adanya citalopram. Tetapi
dapat disimpulkan bahwa tidak ada interaksi klinik yang terjadi diantara
selegiline dan citalopram.

b. Antidepresan Tetrasiklik
Pada seseorang yang sedang menggunakan selegiline, levodopa/carbidopa,
lisuride, maprotiline, teofilin, efedrin menyebabkan hipertensi (tekanan darah
300/150 mg), vasokonstriksi, bingung, nyeri perut, berkeringat dan takikardi
(110 bpm) meningkatkan dosis teofilin dan efedrin. Semua obat tersebut
diberhentikan penggunaannya dan pasien diberikan nicardipin secara iv.
Orang tersebut sembuh dalam waktu yang singkat. Dapat diperkirakan hal
tersebut adalah pseudovphaeochromocytoma yang disebabkan oleh
selegiline/maprotilen/interaksi efedrin.

26
c. Antidepresan Trisiklik
Pada tahun 1989 dan 1994 FDA menerima 16 laporan mengenai interaksi
selegiline dan antidepresan trisiklik, yang berhubungan dengan adanya
sindrom serotonin. Oleh karena ini pihak Amerika menetapkan bahwa
penggunaan bersama selegiline dengan antidepresan trisiklik harus dihindari.
Salah satu penelitian menyatakan pada 4568 pasien yang menggunakan
selegiline dan antidpresan (termasuk trisiklik) hanya ditemukan 11 orang
(0,24%) yang mengalami sindrom serotonin dan 2 orang (0,04%) yang
mengalami gejala yang serius.

2.10 Studi Kasus


Diketahui:
1. Pasien laki-laki berusia 50 tahun dengan keluhan anggota badan terasa
kaku dan sulit digerakan. Badan terus-menerus gemetar sejak satu minggu
sebelum masuk Rumah Sakit. Gemetar dirasakan terutama saat beristirat.
Terdapat riwayat mondok 2 kali di RS dengan diagnosis stroke non
hemoragik dengan kelemahan anggota gerak kiri. Pasien sering merasa
sulit tidur dan tampak depresi. Ada riwayat gemetaran sebelumnya, tidak
ada riwayat penyakit diabetes mellitus, asma, hipertensi, ginjal, jantung,
maupun penggunaan obat-obatan tertentu. Riwayat penyakit keluarga :
tidak didapatkan riwayat penyakit serupa.
2. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum cukup, kesadaran compos
mentis, GCS E4V5M6. Tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 72 x/menit,
pernafasan 22 x/menit, suhu 36,3 derajat celcius. Terdapat tremor pada
kedua tangan dan kaki.
3. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan adanya peningkatan pada tonus
otot keempat anggota gerak, peningkatan pada refleks fisiologis bisep dan
trisep kedua tangan, refleks patologis Hoffmann-Trommer positif pada
kedua tangan, refleks glabella positif. Pada pemeriksaan pada nervus
kranialis XI didapatkan, keterbatasan dalam mengangkat bahu.
4. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan angka leukosit 6,8 x
10 /mm, hemoglobin 13,9 gr/dl, hematokrit 40,6%, angka trombosit 357 x

27
10 /mm, GDS 113 (70-115), ureum 49 (10-50), kreatinin 1,17 (0,6-1,2),
kalium 4,0 (3,4-5,4), natrium 141 (135-155), klorida 100 (95-108).
5. Diagnosis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dibuat diagnosa
penyakit parkinson sekunder.

Penyelesaian:
Subyek
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Umur : 50 th
 Keluhan : Anggota badan terasa kaku dan sulit digerakan. Badan
terus-menerus gemetar sejak 1 minggu sebelum masuk RS. Gemetar
dirasakan terutama saat beristirahat. Terdapat riwayat mondok 2x di RS
dengan diagnosis stroke non hemoragik dengan kelemahan anggota gerak
kiri. Pasien sering merasa sulit tidur dan tampak depresi. Ada riwayat
gemetaran sebelumnya, tidak ada riwayat penyakit diabetes mellitus, asma,
hipertensi, ginjal, jangtung, maupun penggunaan obat-obatan tertentu.
 Riwayat penyakit keluarga : tidak didapatkan riwayat penyakit serupa.

