Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTEK LAPANG TERPADU PSP 2019

TOKSIKOLOGI HASIL PERIKANAN


DI BALAI PENERAPAN MUTU PRODUK PERIKANAN, DINAS KELAUTAN
DAN PERIKANAN, PEMERINTAH PROVINSI
SULAWESI SELATAN

OLEH
KELOMPOK 3 :

ANDI NURMAYANTI L23116310


BESSE NURUL FADHILLAH L23116312
DHIANYA AISYAH AYU.S L23116313
SYAHRINA M. L23116511

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN


DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktik Mata Kuliah
Toksikologi Hasil Perikanan tepat waktu dan tanpa adanya halangan yang berarti.
Laporan praktik ini disusun berdasarkan apa yang telah kami lakukan pada saat
di lapangan yakni pada tempat praktik yang bertempat di Balai Penerapan Mutu
Produk Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan, Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan pada tanggal 13 Mei 2019.
Kami menyadari bahwa laporan yang kami buat jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan penyusunan
laporan selanjutnya agar laporan yang penulis buat menjadi lebih baik. Akhir kata kami
ucapkan terima kasih. Kami berharap semoga laporan praktik lapang ini dapat
memberIkan banyak manfaat khususnya bagi kami, serta untuk kita semua.

Makassar, 16 Mei 2019

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... v
I. PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Tujuan dan Kegunaan ........................................................................................ 2
II. METODE PRAKTIK ................................................................................................. 3
A. Waktu dan Tempat ............................................................................................. 3
B. Alat dan Bahan ................................................................................................... 3
C. Metode Pengambilan Data ................................................................................. 3
III. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................... 5
A. Profil Badan Penerapan Mutu Produk Perikanan DKP Sulsel ............................. 5
B. Jenis-Jenis Toksikologi di BPMPP DKP Sulsel ................................................... 5
IV. PENUTUP .............................................................................................................. 15
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 15
B. Saran ................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 16
LAMPIRAN ................................................................................................................. 17

iii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Alat dan bahan serta kegunaan ................................................................................ 3

iv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Skema pengujian histamin ....................................................................................... 8


2. Hplc .......................................................................................................................... 9
3. Spektrofotometer ...................................................................................................... 9
4. Skema pengujian formalin .......................................................................................12
5. Pengujian kimia di bppmhp .....................................................................................14

v
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Toksikologi bahan pangan merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh buruk


makanan bagi manusia. Makanan dapat dipandang sebagai campuran berbagai
senyawa kimia. Campuran tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat macam yaitu,
nutrisi, toksin alami, kontaminan dan bahan aditif. Kandungan nutrisi pada makanan
mencapai 99.9 % terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral,
kesemua bahan kimia dalam makanan dapat berpotensi meracuni tubuh. Melalui
proses pencarian yang lambat dan cara trial and error manusia berusaha untuk
menghilangkan efek negative dari makanan.
Mikroba perusak makanan dapat tumbuh pada kisaran suhu 4-66ºC, aW (Water
activity) sekitar 0,91 atau lebih, pH 4,6-7 serta adanya oksigen. Pada kondis itersebut
mikroba perusak makanan yang berupa bakteri, khamir, atau kapang dapat merusak
karbohidrat, lemak dan protein. Mikrobia yang paling berperan dalam menyebabkan
kerusakan makanan berprotein adalah bakteri. Berbagai macam bakteri perusak ikan
maupun pangan diantaranya adalah Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Bacillus
cereus, Pseudomonas, Staphylococcus, Micrococcus, dan Enterococcus (Ferdiaz,
1995). Bakteri gram negatif (contohnya Vibrionaceae, Pseudomonas spp, dan
Shewanella spp.) merupakan kontaminan penyebab utama kebusukan pada ikan.
Taylor (1983) menyatakan bahwa reaksi dekarboksilasi disebabkan karena kontaminas
imikroorganisme pembentuk histamin, seperti Morganella morganii, Klebsiella
pneumoniae, dan Hafnia alvei.
Kontaminasi dapat terjadi mulai dari kapal, pembongkaran, tempat pengolahan,
atau pada saat rantai distribusi sampai kekonsumen. Kontaminasi dan aktivitas bakteri
tersebut dapat dihambat jika ikan ditangani secara benar dengan memperhatikan
sanitasi lingkungan serta menerapkan prinsip penanganan dengan suhu rendah (es).
Kontaminasi mikroba terjadi pada kondisi sanitasi yang buruk, karena kegiatan sanitasi
yang dilakukan tidak mencegah terjadinya kontak antara makanan dengan serangga
atau kontaminan lainnya dan biasanya berakhir dengan suatu masalah mikrobiologi
(Dwidjoseputro,1994).
Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam sistem biologis tidak akan
dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut atau produk
biotransformasinya mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada konsentrasi
dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Faktor utama yang
mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan (pemajanan)

