Anda di halaman 1dari 206

PENGARUH TIGA JENIS BIOAKTIVATOR RAGI

TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK KOMPOS


SAMPAH ORGANIK DI RUMAH SAKIT CAHYA
KAWALUYAN

SKRIPSI

Oleh :
NADYA FAZRIATY SINA
NIM. 113216028

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT (S-1)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2018
PENGARUH TIGA JENIS BIOAKTIVATOR RAGI
TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK KOMPOS
SAMPAH ORGANIK DI RUMAH SAKIT CAHYA
KAWALUYAN

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Satu Syarat Untuk MEncapai Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S1)

Oleh:
NADYA FAZRIATY SINA
NIM. 113206028

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT (S-1)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2018
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT (S1)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDRAL ACHMAD YANI CIMAHI 2018

NADYA FAZRIATY SINA


PENGARUH TIGA JENIS BIOAKTIVATOR RAGI TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK KOMPOS
SAMPAH ORGANIK DI RUMAH SAKIT CAHYA KAWALUYAN
XII + 87 hal + 11 tabel + 10 gambar + 5 lampiran

ABSTRAK
Pengelolaan sampah rumah sakit yang tidak benar akan menyebabkan masalah seperti
timbulnya penyakit pada manusia, rusaknya estetika, pencemaran lingkungan (air, tanah dan
udara), breeding pleaces dan bencana atau kecelakaan. Salah satu cara pencegahan masalah
tersebut adalah dengan pembuatan kompos. Pembuatan kompos dapat dipercepat dengan
menambahkan bioaktivator ragi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tiga
jenis bioaktivator ragi terhadap karakteristik fisik kompos sampah organik di Rumah Sakit
Cahya Kawaluyan.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan posttest only control group desain.
Populasi penelitian yaitu seluruh sampah organik dengan sampel sampah organik dari
kegiatan Rumah Sakit Cahya Kawaluyan yang terdiri dari sampah sisa sayuran, buah-buahan
dan dedaunan. Perlakuan yang diberikan penelitian ini yaitu tiga jenis bioaktivator ragi tape,
tempe dan roti dengan dosis 17 gram selama 28 hari. Data di analisis secara univariat untuk
mendeskripsikan masing-masing variabel yang diteliti, Rancangan acak lengkap untuk
mengatahui jenis bioaktivator yang paling berpengaruh terhadap suhu, volume akhir dan
berat serta bivariat (friedman test) untuk melihat adanya pengaruh bentuk fisik kompos.
Hasil penelitian terdapat pengaruh dari tiga jenis bioaktivator ragi terhadap karakteristik fisik
kompos sampah organik. Uji pH kompos bioaltivator ragi tape, tempe memenuhi syarat
(pH=7) dan bioaktivator tempe tidak memenuhi syarat (pH=6.5). Uji (LSD) dan Uji Duncan
terjadi penurunan terhadap hasil suhu, volume akhir dan berat kompos sampah organik yang
sangat nyata (P<0.01) dari perlakuan bioaktivator ragi tape, tempe. roti sehingga tanpa
perlakuan/kontrol. Hasil uji friedman test didapatkan nilai P ≤ α (0,05) yang menyatakan
bahwa terdapatnya pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi terhadap bentuk fisk kompos
sampah organik.

Kata Kunci : Sampah Organik, Rumah Sakit, Kompos, Bioaktivator ragi


Daftar Pustaka : 21 (2006-2017)
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Dosis Tiga Jenis Bioaktivator Ragi Terhadap

Waktu Pengomposan Kompos Di Rumah Sakit Cahya Kawaluyan”

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi ini masih jauh dari

sempurna, karena masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan baik dari

pengetahuan, pengalaman, maupun kemampuan yang penulis miliki, dan juga

tidak lepas dari bantuan, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak

khususnya Bapak Dr. Budiman, S. Pd., SKp., M.Kes., MH.Kes selaku

pembimbing I dan Bapak Suyono, M.Sc selaku pembimbing II yang telah bersedia

meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan koreksi sehingga Skripsi ini

dapat terselesaikan . Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun demi kesempurnaan Skripsi ini. Pada Kesempatan ini, penulis

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Gunawan Irianto, dr.,M.Kes (MARS),selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi.

2. Bapak Asep Dian A ,S.Pd., SKM., MM., MH.Kes, selaku Ketua Prodi

Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani

Cimahi.

3. Seluruh Dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi

Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi.

4. Ibu Dr. Novie E Mauliku, SKM., M.Sc selaku penguji I yang telah meluangkan

waktunya dalam pelaksanaan ujian Skripsi ini.


5. Bapak Teguh Budi Prijanto, SKM., M.Kes selaku penguji II yang telah

meluangkan waktunya dalam pelaksanaan ujian skripsi ini

6. Kedua orang tua, yang selalu mencurahkan kasih sayang, semangat dan

mendo’akan di setiap gerak langkahnya untuk keberhasilan anak-anaknya.

7. Teman-teman terbaik seperjuangan di Program Studi Kesehatan Masyarakat

(S1) Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Cimahi.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda dan pahala

yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu

menyelesaikan Skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini

bermanfaat bagi pembaca dan bagi perkembangan ilmu pengetahuan di masa

yang akan datang. Atas perhatiannya penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Cimahi, 2018

Penulis
DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ................................................................................. vii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... viii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6

C. Tujuan ............................................................................................ 6

1. Tujuan Umum ............................................................................. 6

2. Tujuan Khusus ............................................................................ 6

D. Manfaat .......................................................................................... 7

1. Manfaat Teoritis .......................................................................... 7

2. Manfaat Praktis ........................................................................... 7

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian sampah ........................................................................ 8

1. Jenis Sampah ............................................................................. 9

2. Dampak Sampah ........................................................................ 10

3. Pengelolaan Sampah ................................................................. 12

4.Faktor Yang Mempengaruhi Timbulan Sampah .......................... 14

iii
5. Kandungan Unsur Hara Beberapa Sampah Organik ................... 17

B. Kompos .......................................................................................... 18

1. Manfaat Kompos ……………………………………………… ........ 18

2. Tujuan Pengomposan ……………………………. ........................ 19

3. Perbedaan Kompos Organik Dan Anorganik .............................. 22

4. Kelebihan Kompos ...................................................................... 24

5. Kekurangan Kompos Anorganik ................................................. 25

6. Syarat Kompos ........................................................................... 25

7. Karakteristik Kompos .................................................................. 27

8. Faktor Yang Mepercepat Pengomposan ..................................... 27

9. Karakteristik Fisik Kompos Sampah Organik ............................... 28

C. Bioaktivator ..................................................................................... 31

1. Fungsi Bioaktivator .................................................................... 31

2. Keunggulan Bioaktivator ............................................................ 32

3. Kandungan Bioaktivator Ragi ..................................................... 33

4. Kandungan Mikroorganisme Bioaktivator Ragi tape .................. 33

5. Kandungan Mikroorganisme Bioaktivator Ragi Tempe .............. 33

6. Kandungan Mikroorganisme Bioaktivator Ragi Roti ................... 34

D. Kematangan Kompos ..................................................................... 34

1. Kompos Yang sudang Matang ................................................... 34

2. Tahap Prosees Pengomposan ................................................... 36

E. Kerangka Teori ............................................................................... 38

iv
BAB III : METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian ........................................................................... 39

1. Paragdigma Penelitian ............................................................... 39

2. Rancangan Penelitian ................................................................ 40

3. Hipotesis Penelitian ................................................................... 42

4. Variabel Penelitian ..................................................................... 42

5. Definisi Operasional ................................................................... 43

B. Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................... 44

1. Populasi ..................................................................................... 44

2. Sampel ....................................................................................... 44

C. Pengumpulan Data ......................................................................... 46

1. Tekinik Pengumpulan Data ......................................................... 46

2. Instrumen Penelitian .................................................................... 47

3. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Penelitian ........................ 47

D. Prosedur Penelitian ........................................................................ 47

1. Prosedur Administrasi ................................................................. 47

2. Prosedur Penelitian .................................................................... 48

E. Pengolahan Dan Analisis Data ........................................................ 52

1. Pengolahan Data ........................................................................ 52

2. Analisis Data ............................................................................... 52

F. Etika Penelitian ............................................................................... 53

G. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 53

v
BAB IV ................................................................................................ 54

A. Hasil Penelitian ............................................................................... 54

1. Pengaruh Suhu Kompos Sampah Organik ................................. 54

2. Pengaruh Volume Akhir Kompos Sampah Organik .................... 60

3. Pengaruh pH Kompos Sampah Organik ..................................... 67

4. Pengaruh Berat Akhir Kompos Sampah Organik ........................ 68

5. Pengaruh Bentuk Fisik Kompos Sampah Organik ...................... 68

6. Pengaruh Karakteritik Fisik Kompos sampah Organik ................ 71

B. Pembahasan .................................................................................. 74

1. Pengaruh Suhu Kompos Sampah Organik setelah Pemberian

Tiga Jenis Bioaktivator Ragi ....................................................... 75

2. Pengaruh Volume akhir Kompos Sampah Organik setelah

Pemberian Tiga Jenis Bioaktivator Ragi ...................................... 77

3. Pengaruh pH Kompos Sampah Organik setelah Pemberian

Tiga Jenis Bioaktivator Ragi ........................................................ 78

4. Pengaruh Berat Akhir Kompos Sampah Organik setelah

Pemberian Tiga Jenis Bioaktivator Ragi ...................................... 80

5. Karakteritik Fisik Sensori Kompos Sampah Organik setelah

Pemberian Tiga Jenis Bioaktivator Ragi .................................... 81

6. Pengaruh Tiga Jenis Bioaktivator Ragi Terhadap Karakteritik

Fisik Sampah Organik .............................................................. 83

C. Keterbatasan Penelitian .................................................................. 84

vi
BAB V ................................................................................................. 85

A. Simpulan ......................................................................................... 85

B. Saran .............................................................................................. 86

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan Unsur Hara Sampah Organik ....................... 16


Tabel 2.2 Bakteri Pengurai Nitrogen ................................................ 19
Tabel 3.1 Definisi Operasional ......................................................... 42
Tabel 3.2 Persiapan Alat .................................................................. 47
Tabel 3.3 Bahan Penelitian .............................................................. 47
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Suhu Kompos Sampah
Organik ............................................................................. 55
Tabel 4.2 Rata-rata Suhu Kompos Sampah Oragnik ........................ 59
Tabel 4.3 Uji Post Hoc Suhu Kompos Organik Antara
Kelompok Perlakuan ........................................................ 59
Tabel 4.4 Uji Homogenitas Suhu Kompos Sampah
Organik Terhadap Bioaktivator Ragi ................................ 60
Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Volume Akhir Kompos
Sampah Organik .............................................................. 65
Tabel 4.6 Volume Akhir Kompos Sampah Organik .......................... 64
Tabel 4.7 Uji Post Hoc Volume Akhir Kompos Sampah
Organik Antar Kelompok Perlakuan .................................. 66
Tabel 4.8 Uji Homogenitas Suhu Kompos Sampah
Organik Terhadap Bioaktivator Ragi ................................ 66
Tabel 4.9 Hasil Pengukuran pH Kompos Sampah
Organik ............................................................................ 67
Tabel 4.10 Hasil pH Kompos Sampah Oragnik Yang
Memenuhi Syarat ............................................................. 68
Tabel 4.11 Hasil Penimbangan Berat Akhir Kompos
sampah Organik................................................................ 68
Tabel 4.12 Uji Post Hoc Berat Akhir Kompos Sampah
Organik Antar Kelompok Perlakuan ................................. 68
Tabel 4.13 Uji Homegenitas Berat Akhir Kompos
Sampah Orgnaik Terhadap Bioaktivator Ragi
.......................................................................................... 70
Tabel 4.14 Hasil Pemeriksaan Karakteritik Fisk Sensori
Kompos Berdasarkan Warna, Bau dan
Tekstur Kompos Sampah Organik ................................... 71
Tabel 4.15 Bentuk Fisik Kompos Sampah ORganik
Setelah Diberikan Tiga Jenis Bioaktivator
Ragi ................................................................................. 72
Tabel 4.16 Hasil Uji Statistik Pada Bentuk Fisik Kompos
Sampah Organik Berdasarkan Jenis
Bioaktivator Ragi .............................................................. 73

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Hasil Pengukuran Suhu Kompos Sampah


Organik Pengulangan Ke-1 .......................................... 56
Gambar 4.2 Hasil Pengukuran Suhu Kompos Sampah
Organik Pengulangan Ke-2 .......................................... 57
Gambar 4.3 Hasil Pengukuran Suhu Kompos Sampah
Organik Pengulangan Ke-3 .......................................... 58
Gambar 4.4 Hasil Volume Akhir Kompos Pengulangan
Ke-1 ............................................................................. 62
Gambar 4.5 Hasil Volume Akhir Kompos Pengulangan
Ke-2 ............................................................................. 63
Gambar 4.6 Hasil Volume Akhir Kompos Pengulangan
Ke-3 ............................................................................. 64
Gambar 4.7 Bentiuk Fisik Kompos Sampah Organik
Berdasarkan Pemberian Tiga Jenis
Bioaktivator Ragi .......................................................... 73

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Uji Statistik

Lampiran 2 Foto Penelitian

Lampiran 3 Data Logbook Sampah Domestik Rumah Sakit Cahya

Kawaluyan

Lampiran 4 Penilaian Pengelolaan Sampah Padat Rumah Sakit

Cahya Kawaluyan

Lampiran 5 Data Berat Atau Timbunan Sampah Padat Rumah

sakit Cahya Kawaluyan

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sampah memang masih menjadi masalah klasik bagi setiap negara

termasuk Indonesia. Seiring dengan perkembangan teknologi, besarnya

jumlah penduduk dan keragaman aktivitas di kota-kota metropolitan di

Indonesia yang mengakibatkan munculnya persoalan masalah sampah baik

terhadap jenis dan volume sampah akan semakin meningkat. Diperkirakan

sekitar 60% sampah yang di buang ke TPA menjadi beban terhadap TPA

maka semakin cepat TPA untuk penuh (Damanhuri, 2011).

Menurut data Sistem informasi Pengolahan Sampah Nasional

Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sampah di Kota Bandung

tahun 2017 – 2018 jumlah sampah yang ditimbun di TPA sebesar 1120,00

ton/hari dan jumlah sampah yang tidak terkelola sebesar 264.09 ton/hari.

Jumlah timbulan sampah tersebut berasal dari berbagai sumber bukan

berasal dari masyarakat tetapi dipengaruhi oleh sarana tempat umum salah

satunya yaitu rumah sakit. Secara nasional produksi sampah padat rumah

sakit sebesar 376.089 ton/hari dan produksi sampah cair 48.958,70 ton/hari

(Dhani, 2011 dalam Astuti, 2014).

Rumah sakit mempunyai aktivitas setiap hari selama 24 jam hal

tersebut yang mengakibatkan timbulan sampah. Timbulan sampah rumah

sakit dipengaruhi oleh kenikan BOR setiap harinya, semakin banyak jumlah

tempat tidur yang terisi, maka semakin besar timbulan sampah yang

dihasilkan. Pengelolaan sampah domestik di rumah sakit sering sekali luput


2

dari perhatian manajemen rumah sakit, sehingga rumah sakit hanya terfokus

pada pengelolaan sampah bahan berbahaya dan beracun (B3). Analisis lebih

jauh menunjukan, produksi sampah domestik di rumah sakit sebesar 76,8 %

dan berupa sampah infeksius sebesar 23,2% (Amien dkk, 2015).

Hal yang sama terjadi di Rumah sakit Cahya Kawaluyan yang setiap

hari menghasilkan timbulan sampah domestik sebesar 231.94 kg/hari terdiri

dari jenis sampah basah (bekas makanan, sayuran, buah-buahan) dan

sampah sampah kering (kertas, tissue, plastik, kardus). Timbulan sampah

yang paling banyak dihasilkan adalah sampah organik yang berasal dari rawat

inap, rawat jalan, halaman, perkantoran dan instalansi gizi (dapur). Hasil

observasi pengelolaan sampah domestik di Rumah Sakit Cahya Kawaluyan

sebesar 51.85 % tidak memenuhi syarat dari segi pemilahan dari sumber,

penyimpanan dan pengolahan. Oleh sebab itu permasalah sampah organik

menjadi perhatian khusus pada persolaan ini.

Permasalahan sampah akan menimbulkan permasalahan lingkungan,

sampah yang menumpuk akan menyebabkan masalah estetika (bau busuk,

kotor) sehingga menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk, lipas, lalat dan

tikus. Sampah sangat potensial sekali menimbulkan penyakit pada manusia

antara lain penyakit perut, pes, tifus perut, leptospirosis yang disebabkan oleh

lalat dan tikus, keracunan karena mencemari sumber air dan gangguan

pernapasan/penglihatan karena asap akibat pembakaran sampah (Suyono

and Budiman 2014). Hal tersebut sesuai dengan penelitian (Syahrizal 2014)

bahwa penangan sampah yang tidak baik dapat mempengaruhi terhadap

kejadian diare, yang dilakukan 97 sampel diketahui 64 (66,0%).


3

Permasalahan yang diakibatkan oleh sampah dapat terjadinya

kecelakaan atau bencana dari timbulan sampah yang sangat besar seperti

bencana kebakaran atau terjadi letupan karena adanya gas methan dan H2S,

selain itu sampah menimbulkan longsor yang membahayakan penduduk

sekitarnya. Sampah dapat mencemari lingkungan (tanah, sumber air, udara)

sehingga mengakibatkan penurunan nilai manfaat dari tanah. Pencemaran

tanah adalah perubahan fisik atau kimiawi tanah yang menyebabkan

penggunaanya berubah dan menjadikannya tidak mampu menghasilkan

suatu manfaat tanpa ada upaya penangan selain itu dapat mengurangi nilai

estetika dan menimbulkan bau (Suyono 2014).

Pengelolaan sampah yang baik dan ramah lingkungan dapat

mengendalikan dampak negatif dari permasalahan sampah. pengelolaan

sampah dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan

pembuatan kompos dari sampah organik. Pengomposan merupakan suatu

metode untuk mengkonvensikan bahan-bahan organik menjadi lebih

sederhana dengan menggunakan aktivitas mikroba. Pengomposan menjadi

alternatif pengelolaan sampah untuk sampah organik karena pertimbangan,

pembuatan kompos tidak berdampak negatif terhadap lingkungan. Bahkan

dengan menggunakan aktivator proses dapat dipercepat dan tidak

menimbulkan aroma yang tidak sedap. Di samping itu kompos bisa dijual

sebagai produk yang bernilai ekonomi cukup tinggi (Soeryoko 2010).

Keuntungan menggunakan kompos organik dapat menjaga kesuburan

tanah dan recovery kondisi tanah dibandingkan dengan kompos kimia. Efek

negatif dari penggunaan kompos kimia terjadinya akumulasi residu dalam

tanah yang berisiko membuat tanah mengalami penurunan kualitas tanah


4

karena kekurangan unsur hara, penggunaan kompos kimia secara terus

menerus mengakibatkan tanah menjadi keras dan merusak lingkungan

mikroorganisme tanah sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat.

Karena itu pemberian kompos pada tanah sangat perlu dilakukan agar

mikroorganisme tetap hidup dan kesuburan tanah selalu terjaga (Mulyono

2017).

Pada proses pengomposan dikenal adanya stater atau bioaktivator

yaitu bahan yang terdisi dari enzim, bahan asam humat, dan mikroorganisme

seperti kultur bakteri. Bioaktivator mengandung mikroorganisme yang

merupakan faktor terpenting dalam proses pengomposan, jenis

mikroorganisme yang berperan dalam proses pengomposan adalah

Sachharomyces cereviciae dan Aspergillus sp (Royaeni, 2014). Penambahan

bioaktivator pada proses pengomposan dapat mempercepat proses

perombakan bahan organik yang pada mulanya membutuhkan waktu 1-2

bulan dapat dipercepat menjadi kurang dari 1-2 bulan (Djuarnani dkk, 2015).

Kompos setiap hari harus dilakukan pengecekan dan pengadukan seminggu

sekali untuk meratakan kondisi kelembaban dan suhu kompos hingga kompos

tersebut benar-benar jadi (Soeryoko 2010).

Sesuai pernyataan tersebut terdapat penelitian serupa yang dilakukan

oleh Zuanah dkk, 2010 menyimpulkan bahwa adanya pengaruh penggunaan

bioaktivator ragi sebesar 15 gr lebih efektif dalam penguraian sampah organik

yaitu 30.13 hari (ragi tape) dan 33.94 hari (ragi tempe) jika dibandingkan

dengan kontrol (tanpa aktivator) 53.80 hari. Penelitian lain dalam ragi roti

dapat mempercepat memproses fermentasi bahan organik yaitu singkong


5

selama 96 jam (Pratama, 2013) dari penelitian tersebut ragi roti dapat

digunakan untuk proses fermentasi kompos sampah domestik.

Ragi digunakan sebagai bioaktivator pada kompos karena ragi

mempunyai mikoorganisme yang aktif untuk pengurai dan fermentasi. Media

biakan ini dapat berbentuk butiran-butiran kecil atau cairan nutrien. Ragi

umumnya digunakan dalam industri makanan untuk membuat makanan dan

minuman. Ragi sudah tidak asing bagi kalangan masyarakat dan mudah di

peroleh di pasar-pasar serta harga yang ekonomis jika dibandingkan dengan

aktivator kompos lainnya. Mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi adalah

kapang, khamir dan bakteri yaitu Rhizopus, Aspergillus, Mucor,

Endomycopsis, Sacchharomyces, Hansenula anomala, Lactobacillus,

Actobacter dan sebagainya (Royaeni, 2014).

Berdasarkan uraian yang telah diuraikan dari penelitian sebelumnya

bahwa inoculant atau bioaktivator ragi sebesar 15 gr mampu mempercepat

dan memberikan pengaruh terhadap proses pengomposan sampah. Oleh

karena itu untuk membedakan penelitian sebelumya, peneliti mencoba

menaikan dosis bioaktivator ragi yaitu 17 gr serta menambahkan jenis ragi

lainnya yaitu ragi roti. Dosis dinaikan menjadi 17 gram berasal dari uji pra

eksperimen dengan membandingan dosis ragi 15 gram dan 17 gram

didapatkan hasil bentuk fisik kompos yang lebih baik pada dosis 17 gram,

karena warna kompos dan tekstur kompos masih belum masak. Jumlah obat

pengurai dalam kompos dapat mempengaruhi mempercepat pengomposan

kompos, dengan menambah tingkat kepekatannya, dengan demikian

pengurai menjadi lebih banyak (Soeryoko, 2011) sehingga didapatkan


6

penelitian mengenai “Pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi terhadap

karakteristik fisik kompos sampah organik di Rumah Sakit Cahya Kawaluyan”.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut, maka penulis membuat rumusan

masalah sebagai berikut: “seberapa jauh pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi

terhadap karakteristik fisik kompos sampah organik di Rumah Sakit Cahya

Kawaluyan ?”.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tiga jenis

bioaktivator ragi terhadap karakteristik fisik kompos sampah organik di

Rumah Sakit Cahya Kawaluyan.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh suhu kompos sampah organik.

b. Untuk mengetahui pengaruh volume akhir kompos sampah organik.

c. Untuk mengetahui gambaran pH kompos sampah organik.

d. Untuk mengetahui pengaruh berat akhir kompos sampah organik.

e. Untuk mengetahui pengaruh bentuk fisik kompos sampah organik.

f. Ingin mengetahui pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi terhadap

karakteristik fisik kompos sampah organik.


7

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu

kesehatan masyarakat khususnya ilmu kesehatan lingkungan dalam

lingkup pengolahan sampah organik.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan masukan kepada Rumah Sakit Cahya Kawaluyan dalam

upaya mengatasi masalah pengelolaan sampah domestik.

b. Memberikan informasi kepada Rumah Sakit Cahya Kawaluyan

mengenai cara pengolahan kompos dari sampah domestik.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sampah

Semua buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan hewan yang

berbentuk padat, lumpur (sludge), cair maupun gas yang dibuang karena tidak

dibutuhkan atau tidak diinginkan lagi. Walaupun dianggap sudah tidak

berguna dan tidak dikehendaki (Damanhuri & Padmi, 2011). Sampah oleh

sebagian orang dianggap kotor dan menjijikan, tidak ada manfaatmya.

Namun, sebagian orang mempunyai pandangan yang berbeda bahwa

sampah itu sebagai “emas” yang banyak mendatangkan manfaat dan

keuntungan apabila dilakukan pemilahan sampah.

Sampah secara umum dikelompokan menjadi 3 yaitu sampah organik,

anorganik serta Bahan berbaha dan beracun (B3). Sampah organik adalah

sampah yang bisa mengalami pelapukan (dekomposisi) dan terirai menjadi

bahan yang lebih kecil dan tidak berbau seperti sisa sayuran dari dapur atau

pasar, sisa tanaman yang dipanen dan dedaunan yang berguguran.

Sementara sampah anorganik adalah sampah yang tidak bisa mengalami

pelapukan seperti berbahan plastik, kaca, kertas, besi dan logam. (Sofian,

2008). Sedangkan sampah B3 merupakan sampah yang sangat berbahaya

bagi manusia dan makhluk hidup lainya. Beberapa bahan yang mengandung

unsur merkuri sangat tinggi seperti bekas kemasan cet semprot, baterai

bekas, bahan insektisida dan bahan kimia pengawet lainnya (Mulyono, 2017).
9

1. Jenis Sampah

Sampah yang hasilkan setiap hari terdapat berbagai macam jenis

sampah, ada beberapa jenis sampah menurut Suyono & Budiman, 2014

sebagai berikut:

a. Sampah basah (garbage) terdiri dari sayur-sayuran, sisa makanan,

hasil proses pengolahan makanan termasuk tulang, daging, sisik ikan,

kotoran hewan yang dibersihkan untuk makanan dan lain-lain.

b. Sampah kering (Rubbish) terdiri dari bahan mudah terbakar atau sulit

terbakar, diantaranya kertas, plastik, kain, karet, kulit, kayu daun

kering, kaca, kaleng, paku, paper klips dan lain-lain.

c. Abu dan residu (ash dan residual) terdiri dari bahan hasil pembakaran

sampah kayu, daun, arang, kertas, kain, kulit, plastik dan benda lain

yang dapat terbakar.

d. Hasil pembongkaran bangunan (demolition waste) terdiri dari

brangkal, batu/bata, plastik, besi, kayu dan lain-lain.

e. Segala jenis bangkai hewan (dead material) dalam hal ini hewan mati

dengan sendirinya, bukan hasil proses manusia (disembelih,

dipotong).

f. Kotoran manusia (night soil) tinja, air seni, muntahan.

g. Segala jenis kotoran yang terbuang di jalanan umum, halaman rumah

atau gedung (street sweeping) seperti daun, batang kayu, ranting,

kertas, logam plastik dan sampah hasil penyapu di halaman dan lain-

lain.

h. Segala jenis kotoran hewan (stable manure) khususnya dari

peternakan, pemotongan hewan dan lain-lain.


10

i. Sampah pertanian (farming waste) termasuk peternakan, sisa sayuran

yang terbuang, daun-daun dan lain-lain.

j. Sampah B3 (bahan berbahaya dan beracun) terutama dari reaktor

atom/nuklir, rumah sakit, sanatorium, laboratorium, industri berat dan

lain-lain.

2. Dampak Sampah

Permasalahan sampah yang tidak hanya di bak sampah saja tetapi

lebih dari itu bagaimna bila bak tersebut sudah penuh, kemana harus

membuangnya. Bila dibiarkan menumpuk dan tidak terkelola akan

menyebabkan masalah estetika (bau, kotor) dan menjadi sarang serangga

penggunggu (lalat, nyamuk, lipas) dan tikus yang kesemuanya akan

mengakibatkan gangguan kesehatan. Permasalahan yang diakibatkan

oleh sampah akan menimbulkan berbagai dampak menurut Suyono &

Budiman, 2014 sebagai berikut:

a. Tempat Berkembang Biaknya Lalat Dan Tikus.

Lalat menyukai tempat yang basah dan lembab, penuh nutrisi untuk

makanannya, telur dan larva lalat hidup dan berkembang dengan baik

di tempat yang demikian. Tikus menyukai tempat yang kering dan

hangat untuk sarangnya serta menyukai tempat yang banyak

makanannya, semuanya itu tersedia pada timbunan sampah. Penyakit

yang ditimbulkan oleh sampah berkaitan dengan serangga sebagai

vektor penyakit perut dan tikus sebagai host penyakit pes (plaque) dan

lesptospirosis.
11

b. Mencemari Lingkungan (Tanah, Sumber Air, Udara)

Pencemaran udara yang diakibatkan oleh timbunan sampah yang

tidak terkelola menjadikan sampah busuk dalam jumlah besar akan

mengakibatkan penyebaran bau yang tidak sedap yang membuat mual

dan pusing karena mengandung gas hasil proses pembusukan

diantaranya metan, H2S, NH3, dan lain-lain. Selain itu apabila terbakar

atau dibakar (gas metan dan H2S mudah terbakar atau eksplosif) akan

menghasilkan asap yang mengganggu pernapasan dan penglihatan

(sesak napas, mata perih) serta hasil pembakaran plastik berupa gas

dioksin sangat berbahaya karena termasuk zat karsinogen (penyebab

kanker).

Pencemaran sumber air yang diakibatkan oleh timbunan sampah

yang basah mengandung kadar air yang cukup besar dan cairan ini

(leachate) akan meresap ke dalam tanah dan masuk ke sumber air akan

melarutkan beberapa zat organik maupun anorganik diantaranya gas

methan, H2S, NH3, NH4, serta bahan lainnya termasuk warna kotor hasil

pembusukan sampah. Apabila air dari sumber ini diminum akan

menimbulkan masalah keracunan.

Pencemaran tanah yang diakibatkan oleh timbunan sampah,

sebelum mencemari sumber air maka terlebih dahulu sampah akan

mencemari lapisan tanah dengan bahan pencemar yang sama.

c. Sumber Penyakit.

Sampah sangat potensial menimbulakan penyakit pada manusia

antara lain penyakit perut, pes, tifus perut, leptospirosis yang

disebabkan oleh lalat dan tikus, keracunan karena mencemari sumber


12

air dan gangguan pernapasan/penglihatan karena asap akibat

pembakaran sampah.

d. Mengganggu Estetika

Timbunan sampah dapat mengganggu estetika karena bau busuk

yang ditumbulkannya serta ceceran sampah akikbat dikorek-korek

binatang dan oleh para pemulung menimbulkan pemandangan yang

tidak sedap atau sangat mengganggu keindahan lingkungan.

Banyaknya lalat berterbangan dan tikus berkeliaran disekitar sampah

juga sangat mengganggu estetika.

e. Terjadinya Bencana Dan Kecelakaan

Timbunan sampah yang sangat besar dapat menimbulkan

kebakaran atau terjadinya letupan karena adanya gas methan dan H2S.

selain itu timbunan sampah dapat menimbulkan longsor yang

membahayakan penduduk di sekitarnya atau yang agak jauh dari lokasi

sampah tersebut. Terbukti 2 kali terjadi bencana longsor sampah yang

menimbulkan korban harta dan korban jiwa yaitu di TPA Leuwigajah

Bandung dan TPA Bantargebang di Bekasi.

3. Pengolahan Sampah

Sampah harus dikelola dengan baik agar menjaga lingkungan menjadi

lebih baik, Pengelolaan atau penangan sampah menurut Undang-Undang

RI No. 18 Tahun 2008 adalah:

a. Pengurangan Sampah

Pengurangan sampah yang dimaksud yaitu pembatasan

timbulan sampah, pendauran ulang sampah dan pemanfaatan kembali

sampah. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan


13

kegiatan yaitu menetapkan target pengurangan sampah secara

bertahap dalam jangka waktu tertentu, memfasilitasi penerapan

teknologi yang ramah lingkungan, memfasilitasi penerapan label

produk yang ramah lingkungan, memfasilitasi kegiatan mengguna

ulang dan mendaur ulang serta memfasilitasi pemasaran produk-

produk daur ulang. Masyarakat dan pelaku usaha dalam

melaksanakan kegiatan harus menggunakan bahan produksi yang

menimbulkan sampah sedikit mungkin, dapat diguna ulang dan dapat

didaur ulang serta mudah diurai oleh proses alam.

b. Penanganan Sampah

Kegiatan penanganan sampah meliputi: pemilahan dalam

bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,

jumlah dan sifat sampah; pengumpulan dalam bentuk pengambilan

dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat

penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;

pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/ atau

tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat

pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;

pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi dan

jumlah sampah; serta pemrosesan akhir sampah dalam bentuk

pengambalian sampah dan residu hasil pengolahan sebelumnya ke

media lingkungan secara aman.


14

4. Faktor Yang Mempengaruhi Timbulan Sampah

Menurut Chandra, 2007 timbulan sampah atau jumlah sampah

dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab timbulan sampah menjadi

banyak yaitu sebagai berikut:

a. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk bergantung pada aktivtas dan kepadatan

penduduk. Semakin padat penduduk, sampah semakin menumpuk

karena tempat atau ruang untuk menampung sampah kurang, semakin

meningkatnya aktivitas penduduk, sampah yang dihasilan semakin

banyak, misalnya pada aktivitas pembangunan, perdagangan, industri

dan sebagainya.

b. Sistem Pengumpulan Atau Pembuangan Sampah

Sistem pengumpulan atau pembuangan sampah yang digunakan

yaitu dapat menggunakan gerobak tetapi pengumpulan sampah

dengan menggunakan grobak lebih lambat jika dibandingkan dengan

menggunakan truk.

c. Penggunaan Kembali

Pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai

kembali, Metode itu dilakukan karena bahan tersebut masih memiliki

nilai ekonomi bagi golongan tertentu. frekuensi pengambilan

dipengaruhi oleh keadaan, jika harganya tinggi, sampah yang

tertinggal sedikit.
15

d. Faktor Geografis

Faktor geografis dapat mempengaruhi jumlah atau timbulan

sampah, lokasi tempat pembuangan apakah di daerah pegunungan,

lembah, pantai atau di dataran rendah

e. Faktor Waktu

Jumlah produksi sampah dan komposisnya sangat dipengaruhi

oleh waktu bergantung pada faktor harian, mingguan, bulanan atau

tahunan. Jumlah sampah perhari bervariasi menurut waktu. Contoh

jumlah sampah pada siang hari lebih banyak dibandingan dengan pagi

hari. Sedangkan sampah di daerah pedesaan lebih begitu bergantung

pada faktor waktu. Jumlah produksi sampah dalam seminggu juga

mengalami variasi, bila kita asumsikan bahwa pengumpulan sampah

dilakukan tiap hari maka jumlah sampah hari senin cukup tinggi. Faktor

waktu dapat mempengaruhi komposisi jenis sampah, misalnya jenis

sampah rumah tangga pada waktu pengolahan serta

penghidangannya maka jenis “garbage” akan banyak jumlahnya,

sedangkan “rubbish” menurun jumlahnya.

f. Faktor Sosial Ekonomi Dan Budaya

Kultur budaya di masyarakat Indonesia berbagai macam dan

beragam, hal tersebut mempengaruhi timbulan sampah atau jumlah

sampah di berbagai daerah. Faktor sosial ekonomi sangat

mempengaruhi jumlah produksi sampah suatu daerah termasuk adat

istiadat, taraf hidup serta mental dari masyarakat suatu tempat.

