Anda di halaman 1dari 31

Pemilihan, Penyimpanan dan Stabilitas Spesimen

Toksikologi pada Korban Keracunan Bahan Tambahan


Makanan Yang dilarang

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Mata Kuliah Flebotomi
Disusun oleh Kelompok 6 :

1. Adi Kurniawan P17334119001


2. Agnia Hana T P17334119003
3. Risma Nur Fauziyah P17334119029
4. Salsabila Putriana B P17334119031
5. Syifa Alfaini Mazid P17334119037
6. Vina Agistia P17334119040
7. Wina Rahma Sarita P17334119044

Kelas : D3 – 1A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2020
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, ucapan
tersebut penulis sampaikan karena hanya dengan karunia, taufik dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan Makalah Ilmiah ini dengan judul “Pemilihan,
Penyimpanan dan Stabilitas Spesimen Toksikologi pada Korban Keracunan
Bahan Tambahan Makanan Yang dilarang”. Makalah Ilmiah ini dapat
tersusun dengan tepat waktu guna diajukan untuk memenuhi salah satu sebagai
Tugas Kelompok Mata Kuliah Flebotomi Program Studi Diploma III Analis
Kesehatan Poltekkes Kemenkes Bandung.

Pada penyusunan Makalah Ilmiah ini, tidak akan terwujud dengan baik tanpa
adanya bantuan, arahan dan bimbingan dari semua pihak, maka dari itu, penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Wiwin Wiryanti, S.Pd.,M.Kes, selaku koordinator mata kuliah flebotomi
dan dosen mata kuliah flebotomi kelas D3-1A, yang telah memberikan
dukungan kepada penulis dalam proses pembelajaran dan perkuliahan.
2. Dra. Ganthina Sugihartina, Apt,.M.Si selaku dosen mata kuliah flebotomi
kelas D3-1A, yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam
proses pembelajaran dan perkuliahan.

Akhir kata, penulis berharap agar makalah ilmiah ini dapat memberikan
inspirasi dan manfaat bagi pembaca.

Bandung, April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan .............................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................5
2.1 Definisi Toksikologi ..........................................................................5
2.2 Definisi Toksikologi Makanan .......................................................... 5
2.3 Keracunan Makanan ......................................................................... 5
2.4 Bahan Tambahan Makanan ................................................................6
2.4.1 Boraks.....................................................................................8
2.4.2 Asam salisilat......................................................................... 9
2.4.3 Dietilpirokarbonat.................................................................. 9
2.4.4 Dulsin..................................................................................... 9
2.4.5 Kalium Klorat,,.......................................................................10
2.4.6 Minyak Nabati Yang Dibrominasi..........................................10
2.4.7 Formalin..................................................................................10

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................... 12


3.1 Pemilihan sampel ..............................................................................12
3.1,1 Pengambilan sampel ..............................................................17
3.2 Penyimpanan Sampel ........................................................................18
3.2.1 Penyimpanan sampel / barang bukti yang dicurigai…………...19

3.2.2 Pengadministrasian dan pengiriman sampel / barang bukti yang

dicurigai ke laboratorium………...……………………………20

ii
3.3 Stabilitas Sampel ..............................................................................21
3.3.1 Boraks ..................................................................................21
3.3.2 Formalin ...............................................................................22
3.3.3 Asam Salisilat ....................................................................... 23
3.3.4 Dietilpirokarbonat ................................................................. 23
3.3.5 Nitrofurazon ......................................................................... 23
3.3.6 Dulsin .................................................................................... 24

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 25


4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 25
4.2 Saran ................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 26

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Makanan diperlukan oleh setiap makhluk hidup untuk kelangsungan
hidupnya. Makanan digunakan sebagai sumber energi, memperbaiki sel
yang rusak, menjaga suhu tubuh, untuk pertumbuhan dan pertahanan
penyakit. Makanan yang sehat adalah makanan yang mengandunggizi
yang seimbang dan baik dikonsumsi oleh tubuh(Kementrian Kesehatan RI,
2014).
Kenyataannya, konsumen memilih makanan bukan berdasarkan kebutuhan
tubuh, tetapi berdasarkan warna, kelezatan, aroma, atau bentuknya. Supaya
orang tertarik terhadap suatu makanan, maka perlu ditambahkan bahan
tambahan pangan kedalam makanan yang diolah. Bahan tambahan
makanan (BTM) atau bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang
ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk
pangan (Kemenkes RI, 2012). Sementaraitu menurut definisi lain Bahan
Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan atau campuran bahan yangsecara
alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi
ditambahkan kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk
pangan, antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal,
pemucat dan pengental ( Praja, 2015)
Bahan Tambahan Pangan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja
ke dalam makanan dalam jumlah kecil sehingga dapat memperbaiki
penampilan, cita rasa, tekstur, dan memperpanjang daya simpan makanan.
Oleh karena fungsinya hanya sebagai tambahan, maka tentunya dalam
penggunaannya ada batas ukurannya atau disebut batas ambang yang
ditentukan oleh Departemen Kesehatan yang harus ditaati oleh produsen
makanan dan minuman dalamkemasan, jika tidak maka akan
membahayakan kesehatan kita.
Toksikologi bahan tambahan pangan merupakan ilmu yang mempelajari
pengaruh buruk zat tambahan makanan bagi manusia. Pada pengolahan

