OLEH
MUHAMMAD FATHURRACHMAN FAUZI
NPM P2.31.35.0.09.026
OLEH
MUHAMMAD FATHURRACHMAN FAUZI
NPM P2.31.35.0.09.026
telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah
Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II
dalam rangka Ujian Akhir Program untuk memenuhi syarat guna memperoleh
Gelar Ahli Madya Analisa Farmasi dan Makanan.
i
ABSTRAK
ii
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun diharapkan demi
penyempurnaan karya tulis ilmiah ini. Harapan penulis karya tulis ilmiah ini dapat
iii
bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi mahasiswa Analisa Farmasi dan
Makanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
B A B I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
v
2.1.2.2 Pewarna Sintetis .............................................................................. 6
vi
3.3.1 Alat ....................................................................................................... 25
vii
5.1 Simpulan ..................................................................................................... 37
LAMPIRAN ......................................................................................................... 39
LAMPIRAN ......................................................................................................... 40
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
B AB I
PENDAHULUAN
1
Energy Drink termasuk salah satu suplemen makanan yang terdiri dari
komponen multivitamin, makronutrien (karbohidrat, protein), taurin dengan atau
tanpa kafein dan biasanya ditambahkan herbal seperti ginseng, jahe, dan
sebagainya dengan bentuk sediaan Cairan Obat Dalam (COD) dalam kemasan
botol bervolume 150 mL, 250 mL atau serbuk dan tablet yang dilarutkan menjadi
minuman, yang dalam setiap kemasannya mengandung energi minimal 100 kkal,
serta indikasinya adalah untuk menambah tenaga, kesegaran, stimulasi
metabolisme, memelihara kesehatan dan stamina tubuh, yang diminum pada saat
bekerja keras atau setelah berolah raga.
Minuman berenergi mengandung sumber energi dari sukrosa (gula) atau
maltodextrin. Minuman berenergi juga mengandung vitamin-vitamin yang terlibat
dalam metabolisme tubuh guna menghasilkan energi. (http://www.pom.go.id
diakses pada tanggal 14 Juni 2012 pukul 15.40 WIB)
Selain itu minuman berenergi juga biasa mengandung bahan tambahan lain
guna memperindah dan menampilkan bahwa kualitas yang dimilikinya adalah
yang terbaik. Selain dari sisi luar dan kemasan, minuman berenergi biasa
mengandung pewarna dalam produknya.
2
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui atau mendapat informasi tentang mutu produk minuman
berenergi sehingga konsumen dapat menentukan pilihannya.
1.5 Manfaat
1.5.1 Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan,
serta dapat menerapkan ilmu teori dan praktikum yang telah didapatkan
selama pendidikan, sehingga menjadi analis yang terdidik, terlatih dan
mampu melakukan tugas dalam rangka pengawasan mutu.
3
B AB I I
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1.2 Pewarna
Kehidupan manusia sehari-hari tidak lepas dari kegiatan konsumsi
makanan. Upaya menentukan pilihan dalam konsumsi makanan tersebut,
manusia sangat memperhatikan mutu dari makanan yang akan ia konsumsi.
Diantara faktor-faktor yang umumnya mempengaruhi mutu makanan, warna
sering kali menjadi faktor yang sangat bisa menentukan pilihan manusia,
selain karena secara visual warna tampil lebih dahulu, warna juga dapat
digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan suatu bahan pangan
berwarna, antara lain dengan penambahan zat pewarna. Secara garis besar,
berdasarkan sumbernya dikenal dua jenis zat pewarna yang termasuk dalam
golongan bahan tambahan pangan, yaitu pewarna alami dan pewarna sintetis.
5
Tabel 1 Sifat-sifat Bahan Pewarna Alami
Kelompok Warna Sumber Kelarutan Stabilitas
Gula
Karamel Cokelat Air Stabil
dipanaskan
Peka
Jingga merah
Anthosianin Tanaman Air terhadap
biru
panas dan pH
Stabil
Flavomoid Tanpa kuning Tanaman Air terhadap
panas
Stabil
Leucanthosi Tidak
Tanaman Air terhadap
anin berwarna
panas
Stabil
Tidak
Tannin Tanaman Air terhadap
berwarna
panas
Stabil
Batalain Kuning, merah Tanaman Air terhadap
panas
Tanaman Stabil
Quinon Kuning-hitam bakteria Air terhadap
lumut panas
Stabil
Xanthon Kuning Tanaman Air terhadap
panas
Stabil
Tanpa kuning- Tanaman/
Karotenoid Lipida terhadap
merah hewan
panas
Sensitif
Lipida
Klorofil Hijau, cokelat Tanaman terhadap
dan air
panas
Sensitif
Heme Merah, cokelat Hewan Air terhadap
panas
(Cahyadi, Wisnu. 2003: 62)
6
Di Indonesia, peraturan mengenai penggunaan zat pewarna
yang diizinkan dan dilarang untuk pangan diatur melalui SK Menteri
Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 mengenai bahan
tambahan pangan.
