Anda di halaman 1dari 23

TABLET ASETOSAL

FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

Disusun Oleh :
Farmasi 3B Kelompok
Aisyah 1910202042
Denysa Ozneivha 191202020
Fauziah Raudhotul Jannah 1910202049
Lutpiyani Ningsih 1910202054
Mona Agustin 1910202055
Monica Angelita Selah 1910202056

PROGRAM STUDI FARMASI


STIKES MUHAMMADIYAH CIREBON
Jl. Kalitanjung Timur No. 14/18 A Harjamukti Kota Cirebon 45143
E-Mail : info@stikesmuhcrb.ac.id
Website : stikesmuhcrb.ac.id
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah semesta alam, shalawat serta salam semoga senantiasa

tercurahkan kepada Rasulullah saw, juga kepada para sahabatnya, keluarganya dan para

pengikutnya hingga akhir zaman.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah FTS Steril sebagai

usaha untuk meningkatkan kualitas mahasiswa dalam memahami materi. Banyak rintangan

dalam menulis makalah ini, tetapi dengan bantuan dan dukungan, penulis dapat

menyelesaikan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini tentu saja masih banyak terdapat kekurangan-

kekurangan. Oleh karena itu penulis berharap banyak manfaat yang dapat diambil dari

makalah ini, sehingga menjadi salah satu pelengkap dari kekurangan-kerungan yang ada.

Dalam hal ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih dan mohon maaf.

Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna baik bagi penyusun maupun semua

yang membaca makalah ini. Amin.

Cirebon, 23 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................... 2

1.3. Tujuan ........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 3

2.1. Definisi Asetosal ...........................................................................................

2.2. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ....................................................

2.3. Kegiatan Produksi Tablet Asetosal ...............................................................

2.3.1. Manajemen Mutu ..............................................................................

2.3.2. Personalia ..........................................................................................

2.3.3. Bangunan dan Fasilitas .....................................................................

2.3.4. Peralatan ............................................................................................

2.3.5. Sanitasi dan Higiene .........................................................................

2.3.6. Longistik ...........................................................................................

2.3.7. Produksi ............................................................................................

2.3.8. Pengawasan Mutu .............................................................................

2.3.9. Penentuan Parameter Kritis ...............................................................

ii
2.3.10. Rencana Pengujian ............................................................................

2.3.11. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit Persetujuan Pemasok .............

2.3.12. Kualifikasi dan Validasi ....................................................................

2.4. HAJSJA .........................................................................................................

BAB III PENUTUP .......................................................................................................

3.1. Kesimpulan ...................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan manusia

sehingga senantiasa menjadi prioritas dalam pembangunan nasional suatu bangsa,

bahkan kesehatan menjadi salah satu tolak ukur indeks pembangunan manusia suatu

bangsa. Salah satu komponen kesehatan yang sangat strategis adalah tersedianya obat

sebagai bagian dari pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Tersedianya obat dalam

jumlah, jenis dan kualitas yang memadai menjadi faktor penting dalam pembangunan

nasional khususnya dibidang kesehatan (Priyambodo, 2007).

Dalam mendukung Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dibutuhkan sumber

daya manusia di bidang kesehatan, salah satunya adalah apoteker. Peran apoteker

dalam SJSN adalah menjamin ketersedian obat nasional. Apoteker dalam industri

farmasi mempunyai tugas untuk melakukan pekerjaan kefarmasian yang meliputi

pembuatan dan pengendalian mutu obat, pengadaan, penyimpanan, distribusi obat,

serta pengembangan obat modern maupun obat tradisional sesuai dengan CPOB yang

berlaku (Depkes RI, 2009).

Asetosal (asam asetil salisilat) atau yang lebih dikenal dengan nama Aspirin

suatu obat yang biasa digunakan sebagai analgesik, antipiretik dan antiinflamasi.

Asam salisilat diketahui memiliki efek klinis berbahaya atau dapat terjadi kercunan

1
akut apabila tertelan dengan gejala seperti mual muntah, disritmia jantung ataupun

dapat menimbulkan keracunan kronis seperti metabolik asidosis, koma, apabila

pengunaaan yang berlebihan selama jangka waktu 12 jam atau lebih terutama pada

anak-anak (Santoso dkk, 2019).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan berikut ini:

1. Apa definisi dari asetosal?

2. Bagaimana cara pembuatan obat yang baik?

3. Bagaimana kegiatan produksi obat tablet asetosal?

1.3. Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan yang

ingin dicapai dalam makah ini adalah :

1. Memahami definisi dari asetosal.

2. Mengetahui cara pembuatan obat yang baik.

3. Mengetahui dan memahami kegiatan produksi obat tablet asetosal.

2
BAB II

PEMBAHASAN

4.1. Definisi Asetosal

Asetosal (asam asetil salisilat) atau yang lebih dikenal dengan nama Aspirin

suatu obat yang biasa digunakan sebagai analgesik, antipiretik dan antiinflamasi.