1
2

makanan-makanan sering ditambahkan bahan additif guna pengawetannya


maupun kesegarannya dan kelezatannya. Dalam hal ini toksikologi
berperan pentingdalam menjamin keamanan dari bahan yang ditambahkan
(Mansyur,2003). Oleh karena itu, penggunaan BTP diatur oleh
pemerintah, baik melalui peraturan menterikesehatanmaupun BPOM.
Akan tetapi, banyak produsen nakal yang tidak mengindahkan 63
peraturan tersebut dan menggunakannya melebihi batas maksimum yang
telah diperbolehkan. Bahkan ada sebagian dari mereka dengan sengaja
menggunkan BTP yang dilarang pengunaanya dalam bahan makanan.
Misalnya keberadaan boraks dan formalin pada makanan berfungsi untuk
dapat meningkatkan daya simpan.
Dengan adanya keberadaan boraks dan formalin perlu dikhawatirkan
dampak yang akan dihasilkan dari hal tersebut seperti gangguan otak, hati,
dan ginjal. Dalam jumlah banyak, dapat menyebabkan demam, anuria,
merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis,
tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, koma, bahkan kematian.
Dari dampak yang dihasilkan, boraks dapat dikatakan sebagai bahan toksik
dikarenakan efek racunnya terhadap kesehatan (Windayani, 2010). Dengan
demikian makanan yang telah terkontaminasi boraks dapat disebut
makanan yang telah tercemar oleh bahan toksik (Nurmaini, 2001).
Efeknya tentu saja tidak baik bagi kesehatan dan dapat menyebabkan
kematian.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah yang
akan dibahas adalah sebagai berikut.
1) Apa saja jenis sampel yang dapat dipilih pada korban keracunan bahan
tambahan makanan yang dilarang?
2) Bagaimana cara penyimpanan sampel yang telah didapat dari korban
keracunan bahan tambahan makanan yang dilarang ?
3) Bagaimanakah kestabilan sampel yang didapat dari korban keracunan
bahan tambahan makanan yang dilarang?
3

1.3 Tujuan Penulisan


A. Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami pentingnya untuk melakukan pemilihan,
penyimpanan dan stabilitas spesimen toksikologi pada korban
keracunan bahan tambahan makanan yang dilarang guna mendapatkan
spesimen yang representatif sehingga diperoleh hasil pengujian
laboratorium yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
B. Tujuan Khusus
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
(1) Mengetahui jenis sampel yang dapat dipilih pada korban keracunan
bahan tambahan makanan yang dilarang.
(2) Memahami cara penyimpanan sampel yang telah didapat dari
korban keracunan bahan tambahan makanan yang dilarang.
(3) Memahami kestabilan sampel yang didapat dari korban keracunan
bahan tambahan makanan yang dilarang.

1.4 Manfaat Penulisan


Penulisan ini memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan manfaat
praktis. Kedua manfaat tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.
A. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan
manfaat untuk menambah wawasan mengenai pemilihan,
penyimpanan dan stabilitas spesimen toksikologi pada korban
keracunan bahan tambahan makanan yang dilarang, agar hasil
pengujian laboratorium nanti didapat secara akurat dan tepat
B. Manfaat Praktis
Secara praktis, penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut.
(1) Bagi profesi, hasil penulisan diharapkan dapat meningkatkan
kompetensi tenaga medis di bidang laboratorium dalam
4

melaksanakan pemilihan, penyimpanan dan stabilitas spesimen


toksikologi.
(2) Bagi pendidikan, hasil penulisan diharapkan dapat menambah
wawasan mengenai pemilihan, penyimpanan dan stabilitas
spesimen toksikologi.
(3) Bagi penelitian, hasil penulisan diharapkan dapat meningkatkan
kompetensi dalam pemilihan, penyimpanan dan stabilitas
spesimen toksikologi.
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Toksikologi


Toksikologi merupakan ilmu mempelajari pengaruh merugikan suatu
zat/bahan kimia pada organisme hidup. Ilmu ini berkaitan dengan efek-
efek dan mekanisme kerja yang merugikan dari bahan kimia terhadap
binatang dan manusia. Bahan toksik adalah bahan kimia dalam jumlah
relative sedikit, berbahaya bagi kesehatan. Berdasarkan pada definisi
menunjukkan bahwa terdapat beberapa unsur dalam toksikologi saling
berinteraksi untuk menghasilkan keadaan aman. Adapun klasifikasi
toksisitas diantaranya, Klasifikasi berdasarkan sumber asal (asal bahan),
Klasifikasi berdasarkan wujud, Klasifikasi berdasarkan sifat kimia-fisika,
Klasifikasi berdasarkan terbentuknya pencemar/xenobiotik, Klasifikasi
berdasar efek kesehatan, dan Klasifikasi berdasarkan kerusakan/organ
target.

2.2 Definisi Toksikologi Makanan


Toksikologi makanan adalah ilmu yang mempelajari sifat, sumber, dan
pembentukan zat beracun di dalam makanan, mencakup mekanisme,
manifestasi daya rusak, dan batas aman bagi zat toksik (racun) tersebut.
Suatu zat (substansi) dianggap beracun jika zat tersebut memiliki
kemampuan merusak sel atau jaringan melalui mekanisme, selain trauma
fisik. Toksikologi makanan memang menjadi sebagian kajian dalam ilmu
gizi (JM Concon, 1988; part A).

2.3 Keracunan Makanan


Sementara itu keracunan maknaan sendiri berarti penyakit yang terjadi
setelah menyantap makanan mengandung racun yang dapat berasal dari
jamur, kerang, pestisida, susu, bahan beracun yang terbentuk akibat
pembusukan makanan, dan bakteri. Pada dasarnya, racun ini mampu
merusak semua organ tubuh manusia tetapi yang paling sering terganggu

5
6

adalah saluran cerna dan sisitem saraf timbul sebagia rasa lemah, gatal,
kesemutan (parestesi) dan kelumpuhan (paralisis) otot pernafasan.

Istilah keracunan makanan (food poisoning/food intoxication) sebaiknya


jangan dicampurkanadukkan dengan foodborne disease/illness. Meskipun
keduanya ditularkan lewat makanan, istilah terakhir ini mengacu pada
semua mikroorganisme (bkateri, virus dan parasit)tanpa mempedulikan
mampu tidaknya mikroba tersebut menghasilkan racun. Selain itu,
keracunan makanan hanya berkaitan dengan makanan yang secara alami
telah mengandung racun atau telah tercemar oleh jasad renik penghasil
racun.

2.4 Bahan Tambahan Makanan

Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang


biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan
komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi,
yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud
teknologi pada pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi, 2006).

Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan


gizi pangan pada bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan
bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan kedalam
makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk
pangan. Bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja
ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan
terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan dan atau penyimpanan.
Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan
tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan
(ingredient) utama. Menurut codex, bahan tambahan pangan adalah bahan
yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara
sengaja pada proses pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki
nilai gizi dan ada yang tidak (Cahyandi, 2006).
7

Di Indonesia telah disusun peraturan tentang Bahan Tambahan Pangan


yang diizinkan ditambahkan dan yang dilarang (disebut Bahan Tambahan
Kimia) oleh Depertemen Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/MenKes/Per/X/1999. Menurut
Depkes RI (2004) pada dasarnya pesyaratan bahan tambahan pangan yang
digunakan adalah sebagai berikut :

1. Harus telah mengalami pengujian dan evaluasi toksikologi

2. Harus tidak membahayakan kesehatan konsumen pada kadar yang


diperlukan dalam penggunaanya.

