Anda di halaman 1dari 9

Pendahuluan

a. Latar Belakang

Ketombe dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah dan druff, pitiriasis
kapitis, pitiriasis sika, pitiriasis simpleks, pitiriasis furfuraceae, dry seborhea, atau
seborrhoe sicca (Bramono, 2002).
Ketombe adalah pengelupasan kulit mati berlebihan di kulit kepala. Sel-sel kulit
yang mati dan terkelupas merupakan kejadian alami yang normal bila pengelupasan itu
jumlahnya sedikit. Namun, ada orang yang mengalami secara terus menerus (kronis
ataupun sekali-sekali, pengelupasan dalam jumlah yang besar yang diikuti dengan
pemerahan dan iritasi. Kebanyakan kasus ketombe dapat disembuhkan dengan
shampoo khusus atau pengobatan bebas (Ranganathan, 2010).
Ketombe jarang didapatkan dan ringan pada anak-anak, mencapai puncak
kejadian dan tingkat keparahan penyakit pada usia 20 tahun, dan semakin jarang
ditemukan setelah usia 50 tahun (Bramono, 2002).
Hal ini berkaitan dengan aktifitas kelenjar sebasea dan menunjukkan bahwa
hormon androgen mempunyai peranan yang penting dalam menimbulkan ketombe.
Sekitar 50% populasi di dunia menderita ketombe dalam berbagai derajat yang berbeda
(Bramono, 2002).
Beberapa faktor yang mempengaruhi patogenesis ketombe antara lain adalah
faktor host: genetik, faktor imun, hiperproliferasi epidermis, faktor hormonal, diet,
stress,aktifitas kelenjar sebasea dan faktor lingkungan: variasi musim, suhu dan
kelembaban, iritasi mekanis dan kimiawi (Bramono, 2002).
b. Tujuan
1. Tujuan umum : untuk mengetahui pemeriksaan dan morfologi ketombe
2. Tujuan khusus :
a. Mengetahui pemeriksaan ketombe.
b. Mengetahui morfologi ketombe
c. Mengetahui pengetahuan anak SD Ciberem dan kejadian ketombe
Tinjauan Pustaka

1. Pityrosporum ovale

Pityrosporum Ovale adalah jamur lipofilik dari genus Malassezia yang dianggap
sebagai flora normal kulit yang terdapat di lapisan atas stratum korneum dan merupakan flora
normal kulit manusia yang dapat berasosiasi pada keadaan ketombe dan dermatitis seboroik
(Jang et al,. 2009).

2. Taksonomi

Taksonomidari Pityrosporum ovale sebagai berikut sebagaimana :


Kerajaan : Fungi
Filum : Basidiomycota
Kelas : Exobasidiomycetes
Ordo : Malasseziales
Genus : Pityrosporum
Spesies: : Pityrosporum ovale

3. Morfologi dan Mikroskopik

Morfologi Malassezia berbentuk seperti botol denganukuran 1-2 x 2-4 m, gram


positif, dan berproliferasi dengan cara bertunas atau blastospora. Merupakan yeast lipofilik
bersifat saprofit yang hanya ditemukan pada manusia. Malassezia merupakan eukariotik
tunggal flora mikroba dikulit. Namun, kompleksitas interaksi dari organism eukariotik
uniseluler dengan jaringan organism multiseluler (kulit). Sedangkan Pityrosporum ovale
memiliki hifa, miselium, merupakan organism multiseluler, eukariotik, heterotrof. Ketika
jamur seperti sel-sel yang bulat dan tunas dengan leher sempit disebut Pityrosporum orbiculare
dan ketika jamur seperti sel oval dan bentuk tunas dengan leher yang luas disebut
Pityrosporumovale ( Norawati, 2002).
Foto Morfologi Mikroskopik Malassezia dan Pityrosporum ovale.

4. Klasifikasi Pityrosporum Ovale


Pityrosporum ovale termasuk dalam Kingdom Fungi, Divisi Basidiomycota, Sub divisi
Ustilaginomycotina, Kelas Exobasidiomycetes, Ordo Malasseziales, Famili Cryptococcaceae,
Sub Famili Cryptococcoidae, Genus Pityrosporum atau Malassezia, Spesies Pityrosporum
ovale (Melinda, 2011).