Tabel 2 Bahan Pewarna Sintetis yang Diizinkan di Indonesia
Nomor Indeks Batas
Pewarna Warna Maksimum
(C.I.No) Penggunaan
Amaranth: CI
Amaran 16185 Secukupnya
Food Red 9
Brilliant Blue
Biru berlian 42090 Secukupnya
FCF: CI
Food red 2
Eritrosin 45430 Secukupnya
Erithrosin: CI
Food red 14
Hijau FCF Fast green FCF: 42053 Secukupnya
CI
Food green 3
Hijau S Green S: CI. 44090 Secukupnya
Food
Green 4
Indigotin Indigotin: CI. 73015 Secukupnya
Food
Blue I Ponceau
Ponceau 4R 16255 Secukupnya
4R : CI
Kuning Food red 7 74005 Secukupnya
Quineline yellow
Kuinelin CI. Food yellow 15980 Secukupnya
13
Sunset yellow
Kuning FCF FCF CI. Food - Secukupnya
yellow 3
Riboflavin Riboflavina 19140 Secukupnya
Tartrazin Tartrazine Secukupnya
(Cahyadi, Wisnu. 2008: 64)
7
Mula-mula para ahli teknologi ini tidak memikirkan pewarna
buatan/sintetis coal-tar ada yang berbahaya bagi kesehatan manusia,
dalam kenyataannya bahkan ada yang bersifat karsinogenik. Oleh
karena itu, perlu diadakan pemisahan antara pewarna yang hanya
digunakan untuk industri non pangan. Akan tetapi masih sering terjadi
penyalahgunaan pewarna sintetis non pangan untuk pangan.
Pemakaian bahan pewarna pangan sintetis dalam pangan
walaupun mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen,
diantaranya dapat membuat suatu pangan lebih menarik, meratakan
warna pangan, dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang
hilang atau berubah selama pengolahan, ternyata dapat pula
menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin
memberi dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Beberapa hal
yang mungkin memberi dampak negatif tersebut terjadi bila:
a. Bahan pewarna sintetis ini dimakan dalam jumlah kecil, namun
berulang.
b. Bahan pewarna sintetis dimakan dalam jangka waktu yang lama.
c. Kelompok masyarakat luas dengan daya tahan yang berbeda-beda,
yaitu tergantung pada umur, jenis kelamin, berat badan, mutu
pangan sehari-hari dan keadaan fisik.
d. Berbagai lapisan masyarakat yang mungkin menggunakan bahan
pewarna sintetis secara berlebihan
e. Penyimpanan bahan pewarna sintetis oleh pedagang bahan kimia
yang tidak memenuhi persyaratan.
Dr. Kinosita telah melihat adanya efek karsinogenik pada
iritasi kimia. Salah satu percobaannya adalah dengan cara memberi
makanan hewan-hewan percobaan di laboratorium dengan senyawa-
senyawa zat warna yang dianggap karsinogen. Untuk dosis 3mg/hari
pada tikus-tikus, sebagian mati sebelum 30 hari, sisanya mampu
bertahan sampai hari ke-150, telah terkena macam-macam tumor hati,
dengan dosis kecil pun ( 1mg/hari) pada semua tikus berkembang
tumor hati, dalam hal ini zat warna yang digunakan adalah butter
8
yellow. Keadaan kanker pasti terjadi sesudah adanya iritasi pada tubuh
tikus. Tahap demi tahap dicoba dengan sungguh-sungguh meneliti
bagaimana, kapan, dan di mana kanker terjadi. (Cahyadi, Wisnu. 2008:
61-73)
2.1.2.4 Tartrazin
Tartrazin merupakan pewarna kuning lemon sintetik yang umumnya
diigunakan sebagai pewarna makanan. Tartrazin merupakan turunan dari coal
tar, yang merupakan campuran dari senyawa fenol, hidrokarbon polisiklik,
dan heterosiklik. Karena kelarutannya dalam air tartrazin umum digunakan
sebagai bahan pewarna minuman. Pewarna sintetik tartrazin mengandung
tidak kurang dari 85% C16H9N4Na3O9S2. Pewarna sintetik tartrazin berbentuk
butiran berwarna jingga dan tidak berbau. Identifikasi pewarna sintetik
tartrazin dalam suatu zat dilakukan dengan bermacam-macam cara, antara
lain dengan melarutkan 0,1 gram zat dalam 100 ml air maka pewarna
sinteteik tartrazin akan ditandai dengan berubahnya warna larutan zat tersebut
berwarna kuning. Cara lain yaitu dengan melarutkan 0,1 gram zat dalam 100
ml ammonium asetat 0,002 N hingga 100 ml, pewarna sintetik tartrazin
dengan cara ini pada spektrofotometer akan terlihat memberikan serapan
maksimum pada panjang gelombang 4282 nm.