3. Harus selalu dipantau terus-menerus dan dilakukan evaluasi kembali


jika perlu

sesuai dengan perkembangan teknologi dan hasil evaluasi toksikologi.

4. Harus selalu memenuhi persyaratan spesifikasi dan kemurnian yang


telah ditetapkan.

5. Harus dibatasi penggunaannya hanya untuk tujuan tertentu dan hanya


jika maksud penggunaan tersebut tidak dapat dicapai dengan cara lain
secara ekonomis dan teknis.

6. Sedapat mungkin penggunaannya dibatasi agar makanan tertentu


dengan maksud tertentu dan kondisi tertentu serta dengan kadar serendah
mungkin tetapi masih berfungi seperti yang dikehendaki (Viana, 2012).

Dalam PP no 8 tahun 2004, tentang larangan pemerintah mengenai


penggunaan bahan tambahan makanan yang jelas-jelas dilarang
penggunaannya. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999, dijelaskan beberapa bahan tambahan
makanan yang dilarang. Pelarangan bahan-bahan tambahan tersebut
berdasarkan pada penelitian para ahli. Berikut ini adalah bahan tambahan
makanan yang dilarang penggunaanya oleh pemerintah: Asam Borat
(Boric Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic
Acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC), Dulsin
8

(Dulcin), Kalium Klorat (Potassium Chlorate), Kloramfenikol


(Chloramphenicol), Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated
vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde)
dan Kalium Bromat (Potassium Bromate)

2.4.1 Boraks

Boraks adalah senyawa kimia dengan rumus Na2BO710H2O berbentuk


kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal.
Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/IX/1988, asam
boraks dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan
makanan yang dilarang digunakan dalam produk makanan. Karena asam
boraks dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat
karsinogen.Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan ternyata masih
banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan,
karena selain berfungsi sebagai pengawet, boraks juga dapat memperbaiki
tekstur bakso dan kerupuk hingga lebih kenyal dan lebih disukai
konsumen. Asam borat (H3BO3) merupakan senyawa bor yang dikenal
juga dengannama borax.

Senyawa boraks dapat masuk kedalam tubuh melalui pernapasan dan


pencernaan atau absorbs melalu ikulit yang luka atau membrane mukosa.
Dalam lambung boraks akan diubah menjadi asam borat, sehingga gejala
keracunannya pun sama dengan asam borat. Setelah diabsorbsi akan terjadi
kenaikan konsentrasi dan ion boraks dalam cairan serebrospinal. Dosis
lethal pada orang dewasa adalah 15-20 gram, sedangkan pada anak-anak
3-6 gram (Hamdani, 2012).

Mengkonsumsi borak dalam jangka lama dapat menimbulkan efek racun


yang dapat membahayakan metabolisme tubuh kita. Boraks yang kita
konsumsi akan diserap oleh usus, lebih lanjut akan disimpan terus menerus
secara kumulatif di dalam hati, otak, ginjal, atau bahkan testis, hingga
akhirnya dosis toksis yang terdapat dalam tubuh akan semakin tinggi
dalam tubuh. pada dosis penggunaan normal yang masih dibawah batas
9

ambang maksimal, efek negatif racun boraks pada manusia masih hanya
sebatas pada nafsu makan yang menurun, gangguan pada sistem
pencernaan, bahkan gangguan sistem pernapasan. Selain itu juga dapat
menyebabkan gangguan sistem saraf pusat ringan, seperti mudah bingung,
kerontokan rambut bahkan gejala anemia. Namun bila dosis toksis boraks
sudah melebihi ambang batas maksimal akan menimbulkan dampak yang
fatal bagi tubuh mulaia dari muntah-muntah, gejala diare, gejala sesak
napas, mual, lemas, pendarahan gastroentritis yang disertai muntah darah
yang diiringi sakit kepala hebat. Pada orang dewasa jika toksin boraks
mencapai 10–20 gram akan menyebabkan kematian. (Anggia, 2014)

2.4.2 Asam Salisilat

Asam salisilat atau biasa disebut aspirin merupakan senyawa analgetik dan
antiperadangan. Pada zaman dahulu, asam salisilat seirng digunakan untuk
mengawetkan bauh karena dapat mencegah tumbuhnya jamur. Namun,
karena beberapa penelitian mengidentifikasikan bahwa asam salisilat dapat
mengurangi asam folat di darah dan menyebabkan gangguan kesehatan
seperti nyeri, mual, dan muntah, penggunaannya pada bahan makanan
dilarang oleh Departemen Kesehatan RI.

2.4.3 Dietilpirokarbonat

Dietilpirokarbonat merupakan bahan kimia sintetik yang digunakan


sebagai pencegah peragian pada minuman yang mengandung alkohol
maupun minumann nonalkohol. Senyawa kimia ini juga digunakan untuk
susu dan produk susu, bir, jus jeruk, dan minuman buah-buahan lain.
Dietilpirokarbonat bersifat karsinogenik sehingga berbahaya jika sampai
dikonsumsi manusia.

2.4.4 Dulsin

Dulsin merupakan pemnais sintetik yang rasa manisnya sekitar 250 kali
dibanding sukrosa. Dulsin bersifat karsinogenik sehingga penggunaannya
mulai dilarang sejak tahun 1954.
10

2.4.5 Kalium Klorat

Kalium klorat merupakan zat pemutih dan sering digunakan dalam produk
nonpangan, yaitu obat kumur dan pasta gigi. Penggunaan kalium klorat
sebagai BTP mulai dilarang oleh Depatemen Kesehatan RI sejak tahun
1988 karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan, yaitu
metaglobinemia, iritasi kulit, mata, dan saluran pernafasan serta kerusakan
ginjal dan hati.

