PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mikroorganisme yang ada di alam ini mempunyai morfologi, struktur dan
sifat-sifat yang khas, termasuk bakteri. Bakteri yang hidup hampir tidak berwarna
dan kontras dengan air, dimana sel-sel bakteri tersebut disuspensikan. Salah satu
cara untuk melihat dan mengamati bentuk sel bakteri dalam keadaan hidup sangat
sulit, sehingga untuk diidentifikasi ialah dengan metode pengecatan atau
pewarnaan sel bakteri, sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Hal
tersebut juga berfungsi untuk mengetahui sifat fisiologisnya yaitu mengetahui
reaksi dinding sel bakteri melalui serangkaian pengecatan. Oleh karena itu teknik
pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling utama dalam
penelitian-penelitian mikrobiologi.
Mikroba sulit dilihat dengan cahaya karena tidak mengadsorbsi atau
membiaskan cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna digunakan untuk
mewarnai mikroorganisme. Zat warna mengadsorbsi dan membiaskan cahaya
sehingga kontras mikroba dengan sekelilingnya dapat ditingkatkan. Penggunaan
zat warna memungkinkan pengamatan strukur seperti spora, flagela, dan bahan
inklusi yng mengandung zat pati dan granula fosfat.
Melihat dan mengamati bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, karena
selain bakteri itu tidak berwarna juga transparan dan sangat kecil. Untuk
mengatasi hal tersebut maka dikembangkan suatu teknik pewarnaan sel bakteri,
sehingga sel dapat terlihat jelas dan mudah diamati. Olek karena itu teknik
pewarnaan sel bakteri ini merupakan salah satu cara yang paling utama dalam
penelitian-penelitian mikrobiologi.
1
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah :
a. Apa yang dimaksud dengan bakteri ?
b. Bagaimana morfologi bakteri ?
c. Apa saja macam – macam pewarnaan bakteri ?
d. Bagimana prosedur kerja pewarnaan bakteri ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui pengertian bakteri
b. Untuk mengetahui morfologi bakteri
c. Untuk mengetahui macam – macam pewarnaan bakteri
d. Untuk mengetahui prosedur kerja pewarnaan bakteri
D. Manfaat Penulisan
Manfaat pembuatan makalah ini adalah :
a. Agar mahasiswa mampu mengetahui pengertian bakteri
b. Agar mahasiswa mampu mengetahui morfologi bakteri
c. Agar mahasiswa mampu mengetahui macam – macam pewarnaan bakteri
d. Agar mahasiswa mampu mengetahui prosedur kerja pewarnaan bakteri
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bakteri
Bakteri adalah organisme prokariotik yang umumnya tidak mempunyai
klorofil, dan produksi aseksualnya terjadi melalui pembelahan sel. Bakteri pada
umumnya merupakan makhluk hidup yang juga memiliki DNA, akan tetapi DNA
bakteri tidak berada pada nukleus yang juga tidak mempunyai membran sel. DNA
ekstrakromosomal dari bakteri tergabung menjadi satu plasmid yang berbentuk
kecil dan sirkuler ( Jawetz, 2004) . Menurut Dwidjoseputro (1985) Ukuran sel
bakteri pada umumnya adalah 0,5-1,0 µm, dan mempunyai tiga bentuk dasar yaitu
bulat atau kokus, batang atau Bacillus, dan bentuk spiral.
Koes (2006) menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan bakteri antara lain adalah :
a. Sumber energi.
b. Sumber karbon.
c. Sumber nitrogen.
d. Sumber garam-garam anorganik.
e. Bakteri-bakteri tertentu membutuhkan faktor-faktor tumbuh tambahan.
Menurut (Fardiaz, 1989) Pertumbuhan bakteri memiliki beberapa fase,
beberapa fase pertumbuhan bakteri yaitu :
a. Fase adaptasi.
b. Fase pertumbuhan.
c. Fase logaritmik.
d. Fase pertumbuhan lambat.
e. Fase pertumbuhan tetap (statis).
f. Fase menuju kematian dan fase kematian.
3
2.2 Identifikasi Bakteri
Bakteri mempunyai beragam karakteristik yang berbeda, oleh karena itu
didalam proses mempelajari dan memahami bakteri dalam suatu kelompok
tertentu diperlukan identifikasi. Identifikasi dilakukan dengan mencari ciri pada
organisme yang belum diketahui kemudian dibandingkan dengan organisme yang
telah diketahui. Identifikasi mikroorganisme yang baru saja diisolasi sangat
memerlukan perincian, deskripsi, dan perbandingan yang sangat rinci dan jelas
dengan deskripsi yang telah dipublikasikan sebelumnya untuk jasad-jasad renik
lain yang mempunyai kesamaan jenis (Pelczar & Chan, 1989).
Identifikasi bakteri dapat dilakukan dengan dua cara baik secara morfologi
ataupun secara fisiologi, identifikasi yang dilakukan secara morfologi dapat
meliputi bentuk koloni, struktur koloni, bentuk sel, ukuran sel, dan pewarnaan
bakteri. Pengamatan morfologi kemudian dapat dibagi lagi menjadi dua yaitu
pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis, pengamatan makroskopis
dilakukan dengan cara mengamati mikroorganisme pada bagian-bagian yang
nampak dan dapat dilihat dengan mata telanjang, seperti bentuk koloni, tepian
koloni, elevasi koloni dan permukaan koloni (Cappucino & Sherman, 1987).
Sedangkan pengamatan mikroskopis digunakan pada saat ingin mengamati
pergerakan, dan pembelahan secara biner, mengamati bentuk dan ukuran sel yang
alami, yang pada saat mengalami fiksasi panas serta selama proses pewarnaan
mengakibatkan beberapa perubahan (Koes, 2006).