1
terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh, jangka waktu dan
frekuensi pemaparan.
Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan efek dari
dua atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan menghasilkan
suatu respons yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan antagonistik.
Karakteristik pemaparan membentuk spektrum efek secara bersamaan membentuk
hubungan korelasi yang dikenal dengan hubungan dosis-respons.
B. Tujuan dan Kegunaan

Adapun Adapun tujuan dari kegiatan praktik lapang di Balai Penerapan Mutu
Produk Perikanan Sulawesi Selatan sebagai berikut.
1. Mengetahui ruang lingkup dan klasifikasi toksikologi hasil perikanan.
2. Mengetahui zat toksik alami dan non alami hasil perikanan yang ada di BPPMHP
Adapun kegunaan dari praktik lapang di Balai Penerapan Mutu Produk
Perikanan Sulawesi Selatan yaitu mampu mengetahui ruang lingkup dan klasifikasi
toksikologi hasil perikanan serta pengaruhnya bagi kesehatan.

2
II. METODE PRAKTIK

A. Waktu dan Tempat

Kegiatan praktik lapang mata kuliah Toksikologi Hasil Perikanan berlangsung


selama satu hari yaitu pada Hari Senin, 13 Mei 2019 berlokasi di Balai Penerapan dan
Pengendalian Mutu Hasil Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan yang dilaksanakan oleh Mahasiswa Program Studi
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Universitas Hasanuddin.

B. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam kunjungan adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Alat dan bahan serta kegunaan
No Alat Kegunaan
1 Alat Tulis Menulis Alat tulis digunakan untuk mencatat semua data yang
didapatkan selama praktik lapang.
2 Kamera Kamera digunakan untuk mendokumentasikan
segala kegiatan yang dilakukan selama praktik
lapang.
3 Papan alas/sabak Papan alas digunakan untuk mempermudah
praktikan selama praktik dalam menulis data-data
yang telah didapatkan.
4 Kuisioner Sebagai acuan dalam pengambilan data selama di
lapangan.

C. Metode Pengambilan Data

1. Observasi

Observasi adalah aktivitas terhadap suatu proses atau objek dengan maksud
merasakan dan kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena
berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui sebelumnya. Observasi
dalam praktek lapang ini yaitu melakukan pengamatan secara langsung ketika berada
di tempat praktik lapang, dimana kita diajak untuk melihat berbagai macam
laboratorium untuk menguji sampel.

2. Wawancara

Wawancara (interview) merupakan percakapan antara dua orang atau lebih dan
berlangsung antara narasumber dan pewawancara. Tujuan dari wawancara adalah
untuk mendapatkan informasi yang tepat dari narasumber yang terpercaya.
Wawancara dalam praktek lapang ini berupa memberikan pertanyaan pada pihak

3
BPPMHP DKP Sulsel mengenai racun, dampak, ciri serta kadar maksimal yang
terdapat pada produk perikanan yang sering diuji yang pernah ada di BPPMHP DKP
Sulsel.

3. Studi Literatur

Studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode


pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan
penelitian. Dalam praktek lapang ini studi literature dilakukan dengan mencari referensi
berupa teori yang relevan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan. Studi ini
bertujuan untuk melengkapi segala kekurangan yang ada dan untuk membandingkan
antara teori yang ada dengan penerapannya di lapangan.