2.4.6 Minyak nabati yang dibrominasi


Minyak nabati yang dibrominasi adalah minyak nabati yang memiliki
unsur bromin. Bahan ini digunakan sebagai penyedap rasa dan aroma pada
minuman ringan (softdrink). Dampak negatif mengkonsumsi minuman
yang mengandung minyak nabati yang dibrominasi, yaitu menimbulkan
reaksi alergi, kelelahan, kehilangan koordinasi otot, sakit kepala, dan
hilang ingatan. Penelitian menunjukkan bahwa pada tikus yang diberi
ransum minyak yang dibrominasi menyebabkan kematian.
Penyalahgunaan: Menstabilkan penyedap rasa dan aroma dalam minuman
ringan, Bahaya: Menimbulkan reaksi alergi, Metabolisme ion Br yang
perlahan menimbulkan  akumulasi pada sel adiphose tulang dan lemak.

2.4.7 Formalin
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1168/MenKes/Per/X/1999
menyebutkan ada 10 bahan yang dinyatakan sebagai bahan berbahaya dan
dilarang penggunaannya dalam makanan diantaranya adalah asam borat
dan senyawanya serta formalin atau formaldehid. Formalin diketahui dapat
menyebabkan kanker. Menurut Benson dkk. (2008), pemberian formalin
pada hewan coba tikus dapat mengakibatkan neuropathic pain. Oleh
karena itu penggunaan formalin sebagai pengawet makanan sangat
dilarang.
Formalin merupakan larutan jernih tidak berwarna, berbau tajam,
mengandung senyawa formaldehid (HCO) sekitar 37 % dalam air.
Formalin mempunyai banyak nama atau sinonim, seperti, formol,
morbicid, methanal, formic aldehyde, methyl oxide, oxymethylene,
11

methylaldehyde, oxomethane, formoform, formalith, oxomethane, karsan,


methylene glycol, paraforin, poly-oxymethylene glycols, superlysoform,
tetraoxymethylene dan trioxane. formalin adalah bahan kimia yang
digunakan sebagai desinfektan, pembasmi serangga, dalam industri tekstil,
kayu lapis pengawetan mayat, mengontrol parasit pada ikan, desinfektan
industri plastik, anti busa, kertas, karpet, bahan konstruksi, cat dan mebel
(BPOM, 2004).

Formalin diketahui berbahaya untuk tubuh manusia karena telah diketahui


sebagai zat beracun, karsinogenik, mutagen yang menyebabkan perubahan
sel dan jaringan tubuh, korosif dan iritatif. Uap formalin sendiri sangat
berbahaya jika terhirup oleh saluran pernafasan dan iritatif jika
tertelan.Disamping itu formalin juga dapat merusak persarafan tubuh
manusia dan dikenal sebagai zat yang bersifat racun untuk persyarafan
(neurotoksik) dan dapat mengganggu organ reproduksi seperti kerusakan
testis dan ovarium, gangguan menstruasi, infertilitas sekunder

Mengkonsumsi formalin dalam dosis yang cukup tinggi dapat


menyebabkan efek langsung pada kesehatan terutama pada sistem
pencernaan dan sistem syaraf dengan gejala kejang-kejang, muntah dan
diare. Hal ini disebabkan sifat formalin yang sangat reaktif terhadap
lapisan lender pada saluran pernafasan dan pencernaan. Konsumsi
formalin dengan dosis lebih dari 30 ml akan mengakibatkan kematian.
Dalam jangka panjang mengkonsumsi formalin walaupun dalam dosis
yang rendah dapat mengakibatkan gangguan pada pencernaan, hati, ginjal
pankreas, sistem saraf pusat, terjadinya percepatan proses penuaan,
membuat DNA melaukan mutasi dan menyebabkan kanker (BPOM, 2004;
Yuliarti, 2007).
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Pemilihan Sampel


Pada saat pemilihan sampel yang akan diambil dalam menganlisis keracunan
pada korban maka perlu memastikan dimana racun itu berada, didasarkan dari
anamnesa dan tanda klinis yang dijumpai pada pemeriksaan luar dan
pemeriksaan dalam. Pada korban yang meninggal, diperlukan informasi sisa
racun dan dicocokkan dengan kelainan yang dijumpai pada jenazah.
Selanjutnya menentukan sampel yang perlu diambil untuk pemeriksaan
toksikologi, disesuaikan dengan jenis racun yang masuk kedalam tubuh

Lebih baik mengambil bahan dalam keadaan segar dan lengkap pada waktu
autopsi daripada kemudian harus mengadakan penggalian kubur untuk
mengambil bahan-bahan yang diperlukan dan melakukan analisis
toksikologik atas jaringan yang sudah busuk atau sudah diawetkan

Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil sebanyak-


banyaknya setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan
histopatolgik. Secara umum sampel yang harus diambil adalah:
1. Isi lambung
Spesimen ini meliputi muntahan, aspirasi lambung dan cairan lambung
serta isi perut pada postmortem. Sifat sampel ini bisa sangat bervariasi dan
prosedur tambahan seperti homogenisasi diikuti dengan penyaringan dan /
atau sentrifugasi mungkin diperlukan untuk menghasilkan cairan yang
dapat diperiksa.
2. Faeces
Analisis feces jarang dilakukan, namun kadang-kadang analisis obat dan
kemungkinan metabolit mungkin diperlukan dalam studi farmakokinetik
dan metabolisme. Analisis mungkin juga diminta jika, misalnya, muncul
pertanyaan tentang kebocoran obat dari paket obat antemortem yang
ditelan. Tidak seperti plasma, urin, dan sampel cairan lainnya, faeces tidak

12
13

homogen, dan oleh karena itu seringkali diperlukan untuk menganalisis


keseluruhan sampel atau menghomogenkan seluruh sampel dan
membuktikan bahwa fraksi yang diambil untuk analisis mewakili
keseluruhan. Diperlukan lebih dari sehari sebelum obat oral atau metabolit
obat muncul dalam faeces.
3. Jaringan
Spesimen histologi biasanya dikumpulkan ke dalam bahan pengawet
seperti formalin (larutan formaldehyde dalam air). Perlakuan awal
semacam itu harus diingat jika analisis toksikologi dilanjutkan. Sampel
jaringan yang diperoleh postmortem biasanya disimpan pada suhu 4°C
sebelum analisis (Flanagan, 2007).
4. Darah
Pengambilan darah dari jantung dilakukan secara terpisah dari sebelah
kanan dan sebelah kiri masing-masing sebnayak 50 ml. Darah tepi
sebanyak 30-50 ml, diambil dari vena iliaka komunis bukan darah dari
vena porta. Pada korban yang masih hidup, darah adalah bahan yang
terpenting, diambil 2 contoh darah masing-masing 5 ml, yang pertama
diberi pengawet NaF 1% dan yang lain tanpa pengawet.
5. Urine
Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya racun akan diekskresikan
melalui urin, khususnya pada tes penyaring untuk keracunan narkotika,
alkohol dan stimulant
6. Usus
Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan pada
pada usus setiap jarak sekitar 60 cm.
7. Hati
Hati, sebagai tempat detoksifikasi , diambil sebanyak 500 gram.
8. Ginjal
Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat
khususnya atau bila urine tidak tersedia.
14