Asam salisilat diketahui memiliki efek klinis berbahaya atau dapat terjadi kercunan

akut apabila tertelan dengan gejala seperti mual muntah, disritmia jantung ataupun

dapat menimbulkan keracunan kronis seperti metabolik asidosis, koma, apabila

pengunaaan yang berlebihan selama jangka waktu 12 jam atau lebih terutama pada

anak-anak (Santoso dkk, 2019).

Efek samping utama salisilat yaitu dapat mengiritasi lambug. Asetosal

merupakan suatu asam dengan nilai pKa 3,5 sehingga pada pH asam asetosal akan

terionisasi dan kontak langsung dengan mukosa lambung sehingga menyebabkan

kerusakan secara langsung. Dalam rangka melindungi asetosal dari kontak asam

lambung maka produk oral asetosal pada saat ini dikembangkan dengan

diformulasikan sebagai tablet atau kapsul delayed release (salur enterik) yang tahan

terhadap asam dan dapat mengurangi gangguan saluran cerna (Katzung and Trevor,

2015: Santoso dkk, 2019).

4.2. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

3
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan pedoman dan ketentuan

bagi pencapaian, pemastian standar mutu yang ditetapkan dalam produksi dan

pengendalian mutu obat. Bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten,

memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

Konsep CPOB diperkenalkan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun

1969. Pada tahun 1971 penerapan CPOB secara sukarela oleh industri farmasi, pada

tahun 1988 pemerintah menerbitkan Pedoman CPOB edisi I kemudian disusul

Petunjuk Operasional Penerapan CPOB tahun 1989 dan pemerintah mulai

menetetapkan aturan pemenuhan CPOB bagi setiap industri farmasi, selanjutnya

mengalami beberapa kali revisi, tahun 2001 diterbitkan CPOB edisi 2 dan CPOB

edisi 3 (c-GMP/CPOB terkini) diterbitkan pada tahun 2005 mengalami revisi tahun

2006 dan sekarang yang terbaru adalah 2012 (BPOM, 2012).

4.3. Kegiatan Produksi Tablet Asetosal

4.3.1. Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai

dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam

dokumen izin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang

membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak

efektif. Manajemen bertanggung jawab untuk mencapai tujuan ini melalui

suatu “kebijakan mutu” yang memerlukan partisipasi dan komitmen dari

semua jajaran di semua Departemen di dalam perusahaan, para pemasok dan

4
para distributor. Tujuan untuk mencapai mutu secara konsisten dan dapat

diandalkan, diperlukan manjemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan

diterapkan secara benar (BPOM, 2012).

Unsur dasar manajemen mutu adalah:

a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup

struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya.

b. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian

dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (jasa

pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang

telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan tersebut disebut Pemastian

Mutu.

4.3.2. Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan

sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar.

Oleh sebab itu industri farmasi bertanggungjawab untuk menyediakan personil

yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua

tugas. Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing

dan dicatat. Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan

memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi

mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan (BPOM, 2012).

4.3.3. Bangunan dan Fasilitas

5
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki

desain, konstruksi dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya

dan dirawat dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang

benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk

memperkecil resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang,

memudahkan pembersihan, sanitasi, penumpukan debu, kotoran,

perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang,

penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat

menurunkan mutu obat (BPOM, 2012).

Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan:

a. Kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin

dilakukan didalam sarana yang sama atau yang berdampingan.

b. Pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas

umum bagi personil dan bahan atau produk, atau sebagai tempat

penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang diproses.

4.3.4. Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan

konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan

dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta

seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta

perawatan agar dapat mencegah kontaminasi silang, penumpukan debu atau

6
kotoran dan hal-hal yang umumnya berdampak buruk pada mutu produk

(BPOM, 2012).

4.3.5. Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada

setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi

personalia, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta

wadahnya dan setiap hal yang dapat menjadi sumber pencemaran produk.

Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui suatu program sanitasi

dan higiene yang menyeluruh dan terpadu (BPOM, 2012).

Personil yang masuk ke area pembuatan hendaklah mengenakan pakaian

pelindung yang sesuai dengan kegiatan yang dilaksanakannnya. Semua

karyawan hendaklah menjalani pemeriksaan kesehatan, baik sebelum diterima

menjadi karyawan maupun selama bekerja. Karyawan yang bertugas sebagai

pemeriksa visual hendaklah menjalani pemeriksaan mata secara berkala.

Semua karyawan hendaklah menerapkan higiene perorangan yang baik

(BPOM, 2012).