Pengamatan secara fisiologi dapat dilakukan dengan uji biokimia,
pengamatan fisiologi dapat dilakukan dengan cara pengujian seperti fermentasi
karbohidrat, pengujian Metyl red, pengujian Vogest Paskauer, pengujian oksidase,
pengujian protease dan lain-lain (Cappucino & Sherman, 1987)
4
sehingga menyebabkan permeabilitas pada dinding sel menjadi besar, dan zat
warna yang diserap menjadi mudah untuk dilepaskan sehingga bakteri menjadi
tidak berwarna. Sedangkan bakteri gram positif mempunyai sifat yang berbeda
jika dibandingkan dengan bakteri gram negatif, dimana bakteri gram positif pada
saat proses pencucian dengan alkohol mengalami denaturasi protein pada dinding
sel nya. Sehingga menyebabkan protein menjadi keras dan kaku, kemudian pori
akan menjadi kecil dan permeabilitas menjadi kurang sehingga kristal violter tetap
dipertahankan dan mengakibatkan muncul warna ungu. (Staf Pengajar FKUI,
1993).
5
hilang jika dibilas dengan alkohol, tetapi tetap berwarna merah muda karena
menahan warna merah safranin disebut bakteri Gram negative ( James, 2008 ).
Pewarnaan Gram digunakan untuk mengetahui morfologi sel bakteri serta untuk
membedakan bakteri gram positif dan gram negative. Perbedaan warna pada
bakteri gram positif dan gram negative menunjukkan bahwa adanya perbedaan
struktur dinding sel antara kedua jenis bakteri tersebut. Bakteri gram positif
memiliki struktur dinding sel dengan kandungan peptidoglikan yang tebal
sedangkan bakteri gram negative memiliki sturktur dinding sel dengan kandungan
lipid yang tinggi (Fitri, 2011).
6
BAB III
PEMBAHASAN
7
tertua yang dikenal, hampir 3,5 miliar tahun, adalah fosil bakteri-seperti
organisme.
Bakteri termasuk dalam golongan prokariota yaitu merupakan bentuk sel
yang paling sederhana yang memiliki ukuran dengan diameter dari 1 hingga 10
µm. Ciri yang membedakan prokariotik dengan eukariotik adalah inti sel di mana
sel prokariotik tidak mempunyai membrane inti sel atau nukleus yang jelas.
Bakteri memiliki 2 pembagian struktur yaitu :
1. Struktur dasar (dimiliki oleh hampir semua jenis bakteri)
Meliputi: dinding sel, membran plasma, sitoplasma, ribosom, DNA, dan granula
penyimpanan.
2. Struktur tambahan (dimiliki oleh jenis bakteri tertentu)
Meliputi: kapsul, flagelum, pilus(pili), klorosom, Vakuola gas dan endospora.
8
A. Bentuk Bakteri
1. Bakteri bentuk batang
Bakteri berbentuk batang dikenal sebagai basil. Kata basil berasal
dari bacillus yang berarti batang. Bentuk basil dapat pula dibedakan atas:
1. Basil tunggal yaitu bakteri yang hanya berbentuk satu batang tunggal,
misalnya Salmonella typhi, penyebab penyakit tipus.
2. Diplobasil yaitu bakteri berbentuk batang yang bergandengan dua-dua.
3. Streptobasil yaitu bakteri berbentuk batang yang bergandengan memanjang
membentuk rantai misalnya Bacillus anthracis penyebab penyakit atraks.
9
5. Stafilokokus, yaitu bakteri berbentuk bulat yang berkoloni membentuk
sekelopok sel tidak teratur sehingga bentuknya mirip dompolan buah anggur.
10
B. Stuktur Dasar Bakteri
Susunan sel bakteri terdiri dari :
1. Inti
Adanya inti pada bakteri dapat dibuktikan dengan mikroskop electron.
Pada mikrograf electron, inti merupakan daerah yang tidak tembus cahaya
electron. Ternyata bagian yang tidak tertembus electron ini mnegandung asam
deoksiribonukleat (DNA). Inti bakteri tidak memiliki membran sehingga termasuk
organisme prokarion. Asam deoksiribonukleat (deoxyribonucleic acid, disingkat
DNA) atau asam inti, merupakan materi genetic bakteri yang terdapat di dalam
sitoplasma. Bentuk DNA bakteri seperti kalung yang tidak berujung pangkal.
Bentuk demikian dikenal sebagai DNA sirkuler. DNA tersusun atas dua utas
polinukleotida berpilin. DNA merupakan zat pengontrol sintesis protein bakteri,
dan merupakan zat pembawa sifat atau gen. DNA ini dikenal pula sebagai
kromosom bakteri. DNA bakteri tidak tersebar di dalam sitoplasma, melainkan
terdapat pada daerah tertentu yang disebut daerah inti. Materi genetik inilah yang
dikenal sebagai inti bakteri.
11
lain, plasmid mampu melakukan replikasi dan membentuk kopi dirinya dalam
jumlah banyak. Dalam sel bakteri dapat terbentuk 10-20 plasmid.
12
Gambar 3.7 Ribosom
5. Sitoplasma
Sitoplasma adalah cairan yang berada di dalam sel (cytos = sel, plasma=
cairan). Sitoplasma tersusun atas koloid yang mengandung berbagai molekul
organik seperti karbohidrat, lemak, protein, mineral, ribosom, DNA, enzim-enzim,
dan volutin. Volutin adalah suatu zat yang banyak mengandung asam ribonukleat
(RNA) dan yang mudah menghisap zat warna tertentu, yaitu zat warna yang
bersifat basa. Volutin terdapat pada basil difteri, dan tampak sebagai titik-titik
berwarna-warni disebut granila metakromatik. Sitoplasma merupakan tempat
berlangsungya reaksi-reaksi metabolism. Bakteri sering menyimpan bahan
cadangan makanan dalam bentuk granula-granula dalam sitoplasma.
13
6. Lapisan Permukaan
Lapisan permukaan dapat berupa :
a. Membrane sel
Membrane sel adalah membran yang menyelubungi sitoplasma tersusun
atas lapisan fosfolipid dan protein. Selubung sel bakteri ini mengandung daerah
transpor untuk menutrisi daerah reseptor untuk virus bakteri dan baktreiosin.,
mempermudah interaksi inang-parasit, di samping sebagai tempat reaksi
komponen dan antibodi, dan sering mengandung komponen toksik untuk inang.