Keadaan sosial ekonomi penduduk mempunyai pengaruh terhadap

jenis sampah yang dihasilkan misalnya penduduk yang tingkat


16

ekonomi tinggi sampah jenis kaleng, plastik dan kardus-kardus.

Jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan penduduk ekonomi

menengah ke bawah jenis sampahnya dominasi oleh jenis daun-

daunan, kertas, sisa sayuran dan buah-buahan.

g. Pada Musim Hujan

Faktor musiman atau iklim mempengaruhi jumlah produksi

sampah. Pada musim hujan kelihatan sampah meningkat karena

adanya sampah terbawa oleh air. Pada waktu beriklim dingin, musim

gugur sampah meningkat dan pada musim panas menyebabkan

peningkatan produksi sampah terutama di daerah pariwisata. Pada

waktu-waktu dingin, musim gugur maka terjadi perubahan-perubahan

komposisi sampah yang sesuai dengan iklim saat itu.

h. Kebiasaan Masyarakat

Kebiasaan masyarakat merupakan salah saktu faktor yang

mempengaruhi timbulan sampah atau jumlah sampah. Contoh jika

seseorang suka mengonsumsi satu jenis makanan atau tanaman,

sampah makanan itu meningkat.

i. Kemajuan Teknologi

Akibat kemajuan teknologi, timbulan sampah atau jumlah sampah

dapat semakin meningkat. Contoh plastik, kardus bekas TV, AC dan

sebagainya.

j. Jenis sampah

Semakin maju tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin

kompleks pula macam-macam jenis sampahnya. Sumber lain yang

mempengaruhi faktor timbulan sampah, jumlah produksi dan


17

komposisi sampah jelas akan berbeda tergantung dari mana sampah

tersebut berasal. Sampah dari rumah tangga jumlah dan komposisinya

jelas berbeda dengan jumlah dan komposisi sampah dari pasar,

berbeda pula jumlah dan komposisi yang berasal dari industri.

5. Kandungan Unsur Hara Beberapa Sampah Organik

Setiap sampah organik memiliki kandungan unsur hara yang berbeda-

beda. kandungan unsur hara tersebut sering dugunakan sebagai kompos,

berikut kandungan unsur hara dari bebrapa jenis bahan organik menurut

(Parnata, 2010):

Tabel 2.1 Kandungan Unsur Hara Sampah Organik

Jenis sampah N P K Ca Mg

organik

Kandungan

Kotoran sapi 1.1 2.5 0.5 3 0.66

Kotoran ayam 0.6 2.25 4 1.2 -

Jerami 0.6 0.1 1.05 - -

Rumput 1.76 0.8 4.21 0.67 0.53

Sayuran 1.43 0.18 0.50 0.36 0.20


18

B. Kompos

Sampah oleh sebagian banyak orang masih dianggap kotor, bau

menjijikan dan sudah tidak ada manfaatnya lagi. Namun, pandangan negatif

tersebut dapat dirubah bahwa sampah memounyai banyak manfaat

keuntungan. Sampah dapat dimanfaatkan, asalkan mau untuk memilahhnya

antara sampah organik dan anorganik. Sampah anorganik yang dikumpulkan

dapat dijual kembali sementara itu sampah organik dapat langsung diolah

menjadi kompos. Kompos adalah bentuk akhir dari bahan-bahan organik

sampah domestik setelah mengalami dekomposisi sedangkan dekomposisi

itu sendiri yaitu perubahan komposisi bahan organik sampah domestik akibat

penguraian oleh mikroorganisme pada suhu tertentu menjadi senyawa

organik yang lebih sederhana (SNI 19-7030- 2004).

Pupuk yang sering digunakan untuk memupuk tanaman adalah

kompos. Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman,

hewan dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau

fermentasi sehingga dapat dijadikan sebagai sumber hara bagi tanaman.

Dengan demikian pupuk kandang dan pupuk hijau yang mengalami proses

fermentasi merupakan bagian dari kompos (Parnata, 2010).

1. Manfaat Kompos

Kompos selain dapat membersihkan sampah yang berserakan di

lingkungan, juga mempunyai berbagai manfaat. Menurut soeryoko, 2011

kompos bermanfaat bagi pertanian dan penyehatan tanah antaranya:

a. Pembenahan Tanah

Kompos merupakan benda yang dapat membenahi atau

memperbaiki mutu tanah. Lahan yang rusak dan kehilangan


19

kesuburannya dapat diperbaiki dengan pengolahan lahan dengan

kompos. Lahan yang telah diperbaiki dengan kompos akan tampak

gembur dan subur. Selain lahan pertanian terdapat beberapa tempat

bekas penambangan sering menggunakan kompos untuk

memperbaiki lahan yang rusak parah.

b. Penyediaan Makanan Bagi Tanaman

Selain memperbaiki kulitas tana, kompos juga berfungsi

menyediakan makanan bagi mikroorganisme dalam tanah untuk

berkembang biak. Llahan yang penuh dengan makanan menjadi

tanaman yang tumbuh di atasnya yang subur. Lahan yang kaya akan

kompos sangat gembur sehingga akar tanaman berkembang pesat.

Akar yang berkembang pesat tersebut dapat menarik manakanan

yang telah tersedia dalam kompos sebanyak-banyaknya.

2. Tujuan Pengomposan

Menurut susaanto (2007 dalam Nisa 2016:5) pengomposan

merupakan proses dekomposisi terkendali secara biologis terhadap limbah

padat organik dalam kondisi aerobic atau anaerobic. Proses pengomposan

waktu yang dibutuhkan berkisar tiga minggu hingga dua bulan tergantung

pada bahan-bahan dasar yang digunakan. Agar hasil pupuk optimal

dilakukan pengencekan setiap satu minggu. Pengecekan meliputi suhum

kelembaban dan aroma bau serta dilakukan pengembalikan pupuk agar

proses pengomposan merata. Selain meningkatkan sifat fisik tanah, sifat

kimia tanah mengembalikan sifat biologi tanah dan mempengaruhi konidis

social akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Meningkatkan Sifat Fisik Tanah


20

Kondisi tanah yang rusak terlalu banyak menggunakan pupuk kimia

seperti urea dan TPS menyebabkan kontur tanah tidak lagi gembur

dan susah diolah. Penggunaan kompos dapat merubah warna tanah

menjadi kelam dan tekstur tanah menjadi gembur serta lepas-lepas.

Kondisi tekstur tersebut yang kemudian dapat mengikat air lebih dan

menjaga nutrisi yang ada dalam tanah.

b. Mempengaruhi Sifat Kimia Tanah

Selama proses pengomposan terdapat banyak perubahan yang

berlangsung secara kimiawi. Menurut Djuarnani (2008 dalam Nisa

2016:6) bahwa mikroorganisme bekerja untuk menagkap semua

bahan terlarut seperti gula, asam amino dan nitrogen. Setelah itu

merombak pati, lemak, protein dan selulosa dalam gula serta

menyatukan unsur kecil menjadi struktur baru. Kemudian nitrogen

dikonfersikan menjadi nitrogen mikroba dan sebagian menjadi nitrat.

Nitrat merupakan senyawa yang dapat diserap. Berikut bakteri yang

dapat mengikat nitrogen menurut Mulyono, 2017 yaitu:

Tabel 2.2 Bakteri Pengurai Nitrogen

Bakteri Keterangan

Azotobacter vinelandii Hidup bebas dan menghasilkan

ammonia yang berlimpah di dalam

tanag sehingga mampu menyuburkan

tanaman, khususnya kelompok jagung-

jagungan dan gandum

Clostridium pasteurinum Hidup bebas dalam berbagai kondisi

tanah dalam lingkungan anaerob.


21

Rhizobium leguminosum Bakteri ini bersimbiosis dengan akar

tanaman jenis polong-polongan

(Leguminoceae) yang membentuk bintil-

bintil akar. Karena itu, tanaman

Leguminoceae sangat efekstif untuk

merevitalisasi lahan. Tanaman ini

sebaiknya ditanam di sela-sela tanaman

utama untuk menjaga kesuburan

tanaman tersebug

Nitrosomonas sp. Dan Bakteri ini berperan mengubah

Nitrosococcus sp ammonia menjadi nitrit

Nitrobacter Bakteri ini sangat bermanfaat dalam

mengoksidasi nitrit menjadi nitrat dan

langsung bisa dimanfaatkan tanaman.

Sumber : mulyono, 2017

c. Mengembalikan Sifat Biologi Tanah

Bahan organik akan menambah energy yang diperlukan kehidupan

mikroorganisme tanah. tanah yang kaya akan bahan organik akan

memperbanyak jamur (fungi), bakteri dan mikroorganisme.

Mikroorganisme berfungsi untuk memperkecil bahan organik yang

dicampurkan sehingga luas permukaan bahan bertambah dan

mempercepat proses pengomposan.

d. Mempengaruhi Kondisi Social

Pengelohan limbah organik menjadi pupuk kompos akan

mengurangi sampah lingkungan. Selama ini masyarakat cenderung


22

hanya menadur ulang sampah anaorganik seperti kertas, kardus, botol

maupun plastik sementara sampah organik dibiarkan begitu saja.

Sampah organik dianggap kurang produktif dan tidak bisa

mneghasilkan nilai ekonomi. Dengan adanya kompos, sampah organik

dapat dimanfaatkan banyak pilihan untuk mengolah sampah organik.

Selain mengurangi sampah dan turut kontribusi dalam menjaga

kebersihan lingkungan, pembuatan kompos dapat menjadi sumber

ekonomi bagi masyarakat dengan modal pembuatan yang terjangkau

dan harga jual yang lebih tinggi serta permintaan pasar akan kompos

makin tinggi.

3. Perbedaan Kompos Organik Dan Anorganik

Berbedaan dengan pemupukan kimia atau anorganik, pemupukan

dengan pupuk organik seperti kompos yang difermentasikan dengan

mikroorganisme tidak ada istilah overdosis. Mikroorganisme pada kompos

bermanfaat untuk memperbaiki kemampuan tanah sebagai media bagi

tanaman. Perbendaan antara kompos organik dan anorganik menurut

Mulyono, (2017) sebagai berikut :

Tabel 2.2 Perbedaan Kompos Dengan Pupuk Anorganik

Kompos (pupuk Organik) Pupuk anorganik

Harga lebih murah, bahan bisa tanpa Harga lebih mahal, pembuatannya

biaya dengan membuat MOL dan dilakukan pada indrustri

kompos sendiri menengah dan besar serta

membutuhkan perizinan. Memiliki

resiko kelangkaan dan pemalsuan

pupuk
23

Unsur hara kompos lengkap, baik Unsur hara kurang lengkap

unsur makro maupun mikro. dibandingkan dengan kompos.

Jumlahnya relative lebih sedikit Semakin banyak komposisi unsur

dibandingkan dengan pupuk hara pupuk anorganik, semakin

anorganik. Penggunaanya tidak tinggi harganya

mungkin terjadi overdosis atau

penumpukan.

Kandungan bahan organik dan Pupuk anorganik tidak

mikroorganismenya mampu memperbaiki struktur tanah.

memperbaiki struktur tanah. Bahkan Bahkan contohnya lahan yang

mikroorganisme tetap bekerja saat sering diberi pupuk urea /

pupuk diaplikasikan di lahan anorganik lama-kelamaan akan

pertanian berubuh asam. Untuk

mengembalikan pH tanah menjadi

normal perlu perlakuan khusus.

Tanaman yang diberi kompos dapat Tanaman yang diberi pupuk

memperbaiki daya tahan terhadap anorganik kerap membuat

serangan penyakit. tanaman rentan terhadap penyakit

Residu kompos memliki efek positif. Residu pupuk anorganik

Selesai panen, sisa kompos berdampak negatif pada lahan

tertinggal tetap dapat memperbaiki dan merusak mikroorganisme

lahan pertanian. Pasalnya tanah. Pasalnya, pupuk anorganik

mikroorganisme tetap aktif lebih mudah menguap dan tidak

melakukan dekomposisi bahan memiliki kemampuan

organik memperbaiki kondisi lahan.


24

Penggunaan terhadap tenaman Penggunaan terhadap tanaman

memerlukan jumlah yang lebih besar sangat sedikit.

Sumber : (Mulyono, 2017)

4. Kelebihan Kompos

Kompos mempunyai berbagai kelebihan atau keuntungan bagi

kondisi tanah dan lingkungan, penggunaan kompos merupakan salah satu

solusi mengatasi kelangkaan pupuk anorganik di pasaran. Dengan

keberadaan kompos yang melibatkan mikroorganisme dapat meredam

gejolak kelangkaan pupuk anorganik atau kimia. Tidak hanya itu, kompos

juga menjawab supply and demand yang terkadang tidak berpihak pada

petani. Bagi petani, penggunaan kompos secara tidak langsung

menunjukan peduli lingkungan. Menumpuknya sampah kerap

menimbulkan masalah, tetapi kini sampah dapat dijadikan sumber

penghasilan melalui proses penguraian dengan melibatkan

mikroorganisme.

Harapannya, melalui pengolahan sampah dapat mengurangi beban

sampah dilingkungan. Penggunaan kompos dapat menjaga kesuburan

tanah dan recovery kondisi tanah dibandingkan dengan penggunaan

pupuk anorganik. Kompos memperbaiki strutur tanah dan memperkuat

daya ikat agregat (zat hara) tanah berpasir, memingkatkan daya tahan dan

daya serap air, memperbaiki drainase dan pori-pori dalam tanah,

menambah dan mengaktifkan unsur hara (Mulyono, 2017).


25

5. Kekurangan Kompos/Pupuk Anorganik

Efek negatif dari penggunaan pupuk anorganik yang ditimbulkan tidak

sebanding dengan tenaga yang dihemat. Pola berpikir bahwa penggunaan

pupuk anorganik agar lebih praktis harus dirubah karena akan berdampak

di masa depan. Akumulasi residu pupuk anorganik dalam tanah beresiko

membuat tanah menjadi kahat atau mengalami penurunan kualitas tanah

karena kekurangan unsur hara. Tanah yang diberi pupuk kimia secara

terus menerus akan menjadi keras dan merusak lingkungan bagi

mikroorganisme tanah. Kesulitan lainnya, tanah menjadi sukar untuk diolah

apabila ditanami justru pertumbuhan tanaman menjadi terhambat

(Mulyono, 2017).

6. Syarat Kompos

Kompos yang baik terhadap kualitas tanah dan tumbuhan harus yang

memenuhi persyaratan kompos yang menyatakan bahwa kompos sudah

siap digunakan menurut SNI 19-7030-2004 sebagai berikut:

a. Kematangan Kompos

Kematangan kompos dinyatakan dengan nilai C/N ratio dalam

kompos sebesar (10-20). C/N ratio merupakan perbandingan antara

kadar karbon terhadap nitrogen. Selain nilai C/N ratio kompos

kematangan dipengaruhi oleh suhu yang harus sesuai dengan suhu

air tanah. Suhu yang ada di dalam air tanah dapat diserap oleh akar-

kar tumbuhan dan suasana aerob dan suhu tidak lebih dari 30 °C.

warna kompos yang sudah matang berwarna kehitaman dan tekstur

seperti tanah dengan berbau tanah tidak berbau busuk.

b. Tidak Mengandung Bahan Asing


26

Dalam kompos tidak adanya semua bahan pengotor organik atau

anorganik seperti logam, gelas, plastik dan karpet serta tidak adanya

bahan pencemar lingkungan seperti senyawa logam berat, B3 dan

kimia organik seperti pestisida.

c. Unsur Mikro Nilai-Nilai Yang Dikeluarkan

Unsur mikro nilai-nilai yang dikeluarkan kompos berdasarkan

konsentrasi unsur-unsur mikro yang penting untuk pertumbuhan

tanaman (khususnya Cu, Mo, Zn). Logam berat yang dapat

membahayakan manusia dan lingkungan tergantung pada konsentrasi

maksimum yang diperbolehkan dalam tanah.

d. Organisme Patogen

Organisme pathogen yang dimaksud adalah organisme pathogen

tidak melampaui batas seperti Fecal Coli 1000 MPN/gr total solid

dalam keadaan kering dan Salmonella sp. 3 MPN / 4 gr total solid

dalam keadaan kering. Hal tersebut untuk mencegah terjadinya

kandungan mikroorganisme pathogen dapat dicapai dengan menjaga

kondisi operasi pengomposan pada temperatur 55 °C.

e. Pencemar Organik

Kompos yang dibuat tidak mengandung bahan aktif pestisida yang

dilarang sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

434.1/KPTS/TP.270/7/2001 tentang syarat dan tata pendaftaran

pestisida pada pasal 6 mengenai jenis-jenis pestisida yang

mengandung bahan aktif yang telah dilarang.


27

7. Karakteristik Kompos

Kompos mempunyai karakteristik tertentu yang sudah ditetapkan

menurut Standar Nasional Indonesia 19-7030-2004 sebagai berikut :

a. Bahan organik, merupakan kandungan bahan organik kompos minimal

27%.

b. Kadar air, kadar air yang diperbolehkan dalam kompos maksimal 50%.

c. Parameter sebagai indikator nilai agronomis, parameter sebagai

indikator nilai agronomis kompos sperti pH dari kompos harus netral,

konsentrasi N, P2O5 dan K2O, konsentrasi unsur-unsur humus utama

dalam kompos N, P2O5 dan K2Odari masing-masing tipe kompos

tergantung dari penggunaan.

kemampuan pengikat air, kemampuan kompos dalam mengikat air

untuk menetapkan dalam mengevaluasi kualitas kompos.

8. Faktor Yang Mempercepat Pengomposan

Sampah yang berserakan dikebun maupun hutan mempunyai

tingkat kecepatan pelapukan yang berbeda-beda. Ranting pohon dan daun

yang berukuran kecil lebih lapuk dibandingkan dengan kayu yang besar.

Proses pelapukan di alam sangat lambat. Beberapa faktor yang

mempengaruhi tingkat kecepatan pengomposan menurut Soeryoko, 2011

anatara lain:

a. Bahan Kompos Yang Digunakan

Bahan yang berasal dari tanaman berkayu keras sangat sulit

hancur. Oleh karena itu, bahan kompos yang berasal dari kayu yang

keras, tidak disarankan untuk digunakan dalam pengomposan. Bila

kayu keras terpaksa digunakan maka kayu tersebut harus dihancurkan


28

menjadi serbuk. Sebagai contoh, kayu digergaji kemudian serbuknya

dijadikan bahan kompos.

b. Besar Kecilnya Bahan

Semakin kecil bahan yang digunakan untuk kompos, maka semakin

cepat pula bahan tersebut hancur menjadi kompos. Oleh karena itu,

bahan kompos yang terlalu besar harus dicacah atau dihancurkan

terlebih dahulu. Bahan yang tidak dicacah membutuhkan waktu

berbulan-bulan untuk hancur menjadu kompos.

c. Jumlah Obat Pengurai Kompos

Jumlah obat pengurai kompos sangat berpengaruh pada tingkat

kecepatan pengomposan. Semakin banyak mikroba pengurai kompos

semakin cepat bahan kompos hancur. Menambah obat pengurai

kompos cukup dilakukan dengan menambah tingkat kepekatannya.

Dengan demikian pengurai menjadi lebih banyak.

d. Aerasi

Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup

oksigen (aerob). aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi

peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara

yang lebih dingun masuk ke dalam tumpukan kompos. aerasi

ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan (kelembaban).

apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang

menghasilkan bau yang tidak sedap. aerasi dapat ditingkatkan dengan

melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan

kompos (Sudiana, 2005).


29

e. Porositas

Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan

kompos, kompos dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi

dengan volume totak. rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara.

udara akan mensuplai oksigen untuk proses pengomposan. apabila

rongga dijenuhi oleh air, maka pemasokan oksigen akan berkurang

dan proses pengomposan juga akan terganggu (Sudiana, 2005).

9. Karakteristik Fisik Kompos Sampah Organik

a. suhu

Pengomposan akan berjalan dengan baik bila pada suhu ideal,

salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan panas

ideal adalah dengan menimbun bahan sampai pada ketinggian

tertentu (sekitar 1,53-2m), jika penimbunan terlalu pendek atau redah

maka akan menyababkan panas mudah menguap. sebaliknya,

timbunan bahan terlalu tinggi justru akan emmbuat suhu menjadi

semakin tinggi dan udara di dasar timbunan menjadi berkurang.

kondisi kekurangan udara tersebut cenderung akan memacu

pertumbuhan bakteri anarob (Suwahyono, 2014).

b. pH

Tingkat keasaman (pH) merupakan parameter yang perlu untuk

diperhatikan karena pada awal proses pengomposan akan terjadi

penurunan pH sebagai akibat penguraian bahan organik menjjadi

asam-asam organik. setelah itu pH terus naik menjadi netral sampai

cenderung basa. kalua pH suatu produk kompos asam berarti kompos

tersebut ada kecenderungan belum matang dan berbahaya bagi


30

tanaman, terutama untuk pembibitan tanaman. Standar pH menurut

Standar Nasional Indonesia Nomor 19-7030-2004 adalah 6.8-7.4

memberikan nilai pH yang cukup baik (Sahwan dkk, 2011).

c. Volume akhir kompos

Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-

bahan mentah dicampur. proses pengomposan secara sederhana

dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap aktif dan tahap

pematangan. selama tahap-tahap awal proses oksigen dan senyawa-

senyawa yang mudah terdegradasi akan dimanfaatkan oleh mikroba

mesofilik. pada saat ini terjadi proses dekomposisi/penguraian bahan

organik yang sangat aktif pada suhu tinggi. mikroba-mikroba di dalam

kompos menggunakan oksigen akan meguraikan bahan organik

menjadi CO2, uap air dan panas. setelah sebagian terurai, maka suh

akan berangsur mengalami penuruanan. pada saat ini terjadi

pematangan kompos tingkat lanjut yaitu pembentukan komplek liat

humus. selama peroses pengomposan akan terjadi penyusutan

volume maupun biomasa bahan. pengurangan ini dapat mencapai

30%-40% volume/bobot awal bahan.

d. Warna, Bau dan Tekstur

Parameter lain yang dapat digunakan untuk pemilaian kematangan

adalah tingakt kehancuran atau tekstur kompos, warna dan bau dari

produk kompos yang dihasilkan. semua peroduk kompos yang

dihasilkan sudah terdekomposisi sempurna, sehingga bentuknya

sudah hancur dan halus, warna coklat kehitaman dan berbau seperti
31

tanah. kondisi tersebut menggambarkan kematangan kompos

(Sahwan, 2011).

C. Bioaktivator

Berdasarkan kegunaannya, mikroorganisme dibedakan menjadi dua yaitu

mikroorganisme menguntungkan (baik) dan mikroorganisme merugikan

(jahat). Proses pembuatan kompos hanya menggunakan mirkoorganisme

yang menguntungkan. Mikroba inokulan merupakan mikroba yang sengaja

diinokulasikan ke dalam bahan atau sampah, sehingga terjadi fermentasi.

Sebenarnya di alam juga telah tersedia berbagai jenis mikroba yang sering

disebut juga sebagai MOL (mikroorganisme lokal) yang dapat memfermentasi

sampah. Namun, dalam pengeolahan sampah dianjurkan untuk

menggunakan inokulan (mikroba khusus). Terdapat kelompok mikroba yaitu

bakteri yang mampu mengikat gas N2 dari udara bebas dan mengubahnya

menjadi ammonia sehingga ketersedian nitrogen dalam tanah tetap terjaga

kesuburannya (Mulyono, 2017).

1. Fungsi Bioaktivator

Bioaktivator (mikroba kompos) sering digunakan untuk proses

dekomposisi bahan organik, memiliki beberapa fungsi menurut Nisa & Dkk,

2016 diantaranya:

a. Membantu Menyuburkan Tanah

Fungsi bioaktivator sama seperti penggunaan kompos, bioaktivator

memiliki fungsi sebagai penyubur tanah dan sumber nutrisi bagi

tambahan bagi tumbuhan.


32

b. Mempercepat Proses Pengomposan

Fungsi lain dari bioaktivator yaitu dapat mempercepat proses

penguraian tanaman atau bahan organik yang digunakan dalam

proses pembuatan kompos. Kandungan bakteri yang tinggi dalam

bioaktivator dapat digunakan sebagai pengganti dekomposter seperti

EM4 serta anada dapat berhemat dengan mengurangi biaya produksi.

Bioaktivator cukup di siram pada adonan bahan organik yang akan

diurai setelah dirasa cukup barulah bahan tersebut ditutup dan waktu

pengimposan yang berlangsung bisa sebulan dapat di persingkat

menjadi tiga minggu.

c. Mudah Diaplikasikan Untuk Pemupukan Tanaman Perumahan

Fungsi lain yang tidak kalah penting dari bioaktivator kompos yaitu

pada penggunaannya yang prkatis. Bentuknya yang cair bioaktivator

dapat ditempatan di wadah-wadah kecil sehingga penggunaanya lebih

praktis dan dapat diaplikapada penggunaannya yang prkatis.

Bentuknya yang cair bioaktivator dapat ditempatan di wadah-wadah

kecil sehingga penggunaanya lebih praktis dan dapat diaplikasikan

langsung pada tanaman yang ada di perkarangan rumah.

2. Keunggulan Bioaktivator

Beberapa penggunaan bioaktivator khusus ini memiliki keunggulan

sebagai berikut:

a. Proses fermentasi berjalan lebih cepat

b. Kualitas hasil fermentasi lebih baik untuk tujuan membuat bahan

pakan maka kandungan protein dan energinya tentu harus lebih bak.
33

Inokulan khusus ini mampu mengikatkan kandungan N, P, K atau C-

organik secara nyata.

c. Mampu menekan kandungan senyawa-senyawa beracun pada bahan

sampah. Proses ini hanya bisa dilakukan oleh inokulan tertentu seperti

aspergillus riger yang mampu menekan kadar theobromine pada

limbah kakao atau menekan kadar tannin pada kulit kopi dan dedak

shargum.

d. Mampu memproduksi hormon pertumbuhan seperti auksin yang

dihasilkan oleh ruminoccoccus atau rhizobium.

3. Kandungan Bioaktivator Ragi

Berdasarkan pengalaman (Guntoro, 2013) inokulan yang cukup

baik untuk fermentasi pada sampah organik di anataranya Trichoderma

viride, Sacharomyces cerviciae, Aspergillus riger dan Rhizophus sp (ragi

tempe). Selain itu, bisa juga menggunakan probiotik seperti Bio-gas atau

probiotik lainnya.

4. Kandungan mikroorganisme ragi tape

Mikroorganisme yang terdapat dalam ragi tape adalah khamir

Saccharomyces cereviciae, kapang Amylomyces rouxii, Mucor sp,

Rhizopus sp, khamir Sac-charomycopsis fibuligera, Saccharomy- copsis

malanga, Pichia burtonii, Can-dida utilis, bakteri Pediococcus sp dan

Bacillus sp (Zuanah dkk, 2010).

5. Kandungan mikroorganisme ragi tempe

Sedangkan mikroorganisme yang terdapat dalam ragi tempe

adalah Rhizopus sp yang jenisnya adalah Rhizopus oligosporus, Rhizopus


34

oryzae, Rhizopus stolonifer (kapang roti) atau Rhizopus arrhizus (Zuanah

dkk, 2010).

6. Kandungan Mikroorganisme Ragi Roti

Mikrooeganisme yang terdapat dalam ragi roti adalah Saccharomyces

cerevisiae mikroba ini dimanfaatkan dalam ragi roti, tape (Amaliyah, 2017).

D. Kematangan Kompos

1. Kompos Yang Sudah Matang

Stabilitas dan kematangan kompos merujuk pada konidisi kompos

yang sudah tidak lagi mengalami dekomposisi dan hara tanaman secara

perlahan dikeluarkan ke dalam tanah. kematangan adalah tingkat

kesempurnaan proses pengomposan. Kompos yang telah matang, bahan

organik mentah telah didekomposisi mempentuk produk yang stabil. Untuk

mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji

laboratorium atau untuk pengamatan sederhatan di lapangan dapat

dilakukan secara karakteristik fisik menurut Nisa, 2016 diantaranya:

a. Dicium/dibaui

Kompos yang sudah matangberbau seperti tanah dan harum,

meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau tidak

sedap berarti terjadi fermentasi anaerobic dan menghasilkan senyawa-

senaywa barbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Apabila

kompos masih berbau seprti bahan mentahnya berarti kompos belum

matang.
35

b. Warna Kompos

Warna kompos yang sduah matang adalah coklat kehitaman-

hitaman, apabila kompos masih berawarna hijau atau warnaya mirip

dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang.

c. Penyusutan

Terjadinya penyusutan volume/bobot seiring dengan kematangan

kompos. Besarna penyusutan tergantung pada karakteristik bahan

mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar anatar

20-40%. Apabila penyusutan masih kecil/sedikit, kemungkinan proses

pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.

d. Tes Kantong Plastik

Contoh kompos diambil dari bagian dalam tumpukan, kompos

kemudian di masukan ke dalam kantong plastik, ditutup rapat dan

disimpan di dalam suhu ruangan selama kurang lebih satu minggu.

Apabila setelah satu minggu kompos berbentuk baik, tidka berbau atau

berbau tanah berbarti kompos telah matang.

e. Suhu Kompos

Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal

pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi diatas 50 °C, berarti

proses pengomposan masih berlangsung aktif.

f. Kandungan Air Kompos

Kandungan air dalam kompos yang sudah matang memiliki

kandungan kurang lebih 55-65%.


36

2. Tahap Proses Pengomposan

Menurut Sutanto (2002 dalam nisa, 2016:81) proses dekomposisi bahan

organik menjadi tiga tahap yaitu sebagai berikut:

a. Pra-pematangan (Tahap dekomposisi dan sanitasi)

Fase ini di tandai dengan kenaikan suhu timbunan kompos pada

temperatur >40 derajat celcius atau idealnya 60-70 °C. Suhu yang

tinggi akan memicu kinerja bakteri termofilik atau >70 °C aktivitas

mikroba akan terhambat. Kadua hal itu terjadi maka harus diambil

tindakan seperti mencampur bahan kompos atau membuat sirkulasi

udara yang lebih baik untuk mencegah kenaikan suhu yang

berlebihan. Penjangnya waktu yang diperlukan untuk tahap pra-

pematangan ditandai oleh beberapa hal, antaranya seperti komposisi

bahan berkenaan dengan homogenitas, ukuran partikel bahan dan

komposisi, kandungan air bahan yang akan dikomposkan, kondisi

sirkulasi udara dan pengaruh iklim.

Proses pengomposan pada tahap ini memerlukan waktu selama

empat sampai enam minggu. Pada tahap dekomposisi sering timbul

bau busuk dan rembesan air karena terjadi emisi udara. Pembalikan

kompos harus selalu dilakukan untuk menghindari penyebaran bau

busuk. Selama proses dekomposisi awal terjadi kehilangan masa

kompos sebesar 20-45% berat basah dan 50% berat volume.

b. Tahap pematangan (Tahap konversi)

Fase ini kompos yang sulit terdekomposisi pada tahap sebelumnya

dapat teruraikan. Tahap ini hanya membutuhkan sedikit pasokan

oksigen dari pada tahap sebelumnya. Kenianan suhu yang terjadi


37

dalam waktu singkat setelah memasuki tahap konversi akan

mengalami penurunan hingga 40-30 °C karena perbaikan proses

dekomposisi melalui campuran.

Kondisi cuaca sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan,

hujan yang turun secara tidak terduga akan menggangu proses

dekomposisi karena tahap ini bahan komos kemungkinan menyerap air

yang cukup banyak. Curah hujan juag dikhawatirkan tidak diuapkan

sehingga menimbulkan genangan, maka timbunan kompos harus diberi

atap pelindung. Wilayah dengan terik matahari yang kuat, atap

diperlukan juga untuk menghindari evaporasi yang berlebihan.

c. Pasca Pematangan (Tahap sintetik)

Selama fase pasca pematangan terbentuk lempeng humus. Hal ini

berarti makin matang kompos maka kandungan hara kompos yang

tersedia untuk tanaman turun dan dikarakteristikan dengan perbaikan

sifat fisik tanah. pasca pematangan dicirkan suhu yang lebih rendah dari

pada tahap dekomposisi utama. Setelah kenaikan suhu yang terjadi

dalam waktu singat pada proses konversi, suhu turun dan akhirnya

mencapai suhu udara ambien. Selama prses pendinginan, populasi

organisme dan cacing tanah membantu mencampur kompoenen

mineral dan organik.


38

E. Kerangka Teori

Sampah

Anorganik Organik B3

pengolahan
pengolahan

pengolahan
Reuse, pengomposan Pemusnahan (pembakan
Reduce, suhu tinggi)
Recycle

Kompos Bioaktivator
ragi

karakteristik
fisik kompos
Gambar 2.1: Kerangka Teori

(Suwahyono, 2014: Basriyanta, 2011: SNI kualitas kompos, 2004)


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Paragdima penelitian

Sampah oleh sebagian orang dianggap kotor dan menjijikan, tidak ada

manfaatnya. Namun, sebagian orang mempunyai pandangan yang

berbeda bahwa sampah itu sebagai “emas” yang banyak mendatangkan

manfaat dan keuntungan. Sampah bisa jadikan manfaat apabila dilakukan

pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik (Sofian, 2008).

Permasalahan yang diakibatkan oleh sampah dapat menyebabkan

kerusakan estetika menjadi bau, tempat berkembang biaknya vektor

penyakit dan binatang pengganggu, mencemari lingkungan (tanah, sumber

air, udara) dan penyebabkan sumbernya penyakit seperti penyakit perut,

pes, tifus perut, leptospirosis yang disebabkan oleh lalat dan tikus (Suyono

& Budiman, 2014).