Malassezia adalah genus yang berkaitan dengan jamur, diklasifikasikan sebagai ragi,
secara alami ditemukan banyak di permukaan kulit hewan termasuk manusia. Hal ini dapat
menyebabkan hipopigmentasi pada batang dan lokasi lainnya pada manusia jika itu menjadi
infeksi oportunistik. 1Malassezia sp adalah ragi yang bersifat lipofili, dan sebagaian besar
spesies ini memerlukan lipid dalam medium pertumbuhan. Jenis jamur ini berbentuk hifa
pendek tak bercabang dan sel sferis. Spesies malassezia merupakan bagian dari flora mikroba
yang menjadi penyebab atau kontributor terjadinya dermatitis seboroik atau ketombe (Jawetz,
2007).

5. Morfologi dan identifikasi Pityrosporum ovale


Genus Pityrosporum ovale terdiri dari sejumlah spesies yang mudah dikenali dari
bentuk selnya yaitu bentuk botol atau oval. Bentuk botol terjadi apabila sel induk yang
berbentuk oval tumbuh tunas, sehingga gabungan sel induk dan tunas ini berbentuk botol. Sel
tunas yang sudah masak akan memisahkan dirinya dari induknya untuk membentuk sel baru
yang berbentuk oval yang independen. P. ovale umumnya berkembang biak dengan baik dalam
media yang mengandung lemak sebagai sumber energinya (Khoirotunnisa, 2012).
Pityrosporum ovale memiliki bentuk yang kecil, asporogenus, tidak membentuk misel,
dan tidak berfementasi. Selnya berbentuk oval seperti telur atau bulat memanjang dengan
ukuran 0,8-1,5 x 2-3 m pada sisik kulit dan kadang-kadang ukurannya dapat mencapai 2-3 x
4-5 m di dalam kultur (Khoirotunnisa, 2012).
Spesies Pityrosporum dapat menghasilkan 2 macam bentuk morfologi yaitu ragi dan
miselium, tetapi ragi yang paling sering dikaitkan dengan flora normal kulit. Bentuk ragi juga
dominan dalam kultur, meskipun hifa dapat dilihat dengan beberapa spesies. Beberapa spesies
juga dapat menghasilkan miselium secara in vitro dengan menggunakan berbagai media,
meskipun tidak semua isolat dari Pityrosporum mampu untuk menjalani transformasi tersebut
(Khoitunnisa, 2012).
Dinding sel dari genus Pityrosporum ini diferensiasinya buruk. Karena sangat tebal
dibandingkan dengan ragi lainnya (sekitar 0,12M) dan merupakan 26-37% dari volume sel.
Komponen utama dari dinding sel adalah gula (70%), protein (10%), dan lipid (15 sampai
20%), dengan sejumlah kecil nitrogen dan sulfur. Dinding sel Pityrosporum terdiri dari dua
lapisan dengan lekukan pada lapisan bagian dalam dan lapisan luar lamelar sekitar dinding sel.
Lapisan lamelar merupakan sejenis pseudomembran, yang berperan dalam adhesi pada kulit.
Sitoplasma membran melekat pada permukaan dalam dinding sel. Jumlah dan bentuk
mitokondria dalam sel masing-masing dapat bervariasi, berbeda antara bentuk sel bulat dan
oval. Nukleus memiliki membran yang jelas dikelilingi oleh nukleoplasma homogen granular.
Vakuola berisi lipid dan bervariasi dalam ukuran yang sesuai dengan umur sel (Khoitunnisa,
2012).

6. Pertumbuhan dan perkembangbiakan Pityrosporum ovale dan Faktor


Lingkungan yang Mempengaruhinya

Sel ini bereproduksi dengan mengeluarkan tunas yang menempel pada sel induknya
sehingga sel yang sedang bereproduksi akan berbentuk seperti botol. Ketika tunasnya masak,
maka tunas tersebut akan melepaskan diri dari induknya dengan cara membelah. 2Sel induk
dan sel anakan dipisahkan oleh septum, dan sel anak meninggalkan bekas collarette dimana
sel anakan berturut-turut akan muncul. Pityrosporum ovale umumnya berkembang biak
dengan baik dalam media yang mengandung lemak sebagai sumber energinya (Khoitunnisa,
2012).
Reproduksi secara seksual menghasilkan empat basidiospora progeny yang ditunjang
oleh basidium berbentuk ganda. Hifa mempunyai septa kompleks (Dwidjioseputro, 2005).
Selain itu faktor luar (lingkungan) juga mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap pertumbuhan sel jamur yaitu faktor temperatur, kebasahan, nilai osmotik dari
medium, nutrien, pH, radiasi oleh sinar biasa dan radiasi oleh sinar-sinar yang lain,
penghancuran secara mekanik (Melinda, 2011).