Membran Sel ini mempunyai sifat yang semipermeable.
Fungsi membrane sel:
1) Transpor bahan makanan secara selektif.
2) Pada spesies aerob merupakan tempat transport electron dan oksidasi-fosforlasi.
3) Tempat ekspresi bagi eksoenzim yang hidrolitik.
4) Mengandung enzim dan molekul-molekul yang berfungsi pada biosintesa DNA.
5) Mengandung reseptor protein untuk sistem kemotaktik
14
b. Dinding Sel
Kebanyakan dari bakteri mempunyai dinding sel, dinding sel tersebut
terdiri dari berbagai bentuk dan ukuran. Dinding sel ini berfungsi sebagai
pertahanan bakteri agar dapat bertahan hidup dalam lingkungannya serta
mempertahankan tekanan osmotik bakteri. Tekanan osmotik di dalam bakteri
berkisar antara 5-20 atmosfir. Dinding bakteri tersebut terdiri dari lapisan
peptidoglikan yaitu susunan yang terdiri dari polimer besar dan terbuat dari N–
asetil glukosamin dan asam N–asetil muramat yang saling berikatan silang (cross
linking) dengan ikatan kovalen. Dinding sel ditemukan pada semua bakteri hidup
bebas kecuali pada Mycoplasma.
Dengan adanya peptidoglikan, bakteri terbagi dua yaitu bakteri:
a. Gram positip yaitu bakteri yang bila diwarnai dengan kristal ungu atau jodium
lalu dicuci dengan alcohol akan tetap mempertahankan warna ungu setelah
pewarnaan. Hal ini terjadi karena bakteri gram positip mempunyai lapisan
peptidoglikan yang lebih tebal.
b. Gram negatip yaitu kebalikan gram positip di mana bakteri tersebut akan
kehilangan warna ungunya setelah dicuci dikarenakan peptidoglikan gram negatip
lebih tipis.
Tabel 3.1
Perbedaan bakteri gram positif dengan bakteri gram negative
NO GRAM (+) GRAM (-)
1 struktur dinding sel tebal, 15-80 nm struktur dindng sel tipis, 10-15 nm
dinding sel berlapis tunggal, dinding sel berlapis tiga,
2 monolayer multilayer
dinding sel mengandung lipid lebih dinding sel mengandung lemak
3 normal (1-4 %) lebih banyak (11-22 %)
mengandung lemak
4 mengandung asam teikoat (lipopolisakarida)
5 lebih rentan terhadap penisilin kurang rentan terhadap penisilin
pertumbuhan dihambat oleh cat pertumbuhan tidak dihambat oleh
6 kristal violet cat kristal violet
7 komposisi nutrisi lebih rumit kompisisi nutrisi lebih sederhana
15
lebih resisten terhadap gangguan tidak resisten terhadap gangguan
8 fisik fisik
resisten terhadap alkali (KOH 1%) resisten terhadap alkali (KOH 1%)
9 larut lebih pekat
10 tidak peka terhadap streptomisin peka terhadap streptomisin
toksin yang dibentuk endotoksin
11 eksotoksin toksin yang dibentuk endotoksin
Tabel 3.2
Perbedaan bakteri BTA (+) dengan bakteri BTA (-) :
NO BTA (+) BTA (-)
memiliki lapisan lilin
tidak memiliki lapisan lilin
1 dan asam lemak
dan asam mikolat
mikolat
lipid mencapai 60 %
2 (-)
dari berat dinding sel
3 tahan terhadap asam tidak tahan terhadap panas
16
C. Struktur Tambahan
1. Kapsul
Kebannyakan bakteri mempunyai lapisan lendir yang menyelubungi
dinding sel seluruhnya. Jika lapisan lendir ini cukup tebal, maka bungkus ini
disebut kapsul. Lendir tidak mudah menghisap zat warna, hanya dengan
pewarnaan yang khusus, lendir dapat terlihat. Kapsul berbeda dengan bahan lendir
hasil metabolisme yang merupakan hasil sekresi.
Beberapa bakteri ada yang membentuk lendir sebgai hasil sekresi, apabila
ditumbuhkan pada media yang mengandung gula tertentu. Kapsul dan lendir dapat
dibedakan dari segi morfologi dan biokimianya. Kapsul adalah bagian dari sel
sedangkan lendir merupakan hasil sekresi.
Fungsi kapsula pada bakteri selain untuk melindungi sel terhadap faktor-
faktor lingkungan (misal terhdap kekeringan) juga bekerja sebagai pengikat antar
sel. Kapsul mempunyai arti penting, karena erat hubungannya dengan sifat
virulensi bakteri-bakteri patogen, apabila kehilangan kapsulnya maka akan turun
virulensinya.
17
melalui proses fotosintesis dengan bantuan cahaya matahari. Pigmen-pigmen
fotosintetik antara lain:
a) Pigmen hijau (baterioklorofil)
b) Pigmen ungu (bakteriopurpurin)
c) Pigmen kuning (karoten)
d) Pigmen merah (bakteriorhodopsin)
Contoh : Rhodopseudomonas, Rhodospirillum, Thiocystis, Thiospirillum,
Chlorobium
2. Flagel
Flagel adalah alat yang digunakan untuk gerakan bakteri. Semua bakteri
yang berbentuk lengkung dan sebagian bakteri-bakteri yang berbentuk batang
mempunyai flagel. Bakteri yang berbentuk coccus jarang sekali yang mempunyai
flagel. Ukuran flagel sangat kecil dan tidak terlihat dengan mikroskop tanpa
pengecatan. Tebal flagel antara 0,02 – 1 mikron, tergantung dari spesies bakteri,
sedang panjangnya flagel biasanya melebihi panjangnya sel bakteri. Flagel terdiri
dari bahan protein yang elastik, disebut flagelin yang mirip dengan myosin (suatu
protein pada otot). Flagel berasal dari protoplasma, buka berasal dari dinging sel.