Salah satu cara pengolahan sampah organik yang ramah lingkungan

adalah kompos. Pengomposan merupakan suatu metode untuk

mengkonvensikan bahan-bahan organik menjadi lebih sederhana dengan

menggunakan aktivitas mikroba (aktivator) (Soeryoko, 2010). Mikroba yang

diinokulasikan ke dalam sampah akan mempercepat fermentasi.

Mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi adalah kapang, khamir dan

bakteri yaitu Rhizopus, Aspergillus, Mucor, Endomycopsis,

Sacchharomyces, Hansenula anomala, Lactobacillus, Actobacter dan

sebagainya (Royaeni, 2014).


40

Adapun kerangka konsep penelitian dapat digunakan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

karakteristik fisik kompos


Pengomposan sampah oleh sampah organik (warna, bau,
tiga jenis bioaktivator ragi tekstur, volume, suhu dan pH)
tape, tempe dan roti

Gambar 3.1: Kerangka Konsep Penelitian

2. Rancangan penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah Rancangan secara acak

dengan tes akhir dan kelompok kontrol (The Randomized Postests Only

Control Group Desain) karena kelompok eksperimen dan kontrol telah

dirandom sehingga keduanya bisa dianggap setara sebelum perlakuan.

Kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan penambahan dosis

yaitu 17 gr untuk ketiga jenis bioaktivator ragi tape, tempe dan roti

sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan sama sekali,

kemudian dilakukan pengukuran variabel pada kelompok perlakuan dan

kontrol yaitu terhadap karakteristik fisik (warna, bau, volume, tekstur, suhu

dan pH) kompos sampah organik.

Pada desain ini peneliti dapat mengukur pengaruh perlakuan pada

kelompok eksperimen dengan cara membandingkan kelompok tersebut

dengan kontrol, tetapi peneliti tidak dapat menentukan sejauh mana atau

seberapa besar perubahan itu terjadi, sebab pretest tidak dilakukan untuk

data awal (Riyanto, 2011). Adapun skema penelitian saya sebagai berikut:
41

K1 O1

K2 O2

K3 O3

Ko O0

Gambar 3.2: skema posttest only group design

Keterangan:

R: Sampel dipilih secara acak

K1: Kelompok eksperimen 1 (ragi tape)

K2: Kelompok eksperimen 2 (ragi tempe)

K3: Kelompok eksperimen 3 (ragi roti)

K0: Kelompok kontrol (tanpa perlakuan)

O1: Hasil observasi yang dilakukan kelompok eksperimen 1

O2: Hasil observasi yang dilakukan kelompok eksperimen 2

O3: Hasil observasi yang dilakukan kelompok eksperimen 3

O0: Hasil observasi yang dilakukan kelompok eksperimen 4


42

3. Hipotesis penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Hipotesis alternative (Ha)

Ada pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi terhadap karakteristik fisik

kompos sampah organik yang ada di Rumah Sakit Cahya Kawaluyan.

b. Hipotesis nol (Ho)

Tidak ada pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi terhadap

karakteristik fisik kompos sampah organik di Rumah Sakit Cahya

Kawaluyan.

4. Variabel penelitian

a. Variabel bebas (independen)

Variabel bebas (independen) adalah variabel penyebab terhadap

variabel terikat, dalam penelitian ini variabel bebas adalah tiga jenis

bioaktivator ragi (tape, tempe dan roti) dalam dosis perlakuan 17 gram.

b. Variabel terikat (dependen)

Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang akan

mendapatlan akibat dari variabel independen, yang termasuk variabel

terikat adalah karakteristik fisik (warna, bau, volume, tekstur, suhu dan

pH) kompos sampah organik selama 1,7,14,21,28 hari (Soeryoko,

2010).
43

5. Definisi operasional

Tabel 3.1 Definisi Oerasional

No Variabel Definisi Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Konseptual Operasional Ukur
1 Pengomposa Berbagai Pemberian tiga Pengamata Indra 1. bioaktivator Nominal
n sampah mikroorganisme jenis bioaktivator n melihat ragi tape
organik oleh dalam sebuah ragi (tape, tempe langsung/o (mata) 2. bioaktivator
tiga jenis medium dan roti) selama bservasi ragi tempe
bioaktivator proses 3. bioaktivator
ragi (tape, pengomposan ragi roti
tempe dan kompos sampah
roti) orgnaik

2 Perbedaan Suhu kompos Pengukuran Pengukura Termomet Derajat celcius Interval


karakteritik terjadi kenaikan suhu kompos n er kompos
fisik kompos dan penurunan dilakukan setiap sampah
sampah saat proses 1,7,14,21,28 organik
organik fermentasi hari berkisaran disetiap
terhadap maksimal 600C penguruan
suhu
3 Perbedaan Kapasitas Terjadinya Pengukura Penggaris Centi meter Rasio
karakteristik perhitungan proses n volume akhir
fisik kompos seberapa banyak dekomposisi kompos
sampah kompos yang bisa sampah sampah
organik di tempati dalam terhadap volume organik
terhadap suatu komposter kompos 30%-
volume akhir 40%
4 Perbedaan Ukuran pH kompos Pengukura pH meter Derajat Nominal
karakteritik konsentrasi ion sampah organik n (lakmus) keasaman
fisik kompos hydrogen dari yang memenuhi kompos
sampah larutan pada syarat SNI 19- sampah
organik kompos 7030-2004 yaitu organik
terhadap pH 6.80-7.49
5 Perbedaan Berat kompos Berat kompos Penimbang Timbanga Berat akhir Ratio
karakteristik sampah organik dari hasil an n analitik (Kg) kompos
fisik kompos dari hasil fermentasi atau sampah
sampah fermentasi dekomposisi organik
organik bioaktivator ragi
terhadap
berat akhir
kompos
6 Perbedaan Penilian Uji dengan Lembar Jumlah Nominal
bentuk fisik dilakukan menggunak observasi kebarhasilan
kompos secara sensorik an indra kematangan
untuk melihat (visual) kompos dari 1
44

sampah mutu kompos sampai 3 tanda


organik sampah organik keberhasilan
meliputi warna, kompos
bau dan tekstur
7 Waktu Hitungan detik Lama waktu Pengamata Hari Lama waktu Ratio
pengomposa dalam proses yang diberikan n dalam dalam satuan
n sampah fermentasi bioaktivator ragi kalender hari
organik sampah organik untuk fermentasi
oleh sampah organik
mikroorganisme

B. Populasi dan sampel penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah sampah organik basah dan kering

yang dihasilkan di instalasi gizi dan halaman Rumah Sakit Cahya Kwaluyan

setiap hari tidak menentu akan berubah-rubah terus.

2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah 7% sampah organik basah yang berasal

dari kegiatan di Rumah Sakit Cahya Kawaluyan, Padalarang dengan

kriteria inklusi yaitu sampah organik yang berasal dari limbah sayuran,

buah-buahan dan sampah tanam-tanaman. Besar sampel yang ditetapkan

pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Zuanah, 2010)

menyebutkan bahwa jumlah sampel penelitian eksperiman berjumlah 2 Kg

sampel sampah organik per unit eksperimen sesuai dengan volume

polybag 45 cm x 30 cm.

Rancangan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rancangan acak lengkap (RAL). Banyaknya perlakuan (t) adalah 3 (tiga)

jenis bioaktivator ragi tape, tempe dan roti pada setiap pengulangganya.

banyaknya pengulangan (r), ditentukan dengan menggunakan rumus

Gomez sebagai berikut:


45

t(r–1)≥6

3 ( r – 1) ≥ 6

3r – 3 ≥ 6

3r ≥ 9

r≥3

keterangan:

t: banyaknya perlakuan

r: banyaknya pengulanagan

Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan yaitu sampah organik

dengan penambahan tiga jenis bioaktivator ragi (tape, tempe dan roti)

dengan masing-masing kelompok diberikan dosis 17 gram bioaktivator ragi

beserta kontrol tidak menggunakan bioaktivator/bioaktivator. Jumlah unit

eksperiman yaitu 3 unit eksperimen dan 1 unit kontrol, dengan demikian

jumlah keseluruhan 12 komposter dengan masing-masing sampah organik

2 kg yaitu 7% dari jumlah timbunan sampah/hari di instalasi gizi(20,125

kg/hari). sehingga jumlah sampel sampah organik yang diperlukan adalah:

= (3 perlakuan x 3 pengulangan) x (2 kg) + (1 kontrol x 3 pengulangan) x (2

kg)

= (9 x 2) + (3 x2) kg

=18 + 6

= 24 kg sampah organik
46

C. Pengumpulan data

1. Teknik pengumpulan data

1) Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang

diperoleh dari hasil pengamatan langsung dan hasil analisa dengan

pengukuran secara fisik mengenai pengomposan kompos setelah

diberikan perlakuan.

2) Sampah organik yang tersedia di TPS Rumah Sakit Cahya Kawaluyan

merupakan bahan baku yang akan dijadikan sampel penelitian untuk

digunakan kompos, sampah organik tersebut terdiri dari sampah

sayuran, buah-buahan dan daun-daun dari halaman.

3) Alat penelitian yang digunakan adalah komposter terbuat dari box

plastik (tempat sampah bekas) dengan volume 45 cm x 30 cm x 22 cm

yang sudah dimodifikasi secara khusus.

4) Dosis bioaktivator ragi yaitu 17 gram, penentuan dosis bioaktovator

berasal dari hasil bentuk fisik kompos yang memenuhi syarat

berdasarkan warna, tekstur dan bau

5) proses pelaksanaan intervensi (pengukuran sampel):

1) dilakukan saat pengukurun karakteritik fisik kompos (suhu, volume,

warna, tektur dan bau) selama proses pengomposan sampah

organik

2) waktu pengukuran setiap 7 hari

2. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah :

a. Alat tulis dan lembar pengamatan, digunakan untuk mencatat hasil

observasi dan pengukuran.


47

b. Timbangan, digunakan untuk menimbang berat dosis bioaktivator ragi

dan sampah organik.

c. Gelas ukur, untuk mengukur volume air untuk pengenceran bioaktivator

ragi

d. pH meter, digunakan untuk pengukuran pH pada kompos.

e. Kamera digital, digunakan untuk mendokumentasikan penelitian.

f. Penggaris, digunakan untuk mengukur volume penyusutan sampah.

3. Uji validitas dan realibilitas instrument penelituan

Uji Validitas dan reabilitas instrument penelitian dengan mengkalibrasi

instrumen sebelum digunakan dalam pengukuran.

D. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Prosedur Administrasi

a. Menentukan masalah penelitian

Dalam tahap ini masalah yang akan diteliti adalah penelitian

mengawali dengan mencari melalui berbagai kepustakaan dan berita

informasi aktual.

b. Mengajukan judul penelitian

Pengajuan judul penelitian Yaitu pengaruh pemberian tiga jenis

bioaktivator ragi terhadap karakteristik fisik kompos sampah organik

Ke LPPM Stikes Jenderal A. Yani.

c. Studi kepustakaan

Mencari teori-teori dan literatur yang berkaitan dengan judul

penelitian yang telah diajukan dari berbagai sumber pustaka seperti

buku-buku kesehatan, jurnal, dan internet.


48

d. Studi pendahuluan

Peneliti melakukan studi pendahuluan mengenai survei lokasi TPS

Rumah Sakit Cahya Kawaluyan Kota Baru Parahyangan yang akan

dijadikan tempat pengambilan sampel sampah organik

e. Penyusunan dan seminar proposal

f. Perbaikan proposal dan persiapan melakukan penelitian

g. Proses pengambilan data (suhu, volume, berat, pH dan bentuk fisik)

kompos sampah organik

h. Membuat dan menyusun laporan penelitian

i. Mempresentasikan hasil peneltian

j. Perbaikan hasil laporan penelitian

2. Prosedur Penelitian

a. Persiapan alat

Tabel 3.2 Persiapan alat

No Alat Jumlah

1 Pisau besar 3 buah

2 Komposter box plastik 7 buah

3 Timbangan 1 buah

4 Saringan 1 buah

5 Kertas indikator 1 buah

6 Spayrer 6 buah

7 Beaker glass 1 buah

8 Penggaris 1 buah
49

b. persiapan bahan penelitian

Tabel 3.3 Bahan Penelitian

No Bahan Jumlah

1 Sampah organik 28 Kg

2 Bioaktivator ragi tape 32 gram

3 Bioaktivator ragi tempe 32 gram

4 Bioaktivator ragi roti 32 gram

5 Gula Merah 204 gr

c. Cara membuat komposter dari bahan tempat sampah bekas

(Muharom, 2017):

1) Menyediakan box plastik bekas dengan kapasitas 5 L sebanyak 7

buah.

2) Melubangi bagian bawah dengan diameter sebagai saluran

pembuangan.

3) Setelah lubang dibuat sediakan bebatuan kerikil kecil untuk filtrasi

saluran pembuangan.

4) Siapkan kasa-kasa atau busa untuk mengalirkan atau

mengeringkan air dalam komposter.

d. Cara penyediaan sampel sampah domestik:

1) Mengumpulkan limbah padat domestik yang terdiri dari sampah

daun-daunan dan sisa sampah instalasi gizi

2) Mencacah sampah tersebut dengan secara manual dengan

menggunakan pisau.
50

3) Menimbang sampah organik dari hasil cacahan sebelum

memasukannya ke dalam komposter seberat 2 kg.

e. Membuat larutan ketiga jenis bioaktivator ragi 17 gram sebagai berikut

(Guntoro, 2013):

1) Larutkan masing-masing ketiga jenis ragi sebanyak 17 gram

dengan 500 ml air (ragi sebesar 0,5 %).

2) Tambahkan gula pasir sebanyak 34 gram ke dalam masing-masing

larutan ketiga jenis ragi (kebutuhan gula 1%).

3) Aduklah campuran ini lalu diamkan selama 2 – 24 jam untuk

memperoleh bioaktivator ragi cair.

4) Ketiga jenis bioaktivator ragi sudah siap disemprotkan ke sampah

organik yang siap dikomposkan dengan sprayer.

f. Pengujian pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi ditinjau pada proses

pengomposan terhadap karakteristik fisik kompos sampah organik.

Langkah-langkah pelaksanaan penelitian mengacu pada pedoman

(Nisa & Dkk, 2016) yaitu sebagai berikut:

1) Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2) Peneliti menggunakan alat pelindung diri, seperti sarung tangan

dan masker.

3) Masukkan sampah organik yang sudah dicacah ke dalam

komposter sebanyak 2 kg kedalam masing-masing box komposter.

4) Masukkan masing-masing bioaktivator ragi ke sampah organik

yang sudah masukan ke dalam komposter box plastik, aduk

perlahan hingga rata dengan cara di semprotkan.

5) Tutup keranjang tersebut


51

6) Amati karakteristik fisik kompos (warna, bau, volume, tekstur, suhu

dan pH) selama proses pengomposan terjadi, agar proses

pengomposan berjalan baik, letakkan komposter box plastik,

penyimpanan dapat dilakukan pada tempat yang terkena sinar

matahari. Hal ini akan membantu panas bahan kompos cepat naik.

7) Amati waktu proses pengomposan masing-masing kompos selama

7, 14, 21 dan 28 hari kompos dikatakan sudah matang apabila

warna, bau, suhu, volume dan pH serta teksturnya sudah

menyerupai tanah.

8) Masukkan kompos dalam mesin pengayakan agar kompos jadi

lebih halus dan ukurannya seragam.

g. Kegiatan yang dilakukan setelah proses pengomposan sampah

organik selesai adalah sebagai berikut:

1) Pengamatan karaktertistik fisik kompos sampah organik dengan

memperhatikan warna, bau, suhu, volume, pH dan tekstur kompos

2) Pengukuran pH menggunakan pH meter dengan cara sebagai

berikut:

a) Menimbang 10 gram sampel

b) Tambahkan 50 ml air mineral

c) Diamkan selama 24 jam dan kemudian dilakukan pengukuran

pH.

d) Sebelum dilakukan, pH meter dengan menggunakan kertas

indikator keasaman.

e) Membandingkan skala warna pada indicator kertas keasaman


52

3) Pengukuran suhu komposter dengan cara menanamkan

thermometer kedalam komposter.

4) Volume kompos dilakukan dengan mengukur ketinggian kompos

awal dengan ketinggian kompos akhir menggunakan pengagris.

E. Pengolahan dan analisis data

1. Pengolahan data

Setelah data terkumpul, agar analisis penelitian menghasilkan

informasi yang benar dapat dilakukan langkah-langkah dalam pengolahan

data yaitu:

a. Pengeditan (Editing) yaitu peneliti melakukan pengecekan kembali

terhadap hasil pengukuran parameter kompos.

b. Pemprosesan (Entry) yaitu peneliti memasukkan hasil pengukuran

parameter kompos untuk diolah menggunakan komputer.

c. Cleaning yaitu peneliti melakukan pengecekan kembali data yang

sudah ada untuk mengkoreksi kemungkinan adanya kesalahan atau

tidak.

2. Analisis data

Analisa univariat yang dilakukan untuk mendeskripsikan masing-

masing variabel yang diteliti berdasarkan urutan tengahnya (median,

modus dan mean) ukuran sebenarnya (nilai maksimum, nilai minimum,

standar deviasi, varian dan liner kuartil range). Pada penelitian ini analisis

tabel dengan melihat nilai rata-rata karakteristik fisik kampos sampah

organik.

Analisa rancangan percobaan acak lengkap (RAL) suatu uji atau

pengamatan khusus untuk membuktikan kondisi atau keadaan khusus


53

dari setiap karakteristik fisik kompos samoah organik. Kejadian

berpengaruh apabila (P<0.01)

analisa bivariat ini digunakan untuk melihat adanya pengaruh dari tiga

jenis bioaktivator ragi terhadap bentuk fisik kompos sampah organik,

dengan melihat nilai P value pada uji friedman test.

Hipotesis statistik :

Ho: tidak ada pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi terhadap

karakteristik fisik kompos sampah organik

Ha: ada pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi terhadap karakteritik fisik

kompos sampah organik

Jika P<α maka Ho ditolak , artinya ada pengaruh tiga jenis bioaktivator

ragi terhadap karakteristik fisik kompos sampah organik.

F. Etika penelitian

1. Confidentialy (kerahasiaan)

Peneliti merahasiakan semua informasi atau data yang ditunjukan

dengan hanya kelompok data tertentu yang akan diperoleh sebagai hasil

penelitian

2. Plagiat

Informasi, ide dan data penunjang yang mendasari penilitian harus

memberikan penghargaan selayaknya dengan mencantumkan atau

menyebutkan nama di setiap data/informasi.

G. Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di TPS Rumah Sakit Cahya Kawaluyan,

Padalarang. Kabupaten Bandung Barat, waktu pelaksanaan penelitian 30 hari

dimulai pada tanggal 1 Mei 2018 sampai 30 mei 2018.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pelaksanaan penelitian mengenai pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi terhadap

karakteristik fisik kompos sampah organik dilakukan di TPS Rumah Sakit Cahya

Kawaluyan – Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Data

yang diperoeh dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah kompos yang

memenuhi syarat berdasarkan karakteristik fisik kompos sampah organik yaitu warna,

bau, tekstur, suhu, volume akhir dan pH setelah pemberian tiga jenis bioaktivator ragi

dosis 17 garam selama 28 hari.

K1 merupakan kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan dengan

menggunakan bioaktivator ragi tape. K2 merupakan kelompok eksperimen yang

diberikan perlakuan dengan menggunakan bioaktivator ragi tempe. K3 merupakan

kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan dengan menggunakan bioaktivator

ragi roti. K4 merupakan kelompok eksperimen sebagai kelompok kontrol yang tidak

diberikan perlakuan sama sekali. Kelompok eksperiman yang diberikan perlakuan

bioaktivator ragi masing-masing menggunakan dosis 17 gram bioaktivator ragi.

1. Pengaruh Suhu Kompos Sampah Organik.

Berdasarkan hasil pengukuran suhu kompos dengan menggunakan

termometer yang diukur pada selama proses pengomposan kompos sampah organik

berlangsung. Pengamatan dilakukan setiap 7 hari sekali selama penelitian


55

berlangsung, berikut ini merupakan hasil pengukuran suhu selama peneliitian dapat

dilihat pda tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Suhu Kompos Sampah Organik

Ket Ket KetKontr Ket


Pengulangan Waktu Tape Tempe Roti
o o o ol
ke- (hari) C C C o
C
1 37 34 32 25
7 38 30 30 26
1 14 30 DBN 27 DBN 27 DBN 25 DBN
21 27 26 25 25
28 25 24 25 25
Rata-rata 26.17 23.5 23.17 21
1 37 34 33 25
7 38 30 30 26
2 14 30 DBN 26 DBN 27 DBN 25 DBN
21 27 26 25 25
28 25 25 25 25
Rata-rata 26.17 23.5 23.33 21
1 37 33 32 25
7 37 29 30 25
3 14 30 DBN 27 DBN 27 DBN 25 DBN
21 27 25 25 25
28 25 24 25 25
Rata-rata 26.11 23.33 23.21 20.94
DBN : (Dalam Batas Normal) proses pengomposan maksimal 60 oC (Widarti dkk,

2015).

Pada tabel 4.1 menunjukan bahwa hasil pengukuran suhu selama proses

pengomposan kompos sampah organik di setiap pengulangannya. penelitian tersebut

dilakukan tiga kali ulangan setiap kelompok perlakuan, tiga kali ulangan tersebut

adalah dengan membuat tiga kali kompos setiap kelompok sampelnya. Hasil rata-rata

pengukuran suhu pengomposan sampah organik tertinggi adalah adalah dengan

menggunakan bioaktivator ragi tape 31.30 oC. rata-rata suhu kompos sampah organik

menggunakan bioaktivator ragi tempe 28 oC. rata-rata suhu kompos sampah organik
56

menggunakan bioaktivator ragi roti 27.87 oC. rata-rata suhu kompos sampah organik

tanpa diberikan perlakuan sama sekali atau kontrol adalah 25.13 oC.

Hasil Suhu Kompos Sampah Organik Pengulangan Ke 1


40
38
36
34
32
oC

30
28
26
24
22
20
hari 0 Hari 1 Hari 7 Hari 14 Hari 21 hari 28
Hari

tape tempe roti kontrol

Gambar 4.1 Hasil Pengukuran Suhu Kompos Sampah Organik Pengulangan


Ke 1

Hasil gambar 4.1 menyatakan grafik pengukuran suhu pengomposan sampah

organik pada pengulangan ke 1, grafik suhu tertinggi terlihat pada perlakuan

bioaktivator ragi tape dan grafik suhu terendah pada perlakuan kontrol atau tanpa

perlakuan. Perubahan suhu pengomposan sampah organik pada masing-masing

perlakuan masih dalam batas normal yaitu maksimal suhu proses pengomposn

kompos sampah organik adalah 60 oC (Sudiana, 2005)


57

Hasil Suhu kompos Sampah Organik Pengulangan Ke 2


40
38
36
34
32
oC

30
28
26
24
22
20
hari 0 hari 1 hari 7 hari 14 hari 21 hari 28
Hari

tape tempe roti kontrol

Gambar 4.2 Hasil Pengukuran Suhu Kompos Sampah Organik Pengulangan


Ke 2

Grafik dari gambar 4.2 jika membandingkan hasil pengukuran suhu kompos

sampah organik sama pada pengulangan ke 2 dengan hasil pengukuran suhu kompos

sampah oragnik pada pengulangan ke 1 terlihat sama. Grafik pengukuran suhu

kompos sampah organik tertinggi pada perlakuan bioaktivator ragi tape dan grafik

suhu terendah pada kontrol tanpa perlakuan. Suhu proses pengomosan kompos

sampah organik pada pengulangan ke 2 dari semua kelompok perlakuan masih dalam

batas normal yaitu maksimal suhu proses pengomposan sampah organi yaitu 60 oC

(Sudiana, 2005).
58

Hasil Suhu Kompos Sampah Organik Pengulangan Ke 3


38
36
34
32
30
oC

28
26
24
22
20
hari 0 hari 1 hari 7 hari 14 hari 21 hari 28
Hari

tape tempe roti kontrol

Gambar 4.3 Hasil Pengukuran Suhu Kompos Sampah Organok Pengulangan


Ke 3

Gambar 4.3 jika membandingkan hasil pengukuran suhu kompos sampah

organik pada pengulangan ke 3 dengan pengukuran suhu kompos pada pengulangan

ke 2 dan ke 1 terlihat sama. Grafik suhu kompos sampah organik tertinggi masih sama

yaitu pada perlakuan bioaktivator ragi tape dan suhu terendah pada kontrol atau tanpa

perlakuan. Semua suhu pada kelompok perlakuan kompos masih dalam batas normal

yaitu suhu maksimal kompos sampa organik adalah 60 oC (Sudiana, 2005).

Berdasarkan hasil pengukuran suhu selama proses pengomposan kompos

sampah organik terdapat perbedaan hasil suhu pada setiap kelompok perlakuan.

Suhu optimum selama proses pengomposan sampah organik yang telah diberikan

tiga jenis bioaktivator ragi terjadi pada hari ke 1 sampai ke 7. Pada hari tersebut

kompos telah terjadi proses kenaikan suhu atau thermofilik tetapi pada kontrol tidak
59

terjadi sama sekali perubahan atau kenaikan suhu. setelah pengomposan sampah

organik pada hari ke 14-21 terjadi menurunan suhu kompos menuju pada suhu awal.

Tabel 4.2 Rata-Rata Suhu Kompos Sampah Organik

Suhu oC kompos sampah organik berdasarkan berbagai jenis bioaktivator ragi


Perlakuan Mean N Std. Deviasi
Ragi Tape 26.113 3 0.09815
Ragi tempe 23.333 3 0.28868
Ragi roti 23.213 3 0.07506
Kontrol 20.943 3 0.09815
Total 23.400 12 1.91943

Berdasarkan tabel 4.2 terlihat hasil rata-rata suhu kompos sampah organik

setelah diberikan perlakuan bioaktivator ragi tape yaitu 26.113 oC. Rata-rata suhu

kompos sampah organik setelah diberikan perlakuan bioaktivator ragi tempe yaitu

23.333 oC. Rata-rata suhu kompos sampah organik setelah diberikan perlakuan

bioaktivator ragi roti yaitu 23.213oC. Rata-rata suhu kompos sampah organik yang

tidak diberikan perlakuan atau kontrol yaitu 20.943 oC.

Tabel 4.3 Uji Post Hoc Suhu Kompos Sampah Organik Antar Kelompok
Perlakuan

Perbedaan IK 95% Nilai P


Rerata Minimum Maksimum
Kontrol vs Tape -5.17 -5.479 -4.8603
Kontrol vs Tempe -2.39 -2.6997 -2.0803 0.000
Kontrol vs Roti -2.27 -2.5797 -1.9603

Secara Statistik, diperoleh bahwa jenis bioaktivator ragi berpengaruh sangat nyata

(P<0,01) terhadap suhu kompos sampah organik, hal ini dapat diperhatikan dari nilai

sig 0.00 (P<0,01).


60

Tabel 4.4 Uji Homogenitas Suhu Kompos Sampah Organik Terhadap


Bioaktivator Ragi

Jenis Bioaktivator N Subset


1 2 3
Tape 3 26.1133
Tempe 3 23.2133
Roti 3 23.3333
Kontrol 3 20.9433
Sig. 1.000 0.398 1.000

Dari uji (LSD) dan Uji Duncan terjadi penurunan terhadap hasil suhu kompos

sampah organik yang sangat nyata (P<0.01) dari perlakuan bioaktivator ragi tape,

tempa. roti hingga tanpa perlakuan/kontrol, hal ini dapat dilihat dari sig. pada uji LSD

yaitu 0.00 (P<0.01) dan subset pada uji Duncan dimana semua rata-rata terletak pada

sunset yang berbeda, dimana bioaktivator ragi tape merupakan yang paling

berpengaruh karena subset pertama yaitu 26,1133. Syarat proses pengomposan

sampah organik bahwa suhu kompos harus berbeda atau suhu menjadi naik/

thermofilik dan akan kembali suhu normal/mesofilik. Apabila suhu dalam proses

pengomposan tidak terjadi fase thermofilik maka proses pengomposan tidak berhasil.

2. Pengaruh Volume Akhir Kompos Sampah Organik

Hasil pengukuran volume akhir kompos sampah oragnik dari seluruh kelompok

perlakuan tiga jenis bioaktivator ragi dan kontrol dengan menggunakan penggaris.

Pengukuran volume akhir komposter dilakukan dengan mengukur ketinggian kompos

sampah organik di dalam komposter setiap 7 hari sekali, berikut hasil pengukuran

volume akhir kompos sampah organik setiap ulangannya yang dilaksanakan selama

28 hari dapat dilihat pada tabel 4.3


61

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Volume Akhir Kompos Sampah Organik

Pengulangan Waktu Tape Ket Tempe Ket Roti Ket Kontrol Ket
ke- (hari) (cm3) (cm3) (cm3) (cm3)
1 23100 25080 25740 27720
7 19140 21780 23100 26400
1 14 18150 20790 22440 26400
21 17952 20790 22440 26400
28 17952 20790 22440 26400
1 23100 24750 25080 27720
7 18480 21120 22110 26400
2 14 17820 20460 22110 26400
MS TMS TMS TMS
21 17688 20460 22110 26400
28 17688 20460 22110 26400
1 23100 25080 25080 28050
7 18480 21780 21780 26862
3 24 17820 21120 21780 26862
21 17820 21120 21780 26862
28 17820 21120 21780 26862
Rata-rata 19.074 21.780 22.792 26.809

Keterangan:

MS: Memenuhi syarat

Penurunan volume akhir kompos 30-40% (8910 – 11880 cm3) dari volume awal yaitu

29700 cm3

TMS: Tidak memenuhi syarat

Pada tabel 4.3 menunjukan bahwa hasil pengukuran volume akhir kompos

sampah organik. Rata-rata volume akhir kompos sampah organik dengan

menggunakan bioaktivator ragi tape adalah 19.074 cm3. Volume akhir kompos

sampah organik yang diberikan perlakuan bioaktivator ragi tape memenuhi syarat

karena volume akhir yang berkurang sebesar 10.626 cm3. Rata-rata volume akhir

kompos sampah organik dengan menggunakan bioaktivator ragi tempe adalah 21.780
62

cm3. Volume akhir kompos sampah organik yang diberikan perlakuan bioaktivator ragi

tempe tidak memenuhi syarat karena volume akhir yang berkurang sebesar 7.920

cm3. Rata-rata volume akhir kompos sampah organik dengan menggunakan

bioaktivator ragi roti adalah 22.792 cm3. Volume akhir kompos sampah organik yang

diberikan perlakuan bioaktivator ragi roti tidak memenuhi syarat karena volume akhir

yang berkurang sebesar 10.626 cm3. Rata-rata volume akhir kompos sampah organik

tanpa perlakuan atau kontrol adalah 26.809 cm3. Volume akhir kompos sampah

organik kontrol tidak memenuhi syarat karena volume akhir yang berkurang sebesar

2.891 cm3.

Volume Akhir Kompos Sampah Organik Pengulangan ke-


1
29000
27720
27000
26400 26400 26400 26400
25740
25000 25080
cm3

23000 23100 23100


22440 22440 22440
21780
21000 20790 20790 20790

19000 19140
18150 17952 17952
17000
hari 1 hari 7 hari 14 hari 21 hari 28

tape tempe roti kontrol

Gambar 4.4 Hasil Volume Akhir Kompos Pengulangan Ke 1

Hasil Grafik dari gambar 4.5 hasil volume akhir kompos sampah organik

pengulangan ke 1 terlihat grafik tertinggi selama 28 hari terdapat pada kontrol dengan
63

volume akhir kompos sampah organik yaitu 26.400 cm3. Grafik volume akhir kompos

sampah organik tertinggi kedua terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi roti dengan

volume akhir kompos sampah organik yaitu 22.440 cm3. Grafik volume akhir kompos

sampah organik tertinggi ketiga terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi tempe

dengan volume akhir kompos sampah organik yaitu 20.700 cm3. Grafik volume akhir

kompos sampah organik tendah terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi tape

dengan volume akhir kompos sampah organik yaitu 17.952 cm3.

Hasil Volume Akhir Kompos Sampah Organik Pengulangan Ke 2


29000

27000 27720
26400 26400 26400 26400
25000
25080
24750
M3

23000
23100
21000 22110 22110 22110 22110
21120
20460 20460 20460
19000

18480
17000 17820 17688 17688
hari 1 hari 7 hari 14 hari 21 hari 28
Hari

tape tempe roti kontrol

Gambar 4.5 Hasil Volume Akhir Kompos Sampah Organik Pengulangan


Ke 2

Hasil Grafik dari gambar 4.6 hasil volume akhir kompos sampah organik

pengulangan ke 2 terlihat grafik tertinggi selama 28 hari terdapat pada kontrol dengan

volume akhir kompos sampah organik yaitu 26.400 cm3. Grafik volume akhir kompos

sampah organik tertinggi kedua terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi roti dengan
64

volume akhir kompos sampah organik yaitu 22.110 cm3. Grafik volume akhir kompos

sampah organik tertinggi ketiga terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi tempe

dengan volume akhir kompos sampah organik yaitu 20.460 cm3. Grafik volume akhir

kompos sampah organik tendah terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi tape

dengan volume akhir kompos sampah organik yaitu 17.688 cm3.

Hasil Volume Akhir Kompos Sampah Organik Pengulangan Ke 3


29000
28050
27000 26862 26862 26862 26862

25000 25080
M3

23000 23100
21780 21780 21780 21780
21000 21120 21120 21120

19000
18480
17820 17820 17820
17000
Hari 1 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28
Hari

Tape Tempe Roti kontrol

Gambar 4.6 Hasil Volume Akhir Kompos Sampah Organik Pengulangan


Ke 3

Hasil Grafik dari gambar 4.7 hasil volume akhir kompos sampah organik

pengulangan ke 3 terlihat grafik tertinggi selama 28 hari terdapat pada kontrol dengan

volume akhir kompos sampah organik yaitu 26.862 cm3. Grafik volume akhir kompos

sampah organik tertinggi kedua terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi roti dengan

volume akhir kompos sampah organik yaitu 21.780 cm3. Grafik volume akhir kompos

sampah organik tertinggi ketiga terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi tempe
65

dengan volume akhir kompos sampah organik yaitu 21.120 cm3. Grafik volume akhir

kompos sampah organik tendah terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi tape

dengan volume akhir kompos sampah organik yaitu 17.820 cm3.