Tartrazin dapat menyebabkan sejumlah reaksi alergi dan intoleransi
bagi orang-orang yang intoleransi terhadap aspirin atau penderita asma.
Kasus ini cukup langka dan menurut FDA, prevalensi intoleransi tartrazin di
Amerika Serikat jatuh pada angka 0,12% (360 ribu dari 200 juta penduduk).
Beberapa referensi lain menyebutkan bahwa penggunaan tartrazin dapat
menyebabkan biduran (urtikaria) dengan prevalensi di bawah 0,01% atau 1
dari 10.000 penderita. Jumlah ini cukup kecil bila dibandingkan dengan
angka prevalensi penderita alergi terhadap udang, yaitu sebesar 0,6-2,8% (1
dari 50 orang).
Gejala alergi tartrazin dapat timbul apabila senyawa ini terhirup
(inhalasi) atau ditelan (ingesti). Reaksi alergi yang timbul berupa sesak napas,
pusing, migrain, depresi, pandangan kabur, dan sulit tidur.
9
trinatrium 5-hidroksi-1-(sulfofenilazo)-pirazol-3-karboksilat
Gambar 1 Rumus Bangun Tartrazin (C16H9N4O9S2Na3)
10
Yang membedakan minuman berenergi dengan minuman biasa, selain
memiliki khasiat kegunaan tambahan seperti memelihara stamina tubuh,
minuman berenergi mempunyai aturan pakai, yang tercantum pada etiket.
Pada etiket juga mencantumkan : cara pakai, peringatan/perhatian, dan
keterangan-keterangan lain.
Peringatan/perhatian yang biasa dicantumkan pada etiket antara lain
adalah apabila produk mengandung pemanis buatan maka harus ditulis
produk mengandung pemanis buatan. Apabila pemanis yang digunakan
adalah aspartam, maka pada peringatan/perhatian tercantum produk ini
mengandung fenilalanin, tidak boleh digunakan pada penderita fenilketonuria
dan wanita hamil dengan kadar fenilalanin tinggi.
Apabila produk mengandung kafein dan ginseng maka harus
mencantumkan peringatan/perhatian :Produk ini tidak dianjurkan untuk
anak-anak, wanita hamil dan menyusui . Produk ini tidak dianjurkan untuk
penderita hipertensi. Tidak boleh dikonsumsi melebihi dosis yang telah
ditetapkan (Tidak dikonsumsi lebih dari 3 kali sehari dengan kadar maksimal
kafein per takaran 50 mg)
Minuman berenergi aman dikonsumsi dan tidak akan membahayakan
pemakainya apabila digunakan sesuai dengan aturan pakai dan keterangan-
keterangan yang tercantum pada etiket, baik pada penggunaan jangka panjang
maupun jangka pendek. (http://www.pom.go.id diakses pada tanggal 14 Juni 2012
pukul 15.40 WIB)
2.1.4 Ekstraksi
2.1.4.1 Pengertian
Ekstraksi adalah metode pemisahan atau pengambilan zat
terlarut dalam larutan (biasanya dalam air) dengan menggunakan
pelarut lain (biasanya organik). Faktor utama dalam proses ini adalah
melarutnya secara selektif komponen-komponen dalam campuran.
Dalam prosedur ekstraksi, larutan yang mengandung air
biasanya dikocok dengan pelarut organik yang tidak dapat bercampur,
dalam sebuah corong pisah. Zat-zat yang terdapat dalam sampel akan
11
terdistribusi antara lapisan air dan lapisan organik sesuai dengan
perbedaan kelarutannya.
12
terkandung di dalam bahan alam seperti steroid, hormone,
antibiotika dan lipida pada biji-bijian.