Berdasarkan letak dan jumlah flagelnya bakteri dapat dibagi menjadi 5
golongan, yaitu :
a) Atrik : bakteri yang tidak mempunyai flagel / alat gerak
b) Monotrik : bakteri yang mempunyai satu flagel / alat gerak pada salah satu
ujung tubuhnya.
18
c) Lofotrik : bakteri yang memiliki sejumlah flagel / alat gerak pada satu
ujung tubuh bakteri.
d) Amfitrik : bakteri yang mempunyai sejumlah flagel / alat gerak pada kedua
ujungnya.
e) Peritrik : bakteri yang mempunyai flagel / alat gerak pada seluruh
permukaan tubuhnya.
3. Pili
Pili adalah benang-benang halus yang menonjol keluar dari dinding sel.
Kebanyakan terdapat pada bakteri gram negative. Panjang pili berkisar antara 0,5
– 20 mikron. Pili tersusun melingkari sel, mempunyai jumlah kurang lebih 150
buah tiap sel.
Pili mengandung suatu protein yang disebut pilin. Dalam garis besarnya
dapat dikatakan, bahwa pili merupakan alat untuk melekat, misalnya dengan
adanya pili sel-sel beberapa bakteri dapat melekat dekat permukaan medium cair
di mana kadar oksigennya lebih baik.
Pili juga dapat melekatkan sel satu dengan sel lainnya. Fungsi perlekatan
ini penting pada peristiwa konjugasi. Konjugasi adalah peristiwa penggabungan
sel-sel jantan dengan sel-sel betina. Sel-sel bakteri jantan dilengkapi dengan pili
khusus yang disebut pili kelamin (sex pilus). Pada waktu konjugasi sel ini melekat
pada dinding sel betina.
19
Gambar 3.14 Flagel dan Pili
4. Endospora
Endospora yaitu suatu benda berbentuk bulat atau bulat lonjong, bersifat
sangat membias cahaya, sukar dicat dan sangat resisten terhadap faktor-faktor luar
yang jelek. Fungsi spora pada bakteri bukan sebagai alat reproduksi seperti halnya
pada fungi. Spora bakteri mempunyai arti lain, yaitu bentuk bakteri yang sedang
dalam usaha mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar. Bakteri yang
membentuk spora adalah dari genus Bacillus dan Clostridium, selain itu juga
beberapa spesies dari Sarcina sp.
20
Pada beberapa spesies, intin itu menjadi dinding sel, apabila sel
melanjutkan pertumbuhannya menjadi bakteri biasa.
4) Pada tahap yang terakhir, spora tampak berubah bentuk dan berubah
volume. Endospora dapat tetap tinggal di salah satu ujung atau ditengah-
tengah sel.
5) Kedudukan spora bermacam-macam, ada yang terminal (jika
kedudukannya di ujung), sentral (jika kedudukannya di tengah), dan sub
terminal (jika kedudukannya diantara ujung dan tengah).
21
3.3 Pewarnaan Bakteri
Tujuan pewarnaan terhadap mikroorganisme ialah untuk :
1. Mempermudah melihat bentuk jasad, baik bakteri, ragi, maupun fungi.
2. Memperjelas ukuran dan bentuk jasad
3. Melihat struktur luar dan kalau memungkinkan struktur dalam jasad.
4. Melihat reaksi jasad terhadap pewarna yang diberikan sehingga sifat-sifat
fisik dan kimia dapat diketahui.
Teknik pewarnaan dikelompokkan menjadi beberapa tipe,
berdasarkan respon sel bakteri terhadap zat pewarna dan sistem pewarnaan yang
digunakan untuk pemisahan kelompok bakteri digunakan pewarnaan Gram, dan
pewarnaan “acid-fast”(tahan asam) untuk genus Mycobacterium. Untuk melihat
struktur digunakan pewarnaan flagela, pewarnaan kapsul, pewarnaan spora, dan
pewarnaan nukleus. Pewarnaan Neisser atau Albert digunakan untuk melihat
granula metakromatik (volutin bodies) pada Corynebacterium diphtheriae. Untuk
semua prosedur pewarnaan mikrobiologi dibutuhkan pembuatan apusan lebih
dahulu sebelum melaksanakan beberapa teknik pewarnaan yang spesifik
(Pelezar,2008).
22
2. Pewarnaan Negatif
Pewarnaan Negatif adalah pewarnaan yang menggunakan pewarna asam
seperti Negrosin, Eosin, atau Tinta India sebagai pewarna utama. Pewarnaan
negatif dilakukan pada bakteri yang sukar diwarnai oleh pewarna sederhana
seperti spirochaeta. Pewarnaan negatif bertujuan untuk memberi warna gelap pada
latar belakang dan tidak memberi warna pada sel bakteri. Hal tersebut dapat
terjadi karena pada pewarnaan negatif, pewarna yang digunakan adalah pewarna
asam dan memiliki komponen kromoforik yang bermuatan negatif, yang juga
dimiliki oleh sitoplasma bakteri. Sehingga pewarna tidak dapat menembus atau
berpenetrasi ke dalam sel bakteri karena negatif charge pada permukaan sel
bakteri. Pada pewarnaan negatif ini, sel bakteri terlihat transparan (tembus
pandang).
3. Pewarnaan Diferensial
Pewarnaan Diferensial adalah teknik pewarnaan yang dilakukan untuk
mengetahui perebedaan antara sel-sel dari tiap-tiap mikroba. Pewarnaan
diferensial menggunakan dua pewarna atau lebih. Pewarnaan diferensial antara
lain meliputi :
a. Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram digunakan untuk membedakan bakteri gram positif dan
bakteri gram negatif berdasarkan sifat fisik dan kimia dinding sel bakteri.
Pewarnaan gram menggunakan pewarna utama Kristal Violet dan pewarna
tandingan Safranin. Keberhasilan metode ini sangat bergantung pada dinding sel,
maka dari itu metode ini tidak dapat dilakukan pada bakteri yang tidak memiliki
dinding sel seperti genus nacordia dan mycoplasma. Metode ini diberi nama
berdasarkan penemunya, ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853–1938)
yang mengembangkan teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara
pneumokokus dan bakteri Klebsiella pneumoniae.
