ANTIKOLINERGIK
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh
Kelompok 6:
1. Amelia Nur Fitran Yudwiarto (P27824422053)
2. Farida Ayu Munika Irianty (P27824422064)
3. Intan Agustina Anggraini (P27824422075)
4. Nur Haliza (P27824422088)
5. Risnawati (P27824422099)
6. Tsanir Rohmah Zamzami (P27824422110)
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Farmakologi dengan tentang
“Antikolinergik”. Pada kesempatan kali ini tidak lupa penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak terutama kepada dosen
pengajar mata kuliah Farmakologi yaitu Ibu Dra. Kiaonarni Ongko Waluyo,
Apt.,M.M.Kes selaku dosen pembimbing kami, yang meberikan dorongan dan
masukan kepada penulis.
Kelompok 6
ii
DAFTAR ISI
Halaman
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1
BAB 2 PEMBAHASAN................................................................................... 3
iii
BAB 3 LAPORAN KASUS............................................................................. 13
BAB 4 PENUTUP............................................................................................ 16
4.1 Kesimpulan............................................................................................ 16
4.2 Saran....................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 17
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
simpatomimetik (merangsang) yang kerjanya mirip dengan saraf simpatis, dan
Golongan simpatolitik (menghambat) untuk simpatis dan parasimpatolitik.
1.3 TUJUAN
a. Untuk mengetahui defenisi dari antikolinergik
b. Untuk mengetahui Golongan obat antikolinergik dengan anti mual muntah
c. Untuk mengetahui Karakteristik antikolinergik
d. Untuk mengetahui Toksisitas antikolinergik
e. Untuk mengetahui Dosis dan penggunaan obat antikolinergik
f. Untuk mengetahui Indikasi dan kontraindikasi obat antikolinergik
g. Untuk mengetahui Efek samping obat antikolinergik
h. Untuk mengetahui Penggunaan pada kehamilan dan menyusui
i. Untuk mengetahui Mekanisme kerja obat antikolinergik
j. Untuk mengetahui Manajemen penanganan obat antikolinergik
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pada saraf parasimpatis secara selektif. Oleh karena itu, efek persarafan
parasimpatis menjadi terganggu, dan kerja pacu simpatis muncul tanpa
imbangan. Kelompok kedua obat ini, penyekat ganglioník nampaknya
lebib menyekat reseptor nikotinik pada ganglia simpatis dan parasímpatis.
Keluarga ketiga senyawa ini, obat penyekat neumuscular mengganggu
transmisi impuls eferon yang menuju otot rangka.
4
Semua antikolinergik memperlihatkan kerja yang hampir sama tetapi
daya afinitasnya berbeda terhadap berbagai organ, misalnya atropin hanya
menekan sekresi liur, mukus bronkus dan keringat pada dosis kecil, tetapi
pada dosis besar dapat menyebabkan dilatasi pupil mata, gangguan
akomodasi dan penghambatan saraf fagus pada jantung. Antikolinergik
juga memperlihatkan efek sentral yaitu merangsang pada dosis kecil tetapi
mendepresi pada dosis toksik.
1. Penggunaan
Obat-obat ini digunakan dalam pengobatan untuk bermacam-
macam gangguan, tergantung dari khasiat spesifiknya masing-masing,
antara lain:
a. Spasmolitika, dengan meredakan ketegangan otot polos, terutama
merelaksasi kejang dan kolik di saluran lambungusus, empedu dan
kemih.
b. Borok lambung-usus, dengan menekan sekresi dan mengurangi
peristaltik
c. Berdasarkan efeknya terhadap sistim saraf sentral:
Sedatif pada premedikasi operasi bersama anestetika umum.
Parkinson
Obat-Obat tersendiri
Alkaloida Belladonna
5
Alkaloida yang didapat dari tanaman Atropa Belladonnae
seperti hiosiamin, atropin dan skopolamin. Didapatkan juga dari
tanaman Datura stramonium dan Hyoscyamus niger
a) Atropin
Khasiat antikolinergiknya kuat, sedativa , bronkodilatasi ringan
(guna melawan depresi pernafasan). Penggunaan sebagai
midriatikum, spasmolitikum asma, batuk rejan, kejang pada
lambung-usus serta antidotum yang paling efektif terhadap overdosis
pilokarpin dan kolinergik lainnya. Turunan sintetiknya adalah
Homatropin dan Benzatropin yang digunakan sebagai anti parkinson.
b) Skopolamin
Alkaloida ini lebih kuat dari atropin yang digunakan sebagai
obat mabuk perjalanan, midriatikum dan pramedikasi operasi.
Senyawa sintetiknya adalah metil dan butil skopolamin yang
digunakan sebagai spasmolitik organ dalam seperti kejang pada usus,
saluran empedu, saluran kemih dan uterus.
6
kolinergik postganglionic serta otot polos, agen ini menyebabkan efek
midriasis, siklopegia, mengontrol sekresi air liur dan asam lambung,
memperlambat motilitas usus, serta mencegah muntah
a. Farmakologi
Farmakologi scopolamine atau hyosin adalah sebagai agen
antikolinergik, yang dapat menghambat aksi asetilkolin pada otot polos
saluran cerna, saluran kemih, bilier, kelenjar sekresi, dan susunan saraf
pusat (SSP). Scopolamine menyebabkan spasmolitik pada otot polos dan
menghambat sekresi. Scopolamine juga menghambat transmisi impuls
kolinergik dari nukleus vestibularis ke SSP, sehingga mencegah mual
muntah terkait mabuk perjalanan.
b. Farmakokinetik
Pemberian scopolamin (hiosin) ini mengontrol proses penyerapan dan
laju masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik selama periode yang
diperpanjang (72 jam), menyediakan sarana pengiriman yang mirip
dengan infus intravena lambat. Namun, bukti terbaru menunjukkan bahwa
respon terhadap pengobatan hyoscine transdermal adalah variabel dan ini
mungkin mencerminkan perbedaan farmakokinetik antara individu.
c. Farmakodinamik
Scopolamine diklasifikasikan sebagai antikolinergik karena beraksi
menghambat reseptor asetilkolin. Struktur scopolamine menyerupai
asetilkolin. Scopolamine memiliki berbagai indikasi, salah satunya adalah
mencegah mabuk perjalanan (motion sickness).
7
Dewasa: 30 mcg, digunakan 30 menit sebelum perjalanan. Obat bisa
kembali digunakan 300 mcg setiap 6 jam, jika diperlukan. Maksimal 3
dosis dalam 24 jam. Selain itu, suntikan scopolamine bisa diberikan
dengan dosis 0,3-0,6 mg.
Anak-anak: Usia 3-4 tahun: 75 mcg, digunakan 20 menit sebelum
perjalanan, dan diulang saat dibutuhkan. Dosis maksimalnya 150 mcg
dalam 24 jam; 4-10 tahun: 75- 150 mcg; di atas 10 tahun: 150-30 mcg.
Selain itu, suntukan scopolamine bisa diberikan dengan dosis 0,006
mg/kg.
Untuk skopolamin dalam bentuk tablet, dikonsumsi oleh dewasa
dengan dosis 20 mg (4 kali sehari) dan oleh anak-anak (6-11 tahun)
dengan dosis 10 mg (3 kali sehari. Sedangkan untuk skopolamin dalam
bentuk injeksi/ suntik dapat dilakukan dengan dosis 20 mg dengan cara
disuntikkan ke otot (intramuskular/IM) atau ke pembuluh darah
(intravena/IV) dengan dosis maksimal 100 mg per hari.
Kejang gastrointestinal
8
Mual kemoterapi
Serangan asma
Depresi
Berkeringat berlebihan
b. Kontraindikasi
kontraindikasi untuk skopolamin atau hyosin yaitu alergi terhadap alkaloid
belladonna dan glaukoma sudut tertutup. Pasien dengan glaukoma sudut
tertutup tidak boleh diresepkan skopolamin. Skopolamin menyebabkan
midriasis atau pelebaran pupil. Iris yang melebar menghalangi drainase
cairan yang tepat dari ruang anterior, menciptakan peningkatan lebih lanjut
dalam tekanan ruang anterior dan memicu glaukoma sudut tertutup akut.
9
Kesulitan bernapas
Glaukoma
Tremor
Kehilangan ingatan
Hipotensi postural
Apabila memiliki riwayat atau memiliki kondisi seperti gagal jantung,
hipertensi, penyakit hati atau ginjal, gangguan kejang, glaukoma atau
pendarahan akut disarankan untuk tidak mengkonsumsi spokolamin. Selain
itu skopolamin ini juga tidak bisa digunakan bersamaan dengan beberapa
jenis obat lainnya.
2.8 PENGGGUNAAN PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI
Penggunaan scopolamine atau hyosin pada kehamilan dan ibu
menyusui hanya jika manfaat lebih besar daripada risiko terhadap janin.
Scopolamine masuk kategori C menurut FDA, dan B2 berdasarkan TGA.
Berdasarkan food and drug administration (FDA), penggunaan obat
scopolamine pada kehamilan termasuk kategori C. Studi pada binatang
percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, tetapi
belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Oleh karena itu,
scopolamine hanya boleh digunakan jika manfaat yang diharapkan
melebihi risiko terhadap janin.
10
Skopolamin berasal dari tanaman Datura
stramonium (Jimsonweed), Scopolia carniolica , dan Hyoscyamus
niger (henbane). Tumbuhan ini menghasilkan senyawa beracun yang
disebut alkaloid belladonna sebagai mekanisme perlindungan. Skopolamin
secara kompetitif menghambat reseptor muskarinik post-ganglionik
berpasangan G-protein untuk asetilkolin dan bertindak sebagai antagonis
muskarinik nonselektif, menghasilkan sifat antimuskarinik perifer dan efek
sedatif sentral, antiemetik, dan amnestik. Secara struktural sangat mirip
dengan atropin dan berguna dalam kondisi yang memerlukan penurunan
aktivitas parasimpatis. Secara perifer ini menghasilkan relaksasi otot polos
dan mengurangi sekresi kelenjar. Secara sentral, tidak seperti atropin,
skopolamin menyebabkan sebagian besar sedasi, tetapi kegembiraan
berlebihan dan kegelisahan dapat terjadi pada dosis yang lebih tinggi.
11
Penggunaan antikolinergik sebagai bronkodilator sebenarnya telah
dikenal sejak awal abad 19, walaupun bagaimana cara kerjanya belum
diketahui. Penggunaan atropine banyak memberikan efek samping karena
cara kerjanya yang tidak selektif atau tidak bersifat bronkoselektif. Efek
samping yang ditimbulkan berupa rasa kering di mulut, halusinasi, adiksi
bahkan sampai menyebabkan kematian. Akibat adanya efek samping yang
tidak nyaman bahkan membahayakan bagi penderita, dan juga mulai
dikenalnya obat-obat bronkodilator dari golongan b2- agonist yang lebih
efektif, maka penggunaan antikolinergik sebagai bronkodilator sempat
ditinggalkan.
Sistim kontrol neural saluran napas bukan suatu keseimbangan yang
sederhana antara sistim parasimpatis/kolinergik dan simpatis/adrenergik,
namun melibatkan juga neuropeptide yang dilepaskan oleh saraf otonom
yang bersifat motorik maupun sensorik. (21) Sistim saraf otonom pada
saluran napas mengatur kaliber dan tonus otot polos, aliran darah dan
sekresi mukus, bahkan mungkin juga berperan pada proses inflamasi dan
mekanisme pertahanan. Terdapat tiga macam saraf otonom pada saluran
napas yang berpengaruh secara fisiologis maupun farmakologis, yaitu: saraf
parasimpatis/kolinergik, saraf simpatis / adrenergik , dan saraf aferen yang
bersifat sensoris.
Tonus otot polos saluran napas diatur oleh tiga macam mekanisme saraf
eferen. Mekanisme kolinergik menyebabkan bronkokonstriksi melalui
pelepasan acetylcholine (ACh), yang bekerja pada reseptor muskarinik.
Mekanisme adrenergik yang melepaskan norepinephrine (NE) dan
epinephrine (E) bekerja secara berturut-turut pada alpha dan beta
adrenoceptors mengakibatkan terjadinya bronkokonstriksi dan
bronkodilatasi. Mekanisme non adrenegik non kolinergik termasuk
inhibitori NANC (i-NANC) menyebabkan bronkodilatasi melalui pelepasan
vasoactive intestinal polypeptide (VIP) dan nitric oxide (NO) dan eksitatori
NANC (e-NANC) yang menyebabkan bronkokonstriksi melalui pelepasan
tachykinin dari saraf-saraf sensorik.
12
Beberapa mekanisme neural terlibat dalam pengaturan kaliber saluran
napas, dan ketidaknormalan pada kontrol neural memberikan kontribusi
berupa penyempitan saluran napas, seperti pada asma dan PPOK. Sistim
saraf kolinergik adalah mekanisme neural utama yang bersifat
bronkokonstriktor, dan merupakan faktor penentu utama kaliber saluran
napas.
Mekanisme kontrol neural dapat digambarkan sebagai berikut, serabut-
serabut eferen kolinergik yang berasal dari nukleus ambiguus dalam batang
otak, berjalan turun sepanjang saraf vagus dan membentuk sinap pada
ganglion parasimpatis dalam dinding saluran napas. Dari ganglion, serabut-
serabut pendek postganglionik berjalan menuju otot polos saluran napas dan
kelenjar submukosa.
13
BAB III
LAPORAN KASUS
(Sumber : Huda, A. A., & Andy, H. (2022). Wanita Usia 39 Tahun G3p2a0 Hamil 9
Minggu Dengan Hiperemesis Gravidarum: Laporan Kasus. Publikasi Ilmiah Universitas
Muhammadiya Surakarta.)
mual muntah berulang kali sejak 3 hari yang lalu, sampai mengganggu aktivitas
tambahan lemas, pusing, lidah terasa kering, nafsu makan berkurang, susah
menelan, terasa haus, belum buang air kecil dan bab dan nyeri ulu hati.
menstruasi terjadi selama 6 hari dengan volume yang cukup. Status kehamilan
pasien adalah G3P2A0. Anak pertama dan anak kedua dilahirkan secara oprasi
sesar di rumah sakit karena panggulnya sempit. Hari pertama menstruasi terakhir
adalah tanggal 27 juli 2020, sehingga usia kehamilannya adalah 9 minggu dan
Riwayat penyakit dahulu seperti diabetes melitus (DM), diare, penyakit jantung,
alergi obat dan makanan, Tekanan darah tinggi, keguguran, kehamilan sungsang
13
disangkal dan maagh, dan panggul sempit diakui pasien. Riwayat penyakit pada
keluarga seperti diabetes melitus (DM), diare, maagh, penyakit jantung, alergi
Pasien tidak bekerja dan sehari-hari pasien tinggal bersama anak dan
dimasaknya sendiri. Pada anamnesis sistem, palpitasi dan nyeri dada disangkal.
Pada sistem respirasi, pasien tidak merasa sesak, batuk, dan pilek. Keluhan mual
dan muntah diakui pasien. Pasien mengeluh nyeri ulu hati dan terasa kembung.
Hasil pemeriksaan fisik pasien, tinggi badan dan berat badan pasien adalah
156 cm dan 63 kg. Indeks masa tubuh pasien adalah 25,88 kg/m2. Status generalis
pasien tampak lemah dengan kesadaran compos mentis E4V5M6, dan kesan gizi
cukup. Pemeriksaan tanda vital pasien adalah: tekanan darah (TD) 100/73 mmHg,
suhu tubuh (T) 36.60C, nadi (HR) 96x/menit, frekuensi nafas (RR) 20x/menit, dan
Pemeriksaan lidah tampak kering dan kotor. Tampak lemas dan apatis.
Pemeriksaan mata, pupil bulat isokor dan reflex pupil (+/+). Pada pemeriksaan
leher tidak ada deviasi trakea maupun pembesaran kelenjar tiroid dan getah
bening.
Pemeriksaan thorax dan jantung dalam batas normal, auskultasi pulmo suara
dasar vesikuler +/+, tidak ada suara rhonki maupun wheezing. Pada pemeriksaan
14
ekstemitas tidak ditemukan massa, keterbatasan gerak, maupun nyeri gerak. Akral
teraba dingin, arteri radialis teraba sedang dan regular. Turgor kulit menurun.
ulu hati, nyeri telan, lemas, pusing, terasa haus, pemerik-saan fisik utamanya vital
sign yitu tekanan darah 100/73mmHg, lidah kotor, peristaltik menurun, turgor
kulit menurun, dan akral dingin. diagnosis pasien adalah G3P2A0 hamil 9 minggu
Pada follow up tanggal 26 September 2020 pasien mual muntah dan pusing.
tekanan darah pasien 100/75 mmHg dengan assessment HEG Hari 1 kemudian
mendapat terapi Neurobion drip RL 20 tpm, Inj. ahiosin/8j, Sucralfat syr 3x1,
15
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
1. Scopolamine atau yang dikenal dengan nama hyosin merupakan
golongan obat antikolinergik yang digunakan untuk penanganan mual
muntah terkait mabuk perjalanan (motion sickness) atau pasca operasi.
Scopolamine merupakan salah satu konstituen dari alkaloid
belladonna.
2. Struktur scopolamine menyerupai asetilkolin, tetapi scopolamine
beraksi antagonis terhadap asetilkolin. Melalui mediator reseptor
muskarinik yang terletak pada struktur yang dipersarafi saraf
kolinergik postganglionic serta otot polos, agen ini menyebabkan efek
midriasis, siklopegia, mengontrol sekresi air liur dan asam lambung,
memperlambat motilitas usus, serta mencegah muntah
4.2 SARAN
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan-
kekurangan pembahasannya dikarenakan oleh berbagai macam faktor
keterbatasan waktu, pemikiran dan pengetahuan kami yang terbatas, oleh
karena itu untuk kesempernuan makalah ini kami sangat membutuhkan
saran-saran dan masukan yang bersifat membangun kepada semua
pembaca.
Sebaiknya gunakanlah obat sesuai anjuran dokter, dan pergunakan
lah obat tersebut sesuai dengan diagnosa yang telah diperkirakan, jangan
menggunakan obat kurang atau melebihi batasnya
16
DAFTAR PUSTAKA
Mycek, J, Mery, dkk, 2000. ”Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2”, Widya Medika,
Jakarta.
Soetedjo, F.A., dan Margono, B.P., 2011, Peran Antikolinergik Sebagai Bronkodilator,
Majalah Kedokteran Respirasi, Vol 2, No 1.
Tan Hoan Tjay, Kirana R, 2001, ”Obat-Obat Penting, Khasiat dan Penggunaan ”, DirJen
POM RI, Jakarta.
17