2. Ekstraksi Cair-cair, zat yang diekstraksi terdapat di dalam
campuran yang berbentuk cair. Ekstraksi cair-cair sering juga
disebut ekstraksi pelarut banyak dilakukan untuk memisahkan zat
seperti iod, atau logam-logam tertentu dalam larutan air.
b. Proses Pelaksanaanya
Menurut proses pelaksanaannya ekstraksi dibedakan menjadi
ekstraksi berkesinambungan (kontinyu) dan ekstraksi bertahap.
1. Ekstraksi kontinyu (Continues Extraction)
Pada ekstraksi kontinyu, pelarut yang sama digunakan secara
berulang-ulang sampai proses ekstraksi selesai. Tersedia berbagai
alat dari jenis ekstraksi ini seperti alat soxhlet atau Craig
Countercurrent.
2. Ekstraksi Bertahap (Batch)
Pada ekstraksi bertahap, setiap kali ekstraksi selalu digunakan
pelarut yang baru sampai proses ekstraksi selesai. Alat yang
biasanya digunakan adalah berupa corong pisah.
13
ini disebabkan setiap kali dilakukan ekstraksi, jumlah zat terlarut
dalam fase air akan selalu berkurang sehingga yang tersisa tinggal
sedikit, meskipun secara teoritis tidak dapat menjadi nol. Dengan kata
lain ekstraksi yang dilakukan secara bertahap atau berulang akan
diperoleh zat terekstrak maksimal.
Untuk n kali ekstraksi, banyaknya zat terlarut yang tersisa
(Xn) dirumuskan :
= [ ]
+
Keterangan:
Xn : banyaknya zat terlarut yang tersisa (g)
W : zat terlarut (g)
Va : volume larutan fase air (ml)
Vo : volume larutan fase organic (ml)
D : perbandingan distribusi
14
pemisahan molekul biologi yang polar seperti asam amino, gula, dan
nukleotida. Metode ini merupakan metode KCC (kromatografi cairan-cairan)
dengan fase diam cair, biasanya air, berada pada serabut kertas.
KKt paling baik jika diperbandingkan dengan KLT pada lapisan tipis
serbuk selulosa. KKt tidak memerlukan pelat pendukung, dan kertas dapat
dengan mudah diperoleh dalam bentuk murni sebagai kertas saring. Lapisan
selulosa harus dicetak atau dibeli khusus. Panjang serabut pada kertas lebih
panjang daripada serabut pada lapisan selulosa yang lazim, menyebabkan
lebih banyak terjadi difusi ke samping dan bercak lebih besar. Akhirnya,
lapisan selulosa lebih rapat dan pelarut cenderung mengalir melaluinya lebih
cepat dan menghasilkan pemisahan lebih tajam.
Tahap-tahap ynag dilakukan pada KKt sama dengan tahap pada KLT
partisi. Kertas (biasanya kertas saring Whatman No.1) dipotong-potong
menjadi beberapa carik, dan cuplikan ditotolkan pada salah satu ujung carik
itu. Kromatogram dapat dikembangkan dengan cara menaik atau dengan cara
menurun. Untuk cara menaik, kertas digantungkan pada penggantung
berbentuk kail yang dipasang pada penutup bejana kromatografi. Pelarut
berada di dasar bejana. Untuk cara menurun lazimnya dipakai bejana yang
lebih besar. Bejana dilengkapi dengan sejenis wadah pelarut yang dipasang
pada penopang, dan kertas kromatografi dicelupkan ke dalam pelarut di dalam
wadah itu dan diberi pemberat dengan batang kaca supaya tetap pada
tempatnya. Pada kedua cara itu pengembangan terjadi karena kerja kapiler.
Waktu pengembangan pada KKt berkisar mulai dari 30 menit sampai 12 jam,
bergantung pada sifat kertas dan jarak pengembangan yang diinginkan.
Lembaran kertas diangkat, dikeringkan, dan ditampakkan dengan cara
yang sama seperti pada lapisan tipis. Pereaksi semprot yang terdapat asam
sulfat tidak dapat dipakai karena dapat juga menghanguskan selulosa. (Gritter,
J.Roy. 1991: 157)
15
2.1.6 Spektrofotometri UV-Vis
2.1.6.1 Definisi
Spektrofotometri merupakan pengukuran suatu interaksi
antara radiasi elektromagnetik (REM) dan molekul atau atom dari
suatu zat kimia (Depkes RI, Farmakope Indonesia, Edisi IV, 1995:
1061)
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis
spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra
violet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan
memakai instrument spektrofotometer.