9. Otak
Otak, diambil 500 gram. Khusus untuk keracunan chloroform dan sianida,
dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang mempunyai
kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah mengalami
pembususkan.
10. Empedu
Empedu, diambil karena tempat ekskresi berbagai racun
11. Rambut
Rambut (kepala, aksila, atau kemaluan) kadang digunakan untuk menilai
keterpaparan baru-baru ini terhadap racun seperti obat-obatan terlarang
atau logam berat
12. Potongan Kuku

Potongan kuku atau kuku (jari atau kaki) kadang digunakan untuk menilai
terpapar obat-obatan terlarang atau logam berat

13. Cairan Oral

Cairan oral adalah campuran air liur, cairan gingivial crevicular (cairan
antara gigi / gusi), sisa-sisa seluler, darah, lendir, partikel makanan, dan
bahan lain yang dikumpulkan dari mulut.

14. Udara ekspirasi

Udara yang dihembuskan (ekspirasi) umumnya mengandung sedikit


oksigen dan lebih banyak karbon dioksida dan uap air daripada udara
sekitar, namun mungkin mengandung produk metabolik volatil lainnya.

Tabel 1.1 Kelebihan dan Kekurangan Jenis Sampel

Jenis Sampel Kelebihan Kekurangan Catatan


Darah (serum/ Deteksi senyawa Volume terbatas Interpretasi
plasma/ darah induk Konsentrasi hasil
utuh Interpretasi data rendah obat- kuantitatif dari
kuantitatif obatan tertentu darah
dan beberapa postmortem
15

racun lainnya mungkin sulit


dilakukan
Urin Bisa diperoleh Tidak selalu Sampel standar
volume besar tersedia Data untuk
Konsentrasi tinggi kuantitatif tidak penyalahgunaa
untuk banyak racun terlalu berguna n obat
terlarang

Aspirasi lambung Mungkin Sampel sangat Pastikan tidak


(isi perut, cuci mengandung racun bervariasi. Tidak ada
perut, muntahan, dalam jumlah besar, ada gunanya jika kontaminasi
dll) terutama jika racun terhirup silang dengan
tertelan atau suntikan spesimen lain
selama
pengangkutan
atau
penyimpanan
Air liur / cairan Non-invasif Sampel variabel, Pola metabolit
oral Informasi kualitatif sedi- kit gunanya yang berbeda
tentang paparan untuk terhadap darah
banyak obat pemeriksaan atau urin untuk
kuantitatif. banyak analit
Konsentrasi analit
rendah
Potongan rambut / Biasanya tersedia Dibutuhkan Mudah
kuku atau bahkan jika sudah metode dengan disimpan
potongan kuku terjadi dekomposisi sensitivitas tinggi.
Hanya
memberikan data
paparan untuk hari
/ minggu / bulan
sebelum kematian
Udara ekspirasi Tidak invasif Hanya pasien Terutama
Volume besar hidup digunakan
16

tersedia Hanya untuk untuk menilai


analit yang konsumsi
menguap etanol dan
keracunan
karbon
monoksida
Residu kejadian Mungkin Mungkin tidak Pastikan tidak
(botol tablet, mengandung pernah racunnya ada
kaleng aerosol, sejumlah besar diambil kontaminasi
sisa tablet dll di racun silang
dekat pasien) spesimen lain
selama
pengangkutan /
penyimpanan

Cairan vitreus Bisa digunakan Volume terbatas Analisis


sebagai pengganti tapi biasanya dua mungkin
urine jika yang spesimen bermanfaat
terakhir tidak untuk
tersedia membantu
menginterpreta
sikan data
darah
postmortem
Organ atau Mungkin Interferensi dalam Analisis
jaringan: liver, mengandung analisis. Data mungkin
ginjal, paru-paru, sejumlah besar kuantitatif tidak bermanfaat
otak racun. Jika tersedia selalu mudah untuk
maka jumlahnya ditafsirkan membantu
banyak menginterpreta
sikan data
darah
postmortem
17

Metabolisme xenobiotik merupakan proses perubahan struktur senyawa


yang melibatkan enzim yang pada dasarnya mengubah menjadi senyawa
yang lebih polar, proses ini lazim disebut biotransformasi menghasilkan
metabolit. Metabolit tersebut kemudian akan diekskresi terutama melalui
ginjal, sebagian kecil melalui ekspirasi, keringat, dan feses. Namun
demikian, bersamaan dengan proses biotransformasi proses ekskresi sudah
terjadi sehingga senyawa yang diekskresi dapat berupa senyawa induknya.
Hal inilah yang nantinya mendasari pemahaman pemilihan jenis sampel
pada kasus keracunan.

3.1.1 Pengambilan sampel yang dicurigai


Sampel harus memenuhi syarat :
a) Sampel yang dicurigai betul-betul dapat mengganggu
kesehatan seseorang bahkan dapat menimbulkan kematian.
b) Jumlahnya cukup banyak, terutama pada kasus keracunan
kimia ataupun keracunan bakteri.
Untuk pemeriksaan kimia:
a) Sampel padat sekurang kurangnya 25 gram (Untuk kasus
keracunan bongkrek sekurang kurangnya 50 gram)
b) Sampel cair sekurang kurangnya 40 – 50 ml
c) Sampel air sekurang kurangnya 1 liter.

Untuk pemeriksaan Mikrobiologi :


a) Sampel padat sekurang kurangnya 200 gram
b) Sampel cair sekurang kurangnya 200 ml 3. Sampel cair
sekurang kurangnya 100 ml c. Sampel ini harus tidak
mengalami perubahan ketika sampai di laboratorium.