Tujuan dari pewarnaan adalah untuk memudahkan melihat bakteri dengan
mikroskop, memperjelas ukuran dan bentuk bakteri, untuk melihat struktur luar
dan struktur dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola, menghasilkan sifat-
sifat fisik dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna, serta
meningkatkan kontras mikroorganisme dengan sekitarnya.
23
Pewarnaan ini dapat membagi bakteri menjadi gram positif dan gram
negatif berdasarkan kemampuannya untuk menahan pewarna primer (kristal ungu)
atau kehilangan warna primer dan menerima warna tandingan (safranin). Bakteri
gram positif menunjukkan warna biru atau ungu dengan pewarnaan ini, sedangkan
bakteri gram negatif menunjukkan warna merah.
Perbedaan respon terhadap mekanisme pewarnaan gram pada bakteri
adalah didasarkan pada struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri gram
positif mengandung protein dan gram negatif mengandung lemak dalam
presentase lebih tinggi dan dinding selnya tipis. Pemberian alkohol (etanol) pada
praktikum pewarnaan bakteri, menyebabkan terekstraksi lipid sehingga
memperbesar permeabilitas dinding sel. Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel
dan menyebabkan sel menjadi berwarna merah pada bakteri gram negatif
sedangkan pada bakteri gram positif dinding selnya terdehidrasi dengan perlakuan
alkohol, pori – pori mengkerut, daya rembes dinding sel dan membran menurun
sehingga pewarna safranin tidak dapat masuk sehingga sel berwarna ungu, yang
merupakan warna dari Kristal Violet.
Ciri-ciri bakteri gram negatif yaitu:
1. Struktur dinding selnya tipis, sekitar 10 – 15 mm, berlapis tiga atau
multilayer.
2. Dinding selnya mengandung lemak lebih banyak (11-22%), peptidoglikan
terdapat didalam lapisan kaku, sebelah dalam dengan jumlah sedikit ± 10%
dari berat kering, tidak mengandung asam tekoat.
3. Kurang rentan terhadap senyawa penisilin.
4. Pertumbuhannya tidak begitu dihambat oleh zat warna dasar misalnya kristal
violet.
5. Komposisi nutrisi yang dibutuhkan relatif sederhana.
6. Tidak resisten terhadap gangguan fisik.
7. Resistensi terhadap alkali (1% KOH) lebih pekat
8. Peka terhadap streptomisin dan toksin yang dibentuk ialah Endotoksin
Ciri-ciri bakteri gram positif yaitu:
1. Struktur dinding selnya tebal, sekitar 15-80 nm, berlapis tunggal atau
monolayer.
24
2. Dinding selnya mengandung lipid yang lebih normal (1-4%), peptidoglikan
ada yang sebagai lapisan tunggal. Komponen utama merupakan lebih dari
50% berat ringan. Mengandung asam tekoat.
3. Bersifat lebih rentan terhadap penisilin.
4. Pertumbuhan dihambat secara nyata oleh zat-zat warna seperti ungu kristal.
5. Komposisi nutrisi yang dibutuhkan lebih rumit.
6. Lebih resisten terhadap gangguan fisik.
7. Resistensi terhadap alkali (1% KOH) larut
8. Tidak peka terhadap streptomisin
9. Toksin yang dibentuk Eksotoksin dan Endotoksin
Perbedaan dinding sel bakteri gram positif dan bakteri gram negatif :
Gambar 3.17 Dinding sel bakteri gram positif dan bakteri gram negative
25
Gambar 3.18 Pewarnaan Gram
Hasil pengamatan preparat bakteri gram postif dan gram negatif pada mikroskop :
Gambar 3.19 S. aureus, gram positif Gambar 3.20 E. Coli, gram negatif
26
menyerap pewarna karbol fuchsin yang dipanaskan, karena pada saat pemanasan
dinding sel bakteri yang memiliki banyak lemak membuka sehingga pewarna
dapat terserap. Namun tidak dapat dilunturkan dengan asam alkohol karena pada
saat suhu normal lemak pada dinding sel bakteri kembali menutup, sehingga
ketika diwarnai dengan pewarna tandingan, yaitu Methylene Blue, warnanya tetap
merah. Berbeda dengan bakteri tidak tahan asam, ia akan menyerap pewarna
tandingan yaitu methylene blue sehingga berwarna biru.
Pada metode Kinyoun-Gabbet, tidak perlu dilakukan pemanasan, maka
dari itu metode Kinyoun-Gabbet juga disebut Cold Stain. Metode Kinyoun-
Gabbet tidak perlu dilakukan dengan pemanasan karena pada pewarna Kinyoun
terdapat alkali fuchsin dengan konsentrasi yang tinggi, sehingga walau tanpa
pemanasan dapat menghilangkan lapisan lilin pada dinding sel bakteri tahan asam.
Komposisi Kinyoun antara lain: alkali fuchsin, fenol, alkohol 95%, dan aquades.
Sebagai pewarna tandingan adalah Gabbet, yang memiliki komposisi antara lain :
methylene blue, asam sulfat 96%, alkohol murni, dan aquades. Sama seperti pada
metode Ziehl-Neelsen, bakteri tahan asam akan berwarna merah, sedangkan
bakteri tidak tahan asam akan berwarna biru. Berikut adalah ilustrasinya :
Gambar 3.21 Bakteri Tahan Asam (pink) dan bakteri Tidak Tahan Asam (biru)
4. Pewarnaan Struktural
Pewarnaan struktural ditujukan untuk melihat bagian tertentu bakteri.
Yang termasuk dalam pewarnaan struktural ialah :
a. Pewarnaan Spora
Ada dua genus bakteri yang dapat membentuk endospora, yaitu genus
Bacillus dan genus Clostridium. Strukturspora yang terbentuk di dalam tubuh
vegetatif bakteri disebut sebagai ‘endospora’ (endo=dalam, spora=spora) yaitu
27
spora yang terbentuk di dalam tubuh. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa
endospora merupakan sel yang mengalami dehidrasi dengan dinding yang
mengalami penebalan serta memiliki beberapa lapisan tambahan.