4
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Badan Penerapan Mutu Produk Perikanan DKP Sulsel

Badan Penerapan Mutu Produk Perikanan atau disingkat menjadi BPMPP


merupakan UPT atau Unit Pelaksana Teknis dari Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Sulawesi Selatan yang terletak di Jln. Ir. Sutami. Balai ini memiliki inovasi
“Sejuta Ikan” yang berarti sertifikasi pengujian mutu hasil perikanan, dengan tujuan
agar produk perikanan Sulawesi Selatan tetap mendunia. Visi Balai Pembinaan,
Pengujian dan Pengembangan Mutu Produk Hasil Kelautan dan Perikanan Provinsi
Sulawesi Selatan ialah untuk dapat mewujudkan jaminan mutu hasil perikanan
Sulawesi Selatan sesuai tuntutan pasar global berdasarkan manfaat. Sedangkan
misinya ialah pelayanan sertifikasi pengujian mutu hasil perikanan, pelayanan
sertifikasi produk penggunaan tanda SNI dan pelayanan surat rekomendasi SKP yang
cepat, ramah, mudah, akuntabel, transparan, efektif, dan efisien. Balai ini tidak hanya
menguji dan memberikan sertifikasi untuk produk hasil perikanan tujuan ekspor saja,
melainkan juga menguji dan memberikan sertifikasi untuk hasil olahan perikanan
UMKM.

B. Jenis-Jenis Toksikologi di BPMPP DKP Sulsel

Toksikologi bahan pangan merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh buruk


makanan bagi manusia. Makanan dapat dipandang sebagai campuran berbagai
senyawa kimia. Campuran tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat macam yaitu,
nutrisi, toksin alami, kontaminan dan bahan aditif. Kandungan nutrisi pada makanan
mencapai 99.9 % terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral,
kesemua bahan kimia dalam makanan dapat berpotensi meracuni tubuh. Melalui
proses pencarian yang lambat dan cara trial and error manusia berusaha untuk
menghilangkan efek negatif dari makanan.
1. Histamin
a. Pengertian Histamin
Histamin merupakan salah satu senyawa kimia yang bersifat toksik jika
ditemukan banyak dalam tubuh. Senyawa ini merupakan suatu aminabiogenik yang
diproduksimelalui proses dekarboksilase bacterial dari asam amino histidin, dan
kebanyakan ditemukan dalam jumlah besar pada ikan-ikan dari families combridae,
sepertituna, tongkol, cakalang, dan makarel. Histamin terbentuk dari hasil
dekarboksilasi histidin bebas yang banyak terdapat di dalam tubuh ikan terutama jenis
ikan yang berasal dari Famili Scombroidae. Ikan yang tergolong families combroidae

5
jika dibiarkan pada suhu kamar, maka segera akan terjadi proses pembusukan serta
kandungan air yang cukup tinggi pada tubuh ikan juga merupakan media yang cocok
untuk kehidupan atau pertumbuhan bakteri pembusuk atau mikroorganisme yang lain,
sehingga ikan sangat cepat mengalami proses pembusukan dan menjadi tidak segar
lagi. Jika ikan yang tergolong family scombroidae yang telah mengalami proses
pembusukan ini dikonsumsiakan menyebabkan keracunan sangat cepat mengalami
proses pembusukan dan menjadi tidak segar lagi. Jika ikan yang tergolong families
combroidae yang telah mengalami proses pembusukan ini dikonsumsi akan
menyebabkan keracunan. Keracunan yang sering terjadi pada ikan cakalang yaitu
keracunan histamin (scombroid fish poisoning) (Chen, et al, 2010).
Berdasarkan penjelasan dari BPPMHP, Histamin merupakan salah satu toksin
yang sering dijumpai pada sampel ikan dari family Scombridae dan Scomberesocidae
yang dampaknya dapat menimbukan rasa gatal setelah mengonsumsinya. Histamine
berasal dari pertukaran zat histidin melalui proses dekarboksilasi secara enzimatis.
Sehingga pengujian histamine tergolong ke dalam pengujian secara kimiawi.