Korban meninggal karena diduga akibat keracunan makanan


minuman, sampel yang diambil dan dikirim antara lain:

a) Bahan bahan mentah yang belum dimasak, seperti beras,


lauk pauk, sayuran dan lain lain.
b) Alat alat untuk memasak, seperti wajan, periuk dan lain lain
18

c) Bahan makanan yang sudah dimasak, seperti nasi, sayur


mayur, lauk pauk (dengan tempatnya).
d) Sisa makanan dan minuman (dengan tempatnya).
e) Hasil muntahan, urine, tinja dan lain lain

3.2 Penyimpanan Sampel

Toksikologi forensik mempelajari tentang ilmu dan aplikasi toksikologi


untuk kepentingan hukum. Kerja utama dari toksikologi forensik adalah
melakukan analisis kualitatif maupun kuantitatif dari racun sebagai bukti
fisik serta melakukan interpretasi hasil analisis racun tersebut baik pada
korban hidup maupun pada korban yang telah meninggal. Untuk
memperoleh hasil pemeriksaan yang dapat dipertanggung-jawabkan, maka
syarat-syarat pengambilan, pemilihan, penyimpanan, dan pengiriman
sampel toksikologi ke laboratorium harus dipenuhi dan benar-benar
diperhatikan. Hal ini penting karena setiap obat memiliki stabilitas yang
berbeda-beda sehingga nantinya akan mempengaruhi hasil analisis racun.

Pada saat pemilihan sampel untuk toksikologi untuk korban keracunan


makanan beberapa hal harus dipertimbangkan yaitu sampel mudah untuk
dianalisis, sampel mudah didapatkan, pertimbangkan juga apakah yang
dicari obat induk atau metabolitnya, waktu deteksi obat, stabilitas obat pada
spesimen, volume sampel yang diperlukan serta apakah referensi data
kuantitatif obat terhadap sampel yang kita pilih tersedia. Penyimpanan
sampel merupakan hal yang penting diperhatikan. Hal ini karena setelah
pengambilan sampel, proses degradasi obat oleh enzim tetap berlangsung
walaupun diluar tubuh. Degradasi ini diminimalisir dengan penyimpanan
sampel dengan pengawet yang adekuat dan disimpan disuhu yang rendah
yaitu kulkas suhu 4°C untuk waktu yang tidak begitu lama dan – 2°C untuk
waktu lebih dari 2 minggu. Untuk mendapatkan hasil yang valid dalam
melakukan analisis toksikologi, kita perlu mengenali sifat dan stabilitas dari
analit.
19

Penyimpanan sampel merupakan suatu tahap yang memegang peranan


penting dalam kasus keracunan, terutama pada kasus dimana sampel tidak
bisa langsung dilakukan analisis dilaboratorium. Contohnya karena jauhnya
jarak ke laboratorium rujukan serta laboratorium rujukan yang tidak
membuka pelayanan setiap hari selama 24 jam.

3.2.1 Penyimpanan sampel / barang bukti yang dicurigai

Mengingat bahwa tidak semua barang bukti dapat segera dibawa ke


laboratorium (terlebih tempat tempat yang jauh letaknya dari
labolratorium ), serta menjaga supaya barang barang tidak rusak,
maka haruslah diperhatikan hal hal sebagai berikut :

a) Penyimpanan spesimen / sampel dijaga agar tidakk tercemar


atau terjadikontaminasi silang
b) Wadah barang bukti
c) Wadah haruslah cukup besar, kira kira 1/3 kali lebih besar dari
jumlah barang bukti
d) Untuk menjaga agar barang bukti tidak berubah atau dapat
ditumbuhi kuman kuman/jamur jamur yang dapat merubah atau
mempengaruhi barang barang bukti, maka ada 2 cara :
1. Diberi bahan pengawet
 Volume sebaiknya sama banyak atau bisa juga dengan
perbandingan antara sampel / barang bukti dan pengawet,
yaitu 1 : 2
 Jenis jenis pengawet
 Sisa sisa bahan makanan dan minuman sebaiknya tanpa
bahan pengawet, yaitu dengan dibungkus/ditaruh dalam
kantung plastic. Tertutup rapat supaya tidak mendapat
pengaruh luar yang dapat mengubah komposisi.
2. Ditaruh pada suhu 0°C – 5°C (Lemari es / termos es).
(Catatan : Bila memakai bahan pengawet, harus pula
dikirim contoh bahan pengawet untuk pembanding.
20

apabila perlu, konsul dengan dokter untuk penggunaan


bahan pengawet yang tepat )
e) Tutup harus betul betul rapat/tidak bocor
f) Sebaiknya tiap tiap jenis barang bukti ditaruh pada tempat tempat
tersendiri dan jangan dicampur dengan barang barang yang lain.

3.2.2 Pengadministrasian dan pengiriman sampel / barang bukti


yang dicurigai ke laboratorium.

a) Sampel /barang bukti yang akan di kirim harus dibungkus


dengan bungkus tempat yang kedap air dan disegel dengan lak,
sehingga isi bungkusan tidak dapat dicapai tanpa merusak
segel ataupun merusak pembungkusnya dengan tidak
meninggalkan cacat atau bekas.

Pada label tersebut harus ditulis :

1. Isi bungkusan
2. Nama lengkap korban
3. Tanda tangan pengirim/pembuat berita acara
4. Tanggal pengambilan sampel
5. Jenis bahan pengawet.
b) Setelah barang bukti dibungkus dan diberi segel, label serta
berita-berita acara dan lain lain maka harus disertai surat
pengantar.