Dengan adanya kemampuan untuk membentuk spora ini, bakteri tersebut
dapat bertahan pada kondisi yang ekstrim.Menurut Pelczar (1986) bakteri yang
dapat membentuk endospore ini dapat hidup dan mengalami tahapan-tahapan
pertumbuhan sampai beberapa generasi, dan spora terbentuk melalui sintesis
protoplasma baru di dalam sitoplasma sel vegetatifnya.
Menurut Volk & Wheeler (1988), dalam pengamatan spora bakteri
diperlukan pewarnaan tertentu yang dapat menembus dinding tebal spora. Contoh
dari pewarnaan yang dimaksudkan tersebut adalah dengan penggunaan larutan
Hijau Malakit 5%, dan untuk memperjelas pengamatan, sel vegetatif juga
diwarnai dengan larutan Safranin 0,5% sehingga sel vegetatif ini berwarna merah,
sedangkan spora berwarna hijau. Dengan demikian ada atau tidaknya spora dapat
teramati, bahkan posisi spora di dalam tubuh sel vegetatif juga dapat
diidentifikasi. Namun ada juga zat warna khusus untuk mewarnai spora dan di
dalam proses pewarnaannya melibatkan proses pemanasan, yaitu; spora
dipanaskan bersamaan dengan zat warna tersebut sehingga memudahkan zat
warna tersebut untuk meresap ke dalam dinding pelindung spora bakteri.
Beberapa zat warna yang telah disebutkan di atas, dapat mewarnai spora
bakteri, tidak lepas dari sifat kimiawi dinding spora itu sendiri. Semua spora
bakteri mengandung asam dupikolinat, yang mana subtansi ini tidak dapat ditemui
pada sel vegetatif bakteri, atau dapat dikatakan, senyawa ini khas dimiliki oleh
spora. Dalam proses pewarnaan, sifat senyawa inilah (asam dupikolinat) yang
kemudian dimanfaatkan untuk diwarnai menggunakan pewarna tertentu, dalam
hal ini larutan hijau malakit. Sedangkan menurut Pelczar (1986), selain subtansi di
atas, dalam spora bakteri juga terdapat kompleks Ca2+ dan asam dipikolinan
peptidoglikan.
28
b. Pewarnaan Kapsul
Beberapa jenis bakteri mengeluarkan bahan-bahan yang amat berlendir
dan lengket pada permukaan selnya, dan melengkungi dinding sel. Bila bahan
berlendir tersebut kompak dan tampak sebagai suatu bentuk yang pasti (
bundar/lonjong) maka disebut kapsul, tetapi bila bentuknya tidak teratur dan
kurang menempel dengan erat pada sel bakteri disebut selaput lendir.
Kapsul dan lendir tidaklah esensial bagi kehidupan sel, tapi dapat
berfungsi sebagai makanan cadangan, perlindungan terhadap fagositosis (baik
dalam tubuh inang maupun dialam bebas) atau perlindungan terhadap dehidrasi.
Kemampuan menghasilkan kapsul merupakan sifat genetis, tetapi produksinya
sangat dipengaruhi oleh komposisi medium tempat ditumbuhkannya sel-sel yang
bersangkutan. Komposisi medium juga dapat mempengaruhi ukuran kapsul.
Ukuran kapsul berbeda-beda menurut jenis bakterinya dan juga dapat berbeda
diantara jalur-jalur yang berlainan dalam satu spesies.
Pada beberapa jenis bakteri adanya kapsul sebagai petunjuk virulensi.
Semua kapsul bakteri tampaknya dapat larut dalam air. Komposisi kimiawi kapsul
ada yang berupa glukosa ( misalnya dektrosa pada leokonostok mesendteroides),
polimer gula amino (misalnya asam hialuronat pada Staphylococcus piogenik),
polipeptida (misalnya polimer asam D-glutamat pada Bacillus antraksis) atau
kompleks polisakarida, dan glikoprotein ( misalnya B disentri).
Pewarnaan kapsul tidak dapat dilakukan sebagaimana melakukan
pewarnaan sederhana, pewarnaan kapsul dilakukan dengan menggabungkan
prosedur dari pewarnaan sederhana dan pewarnaan negatif. Masalahnya adalah
ketika kita memanaskan prepat dengan suhu yang sangat tinggi kapsul akan
hancur, sedangakan apabila kita tidak melakukan pemanasan pada preparat,
bakteri akan tidak dapat menempel dengan erat dan dapat hilang ketika kita
mencuci preparat.
Pewarnaan kapsul menggunakan pewarna Kristal Violet dan sebagai
pelunturnya adalah Copper Sulfate. Kristal violet memberikan warna ungu gelap
terhadap sel bakteri dan kapsul. Namun kapsul bersifat nonionic, sehingga
pewarna utama tidak dapat meresap dengan kuat pada kapsul bakteri. Copper
sulfate bertindak sebagai peluntur sekaligus counterstain, sehingga mengubah
warna yang sebelumnya ungu gelap menjadi biru muda atau pink. Maka dari itu
29
pada pewarnaan kapsul, kapsul akan transparan sedangakan sel bakteri dan latar
belakangnya akan berwarna biru muda atau pink. Berikut ini adalah prosedur
pewarnaan kapsul bakteri:
c. Pewarnaan Granulla
Ada beberapa metode pewarnaan granula, diantaranya adalah Loeffler,
Albert dan Neisser. Dari ketiga metode tersebut, metode yang sering digunakan
adalah metode Neisser, sedangkan metode Albert dan Loeffler kurang popular
karena tidak diajarkan pada praktikum mikrobiologi. Tetapi, pewarnaan metode
Albert sering dibahas pada buku-buku terbitan WHO.