7. Karakteristik dan Sifat Pityrosporum ovale


Flora normal adalah mikroorganisme yang menempati suatu daerah tanpa
menimbulkan penyakit pada inang yang ditempati. Tempat paling umum dijumpai flora normal
adalah tempat yang terpapar dengan dunia luar yaitu kulit, mata, mulut, saluran pernafasan
atas, saluran pencernaan dan saluran urogenital. Kulit normal biasanya ditempati bakteria
sekitar 102106 CFU/cm2 (melinda, 2011).

Flora normal yang menempati kulit terdiri dari dua jenis yaitu flora normal atau
mikroorganisme sementara (transient microorganism) dan mikroorganisme tetap (resident
microorganism). Flora transien terdiri atas mikroorganisme non patogen atau potensial
patogen yang tinggal di kulit atau mukosa selama kurun waktu tertentu (jam, hari atau minggu),
berasal dari lingkungan yang terkontaminasi atau pasien. Flora ini pada umumnya tidak
menimbulkan penyakit (mempunyai patogenisitas lebih rendah) dan jumlahnya lebih sedikit
dibandingkan flora tetap. Pada kondisi terjadi perubahan keseimbangan, flora transien dapat
menimbulkan penyakit. Mikroorganisme transien, yang terdiri atas bakteri, jamur, ragi, virus
dan parasit, terdapat dalam berbagai bentuk, dari berbagai sumber yang pada akhirnya dapat
terjadi kontak dengan kulit (Jawetz, 2007).

Flora tetap adalah flora yang menetap di kulit pada sebagian besar orang sehat yang
ditemukan di lapisan epidermis dan di celah kulit. Flora tetap terdiri atas mikroorganisme jenis
tertentu yang biasanya dijumpai pada bagian tubuh tertentu dan pada usia tertentu pula, jika
terjadi perubahan lingkungan, mereka akan segera kembali seperti semula. Flora tetap yang
paling sering dijumpai adalah Staphylococcus epidermidis dan Stafilokokkus koagulase negatif
lainnya dengan densitas populasi antara 102-103 CFU/cm2. Flora tetap tidak bersifat patogen,
kecuali Staphylococcus aureus. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit jika telah mencapai
jumlah 1.000.000 atau 106 per gram, suatu jumlah yang cukup untuk memproduksi toksin.
Sedikit populasi jamur (Pityrosporum) juga ditemukan sebagai mikroorganisme tetap. Jenis
dan jumlah mikroorganisme tetap bervariasi dari satu individu ke individu lainnya dan berbeda
di antara region tubuh (Melinda, 2011).
8. Pengobatan

Manajemen pengobatan ketombe memerlukan jangka panjang, pilihan perawatan akan


tergantung pada kemudahan dan frekuensi administrasi, biaya, dan efek samping profil agen
terapeutik Produk alami seperti madu menjadi pilihan alternatif untuk dijadikan sebagai
pengobatan herbal. Ketokonazol diketahui bermanfaat untuk pengobatan ketombe.
Ketokonazol merupakan suatu antijamur turunan imidazol yang mempunyai spektrum luas dan
efektivitas tinggi, bersifat fungistatik yang bekerja menghambat sintesis ergosterol yang
merupakan sterol penting untuk membran sitoplasma jamur. Ketokonazol topikal terdapat
dalam sediaan krim maupun sampo. Bentuk sampo adalah sediaan yang paling mudah dan
sering digunakan oleh masyarakat. Sampo ketokonazol dengan konsentrasi 1% merupakan
sampoyang efektif dalam pengobatan ketombe (Katzung, 2009).