Obyek
Pemeriksan Fisik :
 Keadaan umum cukup
 Kesadaran compos mentis, CGS E4V5M6
 Terdapat tremor pada kedua tangan dan kaki
Hasil Normal
Tekanan darah 130/90 mmHg 120/80 mmHg
Nadi 72 x/menit 60-80 x/menit
Pernafasan 22 x/menit 12-20 x/menit
Suhu 36,3 °C 37 °C

28
Pemeriksan Laboratorium :
Nilai Normal Satuan Hasil Keterangan
Pemeriksaan
Leukosit 4,5-11x103 /mm3 6,8x103 Normal
Hemoglobin 13,5-16,5 Mg/dL 13,9 Normal
Hematokrit 45-55 % 40,6 Normal
Trombosit 150-400x103 /mm3 357x103 Normal
GDS 70-115 mg/Dl 113 Normal
Ureum 10-50 mg/dL 49 Normal
Kreatinin 0,6-1,2 mg/dL 1,17 Normal
Kalium 3,4-5,4 mEq/L 4,0 Normal
Natrium 135-155 mEq/L 141 Normal
Klorida 95-108 mEq/L 100 Normal

Pemeriksaan neurologis :
• Adanya peningkatan pada tonus otot keempat anggota gerak
• Peningkatan pada refleks fisiologis bisep dan trisep kedua tangan
• Reflex patologis Hoffmann-Trommer positif pada kedua tangan
• Reflex glabella positif
• Pada pemeriksaan pada nervus kranialis XI didapatkan, keterbatasan dalam
mengangkat bahu.

Assessment
Penyakit Parkinson sekunder

Plan
Tujuan Terapi: Mengurangi gejala-gejala parkinsonisme dan memperlambat
progresivitas penyakit.
Terapi Farmakologi:
1. Selegilin
2. Carbidopa/Levodopa
3. Amantadin
29
Terapi non farmakologi: Terapi Autofisual

EVALUASI KERASIONALAN OBAT TERPILIH


Memakai metode 4T + 1W
a. Tepat Indikasi
Nama Obat Indikasi Mekanisme Ket
Kerja
Selegilin Penyakit Menghambat TI
parkinson, deaminase
digunakan dopamin
tunggal atau sehingga kadar
sebagai dopamin diujung
tambahan pada syaraf
levodopa dopaminergik
lebih tinggi.
Carbidopa/Levodopa Parkinsonisme Replesi TI
kekurangan
dopamin korpus
triatum
Amantadin Penyakit Meningkatkan TI
parkinson aktivitas
dopaminergik
serta
menghambat
kolinergik di
korpus striatum

b. Tepat Obat
Nama Obat Alasan dipilihnya obat Ket.
Selegilin Obat pilihan pertama TO
yang meperpanjang
efek kerja dopamin
Carbidopa/Levodopa Obat paling efektif TO
untuk manajemen
penyakit parkinson
LDOPA dapat
menembus sawar darah
otak, dimana dopamin

30
tidak bisa
menembusnya
Amantadin Efektif untuk TO
meredakan gejala
parkinson, efektif
meredakan tremor

c. Tepat Dosis
Obat Rekomendasi dosis Dosis yang Ket
diberikan
Selegilin 10 mg pada pagi hari 2x5 mg/hari TD
tiap makan
pagi dan
siang
Carbidopa/Levodopa 25/100 mg 3x1. 3x25/100 mg TD
Setelah 2-3 hari
dilakukan penurunan
Carbidopa/Levodopa
10-30 %
Amantadin 200-300 mg/hari 100 mg. 2 x 1 TD

d. Tepat Pasien
Nama Obat Kontraindikasi Keteragan
Selegilin Kehamilan, menyusui TP
Carbidopa/Levodopa Glaukoma, penyakit TP
psikiatrik berat
Amantadin Epilepsi, riwayat tukak TP
lambung, gangguan
ginjal berat

e. Waspada Efek Samping


31
Nama Obat Efek Samping Keterangan
Selegilin Mual, konstipasi, WESO
diare, mulut kering,
gangguan tidur,
halusinasi, aritmia,
sakit kepala, nyeri di
dada.
Carbidopa/Levodopa Anoreksia, mual, WESO
muntah, insomnia,
pusing, hipotensi
Amantadin Gangguan hepar dan WESO
gijal, penyakit
jantung kongesif,
kondisi kebingugan
dan halusinasi.

2.11 Terminologi Klinik


1. Bradikinesia : gerakan lambat
2. Hypomimia : kaku
3. Retropulsion : kecenderungan untuk jatuh ke belakang
4. Festinasi : gaya berjalan yang acak-acakan
5. Propulsi : langkah pendek
6. Hyposmia : sensitivitas berkurang terhadap bau
7. Anosmia : hilangnya bau
8. Insomnia : gangguan tidur
9. Impotensi : ketidak mampuan untuk mencapai atau
mempertahankan ereksi
10. Involuntary : gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki
11. Neurodegenerative : kondisi patologis pada sel saraf dimana sel saraf
tersebut mengalami kehilangan struktur atau fungsi
sebenarnya secara progresif
12. Penyakit sporadic : keadaan penyebaran penyakit di suatu daerah yang
tidak merata
13. Predisposisi : menjadi lebih mungkin atau rentan
14. Stres oksidatif : keadaan dimana jumlah radikal bebas di dalam
tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk
menetralkannya
32
15. Patognomonik : gejala khas dan kuat suatu penyakit
16. Diskinesia : gangguan gerakan