Berdasarkan hasil pengukuran volume akhir kompos sampah organik terdapat

perbedaan hasil volume akhir (cm3). Selama proses pengomposan kompos yang telah

diberikan tiga jenis bioaktivator ragi terjadi penyusutan volume kompos disebabkan

adanya proses dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif oleh

mikroorganisme yang terkandung dalam masing-masing bioaktivator ragi.

Tabel 4.6 Volume Akhir Kompos Sampah Organik

Volume akhir m3 kompos sampah organik berdasarkan berbagai jenis


bioaktivator ragi
Perlakuan Mean N Std. Deviasi
Ragi Tape 17820 3 132.000
Ragi tempe 20790 3 132.000
Ragi roti 22110 3 330.000
Kontrol 26554 3 266.736

Berdasarkan tabel 4.4 terlihat nilai rata-rata volume akhir kompos sampah

organik yang telah diberikan perlakuan bioaktivator ragi tape yaitu 17820 m3. Rata-

rata volume akhir kompos sampah organik yang telah diberikan perlakuan bioaktivator

ragi tempe yaitu 20790 m3. Rata-rata volume akhir kompos sampah organik yang telah

diberikan perlakuan bioaktivator ragi roti yaitu 20790 m3. Rata-rata volume akhir

kompos sampah organik yang tidak diberikan perlakuan atau kontrol yaitu 20790 m3.
66

Tabel 4.7 Uji Post Hoc Volume Akhir Kompos Sampah Organik Antar
Kelompok Perlakuan

Perbedaan IK 95% Nilai P


Rerata Minimum Maksimum
Kontrol vs Tape 8734.00 8212.91 9255.09
Kontrol vs Tempe 5764.00 5442.91 6285.09 0.000
Kontrol vs Roti 4444.00 3922.91 4965.09
Secara Statistik, terdapat pengaruh volume akhir kompos sampah organik

antara kelompok kontrol dengan tape, tempe dan roti karena P=0.000 dan IK 95%

tidak mencakup angka 0. Secara klinis, terdapat pengaruh volume akhir kompos

sampah organik antara kelompok kontrol dengan perlakuan bioaktivator ragi tape,

tempe dan roti kaena perbedaan rerata lebih kecil dari 29.700 m3.

Tabel 4.8 Uji Homogenitas Suhu Kompos Organik Terhadap Bioaktivator Ragi

Jenis Subset
Bioaktivator N
1 2 3
Tape 3 17820,00
Tempe 3 20790.00
Roti 3 22110.00
Kontrol 3 26554.00
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

Dari uji (LSD) dan Uji Duncan terjadi penurunan terhadap hasil volume akhir

kompos sampah organik yang sangat nyata (P<0.01) dari perlakuan bioaktivator ragi

tape, tempa. roti hingga tanpa perlakuan/kontrol, hal ini dapat dilihat dari sig. pada uji

LSD yaitu 0.00 (P<0.01) dan subset pada uji Duncan dimana semua rata-rata terletak

pada sunset yang berbeda, dimana bioaktivator ragi tape merupakan yang paling

berpengaruh karena terdapat di subset pertama yaitu 17820,00.


67

3. Pengaruh pH Kompos Sampah Organik

Pengukuran pH kompos sampah organik dilakukan pada saat kompos telah

mencapai 28 hari dengan menggunakan kertas indikator lakmus. Hasil pengukuran

pH kompos sampah organik dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4.9 Hasil Pengukuran pH Kompos Sampah Organik

Pengulangan ke- Tape Ket Tempe Ket Roti Ket Kontrol Ket
1 7 MS 7 MS 6.5 TMS 5.5 TMS
2 7 MS 7 MS 6.5 TMS 5.5 TMS
3 7 MS 7 MS 6.5 TMS 5.5 TMS
Rata-rata 7 MS 7 MS 6.5 TMS 5.5 TMS
Keterangan:

MS: Memenuhi syarat dengan nillai pH kompos adalah 6.80-7.49 (SNI 19-7030-2004

tentang Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik.)

TMS: Tidak memenuhi syarat

Berdsasarkan tabel 4.5 data hasil pengukuran pH kompos sampah organik

pada perlakuan bioaktivator ragi tape disetiap pengulangannya telah memenuhi

syarat (MS) dengan nilai rata-rata pH sebesar 7. Pengukuran pH kompos sampah

organik pada perlakuan bioaktivator ragi tempe disetiap pengulangannya telah

memenuhi syarat (MS) dengan nilai rata-rata pH sebesar 7. Pengukuran pH kompos

sampah organik pada perlakuan bioaktivator ragi roti disetiap pengulangannya tidak

memenuhi syarat (TMS) dengan nilai rata-rata pH sebesar 6.5. Pengukuran pH

kompos sampah organik pada kontrol disetiap pengulangannya tidak memenuhi

syarat (MS) dengan nilai rata-rata pH sebesar 5.5.


68

Tabel 4.10 Hasil pH Kompos Sampah Organik Yang Memenuhi Syarat

Hasil Frekuensi Presentasi


Memenuhi syarat 6 50 %
Tidak memenuhi syarat 6 50 %
Total 12 100%
Tabel 4.6 menunjukan presentasi pH kompos sampah organik yang telah

memenuhi syarat sebesar 50% dari seluruh sampel perlakuan yaitu terdapat pada

kompos yang telah diberikan perlakuan bioaktivator ragi tape dan inculant ragi tempe.

Presentasi pH kompos sampah organik yang tidak memenuhi syarat sebesar 50%

dari seluruh sampel perlakuan yaitu terdapat pada kompos yang terlah diberikan

bioaktivator ragi roti dan kontrol.

4. Pengaruh Berat Akhir Kompos Sampah Organik

Hasil Penimbangan berat akhir kompos sampah organik disetiap pengulangannya

yang telah diberikan tiga jenis bioaktivator ragi selam 28 hari dapat dilihat pada tabel

4.7

Tabel 4.11 Hasil Penimbangan Berat Akhir Kompos Sampah Organik

Pengulangan Tape (kg) Tempe (kg) Roti (kg) Kontrol (kg)


1 1.55 1.70 1.70 1.80
2 1.50 1.50 1.70 1.80
3 1.55 1.60 1.60 1.85
Rata-rata 1.53 1.60 1.67 1.82

Berdasarkan tabel 4.7 didapatkan hasil rata-rata berat akhir kompos sampah

organik yang telah diberikan bioaktivator ragi tape sebesar 1.53 kg. Rata-rata berat

akhir kompos sampah organik yang telah diberikan bioaktivator ragi tempe sebesar

1.60 kg. Rata-rata berat akhir kompos sampah organik yang telah diberikan

bioaktivator ragi roti sebesar 1.67 kg. Rata-rata berat akhir kompos sampah organik

pada kontrol sebesar 1.82 kg.


69

Tabel 4.11 Rata-Rata Suhu Kompos Sampah Organik

Berat akhir (Kg) kompos sampah organik berdasarkan berbagai jenis bioaktivator
ragi
Perlakuan Mean N Std. Deviasi
Ragi Tape 1,5333.00 3 0.02887
Ragi tempe 1,6000.00 3 0.1000
Ragi roti 1,6667.00 3 0.05774
Kontrol 1,8167.00 3 0.02887
Total 1,6542.00 12 0.12147

Berdasarkan tabel 4.2 terlihat hasil rata-rata suhu kompos sampah organik

setelah diberikan perlakuan bioaktivator ragi tape yaitu 1,533 Kg. Rata-rata suhu

kompos sampah organik setelah diberikan perlakuan bioaktivator ragi tempe yaitu

1,600.00 Kg. Rata-rata suhu kompos sampah organik setelah diberikan perlakuan

bioaktivator ragi roti yaitu1,6667.00 Kg. Rata-rata suhu kompos sampah organik yang

tidak diberikan perlakuan atau kontrol yaitu 1,6542.00 Kg.

Tabel 4.12 Uji Post Hoc Berat Akhir Kompos Sampah Organik Antar
Kelompok Perlakuan

Perbedaan IK 95% Nilai P


Rerata Minimum Maksimum
Kontrol vs Tape 0.2833 0.1680 0.3986
Kontrol vs Tempe 0.2167 0.1014 0.3320 0.003
Kontrol vs Roti 0.1500 0.0347 0.2653

Secara Statistik, diperoleh bahwa jenis bioaktivator ragi berpengaruh sangat nyata

(P<0,01) terhadap suhu kompos sampah organik, hal ini dapat diperhatikan dari nilai

sig 0.003 (P<0,01).


70

Tabel 4.13 Uji Homogenitas Berat Akhir Kompos Sampah Organik Terhadap

Bioaktivator Ragi

Jenis Bioaktivator N Subset


1 2 3
Tape 3 1,5333
Tempe 3 1,6000 1,6000
Roti 3 1,6667
Kontrol 3 1,8167
Sig. 0,219 0,219 1,000

Dari uji (LSD) dan Uji Duncan terjadi penurunan terhadap hasil suhu kompos

sampah organik yang sangat nyata (P<0.01) dari perlakuan bioaktivator ragi tape,

tempa. roti hingga tanpa perlakuan/kontrol, hal ini dapat dilihat dari sig. pada uji LSD

yaitu 0.003 (P<0.01) dan subset pada uji Duncan dimana semua rata-rata terletak

pada sunset yang berbeda, dimana bioaktivator ragi tape dan tempe merupakan yang

paling berpengaruh karena subset pertama yaitu 1,5333 dan 1,6000.

5. Pengaruh Bentuk Fisik Kompos Sampah Organik

Hasil pemeriksaan bentuk fisik kompos sampah organik berdasarkan warna, bau

dan tekstur setelah diberikan perlakuan tiga jenis bioaktivator ragi dapat dilihat padat

tabel 4.8
71

Table 4.14 Hasil Pemeriksaan Bentuk Fisik Kompos Berdasarkan Warna, Bau
Dan Tekstur Kompos Sampah Organik

Pengulangan ke- Perlakuan Warna Bau tanah Tekstur


1 Kontrol - - -
Ragi tape √ √ √
Ragi tempe √ √ √
Ragi roti √ √ -
2 Kontrol - - -
Ragi tape √ √ √
Ragi tempe √ √ √
Ragi roti √ √ -
3 Kontrol - - -
Ragi tape √ √ √
Ragi tempe √ √ √
Ragi roti √ √ -
Keterangan : √ (memenuhi syarat perubahan)

- (tidak terjadi perubahan/tidak memenuhi syarat)

Berdasarkan hasil pengamatan bentuk fisik kompos sampah organik secara

sensorik yang telah diberikan tiga jenis bioaktivator ragi selama 28 hari terdapat

perbedaan bentuk fisik kompos sampah organik. Bentuk fisik kompos sampah organik

kontrol tidak memenuhi syarat disetiap pengualangannya, warna kompos, bau dan

tekstur kompos belum memenuhi syarat karena kompos masih dalam proses

penguraian. Bentuk fisik kompos perlakuan inculant ragi tape dan bioaktivator ragi

tempe memenuhi syarat terhadap karaktersitik fisik kompos, telah memiliki berbedaan

terhadap warna, bau dan tekstur kompos. Bentuk fisik kompos perlakuan bioaktivator

ragi roti tidak memenuhi syarat karena tekstur kompos masih utuh belum hancur tetapi

warna dan bau kompos memenuhi syarat. Selama proses pengomposan, kompos

yang diberikan tiga jenis bioaktivator memiliki warna yang khas yaitu kompos memiliki

warna putih di atas permukaan kompos, permukaan putih berasal dari jamur atau

kapang.
72

Tabel 4.15 Bentuk Fisik Kompos Sampah Organik Setelah Diberikan Tiga Jenis
Bioaktivator Ragi

Pengulangan ke- Kontrol Tape Tempe Roti


1 0 3 3 2
2 0 3 3 2
3 0 3 3 2
Rata-rata 0 3 3 2

Berdasarkan hasil tabel 4.9 dapat diketahui dari setiap pengulang pada kontrol

tidak terdapat perubahan sama sekali terhadap bentuk fisik warna kompos belum

mancapai warna kompos yaitu warna kompos coklat agak kekuningan, bau kompos

masih tercium bau asam dan tekstur kompos masih utuh belum hancur menyerupai

tanah. Bentuk fisik kompos setelah diberikan perlakuan bioaktivator ragi tape dan

tempe selama 28 hari telah memenuhi syarat karakteristik fisik kompos yaitu warna

sudah berubah menjadi coklat kehitaman, bau kompos sudah tercium mendekati bau

tanah dan tektur kompos sudah mulai hancur. Bentuk fisik kompos stelah diberikan

perlakuan bioaktivator ragi roti terdapat 1 karakteristik fisik yang tidak berubah yaitu

tekstur kompos belum sepenuhnya hancur, tekstur kompos masih kasar sedangkan

untuk warna dan bau sudah memenuhi syarat, karena warna kompos sudah

mendekati waran tanah yaitu coklat pekat dan bau sudah muali tercium bau tanah,

bau kompos perlakuan bioaktivator ragi sudah tidak tercium bau asam/ragi.
73

Hasil Uji Bentuk Fisik Pada Kompos Sampah Organik


3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
tape tempe roti kontrol

Gambar 4.7 Bentuk Fisik Kompos Sampah Organik Berdasarkan Pemberian


Tiga Jenis Bioaktivator Ragi

Grafik batang bentuk fisik yang diamati secara sensorik, kompos sampah

organik dapat terlihat tertinggi pada perlakuan bioaktivator ragi tape dan tempe serta

terendah pada kontrol. Rata-rata bentuk fisik kompos sampah organik pada kontrol

adalah 0 atau tidak ada sama sekali karakteristik fisik kompos sampah organik yang

memenuhi syarat. Rata-rata bentuk fisik kompos sampah organik perlakuan

bioaktivator ragi tape dan tempe adalah 3 yang memenuhi syarat. Rata-rata bentuk

fisik kompos sampah organik perlakuan bioaktivator ragi roti adalah 2 karakteristik fisik

yang memenuhi syarat.

Tabel 4.16 Hasil Uji Statistik Pada Bentuk Fisik Kompos Sampah Organik
Berdasarkan Jenis Bioaktivator Ragi

Perlakuan Mean rank N P Value


Bentuk fisik 1.00
3 0.001
Jenis 2.00
74

Karakteristik fiisk kompos sampah organik setelah diberikan tiga jenis

bioaktivator ragi selama 28 hari, didapatkan karakteristik fisik komops sampah organik

pada kontrol dari setiap pengulanganya tidak memenuhi syarat berdasarkan warna,

bau,tekstur kompos. Karakteristik fisik kompos sampah organik pada perlakuan

bioaktivator ragi tape dan tempe telah memenuhi syarat kompos berdasarkan

karakteritik fisik warna, bau dan tekstur kompos dan karakterisitik fisik kompos

sampah organik pelakuan bioaktivator ragi roti tidak memenuhi syarat, karena

didapatkan tekstur kompos masih belum hancur tetapi terhadap karakteristik fisik

waran dan bau sudah memenuhi syarat karakterisitik fisik kompos sampah organik.

Berdasarkan hasil uji friedman test didapatkan bahwa adanya pengaruh tiga

jenis bioaktivator ragi (tape, tempe dan roti) terhadap karakteritik fisik kompos sampah

organik. Hasil mean rank bentuk fisik kompos sampah organik yaitu 1.00. Mean rank

jenis bioaktivator ragi roti yaitu 2.00. Hasil uji friedman test didapatkan nilai p = 0.001

dan α (0,05), nilai P ≤ α yang menyatakan bahwa terdapatnya pengaruh tiga jenis

bioaktivator ragi (tape, tempe dan roti) terhadap bentuk fisk kompos sampah organik.

B. Pembahasan

Aktivator biasanya disebut dengan istilah bioaktivator yang merupakan bahan

bertentuk padat atau cair dan media pertumbuhan serta penyedia mikrroganisme

pengurai bahan organik. Proses pengomposan sampah organik dapat dipercepat

dengan bantuan bioaktivator rag. Fungsi bioaktivator ragi untuk memacu

pertumbuhan mikroba di dalam tumpukan bahan organik yang dikomposkan, dengan

demikian bahan-bahan tersebut harus mengandung nutrien yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan mikroba (Zuanah dkk, 2010).


75

1. Pengaruh Suhu Kompos Sampah Organik Setelah Pemberian Tiga Jenis Bioaktivator

ragi.

Suhu merupakan faktor terpenting dalam proses pengomposan. Berdasarkan hasil

pengukuran suhu selama pengomposan sampah organik berlangsung, pengamatan

dilakukan setiap 7 hari sekali. Perubahan suhu selama proses pengomposan sampah

organik menunjukan bahwa suhu pada hari ke 7 sampai hari ke 14 terjadi fase

thermofilik (suhu naik), Suhu yang tinggi akan memicu kinerja bakteri thermofilik dan

akan kembali ke suhu mesofilik, sedangkan kontrol tidak mengalami perubahan suhu.

Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba, ada hubungan langsung antara peningkatan

suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak

konsumsi oksigen dan semakin cepat pula proses dekomposisi. peningkatan suhu

dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. temperatur yang berkisar antara

30-60 oC menunjukan aktivitas pengomposan yang cepat. suhu yang lebih dari 60 oC

akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan

tetap bertahan hidup (Hadjar & Prima, 2006).

Pada penelitian ini suhu terendah berada pada awal pengomposan karena mikroba

yang ada belum menunjukan aktivitasnya juga terjadi pada akhir pengomopsan

karena mikroba sudah mengurai sebagian besar bahan organik. Suhu kompos

matang sama dengan suhu pada saat awal pengomposan, dari hasil penelitian

didapat suhu awal dan suhu akhir pengomposan sama atau mendekati sehingga

dapat disimpulkan bahwa kompos sudah matang secara fisik.


76

Masing-masing bioaktivator ragi memliki komposisi mikroorganisme pengurai yang

berbeda-beda, semakin banyak mikroorganisme pengurai bahan organik dalam suatu

bioaktivator akan semakin cepat waktu penguraian bahan organik. Proses

kematangan kompos sampah organik akan cepat karena mikroorganisme yang

bekerja untuk mengurai bahan organik banyak. Bioaktivator ragi tape memiliki

kandungan mikroorganisme yang beragam untuk mengurai bahan organik yang

komplek dibandingkan dengan bioaktivator ragi tempe dan roti. Pengamatan suhu

dilakukan untuk mengetahui perubahan aktivitas mikroorganisme karena suhu

merupakan salah satu indikator dalam mengurai bahan organik. Pengamatan

dilakukan pada pertengahan titik dari tumpukan kompos agar memastikan kestabilan

suhu kompos. Rentan suhu kompos sampah organik dari perlakuan tiga jenis

bioaktivator ragi dan kontrol pada masing-masing perlakuan yaitu 25.13 – 31,30 oC

(Widarti dkk, 2015).

Suhu yang tidak stabil serta tidak tercapainya fase termofilik dikarenakan

kurangnya aktivitas mikroba pengurai bahan organik. temperatur yang tinggi pada

proses higienisasi yaitu untuk membunuh bakteri pathogen dan bibit gulma, selain

untuk memacu pengomposan karena pada umumnya proses pengomposan

kombinasi suhu thermofilik dan mesofilik. Kurang tingginya suhu kompos disebabkan

karena jumlah limbah yang dikomposkan tidak cukup memberikan insulasi panas.

sejumlah energi dilepaskan dalam bentuk panas pada perombakan bahan organik

sehingga mengakibatkan naik turunnya tempertur. Peningkatan suhu adanya aktivitas

bakteri dalam mendekomposisi bahan organik. Kondisi mesofilik lebih efektif karena

aktivitas mkroorganisme didominasi protobakteri dan fungsi. Pembalikan yang


77

dilakukan dalam proses pengomposan mengakibatkan temperatur turun dan

kemudian naik lagi (Widarti dkk, 2015).

2. Pengaruh Volume Akhir Kompos Sampah Organik Setelah Pemberian Tiga Jenis

Bioaktivator ragi.

Jumlah kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan diukur berdasarkan

volume kompos dibandingkan dengan volume awal pengomposan. volume awal

kompos semua komposter sama yaitu 29.700 m3, selama proses pengomposan

bahan kompos mengalami penyusutan dengan sendirinya. penyusutan terlihat drastis

setelah 7 hari karena bahan kompos yang berupa sampah organik cepat membusuk.

penyusutan akan berkurang atau berhenti ketika kompos telah matang.

Dari hasil pengukuran pada penelitian terlihat volume akhir tertinggi adalah

bioaktivator ragi tape, volume kompos berkurang disebabkan karena adanya proses

dekomposisi bahan organik yang kompleks menjadi sederhana oleh mikroorganisme

yang memanfaatkan bahan organik menjadi energi. Proses tersebut akan

mengakibatkan suhu pada kompos terjadi thermofilik, mikroorganisme yang aktif akan

mengurai bahan organik dengan menggunakan oksigen menjadi CO2 , uap air dan

panas. Bahan organik yang terurai mengakibatkan volume kompos manjadi berkurang

dari volume awal.

Penyusutan volume akhir kompos tertinggi yaitu pada bioaktivator ragi tape,

bioaktivator ragi tape memiliki kandungan beragam mikroorganisme dibandingkan

dengan bioaktivator ragi tempe dan roti. bioaktivator ragi tape memiliki

mikroorganisme khamir Saccharomyces cereviciae, kapang Rhizopus sp, khamir Sac-

charomycopsis fibuligera, Saccharomy- copsis Malanga, mikroorganisme tersebut


78

mempunyai peran aktif terhadap proses pengomposan sampah organik. bioaktivator

ragi tempe hanya memiliki mikroorganisme yang aktif adalah Rhizopus sp dan

bioaktivator roti memilki mikroorgnaisme aktif adalah Saccharomyces cerevisiae

(Guntoro, 2013), jika dibandingkan dengan kontrol yang tidak mempunyai

mikroorganisme aktif tambahan menjadikan volume akhir kompos belum pada proses

maksimal.

Volume kompos terjadi penyusutan disebabkan karena proses dekomposisi atau

penguraian bahan organik kompleks menjadi sederhana oleh mikroorgnisme yang

sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan

menguraikan bahan organik menjadi oksigen, uap, air dan panas. Setelah sebagian

besar bahan telah terurai maka suhu akan berangsur mengalami penurunan. Pada

saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut yaitu pembentukan kompos akan

terjadi penyusutan volume maupun biomasa bahan.

Penyusutan volume kompos sampah organik sangat dipengaruhi oleh peran

mikroorganisme yang aktif di dalam bioaktivator ragi. Mikroorganisme Trichoderma

viride, Sacharomyces cerviciae, Aspergillus riger dan Rhizophus sp berpengaruh

terhadap fermentasi sampah kompos organik (Guntoro, 2013).

3. Pengaruh pH Kompos Sampah Organik Setelah Pemberian Tiga Jenis Bioaktivator

Ragi

pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5 yang

mendekati dengan pH tanah. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan

perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. sebagai contoh proses

pelepasan asam secara temporer atau lokal akan menyebabkan penuruanan pH


79

(pengasaman) sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang

mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH

kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral (Sudiana, 2005).

Perbedaan hasil pengukuran pH kompos sampah organik terjadi jika semakin

kompleks kandungan mikroba pada bioaktivator ragi semakin mendekati hasil pH

netral karena proses pengurian akan segera berakhir. Kandungan masing-masing

bioaktivator ragi mempunyai komposisi mikroba bakteri pengurai yang berbeda-beda

sehingga akan menyebabkan lama proses penguraian bahan organik, semakin

banyak kandungan mikroorganisme pengurai maka semakin cepat proses

dekomposisinya. pH pada pengomposan pengaruh terhadap pertumbuhan bakteri,

kenaikan pH pada masing-masing komposter disebabkan karena terjadinya

penguraian protein menjadi ammonia (NH3), perubahan pH kompos berawal dari pH

agak asam karena terbentuknya asam-asam organik sederhana kemudian pH

meningkat pada inkubasi lebih lanjut akibatnya terurainya protein dan terjadinya

pelepasan ammonia (Widarti, 2015). pH kelompok kontrol dan bioaktivator ragi roti

tidak memenuhi syarat karena proses dekomposisi atau penguraian sampah organik

masih dalam proses sehingga menjadi asam-asam organik. hal tersebut menajdikan

kompos belum sebenarnya matang.

Derajat keasaman umumnya asam samapi netrai (pH 6.0-7.0), derajat keasaman

pada awal proses pengomposan akan mengelami penurunan karena jumlah yang

terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. pada

proses selanjutnya mikroorganisme dari jenis lain akan mengkonversi asam organik

yang telah terbentuk sehingga bahan memilki derajat keasaman yang tinggi dan
80

mendekati netral. pH kompos berfungsi sebagai indicator proses dekomposisi

kompos. Mikoorganisme kompos akan bekerja melakukan aktivitasnya dan tumbuh

pada keadaan pH anatar 5.5 sampai 8 (Hadisumarno, 1992 dalam Allo dkk, 2014).

Selama tahap awal proses dekomposisi sampah organik oleh mikroorganisme

akan terbentuk asam-asam organik sehingga keasaman akan selalu menurun.

Kondisi asam akan mendorong pertumbuhan jamur dan akan mendekomposisikan

lignin dan selulosa pada bahan kompos. Selama proses pembuatan kompos

berlansung, asam-asam organik tersebut akan meningkat secara bertahap yaitu pada

masa pematangan karena beberapa jenis mikroorganisme akan memakan asam-

asam organik yang terbentuk maka aselanjutnya menjadi netral dan kompos menjadi

matang bisa mencapai pH antara 6-8 (Sudiana, 2005).

4. Pengaruh Berat Akhir Kompos Sampah Organik Setelah Pemberian Tiga Jenis

Bioaktivator Ragi.

Berdasarkan hasil pengukuran berat akhir kompos sampah organik dapat dilihat

bahwa nilai rata-rata berat akhir kompos dari perlakuan tiga jenis bioaktivator di

bandingkan dengan kontrol mengalami berbedaan berat akhir kompos sampah

organik. Hasil analisa berat kompos yang dihasilkan dilakukan pengukuran dan

dibandingkan dengan berat awal sebelum dilakukan pengomposan, berat awal

kompos semua sempel komposter sama yaitu 2 kg. Selama proses pengomposan

kompos mengalami dekomposisi atau penguraian menjadikan berat kompos

berkurang dari berat awal. Proses dekomposisi yang dilakukan oleh mikroba-mikroba

di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik


81

menjadi CO2, uap air dan panas. selama proses pengomposan akan menjadi

penyusutan berat atau bobot bahan (Sudiana, 2005).

Beda bioaktivator ragi yang diberikan pada setiap sampah organik pada proses

pengomposan sampah organik akan sangat menentukan kemampuan proses

dekomposisi. Selama proses dekomposisi, laju dekomposisi setiap perlakuan lama

kelamaan mengalami penurunan sampai pada kahir pengomposan. Hal ini

disebabkan karena bahan organik yang tersedia semakin lama semakin sedikit

disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang mengurai sampah organik (Allo dkk,

2014).

5. Bentuk Fisik Kompos Sampah Organik Setelah Pemberian Tiga Jenis Bioaktivator

Ragi.

Semakin kompleks kandungan mikroba pengurai semakin mendekati terhadap

karakteristik kematangan kompos sampah organik. hal ini disebabkan juga didalam

kandungan masing-masing bioaktivator ragi terdapat mikroba yang berbeda-beda.

Pengamatan bentuk fisik kompos sampah organik diperiksa setelah diberika tiga jenis

bioaktivator ragi dan difermentasi selama 28 hari. Pemeriksaan dilakukan dengan

mengamati warna kompos sampah organik menjadi warna coklat kehitaman-hitaman,

bau kompos sampah organik menyerupai bau tanah dan tekstur kompos sampah

organik sudah hancur. Berdasarkan hasil analisis karakteristik fisik kompos sampah

organik yang sudah diberikan bioaktivator ragi tape dan tempe memiliki kesaamaan

hasil terhadap bentuk fisik kompos sampah orgnaik warna, bau dan tekstur. Warna

kompos sudah berubah menjadi coklat kehitaman, bau kompos sudah mendekati bau

tanah dan tekstur kompos sudah hancur seluruhnya, maka kompos sampah organik
82

terhadap bioaktivator ragi tape dan tempe memenuhi syarat terhadap bentuk fisik

kompos sampah organik. Hasil bentuk fisik kompos sampah bioaktivator ragi roti

memiliki berbedaan hasil yaitu tektur kompos tidak seluruhnya hancur dan hasil

pengamatan kontrol memiliki berbedaan dengan kelompok perlakuan yaitu warna

masih hijau, bau tercium masih asam dan tekstur sampah masih utuh atau belum

hancur.

Perubahan warna kompos menunjukan adanya bakteri yang melakukan aktivitas

dekomposisi, pada proses pengomposan akan terjadi pengurian bahan organik oleh

aktivitas mikroba yang mengambil air oksigen dan nutrisi bahan organik, kemudian

akan mengamai pengurian dan membebaskan CO2 dan O2. Hal ini terjadi karena

pengaruh bahan akativator yaitu inculant ragi untuk mempercepat kematangan

kompos sampah organik. Adanya perubahan fisik tersebut mengindikasikan pula

adanya perubahan biologi dan kimia kompos yang dapat digunakan sebagai indikator

awal proses kematangan kompos (Allo, 2014).

Proses pengomposan berjalan dengan normal, maka tidak boleh menghasilkan

bau yang menyengat (bau busuk). Walaupun demikian dalam pembuatan kompos

tidak akan terbebas sama sekali dari adanya bau, dengan memanfaatkan indra

penciuman dapat dijadikan sebagai alat untuk deteksi permasalahan yang terjadi

selama proses pembuatan kompos. Kompos berubah menajdi berbau tanah karena

telah selesai atau terhentinya proses dekomposisi atau penguraian bahan organik

yang dilakukan oleh mikroba. Kompos yang beraroma asam atau berbau ammonia

disebabkan proses fermentasi sampah organik masih dalam berlangsung oleh


83

mikroba serta proses aerasi terhambat sehingga akan terjadi proses anaerob yang

menghasilkan bau yang tidak sedap (Widarti, 2015).

Tekstur kompos yang sudah matang akan menajdi hancur dan halus seperti tanah

karena hasil penguraian/dekomposisi dari aktivitas mikroorganisme yang aktif. Semua

produk kompos yang dihasilkan sudah terdekomposisi sempurna sehingga bentuk

atau tekstur kompos sudah hancur atau halus dan dapat dijadikan sumber hara bagi

tanaman (Sahwan, 2011).

6. Pengaruh Tiga Jenis Bioaktivator Ragi Terhadap Karakteritik Fisik Kompos Sampah

Organik.

Tiga jenis bioaktivator ragi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ragi

tape, tempe dan roti untuk melihat pengaruh terhadap karakteritik fisik kompos

sampah organik, yang paling berpengaruh adalah bioaktivator ragi tape. Sesuai

dengan penelitian sebelumnya (Zuanah dkk, 2010) tentang pengaruh penggunaan

inoculant cair ragi tape dan inoculant cair ragi tempe terhadap waktu pengomposan

sampah organik rumah tangga bahwa ragi tape lebih efektif dari pada ragi tempe

dalam mempercepat waktu pengomposan. Penelitian lain (Pratama, 2013) mengenai

pengaruh ragi roti, tempe dan Lactobacillus Plantarum terhadap fermentasi singkong

bahwa waktu fermentasi 96 jam.

Ragi tape, tempe dan Roti dapat dijadikan sebagai bioaktivator kompos

sampah organik karena dari masing-masing ragi mempunyai kandungan

mikroorganisme pengurai bahan organik. Mikroorganisme yang terdapat dalam

bioaktivator akan membantu menguraikan bahan organik yang kompleks menjadi

sederhana. Mikroorganisme pengurai yang terdapat dalam ragi yaitu Saccharomyces


84

spp yang memiliki fungsi lain sebagai pengurai atau dekomposisi bahan organik.

Semakin kompleks mikroorganisme yang terdapat dalam bioaktivator akan semakin

cepat proses penguraian karena terdapat banyak mikroorganisme yang bekerja aktif.

C. Keterbatasan Penelitian

Tiga jenis bioaktivator ragi yang digunakan pada penelitian ini menunjukan hasil

dapat pengeruh terhadap karkateristik fisik kompos sampah organik adapun

keterbatasan dalam penelitian ini proses pengomposan sampah organik tidak

mencapai suhu maksmial yaitu 50-60oC serta efesiensi volume akhir kurang dari 30%.

hal tersebut disebabkan karena suplay oksigen tidak banyak serta pengadukan hanya

7 hari sekali, lebih baik kompos dilakukan pengadukan setiap hari untuk suplay

oksigen merata sehingga suhu dan volume dapat maksimal.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai

pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi terhadap karakteristik fisik kompos sampah

organik di Rumah sakit Cahya Kawaluyan dapat di simpulkan sebagai berikut:

1. Pengaruh suhu kompos sampah organik dari ketiga jenis bioaktivator ragi

memberikan pengaruh terhadap suhu kompos sampah organik, Suhu kompos

kontrol tidak mengalami perubahan suhu thermofilik dan kompos bioaktivator

ragi suhu maksimal yaitu 38 oC pada bioaktivator ragi tape.

2. Pengaruh volume akhir kompos sampah organik setelah diberikan tiga jenis

bioaktivator ragi rata-rata tertinggi yaitu 26.809 M3 pada kelompok kontrol dan

rata-rata terendah yaitu 19.074 M3 pada bioaktivator ragi tape. rata-rata

volulem akhir kompos sampah organik setelah diberikan perlakuan

bioaktivator ragi tempe dan roti adalah 21.780 M3 dan 22.792 M3.

3. Pengaruh pH Kompos Sampah Organik mendapatkan hasil pengukuran pH

kelompok kontrol tidak memenuhi syarat standar kualitas kompos nilai pH yaitu

5.5 dan bioaktivator ragi roti tidak memnuhi syarat standar kualitas kompos

nilai pH yaitu 6.5 lebih asam di bandingkan dengan penhkuran pH kompos

pada kelompok perlakuan bioaktivator ragi tape yaitu dengan nilai pH 7 dan

bioaktivator ragi tempe yaitu nilai pH 7.