Granula metakromatik disebut jga granula volutin. Granula metakromatik
tidak hanya ditemukan pada Corynebacterium diphteriae tetapi juga di beberapa
bakteri selain bakteri tersebut, fungi, algae, dan protozoa. Granula metakromatik
mengandung polifosfat, asam ribonukleat, dan protein. Granula metakromatik
sangat mungkin mempunyai fungsi sebagai sumber cadangan energi.
Metode Neisser menggunakan pewarna neisser A, neisser B, dan neisser
C. Neisser A mengandung biru metilen, alkohol 96%, asam pekat dan aquades.
Neisser B mengandung kristal violet, alkohol 96%, dan aquades. Sedangkan
neisser C mengandung crysoidine dan aquades. Pada metode neisser, granula
bakteri berwarna biru gelap atau biru hitam (warna dari neisser A ditambah
neisser B), sedangkan sitoplasma bakteri berwarna kuning kecoklatan (warna dari
neisser C).
d. Pewarnaan Flagella
30
larutan kristal violet bertindak sebagai pewarna utama, sedangkan asam tannic dan
alumunium kalium sulfat bertindak sebagai mordant. Kristal violet akan
membentuk endapan disekitar flagel, sehingga meningkatkan ukuran nyata flagel.
1. Pewarnaan Sederhana
31
2. Pewarnaan Negatif
Prinsip Pewaarnaan Negatif : Didasarkan pada pewarnaan tidak
langsung dengan hanya mewarnai latarbelakangnya (objek glass)
sehingga latarbelakang menjadi hitam gelap sedangkan bakteri terlihat
transparant.
3. Pewarnaan Diferensial
a. Pewarnaan Gram
Prinsip Pewarnaan Gram : Didasarkan pada perbedaan
struktur dinding sel bakteri sehingga menyebabkan perbedaan
reaksi permeabilitas zat warna dan penambahan larutan
pencuci (Dwidjoseputro.1998).
1. Bersihkan glass preparat menggunakan tissu dan
alkohol dan keringkan.
2. Teteskan 3 ose aquades pada glass preparat.
3. Letakkan bakteri diatas aquades tersebut secara aseptis.
4. Keringkan dengan cara fiksasi.
5. Tetesi Kristal violet dan tunggu 1 menit.
6. Setelah itu cuci dengan air mengalir dan keringkan
kembali.
7. Setelah kering tetesi dengan iodin dan tunggu 1 menit.
8. Cuci dengan air mengalir dan keringkan.
9. Tetesi dengan gram alkohol dan tunggu 30 detik.
10. Cuci dengan air mengalir dan keringkan.
32
11. Tetesi dengan gram safranin dan tunggu 2 menit.
12. Cuci dengan air mengalir dan keringkan.
13. Amati dengan mikroskop.
b. Pewarnaan Bakteri Tahan Asam
Prinsip Pewarnaan Bakteri Tahan Asam : Dinding bakteri
yang tahan asam mempunyai lapisan lilin dan lemak yang
sukar ditembus cat. Oleh karena pengaruh fenol dan
pemanasan maka lapisan lilin dan lemak itu dapat ditembus
cat basic fuchsin. Pada waktu pencucian lapisan lilin dan
lemak yang terbuka akan merapat kembali. Pada pencucian
dengan asam alkohol warna fuchsin tidak dilepas. Sedangkan
pada bakteri tidak tahan asam akan luntur dan mengambil
warna biru dari methylen blue.
a. Pembuatan Apusan
1. Gunakan semua APD dengan baik, benar dan lengkap.
2. Siapkan semua alat-alat dan bahan-bahan yang akan
digunakan.
3. Pastikan semua alat dan bahan siap untuk digunakan.
4. Ambil lidi/ose lalu dipanaskan dengan api Bunsen.
5. Buka tutup wadah sampel yang berisi sampel sputum.
6. Masukkan lidi/ose secara perlahan.
7. Bakar lidi/ose, kemudian diletakkan dirak ose.
8. Keringkan apusan pada object glass dengan api Bunsen
atau difiksasi.
9. Lakukan fiksasi dengan cara mengelilingi kaca preparat
pada api Bunsen sebanyak tiga kali.
b. Pewarnaan
1. Teteskan Zat ZN A (Carbol Fuchsin) pada kaca preparat
kemudian dipanaskan sampai menguap (jangan sampai
mendiih), ditunggu 5 menit lalu dibilas dengan
aquadest.
2. Teteskan ZN B (Asam Alkohol) pada kaca preparat,
ditunggu hingga ½ menit lalu dibilas dengan aquadest.
33
3. Teteskan ZN C (Methylene Blue), ditunggu hingga 1
menit lalu dibilas dengan aquadest.
4. Keringkan dengan kertas tissue.
c. Pembacaan Hasil Pengamatan
1. Preparat yang sudah jadi diamati dibawah mikroskop
dengan setting pembesaran objektif 10 kali untuk
mencari lapang pandang, kemudian dilanjutkan dengan
perbesaran objektif 100 kali dengan penambahan oil
imersi untuk memperjelas objek yang diamati.
2. Amati bentuk dan warna bakteri, bakteri tahan asam
akan berwarna merah dan bakteri tidak tahan asam akan
berwarna biru.
4. Pewarnaan Struktural
a. Pewarnaan Spora
Prinsip Metode Klein : Spora kuman mempunyai dinding yang
tebal sehingga diperlukan pemanasan agar pori-pori membesar zat
warna fuchsin dapat masuk, dengan pencucian pori-pori kembali
mengecil menyebabkan zat warna fuchsin tidak dapat dilepas
walaupun dilunturkan dengan asam alkohol, sedangkan pada
badan bakteri warna fuchsin dilepaskan dan mengambil warna biru
dari methylen blue.
1. Buat suspensi bakteri yang terdiri dari biakan bakteri dan
NaCl fisiologis di tabung reaksi. Tambahkan karbol fuksin
sebanyak 1:1 kedalam suspensi tersebut. Campuran tersebut
dipanaskan dalam pemanas air atau water bath bersuhu
80oC selama 10 menit. Jaga jangan sampai mendidih atau
kering.