BAB III

33
KESIMPULAN

Parkinson adalah suatu kelainan sistem saraf pusat yang sering merusak motorik
penderita yaitu keterampilan, ucapan dan fungsi lainnya. Parkinson merupakan
suatu kelainan neurogeneratif progresif kronis, ditandai dengan adanya
simtomatologi motorik yang dominan (tremor pada waktu istirahat, kekakuan,
bradikinesia dan hilangnya refleks postural) akibat penurunan dopamin dengan
berbagai macam sebab.

Tujuan tatalaksana medis penyakit parkinson adalah untuk mengendalikan tanda-


tanda dan gejala selama mungkin sambil meminimalkan efek samping.
Tatalaksana pada penyakit parkinson dapat dibedakan menjadi tiga sifat, yaitu
simptomatik (memperbaiki gejala dan tanda), protektif (mempengaruhi
patofisiologi penyakit) dan restoratif (mendorong neuron baru atau merangsang
pertumbuhan dan fungsi sel neuron yang ada). Pengobatan non farmakologi juga
perlu diperhatikan untuk membantu meredakan gejala penyakit parkinson, salah
satunya adalah edukasi, terapi rehabilitasi dan olahraga.

DAFTAR PUSTAKA

34
1. https://www.webmd.com/parkinsons-disease/default.htm

2. World Health Organization. 2006. Neurological disorders : public health


challenges. Switzerland: WHO Press.

3. Tan., 2007. Parkinson’s Disease& Other Movement Disorders. Medan:


Pustaka Cendekia

4. Rahayu R.A., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.
Jakarta: InternaPublishing

5. Lusia Kus Anna, “Ayo Lebih Peduli Parkinson”, Kompas diakses dari
http://health.kompas.com/read/2013/04/12/1332361/Ayo..Lebih.Peduli.Par
kinson, pada tanggal 27 Oktober 2017.

6. Noviani E., Gunarto U., Setyono J., 2010. Hubungan antara Merokok
dengan Penyakit Parkinson di RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo
Purwokerto. Journal Mandala of Health.

7. Sjahrir H., 2007. Parkinson’s Disease & Other Movement Disorders.


Medan: Pustaka Cendekia
8. American Parkinson Disease Association. (2016). Handbook Parkinson’s
Disease. New York: American Parkinson Disease Association.

9. Lippincott Williams, W. (2011). Nursing: Memahami Berbagai Macam


Penyakit . Jakarta : Indeks.

10. Ginsberg L. Lecture Notes: Neurologi. 8 ed. Jakarta: Erlangga; 2008.

11. Silitonga R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup


Penderita penyakit parkinson di poliklinik saraf rs dr kariadi. Semarang:
Universitas Diponegoro; 2007.

35
12. P. Laksono SQea. Persentase Distribusi Penyakit Genetik dan Penyakit
Yang Dapat Disebabkan Oleh Faktor Genetik Di RSUD Serang. 2011;3:5.

13. Baehr MF, Michael. Duu,s Topical Diagnosis in Neurology. 4th ed. United
States of America: Thieme; 2005.

14. A B. Manajemen dari Penyakit Parkinson yang Lanjut.1-3,.

15. Purba JS. Penyakit Parkinson. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.

16. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2012.

17. Xu Q, Park Y, Huang X, Hollenbeck A, Blair A, Schatzkin A, Chen H.


2010. Physical activities and future risk of Parkinson disease. Neurology
75(4):341-348.

18. Li F, Harmer P, Liu Y, Eckstrom E, Fitzgerald K, Stock R, Chou LS.


2013. A randomized controlled trial of patient-reported outcomes with tai
chi exercise in Parkinson’s disease. Mov Disord; doi:10.1002/mds.25787
[Online 29 December 2013].
19. Fauci A et al.Harrison’s principal of internal medicine. 17th Ed. San
Francisco : McGraw-Hill. [e-book].

20. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Mitchell RN. Robbins basic pathology.
8thed. Philadelphia: Saunders, 2007. p.893-895

21. Rahayu RA. Penyakit parkinson. In: Sudoyo AW et al [editor]. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. Ed.5. Jakarta : Interna Publishing. Hal.854-9

22. Joesoef AA, Agoes A, Purnomo H, Dalhar M, Samino. Konsensus


tatalaksana penyakit parkinson. Surabaya: Kelompok Studi Movement

36
Disorder (Gangguan Gerak) Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia (PERDOSI), 2000. h.8-13

37

Anda mungkin juga menyukai