b. Gejala dan Dampak Keracunan Histamin


Keracunan histamine disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin di dalam
ikan yang dikonsumsi. Keberadaan histamine atau scombrotoxin tidak bisa dideteksi
secara sensorik karena tidak berbau & tidak berwarna. Gejala keracunan akan terjadi
jika kita mengkonsumsi ikan dengan kandungan histamine tinggi (lebih dari 70 mg/100
gr ikan). Rasa mual dengan atau tanpa muntah/diare, rasa terbakar pada tenggorokan,
bibir bengkak, sakit kepala, muka dan leher kemerah-merahan, kulit gatal dan badan
lemas adalah gejala yang timbul akibat keracunan histamin. Keracunan histamine
bukan alergi. Tetapi karena gejalanya mirip, orang sering keliru membedakan antara
keracunan histamine dengan alergi. Walau sampai saat ini belum pernah dilaporkan
adanya kematian akibat keracunan histamin, efek yang ditimbulkannya tidak bisa
dianggap sepele.

Secara alami, BPPMHP menjelaskan bahwa keracunan histamine biasanya


terjadi ketika mengkonsumsi ikan dari family Scombridae dan Scomberesocidae
(scomroid fish). Karena itu, keracunan histamine sering juga disebut dengan
keracunan karena scombrotoxin. Keracunan histamin juga bisa terjadi ketika
mengkonsumsi ikan pelagiS dengan kadar daging merah yang tinggi. Beberapa contoh
ikan yang sering menjadi penyebab keracunan histamine adalah ikan tuna, sardine,
mackerel, swordfish dan marlin. Ikan penyebab keracunan histamine biasanya
mengandung histidin bebas dalam jumlah tinggi (kadar histidin bebas lebih dari 1%).
Perubahan dari histidin menjadi histamin, disebabkan oleh aktivitas enzim histidin

6
edecarboxylase (HD) dari bakteri yang mengkontaminasi ikan. Margonella sp,
Proteus sp, Klebsiella spdan Hapnia sp adalah contoh bakteri yang memiliki enzim HD.

c. Kadar Maksimal Histamin


Kandungan histamine pada ikan segar/sehat adalah kurang dari 0,1 mg/gram
ikan, sedangkan bila ikan diletakkan pada suhu kamar, histamine akan meningkat
dengan cepat mencapai 1 mg/gram ikan dalam waktu 24 jam. Histamin tidak
membahayakan jika dikonsumsi dalam jumlah yang rendah, yaitu 8 mg/100 g ikan.
Menurut Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat, keracunan histamine
akan timbul jika seseorang mengkonsumsi ikan dengan kandungan histamin 50
mg/100 g ikan. Ikan dengan kandungan histamine lebih dari 20 mg/100 g ikan sudah
tidak boleh dikonsumsi. Jika mengkonsumsi ikan yang mengandung histamine dengan
kadar 15 ppm dapat menyebabkan terjadinya reaksi alergi. Sedangkan pada
konsentrasi 100 ppm pada hasil perikanan dapat menyebabkan keracunan (Viciana
et.al, 1995).

d. Cara MencegahTerjadinya Histamin


Pendinginan yang cepat adalah kunci pencegahan.Ikan yang sudah ditangkap
harus cepat diambil dan dikemas dalam es, air laut dingin, air laut atau air garam
dingin, didinginkan secepat mungkin dengan menggunakan prosedur penanganan
yang baik. Pembentukan histamine secara drastic dikurangi dengan pendinginan ikan
sampai 40ºF (internal) secepat mungkin. Untuk ikan yang lebih besar membutuhkan
waktu lebih lama untuk mendinginkannya dibandingkan ikan yang lebih kecil.
Pengeluaran isi ikan yang lebih besar dan memastikan bahwa rongga usus disi dengan
es atau media pendinginan lainnya adalah cara yang baik untuk membantu
menghilangkan bakteri yang menyebabkan pembentukan histamine dan
memungkinkan lebih cepat terjadi pendinginan pada tubuh ikan. Pengeluaran isi harus
dilakukan dengan hati-hati sehingga tidak mencemar idaging ikan itu sendiri atau ikan
lainnya. Ikan yang cepat dingin akan mencegah bakteri pembusukan lain bertambah
banyak.
Histamin tidak bisa dirusak oleh pemasakan. Oleh karena itu, untuk mencegah
keracunan histamine maka kadar histamine ikan harus dijaga agar tetap
rendah. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan histamine ikan
tetap rendah adalah:

 Jika membeliikan, pastikan ikan tersebut disimpan dalam kondisi dingin. Pilih
hanyaikan yang bermutu baik. Ikan bermutu baik biasanya memiliki kadar
histamine rendah (kurang dari 3.83 mg/100 gr)

7
 Ikan yang diterima/dibeli segera disimpan pada suhu rendah (4°C) sampai saat
akan digunakan. Jika akan disimpan untuk waktu lama, simpan di dalam
freezer (suhubeku).
 Lakukan thawing ikan beku di dalam refrigerator.
 Terapkan praktek higienesanitasi yang baik selama menyimpan dan
menanganiikan. Praktek ini akan meminimalkan aktivitas mikroba termasuk
dalam mendegradasi histidin menjadi histamin.

Adapun alat yang digunakan BPPMHP dalam menganalisis histamin ada 2


yaitu dengan menggunakan spektrofotometer dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(KCKT). Kedua metode ini membutuhkan tenaga khusus yang terlatih dan terampil
karena metodenya memerlukan preparasi awal sampel yang cukup rumit dengan
waktu yang lama, disamping itu juga peralatannya relative mahal. Metode spektro
fluorometri adalah suatu metode pengukuran berdasarkan sinar yang berfluoresensi.
Fluoresensi adalah gejala dari suatu molekul setelah radiasi cahaya, melepas kembali
radiasi tadi dengan panjang gelombang yang lebih panjang.Sedangkan kromatografi
cair berperforma tinggi merupakan salah satu teknik kromatogra fiuntukzatcair yang
biasanya disertai dengan tekanan tinggi.Seperti teknik kromatografi pada umumnya,
HPLC berupaya untuk memisahkan molekul berdasarkan perbedaan afinitasnya
terhadap zat pada ttertentu.

Gambar 1. Skema pengujian histamin

8
Gambar 2. HPLC

Gambar 3. Spektrofotometer

2. Formalin
a. Pengertian Formalin
Formalin adalah salah satu zat yang dilarang berada dalam bahan makanan.
Formalin dapat bereaksi cepat dengan lapisan lender saluran pencernaan dan saluran
pernafasan. Di dalam tubuh cepat teroksidasi membentuk asam format terutama di hati
dan sel darah merah. Pemakaian formalin pada makanan dapat mengakibatkan
keracunan yaitu rasa sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, timbulnya depresi
susunan syaraf atau kegagalan peredarandarah (Rossy, dkk, 2016).
Formalin adalah nama dagang larutan formaldehida dalam air dengan kadar36
– 40%, tidak berwarna dan baunya sangat menusuk dan biasanya ditambah methanol
hingga 15% sebagai stabilisator. Di pasaran, formalin dapat diperoleh dalam bentuk

9
sudah diencerkan, yaitu dengan kadar formal dehida 30, 20 dan 10%. Disamping
dalam bentuk cairan, formalin dapat diperoleh dalam bentuk tablet yang masing-
masing mempunyai berat 5 gram.