85

4. Pengaruh Berat Akhir Kompos Sampah Organik dari hasil pengukuran

diperoleh nilai rata-rata tertinggi yaitu 1.82 Kg yaitu pada kelompok kontrol.

rata-rata berat akhir kompos sampah organik 1.60 Kg pada kelompok

bioaktivator ragi tempe. rata-rata berat akhir kompos sampah organik 1.67 Kg

pada kelompok bioaktivator ragi roti dan rata-rata berat akhir terendah yaitu

1.53 Kg pada kelompok bioaktivator ragi tape.

5. Tiga jenis bioaktivator ragi yang memberikan pengaruh terhadap bentuk fisik

kompos sampah organik. Bentuk fisik kompos sampah organik pada kontrol

tidak adanya perubahan sama sekali terhadap segi warna, bau dan tekstur

kompos, jika dibandingkan dengan perlakuan bioaktivator ragi tape

memberikan perubahan terhadap warna, bau dan tekstur kompos.

6. Hasil pengaruh karakteristik fisik kompos sampah organik yang paling

berpengaruh yaitu bioaktivator ragi tape Karena uji RAL terhadap suhu

kompos sampah organik yaitu (P<0.01) dimana P=0.000, Volume akhir

kompos sampah organik yaitu (P<0.01) dimana P=0.000, berat akhir kompos

sampah organik yaitu (P<0.01) dimana P=0.003. Uji Friedman Tes

memberikan pengaruh yang nyata yaitu (P<0.05) dimana P=0.001 serta Hasil

univariat terhadap pH Kompos yang memenuhi syarat yaitu bioaktivator ragi

tape dan tempe (pH 7)


86

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan berhubungan dengan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit Cahya Kawaluyan dalam hal pengelohan sampah organik

menjadi kompos dalam waktu yang cepat dan efisien dapat menggunakan

bioaktivator buatan sendiri yaitu bioaktivator ragi tape dan tempe yang murah

dan mudah di dapat.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya perlu adanya penelitian lebih lanjut melakukan

pemelitian dengan menambah parameter pengujian C/N ratio, kelembaban

kompos serta parameter standar kompos lainnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sampah

Semua buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan hewan yang

berbentuk padat, lumpur (sludge), cair maupun gas yang dibuang karena tidak

dibutuhkan atau tidak diinginkan lagi. Walaupun dianggap sudah tidak

berguna dan tidak dikehendaki (Damanhuri & Padmi, 2011). Sampah oleh

sebagian orang dianggap kotor dan menjijikan, tidak ada manfaatmya.

Namun, sebagian orang mempunyai pandangan yang berbeda bahwa

sampah itu sebagai “emas” yang banyak mendatangkan manfaat dan

keuntungan apabila dilakukan pemilahan sampah.

Sampah secara umum dikelompokan menjadi 3 yaitu sampah organik,

anorganik serta Bahan berbaha dan beracun (B3). Sampah organik adalah

sampah yang bisa mengalami pelapukan (dekomposisi) dan terirai menjadi

bahan yang lebih kecil dan tidak berbau seperti sisa sayuran dari dapur atau

pasar, sisa tanaman yang dipanen dan dedaunan yang berguguran.

Sementara sampah anorganik adalah sampah yang tidak bisa mengalami

pelapukan seperti berbahan plastik, kaca, kertas, besi dan logam. (Sofian,

2008). Sedangkan sampah B3 merupakan sampah yang sangat berbahaya

bagi manusia dan makhluk hidup lainya. Beberapa bahan yang mengandung

unsur merkuri sangat tinggi seperti bekas kemasan cet semprot, baterai

bekas, bahan insektisida dan bahan kimia pengawet lainnya (Mulyono, 2017).
9

1. Jenis Sampah

Sampah yang hasilkan setiap hari terdapat berbagai macam jenis

sampah, ada beberapa jenis sampah menurut Suyono & Budiman, 2014

sebagai berikut:

a. Sampah basah (garbage) terdiri dari sayur-sayuran, sisa makanan,

hasil proses pengolahan makanan termasuk tulang, daging, sisik ikan,

kotoran hewan yang dibersihkan untuk makanan dan lain-lain.

b. Sampah kering (Rubbish) terdiri dari bahan mudah terbakar atau sulit

terbakar, diantaranya kertas, plastik, kain, karet, kulit, kayu daun

kering, kaca, kaleng, paku, paper klips dan lain-lain.

c. Abu dan residu (ash dan residual) terdiri dari bahan hasil pembakaran

sampah kayu, daun, arang, kertas, kain, kulit, plastik dan benda lain

yang dapat terbakar.

d. Hasil pembongkaran bangunan (demolition waste) terdiri dari

brangkal, batu/bata, plastik, besi, kayu dan lain-lain.

e. Segala jenis bangkai hewan (dead material) dalam hal ini hewan mati

dengan sendirinya, bukan hasil proses manusia (disembelih,

dipotong).

f. Kotoran manusia (night soil) tinja, air seni, muntahan.

g. Segala jenis kotoran yang terbuang di jalanan umum, halaman rumah

atau gedung (street sweeping) seperti daun, batang kayu, ranting,

kertas, logam plastik dan sampah hasil penyapu di halaman dan lain-

lain.

h. Segala jenis kotoran hewan (stable manure) khususnya dari

peternakan, pemotongan hewan dan lain-lain.


10

i. Sampah pertanian (farming waste) termasuk peternakan, sisa sayuran

yang terbuang, daun-daun dan lain-lain.

j. Sampah B3 (bahan berbahaya dan beracun) terutama dari reaktor

atom/nuklir, rumah sakit, sanatorium, laboratorium, industri berat dan

lain-lain.

2. Dampak Sampah

Permasalahan sampah yang tidak hanya di bak sampah saja tetapi

lebih dari itu bagaimna bila bak tersebut sudah penuh, kemana harus

membuangnya. Bila dibiarkan menumpuk dan tidak terkelola akan

menyebabkan masalah estetika (bau, kotor) dan menjadi sarang serangga

penggunggu (lalat, nyamuk, lipas) dan tikus yang kesemuanya akan

mengakibatkan gangguan kesehatan. Permasalahan yang diakibatkan

oleh sampah akan menimbulkan berbagai dampak menurut Suyono &

Budiman, 2014 sebagai berikut:

a. Tempat Berkembang Biaknya Lalat Dan Tikus.

Lalat menyukai tempat yang basah dan lembab, penuh nutrisi untuk

makanannya, telur dan larva lalat hidup dan berkembang dengan baik

di tempat yang demikian. Tikus menyukai tempat yang kering dan

hangat untuk sarangnya serta menyukai tempat yang banyak

makanannya, semuanya itu tersedia pada timbunan sampah. Penyakit

yang ditimbulkan oleh sampah berkaitan dengan serangga sebagai

vektor penyakit perut dan tikus sebagai host penyakit pes (plaque) dan

lesptospirosis.
11

b. Mencemari Lingkungan (Tanah, Sumber Air, Udara)

Pencemaran udara yang diakibatkan oleh timbunan sampah yang

tidak terkelola menjadikan sampah busuk dalam jumlah besar akan

mengakibatkan penyebaran bau yang tidak sedap yang membuat mual

dan pusing karena mengandung gas hasil proses pembusukan

diantaranya metan, H2S, NH3, dan lain-lain. Selain itu apabila terbakar

atau dibakar (gas metan dan H2S mudah terbakar atau eksplosif) akan

menghasilkan asap yang mengganggu pernapasan dan penglihatan

(sesak napas, mata perih) serta hasil pembakaran plastik berupa gas

dioksin sangat berbahaya karena termasuk zat karsinogen (penyebab

kanker).

Pencemaran sumber air yang diakibatkan oleh timbunan sampah

yang basah mengandung kadar air yang cukup besar dan cairan ini

(leachate) akan meresap ke dalam tanah dan masuk ke sumber air akan

melarutkan beberapa zat organik maupun anorganik diantaranya gas

methan, H2S, NH3, NH4, serta bahan lainnya termasuk warna kotor hasil

pembusukan sampah. Apabila air dari sumber ini diminum akan

menimbulkan masalah keracunan.

Pencemaran tanah yang diakibatkan oleh timbunan sampah,

sebelum mencemari sumber air maka terlebih dahulu sampah akan

mencemari lapisan tanah dengan bahan pencemar yang sama.

c. Sumber Penyakit.

Sampah sangat potensial menimbulakan penyakit pada manusia

antara lain penyakit perut, pes, tifus perut, leptospirosis yang

disebabkan oleh lalat dan tikus, keracunan karena mencemari sumber


12

air dan gangguan pernapasan/penglihatan karena asap akibat

pembakaran sampah.

d. Mengganggu Estetika

Timbunan sampah dapat mengganggu estetika karena bau busuk

yang ditumbulkannya serta ceceran sampah akikbat dikorek-korek

binatang dan oleh para pemulung menimbulkan pemandangan yang

tidak sedap atau sangat mengganggu keindahan lingkungan.

Banyaknya lalat berterbangan dan tikus berkeliaran disekitar sampah

juga sangat mengganggu estetika.

e. Terjadinya Bencana Dan Kecelakaan

Timbunan sampah yang sangat besar dapat menimbulkan

kebakaran atau terjadinya letupan karena adanya gas methan dan H2S.

selain itu timbunan sampah dapat menimbulkan longsor yang

membahayakan penduduk di sekitarnya atau yang agak jauh dari lokasi

sampah tersebut. Terbukti 2 kali terjadi bencana longsor sampah yang

menimbulkan korban harta dan korban jiwa yaitu di TPA Leuwigajah

Bandung dan TPA Bantargebang di Bekasi.

3. Pengolahan Sampah

Sampah harus dikelola dengan baik agar menjaga lingkungan menjadi

lebih baik, Pengelolaan atau penangan sampah menurut Undang-Undang

RI No. 18 Tahun 2008 adalah:

a. Pengurangan Sampah

Pengurangan sampah yang dimaksud yaitu pembatasan

timbulan sampah, pendauran ulang sampah dan pemanfaatan kembali

sampah. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan


13

kegiatan yaitu menetapkan target pengurangan sampah secara

bertahap dalam jangka waktu tertentu, memfasilitasi penerapan

teknologi yang ramah lingkungan, memfasilitasi penerapan label

produk yang ramah lingkungan, memfasilitasi kegiatan mengguna

ulang dan mendaur ulang serta memfasilitasi pemasaran produk-

produk daur ulang. Masyarakat dan pelaku usaha dalam

melaksanakan kegiatan harus menggunakan bahan produksi yang

menimbulkan sampah sedikit mungkin, dapat diguna ulang dan dapat

didaur ulang serta mudah diurai oleh proses alam.

b. Penanganan Sampah

Kegiatan penanganan sampah meliputi: pemilahan dalam

bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,

jumlah dan sifat sampah; pengumpulan dalam bentuk pengambilan

dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat

penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;

pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/ atau

tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat

pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;

pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi dan

jumlah sampah; serta pemrosesan akhir sampah dalam bentuk

pengambalian sampah dan residu hasil pengolahan sebelumnya ke

media lingkungan secara aman.


14

4. Faktor Yang Mempengaruhi Timbulan Sampah

Menurut Chandra, 2007 timbulan sampah atau jumlah sampah

dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab timbulan sampah menjadi

banyak yaitu sebagai berikut:

a. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk bergantung pada aktivtas dan kepadatan

penduduk. Semakin padat penduduk, sampah semakin menumpuk

karena tempat atau ruang untuk menampung sampah kurang, semakin

meningkatnya aktivitas penduduk, sampah yang dihasilan semakin

banyak, misalnya pada aktivitas pembangunan, perdagangan, industri

dan sebagainya.

b. Sistem Pengumpulan Atau Pembuangan Sampah

Sistem pengumpulan atau pembuangan sampah yang digunakan

yaitu dapat menggunakan gerobak tetapi pengumpulan sampah

dengan menggunakan grobak lebih lambat jika dibandingkan dengan

menggunakan truk.

c. Penggunaan Kembali

Pengambilan bahan-bahan yang ada pada sampah untuk dipakai

kembali, Metode itu dilakukan karena bahan tersebut masih memiliki

nilai ekonomi bagi golongan tertentu. frekuensi pengambilan

dipengaruhi oleh keadaan, jika harganya tinggi, sampah yang

tertinggal sedikit.
15

d. Faktor Geografis

Faktor geografis dapat mempengaruhi jumlah atau timbulan

sampah, lokasi tempat pembuangan apakah di daerah pegunungan,

lembah, pantai atau di dataran rendah

e. Faktor Waktu

Jumlah produksi sampah dan komposisnya sangat dipengaruhi

oleh waktu bergantung pada faktor harian, mingguan, bulanan atau

tahunan. Jumlah sampah perhari bervariasi menurut waktu. Contoh

jumlah sampah pada siang hari lebih banyak dibandingan dengan pagi

hari. Sedangkan sampah di daerah pedesaan lebih begitu bergantung

pada faktor waktu. Jumlah produksi sampah dalam seminggu juga

mengalami variasi, bila kita asumsikan bahwa pengumpulan sampah

dilakukan tiap hari maka jumlah sampah hari senin cukup tinggi. Faktor

waktu dapat mempengaruhi komposisi jenis sampah, misalnya jenis

sampah rumah tangga pada waktu pengolahan serta

penghidangannya maka jenis “garbage” akan banyak jumlahnya,

sedangkan “rubbish” menurun jumlahnya.

f. Faktor Sosial Ekonomi Dan Budaya

Kultur budaya di masyarakat Indonesia berbagai macam dan

beragam, hal tersebut mempengaruhi timbulan sampah atau jumlah

sampah di berbagai daerah. Faktor sosial ekonomi sangat

mempengaruhi jumlah produksi sampah suatu daerah termasuk adat

istiadat, taraf hidup serta mental dari masyarakat suatu tempat.

Keadaan sosial ekonomi penduduk mempunyai pengaruh terhadap

jenis sampah yang dihasilkan misalnya penduduk yang tingkat


16

ekonomi tinggi sampah jenis kaleng, plastik dan kardus-kardus.

Jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan penduduk ekonomi

menengah ke bawah jenis sampahnya dominasi oleh jenis daun-

daunan, kertas, sisa sayuran dan buah-buahan.

g. Pada Musim Hujan

Faktor musiman atau iklim mempengaruhi jumlah produksi

sampah. Pada musim hujan kelihatan sampah meningkat karena

adanya sampah terbawa oleh air. Pada waktu beriklim dingin, musim

gugur sampah meningkat dan pada musim panas menyebabkan

peningkatan produksi sampah terutama di daerah pariwisata. Pada

waktu-waktu dingin, musim gugur maka terjadi perubahan-perubahan

komposisi sampah yang sesuai dengan iklim saat itu.

h. Kebiasaan Masyarakat

Kebiasaan masyarakat merupakan salah saktu faktor yang

mempengaruhi timbulan sampah atau jumlah sampah. Contoh jika

seseorang suka mengonsumsi satu jenis makanan atau tanaman,

sampah makanan itu meningkat.

i. Kemajuan Teknologi

Akibat kemajuan teknologi, timbulan sampah atau jumlah sampah

dapat semakin meningkat. Contoh plastik, kardus bekas TV, AC dan

sebagainya.

j. Jenis sampah

Semakin maju tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin

kompleks pula macam-macam jenis sampahnya. Sumber lain yang

mempengaruhi faktor timbulan sampah, jumlah produksi dan


17

komposisi sampah jelas akan berbeda tergantung dari mana sampah

tersebut berasal. Sampah dari rumah tangga jumlah dan komposisinya

jelas berbeda dengan jumlah dan komposisi sampah dari pasar,

berbeda pula jumlah dan komposisi yang berasal dari industri.

5. Kandungan Unsur Hara Beberapa Sampah Organik

Setiap sampah organik memiliki kandungan unsur hara yang berbeda-

beda. kandungan unsur hara tersebut sering dugunakan sebagai kompos,

berikut kandungan unsur hara dari bebrapa jenis bahan organik menurut

(Parnata, 2010):

Tabel 2.1 Kandungan Unsur Hara Sampah Organik

Jenis sampah N P K Ca Mg

organik

Kandungan

Kotoran sapi 1.1 2.5 0.5 3 0.66

Kotoran ayam 0.6 2.25 4 1.2 -

Jerami 0.6 0.1 1.05 - -

Rumput 1.76 0.8 4.21 0.67 0.53

Sayuran 1.43 0.18 0.50 0.36 0.20


18

B. Kompos

Sampah oleh sebagian banyak orang masih dianggap kotor, bau

menjijikan dan sudah tidak ada manfaatnya lagi. Namun, pandangan negatif

tersebut dapat dirubah bahwa sampah memounyai banyak manfaat

keuntungan. Sampah dapat dimanfaatkan, asalkan mau untuk memilahhnya

antara sampah organik dan anorganik. Sampah anorganik yang dikumpulkan

dapat dijual kembali sementara itu sampah organik dapat langsung diolah

menjadi kompos. Kompos adalah bentuk akhir dari bahan-bahan organik

sampah domestik setelah mengalami dekomposisi sedangkan dekomposisi

itu sendiri yaitu perubahan komposisi bahan organik sampah domestik akibat

penguraian oleh mikroorganisme pada suhu tertentu menjadi senyawa

organik yang lebih sederhana (SNI 19-7030- 2004).

Pupuk yang sering digunakan untuk memupuk tanaman adalah

kompos. Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman,

hewan dan limbah organik yang telah mengalami proses dekomposisi atau

fermentasi sehingga dapat dijadikan sebagai sumber hara bagi tanaman.

Dengan demikian pupuk kandang dan pupuk hijau yang mengalami proses

fermentasi merupakan bagian dari kompos (Parnata, 2010).

1. Manfaat Kompos

Kompos selain dapat membersihkan sampah yang berserakan di

lingkungan, juga mempunyai berbagai manfaat. Menurut soeryoko, 2011

kompos bermanfaat bagi pertanian dan penyehatan tanah antaranya:

a. Pembenahan Tanah

Kompos merupakan benda yang dapat membenahi atau

memperbaiki mutu tanah. Lahan yang rusak dan kehilangan


19

kesuburannya dapat diperbaiki dengan pengolahan lahan dengan

kompos. Lahan yang telah diperbaiki dengan kompos akan tampak

gembur dan subur. Selain lahan pertanian terdapat beberapa tempat

bekas penambangan sering menggunakan kompos untuk

memperbaiki lahan yang rusak parah.

b. Penyediaan Makanan Bagi Tanaman

Selain memperbaiki kulitas tana, kompos juga berfungsi

menyediakan makanan bagi mikroorganisme dalam tanah untuk

berkembang biak. Llahan yang penuh dengan makanan menjadi

tanaman yang tumbuh di atasnya yang subur. Lahan yang kaya akan

kompos sangat gembur sehingga akar tanaman berkembang pesat.

Akar yang berkembang pesat tersebut dapat menarik manakanan

yang telah tersedia dalam kompos sebanyak-banyaknya.

2. Tujuan Pengomposan

Menurut susaanto (2007 dalam Nisa 2016:5) pengomposan

merupakan proses dekomposisi terkendali secara biologis terhadap limbah

padat organik dalam kondisi aerobic atau anaerobic. Proses pengomposan

waktu yang dibutuhkan berkisar tiga minggu hingga dua bulan tergantung

pada bahan-bahan dasar yang digunakan. Agar hasil pupuk optimal

dilakukan pengencekan setiap satu minggu. Pengecekan meliputi suhum

kelembaban dan aroma bau serta dilakukan pengembalikan pupuk agar

proses pengomposan merata. Selain meningkatkan sifat fisik tanah, sifat

kimia tanah mengembalikan sifat biologi tanah dan mempengaruhi konidis

social akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Meningkatkan Sifat Fisik Tanah


20

Kondisi tanah yang rusak terlalu banyak menggunakan pupuk kimia

seperti urea dan TPS menyebabkan kontur tanah tidak lagi gembur

dan susah diolah. Penggunaan kompos dapat merubah warna tanah

menjadi kelam dan tekstur tanah menjadi gembur serta lepas-lepas.

Kondisi tekstur tersebut yang kemudian dapat mengikat air lebih dan

menjaga nutrisi yang ada dalam tanah.

b. Mempengaruhi Sifat Kimia Tanah

Selama proses pengomposan terdapat banyak perubahan yang

berlangsung secara kimiawi. Menurut Djuarnani (2008 dalam Nisa

2016:6) bahwa mikroorganisme bekerja untuk menagkap semua

bahan terlarut seperti gula, asam amino dan nitrogen. Setelah itu

merombak pati, lemak, protein dan selulosa dalam gula serta

menyatukan unsur kecil menjadi struktur baru. Kemudian nitrogen

dikonfersikan menjadi nitrogen mikroba dan sebagian menjadi nitrat.

Nitrat merupakan senyawa yang dapat diserap. Berikut bakteri yang

dapat mengikat nitrogen menurut Mulyono, 2017 yaitu:

Tabel 2.2 Bakteri Pengurai Nitrogen

Bakteri Keterangan

Azotobacter vinelandii Hidup bebas dan menghasilkan

ammonia yang berlimpah di dalam

tanag sehingga mampu menyuburkan

tanaman, khususnya kelompok jagung-

jagungan dan gandum

Clostridium pasteurinum Hidup bebas dalam berbagai kondisi

tanah dalam lingkungan anaerob.


21

Rhizobium leguminosum Bakteri ini bersimbiosis dengan akar

tanaman jenis polong-polongan

(Leguminoceae) yang membentuk bintil-

bintil akar. Karena itu, tanaman

Leguminoceae sangat efekstif untuk

merevitalisasi lahan. Tanaman ini

sebaiknya ditanam di sela-sela tanaman

utama untuk menjaga kesuburan

tanaman tersebug

Nitrosomonas sp. Dan Bakteri ini berperan mengubah

Nitrosococcus sp ammonia menjadi nitrit

Nitrobacter Bakteri ini sangat bermanfaat dalam

mengoksidasi nitrit menjadi nitrat dan

langsung bisa dimanfaatkan tanaman.

Sumber : mulyono, 2017

c. Mengembalikan Sifat Biologi Tanah

Bahan organik akan menambah energy yang diperlukan kehidupan

mikroorganisme tanah. tanah yang kaya akan bahan organik akan

memperbanyak jamur (fungi), bakteri dan mikroorganisme.

Mikroorganisme berfungsi untuk memperkecil bahan organik yang

dicampurkan sehingga luas permukaan bahan bertambah dan

mempercepat proses pengomposan.

d. Mempengaruhi Kondisi Social

Pengelohan limbah organik menjadi pupuk kompos akan

mengurangi sampah lingkungan. Selama ini masyarakat cenderung


22

hanya menadur ulang sampah anaorganik seperti kertas, kardus, botol

maupun plastik sementara sampah organik dibiarkan begitu saja.

Sampah organik dianggap kurang produktif dan tidak bisa

mneghasilkan nilai ekonomi. Dengan adanya kompos, sampah organik

dapat dimanfaatkan banyak pilihan untuk mengolah sampah organik.

Selain mengurangi sampah dan turut kontribusi dalam menjaga

kebersihan lingkungan, pembuatan kompos dapat menjadi sumber

ekonomi bagi masyarakat dengan modal pembuatan yang terjangkau

dan harga jual yang lebih tinggi serta permintaan pasar akan kompos

makin tinggi.

3. Perbedaan Kompos Organik Dan Anorganik

Berbedaan dengan pemupukan kimia atau anorganik, pemupukan

dengan pupuk organik seperti kompos yang difermentasikan dengan

mikroorganisme tidak ada istilah overdosis. Mikroorganisme pada kompos

bermanfaat untuk memperbaiki kemampuan tanah sebagai media bagi

tanaman. Perbendaan antara kompos organik dan anorganik menurut

Mulyono, (2017) sebagai berikut :

Tabel 2.2 Perbedaan Kompos Dengan Pupuk Anorganik

Kompos (pupuk Organik) Pupuk anorganik

Harga lebih murah, bahan bisa tanpa Harga lebih mahal, pembuatannya

biaya dengan membuat MOL dan dilakukan pada indrustri

kompos sendiri menengah dan besar serta

membutuhkan perizinan. Memiliki

resiko kelangkaan dan pemalsuan

pupuk
23

Unsur hara kompos lengkap, baik Unsur hara kurang lengkap

unsur makro maupun mikro. dibandingkan dengan kompos.

Jumlahnya relative lebih sedikit Semakin banyak komposisi unsur

dibandingkan dengan pupuk hara pupuk anorganik, semakin

anorganik. Penggunaanya tidak tinggi harganya

mungkin terjadi overdosis atau

penumpukan.

Kandungan bahan organik dan Pupuk anorganik tidak

mikroorganismenya mampu memperbaiki struktur tanah.

memperbaiki struktur tanah. Bahkan Bahkan contohnya lahan yang

mikroorganisme tetap bekerja saat sering diberi pupuk urea /

pupuk diaplikasikan di lahan anorganik lama-kelamaan akan

pertanian berubuh asam. Untuk

mengembalikan pH tanah menjadi

normal perlu perlakuan khusus.

Tanaman yang diberi kompos dapat Tanaman yang diberi pupuk

memperbaiki daya tahan terhadap anorganik kerap membuat

serangan penyakit. tanaman rentan terhadap penyakit

Residu kompos memliki efek positif. Residu pupuk anorganik

Selesai panen, sisa kompos berdampak negatif pada lahan

tertinggal tetap dapat memperbaiki dan merusak mikroorganisme

lahan pertanian. Pasalnya tanah. Pasalnya, pupuk anorganik

mikroorganisme tetap aktif lebih mudah menguap dan tidak

melakukan dekomposisi bahan memiliki kemampuan

organik memperbaiki kondisi lahan.


24

Penggunaan terhadap tenaman Penggunaan terhadap tanaman

memerlukan jumlah yang lebih besar sangat sedikit.

Sumber : (Mulyono, 2017)

4. Kelebihan Kompos

Kompos mempunyai berbagai kelebihan atau keuntungan bagi

kondisi tanah dan lingkungan, penggunaan kompos merupakan salah satu

solusi mengatasi kelangkaan pupuk anorganik di pasaran. Dengan

keberadaan kompos yang melibatkan mikroorganisme dapat meredam

gejolak kelangkaan pupuk anorganik atau kimia. Tidak hanya itu, kompos

juga menjawab supply and demand yang terkadang tidak berpihak pada

petani. Bagi petani, penggunaan kompos secara tidak langsung

menunjukan peduli lingkungan. Menumpuknya sampah kerap

menimbulkan masalah, tetapi kini sampah dapat dijadikan sumber

penghasilan melalui proses penguraian dengan melibatkan

mikroorganisme.

Harapannya, melalui pengolahan sampah dapat mengurangi beban

sampah dilingkungan. Penggunaan kompos dapat menjaga kesuburan

tanah dan recovery kondisi tanah dibandingkan dengan penggunaan

pupuk anorganik. Kompos memperbaiki strutur tanah dan memperkuat

daya ikat agregat (zat hara) tanah berpasir, memingkatkan daya tahan dan

daya serap air, memperbaiki drainase dan pori-pori dalam tanah,

menambah dan mengaktifkan unsur hara (Mulyono, 2017).


25

5. Kekurangan Kompos/Pupuk Anorganik

Efek negatif dari penggunaan pupuk anorganik yang ditimbulkan tidak

sebanding dengan tenaga yang dihemat. Pola berpikir bahwa penggunaan

pupuk anorganik agar lebih praktis harus dirubah karena akan berdampak

di masa depan. Akumulasi residu pupuk anorganik dalam tanah beresiko

membuat tanah menjadi kahat atau mengalami penurunan kualitas tanah

karena kekurangan unsur hara. Tanah yang diberi pupuk kimia secara

terus menerus akan menjadi keras dan merusak lingkungan bagi

mikroorganisme tanah. Kesulitan lainnya, tanah menjadi sukar untuk diolah

apabila ditanami justru pertumbuhan tanaman menjadi terhambat

(Mulyono, 2017).

6. Syarat Kompos

Kompos yang baik terhadap kualitas tanah dan tumbuhan harus yang

memenuhi persyaratan kompos yang menyatakan bahwa kompos sudah

siap digunakan menurut SNI 19-7030-2004 sebagai berikut:

a. Kematangan Kompos

Kematangan kompos dinyatakan dengan nilai C/N ratio dalam

kompos sebesar (10-20). C/N ratio merupakan perbandingan antara

kadar karbon terhadap nitrogen. Selain nilai C/N ratio kompos

kematangan dipengaruhi oleh suhu yang harus sesuai dengan suhu

air tanah. Suhu yang ada di dalam air tanah dapat diserap oleh akar-

kar tumbuhan dan suasana aerob dan suhu tidak lebih dari 30 °C.

warna kompos yang sudah matang berwarna kehitaman dan tekstur

seperti tanah dengan berbau tanah tidak berbau busuk.

b. Tidak Mengandung Bahan Asing


26

Dalam kompos tidak adanya semua bahan pengotor organik atau

anorganik seperti logam, gelas, plastik dan karpet serta tidak adanya

bahan pencemar lingkungan seperti senyawa logam berat, B3 dan

kimia organik seperti pestisida.

c. Unsur Mikro Nilai-Nilai Yang Dikeluarkan

Unsur mikro nilai-nilai yang dikeluarkan kompos berdasarkan

konsentrasi unsur-unsur mikro yang penting untuk pertumbuhan

tanaman (khususnya Cu, Mo, Zn). Logam berat yang dapat

membahayakan manusia dan lingkungan tergantung pada konsentrasi

maksimum yang diperbolehkan dalam tanah.

d. Organisme Patogen

Organisme pathogen yang dimaksud adalah organisme pathogen

tidak melampaui batas seperti Fecal Coli 1000 MPN/gr total solid

dalam keadaan kering dan Salmonella sp. 3 MPN / 4 gr total solid

dalam keadaan kering. Hal tersebut untuk mencegah terjadinya

kandungan mikroorganisme pathogen dapat dicapai dengan menjaga

kondisi operasi pengomposan pada temperatur 55 °C.

e. Pencemar Organik

Kompos yang dibuat tidak mengandung bahan aktif pestisida yang

dilarang sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor

434.1/KPTS/TP.270/7/2001 tentang syarat dan tata pendaftaran

pestisida pada pasal 6 mengenai jenis-jenis pestisida yang

mengandung bahan aktif yang telah dilarang.


27

7. Karakteristik Kompos

Kompos mempunyai karakteristik tertentu yang sudah ditetapkan

menurut Standar Nasional Indonesia 19-7030-2004 sebagai berikut :

a. Bahan organik, merupakan kandungan bahan organik kompos minimal

27%.

b. Kadar air, kadar air yang diperbolehkan dalam kompos maksimal 50%.

c. Parameter sebagai indikator nilai agronomis, parameter sebagai

indikator nilai agronomis kompos sperti pH dari kompos harus netral,

konsentrasi N, P2O5 dan K2O, konsentrasi unsur-unsur humus utama

dalam kompos N, P2O5 dan K2Odari masing-masing tipe kompos

tergantung dari penggunaan.

kemampuan pengikat air, kemampuan kompos dalam mengikat air

untuk menetapkan dalam mengevaluasi kualitas kompos.

8. Faktor Yang Mempercepat Pengomposan

Sampah yang berserakan dikebun maupun hutan mempunyai

tingkat kecepatan pelapukan yang berbeda-beda. Ranting pohon dan daun

yang berukuran kecil lebih lapuk dibandingkan dengan kayu yang besar.

Proses pelapukan di alam sangat lambat. Beberapa faktor yang

mempengaruhi tingkat kecepatan pengomposan menurut Soeryoko, 2011

anatara lain:

a. Bahan Kompos Yang Digunakan

Bahan yang berasal dari tanaman berkayu keras sangat sulit

hancur. Oleh karena itu, bahan kompos yang berasal dari kayu yang

keras, tidak disarankan untuk digunakan dalam pengomposan. Bila

kayu keras terpaksa digunakan maka kayu tersebut harus dihancurkan


28

menjadi serbuk. Sebagai contoh, kayu digergaji kemudian serbuknya

dijadikan bahan kompos.

b. Besar Kecilnya Bahan

Semakin kecil bahan yang digunakan untuk kompos, maka semakin

cepat pula bahan tersebut hancur menjadi kompos. Oleh karena itu,

bahan kompos yang terlalu besar harus dicacah atau dihancurkan

terlebih dahulu. Bahan yang tidak dicacah membutuhkan waktu

berbulan-bulan untuk hancur menjadu kompos.

c. Jumlah Obat Pengurai Kompos

Jumlah obat pengurai kompos sangat berpengaruh pada tingkat

kecepatan pengomposan. Semakin banyak mikroba pengurai kompos

semakin cepat bahan kompos hancur. Menambah obat pengurai

kompos cukup dilakukan dengan menambah tingkat kepekatannya.

Dengan demikian pengurai menjadi lebih banyak.

d. Aerasi

Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup

oksigen (aerob). aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi

peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara

yang lebih dingun masuk ke dalam tumpukan kompos. aerasi

ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan (kelembaban).

apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang

menghasilkan bau yang tidak sedap. aerasi dapat ditingkatkan dengan

melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan

kompos (Sudiana, 2005).


29

e. Porositas

Porositas adalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan

kompos, kompos dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi

dengan volume totak. rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara.

udara akan mensuplai oksigen untuk proses pengomposan. apabila

rongga dijenuhi oleh air, maka pemasokan oksigen akan berkurang

dan proses pengomposan juga akan terganggu (Sudiana, 2005).