2. Kaca objek di sterilisasi dengan cara dicuci, lalu
dimasukkan kedalam larutan desinfektan, kemudian
dimasukkan kedalam larutan alkohol 70%. Setelah kaca
objek disterilisasi, di lap menggunakan kapas sampai
mengeluarkan suara berdecit. Lingkari bagian bawah kaca
34
objek dengan spidol sebagai area untuk pengolesan sampel
bakteri.
3. Ose difiksasi dengan cara dibakar dengan pembakar spirtus
sampai ose berpijar. Ose di dinginkan dengan cara
didekatkan dengan pembakar spirtus.
4. Buat olesan dari campuran suspensi. Olesan tersebut
digenangi dengan asam sulfat (H2SO4) 1% selama 2 detik,
lalu dicuci atau dibilas dengan aquades. Kemudian olesan
tersebut digenangi dengan pewarna tandingan biru metilen
selama 5 menit, zat warna yang berlebih dibuang,
5. Bilas dengan air suling, lalu dikeringkan dengan kertas
saring.
6. Kemudian olesan ditetesi minyak imersi, lalu diperiksa di
bawah mikroskop. Diamati dan di gambarkan hasilnya.
b. Pewarnaan Kapsul
Prinsip Metode Burry Gins : Kapsul pada kuman tidak dapat
mengikat zat warna, sehingga pada pemberian cat tinta cina dan
calbol fuchsin terlihat bulatan terang atau transparan dengan latar
belakang gelap dan badan kuman berwarna merah dari fuchsin.
1. Sediakan dua buah object glass
2. Kedua object glass dibersihkan dengan alkohol 70%
sampai bersih agar terbebas dari lemak.
3. Kedua object glass dipanaskan diatas pembakar spirtitus
4. Kawat ose dipijarkan diatas pembakar spirtitus lalu
didinginkan
5. Pada kaca objek pertama diletakkan satu suspensi bakteri
dan satu ose tinta cina dengan perbandingan (1:1)
6. Suspensi bakteri dan satu ose tinta cina dengan
perbandingan (1:1) dicampurkan dengan sudut object glass
sampai keduanya homogen.
7. Preparat apusan dibuat untuk membentuk sudut 45%
hingga campuran tersebut menjadi lapisan film tipis.
35
8. Preparat dikeringkan dan difiksasi selama 3 kali.
9. Tetesi preparat dengan zat warna air fuchsin selama 5
menit.
10. Zat warna berlebihan dibuang, tetapi jangan dicuci,
kemudian dikeringkan.
11. Preparat ditetesi dengan minyak imersi, lalu diamati
dibawah mikroskop.
c. Pewarnaan Granula
Prinsip Metode Neisser : Pengecetan dengan Neisser A dan B
menyebabkan granula babes Ernst (poolkarrel) berwarna violet
hitam, cat Neisser C tidak berubah (luntur), badan bakteri akan
terlunturkan oleh air yang terdapat pada Neisser C sehingga
mengambil warna kuning atau coklat dari Neisser C.
Cara kerja pewarnaan granula dengan Metode Neisser ialah
sebagai berikut :
1. Buatlah sediaan bakteri pada gelas obyek, fiksasilah, dan
tunggu sampai dingin.
2. Tuangkan Neisser A (biru metilen 0,1 g, alkohol 96% 2 ml,
asam asetat pekat 5 ml, dan akuades 95 ml.) dan Neisser
B (kristal violet 1 g, alkohol96% 10 ml, dan akuades 300
ml) pada sediaan bakteri dan biarkan selama1 menit.
3. Buang sisa neisser A dan neisser B dari gelas obyek.
4. Tuangkan Neisser C (crysoidine 2 gram dan aquades
(panas) 300 ml) pada sediaan dan biarkan selama 1,5 menit.
5. Buang sisa neisser C dari gelas obyek.
6. Keringkan dengan kertas pengering.
d. Pewarnaan flagel
36
1. Siapkan objek glass yang bersih, kering dan bebas lemak
2. Labelisasi
3. Teteskan 1 tetes sampel bakteri ditepi objeckglass
menggunakan pipet tetes steril secara aseptis
4. Objek glass dimiringkan sehingga tetesan mengalir keujung
yang lain
5. Keringkan dalam incubator suhu 37C selama 10 menit
6. Siapkan preparat yang sudah jadi dan taruh di jembatan
pengecetan
7. Genangi preparat dengan larutan mordant selama 10 menit
8. Buang sisa cat, cuci dengan air mengalir
9. Genangi dengan ZN A selama 5 menit
10. Buang sisa cat, cuci dengan air mengalir, kering anginkan
11. Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran
1000x dengan penambahan emersi oil
37
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan diatas, penulis memperoleh kesimpulan
yang dapat diambil dari makalah Morfologi dan pewarnaan bakteri, yaitu sebagai
berikut:
1. Bakteri merupakan kelompok makhluk hidup yang berukuran sangat kecil,
yaitu bersel tunggal sehingga untuk melihatnya harus menggunakan
bantuan mikroskop.
2. Morfologi bakteri dapat dibedakan menjadi dua yaitu : Morfologi
makroskopik (Kolonial morfologi) dan Morfologi mikroskopis (Seluler
morfologi).
3. Teknik Pewarnaan pada bakteri dibedakan menjadi empat macam, yaitu ;
pewarnaan sederhana, pewarnaan negative, pewarnaan diferensial, dan
pewarnaan structural.
4. Prosedur utama teknik pewarnaan bakteri yaitu pembuatan olesan bakteri,
Fiksasi,dan pengaplikasian zat warna
B. Saran
Adapun manfaat yang diharapkan dari makalah ini yaitu pembaca
diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan tekait tentang morfologi dan
teknik pewarnaan pada bakteri. Selain itu juga dapat memberikan informasi
mengenai prosedur pewarnaan yang tepat dan benar dalam melakukan praktikum
pewarnaan bakteri sehingga memperkecil resiko kecelakaan infeksi pada pekerja
di laboratorium.
38
DAFTAR PUSTAKA
39