Radiasi ultraviolet jauh (100-190 nm) tidak dipakai, sebab
pada daerah radiasi terseut diabsorpsi oleh udara. Ada kalanya
spektrofotometer UV-Vis yang beredar diperdagangkan memberikan
rentang pengukuran panjang gelombang 190-1100 nm. Hal ini perlu
diperhatikan lebih seksama sebab di atas panjang gelombang 780 nm
merupakan daerah radiasi infra merah. Oleh sebab itu pengukuran di
atas panjang gelombang 780 nm harus dipakai detektor dengan kualitas
sensitif terhadap radiasi infra merah (infrared sensitive).
16
larutan, semakin besar pula larutan itu menyerap cahaya. Hal ini dapat
diaplikasikan dalam rumus:
= . .
Dimana A = besar absorbsi
a = absorbtivitas
b = ketebalan larutan
c = konsentrasi larutan
Apabila seberkas cahaya dikenakan kepada suatu larutan,
maka sebagian cahaya tersebut akan diteruskan (transmisi) dan diserap
(absorpsi). Besarnya cahaya yang ditransmisikan akan berbanding
terbalik dengan besarnya cahaya yang diabsorbsi. Pernyataan ini dapat
dihitung dengan rumus yang berasal dari hukum Lambert-Beer juga,
yaitu:
= log
atau
1
= log
Dimana A = besar absorbsi
T = besar transmisi
(anna-permanasari.staf.upi.edu/files/2011/03/Spektro-UV-Vis.pdf
diakses pada tanggal 30 Maret 2012 pukul 21.54 WIB)
17
pelarut adalah polaritas pelarut yang dipakai, karena akan sangat
berpengaruh terhadap pergeseran spektrum molekul yang dianalisis.
18
2.1.6.4 Analisa Kualitatif
Pada analisis kualitatif dengan metode spektrofotometri UV-
Vis dapat ditentukan dengan pemeriksaan kemurnian spektrum UV-
Vis, yaitu dilakukan dengan membandingkan kemiripan spektrum UV-
Vis zat yang ditemtukan dengan reference standard dengan melihat
harga MF (Match Factor) yang dirumuskan sebagai:
103 { . . ( . )}2
=
( . ) ( . )
{ 2 } { 2 }
X = absorban spektrum pertama
Y = absorban spektrum kedua
N = banyaknya tempat penentuan
Harga MF = 900 1000 menunjukkan kedua spektra tersebut
identik sedangkan kedua spektra dikatakan tidak identik, kalau
didapatkan harga MF <900.
Walaupun kedua spektra UV-Vis identik, belum tentu kedua
spektra UV-Vis tersebut diberikan oleh molekul yang sama sebab
spektra UV-Vis sangat tidak bergantung pada struktur molekul akan
tetapi bergantung kepada gugus molekul yang mengabsorsi radiasi
UV-Vis (struktur elektronik molekul).
19
pada panjang gelombang minimum. Alasan dilakukan pengukuran
pada panjang gelombang tersebut adalah: perubahan absorban untuk
setiap satuan konsentrasi adalah paling besar pada panjang gelombang
maksimal, sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimal.
Di samping itu pita serapan di sekitar panjang gelombang maksimal
datar dan pengukuran ulang dengan kesalahan yang kecil dengan
demikian akan memenuhi hukum lambert-Beer. Ada empat cara
pelaksanaan analisa kuantitatif zat tunggal, yaitu:
a. Dengan cara membandingkan asorban atau transmittan yang
dianalisa dengan reference standard pada panjang gelombang
maksimal. Persyaratannya pembacaan nilai asorban sampel dan
reference standard tidak jauh berbeda.
() . () = () . ()
A(s) = absorban larutan sampel
C(s) = konsentrasi larutan sampel
A(RS) = Absorban reference standard
C(RS) = konsentrasi reference standard
b. Dengan memakai kurva baku dari larutan reference standard
dengan pelarut tertentu pada panjang gelombang maksimum.
Dibuat grafik sistem koordinat Cartesian dimana sebagai ordinat
adalah absorban dan sebagai absis adalah konsentrasi.
c. Dengan jalan menghitung harga absorbansi larutan sampel
1%
(1 ) pada pelarut tertentu dan dibandingkan dengan
absorbansi zat yang dianalisa yang tertera pada buku resmi.
d. Dengan memakai perhitungan nilai ekstingsi molar (absorbansi
molar ) sama dengan cara yang ketiga hanya saja pada
perhitungan absorbansi molar lebih tepat karena melibatkan massa
molekul relatif (MR). (Mulja, Muhammad 1995: 26-41)
1%
= 1 . . 101
20
2.1.7 Analisis Data secara Statistik
Dari hasil yang didapat dari suatu penetapan kadar terhadap satu
macam sampel, ada kalanya terdapat hasil yang menyimpang bila
dibandingkan dengan yang lainnya, tanpa diketahui kesalahan secara pasti.