4.3.6. Longistik

4.3.7. Produksi

Produksi obat hendaknya dilaksanakan dan diawasi oleh orang yang

berkompeten dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi

ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk yang

7
memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan

izin edar (registrasi). Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab

produksi bersama dengan penanggungjawab pengawasan mutu yang dapat

menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan

(BPOM, 2012).

Penanganan bahan dan produk jadi seperti penerimaan dan karantina,

pengambilan sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan,

pengemasan dan distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau

instruksi tertulis dan bila perlu dicatat. Seluruh bahan yang diterima

hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya dengan pemesanan.

Bahan yang diterima dan produk jadi hendaklah dikarantina secara fisik atau

administratif, segera setelah diterima atau diolah sampai dinyatakan lulus

untuk pemakaian atau distribusi. Penanganan produk antara dan produk

ruahan yang diterima hendaklah dilakukan seperti penerimaan bahan awal.

Untuk penyimpanan semua bahan dan produk jadi hendaklah disimpan secara

teratur pada kondisi yang disarankan oleh pabrik pembuatnya dan di atur

sedemikian agar ada pemisahan antar bets dan memudahkan rotasi stok

(BPOM, 2012).

 Formula

Asetosal 500 mg

Avicel pH 101 200 mg

8
Kollidon 30 15 mg

Kolidon CL 25 mg

Mg Stearat 3 mg

 Cara Kerja

 Grey Area

Area ini disebut juga area kelas D. Ruangan ataupun area yang

masuk dalam kelas ini adalah ruang produksi produk non steril, ruang

pengemasan primer ruang timbang, laboratorium mikrobiologi (ruang

preparasi, ruang uji potensi dan inkubasi), ruang sampling di gudang.

Setiap karyawan yang masuk ke area ini wajib mengenakan gowning

(pakaian dan sepatu grey). Antara black area dan grey area dibatasi

ruang ganti pakaian grey dan airlock.

4.3.8. Pengawasan Mutu

Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan

Obat yang Baik (CPOB) untuk memberikan kepastian bahwa produk secara

konsisten mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada semua

tahap merupakan keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal

pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi (BPOM, 2012).

Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi,

pengujian serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan

9
yang memastikan bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan dan

bahan tidak diluluskan untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual,

sampai mutunya telah dibuktikan memenuhi persyaratan (BPOM, 2012).

Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga

harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.

Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang

fundamental agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan

memuaskan (BPOM, 2012).

Bagian pengawasan mutu (QC) dan pemastian mutu (QA) harus bersifat

independen dengan bagian yang lain. Pengawasan mutu (QC) mencakup

seleksi dan evaluasi produsen resmi bahan awal, pengujian bahan awal dan

bahan pengemas, pengendalian proses produksi dan pengujian produk.

Pemastian mutu (QA) meliputi kalibrasi, validasi, pengendalian perubahan,

penanganan keluhan mutu produk dan pelulusan produk jadi (BPOM, 2012).

a. Quality Assurance (QA)

b. Quality Control (QC)

4.3.9. Penentuan Parameter Kritis

No. Langkah Bahan Baku Alat/Mesin Parameter Pengujian (test


Produksi method)

1. Penimbangan 1. Asetosal Timbangan 1. Kebersihan 1. Organoleptis


analitik
2. Avicel 101 2. Kebenaran kualitas 2. Catatan kalibrasi
bahanbaku
3. Kollidon 30 3. Cemaran mikroba

10
4. Kolidon CL 3. Kebenaran
kuantitas bahan
5. Mg stearat
baku

2. Pencampuran 1 1. Asetosal Wadah 1. Lama pengadukan Homogenitas campuran


stainless steel
2. Avicel 101 2. Kecepatan
pengadukan
3. Kollidon 30

4. Kolidon CL

5. Mg stearat
(½)

3. Slugging 1. Asetosal Roller 1. Tekanan


compactor
2. Avicel 101

3. Kollidon 30

4. Kolidon CL

5. Mg stearat
(½)

4. Pengayak 1. Asetosal Oscillating 1. Ukuran mesh 1. Distribusi ukuran granul


an granulator
2. Avicel 101 2. Rendemen

3. Kollidon 30

4. Kolidon CL

5. Mg stearat
(½)

5. Pencampuran 2 1. Mg stearat Wadah 1. Lama pengadukan Homogenitas


stainlles steel campuran
2. Kecepatan
pengadukan

6. Pencetak Campuran ke Mesin cetak 1. Tekanan 1. Pemerian


an tablet 2 stokes tipe 2. Kecepatan putaran 2. Dimensi padat
592-2 mesin 3. Keseragaman bobot
3. Tooling