b. Gejala dan Dampak Keracunan Formalin


Formalin merupakan bahan berbahaya yang dapat mengancam kesehatan
tubuh. Berbahaya jika terhirup, mengenai kulit, dan tertelan. Akibat yang ditimbulkan
berupa luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran pernapasan, reaksi alergi, dan
bahaya kanker pada manusia. Bila tertelan formalin sebanyak 30 mili liter atau sekitar
2 sendok makan akan menyebabkan kematian. Jika tertelan maka mulut, perut,
tenggorokan akan terasa terbakar, sakit menelan, muntah, mual, dan diare. Tidak
jarang juga menyebabkan pendarahan. Dapat mengakibatkan kerusakan hati, jantung,
otak, limpa, system syaraf pusat, dan ginjal.
Banyaknya dampak negatif yang dapat ditimbulkan formalin bagi tubuh
manusia menyebabkan formalin dilarang digunakan sebagai bahan tambahan
makanan. Formal dehid dalam makanan dapat menyebabkan keracunan dengan
gejala sakit perut akut, muntah-muntah, diare serta depresi susunan saraf. Selain itu,
formaldehid juga bersifat korosif, iritatif, dapat menyebabkan perubahan seldan
jaringan tubuh serta bersifat karsinogen. Paparan formaldehid dapat menyebabkan
turunnya kadar antioksidan dalam tubuh seperti superoksid dismutase dan glutathione
tereduksi GSH), dan meningkatkan produksi senyawa reactive oxygen species (ROS)
yang dapat menyebabkan terjadinya stress oksidatif. Stres oksidatif yang berlangsung
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan lipid, protein bahkan DNA yang pada
akhirnya menyebabkan kerusakan pada hepar (Nadya, dkk, 2014).

c. Ciri-ciri Produk yang Mengandung Formalin


Masyarakat sebaiknya berhati-hati dan memperhatikan ciri-ciri serta perbedaan
antara bahan pangan segar dan yang mengandung bahan pengawet formalin. Para
pedagang biasanya membubuhi formalin dengan kadar minimal, sehingga konsumen
pada umumnya bingung ketika harus membedakannya dengan bahan pangan
segar.Ciri-ciri ikan segar yang mengandung formalin adalah tidak rusak sampai 3 hari
pada suhu kamar (25°C), warna insang merah tua dan tidak cemerlang bukan merah
segar, warna daging ikan putih bersih, sisik-sisiknya mengkilat dan dagingnya kenyal.
Sedangkan ciri-ciri ikan asin yang mengandung formalin adalah tidak rusak sampai
lebih dari 1 bulan pada suhu kamar ( 25°C), bersih cerah, tidak berbau khas ikan asin
dan tidak ada lalat yang hinggap (Syahrial, 2010).
Berdasarkan penjelasan dari BPPMHP, formalin biasanya terdapat pada
sampel ikan kering. Formalin tidak diperuntukkan untuk tambahan pada bahan

10
makanan namun terdapat oknum-oknum tertentu yang menggunakannya pada produk
khususnya pada ikan asin hanya untuk memperoleh keuntungan yang lebih. Petugas
BPPMHP sering berkunjung langsung ke pasar-pasar tradisional hanya untuk
mengambil sampel untuk menguji keberadaan formalin.

d. Kadar Maksimal Formalin


Dalam International Programme on Chemical Safety (IPCS) disebutkan bahwa
batas toleransi formaldehida yang dapat diterima tubuh dalam bentuk air minum adalah
0,1 mg per liter atau dalam satu hari asupan yang dibolehkan adalah 0.2 mg.
Sementara formalin yang boleh masuk ketubuh dalam bentuk makanan untuk orang
dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari.
Suatu bahan kimia dikatakan beracun bila berada di atas ambang batas yang
diperbolehkan. American Conference of Governmental and Industrial
Hygienists(ACGIH) menetapkan ambang batas untuk formalin adalah 0,4 ppm.
Sementara National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH)
merekomendasikan paparan limit untuk para pekerja adalah 0,016 ppm selama
periode delapan jam,sedangkan untuk 15 menit 0,1 ppm. Sementara itu, berdasarkan
hasil uji klinis, dosis toleransi tubuh manusia pada pemakaian secara terus-menerus
(Recommended Dietary Daily Allowances/ RDDA) untuk formalin sebesar 0,2 miligram
per kilogram berat badan. Misalnya berat badan seseorang 50 kilogram, maka tubuh
orang tersebut masih bisa mentoleransi sebesar 50 dikali 0,2 yaitu 10 miligram formalin
secara terus-menerus menurut (Syahrial, 2010).
Menurut BPPMHP, formalin sangat tidak dianjurkan untuk digunakan dan
dikonsumsi. Sehingga sangat dihimbau kepada masyarakat agar lebih cermat dan hati-
hati dalam memilih produk untuk dikonsumsi yang tidak mengandung formalin.