Hal ini mengakibatkan timbul kecenderungan untuk menolak hasil yang
menyimpang terssebut.
Hasil yang menyimpang umumnya tidak harus ditolak. Oleh karena itu
perlu dilakukan analisis data secara statistik.
Perbedaan | | 4 boleh digunakan untuk penolakan, yaitu
jika deviasi nilai yang dicurigai terhadap mean paling tidak empat kali deviasi
rata-rata nilai-nilai yang diterima. Beberapa peneliti menggunakan |
| 2,5. Kesalahan nilai yang ditolak dikenal sebagai kesalahan besar
(Khopkar, S.M, 1990: 14)
21
2.2 Kerangka Konsep
Menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan
makanan, dinyatakan bahwa batas maksimum penggunaan pewarna sintetik
tartrazin dalam makanan dan minuman sebesar 300 mg/kg
22
B AB I I I
METODE PENGUJIAN
3.1 Prosedur
3.1.1 Identifikasi Pewarna Sintetik Tartrazin
a. Larutan Uji
Ditimbang seksama 30 sampai dengan 50 ml contoh, dimasukkan ke
dalam gelas piala 100 ml. Diperiksa pH-nya bila basa atau netral asamkan
dengan asam asetat encer 6%, ditambahkan benang wol yang bebas lemak dan
dipanaskan di atas api kecil sambil diaduk-aduk selama lebih kurang 30
menit. Dipisahkan benang wol tersebut dari larutan dan dicuci dengan air
suling berulang-ulang sampai bersih. Dilunturkan benang wol tersebut dengan
menambahkan amoniak encer 10 ml di atas api kecil sampai sempurna lebih
kurang 30 menit dan diangkat, dipekatkan larutan yang berwarna tersebut
sampai bebas asam. (A)
b. Larutan Baku
Larutan baku pembanding dibuat 0,1% b/v dalam air. (B)
c. Identifikasi
Dilakukan kromatografi kertas sebagai berikut :
Fase diam : kertas whatman No.1
Fase gerak : etil metil keton-aseton-air (7:3:3)
Penjenuhan : dengan kertas saring
Volume penotolan : 30 l
Jarak rambat : 15 cm
23
dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 mL dan ditambah air sampai tanda
(A).
b. Larutan Baku
Larutan tartrazin 0,01% dalam air dan diperlakukan sama seperti larutan
uji (B).
c. Cara Penetapan
Serapan larutan A dan B diukur pada panjang gelombang maksimum lebih
kurang 430 nm menggunakan air yang diperlakukan sama seperti larutan uji
sebagai blangko.
Kadar pewarna tartrazin dalam permen adalah :
100%
Au = serapan larutan uji
Ab = serapan larutan baku
Bb = bobot baku pewarna tartrazin yang ditimbang
Bu = bobot cuplikan yang ditimbang
24
Fase gerak : etil metil keton-aseton-air (7:3:3)
Penjenuhan : dengan kertas saring
Volume penotolan : 30 l
Jarak rambat : 15 cm
3.3.2 Bahan
Sampel mi instan, etanol, ammonia, petroleum eter, asam asetat, etil metil
keton, baku Tartrazin, kertas Whatman no. 1, kertas saring, aquadest, N-butanol,
asam sulfat, natrium sulfat, benang wool, dll.
25
3.4 Langkah Kerja
3.4.1 Identifikasi Tartrazin
Larutan Uji
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
Disiapkan benang wool bebas lemak, yaitu benang wool direndam dengan
etanol selama 15 menit
Dibuat eluen etil metil keton aseton air (7:3:3), dimasukkan ke dalam
chamber, dilakukan penjenuhan
Benang wool ditambah ammonia 10% sambil dipanaskan di atas tangas air
hingga pewarna larut sempurna
26
Larutan Baku
Ditimbang seksama 10 mg baku tartrazin, dimasukkan ke dalam labu
tentukur 10,0 ml
27
Larutan Baku
Ditimbang seksama 10 mg baku tartrazin
3.5 Persyaratan
Berdasarkan Permenkes RI No: 722/MENKES/PER/IX/88 tahun 1988 kadar
tartrazin dalam makanan dan minuman tidak boleh lebih dari 300 mg/ kg.