9. Karakteristik Fisik Kompos Sampah Organik

a. suhu

Pengomposan akan berjalan dengan baik bila pada suhu ideal,

salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan panas

ideal adalah dengan menimbun bahan sampai pada ketinggian

tertentu (sekitar 1,53-2m), jika penimbunan terlalu pendek atau redah

maka akan menyababkan panas mudah menguap. sebaliknya,

timbunan bahan terlalu tinggi justru akan emmbuat suhu menjadi

semakin tinggi dan udara di dasar timbunan menjadi berkurang.

kondisi kekurangan udara tersebut cenderung akan memacu

pertumbuhan bakteri anarob (Suwahyono, 2014).

b. pH

Tingkat keasaman (pH) merupakan parameter yang perlu untuk

diperhatikan karena pada awal proses pengomposan akan terjadi

penurunan pH sebagai akibat penguraian bahan organik menjjadi

asam-asam organik. setelah itu pH terus naik menjadi netral sampai

cenderung basa. kalua pH suatu produk kompos asam berarti kompos

tersebut ada kecenderungan belum matang dan berbahaya bagi


30

tanaman, terutama untuk pembibitan tanaman. Standar pH menurut

Standar Nasional Indonesia Nomor 19-7030-2004 adalah 6.8-7.4

memberikan nilai pH yang cukup baik (Sahwan dkk, 2011).

c. Volume akhir kompos

Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-

bahan mentah dicampur. proses pengomposan secara sederhana

dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap aktif dan tahap

pematangan. selama tahap-tahap awal proses oksigen dan senyawa-

senyawa yang mudah terdegradasi akan dimanfaatkan oleh mikroba

mesofilik. pada saat ini terjadi proses dekomposisi/penguraian bahan

organik yang sangat aktif pada suhu tinggi. mikroba-mikroba di dalam

kompos menggunakan oksigen akan meguraikan bahan organik

menjadi CO2, uap air dan panas. setelah sebagian terurai, maka suh

akan berangsur mengalami penuruanan. pada saat ini terjadi

pematangan kompos tingkat lanjut yaitu pembentukan komplek liat

humus. selama peroses pengomposan akan terjadi penyusutan

volume maupun biomasa bahan. pengurangan ini dapat mencapai

30%-40% volume/bobot awal bahan.

d. Warna, Bau dan Tekstur

Parameter lain yang dapat digunakan untuk pemilaian kematangan

adalah tingakt kehancuran atau tekstur kompos, warna dan bau dari

produk kompos yang dihasilkan. semua peroduk kompos yang

dihasilkan sudah terdekomposisi sempurna, sehingga bentuknya

sudah hancur dan halus, warna coklat kehitaman dan berbau seperti
31

tanah. kondisi tersebut menggambarkan kematangan kompos

(Sahwan, 2011).

C. Bioaktivator

Berdasarkan kegunaannya, mikroorganisme dibedakan menjadi dua yaitu

mikroorganisme menguntungkan (baik) dan mikroorganisme merugikan

(jahat). Proses pembuatan kompos hanya menggunakan mirkoorganisme

yang menguntungkan. Mikroba inokulan merupakan mikroba yang sengaja

diinokulasikan ke dalam bahan atau sampah, sehingga terjadi fermentasi.

Sebenarnya di alam juga telah tersedia berbagai jenis mikroba yang sering

disebut juga sebagai MOL (mikroorganisme lokal) yang dapat memfermentasi

sampah. Namun, dalam pengeolahan sampah dianjurkan untuk

menggunakan inokulan (mikroba khusus). Terdapat kelompok mikroba yaitu

bakteri yang mampu mengikat gas N2 dari udara bebas dan mengubahnya

menjadi ammonia sehingga ketersedian nitrogen dalam tanah tetap terjaga

kesuburannya (Mulyono, 2017).

1. Fungsi Bioaktivator

Bioaktivator (mikroba kompos) sering digunakan untuk proses

dekomposisi bahan organik, memiliki beberapa fungsi menurut Nisa & Dkk,

2016 diantaranya:

a. Membantu Menyuburkan Tanah

Fungsi bioaktivator sama seperti penggunaan kompos, bioaktivator

memiliki fungsi sebagai penyubur tanah dan sumber nutrisi bagi

tambahan bagi tumbuhan.


32

b. Mempercepat Proses Pengomposan

Fungsi lain dari bioaktivator yaitu dapat mempercepat proses

penguraian tanaman atau bahan organik yang digunakan dalam

proses pembuatan kompos. Kandungan bakteri yang tinggi dalam

bioaktivator dapat digunakan sebagai pengganti dekomposter seperti

EM4 serta anada dapat berhemat dengan mengurangi biaya produksi.

Bioaktivator cukup di siram pada adonan bahan organik yang akan

diurai setelah dirasa cukup barulah bahan tersebut ditutup dan waktu

pengimposan yang berlangsung bisa sebulan dapat di persingkat

menjadi tiga minggu.

c. Mudah Diaplikasikan Untuk Pemupukan Tanaman Perumahan

Fungsi lain yang tidak kalah penting dari bioaktivator kompos yaitu

pada penggunaannya yang prkatis. Bentuknya yang cair bioaktivator

dapat ditempatan di wadah-wadah kecil sehingga penggunaanya lebih

praktis dan dapat diaplikapada penggunaannya yang prkatis.

Bentuknya yang cair bioaktivator dapat ditempatan di wadah-wadah

kecil sehingga penggunaanya lebih praktis dan dapat diaplikasikan

langsung pada tanaman yang ada di perkarangan rumah.

2. Keunggulan Bioaktivator

Beberapa penggunaan bioaktivator khusus ini memiliki keunggulan

sebagai berikut:

a. Proses fermentasi berjalan lebih cepat

b. Kualitas hasil fermentasi lebih baik untuk tujuan membuat bahan

pakan maka kandungan protein dan energinya tentu harus lebih bak.
33

Inokulan khusus ini mampu mengikatkan kandungan N, P, K atau C-

organik secara nyata.

c. Mampu menekan kandungan senyawa-senyawa beracun pada bahan

sampah. Proses ini hanya bisa dilakukan oleh inokulan tertentu seperti

aspergillus riger yang mampu menekan kadar theobromine pada

limbah kakao atau menekan kadar tannin pada kulit kopi dan dedak

shargum.

d. Mampu memproduksi hormon pertumbuhan seperti auksin yang

dihasilkan oleh ruminoccoccus atau rhizobium.

3. Kandungan Bioaktivator Ragi

Berdasarkan pengalaman (Guntoro, 2013) inokulan yang cukup

baik untuk fermentasi pada sampah organik di anataranya Trichoderma

viride, Sacharomyces cerviciae, Aspergillus riger dan Rhizophus sp (ragi

tempe). Selain itu, bisa juga menggunakan probiotik seperti Bio-gas atau

probiotik lainnya.

4. Kandungan mikroorganisme ragi tape

Mikroorganisme yang terdapat dalam ragi tape adalah khamir

Saccharomyces cereviciae, kapang Amylomyces rouxii, Mucor sp,

Rhizopus sp, khamir Sac-charomycopsis fibuligera, Saccharomy- copsis

malanga, Pichia burtonii, Can-dida utilis, bakteri Pediococcus sp dan

Bacillus sp (Zuanah dkk, 2010).

5. Kandungan mikroorganisme ragi tempe

Sedangkan mikroorganisme yang terdapat dalam ragi tempe

adalah Rhizopus sp yang jenisnya adalah Rhizopus oligosporus, Rhizopus


34

oryzae, Rhizopus stolonifer (kapang roti) atau Rhizopus arrhizus (Zuanah

dkk, 2010).

6. Kandungan Mikroorganisme Ragi Roti

Mikrooeganisme yang terdapat dalam ragi roti adalah Saccharomyces

cerevisiae mikroba ini dimanfaatkan dalam ragi roti, tape (Amaliyah, 2017).

D. Kematangan Kompos

1. Kompos Yang Sudah Matang

Stabilitas dan kematangan kompos merujuk pada konidisi kompos

yang sudah tidak lagi mengalami dekomposisi dan hara tanaman secara

perlahan dikeluarkan ke dalam tanah. kematangan adalah tingkat

kesempurnaan proses pengomposan. Kompos yang telah matang, bahan

organik mentah telah didekomposisi mempentuk produk yang stabil. Untuk

mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji

laboratorium atau untuk pengamatan sederhatan di lapangan dapat

dilakukan secara karakteristik fisik menurut Nisa, 2016 diantaranya:

a. Dicium/dibaui

Kompos yang sudah matangberbau seperti tanah dan harum,

meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau tidak

sedap berarti terjadi fermentasi anaerobic dan menghasilkan senyawa-

senaywa barbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Apabila

kompos masih berbau seprti bahan mentahnya berarti kompos belum

matang.
35

b. Warna Kompos

Warna kompos yang sduah matang adalah coklat kehitaman-

hitaman, apabila kompos masih berawarna hijau atau warnaya mirip

dengan bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang.

c. Penyusutan

Terjadinya penyusutan volume/bobot seiring dengan kematangan

kompos. Besarna penyusutan tergantung pada karakteristik bahan

mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar anatar

20-40%. Apabila penyusutan masih kecil/sedikit, kemungkinan proses

pengomposan belum selesai dan kompos belum matang.

d. Tes Kantong Plastik

Contoh kompos diambil dari bagian dalam tumpukan, kompos

kemudian di masukan ke dalam kantong plastik, ditutup rapat dan

disimpan di dalam suhu ruangan selama kurang lebih satu minggu.

Apabila setelah satu minggu kompos berbentuk baik, tidka berbau atau

berbau tanah berbarti kompos telah matang.

e. Suhu Kompos

Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal

pengomposan. Suhu kompos yang masih tinggi diatas 50 °C, berarti

proses pengomposan masih berlangsung aktif.

f. Kandungan Air Kompos

Kandungan air dalam kompos yang sudah matang memiliki

kandungan kurang lebih 55-65%.


36

2. Tahap Proses Pengomposan

Menurut Sutanto (2002 dalam nisa, 2016:81) proses dekomposisi bahan

organik menjadi tiga tahap yaitu sebagai berikut:

a. Pra-pematangan (Tahap dekomposisi dan sanitasi)

Fase ini di tandai dengan kenaikan suhu timbunan kompos pada

temperatur >40 derajat celcius atau idealnya 60-70 °C. Suhu yang

tinggi akan memicu kinerja bakteri termofilik atau >70 °C aktivitas

mikroba akan terhambat. Kadua hal itu terjadi maka harus diambil

tindakan seperti mencampur bahan kompos atau membuat sirkulasi

udara yang lebih baik untuk mencegah kenaikan suhu yang

berlebihan. Penjangnya waktu yang diperlukan untuk tahap pra-

pematangan ditandai oleh beberapa hal, antaranya seperti komposisi

bahan berkenaan dengan homogenitas, ukuran partikel bahan dan

komposisi, kandungan air bahan yang akan dikomposkan, kondisi

sirkulasi udara dan pengaruh iklim.

Proses pengomposan pada tahap ini memerlukan waktu selama

empat sampai enam minggu. Pada tahap dekomposisi sering timbul

bau busuk dan rembesan air karena terjadi emisi udara. Pembalikan

kompos harus selalu dilakukan untuk menghindari penyebaran bau

busuk. Selama proses dekomposisi awal terjadi kehilangan masa

kompos sebesar 20-45% berat basah dan 50% berat volume.

b. Tahap pematangan (Tahap konversi)

Fase ini kompos yang sulit terdekomposisi pada tahap sebelumnya

dapat teruraikan. Tahap ini hanya membutuhkan sedikit pasokan

oksigen dari pada tahap sebelumnya. Kenianan suhu yang terjadi


37

dalam waktu singkat setelah memasuki tahap konversi akan

mengalami penurunan hingga 40-30 °C karena perbaikan proses

dekomposisi melalui campuran.

Kondisi cuaca sangat berpengaruh terhadap proses pengomposan,

hujan yang turun secara tidak terduga akan menggangu proses

dekomposisi karena tahap ini bahan komos kemungkinan menyerap air

yang cukup banyak. Curah hujan juag dikhawatirkan tidak diuapkan

sehingga menimbulkan genangan, maka timbunan kompos harus diberi

atap pelindung. Wilayah dengan terik matahari yang kuat, atap

diperlukan juga untuk menghindari evaporasi yang berlebihan.

c. Pasca Pematangan (Tahap sintetik)

Selama fase pasca pematangan terbentuk lempeng humus. Hal ini

berarti makin matang kompos maka kandungan hara kompos yang

tersedia untuk tanaman turun dan dikarakteristikan dengan perbaikan

sifat fisik tanah. pasca pematangan dicirkan suhu yang lebih rendah dari

pada tahap dekomposisi utama. Setelah kenaikan suhu yang terjadi

dalam waktu singat pada proses konversi, suhu turun dan akhirnya

mencapai suhu udara ambien. Selama prses pendinginan, populasi

organisme dan cacing tanah membantu mencampur kompoenen

mineral dan organik.


38

E. Kerangka Teori

Sampah

Anorganik Organik B3

pengolahan
pengolahan

pengolahan
Reuse, pengomposan Pemusnahan (pembakan
Reduce, suhu tinggi)
Recycle

Kompos Bioaktivator
ragi

karakteristik
fisik kompos
Gambar 2.1: Kerangka Teori

(Suwahyono, 2014: Basriyanta, 2011: SNI kualitas kompos, 2004)


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

1. Paragdima penelitian

Sampah oleh sebagian orang dianggap kotor dan menjijikan, tidak ada

manfaatnya. Namun, sebagian orang mempunyai pandangan yang

berbeda bahwa sampah itu sebagai “emas” yang banyak mendatangkan

manfaat dan keuntungan. Sampah bisa jadikan manfaat apabila dilakukan

pemilahan antara sampah organik dan sampah anorganik (Sofian, 2008).

Permasalahan yang diakibatkan oleh sampah dapat menyebabkan

kerusakan estetika menjadi bau, tempat berkembang biaknya vektor

penyakit dan binatang pengganggu, mencemari lingkungan (tanah, sumber

air, udara) dan penyebabkan sumbernya penyakit seperti penyakit perut,

pes, tifus perut, leptospirosis yang disebabkan oleh lalat dan tikus (Suyono

& Budiman, 2014).

Salah satu cara pengolahan sampah organik yang ramah lingkungan

adalah kompos. Pengomposan merupakan suatu metode untuk

mengkonvensikan bahan-bahan organik menjadi lebih sederhana dengan

menggunakan aktivitas mikroba (aktivator) (Soeryoko, 2010). Mikroba yang

diinokulasikan ke dalam sampah akan mempercepat fermentasi.

Mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi adalah kapang, khamir dan

bakteri yaitu Rhizopus, Aspergillus, Mucor, Endomycopsis,

Sacchharomyces, Hansenula anomala, Lactobacillus, Actobacter dan

sebagainya (Royaeni, 2014).


40

Adapun kerangka konsep penelitian dapat digunakan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

karakteristik fisik kompos


Pengomposan sampah oleh sampah organik (warna, bau,
tiga jenis bioaktivator ragi tekstur, volume, suhu dan pH)
tape, tempe dan roti

Gambar 3.1: Kerangka Konsep Penelitian

2. Rancangan penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah Rancangan secara acak

dengan tes akhir dan kelompok kontrol (The Randomized Postests Only

Control Group Desain) karena kelompok eksperimen dan kontrol telah

dirandom sehingga keduanya bisa dianggap setara sebelum perlakuan.

Kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan penambahan dosis

yaitu 17 gr untuk ketiga jenis bioaktivator ragi tape, tempe dan roti

sedangkan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan sama sekali,

kemudian dilakukan pengukuran variabel pada kelompok perlakuan dan

kontrol yaitu terhadap karakteristik fisik (warna, bau, volume, tekstur, suhu

dan pH) kompos sampah organik.

Pada desain ini peneliti dapat mengukur pengaruh perlakuan pada

kelompok eksperimen dengan cara membandingkan kelompok tersebut

dengan kontrol, tetapi peneliti tidak dapat menentukan sejauh mana atau

seberapa besar perubahan itu terjadi, sebab pretest tidak dilakukan untuk

data awal (Riyanto, 2011). Adapun skema penelitian saya sebagai berikut:
41

K1 O1

K2 O2

K3 O3

Ko O0

Gambar 3.2: skema posttest only group design

Keterangan:

R: Sampel dipilih secara acak

K1: Kelompok eksperimen 1 (ragi tape)

K2: Kelompok eksperimen 2 (ragi tempe)

K3: Kelompok eksperimen 3 (ragi roti)

K0: Kelompok kontrol (tanpa perlakuan)

O1: Hasil observasi yang dilakukan kelompok eksperimen 1

O2: Hasil observasi yang dilakukan kelompok eksperimen 2

O3: Hasil observasi yang dilakukan kelompok eksperimen 3

O0: Hasil observasi yang dilakukan kelompok eksperimen 4


42

3. Hipotesis penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Hipotesis alternative (Ha)

Ada pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi terhadap karakteristik fisik

kompos sampah organik yang ada di Rumah Sakit Cahya Kawaluyan.

b. Hipotesis nol (Ho)

Tidak ada pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi terhadap

karakteristik fisik kompos sampah organik di Rumah Sakit Cahya

Kawaluyan.

4. Variabel penelitian

a. Variabel bebas (independen)

Variabel bebas (independen) adalah variabel penyebab terhadap

variabel terikat, dalam penelitian ini variabel bebas adalah tiga jenis

bioaktivator ragi (tape, tempe dan roti) dalam dosis perlakuan 17 gram.

b. Variabel terikat (dependen)

Variabel terikat (dependen) adalah variabel yang akan

mendapatlan akibat dari variabel independen, yang termasuk variabel

terikat adalah karakteristik fisik (warna, bau, volume, tekstur, suhu dan

pH) kompos sampah organik selama 1,7,14,21,28 hari (Soeryoko,

2010).
43

5. Definisi operasional

Tabel 3.1 Definisi Oerasional

No Variabel Definisi Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Konseptual Operasional Ukur
1 Pengomposa Berbagai Pemberian tiga Pengamata Indra 1. bioaktivator Nominal
n sampah mikroorganisme jenis bioaktivator n melihat ragi tape
organik oleh dalam sebuah ragi (tape, tempe langsung/o (mata) 2. bioaktivator
tiga jenis medium dan roti) selama bservasi ragi tempe
bioaktivator proses 3. bioaktivator
ragi (tape, pengomposan ragi roti
tempe dan kompos sampah
roti) orgnaik

2 Perbedaan Suhu kompos Pengukuran Pengukura Termomet Derajat celcius Interval


karakteritik terjadi kenaikan suhu kompos n er kompos
fisik kompos dan penurunan dilakukan setiap sampah
sampah saat proses 1,7,14,21,28 organik
organik fermentasi hari berkisaran disetiap
terhadap maksimal 600C penguruan
suhu
3 Perbedaan Kapasitas Terjadinya Pengukura Penggaris Centi meter Rasio
karakteristik perhitungan proses n volume akhir
fisik kompos seberapa banyak dekomposisi kompos
sampah kompos yang bisa sampah sampah
organik di tempati dalam terhadap volume organik
terhadap suatu komposter kompos 30%-
volume akhir 40%
4 Perbedaan Ukuran pH kompos Pengukura pH meter Derajat Nominal
karakteritik konsentrasi ion sampah organik n (lakmus) keasaman
fisik kompos hydrogen dari yang memenuhi kompos
sampah larutan pada syarat SNI 19- sampah
organik kompos 7030-2004 yaitu organik
terhadap pH 6.80-7.49
5 Perbedaan Berat kompos Berat kompos Penimbang Timbanga Berat akhir Ratio
karakteristik sampah organik dari hasil an n analitik (Kg) kompos
fisik kompos dari hasil fermentasi atau sampah
sampah fermentasi dekomposisi organik
organik bioaktivator ragi
terhadap
berat akhir
kompos
6 Perbedaan Penilian Uji dengan Lembar Jumlah Nominal
bentuk fisik dilakukan menggunak observasi kebarhasilan
kompos secara sensorik an indra kematangan
untuk melihat (visual) kompos dari 1
44

sampah mutu kompos sampai 3 tanda


organik sampah organik keberhasilan
meliputi warna, kompos
bau dan tekstur
7 Waktu Hitungan detik Lama waktu Pengamata Hari Lama waktu Ratio
pengomposa dalam proses yang diberikan n dalam dalam satuan
n sampah fermentasi bioaktivator ragi kalender hari
organik sampah organik untuk fermentasi
oleh sampah organik
mikroorganisme

B. Populasi dan sampel penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah sampah organik basah dan kering

yang dihasilkan di instalasi gizi dan halaman Rumah Sakit Cahya Kwaluyan

setiap hari tidak menentu akan berubah-rubah terus.

2. Sampel

Sampel penelitian ini adalah 7% sampah organik basah yang berasal

dari kegiatan di Rumah Sakit Cahya Kawaluyan, Padalarang dengan

kriteria inklusi yaitu sampah organik yang berasal dari limbah sayuran,

buah-buahan dan sampah tanam-tanaman. Besar sampel yang ditetapkan

pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Zuanah, 2010)

menyebutkan bahwa jumlah sampel penelitian eksperiman berjumlah 2 Kg

sampel sampah organik per unit eksperimen sesuai dengan volume

polybag 45 cm x 30 cm.

Rancangan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rancangan acak lengkap (RAL). Banyaknya perlakuan (t) adalah 3 (tiga)

jenis bioaktivator ragi tape, tempe dan roti pada setiap pengulangganya.

banyaknya pengulangan (r), ditentukan dengan menggunakan rumus

Gomez sebagai berikut:


45

t(r–1)≥6

3 ( r – 1) ≥ 6

3r – 3 ≥ 6

3r ≥ 9

r≥3

keterangan:

t: banyaknya perlakuan

r: banyaknya pengulanagan

Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan yaitu sampah organik

dengan penambahan tiga jenis bioaktivator ragi (tape, tempe dan roti)

dengan masing-masing kelompok diberikan dosis 17 gram bioaktivator ragi

beserta kontrol tidak menggunakan bioaktivator/bioaktivator. Jumlah unit

eksperiman yaitu 3 unit eksperimen dan 1 unit kontrol, dengan demikian

jumlah keseluruhan 12 komposter dengan masing-masing sampah organik

2 kg yaitu 7% dari jumlah timbunan sampah/hari di instalasi gizi(20,125

kg/hari). sehingga jumlah sampel sampah organik yang diperlukan adalah:

= (3 perlakuan x 3 pengulangan) x (2 kg) + (1 kontrol x 3 pengulangan) x (2

kg)

= (9 x 2) + (3 x2) kg

=18 + 6

= 24 kg sampah organik
46

C. Pengumpulan data

1. Teknik pengumpulan data

1) Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang

diperoleh dari hasil pengamatan langsung dan hasil analisa dengan

pengukuran secara fisik mengenai pengomposan kompos setelah

diberikan perlakuan.

2) Sampah organik yang tersedia di TPS Rumah Sakit Cahya Kawaluyan

merupakan bahan baku yang akan dijadikan sampel penelitian untuk

digunakan kompos, sampah organik tersebut terdiri dari sampah

sayuran, buah-buahan dan daun-daun dari halaman.

3) Alat penelitian yang digunakan adalah komposter terbuat dari box

plastik (tempat sampah bekas) dengan volume 45 cm x 30 cm x 22 cm

yang sudah dimodifikasi secara khusus.

4) Dosis bioaktivator ragi yaitu 17 gram, penentuan dosis bioaktovator

berasal dari hasil bentuk fisik kompos yang memenuhi syarat

berdasarkan warna, tekstur dan bau

5) proses pelaksanaan intervensi (pengukuran sampel):

1) dilakukan saat pengukurun karakteritik fisik kompos (suhu, volume,

warna, tektur dan bau) selama proses pengomposan sampah

organik

2) waktu pengukuran setiap 7 hari

2. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah :

a. Alat tulis dan lembar pengamatan, digunakan untuk mencatat hasil

observasi dan pengukuran.


47

b. Timbangan, digunakan untuk menimbang berat dosis bioaktivator ragi

dan sampah organik.

c. Gelas ukur, untuk mengukur volume air untuk pengenceran bioaktivator

ragi

d. pH meter, digunakan untuk pengukuran pH pada kompos.

e. Kamera digital, digunakan untuk mendokumentasikan penelitian.

f. Penggaris, digunakan untuk mengukur volume penyusutan sampah.

3. Uji validitas dan realibilitas instrument penelituan

Uji Validitas dan reabilitas instrument penelitian dengan mengkalibrasi

instrumen sebelum digunakan dalam pengukuran.

D. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Prosedur Administrasi

a. Menentukan masalah penelitian

Dalam tahap ini masalah yang akan diteliti adalah penelitian

mengawali dengan mencari melalui berbagai kepustakaan dan berita

informasi aktual.

b. Mengajukan judul penelitian

Pengajuan judul penelitian Yaitu pengaruh pemberian tiga jenis

bioaktivator ragi terhadap karakteristik fisik kompos sampah organik

Ke LPPM Stikes Jenderal A. Yani.

c. Studi kepustakaan

Mencari teori-teori dan literatur yang berkaitan dengan judul

penelitian yang telah diajukan dari berbagai sumber pustaka seperti

buku-buku kesehatan, jurnal, dan internet.


48

d. Studi pendahuluan

Peneliti melakukan studi pendahuluan mengenai survei lokasi TPS

Rumah Sakit Cahya Kawaluyan Kota Baru Parahyangan yang akan

dijadikan tempat pengambilan sampel sampah organik

e. Penyusunan dan seminar proposal

f. Perbaikan proposal dan persiapan melakukan penelitian

g. Proses pengambilan data (suhu, volume, berat, pH dan bentuk fisik)

kompos sampah organik

h. Membuat dan menyusun laporan penelitian

i. Mempresentasikan hasil peneltian

j. Perbaikan hasil laporan penelitian

2. Prosedur Penelitian

a. Persiapan alat

Tabel 3.2 Persiapan alat

No Alat Jumlah

1 Pisau besar 3 buah

2 Komposter box plastik 7 buah

3 Timbangan 1 buah

4 Saringan 1 buah

5 Kertas indikator 1 buah

6 Spayrer 6 buah

7 Beaker glass 1 buah

8 Penggaris 1 buah
49

b. persiapan bahan penelitian

Tabel 3.3 Bahan Penelitian

No Bahan Jumlah

1 Sampah organik 28 Kg

2 Bioaktivator ragi tape 32 gram

3 Bioaktivator ragi tempe 32 gram

4 Bioaktivator ragi roti 32 gram

5 Gula Merah 204 gr

c. Cara membuat komposter dari bahan tempat sampah bekas

(Muharom, 2017):

1) Menyediakan box plastik bekas dengan kapasitas 5 L sebanyak 7

buah.

2) Melubangi bagian bawah dengan diameter sebagai saluran

pembuangan.

3) Setelah lubang dibuat sediakan bebatuan kerikil kecil untuk filtrasi

saluran pembuangan.

4) Siapkan kasa-kasa atau busa untuk mengalirkan atau

mengeringkan air dalam komposter.

d. Cara penyediaan sampel sampah domestik:

1) Mengumpulkan limbah padat domestik yang terdiri dari sampah

daun-daunan dan sisa sampah instalasi gizi

2) Mencacah sampah tersebut dengan secara manual dengan

menggunakan pisau.
50

3) Menimbang sampah organik dari hasil cacahan sebelum

memasukannya ke dalam komposter seberat 2 kg.

e. Membuat larutan ketiga jenis bioaktivator ragi 17 gram sebagai berikut

(Guntoro, 2013):

1) Larutkan masing-masing ketiga jenis ragi sebanyak 17 gram

dengan 500 ml air (ragi sebesar 0,5 %).

2) Tambahkan gula pasir sebanyak 34 gram ke dalam masing-masing

larutan ketiga jenis ragi (kebutuhan gula 1%).

3) Aduklah campuran ini lalu diamkan selama 2 – 24 jam untuk

memperoleh bioaktivator ragi cair.

4) Ketiga jenis bioaktivator ragi sudah siap disemprotkan ke sampah

organik yang siap dikomposkan dengan sprayer.

f. Pengujian pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi ditinjau pada proses

pengomposan terhadap karakteristik fisik kompos sampah organik.

Langkah-langkah pelaksanaan penelitian mengacu pada pedoman

(Nisa & Dkk, 2016) yaitu sebagai berikut:

1) Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.

2) Peneliti menggunakan alat pelindung diri, seperti sarung tangan

dan masker.

3) Masukkan sampah organik yang sudah dicacah ke dalam

komposter sebanyak 2 kg kedalam masing-masing box komposter.

4) Masukkan masing-masing bioaktivator ragi ke sampah organik

yang sudah masukan ke dalam komposter box plastik, aduk

perlahan hingga rata dengan cara di semprotkan.

5) Tutup keranjang tersebut


51

6) Amati karakteristik fisik kompos (warna, bau, volume, tekstur, suhu

dan pH) selama proses pengomposan terjadi, agar proses

pengomposan berjalan baik, letakkan komposter box plastik,

penyimpanan dapat dilakukan pada tempat yang terkena sinar

matahari. Hal ini akan membantu panas bahan kompos cepat naik.

7) Amati waktu proses pengomposan masing-masing kompos selama

7, 14, 21 dan 28 hari kompos dikatakan sudah matang apabila

warna, bau, suhu, volume dan pH serta teksturnya sudah

menyerupai tanah.

8) Masukkan kompos dalam mesin pengayakan agar kompos jadi

lebih halus dan ukurannya seragam.

g. Kegiatan yang dilakukan setelah proses pengomposan sampah

organik selesai adalah sebagai berikut:

1) Pengamatan karaktertistik fisik kompos sampah organik dengan

memperhatikan warna, bau, suhu, volume, pH dan tekstur kompos

2) Pengukuran pH menggunakan pH meter dengan cara sebagai

berikut:

a) Menimbang 10 gram sampel

b) Tambahkan 50 ml air mineral

c) Diamkan selama 24 jam dan kemudian dilakukan pengukuran

pH.

d) Sebelum dilakukan, pH meter dengan menggunakan kertas

indikator keasaman.

e) Membandingkan skala warna pada indicator kertas keasaman


52

3) Pengukuran suhu komposter dengan cara menanamkan

thermometer kedalam komposter.

4) Volume kompos dilakukan dengan mengukur ketinggian kompos

awal dengan ketinggian kompos akhir menggunakan pengagris.

E. Pengolahan dan analisis data

1. Pengolahan data

Setelah data terkumpul, agar analisis penelitian menghasilkan

informasi yang benar dapat dilakukan langkah-langkah dalam pengolahan

data yaitu:

a. Pengeditan (Editing) yaitu peneliti melakukan pengecekan kembali

terhadap hasil pengukuran parameter kompos.

b. Pemprosesan (Entry) yaitu peneliti memasukkan hasil pengukuran

parameter kompos untuk diolah menggunakan komputer.

c. Cleaning yaitu peneliti melakukan pengecekan kembali data yang

sudah ada untuk mengkoreksi kemungkinan adanya kesalahan atau

tidak.

2. Analisis data

Analisa univariat yang dilakukan untuk mendeskripsikan masing-

masing variabel yang diteliti berdasarkan urutan tengahnya (median,

modus dan mean) ukuran sebenarnya (nilai maksimum, nilai minimum,

standar deviasi, varian dan liner kuartil range). Pada penelitian ini analisis

tabel dengan melihat nilai rata-rata karakteristik fisik kampos sampah

organik.

Analisa rancangan percobaan acak lengkap (RAL) suatu uji atau

pengamatan khusus untuk membuktikan kondisi atau keadaan khusus


53

dari setiap karakteristik fisik kompos samoah organik. Kejadian

berpengaruh apabila (P<0.01)

analisa bivariat ini digunakan untuk melihat adanya pengaruh dari tiga

jenis bioaktivator ragi terhadap bentuk fisik kompos sampah organik,

dengan melihat nilai P value pada uji friedman test.

Hipotesis statistik :

Ho: tidak ada pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi terhadap

karakteristik fisik kompos sampah organik

Ha: ada pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi terhadap karakteritik fisik

kompos sampah organik

Jika P<α maka Ho ditolak , artinya ada pengaruh tiga jenis bioaktivator

ragi terhadap karakteristik fisik kompos sampah organik.

F. Etika penelitian

1. Confidentialy (kerahasiaan)

Peneliti merahasiakan semua informasi atau data yang ditunjukan

dengan hanya kelompok data tertentu yang akan diperoleh sebagai hasil

penelitian

2. Plagiat

Informasi, ide dan data penunjang yang mendasari penilitian harus

memberikan penghargaan selayaknya dengan mencantumkan atau

menyebutkan nama di setiap data/informasi.

G. Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di TPS Rumah Sakit Cahya Kawaluyan,

Padalarang. Kabupaten Bandung Barat, waktu pelaksanaan penelitian 30 hari

dimulai pada tanggal 1 Mei 2018 sampai 30 mei 2018.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pelaksanaan penelitian mengenai pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi terhadap

karakteristik fisik kompos sampah organik dilakukan di TPS Rumah Sakit Cahya

Kawaluyan – Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat. Data

yang diperoeh dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah kompos yang

memenuhi syarat berdasarkan karakteristik fisik kompos sampah organik yaitu warna,

bau, tekstur, suhu, volume akhir dan pH setelah pemberian tiga jenis bioaktivator ragi

dosis 17 garam selama 28 hari.

K1 merupakan kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan dengan

menggunakan bioaktivator ragi tape. K2 merupakan kelompok eksperimen yang

diberikan perlakuan dengan menggunakan bioaktivator ragi tempe. K3 merupakan

kelompok eksperimen yang diberikan perlakuan dengan menggunakan bioaktivator

ragi roti. K4 merupakan kelompok eksperimen sebagai kelompok kontrol yang tidak

diberikan perlakuan sama sekali. Kelompok eksperiman yang diberikan perlakuan

bioaktivator ragi masing-masing menggunakan dosis 17 gram bioaktivator ragi.

1. Pengaruh Suhu Kompos Sampah Organik.

Berdasarkan hasil pengukuran suhu kompos dengan menggunakan

termometer yang diukur pada selama proses pengomposan kompos sampah organik

berlangsung. Pengamatan dilakukan setiap 7 hari sekali selama penelitian


55

berlangsung, berikut ini merupakan hasil pengukuran suhu selama peneliitian dapat

dilihat pda tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Suhu Kompos Sampah Organik

Ket Ket KetKontr Ket


Pengulangan Waktu Tape Tempe Roti
o o o ol
ke- (hari) C C C o
C
1 37 34 32 25
7 38 30 30 26
1 14 30 DBN 27 DBN 27 DBN 25 DBN
21 27 26 25 25
28 25 24 25 25
Rata-rata 26.17 23.5 23.17 21
1 37 34 33 25
7 38 30 30 26
2 14 30 DBN 26 DBN 27 DBN 25 DBN
21 27 26 25 25
28 25 25 25 25
Rata-rata 26.17 23.5 23.33 21
1 37 33 32 25
7 37 29 30 25
3 14 30 DBN 27 DBN 27 DBN 25 DBN
21 27 25 25 25
28 25 24 25 25
Rata-rata 26.11 23.33 23.21 20.94
DBN : (Dalam Batas Normal) proses pengomposan maksimal 60 oC (Widarti dkk,

2015).