11
Gambar 4. Skema pengujian formalin

3. Merkuri
a. Pengertian Merkuri
Merkuri (Hg) adalah logam berat berbentuk cair, berwarna putih perak, serta
mudah menguap pada suhu ruangan. Merkuri (Hg) akan memadat pada tekanan 7.640
Atm. Merkuri (Hg) memiliki nomor atom 80, berat atom 200,59 g/mol, titik beku -39o C,
dan titik didih 356,6oC. Kelimpahan merkuri (Hg) di bumi menempati urutan ke-67 di
antara elemen lainnya pada kerak bumi. Dikenal 3 bentuk merkuri, yaitu (Widowati,
2008):
1) Merkuri elemental (Hg): terdapat dalam gelas termometer, tensimeter air raksa,
amalgam gigi, alat elektrik, batu batere dan cat. Juga digunakan sebagai katalisator
dalam produksi soda kaustik dan desinfektan serta untuk produksi klorin dari sodium
klorida.
2) Merkuri anorganik: dalam bentuk Hg++(Mercuric) dan Hg+(Mercurous) Misalnya:
a.Merkuri klorida (HgCl2) termasuk bentuk Hg inorganik yang sangat toksik, kaustik
dan digunakan sebagai desinfektan b.Mercurous chloride (HgCl) yang digunakan
untuk teething powder dan laksansia (calomel) c.Mercurous fulminate yang bersifat
mudah terbakar.
3) Merkuri organik : terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain : a.Metil merkuri dan
etil merkuri yang keduanya termasuk bentuk alkil rantai pendek dijumpai sebagai
kontaminan logam di lingkungan. Misalnya memakan ikan yang tercemar zat tsb.
dapat menyebabkan gangguan neurologis dan kongenital. b.Merkuri dalam bentuk
alkil dan aryl rantai panjang dijumpai sebagai antiseptik dan fungisida.

b. Gejala dan Dampak Keracunan Merkuri

12
1) Keracunan Akut
Keracunan akut terjadi karena adanya pemaparan merkuri secara langsung
dan dalam dosis yang besar (Irwan, 2009). Gejala yang ditimbulkan dari kejadian
keracunan akut adalah pharyngitis (peradangan tekak), dyspaghia, sakit pada bagian
perut, mual-mual dan muntah, murus disertai dengan darah dan shok. Apabila gejala
tersebut tidak diatasi, maka dapat terjadi efek lanjutannya yaitu pembengkakan pada
kelenjaran ludah, radang ginjal (nephritis) dan radang pada hati (hepatitis) (Palar,
1994).
2) Keracunan kronis
Keracunan kronis adalah kejadian keracunan yang terjadi dalam kurun waktu
yang lama dengan kadar merkuri yang sedikit dan terjadi secara perlahan-lahan dan
terus-menerus, sehingga dapat mengendap dalam tubuh dan menimbulakan gejala
keracunan.
Menurut Widowati (2008), toksisitas kronis dapat berupa gangguan sistem
pencernaan, gingivitis (radang gusi), dan sistem syaraf, berupa tremor, parkinson,
gangguan lensa mata berwarna abu-abu sampai abu-abu kemerahan, serta anemia
ringan. Hal tersebut juga sejalan dengan Palar (1994), yang menyatakan bahwa
secara umum terdapat dua organ yang akan mengalami gangguan akibat keracunan
kronis tersebut, yaitu sistem pencernaan dan sistem syaraf. Gejala dapat berupa
gingivitis, tremor ringan dan parkinsonisme disertai dengan tremor pada otot sadar.
Gejala tremor dimulai dari ujung jari tangan/ kaki dan menjalar sampai otot wajah dan
pangkal tenggorokan.

c. Tata Cara Mengetahui Produk yang Mengandung Merkuri


Mengenai konsumsi ikan, maka diperlukan penetapan terhadap jumlah
konsumsi ikan/minggu dalam satuan gram. Hal ini membutuhkan metode untuk
penentuan berat. konsumsi ikan per porsi seperti yang tercantum pada kuesioner
penelitian. Adapun metode penentuan berat konsumsi ikan per porsi tersebut adalah
dengan membandingkannya terhadap food model. Dimana food model tersebut berupa
contoh ikan dengan ukuran 1 porsi konsumsi, yaitu sebesar 40 gram. Kuisioner sesuai
dengan SNI 01-2354.6-2006.