11
4. Keseragaman zat aktif

5. Kekerasan

6. Disolusi

7. Waktu hancur

8. Kerapuhan

9. Rendemen

10.Diameter tablet

kjas

4.3.10. Rencana Pengujian

No. Langkah Produksi Parameter Kritis Pengujian

1. Pencampuran awal - Lama pengadukan - Homogenitas campuran

- Kecepatan - Keseragaman kadar zat

2. Campuran akhir - lama pengadukan - keseragaman zat aktif

- kecepatan putaran - ukuran partikel

- loading capacity - densitas

- kadar air

- kandungan lembab granul

- kecepatan aliran granul

- profil pemampatan

- persen kompresibilitas

3. Percetakan - Kecepatan mesin - Pemerian kaplet

- Tekanan - Dimensi kaplet

- Keseragaman bobot

- Kekerasan

12
- Kerapuhan

- Waktu hancur

- Disolusi

- Kadar zat aktif

- Diameter tablet

- Friabilitas

- Friksibilitas

- keseragaman

4.3.11. Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit Persetujuan Pemasok

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek

produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.

Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan

dalam pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang

diperlukan. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci

oleh petugas yang kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi

penerapan CPOB secara obyektif (BPOM, 2012).

Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri.

Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari

sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya.

Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen

atau suatu tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen

13
perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima

kontrak (BPOM,2012).

Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah

bertanggung jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi

persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan

pengemas yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan (BPOM, 2012).

4.3.12. Kualifikasi dan Validasi

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi

yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari

kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan

dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi.

Pendekatan dengan kajian resiko hendaklah digunakan untuk menentukan

ruang lingkup dan cakupan validasi (BPOM, 2012).

a. Validasi

Kegiatan validasi direncanakan dengan membuat Rancangan

Induk Validasi (RIV). RIV hendaklah merupakan dokumen yang

singkat, tepat dan jelas.

1. Validasi prospektif, hendaklah mencakup, tetapi tidak terbatas pada

hal-hal seperti: Uraian singkat suatu proses, ringkasan tahap, kritis

proses pembuatan yang harus diinvestigasi,daftar peralatan atau

fasilitas yang digunakan termasuk alat ukur pemantau dan pencatat

14
serta status kalibrasinya, spesifikasi produk jadi untuk diluluskan,

daftar metode analisis yang sesuai, usul pengawasan, selama proses

dan kriteria penerimaan, pengujian tambahan yang akan

dilakukan termasuk kriteria penerimaan dan validasi metode

analisanya bila diperlukan, pola pengambilan sampel, metode

pencatatan dan evaluasi, fungsi dan tanggung jawab dan jadwal

yang di usulkan (BPOM, 2012).

2. Validasi concurrent, Keputusan untuk melakukan validasi

konkruen hendaklah dijustifikasi, didokumentasikan dan disetujui

oleh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu) (BPOM,

2012).

3. Validasi retrospektif hanya dapat dilakukan untuk proses yang

sudah mapan, namun tidak berlaku jika terjadi perubahan formula

produk prosedur pembuatan atau peralatan dan hendaklah

didasarkan pada riwayat produk. Tahap validasi memerlukan

pembuatan protokol khusus dan laporan hasil kajian data untuk

mengambil kesimpulan dan memberikan rekomendasi (BPOM,

2012).

b. Kualifikasi

15
1. Kualifikasi desain (KD) adalah unsur pertama dalam melakukan

validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. Desain

hendaklah memenuhi ketentuan CPOB dan di dokumentasikan.

2. Kualifikasi instalasi (KI) hendaklah dilakukan terhadap fasilitas

sistem dan peralatan baru yang dimodifikasi.

3. Kualifikasi Operasional (KO) hendaklah dilakukan setelah KI

selesai dilaksanakan dikaji dan disetujui. Hal ini mencakup:

pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan

berdasarkan proses, system dan peralatan serta pengujian yang

mengikuti satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas

operasional atas dan bawah.

4. Kualifikasi Kinerja (KK) hendaklah dilakukan setelah KI dan KO

selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. KK hendaklah mencakup

tapi tidak terbatas pada hal seperti: Pengujian dengan

menggunakan bahan baku, bahan pengganti yang memenuhi

spesifikasi atau produk stimulasi yang dilakukan berdasarkan

pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem dan Peralatan serta

uji yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup

batas operasional atas dan bawah.

5. Kualifikasi, fasilitas, peralatan dan sistem terpasang yang telah

beroperasional. Hendaklah tersedia bukti untuk mendukung dan

16
memverifikasi parameter operasional dan batas variabel kritis

pengoperasional alat (BPOM, 2012).

4.4. HSSAJ

4.5. JSDS

17
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

18
DAFTAR PUSTAKA

19

Anda mungkin juga menyukai