2
=
1
= 100%
28
Keterangan :
SD : Simpangan baku
2 : Jumlah tiap simpangan dari tiap kadar
n : jumlah banyaknya sampel
RSD : Simpangan baku relatif
: Nilai rata-rata
29
B AB I V
HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
30
Tabel 4 Data Penimbangan Sampel untuk Penetapan Kadar
No Sediaan Bobot (g)
1 Sampel 1 5,1492
2 Sampel 2 15,0439
3 Sampel 3 15,0322
4 Sampel 4 15,0358
5 Sampel 5 15,0329
6 Sampel 6 15,0327
Tabel 5 Hasil Pengukuran Serapan Maksimum Baku dan Sampel pada Panjang
Gelombang 428 nm
No. Sediaan Faktor Pengenceran Abs
1 Baku 10,0 ml/1,0 ml x 10,0 ml/1,0 ml x 10,0 ml 0,399
2 Sampel 1 50 ml 0,138
3 Sampel 2 50 ml 0,395
4 Sampel 3 50 ml 0,392
5 Sampel 4 50 ml 0,394
6 Sampel 5 50 ml 0,394
7 Sampel 6 50 ml 0,392
4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Harga Rf
1. Sampel
1,0
= = 0,07
14,5
2. Sampel + baku
1,0
= = 0,07
14,5
31
3. Baku
1,0
= = 0,07
14,5
4.2.2 Perhitungan Penetapan Kadar
1. Sampel 1
0,138 0,0106 50
100% = 0,003559%
0,399 5,1492 10 10 10
1 1 1
= 35,59
2. Sampel 2
0,395 0,0106 50
100% = 0,003487%
0,399 15,0439 101 1 101
10
= 34,87
3. Sampel 3
0,392 0,0106 50
100% = 0,003464%
0,399 15,0322 10 10 10
1 1 1
= 34,64
4. Sampel 4
0,394 0,0106 50
100% = 0,003481%
0,399 15,0358 10 10 10
1 1 1
= 34,81
5. Sampel 5
0,394 0,0106 50
100% = 0,003481%
0,399 15,0329 10 10 10
1 1 1
= 34,81
6. Sampel 6
0,392 0,0106 50
100% = 0,003464%
0,399 15,0327 10 10 10
1 1 1
= 34,64
32
4.2.3 Perhitungan Data secara Statistik
Untuk memastikan apakah hasil yang sangat menyimpang ditolak atau
diterima, perlu dilakukan analisa data secara statistik dan untuk mengetahui
keakuratan pengujian, maka data tersebut harus dihitung dengan
menggunakan Standard Deviation (SD) dan Relative Standard Deviation
(RSD), pengujian dinyatakan akurat apabila RSD lebih kecil dari 2%.
(Harmita, 2006: 160-162)
Hasil yang dicurigai adalah 35,59 mg/kg. Hasil ditolak jika 2,5 ,
35,59 34,75 2,5 . 0,092
0,84 0,23,
Maka hasil kadar sampel No.1 ditolak
Hasil yang dicurigai adalah 34,87 mg/kg. Hasil ditolak jika 2,5 ,
34,87 34,72 2,5 . 0,085
33
0,15 0,212
Maka hasil kadar sampel No.2 diterima
2
=
1
0,0458
= = 0,1070
51
= 100%
0,1070
= 100% = 0,31%
34,75
34
3 Sampel 4 34,81
4 Sampel 5 34,81
5 Sampel 6 34,64
Kadar raa-rata 34,75
Dari data di atas menunjukkan kadar rata-rata pewarna tartrazin
dalam minuman berenergi adalah 34,75 mg/kg.
4.3.2 Persyaratan
Menurut Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/1988 terntang Bahan
Tambahan Makanan, dinyatakan bahwa batas maksimum penggunaan
pewarna sintetik tartrazin dalam makanan dan minuman adalah 300 mg/kg.
4.4 Pembahasan
Isolasi zat warna dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu isolasi
menggunakan benang wol bebas lemak untuk identifikasi warna dan metode
ekstraksi cair-cair untuk penetapan kadar secara spektrofotometri UV-cahaya
tampak.
Isolasi zat warna dengan benang wol merupakan metode yang baik karena
benang wol mempunyai sifat mudah menyerap dan melepaskan zat warna.
Pemisahan dengan kromatografi kertas pada pengujian ini menggunakan kertas
Whatman No.1 dan dipilih proses pengembangan menaik. Metode menaik
dilakukan dengan cara mencelupkan kertas Whatman No.1 ke dalam chamber
yang telah jenuh dan berisi eluen pada dasar bejana dan bagian atas dikaitkan pada
bagian atas chamber.