d. Kadar Maksimal Merkuri (Hg) pada Bahan Makanan


Kadar Hg dalam makanan dan minuman pada KepBPOM No. 3725/B/SK/VII/89
dalam ikan segar: 0,5 mg/kg. Batas aman dari segi konsumsi makanan atau minuman
yang mengandung merkuri telah ditetapkan oleh The Joint FAO/WHO Expert
Committee on Food Additives (JECFA). JECFA menetapkan konsumsi mingguan yang

13
ditoleransi untuk total merkuri adalah sebesar 5 mg/kg berat badan, sedangkan untuk
metilmerkuri sebesar 1,6 mg/kg berat. Sedangkan, menurut US EPA dosis metilmerkuri
per-hari adalah 0,1 mg/kg berat badan dan dosis merkuri klorida per-hari adalah 0,3
mg/kg berat badan (WHO dan UNEP, 2008).

Gambar 5. Pengujian kimia di BPPMHP

14
IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada praktik lapang yang bertempat di BPPMHP DKP Sulsel, ada beberapa
macam toksik yang diujikan di laboratorium tersebut. Namun pada laporan kali ini ,
hanya ada tiga macam toksik yang kami jelaskan yaitu histamin yang merupakan
toksik dari ikan keluarga scombridae, serta bahan kimia seperti formalin dan merkuri
(Hg). Ketiga toksik tersebut sangat berbahaya jika dikonsumsi oleh manusia.

B. Saran

Semoga pada praktik lapang yang akan datang, jadwal praktik serta tempat
praktik lapang sudah terjadwal dengan pasti sehingga nantinya tidak membuat
praktikan menjadi bingun dengan waktu serta tempat yang tidak jelas. Selain itu
kuisioner yang diberikan juga memberikan sedikit sekali arahan kepada praktikan, apa-
apa saja data yang akan diambil, sehingga pada saat di lapangan, praktikan tidak tau
apa-apa saja sebenarnya yang harus diambil dari praktik lapang di BPMPP ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Chen, H. C., Huan, Y. R., Hsu, H. H., Lin, C. S., Chen, W. C., Lin, C. M., Tsai, Y. H.
(2010). Detetrmination Of Histamine And Biogenic Amines In Fish Cubes
(Tetrapturus angustriostris) Implicated In A Food-Borne Poisoning. Food Control,
21, 13 – 18.
Irwan, Syaputra. 2009. Toksisitas dan Transformasi Merkuri. Sumber:
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia_anorganik1/khelasi-
merkuri/toksisitas-dan-transformasi-merkuri/. Diunduh pada tanggal 15 Mei 2019.

Nadya Y., Enikarmila A., Miftah A. 2014. Uji Formalin Pada Ikan Asin Gurami di Pasar
Tradisional Pekanbaru:1(2) : 1-12.

Palar, Heryando. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.

Rossy I.W., Surahma A.M. 2016. Identifikasi Formalin Pada Ikan Asin yang Dijual di
Kawasan Pantai Teluk Penyu Kabupaten Cilacap: 10(1) : 15-24.

Syahrial, Antoni. 2010. Analisa Kandungan Formalin pada Ikan Asin dengan Metode
Spektrofotometri di Kecamatan Tampan Pekanbaru [Skripsi]. Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

UNEP (United Nations Environment Programme) and WHO (World Health


Organization). 2008. Guidance for Identifying Populations at Risk from Mercury
Exposure. UNEP DTIE Chemicals Branch Geneva, Switzerland diunduh dari
http://www.who.int/foodsafety/publications/chem/mercuryexposure.pdf.

Viciana NMT. Jover TH, AM and Caron MSV. 1995. Liquid Chromatographie Method
for Determination of Biogenic Amines in Fish and Fish Product. Journal of AOAC
International;78(4) : 1045-1050.

Widowati, W. 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan


Pencemaran.Yogyakarta: Penerbit Andi.

16
LAMPIRAN

17

Anda mungkin juga menyukai