Pada tabel 4.1 menunjukan bahwa hasil pengukuran suhu selama proses

pengomposan kompos sampah organik di setiap pengulangannya. penelitian tersebut

dilakukan tiga kali ulangan setiap kelompok perlakuan, tiga kali ulangan tersebut

adalah dengan membuat tiga kali kompos setiap kelompok sampelnya. Hasil rata-rata

pengukuran suhu pengomposan sampah organik tertinggi adalah adalah dengan

menggunakan bioaktivator ragi tape 31.30 oC. rata-rata suhu kompos sampah organik

menggunakan bioaktivator ragi tempe 28 oC. rata-rata suhu kompos sampah organik
56

menggunakan bioaktivator ragi roti 27.87 oC. rata-rata suhu kompos sampah organik

tanpa diberikan perlakuan sama sekali atau kontrol adalah 25.13 oC.

Hasil Suhu Kompos Sampah Organik Pengulangan Ke 1


40
38
36
34
32
oC

30
28
26
24
22
20
hari 0 Hari 1 Hari 7 Hari 14 Hari 21 hari 28
Hari

tape tempe roti kontrol

Gambar 4.1 Hasil Pengukuran Suhu Kompos Sampah Organik Pengulangan


Ke 1

Hasil gambar 4.1 menyatakan grafik pengukuran suhu pengomposan sampah

organik pada pengulangan ke 1, grafik suhu tertinggi terlihat pada perlakuan

bioaktivator ragi tape dan grafik suhu terendah pada perlakuan kontrol atau tanpa

perlakuan. Perubahan suhu pengomposan sampah organik pada masing-masing

perlakuan masih dalam batas normal yaitu maksimal suhu proses pengomposn

kompos sampah organik adalah 60 oC (Sudiana, 2005)


57

Hasil Suhu kompos Sampah Organik Pengulangan Ke 2


40
38
36
34
32
oC

30
28
26
24
22
20
hari 0 hari 1 hari 7 hari 14 hari 21 hari 28
Hari

tape tempe roti kontrol

Gambar 4.2 Hasil Pengukuran Suhu Kompos Sampah Organik Pengulangan


Ke 2

Grafik dari gambar 4.2 jika membandingkan hasil pengukuran suhu kompos

sampah organik sama pada pengulangan ke 2 dengan hasil pengukuran suhu kompos

sampah oragnik pada pengulangan ke 1 terlihat sama. Grafik pengukuran suhu

kompos sampah organik tertinggi pada perlakuan bioaktivator ragi tape dan grafik

suhu terendah pada kontrol tanpa perlakuan. Suhu proses pengomosan kompos

sampah organik pada pengulangan ke 2 dari semua kelompok perlakuan masih dalam

batas normal yaitu maksimal suhu proses pengomposan sampah organi yaitu 60 oC

(Sudiana, 2005).
58

Hasil Suhu Kompos Sampah Organik Pengulangan Ke 3


38
36
34
32
30
oC

28
26
24
22
20
hari 0 hari 1 hari 7 hari 14 hari 21 hari 28
Hari

tape tempe roti kontrol

Gambar 4.3 Hasil Pengukuran Suhu Kompos Sampah Organok Pengulangan


Ke 3

Gambar 4.3 jika membandingkan hasil pengukuran suhu kompos sampah

organik pada pengulangan ke 3 dengan pengukuran suhu kompos pada pengulangan

ke 2 dan ke 1 terlihat sama. Grafik suhu kompos sampah organik tertinggi masih sama

yaitu pada perlakuan bioaktivator ragi tape dan suhu terendah pada kontrol atau tanpa

perlakuan. Semua suhu pada kelompok perlakuan kompos masih dalam batas normal

yaitu suhu maksimal kompos sampa organik adalah 60 oC (Sudiana, 2005).

Berdasarkan hasil pengukuran suhu selama proses pengomposan kompos

sampah organik terdapat perbedaan hasil suhu pada setiap kelompok perlakuan.

Suhu optimum selama proses pengomposan sampah organik yang telah diberikan

tiga jenis bioaktivator ragi terjadi pada hari ke 1 sampai ke 7. Pada hari tersebut

kompos telah terjadi proses kenaikan suhu atau thermofilik tetapi pada kontrol tidak
59

terjadi sama sekali perubahan atau kenaikan suhu. setelah pengomposan sampah

organik pada hari ke 14-21 terjadi menurunan suhu kompos menuju pada suhu awal.

Tabel 4.2 Rata-Rata Suhu Kompos Sampah Organik

Suhu oC kompos sampah organik berdasarkan berbagai jenis bioaktivator ragi


Perlakuan Mean N Std. Deviasi
Ragi Tape 26.113 3 0.09815
Ragi tempe 23.333 3 0.28868
Ragi roti 23.213 3 0.07506
Kontrol 20.943 3 0.09815
Total 23.400 12 1.91943

Berdasarkan tabel 4.2 terlihat hasil rata-rata suhu kompos sampah organik

setelah diberikan perlakuan bioaktivator ragi tape yaitu 26.113 oC. Rata-rata suhu

kompos sampah organik setelah diberikan perlakuan bioaktivator ragi tempe yaitu

23.333 oC. Rata-rata suhu kompos sampah organik setelah diberikan perlakuan

bioaktivator ragi roti yaitu 23.213oC. Rata-rata suhu kompos sampah organik yang

tidak diberikan perlakuan atau kontrol yaitu 20.943 oC.

Tabel 4.3 Uji Post Hoc Suhu Kompos Sampah Organik Antar Kelompok
Perlakuan

Perbedaan IK 95% Nilai P


Rerata Minimum Maksimum
Kontrol vs Tape -5.17 -5.479 -4.8603
Kontrol vs Tempe -2.39 -2.6997 -2.0803 0.000
Kontrol vs Roti -2.27 -2.5797 -1.9603

Secara Statistik, diperoleh bahwa jenis bioaktivator ragi berpengaruh sangat nyata

(P<0,01) terhadap suhu kompos sampah organik, hal ini dapat diperhatikan dari nilai

sig 0.00 (P<0,01).


60

Tabel 4.4 Uji Homogenitas Suhu Kompos Sampah Organik Terhadap


Bioaktivator Ragi

Jenis Bioaktivator N Subset


1 2 3
Tape 3 26.1133
Tempe 3 23.2133
Roti 3 23.3333
Kontrol 3 20.9433
Sig. 1.000 0.398 1.000

Dari uji (LSD) dan Uji Duncan terjadi penurunan terhadap hasil suhu kompos

sampah organik yang sangat nyata (P<0.01) dari perlakuan bioaktivator ragi tape,

tempa. roti hingga tanpa perlakuan/kontrol, hal ini dapat dilihat dari sig. pada uji LSD

yaitu 0.00 (P<0.01) dan subset pada uji Duncan dimana semua rata-rata terletak pada

sunset yang berbeda, dimana bioaktivator ragi tape merupakan yang paling

berpengaruh karena subset pertama yaitu 26,1133. Syarat proses pengomposan

sampah organik bahwa suhu kompos harus berbeda atau suhu menjadi naik/

thermofilik dan akan kembali suhu normal/mesofilik. Apabila suhu dalam proses

pengomposan tidak terjadi fase thermofilik maka proses pengomposan tidak berhasil.

2. Pengaruh Volume Akhir Kompos Sampah Organik

Hasil pengukuran volume akhir kompos sampah oragnik dari seluruh kelompok

perlakuan tiga jenis bioaktivator ragi dan kontrol dengan menggunakan penggaris.

Pengukuran volume akhir komposter dilakukan dengan mengukur ketinggian kompos

sampah organik di dalam komposter setiap 7 hari sekali, berikut hasil pengukuran

volume akhir kompos sampah organik setiap ulangannya yang dilaksanakan selama

28 hari dapat dilihat pada tabel 4.3


61

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Volume Akhir Kompos Sampah Organik

Pengulangan Waktu Tape Ket Tempe Ket Roti Ket Kontrol Ket
ke- (hari) (cm3) (cm3) (cm3) (cm3)
1 23100 25080 25740 27720
7 19140 21780 23100 26400
1 14 18150 20790 22440 26400
21 17952 20790 22440 26400
28 17952 20790 22440 26400
1 23100 24750 25080 27720
7 18480 21120 22110 26400
2 14 17820 20460 22110 26400
MS TMS TMS TMS
21 17688 20460 22110 26400
28 17688 20460 22110 26400
1 23100 25080 25080 28050
7 18480 21780 21780 26862
3 24 17820 21120 21780 26862
21 17820 21120 21780 26862
28 17820 21120 21780 26862
Rata-rata 19.074 21.780 22.792 26.809

Keterangan:

MS: Memenuhi syarat

Penurunan volume akhir kompos 30-40% (8910 – 11880 cm3) dari volume awal yaitu

29700 cm3

TMS: Tidak memenuhi syarat

Pada tabel 4.3 menunjukan bahwa hasil pengukuran volume akhir kompos

sampah organik. Rata-rata volume akhir kompos sampah organik dengan

menggunakan bioaktivator ragi tape adalah 19.074 cm3. Volume akhir kompos

sampah organik yang diberikan perlakuan bioaktivator ragi tape memenuhi syarat

karena volume akhir yang berkurang sebesar 10.626 cm3. Rata-rata volume akhir

kompos sampah organik dengan menggunakan bioaktivator ragi tempe adalah 21.780
62

cm3. Volume akhir kompos sampah organik yang diberikan perlakuan bioaktivator ragi

tempe tidak memenuhi syarat karena volume akhir yang berkurang sebesar 7.920

cm3. Rata-rata volume akhir kompos sampah organik dengan menggunakan

bioaktivator ragi roti adalah 22.792 cm3. Volume akhir kompos sampah organik yang

diberikan perlakuan bioaktivator ragi roti tidak memenuhi syarat karena volume akhir

yang berkurang sebesar 10.626 cm3. Rata-rata volume akhir kompos sampah organik

tanpa perlakuan atau kontrol adalah 26.809 cm3. Volume akhir kompos sampah

organik kontrol tidak memenuhi syarat karena volume akhir yang berkurang sebesar

2.891 cm3.

Volume Akhir Kompos Sampah Organik Pengulangan ke-


1
29000
27720
27000
26400 26400 26400 26400
25740
25000 25080
cm3

23000 23100 23100


22440 22440 22440
21780
21000 20790 20790 20790

19000 19140
18150 17952 17952
17000
hari 1 hari 7 hari 14 hari 21 hari 28

tape tempe roti kontrol

Gambar 4.4 Hasil Volume Akhir Kompos Pengulangan Ke 1

Hasil Grafik dari gambar 4.5 hasil volume akhir kompos sampah organik

pengulangan ke 1 terlihat grafik tertinggi selama 28 hari terdapat pada kontrol dengan
63

volume akhir kompos sampah organik yaitu 26.400 cm3. Grafik volume akhir kompos

sampah organik tertinggi kedua terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi roti dengan

volume akhir kompos sampah organik yaitu 22.440 cm3. Grafik volume akhir kompos

sampah organik tertinggi ketiga terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi tempe

dengan volume akhir kompos sampah organik yaitu 20.700 cm3. Grafik volume akhir

kompos sampah organik tendah terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi tape

dengan volume akhir kompos sampah organik yaitu 17.952 cm3.

Hasil Volume Akhir Kompos Sampah Organik Pengulangan Ke 2


29000

27000 27720
26400 26400 26400 26400
25000
25080
24750
M3

23000
23100
21000 22110 22110 22110 22110
21120
20460 20460 20460
19000

18480
17000 17820 17688 17688
hari 1 hari 7 hari 14 hari 21 hari 28
Hari

tape tempe roti kontrol

Gambar 4.5 Hasil Volume Akhir Kompos Sampah Organik Pengulangan


Ke 2

Hasil Grafik dari gambar 4.6 hasil volume akhir kompos sampah organik

pengulangan ke 2 terlihat grafik tertinggi selama 28 hari terdapat pada kontrol dengan

volume akhir kompos sampah organik yaitu 26.400 cm3. Grafik volume akhir kompos

sampah organik tertinggi kedua terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi roti dengan
64

volume akhir kompos sampah organik yaitu 22.110 cm3. Grafik volume akhir kompos

sampah organik tertinggi ketiga terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi tempe

dengan volume akhir kompos sampah organik yaitu 20.460 cm3. Grafik volume akhir

kompos sampah organik tendah terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi tape

dengan volume akhir kompos sampah organik yaitu 17.688 cm3.

Hasil Volume Akhir Kompos Sampah Organik Pengulangan Ke 3


29000
28050
27000 26862 26862 26862 26862

25000 25080
M3

23000 23100
21780 21780 21780 21780
21000 21120 21120 21120

19000
18480
17820 17820 17820
17000
Hari 1 Hari 7 Hari 14 Hari 21 Hari 28
Hari

Tape Tempe Roti kontrol

Gambar 4.6 Hasil Volume Akhir Kompos Sampah Organik Pengulangan


Ke 3

Hasil Grafik dari gambar 4.7 hasil volume akhir kompos sampah organik

pengulangan ke 3 terlihat grafik tertinggi selama 28 hari terdapat pada kontrol dengan

volume akhir kompos sampah organik yaitu 26.862 cm3. Grafik volume akhir kompos

sampah organik tertinggi kedua terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi roti dengan

volume akhir kompos sampah organik yaitu 21.780 cm3. Grafik volume akhir kompos

sampah organik tertinggi ketiga terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi tempe
65

dengan volume akhir kompos sampah organik yaitu 21.120 cm3. Grafik volume akhir

kompos sampah organik tendah terdapat pada perlakuan bioaktivator ragi tape

dengan volume akhir kompos sampah organik yaitu 17.820 cm3.

Berdasarkan hasil pengukuran volume akhir kompos sampah organik terdapat

perbedaan hasil volume akhir (cm3). Selama proses pengomposan kompos yang telah

diberikan tiga jenis bioaktivator ragi terjadi penyusutan volume kompos disebabkan

adanya proses dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif oleh

mikroorganisme yang terkandung dalam masing-masing bioaktivator ragi.

Tabel 4.6 Volume Akhir Kompos Sampah Organik

Volume akhir m3 kompos sampah organik berdasarkan berbagai jenis


bioaktivator ragi
Perlakuan Mean N Std. Deviasi
Ragi Tape 17820 3 132.000
Ragi tempe 20790 3 132.000
Ragi roti 22110 3 330.000
Kontrol 26554 3 266.736

Berdasarkan tabel 4.4 terlihat nilai rata-rata volume akhir kompos sampah

organik yang telah diberikan perlakuan bioaktivator ragi tape yaitu 17820 m3. Rata-

rata volume akhir kompos sampah organik yang telah diberikan perlakuan bioaktivator

ragi tempe yaitu 20790 m3. Rata-rata volume akhir kompos sampah organik yang telah

diberikan perlakuan bioaktivator ragi roti yaitu 20790 m3. Rata-rata volume akhir

kompos sampah organik yang tidak diberikan perlakuan atau kontrol yaitu 20790 m3.
66

Tabel 4.7 Uji Post Hoc Volume Akhir Kompos Sampah Organik Antar
Kelompok Perlakuan

Perbedaan IK 95% Nilai P


Rerata Minimum Maksimum
Kontrol vs Tape 8734.00 8212.91 9255.09
Kontrol vs Tempe 5764.00 5442.91 6285.09 0.000
Kontrol vs Roti 4444.00 3922.91 4965.09
Secara Statistik, terdapat pengaruh volume akhir kompos sampah organik

antara kelompok kontrol dengan tape, tempe dan roti karena P=0.000 dan IK 95%

tidak mencakup angka 0. Secara klinis, terdapat pengaruh volume akhir kompos

sampah organik antara kelompok kontrol dengan perlakuan bioaktivator ragi tape,

tempe dan roti kaena perbedaan rerata lebih kecil dari 29.700 m3.

Tabel 4.8 Uji Homogenitas Suhu Kompos Organik Terhadap Bioaktivator Ragi

Jenis Subset
Bioaktivator N
1 2 3
Tape 3 17820,00
Tempe 3 20790.00
Roti 3 22110.00
Kontrol 3 26554.00
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000

Dari uji (LSD) dan Uji Duncan terjadi penurunan terhadap hasil volume akhir

kompos sampah organik yang sangat nyata (P<0.01) dari perlakuan bioaktivator ragi

tape, tempa. roti hingga tanpa perlakuan/kontrol, hal ini dapat dilihat dari sig. pada uji

LSD yaitu 0.00 (P<0.01) dan subset pada uji Duncan dimana semua rata-rata terletak

pada sunset yang berbeda, dimana bioaktivator ragi tape merupakan yang paling

berpengaruh karena terdapat di subset pertama yaitu 17820,00.


67

3. Pengaruh pH Kompos Sampah Organik

Pengukuran pH kompos sampah organik dilakukan pada saat kompos telah

mencapai 28 hari dengan menggunakan kertas indikator lakmus. Hasil pengukuran

pH kompos sampah organik dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4.9 Hasil Pengukuran pH Kompos Sampah Organik

Pengulangan ke- Tape Ket Tempe Ket Roti Ket Kontrol Ket
1 7 MS 7 MS 6.5 TMS 5.5 TMS
2 7 MS 7 MS 6.5 TMS 5.5 TMS
3 7 MS 7 MS 6.5 TMS 5.5 TMS
Rata-rata 7 MS 7 MS 6.5 TMS 5.5 TMS
Keterangan:

MS: Memenuhi syarat dengan nillai pH kompos adalah 6.80-7.49 (SNI 19-7030-2004

tentang Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik.)

TMS: Tidak memenuhi syarat

Berdsasarkan tabel 4.5 data hasil pengukuran pH kompos sampah organik

pada perlakuan bioaktivator ragi tape disetiap pengulangannya telah memenuhi

syarat (MS) dengan nilai rata-rata pH sebesar 7. Pengukuran pH kompos sampah

organik pada perlakuan bioaktivator ragi tempe disetiap pengulangannya telah

memenuhi syarat (MS) dengan nilai rata-rata pH sebesar 7. Pengukuran pH kompos

sampah organik pada perlakuan bioaktivator ragi roti disetiap pengulangannya tidak

memenuhi syarat (TMS) dengan nilai rata-rata pH sebesar 6.5. Pengukuran pH

kompos sampah organik pada kontrol disetiap pengulangannya tidak memenuhi

syarat (MS) dengan nilai rata-rata pH sebesar 5.5.


68

Tabel 4.10 Hasil pH Kompos Sampah Organik Yang Memenuhi Syarat

Hasil Frekuensi Presentasi


Memenuhi syarat 6 50 %
Tidak memenuhi syarat 6 50 %
Total 12 100%
Tabel 4.6 menunjukan presentasi pH kompos sampah organik yang telah

memenuhi syarat sebesar 50% dari seluruh sampel perlakuan yaitu terdapat pada

kompos yang telah diberikan perlakuan bioaktivator ragi tape dan inculant ragi tempe.

Presentasi pH kompos sampah organik yang tidak memenuhi syarat sebesar 50%

dari seluruh sampel perlakuan yaitu terdapat pada kompos yang terlah diberikan

bioaktivator ragi roti dan kontrol.

4. Pengaruh Berat Akhir Kompos Sampah Organik

Hasil Penimbangan berat akhir kompos sampah organik disetiap pengulangannya

yang telah diberikan tiga jenis bioaktivator ragi selam 28 hari dapat dilihat pada tabel

4.7

Tabel 4.11 Hasil Penimbangan Berat Akhir Kompos Sampah Organik

Pengulangan Tape (kg) Tempe (kg) Roti (kg) Kontrol (kg)


1 1.55 1.70 1.70 1.80
2 1.50 1.50 1.70 1.80
3 1.55 1.60 1.60 1.85
Rata-rata 1.53 1.60 1.67 1.82

Berdasarkan tabel 4.7 didapatkan hasil rata-rata berat akhir kompos sampah

organik yang telah diberikan bioaktivator ragi tape sebesar 1.53 kg. Rata-rata berat

akhir kompos sampah organik yang telah diberikan bioaktivator ragi tempe sebesar

1.60 kg. Rata-rata berat akhir kompos sampah organik yang telah diberikan

bioaktivator ragi roti sebesar 1.67 kg. Rata-rata berat akhir kompos sampah organik

pada kontrol sebesar 1.82 kg.


69

Tabel 4.11 Rata-Rata Suhu Kompos Sampah Organik

Berat akhir (Kg) kompos sampah organik berdasarkan berbagai jenis bioaktivator
ragi
Perlakuan Mean N Std. Deviasi
Ragi Tape 1,5333.00 3 0.02887
Ragi tempe 1,6000.00 3 0.1000
Ragi roti 1,6667.00 3 0.05774
Kontrol 1,8167.00 3 0.02887
Total 1,6542.00 12 0.12147

Berdasarkan tabel 4.2 terlihat hasil rata-rata suhu kompos sampah organik

setelah diberikan perlakuan bioaktivator ragi tape yaitu 1,533 Kg. Rata-rata suhu

kompos sampah organik setelah diberikan perlakuan bioaktivator ragi tempe yaitu

1,600.00 Kg. Rata-rata suhu kompos sampah organik setelah diberikan perlakuan

bioaktivator ragi roti yaitu1,6667.00 Kg. Rata-rata suhu kompos sampah organik yang

tidak diberikan perlakuan atau kontrol yaitu 1,6542.00 Kg.

Tabel 4.12 Uji Post Hoc Berat Akhir Kompos Sampah Organik Antar
Kelompok Perlakuan

Perbedaan IK 95% Nilai P


Rerata Minimum Maksimum
Kontrol vs Tape 0.2833 0.1680 0.3986
Kontrol vs Tempe 0.2167 0.1014 0.3320 0.003
Kontrol vs Roti 0.1500 0.0347 0.2653

Secara Statistik, diperoleh bahwa jenis bioaktivator ragi berpengaruh sangat nyata

(P<0,01) terhadap suhu kompos sampah organik, hal ini dapat diperhatikan dari nilai

sig 0.003 (P<0,01).


70

Tabel 4.13 Uji Homogenitas Berat Akhir Kompos Sampah Organik Terhadap

Bioaktivator Ragi

Jenis Bioaktivator N Subset


1 2 3
Tape 3 1,5333
Tempe 3 1,6000 1,6000
Roti 3 1,6667
Kontrol 3 1,8167
Sig. 0,219 0,219 1,000

Dari uji (LSD) dan Uji Duncan terjadi penurunan terhadap hasil suhu kompos

sampah organik yang sangat nyata (P<0.01) dari perlakuan bioaktivator ragi tape,

tempa. roti hingga tanpa perlakuan/kontrol, hal ini dapat dilihat dari sig. pada uji LSD

yaitu 0.003 (P<0.01) dan subset pada uji Duncan dimana semua rata-rata terletak

pada sunset yang berbeda, dimana bioaktivator ragi tape dan tempe merupakan yang

paling berpengaruh karena subset pertama yaitu 1,5333 dan 1,6000.

5. Pengaruh Bentuk Fisik Kompos Sampah Organik

Hasil pemeriksaan bentuk fisik kompos sampah organik berdasarkan warna, bau

dan tekstur setelah diberikan perlakuan tiga jenis bioaktivator ragi dapat dilihat padat

tabel 4.8
71

Table 4.14 Hasil Pemeriksaan Bentuk Fisik Kompos Berdasarkan Warna, Bau
Dan Tekstur Kompos Sampah Organik

Pengulangan ke- Perlakuan Warna Bau tanah Tekstur


1 Kontrol - - -
Ragi tape √ √ √
Ragi tempe √ √ √
Ragi roti √ √ -
2 Kontrol - - -
Ragi tape √ √ √
Ragi tempe √ √ √
Ragi roti √ √ -
3 Kontrol - - -
Ragi tape √ √ √
Ragi tempe √ √ √
Ragi roti √ √ -
Keterangan : √ (memenuhi syarat perubahan)

- (tidak terjadi perubahan/tidak memenuhi syarat)

Berdasarkan hasil pengamatan bentuk fisik kompos sampah organik secara

sensorik yang telah diberikan tiga jenis bioaktivator ragi selama 28 hari terdapat

perbedaan bentuk fisik kompos sampah organik. Bentuk fisik kompos sampah organik

kontrol tidak memenuhi syarat disetiap pengualangannya, warna kompos, bau dan

tekstur kompos belum memenuhi syarat karena kompos masih dalam proses

penguraian. Bentuk fisik kompos perlakuan inculant ragi tape dan bioaktivator ragi

tempe memenuhi syarat terhadap karaktersitik fisik kompos, telah memiliki berbedaan

terhadap warna, bau dan tekstur kompos. Bentuk fisik kompos perlakuan bioaktivator

ragi roti tidak memenuhi syarat karena tekstur kompos masih utuh belum hancur tetapi

warna dan bau kompos memenuhi syarat. Selama proses pengomposan, kompos

yang diberikan tiga jenis bioaktivator memiliki warna yang khas yaitu kompos memiliki

warna putih di atas permukaan kompos, permukaan putih berasal dari jamur atau

kapang.
72

Tabel 4.15 Bentuk Fisik Kompos Sampah Organik Setelah Diberikan Tiga Jenis
Bioaktivator Ragi

Pengulangan ke- Kontrol Tape Tempe Roti


1 0 3 3 2
2 0 3 3 2
3 0 3 3 2
Rata-rata 0 3 3 2

Berdasarkan hasil tabel 4.9 dapat diketahui dari setiap pengulang pada kontrol

tidak terdapat perubahan sama sekali terhadap bentuk fisik warna kompos belum

mancapai warna kompos yaitu warna kompos coklat agak kekuningan, bau kompos

masih tercium bau asam dan tekstur kompos masih utuh belum hancur menyerupai

tanah. Bentuk fisik kompos setelah diberikan perlakuan bioaktivator ragi tape dan

tempe selama 28 hari telah memenuhi syarat karakteristik fisik kompos yaitu warna

sudah berubah menjadi coklat kehitaman, bau kompos sudah tercium mendekati bau

tanah dan tektur kompos sudah mulai hancur. Bentuk fisik kompos stelah diberikan

perlakuan bioaktivator ragi roti terdapat 1 karakteristik fisik yang tidak berubah yaitu

tekstur kompos belum sepenuhnya hancur, tekstur kompos masih kasar sedangkan

untuk warna dan bau sudah memenuhi syarat, karena warna kompos sudah

mendekati waran tanah yaitu coklat pekat dan bau sudah muali tercium bau tanah,

bau kompos perlakuan bioaktivator ragi sudah tidak tercium bau asam/ragi.
73

Hasil Uji Bentuk Fisik Pada Kompos Sampah Organik


3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
tape tempe roti kontrol

Gambar 4.7 Bentuk Fisik Kompos Sampah Organik Berdasarkan Pemberian


Tiga Jenis Bioaktivator Ragi

Grafik batang bentuk fisik yang diamati secara sensorik, kompos sampah

organik dapat terlihat tertinggi pada perlakuan bioaktivator ragi tape dan tempe serta

terendah pada kontrol. Rata-rata bentuk fisik kompos sampah organik pada kontrol

adalah 0 atau tidak ada sama sekali karakteristik fisik kompos sampah organik yang

memenuhi syarat. Rata-rata bentuk fisik kompos sampah organik perlakuan

bioaktivator ragi tape dan tempe adalah 3 yang memenuhi syarat. Rata-rata bentuk

fisik kompos sampah organik perlakuan bioaktivator ragi roti adalah 2 karakteristik fisik

yang memenuhi syarat.

Tabel 4.16 Hasil Uji Statistik Pada Bentuk Fisik Kompos Sampah Organik
Berdasarkan Jenis Bioaktivator Ragi

Perlakuan Mean rank N P Value


Bentuk fisik 1.00
3 0.001
Jenis 2.00
74

Karakteristik fiisk kompos sampah organik setelah diberikan tiga jenis

bioaktivator ragi selama 28 hari, didapatkan karakteristik fisik komops sampah organik

pada kontrol dari setiap pengulanganya tidak memenuhi syarat berdasarkan warna,

bau,tekstur kompos. Karakteristik fisik kompos sampah organik pada perlakuan

bioaktivator ragi tape dan tempe telah memenuhi syarat kompos berdasarkan

karakteritik fisik warna, bau dan tekstur kompos dan karakterisitik fisik kompos

sampah organik pelakuan bioaktivator ragi roti tidak memenuhi syarat, karena

didapatkan tekstur kompos masih belum hancur tetapi terhadap karakteristik fisik

waran dan bau sudah memenuhi syarat karakterisitik fisik kompos sampah organik.

Berdasarkan hasil uji friedman test didapatkan bahwa adanya pengaruh tiga

jenis bioaktivator ragi (tape, tempe dan roti) terhadap karakteritik fisik kompos sampah

organik. Hasil mean rank bentuk fisik kompos sampah organik yaitu 1.00. Mean rank

jenis bioaktivator ragi roti yaitu 2.00. Hasil uji friedman test didapatkan nilai p = 0.001

dan α (0,05), nilai P ≤ α yang menyatakan bahwa terdapatnya pengaruh tiga jenis

bioaktivator ragi (tape, tempe dan roti) terhadap bentuk fisk kompos sampah organik.

B. Pembahasan

Aktivator biasanya disebut dengan istilah bioaktivator yang merupakan bahan

bertentuk padat atau cair dan media pertumbuhan serta penyedia mikrroganisme

pengurai bahan organik. Proses pengomposan sampah organik dapat dipercepat

dengan bantuan bioaktivator rag. Fungsi bioaktivator ragi untuk memacu

pertumbuhan mikroba di dalam tumpukan bahan organik yang dikomposkan, dengan

demikian bahan-bahan tersebut harus mengandung nutrien yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan mikroba (Zuanah dkk, 2010).


75

1. Pengaruh Suhu Kompos Sampah Organik Setelah Pemberian Tiga Jenis Bioaktivator

ragi.

Suhu merupakan faktor terpenting dalam proses pengomposan. Berdasarkan hasil

pengukuran suhu selama pengomposan sampah organik berlangsung, pengamatan

dilakukan setiap 7 hari sekali. Perubahan suhu selama proses pengomposan sampah

organik menunjukan bahwa suhu pada hari ke 7 sampai hari ke 14 terjadi fase

thermofilik (suhu naik), Suhu yang tinggi akan memicu kinerja bakteri thermofilik dan

akan kembali ke suhu mesofilik, sedangkan kontrol tidak mengalami perubahan suhu.

Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba, ada hubungan langsung antara peningkatan

suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak

konsumsi oksigen dan semakin cepat pula proses dekomposisi. peningkatan suhu

dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. temperatur yang berkisar antara

30-60 oC menunjukan aktivitas pengomposan yang cepat. suhu yang lebih dari 60 oC

akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan

tetap bertahan hidup (Hadjar & Prima, 2006).

Pada penelitian ini suhu terendah berada pada awal pengomposan karena mikroba

yang ada belum menunjukan aktivitasnya juga terjadi pada akhir pengomopsan

karena mikroba sudah mengurai sebagian besar bahan organik. Suhu kompos

matang sama dengan suhu pada saat awal pengomposan, dari hasil penelitian

didapat suhu awal dan suhu akhir pengomposan sama atau mendekati sehingga

dapat disimpulkan bahwa kompos sudah matang secara fisik.


76

Masing-masing bioaktivator ragi memliki komposisi mikroorganisme pengurai yang

berbeda-beda, semakin banyak mikroorganisme pengurai bahan organik dalam suatu

bioaktivator akan semakin cepat waktu penguraian bahan organik. Proses

kematangan kompos sampah organik akan cepat karena mikroorganisme yang

bekerja untuk mengurai bahan organik banyak. Bioaktivator ragi tape memiliki

kandungan mikroorganisme yang beragam untuk mengurai bahan organik yang

komplek dibandingkan dengan bioaktivator ragi tempe dan roti. Pengamatan suhu

dilakukan untuk mengetahui perubahan aktivitas mikroorganisme karena suhu

merupakan salah satu indikator dalam mengurai bahan organik. Pengamatan

dilakukan pada pertengahan titik dari tumpukan kompos agar memastikan kestabilan

suhu kompos. Rentan suhu kompos sampah organik dari perlakuan tiga jenis

bioaktivator ragi dan kontrol pada masing-masing perlakuan yaitu 25.13 – 31,30 oC

(Widarti dkk, 2015).

Suhu yang tidak stabil serta tidak tercapainya fase termofilik dikarenakan

kurangnya aktivitas mikroba pengurai bahan organik. temperatur yang tinggi pada

proses higienisasi yaitu untuk membunuh bakteri pathogen dan bibit gulma, selain

untuk memacu pengomposan karena pada umumnya proses pengomposan

kombinasi suhu thermofilik dan mesofilik. Kurang tingginya suhu kompos disebabkan

karena jumlah limbah yang dikomposkan tidak cukup memberikan insulasi panas.

sejumlah energi dilepaskan dalam bentuk panas pada perombakan bahan organik

sehingga mengakibatkan naik turunnya tempertur. Peningkatan suhu adanya aktivitas

bakteri dalam mendekomposisi bahan organik. Kondisi mesofilik lebih efektif karena

aktivitas mkroorganisme didominasi protobakteri dan fungsi. Pembalikan yang


77

dilakukan dalam proses pengomposan mengakibatkan temperatur turun dan

kemudian naik lagi (Widarti dkk, 2015).

2. Pengaruh Volume Akhir Kompos Sampah Organik Setelah Pemberian Tiga Jenis

Bioaktivator ragi.

Jumlah kompos yang dihasilkan dari proses pengomposan diukur berdasarkan

volume kompos dibandingkan dengan volume awal pengomposan. volume awal

kompos semua komposter sama yaitu 29.700 m3, selama proses pengomposan

bahan kompos mengalami penyusutan dengan sendirinya. penyusutan terlihat drastis

setelah 7 hari karena bahan kompos yang berupa sampah organik cepat membusuk.

penyusutan akan berkurang atau berhenti ketika kompos telah matang.

Dari hasil pengukuran pada penelitian terlihat volume akhir tertinggi adalah

bioaktivator ragi tape, volume kompos berkurang disebabkan karena adanya proses

dekomposisi bahan organik yang kompleks menjadi sederhana oleh mikroorganisme

yang memanfaatkan bahan organik menjadi energi. Proses tersebut akan

mengakibatkan suhu pada kompos terjadi thermofilik, mikroorganisme yang aktif akan

mengurai bahan organik dengan menggunakan oksigen menjadi CO2 , uap air dan

panas. Bahan organik yang terurai mengakibatkan volume kompos manjadi berkurang

dari volume awal.