Pelarut atau eluen bergerak melalui serat-serat dari kertas oleh gaya kapiler
dan membawa komponen dari sampel yang diuji. Setelah permukaan eluen
bergerak sampai jarak yang ditentukan, kertas diangkat dan dikeringkan,
kemudian segera dideteksi secara visual karena noda-noda tersebut terlihat
sebagai noda berwarna pada akhir pengembangan.
Untuk memastikan apakah sampel tersebut mengandung zat pewarna sintetik
tartrazin pengujian dilanjutkan dengan uji konfirmasi dengan metode
spektrofotometri UV-cahaya tampak.
35
Pengujian dengan metode spektrofotometri UV-Vis hasilnya sampel
memberikan spektrum puncak yang sama dibandingkan dengan baku tartrazin,
artinya sampel mengandung zat pewarna tartrazin.
Pada penetapan kadar secara spektrofotometri UV-Vis sampel diencerkan
dan ditambah 3 mL campuran asam sulfat air (1:3) yang berfungsi agar zat warna
sintetik tartrazin mudah ditarik ke dalam fase organik. Diekstraksi sampai zat
warna tertarik ke dalam fase organik (fase n-butanol) semua, kumpulan fase
organik ditambahkan eter minyak bumi sama banyak yang bertujuan untuk
memisahkan sampel dari zat-zat lain dan untuk mengurangi kelarutan pewarna
dalam n-butanol yaitu mengurangi sifat polar dari n-butanol dengan eter minyak
bumi yang bersifat non polar sehingga pada waktu ekstraksi dengan air, fase
berwarna berpindah ke dalam fase air. Kemudian dilanjutkan ke pengukuran
sampel dan baku dengan spekrofotometer.
Diantara hasil yang diperoleh dari satu seri penetapan kadar secara
spektrofotometri UV-Vis pada 6 sampel yang dianalisa, terdapat kadar sampel
yang berbeda dan hasil ditolak, yaitu sampel no.1. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu diantaranya sampel yang kurang homogen dan cara
pemisahan yang kurang teliti sehingga diperoleh kadar yang berbeda, terhadap
satu macam sampel adakalanya hasilnya yang sangat menyimpang sehingga
timbul kecenderungan untuk menolak hasil yaitu sampel.
Untuk memastikan apakah hasil yang sangat menyimpang tadi ditolak atau
diterima, perlu dilakukan analisa data secara statistik dimana hasil analisa ditolak
jika 2,5 . RSD dihitung untuk mengetahui keakuratan pengujian yang
dilakukan. Pengujian dikatakan akurat jika diperoleh RSD lebih kecil dari 2%.
Pewarna sintetik tartrazin ditambahkan pada minuman berenergi untuk
memberi warna agar lebih menarik. Kadar pewarna sintetik tartrazin dalam
minuman berenergi tersebut sesuai dengan persyaratan yang ditentukan maka
minuman berenergi tersebut aman untuk dikonsumsi dan diizinkan peredarannya.
36
B AB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan pengujian kadar zat pewarna tartrazin dalam minuman berenergi
dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis adalah 34,75 mg/kg.
Berdasarkan hasil tersebut sampel minuman berenergi memenuhi syarat sesuai
dengan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan
Makanan.
5.2 Saran
1. Untuk yang akan datang agar difokuskan pada bahan percobaan dengan
berbagai metode agar bisa membandingkan metode mana yang terbaik yang
digunakan untuk identifikasi maupun penetapan kadar.
2. Sebaiknya masyarakat lebih memperhatikan pola konsumsi minuman
berenergi, khususnya bagi para pekerja berat yang menjadikan munuman
berenergi pilihan instan untuk memulihkan tenaga dan kondisi tubuhnya,
karena dalam minuman berenergi terdapat bahan pewarna yang jika
dikonsumsi secara berlebihan akan dapat menimbulkan resiko toksik
walaupun kronik.
3. Diharapkan kepada pemerintah agar lebih memperketat lagi pengawasan
penggunaan pewarna sintetik untuk makanan dan minuman dan memberikan
penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya menggunakan pewarna
tekstil dan kulit untuk makanan dan minuman.
37
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, Wisnu. 2006. Analisis dan Aspek Bahan Tambahan Pangan. Jakarta:
Bumi Aksara.
anna-permanasari.staf.upi.edu/files/2011/03/Spektro-UV-Vis.pdf
http://www.pom.go.id
38
LAMPIRAN
39
LAMPIRAN
40