3.3 Stabilitas sampel


Hasil pemeriksaan laboratorium ditentukan oleh kualitas sampel yang
diperiksa. Agar dapat menggambarkan kondisi tubuh dengan baik dan
akurat, diperlukan sampel yang baik pula. Karena itu, sampel harus
21

diambil, dikumpulkan dan ditangani dengan cara yang tepat oleh petugas
yang terlatih.
Untuk mendapatkan hasil yang valid dalam melakukan analisis
toksikologi, kita perlu mengenali sifat dan stabilitas dari analit. Secara
umum stabilitas bahan tambahan makanan pada sampel toksikologi
dipengaruhi oleh degradasi metabolik dan perubahan kimia atau gabungan
dari kedua hal tersebut. Berikut dijelaskan tentang stabilitas beberapa jenis
bahan tambahan makanan yang dilarang :

3.3.1 Boraks
Penyalahgunaan boraks menjadi salah satu masalah yang
mengancam kesehatan konsumen makanan. Boraks merupakan
kristal lunak yang mengandung unsur boron, berwarna putih dan
mudah larut dalam air. Memiliki karakteristik stabil pada suhu dan
tekanan normal. Membentuk hidrat sebagian (partial hydrate)
dengan adanya lembab. Berubah menjadi buram bila terpapar
udara. Peruraian yang berbahaya, hasil urai pada pemanasan berupa
oksida natrium dan tidak terjadi polimerisasi. Umumnya boraks
digunakan di industri kertas, kayu, keramik sebagai pengawet
karena memiliki efek bakteristatik dan antifungi. Namun, dalam
penggunaannya kedalam bahan pangan dilarang oleh undang-
undang karena memiliki dampak kepada kesehatan konsumen.
Boraks akan diserap melalui saluran pencernaan kurang lebih 50%
dari jumlah yang terabsorbsi tersebut akan dikeluarkan oleh tubuh
melalui urin selama 12 jam dan sisanya dikeluarkan dari tubuh
diatas 5 – 7 hari. Maka itu efek toksik boraks bersifat kumulatif
selama penggunaan berulang-ulang. Pengaruh boraks pada
kesehatan konsumen boraks dapat mengakibatkan muntah, diare,
bercak kemerahan pada kulit dan selaput lendir, demam, gangguan
pada fungsi hati, gangguan pencernaan, radang kulit, anemia,
kejang, kerusakan ginjal dan kanker karena memiliki sifat
karsinogenik.
22

3.3.2 Formalin

Formalin atau formaldehida merupakan bahan pengawet yang biasa


digunakan sebagai desinfektan, cairan pembalsem, pengawet
jaringan, pembasmi serangga dan pengawet mayat. Formalin
memiliki sifat mudah larut dalam air, mudah menguap, bersifat
kumulatif, dan karsinogenik. Larutan formalin stabil pada suhu
dan tekanan normal. Dapat mengalami swa-polimerisasi
membentuk endapan putih. Formalin tidak boleh dicampurkan
(incompatible) dengan asam, basa, bahan pengoksidasi, pereduksi,
logam, garam logam, halogen, bahan yang mudah terbakar, dan
peroksida. Dampak formalin pada kesehatan dibagi menjadi akut
yaitu efek pada kesehatan manusia langsung terlihat seperti iritasi,
alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit
perut dan pusing. Kronik yaitu efek pada kesehatan manusia
terlihat setelah terkena dalam jangka waktu lama dan berulang
seperti iritasi kemungkinan parah, mata berair, gangguan pada
pencernaan, hati, ginjal, pankreas, sistem saraf pusat, menstruasi,
dan pada hewan percobaan dapat menyebabkan kanker sedangkan
pada manusia diduga bersifat karsinogen (menyebabkan kanker).

Formalin dapat bereaksi dengan cepat pada lapisan lender saluran


pencernaan dan saluran pernapasan. Di dalam tubuh bahan ini
secara cepat dioksidasi membentuk asam formiat terutama di hati
dan sel darah merah.formalin juga menyebabkan degenerasi saraf
optic, karena terbentuknya asam format dalam jumlah yang banyak
dan asidosis inilah yang menyebabkan timbulnya gejala umum dan
dapat menimbulkan kematian.

Khusus mengenai sifatnya yang karsinogenik, formalin termasuk


ke dalam karsinogenik golongan IIA yaitu golongan senyawa
karsinogenik yang masih dalam tahap diduga karena data hasil uji
coba pada manusia masih kurang lengkap.”dalam jumlah sedikit
23

formalin larut dalam air, serta akan dibuang bersama cairan tubuh,
itu sebabnya formalin sulit dideteksi keberadaannya di dalam darah

3.3.3 Asam Salisilat


Asam salisilat stabil pada tekanan dan suhu normal. Inkompatibel
dengan oksidator. Dengan oksidator dapat bereaksi dan Tidak
terpolimerisasi. Gejala awal keracunan salisilat antara lain mual
dan muntah, nyeri epigastrium dan kadang-kadang hematemesis.
Pada intoksikasi ringan hingga sedang dapat menimbulkan gejala
hiperventilasi, berkeringat, demam, iritabilitas, tinnitus dan
hilangnya pendengaran. Pada keracunan berat kemungkinan terjadi
hipoventilasi, pingsan, halusinasi, kejang, papiloedema dan koma
terutama pada anak-anak. Dapat pula terjadi metabolik asidosis,
non-kardiogenik paru edema, hepatotoksisitas dan disritmia jantung

3.3.4 Dietilpirokarbonat

Dietilpirokarbonat merupakan bahan kimia sintetik yang digunakan


sebagai pencegah peragian pada minuman yang mengandung
alkohol maupun minumann nonalkohol. Senyawa kimia ini juga
digunakan untuk susu dan produk susu, bir, jus jeruk, dan minuman
buah-buahan lain. Dietilpirokarbonat bersifat karsinogenik
sehingga berbahaya jika sampai dikonsumsi manusia.

3.3.5 Nitrofurazon
Nitrofurazon memiliki rumus kimia C6H6N4O4, dikenal sebagai 2-
[(5-nitro-2-furanyl) methylene hydrazinecarboxamide; 5-nitro-2-
furaldehid semicarbazone; dan mempunyai nama dagang amifur,
furazin, chemofuran, furesol, nifuzon, nitrofural, nitrozone,
furacinneten, furacoocid, furasol w,mammex, furaplast, coxistat,
aldomycin, nefco, serta vabrocid.
Nitrofurazon digunakan dalam pakan ternak,Pada pangan
digunakan sebagai senyawa anti mikroba dan mempunyai
komposisi kimia sebagi berikut ; nitrofurazon dibentuk dari 2-
24

formyl-5-nitrofuran dan semicarbazide hydrochloride.Memiliki


berat massa 198,14 dengan komposisi C=36,67%, H=3,05%, Dan
O = 32,30%.
Nitrofurazon memiliki sifat, berwarna kuning muda, berasa pahit,
terukur pada panjang gelombang maksimum 375 nm. larut sangat
baik dalam air dengan perbandingan 1:4200 dan larut dalam
alcohol dengan perabndiangan 1: 590, dalam propylene glycol
dengan perbandingan 1:350.Dapat larut dalam larutan alkalin
dengan menunjukkan warna jingga terang. Tidak larut dalam eter
dan memiliki pH larutan jenuh 6 – 6,5. Efek farmakologi nitrofuran
dari hasil penelitian terhadap tikus, maka LD50 datri zat ini adalah
0,59 g/kg pemberian secara oral dapat menyebabkan skin lessison
pada kulit serta infeksi pada kandung kemih. Pada manusia efek
negatif dari nitrofurazon yaitu dapat membunuh flora usus.