Penyusutan volume akhir kompos tertinggi yaitu pada bioaktivator ragi tape,

bioaktivator ragi tape memiliki kandungan beragam mikroorganisme dibandingkan

dengan bioaktivator ragi tempe dan roti. bioaktivator ragi tape memiliki

mikroorganisme khamir Saccharomyces cereviciae, kapang Rhizopus sp, khamir Sac-

charomycopsis fibuligera, Saccharomy- copsis Malanga, mikroorganisme tersebut


78

mempunyai peran aktif terhadap proses pengomposan sampah organik. bioaktivator

ragi tempe hanya memiliki mikroorganisme yang aktif adalah Rhizopus sp dan

bioaktivator roti memilki mikroorgnaisme aktif adalah Saccharomyces cerevisiae

(Guntoro, 2013), jika dibandingkan dengan kontrol yang tidak mempunyai

mikroorganisme aktif tambahan menjadikan volume akhir kompos belum pada proses

maksimal.

Volume kompos terjadi penyusutan disebabkan karena proses dekomposisi atau

penguraian bahan organik kompleks menjadi sederhana oleh mikroorgnisme yang

sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan

menguraikan bahan organik menjadi oksigen, uap, air dan panas. Setelah sebagian

besar bahan telah terurai maka suhu akan berangsur mengalami penurunan. Pada

saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut yaitu pembentukan kompos akan

terjadi penyusutan volume maupun biomasa bahan.

Penyusutan volume kompos sampah organik sangat dipengaruhi oleh peran

mikroorganisme yang aktif di dalam bioaktivator ragi. Mikroorganisme Trichoderma

viride, Sacharomyces cerviciae, Aspergillus riger dan Rhizophus sp berpengaruh

terhadap fermentasi sampah kompos organik (Guntoro, 2013).

3. Pengaruh pH Kompos Sampah Organik Setelah Pemberian Tiga Jenis Bioaktivator

Ragi

pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5 yang

mendekati dengan pH tanah. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan

perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. sebagai contoh proses

pelepasan asam secara temporer atau lokal akan menyebabkan penuruanan pH


79

(pengasaman) sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang

mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH

kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral (Sudiana, 2005).

Perbedaan hasil pengukuran pH kompos sampah organik terjadi jika semakin

kompleks kandungan mikroba pada bioaktivator ragi semakin mendekati hasil pH

netral karena proses pengurian akan segera berakhir. Kandungan masing-masing

bioaktivator ragi mempunyai komposisi mikroba bakteri pengurai yang berbeda-beda

sehingga akan menyebabkan lama proses penguraian bahan organik, semakin

banyak kandungan mikroorganisme pengurai maka semakin cepat proses

dekomposisinya. pH pada pengomposan pengaruh terhadap pertumbuhan bakteri,

kenaikan pH pada masing-masing komposter disebabkan karena terjadinya

penguraian protein menjadi ammonia (NH3), perubahan pH kompos berawal dari pH

agak asam karena terbentuknya asam-asam organik sederhana kemudian pH

meningkat pada inkubasi lebih lanjut akibatnya terurainya protein dan terjadinya

pelepasan ammonia (Widarti, 2015). pH kelompok kontrol dan bioaktivator ragi roti

tidak memenuhi syarat karena proses dekomposisi atau penguraian sampah organik

masih dalam proses sehingga menjadi asam-asam organik. hal tersebut menajdikan

kompos belum sebenarnya matang.

Derajat keasaman umumnya asam samapi netrai (pH 6.0-7.0), derajat keasaman

pada awal proses pengomposan akan mengelami penurunan karena jumlah yang

terlibat dalam pengomposan mengubah bahan organik menjadi asam organik. pada

proses selanjutnya mikroorganisme dari jenis lain akan mengkonversi asam organik

yang telah terbentuk sehingga bahan memilki derajat keasaman yang tinggi dan
80

mendekati netral. pH kompos berfungsi sebagai indicator proses dekomposisi

kompos. Mikoorganisme kompos akan bekerja melakukan aktivitasnya dan tumbuh

pada keadaan pH anatar 5.5 sampai 8 (Hadisumarno, 1992 dalam Allo dkk, 2014).

Selama tahap awal proses dekomposisi sampah organik oleh mikroorganisme

akan terbentuk asam-asam organik sehingga keasaman akan selalu menurun.

Kondisi asam akan mendorong pertumbuhan jamur dan akan mendekomposisikan

lignin dan selulosa pada bahan kompos. Selama proses pembuatan kompos

berlansung, asam-asam organik tersebut akan meningkat secara bertahap yaitu pada

masa pematangan karena beberapa jenis mikroorganisme akan memakan asam-

asam organik yang terbentuk maka aselanjutnya menjadi netral dan kompos menjadi

matang bisa mencapai pH antara 6-8 (Sudiana, 2005).

4. Pengaruh Berat Akhir Kompos Sampah Organik Setelah Pemberian Tiga Jenis

Bioaktivator Ragi.

Berdasarkan hasil pengukuran berat akhir kompos sampah organik dapat dilihat

bahwa nilai rata-rata berat akhir kompos dari perlakuan tiga jenis bioaktivator di

bandingkan dengan kontrol mengalami berbedaan berat akhir kompos sampah

organik. Hasil analisa berat kompos yang dihasilkan dilakukan pengukuran dan

dibandingkan dengan berat awal sebelum dilakukan pengomposan, berat awal

kompos semua sempel komposter sama yaitu 2 kg. Selama proses pengomposan

kompos mengalami dekomposisi atau penguraian menjadikan berat kompos

berkurang dari berat awal. Proses dekomposisi yang dilakukan oleh mikroba-mikroba

di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik


81

menjadi CO2, uap air dan panas. selama proses pengomposan akan menjadi

penyusutan berat atau bobot bahan (Sudiana, 2005).

Beda bioaktivator ragi yang diberikan pada setiap sampah organik pada proses

pengomposan sampah organik akan sangat menentukan kemampuan proses

dekomposisi. Selama proses dekomposisi, laju dekomposisi setiap perlakuan lama

kelamaan mengalami penurunan sampai pada kahir pengomposan. Hal ini

disebabkan karena bahan organik yang tersedia semakin lama semakin sedikit

disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yang mengurai sampah organik (Allo dkk,

2014).

5. Bentuk Fisik Kompos Sampah Organik Setelah Pemberian Tiga Jenis Bioaktivator

Ragi.

Semakin kompleks kandungan mikroba pengurai semakin mendekati terhadap

karakteristik kematangan kompos sampah organik. hal ini disebabkan juga didalam

kandungan masing-masing bioaktivator ragi terdapat mikroba yang berbeda-beda.

Pengamatan bentuk fisik kompos sampah organik diperiksa setelah diberika tiga jenis

bioaktivator ragi dan difermentasi selama 28 hari. Pemeriksaan dilakukan dengan

mengamati warna kompos sampah organik menjadi warna coklat kehitaman-hitaman,

bau kompos sampah organik menyerupai bau tanah dan tekstur kompos sampah

organik sudah hancur. Berdasarkan hasil analisis karakteristik fisik kompos sampah

organik yang sudah diberikan bioaktivator ragi tape dan tempe memiliki kesaamaan

hasil terhadap bentuk fisik kompos sampah orgnaik warna, bau dan tekstur. Warna

kompos sudah berubah menjadi coklat kehitaman, bau kompos sudah mendekati bau

tanah dan tekstur kompos sudah hancur seluruhnya, maka kompos sampah organik
82

terhadap bioaktivator ragi tape dan tempe memenuhi syarat terhadap bentuk fisik

kompos sampah organik. Hasil bentuk fisik kompos sampah bioaktivator ragi roti

memiliki berbedaan hasil yaitu tektur kompos tidak seluruhnya hancur dan hasil

pengamatan kontrol memiliki berbedaan dengan kelompok perlakuan yaitu warna

masih hijau, bau tercium masih asam dan tekstur sampah masih utuh atau belum

hancur.

Perubahan warna kompos menunjukan adanya bakteri yang melakukan aktivitas

dekomposisi, pada proses pengomposan akan terjadi pengurian bahan organik oleh

aktivitas mikroba yang mengambil air oksigen dan nutrisi bahan organik, kemudian

akan mengamai pengurian dan membebaskan CO2 dan O2. Hal ini terjadi karena

pengaruh bahan akativator yaitu inculant ragi untuk mempercepat kematangan

kompos sampah organik. Adanya perubahan fisik tersebut mengindikasikan pula

adanya perubahan biologi dan kimia kompos yang dapat digunakan sebagai indikator

awal proses kematangan kompos (Allo, 2014).

Proses pengomposan berjalan dengan normal, maka tidak boleh menghasilkan

bau yang menyengat (bau busuk). Walaupun demikian dalam pembuatan kompos

tidak akan terbebas sama sekali dari adanya bau, dengan memanfaatkan indra

penciuman dapat dijadikan sebagai alat untuk deteksi permasalahan yang terjadi

selama proses pembuatan kompos. Kompos berubah menajdi berbau tanah karena

telah selesai atau terhentinya proses dekomposisi atau penguraian bahan organik

yang dilakukan oleh mikroba. Kompos yang beraroma asam atau berbau ammonia

disebabkan proses fermentasi sampah organik masih dalam berlangsung oleh


83

mikroba serta proses aerasi terhambat sehingga akan terjadi proses anaerob yang

menghasilkan bau yang tidak sedap (Widarti, 2015).

Tekstur kompos yang sudah matang akan menajdi hancur dan halus seperti tanah

karena hasil penguraian/dekomposisi dari aktivitas mikroorganisme yang aktif. Semua

produk kompos yang dihasilkan sudah terdekomposisi sempurna sehingga bentuk

atau tekstur kompos sudah hancur atau halus dan dapat dijadikan sumber hara bagi

tanaman (Sahwan, 2011).

6. Pengaruh Tiga Jenis Bioaktivator Ragi Terhadap Karakteritik Fisik Kompos Sampah

Organik.

Tiga jenis bioaktivator ragi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ragi

tape, tempe dan roti untuk melihat pengaruh terhadap karakteritik fisik kompos

sampah organik, yang paling berpengaruh adalah bioaktivator ragi tape. Sesuai

dengan penelitian sebelumnya (Zuanah dkk, 2010) tentang pengaruh penggunaan

inoculant cair ragi tape dan inoculant cair ragi tempe terhadap waktu pengomposan

sampah organik rumah tangga bahwa ragi tape lebih efektif dari pada ragi tempe

dalam mempercepat waktu pengomposan. Penelitian lain (Pratama, 2013) mengenai

pengaruh ragi roti, tempe dan Lactobacillus Plantarum terhadap fermentasi singkong

bahwa waktu fermentasi 96 jam.

Ragi tape, tempe dan Roti dapat dijadikan sebagai bioaktivator kompos

sampah organik karena dari masing-masing ragi mempunyai kandungan

mikroorganisme pengurai bahan organik. Mikroorganisme yang terdapat dalam

bioaktivator akan membantu menguraikan bahan organik yang kompleks menjadi

sederhana. Mikroorganisme pengurai yang terdapat dalam ragi yaitu Saccharomyces


84

spp yang memiliki fungsi lain sebagai pengurai atau dekomposisi bahan organik.

Semakin kompleks mikroorganisme yang terdapat dalam bioaktivator akan semakin

cepat proses penguraian karena terdapat banyak mikroorganisme yang bekerja aktif.

C. Keterbatasan Penelitian

Tiga jenis bioaktivator ragi yang digunakan pada penelitian ini menunjukan hasil

dapat pengeruh terhadap karkateristik fisik kompos sampah organik adapun

keterbatasan dalam penelitian ini proses pengomposan sampah organik tidak

mencapai suhu maksmial yaitu 50-60oC serta efesiensi volume akhir kurang dari 30%.

hal tersebut disebabkan karena suplay oksigen tidak banyak serta pengadukan hanya

7 hari sekali, lebih baik kompos dilakukan pengadukan setiap hari untuk suplay

oksigen merata sehingga suhu dan volume dapat maksimal.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan mengenai

pengaruh tiga jenis bioaktivator ragi terhadap karakteristik fisik kompos sampah

organik di Rumah sakit Cahya Kawaluyan dapat di simpulkan sebagai berikut:

1. Pengaruh suhu kompos sampah organik dari ketiga jenis bioaktivator ragi

memberikan pengaruh terhadap suhu kompos sampah organik, Suhu kompos

kontrol tidak mengalami perubahan suhu thermofilik dan kompos bioaktivator

ragi suhu maksimal yaitu 38 oC pada bioaktivator ragi tape.

2. Pengaruh volume akhir kompos sampah organik setelah diberikan tiga jenis

bioaktivator ragi rata-rata tertinggi yaitu 26.809 M3 pada kelompok kontrol dan

rata-rata terendah yaitu 19.074 M3 pada bioaktivator ragi tape. rata-rata

volulem akhir kompos sampah organik setelah diberikan perlakuan

bioaktivator ragi tempe dan roti adalah 21.780 M3 dan 22.792 M3.

3. Pengaruh pH Kompos Sampah Organik mendapatkan hasil pengukuran pH

kelompok kontrol tidak memenuhi syarat standar kualitas kompos nilai pH yaitu

5.5 dan bioaktivator ragi roti tidak memnuhi syarat standar kualitas kompos

nilai pH yaitu 6.5 lebih asam di bandingkan dengan penhkuran pH kompos

pada kelompok perlakuan bioaktivator ragi tape yaitu dengan nilai pH 7 dan

bioaktivator ragi tempe yaitu nilai pH 7.


85

4. Pengaruh Berat Akhir Kompos Sampah Organik dari hasil pengukuran

diperoleh nilai rata-rata tertinggi yaitu 1.82 Kg yaitu pada kelompok kontrol.

rata-rata berat akhir kompos sampah organik 1.60 Kg pada kelompok

bioaktivator ragi tempe. rata-rata berat akhir kompos sampah organik 1.67 Kg

pada kelompok bioaktivator ragi roti dan rata-rata berat akhir terendah yaitu

1.53 Kg pada kelompok bioaktivator ragi tape.

5. Tiga jenis bioaktivator ragi yang memberikan pengaruh terhadap bentuk fisik

kompos sampah organik. Bentuk fisik kompos sampah organik pada kontrol

tidak adanya perubahan sama sekali terhadap segi warna, bau dan tekstur

kompos, jika dibandingkan dengan perlakuan bioaktivator ragi tape

memberikan perubahan terhadap warna, bau dan tekstur kompos.

6. Hasil pengaruh karakteristik fisik kompos sampah organik yang paling

berpengaruh yaitu bioaktivator ragi tape Karena uji RAL terhadap suhu

kompos sampah organik yaitu (P<0.01) dimana P=0.000, Volume akhir

kompos sampah organik yaitu (P<0.01) dimana P=0.000, berat akhir kompos

sampah organik yaitu (P<0.01) dimana P=0.003. Uji Friedman Tes

memberikan pengaruh yang nyata yaitu (P<0.05) dimana P=0.001 serta Hasil

univariat terhadap pH Kompos yang memenuhi syarat yaitu bioaktivator ragi

tape dan tempe (pH 7)


86

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan berhubungan dengan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagi Rumah Sakit Cahya Kawaluyan dalam hal pengelohan sampah organik

menjadi kompos dalam waktu yang cepat dan efisien dapat menggunakan

bioaktivator buatan sendiri yaitu bioaktivator ragi tape dan tempe yang murah

dan mudah di dapat.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya perlu adanya penelitian lebih lanjut melakukan

pemelitian dengan menambah parameter pengujian C/N ratio, kelembaban

kompos serta parameter standar kompos lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Allo, dkk. (2014), Pengaruh Jenis Bioaktivator Pada Laju Dekomposisi Sampah Daun
Ki Hujan Samanea Saman Dari Wilayah Kampus Unhas, Tesis, Makasar, Univeritas
Hasanudin.

Amaliyah, N. (2017). Penyehatan Makanan Minuman-A. Edisi Pertama. yogyakarta:


Deepublish.

Amien, dkk. (2015), Timbulan Limbah Padat Medis Di Rumah Sakit Paru Kabupaten
Jember, Skripsi, Jember, Universitas Jember.

Astuti, dkk. 2014. Kajian Pengelolaan Limbah Di Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB). Community Health II (1),12–20.

Azizah, dkk. (2012), Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol , Ph , Dan
Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol Dari Whey Dengan Substitusi Kulit Nanas.
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 1 (2),72–77.

Damanhuri, dkk. (2011), Pengelolaan Sampah.” In Diklat Kuliah TL-3104.

Djuarnani, dkk. (2015), Cara Cepat Membuat Kompos.” In Cetakan Pertama,


pertama, 20–30. Jakarta: AgroMedia.

Guntoro, S. (2013). Membuat Pakan Ternak dan Kompos Dari Limbah Organik. Edisi
pertama. Jakarta Selatan: PT. AgroMedia Pustaka.

Hadjar, D & Prima, L. (2006). Aplikasi Bioaktivator SuperDec dalam Pengomposan


Limbah Padat Organik Tebu. 180(1), 173–180.

Mentri Lingkungan Hidup RI. 2015. Rangkaian HLH 2015 – Dialog Penanganan
Sampah Plastik. diakses di: RANGKAIAN HLH 2015 – DIALOG PENANGANAN SAMPAH
PLASTIK _ KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP.html

Mulyono. (2017), Membuat Mol Dan Kompos Dari Sampah Rumah Tangga. Cetakan
ketiga. Jakarta: PT. AgroMedia Pustaka.

Nisa, K., & Dkk. (2016). memproduksi kompos & mikroorganisme lokal (MOL). Edisi
pertama. Jakarta: Bibit publiher.

Parnata, A. S. (2010). Meningkatkan Hasil Panen dengan Pupuk Organik. Edisi


pertama. Jakarta Selatan: PT. AgroMedia Pustaka.

Royaeni dkk. (2014). Pengaruh Penggunaan Bioaktivator Mol Nasi Dan Tapai
Terhadap Lama Waktu Pengomposan Sampah Organik Pada Tingkat Rumah Tangga.
Visikes Jurnal Kesehatan 13 (1):1–9.
Sahwan, dkk. (2011). Kualitas Kompos Sampah Rumah Tangga Yang Dibuat
Dengan Menggunakan Komposter’’ AEROBIK. Jurnal Teknik Lingkungan, 12(3), 233–240.

Soeryoko, Hery. (2010), Kiat Pintar Memproduksi Kompos Dengan Pengurai Buatan
Sendiri. edisi ke-20. Yogyakarta: Lily Publisher.

Standar Kualitas Kompos No 19-7030-2004

Suwahyono, Untung. (2014), Cara Cepat Buat Kompos Dari Limbah. Cetakan
pertama. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sudiana, E. (2005). Cara Pembuatan Kompos (bio.unsoed.ac.id). diakses pada


tanggal : 21 April 2018 Pukul 18.00 WIB.

Suyono. (2014), Pencemaran Kesehatan Lingkungan. Cetakan pertama. (hlm. 88-


99) Jakarta: EGC.

Suyono, and Budiman. (2014), Ilmu Kesehatan Masyarakat Dalam Konteks


Kesehatan Lingkungan. Cetakan pertama. (hlm. 125-129) Jakarta: EGC.

Syahrizal. (2014), Hubungan Penanganan Sampah Dengan Kejadian Diare Pada


Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar,” 69–75.

Tombe, dkk. (2014), Kompos Biopertisida. Cetakan ke lima. Yogyakarta: Kanisius.

Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2008.

Widarti, dkk. (2015). Pengaruh Rasio C / N Bahan Baku Pada Pembuatan Kompos
Dari Kubis Dan Kulit Pisang. Integrasi Proses, 5(2), 75–80. diakses pada website:
http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jip Submitted

Zuanah, dkk. (2010), Ragi Tape Dan Inoculant Cair Ragi Tempe Terhadap Waktu
Pengomposan Sampah Organik Rumah Tangga Tahun 2010. Sanitasi, Jurnal Kesehatan
Lingkungan 3 (2),47–55.
Means
Case Processing Summary
Cases
Included Excluded Total
N Percent N Percent N Percent
suhu * jenis 12 100.0% 0 .0% 12 100.0%
volume * jenis 12 100.0% 0 .0% 12 100.0%
pH * jenis 12 100.0% 0 .0% 12 100.0%
berat * jenis 12 100.0% 0 .0% 12 100.0%
bentuk_fisik * jenis 12 100.0% 0 .0% 12 100.0%
pH2 * jenis 12 100.0% 0 .0% 12 100.0%

Report
jenis suhu volume pH berat bentuk_fisik pH2
kontrol Mean 20.9433 26554.00 5.500 1.8167 .00 .0000
N 3 3 3 3 3 3
Std. Deviation .09815 266.736 .0000 .02887 .000 .00000
tape Mean 26.1133 17820.00 7.000 1.5333 3.00 1.0000
N 3 3 3 3 3 3
Std. Deviation .09815 132.000 .0000 .02887 .000 .00000
tempe Mean 23.3333 20790.00 7.000 1.6000 3.00 1.0000
N 3 3 3 3 3 3
Std. Deviation .28868 330.000 .0000 .10000 .000 .00000
roti Mean 23.2133 22110.00 6.500 1.6667 2.00 .0000
N 3 3 3 3 3 3
Std. Deviation .07506 330.000 .0000 .05774 .000 .00000
Total Mean 23.4008 21818.50 6.500 1.6542 2.00 .5000
N 12 12 12 12 12 12
Std. Deviation 1.91943 3292.968 .6396 .12147 1.279 .52223

Univariate Analysis of Variance


Between-Subjects Factors
Value Label N
jenis 1 kontrol 3
2 tape 3
3 tempe 3
4 roti 3

Page 1
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:suhu
Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 40.310 3 13.437 496.582 .000
Intercept 6571.188 1 6571.188 242852.652 .000
jenis 40.310 3 13.437 496.582 .000
Error .216 8 .027
Total 6611.715 12
Corrected Total 40.526 11
a. R Squared = .995 (Adjusted R Squared = .993)

Post Hoc Tests


jenis
Multiple Comparisons
Dependent Variable:suhu
(I) jenis (J) jenis 95% Confidence Interval
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
*
LSD kontrol tape -5.1700 .13431 .000 -5.4797 -4.8603
*
tempe -2.3900 .13431 .000 -2.6997 -2.0803
*
roti -2.2700 .13431 .000 -2.5797 -1.9603
*
tape kontrol 5.1700 .13431 .000 4.8603 5.4797
*
tempe 2.7800 .13431 .000 2.4703 3.0897
*
roti 2.9000 .13431 .000 2.5903 3.2097
*
tempe kontrol 2.3900 .13431 .000 2.0803 2.6997
*
tape -2.7800 .13431 .000 -3.0897 -2.4703
roti .1200 .13431 .398 -.1897 .4297
*
roti kontrol 2.2700 .13431 .000 1.9603 2.5797
*
tape -2.9000 .13431 .000 -3.2097 -2.5903
tempe -.1200 .13431 .398 -.4297 .1897
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .027.
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets

Page 2
suhu
jenis Subset
N 1 2 3
a ,b
Duncan kontrol 3 20.9433
roti 3 23.2133
tempe 3 23.3333
tape 3 26.1133
Sig. 1.000 .398 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .027.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
b. Alpha = 0.05.

Univariate Analysis of Variance


Between-Subjects Factors
Value Label N
jenis 1 kontrol 3
2 tape 3
3 tempe 3
4 roti 3

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:volume
Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1.187E8 3 39555747.000 516.441 .000
Intercept 5.713E9 1 5.713E9 74583.360 .000
jenis 1.187E8 3 39555747.000 516.441 .000
Error 612744.000 8 76593.000
Total 5.832E9 12
Corrected Total 1.193E8 11

Post Hoc Tests


jenis

Page 3
Multiple Comparisons
Dependent Variable:volume
(I) jenis (J) jenis 95% Confidence Interval
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
*
LSD kontrol tape 8734.00 225.969 .000 8212.91 9255.09
*
tempe 5764.00 225.969 .000 5242.91 6285.09
*
roti 4444.00 225.969 .000 3922.91 4965.09
*
tape kontrol -8734.00 225.969 .000 -9255.09 -8212.91
*
tempe -2970.00 225.969 .000 -3491.09 -2448.91
*
roti -4290.00 225.969 .000 -4811.09 -3768.91
*
tempe kontrol -5764.00 225.969 .000 -6285.09 -5242.91
*
tape 2970.00 225.969 .000 2448.91 3491.09
*
roti -1320.00 225.969 .000 -1841.09 -798.91
*
roti kontrol -4444.00 225.969 .000 -4965.09 -3922.91
*
tape 4290.00 225.969 .000 3768.91 4811.09
*
tempe 1320.00 225.969 .000 798.91 1841.09
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 76593.000.
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets
volume
jenis Subset
N 1 2 3 4
a ,b
Duncan tape 3 17820.00
tempe 3 20790.00
roti 3 22110.00
kontrol 3 26554.00
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 76593.000.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
b. Alpha = 0.05.

Univariate Analysis of Variance


Between-Subjects Factors
Value Label N
jenis 1 kontrol 3
2 tape 3
3 tempe 3
4 roti 3

Page 4
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:berat
Source Type III Sum
of Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model .132 3 .044 11.759 .003
Intercept 32.835 1 32.835 8756.056 .000
jenis .132 3 .044 11.759 .003
Error .030 8 .004
Total 32.998 12
Corrected Total .162 11
a. R Squared = .815 (Adjusted R Squared = .746)

Post Hoc Tests


jenis
Multiple Comparisons
Dependent Variable:berat
(I) jenis (J) jenis 95% Confidence Interval
Mean
Difference (I-
J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
*
LSD kontrol tape .2833 .05000 .000 .1680 .3986
*
tempe .2167 .05000 .003 .1014 .3320
*
roti .1500 .05000 .017 .0347 .2653
*
tape kontrol -.2833 .05000 .000 -.3986 -.1680
tempe -.0667 .05000 .219 -.1820 .0486
*
roti -.1333 .05000 .029 -.2486 -.0180
*
tempe kontrol -.2167 .05000 .003 -.3320 -.1014
tape .0667 .05000 .219 -.0486 .1820
roti -.0667 .05000 .219 -.1820 .0486
*
roti kontrol -.1500 .05000 .017 -.2653 -.0347
*
tape .1333 .05000 .029 .0180 .2486
tempe .0667 .05000 .219 -.0486 .1820
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .004.
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets

Page 5
berat
jenis Subset
N 1 2 3
a ,b
Duncan tape 3 1.5333
tempe 3 1.6000 1.6000
roti 3 1.6667
kontrol 3 1.8167
Sig. .219 .219 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = .004.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
b. Alpha = 0.05.

NPar Tests
Friedman Test
Ranks
Mean Rank
jenis 2.00
bentuk_fisik2 1.00

a
Test Statistics

N 12
Chi-square 12.000
df 1
Asymp. Sig. .001
a. Friedman Test

FREQUENCIES VARIABLES=pH2
/STATISTICS=MINIMUM MAXIMUM MEAN
/ORDER=ANALYSIS.

Frequencies
Statistics
pH2
N Valid 12
Missing 0
Mean .5000
Minimum .00
Maximum 1.00

Page 6
pH2
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak memenuhi syarat 6 50.0 50.0 50.0
memenuhi syarat 6 50.0 50.0 100.0
Total 12 100.0 100.0

Page 7
Lampiran I

Bahan inoculant ragi Gula Merah

Bahan sampah dedaunan Bahan sampah sisa sayuran


Proses pencacahan sampah domestik Proses pencacahan sampah domestik

Komposter dari box plastik Proses pencacahan sampah dedaunan


Proses pemberian inoculant ragi dengan cara di Proses pengukuran suhu kompos pada hari ke
semprotkan 1

Pengukuran suh pda hari ke 7 Kondisi kompos hari ke 1 kontrol


Kondisi kompos hari ke 1 inoculnt ragi roti Kondisi kompos hari ke 1 inoculnt ragi tempe

Kondisi kompos hari ke 1 inoculnt ragi tape Kondisi kompos hari ke 7 inoculant ragi roti
Kondisi kompos hari ke 7 inoculant ragi tape Konisi kompos hari ke 7 inoculant ragi tempe

Kondisi kompos hari ke 7 kontrol Kondisi kompos hari ke 14 kontrol


Kondisi kompos hari ke 14 inoculant ragi roti Kondisi kompos hari ke 14 inoculant ragi tempe

Kondisi kompos hari ke 14 inoculant ragi tape


Kondisi kompos hari ke 21 inoculant ragi tape Kondisi kompos hari ke 21 inoculant ragi tempe

Kondisi kompos hari ke 21 kontrol Kondisi kompos hari ke 21 inoculant ragi roti
Kondisi kompos hari ke 28 kontrol Kondisi kompos hari ke 21 inoculant ragi roti

Kondisi kompos hari ke 28 inoculant ragi tape Kondisi kompos hari ke 28 inoculant ragi tempe
Alat menyeringan kompos Sisa kompos hasil di ayak

Hasil kompos halus Hasil kompos halus


pH inoculant ragi tape pH inoculant ragi tempe

pH kontrol pH inoculant ragi roti


LAMPIRAN 3

TIMBUNAN SAMPAH ATAU BERAT KG SAMPAH DOMESTIK


RUMAH SAKIT CAHYA KAWALUYAN BULAN JANUARI 2018

No Ruangan H1 H2 H3 H4 H5 H6 H7 H8 H9 timbulan
1 gizi 20 18 25 30 16 12 20 20 161 20.125
2 baseman 10 18 20 19 19 8 8 49 151 18.875
3 igd 11.5 13 6 12 14 14 14 10 94.5 11.8125
4 farmasi 3 7 3 6 4 23 2.875
5 lab 3 6 3 1 1 4 4 4 26 3.25
6 poli 15 21 15 10 19 20 25 9 134 16.75
7 rad 4 3 2 3 4 2 2 3 23 2.875
8 lobby 16 5 14 15 19 11 24 21 125 15.625
9 mikael 19 6 23 17 28 17 24 19 153 19.125
10 ep 28 22 17 20 15 22 21 25 170 21.25
11 ok 6 6 9 9 10 6 8 8 62 7.75
12 icu 8 11 3 12 17 3 4 3 61 7.625
13 rafael 25.5 30 27 24 19 18 22 40 205.5 25.6875
14 abraham 28 43 28 19 28.5 27 25 26 224.5 28.0625
15 halaman 25 20 15 35 15 35 20 15 180 22.5
total 222 229 207 229 224.5 205 221 256 1793.5 224.1875
LAMPIRAN 4

CEKIST PENGELOLAAN LIMBAH DAN TPS

RUMAH SAKIT CAHYA KAWALUYAN

PENILAIAN MS TMS KET


PEMILAHAN
plastik hitam,
tidak ditemukan limbah medis di tempat sampah kardus, dan botol
domestik √ minuman

belum ada
sampah domestik yang dapat dimanfaatkan kembali pemilahan sampah
I
dipisahkan dengan wadah yang berbeda dari organik dan
sampah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali √ anorganik
sampah tajam terpisah dengan sampah medis dan
domestik √ drigen

sampah domestik organik dipisahkan dengan wadah


yang yang berbeda dari sampah anorganik √ belum dilakukan
PEWADAHAN
terdapat tempat sampah yang berbeda antara
limbah medis dan non medis √
sampah organik menggunakan kantong plastik
hitam √
terdapat minimal 1 buaH setiap kamar √
II
pada ruang terbuka atau ruang tunggu terdapat
minimal 1 buah setiap radius 20 meter √

sampah tajam menggunakan wadah tahan tusuk √ drigen


tempat sampah segera desinfeksi setelah Desinfektan
dikosongkan √ seminggu sekali
III PENGANGKUTAN
Petugas menggunakan APD lengkap (sarung tangan, tidak menggunakan
apron, masker dan boot) √ boot dan apron
pengangkutan sampah medis menggunakan troli
tertutup √
dilakukan seminggu
troli segera didesinfektan setelah dikosongkan √ sekali
saat pagi tempat
sampah domestik diangkut apabila 3/4 bagian telah sampah banyak yang
terisi sampah √ penuh
PENAMPUNGAN DI TPS
baseman TPS B3,
halaman belakang
Tersedia tempat penampungan sementara √ TPS domestik
tempat penampungan sementara sampah medis
dan non meids terpisah √

tempat penampungan sementara sampah non belum ada


medis yang dapat dimanfaatkan dengan yang tidak pemilahan sampah
dapat dimanfaatkan kembali terpisah √ domestik
tempat penampungan sementara sampah medis
memenuhi syarat √
TPA domsetik
melebihi kapasitas,
IV tempat penampungan sementara sampah non tidak ada saluran
medis memenuhi syarat √ parit lindi
tempat penampungan sementara terdapat saluran
air lindi ke IPAL √

tempat penampungan sementara mudah


terjangkau kendaraan pengangkut √
tempat penampungan medis apabila terisi selalu
tertutup √
pintu tidak tertutup,
tempat penampungan non medis apabila terisi timbulan tinggu TPS
selalu tertutup √ tidak bisa di tutup
TPS medis 1 minggu
tempat penampungan sementara dikosongkan 2 kali, TPS domestik
minimal 1 x 24 jam √ seminggu sekali
tempat penampungan sementara di bersihkan min
1 x 24 jam √ 1 minggu sekli
PENGELOLAAN DAN PEMUSNAHAN

Terdapat upaya pengelolaan pada sampah non


V medis yang masih dapat dimanfaatkan √

sampah non medis dibuang ke lokasi pembuangan


akhir yang dikelola oleh pemerintah daerah √
TOTAL 13 14
presentase 48.15 51.9 %
LAMPIRAN 5

DATA LOGBOOK IMBAH INFEKSIUS

TAHUN 2017

Infeksius Infeksius Bekas


BULAN Padat Cair Farmasi Oli Sludge Baterai TOTAL PERHARI
Januari 1937.5 61 306.75 78 8 3 2394.25 79.808333
Febuari 1276.75 45 316.1 65.2 0 0 1703.05 56.768333
Maret 974.65 20 332.15 78 0 0 1404.8 46.826667
April 2027.9 147 618.1 0 0 0 2793 93.1
Mei 1356.5 80 438.5 0 15 50 1940 64.666667
Juni 1511.2 75 631.3 0 0 0 2217.5 73.916667
Juli 1355.7 0 535 0 0 0 1890.7 63.023333
Agustus 1439.2 105 650.2 0 0 0 2194.4 73.146667
September 1282 71 497.5 0 35 0 1885.5 62.85
Oktober 1421.5 90 592.5 0 22 0 2126 70.866667
November 1368.65 461.35 72 0 0 3 1905 63.5
Desember 1415.5 63 610 0 67 0 2155.5 71.85
TOTAL 17367.05 1218.35 5600.1 221.2 147 56 24609.7 68.360278

Anda mungkin juga menyukai