9. Hasil
Identitas

Nama : Andre

Kelas : 4 SD

Umur : 11 th

Jenis Kelamin : L

Alamat : Ciberem

Kelompok Nama Anak Usia Hasil Pemeriksaan


Kelompok 1 An. M.K 9 tahun Tidak ditemukan
Kelompok 2 An. D Hifa dan septa
Kelompok 3 An. N Tidak ditemukan
Kelompok 4 An. F 10 tahun Tidak ditemukan
Kelompok 5 An. S 11 tahun Tidak ditemukan
Kelompok 6 An. K 9 tahun Spora dan hifa
Kelompok 7 An. S Hifa dan spora
Kelompok 8 An. M Tidak ditemukan
Kelompok 9 An. K Tidak ditemukan
Kelompok 10 An. M 9 tahun Hifa
Kelompok 11 An. Y Hifa
Kelompok 12 An. I Hifa dan septa
Kelompok 13 An. D 10 tahun Tidak ditemukan
Kelompok 14 An. G Tidak ditemukan
Kelompok 15 An. H Tidak ditemukan
Kelompok 16 An. T 9 tahun Hifa dan spora
Kelompok 17 An. A 10 tahun Tidak ditemukan
Kelompok 18 An. R 10 tahun Hifa
Kelompok 19 An. A 11 tahun Hifa dan septa
Kelompok 20 An. S 12 tahun Tidak ditemukan
Kelompok 21 An. G Hifa panjang
bersepta
Kelompok 22 An. D 10 tahun Septa dan Ragi
Kelompok 23 An. R 8 tahun Tidak ditemukan
Kelompok 24 An. D 8 tahun Hifa
Kelompok 25 An W 10 tahun Hifa dan septa
Kelompok 26 An. L Tidak ditemukan
Kelompok27 An. F Spora dan Hifa

10. Pembahasan

Ketombe adalah salah satu kelainan pada kulit kepala (scalp) yang ditandaidengan
adanya skuama halus sampai kasar yang berwarna putih atau abu-abukeperakan
berjumlah banyak, kadang disertai rasa gatal, walaupun tidak ada atau hanya sedikit
disertai tanda peradangan. penyebab ketombe yaitu Malassezia ovale, sedangkan jamur
penyebab ketombe yaitu Pityrosporum ovale. Pityrosporum ovale memiliki hifa,
miselium, merupakan organism multiseluler, eukariotik, heterotrof. Ketika jamur
seperti sel-sel yang bulat dan tunas dengan leher sempit disebut Pityrosporum
orbiculare dan ketika jamur seperti sel oval dan bentuk tunas dengan leher yang luas
disebut Pityrosporum ovale. Hasil Praktik Lapangan di SD Ciberem ditemukan hifa
dan septa.

11. Kesimpulan
a. Ketombe pada kulit kepala disebabkan oleh jamur. Jamur penyebab ketombe yaitu
Pityrosporum ovale.
b. Pityrosporum ovale memiliki bentuk yang kecil, asporogenus, tidak membentuk
misel, dan tidak berfementasi. Selnya berbentuk oval seperti telur atau bulat
memanjang.
c. Hasil Pemeriksaan ditemukan hifa dan septa.
DAFTAR PUSTAKA

Bramono K. 2002. Pitiriasis sika/ketombe: etiopatogenesis. Di dalam: Wasiatmadja SM,


Menaldi SLS, Jacoeb TNA, Widaty S, editors. Kesehatandan keindahan rambut.
Jakarta : Kelompok Sutdi Dermatologi KosmetikIndonesia.

Norawati L. 2002. Gambaran klinis ketombe dan penyakit yang menyertainya. Di dalam:
Wasitaatmadja SM, Menaldi SLS, Jacoeb TNA, Widaty S, editors. Kesehatan dan
keindahan rambut. Jakarta: Kelompok Studi Dermatologi Kosmetik Indonesia;
2002. p. 13 16.
Melinda Arini. 2011. Pengaruh Aktivitas Antiketombe Ekstrak Etanol 70 % Pandan Wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb.) Terhadap Flora Normal di Kulit Kepala,
Universitas Pancasila: Jakarta ,
Jawetz, Melnick, dan Adelberg, 2007. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23, Jakarta: EGC

Khoirotunnisa Uswatun Hasanah. 2012. Uji Daya Antifungi Propolis Terhadap Candida
albicans dan Pityrosporum ovale, Universitas Muhammadiyah: Surakarta , 2012
h. 11

Prof.Dr. D. Dwidjioseputro, 2005. Dasar- Dasar Mikrobiologi, Jakarta: Djambatan.

Katzung, B.G., Masters, S.B., Trevor, A.J. 2009. Basic & Clinical Pharmacology, 11th Ed. New
York:McGraw-Hill

Ranganathan S, Mukhopadhyay T, 2010. "DANDRUFF: The Most Commercially Exploited


Skin Disease". Indian J Dermatol 55 (2): 1301

Jang, J.S., L im , S.H ., Ko, J.H ., Oh, B.H ., K im, S.M., Song, Y .C., Y im, S.M., Lee ,
Y.W., Choe , Y.B., Ahn, K .J. 2009. The Investigation on the Distribution
of Mala ssezia Yeasts on the Normal Korean Skin by 26S rDNA PCRRFLP. Ann
Dermatol. 2009 February; 21(1): 18 26.

Anda mungkin juga menyukai