3.3.6 Delusin

Dulsin atau dulcin juga dikenal dengan nama perdagangan sucrol,


valsin merupakan senyawa p-etoxiphenil-urea,p-phenetilurea atau
p-phenetolkarbamida dengan rumus C9H12N2O2. Kristal dulsin
membentuk jarum yang mengkilap dan intensitas rasa manisnya
sekitar 250 kali ( antara 70 – 350 kali ) dari rasa manis sukrosa.
Titik cair ktistal terletak pada suhu 173 -174°C. Daya larutnya
dalam 800 gram air atau 50 bagian air mendidih atau 25 dari
alcohol. Konsumsi dulsin yang berlebihan akan menimbulkan
dampak yang membahayakan bagi kesehatan. Dulsin adalah zat
pemanis yang mempunyai tingkat kemanisan 250 kali lebih manis
dari gula.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Pada Korban kasus keracunan bahan tambahan makanan, sampel
yang dapat dipilih yaitu ; Bahan bahan mentah yang belum dimasak,
seperti beras, lauk pauk, sayuran dan lain lain. Alat alat untuk
memasak, seperti wajan, periuk dan lain lain. Bahan makanan yang
sudah dimasak, seperti nasi, sayur mayur, lauk pauk (dengan
tempatnya). Sisa makanan dan minuman (dengan tempatnya). Hasil
muntahan, urine, tinja dan lain lain
4.1.2 Penyimpanan sampel toksikologi pada korban kasus keracunan
bahan tambahan makanan yaitu dengan pengawet yang adekuat dan
disimpan disuhu yang rendah yaitu pada suhu 0°C – 5°C (Lemari
es / termos es). Diletakkan dalam wadah yang tidak mudah bocor
dan ditaruh pada tempat-tempat tersendiri.
4.1.3 Secara umum stabilitas bahan tambahan makanan pada sampel
toksikologi dipengaruhi oleh degradasi metabolik dan perubahan
kimia atau gabungan dari kedua hal tersebut. Untuk itu perlu
memperhatikan stabilitas dari setiap bahan tambahan makanan yang
menyebabkan seseorang dapat keracunan.

4.2 Saran
Dari penjelasan diatas dapat kita ketahui bahwa produsen seringkali
mencurangi konsumen dengan bahan tambahan yang berbahaya baik
sebagai pengawet , pewarna , dan lain sebagainya untuk meraih
keuntungan . sebagai konsumen hendaknya kita pintar dalam memilih
makanan yang dibeli karena sifat bahan tambahan tadi yang kadang bisa
terlihat dari tekstur maupun warna yang mencurigakan

25
DAFTAR PUSTAKA

DINKESGK.2018.Formalin.https://dinkes.gunungkidulkab.go.id/formalin/
Diakses pada 23April 2020

Departemen Kesehatan Diatur Dengan Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999.

Hasibuan,Putri.(2014). Bahan-bahan Berbahaya dalam Makanan.


http://putrihasibuan31.blogspot.com/2014/09/bahan-bahan-berbahaya-
dalam-makanan.html. Diakses pada tanggal 23 April 2020.
Hasna. (2015). Bahan Tambahan Makanan.
http://produkbontang.blogspot.com/2015/09/bahan-tambahan-
makanan.html. Diakses pada tanggal 23 April 2020.
Lestari, Lily Arsanti, September 2014 “KANDUNGAN ZAT GIZI MAKANAN
KHAS YOGYAKARTA”. Diakses pada tanggal 23 April 2020.
https://books.google.co.id/books?
id=3cdVDwAAQBAJ&pg=PA152&dq=bahan+berbahaya+nitrofurazon&hl
=id&sa=X&ved=0ahUKEwjfodLNxfzoAhWMSH0KHa2pDIoQ6AEIMDA
B#v=onepage&q=bahan%20berbahaya%20nitrofurazon&f=false
Magelhans, Ryan A.Md.Gz.Waspada Bahaya Formalin. Diakses pada 23 April
2020. https://www.apki.or.id/waspada-bahaya-formalin/

MISYKA NADZIRATUL HAQ. ANALISIS FAKTOR RESIKO


PENCEMARAN BAHAN TOKSIK BORAKS PADA BAKSO DI
KELURAHAN CIPUTAT TAHUN 2014.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25614/1/MISYK
A%20NADZIRATUL%20HAQ%20-%20fkik.pdf Diakses pada tanggal
23 April 2020

Sajiman, dkk.2015.Kajian Berbahaya Formalin, Boraks, Rhodamin B dan


Methalyn Yellow Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah di Banjarbaru.Jurnal
Skala Kesehatan, Vol. 6, No. 1

Sang Gede Purnama. DIKTATKULIAHTOKSIKOLOGI


LINGKUNGANPARIWISATA.https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pen
didikan_dir/a66d0a4bc6e10d1a61535351a19b9981.pdf

26
Wahyudi, Jatmiko.2017.Mengenali Bahan Tambahan Pangan Berbahaya :
Ulasan.Jurnal Litbang, Vol. XIII, No. 1

Wariah, Chatarina., Dewi, Sri Hartati Candra.2013.Penggunaan Pengawet dan


Pemanis Buatan Pada Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Wilayah
Kabupaten Kulon Progo-DIY.Jurnal Universitas Mercu Buana,Vol.33,No. 2

Wikipedia. (2020). Minyak Nabati. https://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_nabati.


Diakses pada tanggal 24 April 2020.
Wikipedia. (2020). Minyak Sayur Brominasi.
https://translate.google.com/translate?
u=https://en.wikipedia.org/wiki/Brominated_vegetable_oil&hl=id&sl=en&tl
=id&client=srp. Diakses pada tanggal 24 April 2020.
Winarno, F.G; Rahayu, S.T, 1994, Bahan Tambahan Untuk Makanan dan
Kontaminan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai