Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KELOMPOK

MATA KULIAH FARMAKOLOGI

ANTIKOLINERGIK

Dosen Pengampu:

Dra. Kiaonarni Ongko Waluyo, Apt.,M.M.Kes

Disusun Oleh
Kelompok 6:
1. Amelia Nur Fitran Yudwiarto (P27824422053)
2. Farida Ayu Munika Irianty (P27824422064)
3. Intan Agustina Anggraini (P27824422075)
4. Nur Haliza (P27824422088)
5. Risnawati (P27824422099)
6. Tsanir Rohmah Zamzami (P27824422110)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Farmakologi dengan tentang
“Antikolinergik”. Pada kesempatan kali ini tidak lupa penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak terutama kepada dosen
pengajar mata kuliah Farmakologi yaitu Ibu Dra. Kiaonarni Ongko Waluyo,
Apt.,M.M.Kes selaku dosen pembimbing kami, yang meberikan dorongan dan
masukan kepada penulis.

Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah


wawasan srta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam tugas ini terdapat kekurangan dan masih jauh dari apa yang diharapkan.
Untuk itu kami berharap kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah ini di
masa yang akan datang., memngingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
sarana yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat bermanfaat bagi
siapapun yang membacanya.

Surabaya, 06 Maret 2023

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 2

1.3 Tujuan ................................................................................................... 2

BAB 2 PEMBAHASAN................................................................................... 3

2.1 Definisi Antikolinergik.......................................................................... 3

2.2 Antikolinergik dengan Anti Mual Muntah............................................. 4

2.3 Karakteristik Antikolinergik.................................................................. 4

2.4 Toksitas (Adme) Antikolinergik........................................................... 6

2.5 Dosis dan Penggunaan obat Antikolinergik........................................... 7

2.6 Indikasi dan Kontraindikasi obat Antikolinergik................................... 8

2.7 Efek Samping Obat Antikolinergik........................................................ 9

2.8 Penggunaan pada Kehamilan dan Menyusui......................................... 10

2.9 Mekanisme Kerja Obat Antikolinergik................................................. 10

2.10 Manajemen Penanganan...................................................................... 11

iii
BAB 3 LAPORAN KASUS............................................................................. 13

BAB 4 PENUTUP............................................................................................ 16

4.1 Kesimpulan............................................................................................ 16

4.2 Saran....................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 17

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sistem saraf merupakan salah satu bagian yang menyusun sistem


koordinasi yang bertugas menerima rangsangan, menghantarkan rangsangan ke
seluruh bagian tubuh, serta memberikan respons terhadap rangsangan tersebut.
Pengaturan penerima rangsangan dilakukan oleh alat indera, pengolah
rangsangan dilakukan oleh saraf pusat yang kemudian meneruskan untuk
menanggapi rangsangan yang datang dilakukan oleh sistem saraf dan alat
indera. Sistem saraf pusat (SSP), yang terdiri dari otak dan medula spinalis dan
merupakan Sistem saraf utama dari tubuh. Sistem saraf tepi, terletak diluar otak
dan medula spinalis, terdiri dari 2 bagian; otonom dan somatic. Setelah
ditafsirkan oleh SSP, Sistem saraf tepi menerima rangsangan dan memulai
respons terhadap rangsangan itu.
Sistem saraf otonom (SSO), juga disebut sebagai sistem saraf visceral,
bekerja pada otot polos dan kelenjar. Fungsi dari SSO adalah mengendalikan
dan mengatur jantung, Sistem pernapasan, saluran gastrointestinal, kandung
kemih, mata dan kelenjar. SSO mempersarafi (bekerja pada) otot polos, tetapi
SSO merupakan sistem saraf involunter yangkita tidak atau sedikit bisa
dikendalikan. Kita bernapas jantung kita berdenyut, dan peristaltik terjadi tanpa
kita sadari. Tetapi, tidak seperti Sistem saraf otonom, sistem saraf somatik
merupakan sistem volunter yang mempersarafi otot rangka, yang dapat kita
kendalikan.
Obat-obat otonom adalah obat yang dapat memengaruhi penerusan impuls
dalam SSO dengan jalan mengganggu sintesa, penimbunan, pembebasan,atau
penguraian neurotransmitter atau memengaruhi kerjanya atas resptor khusus.
Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung dan
kelenjar. Ada 2 macam golongan obat otonomik yakni, Golongan

1
simpatomimetik (merangsang) yang kerjanya mirip dengan saraf simpatis, dan
Golongan simpatolitik (menghambat) untuk simpatis dan parasimpatolitik.

1.2 RUMUSAN MASALAH


a. Apa yang dimaksud dengan antikolinergik
b. Golongan obat antikolinergik dengan anti mual muntah
c. Karakteristik antikolinergik
d. Toksisitas antikolinergik
e. Dosis dan penggunaan obat antikolinergik
f. Indikasi dan kontraindikasi obat antikolinergik
g. Efek samping obat antikolinergik
h. Penggunaan pada kehamilan dan menyusui
i. Mekanisme kerja obat antikolinergik
j. Manajemen penanganan obat antikolinergik

1.3 TUJUAN
a. Untuk mengetahui defenisi dari antikolinergik
b. Untuk mengetahui Golongan obat antikolinergik dengan anti mual muntah
c. Untuk mengetahui Karakteristik antikolinergik
d. Untuk mengetahui Toksisitas antikolinergik
e. Untuk mengetahui Dosis dan penggunaan obat antikolinergik
f. Untuk mengetahui Indikasi dan kontraindikasi obat antikolinergik
g. Untuk mengetahui Efek samping obat antikolinergik
h. Untuk mengetahui Penggunaan pada kehamilan dan menyusui
i. Untuk mengetahui Mekanisme kerja obat antikolinergik
j. Untuk mengetahui Manajemen penanganan obat antikolinergik

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEVINISI ANTI KOLINERGIK


Senyawa kolinergik adalah senyawa yang secara langsung atau tidak
langsung dapat menimbulkan efek seperti yang ditunjukan oleh asetil
kolin, suatu senyawa normal,bubuh yang disintetis pada jaringan saraf,
sinapsis kolinergik dan dinding usus. Ada dua tipe efek yang dihasilkan
yaitu efek muskarinik dan nikotinik.
Kolenergika atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang
dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan
Parasimpatis (SP), karena melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh)
diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi
dari makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya berfungsi
asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbullah sejumlah efek yang
menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek kolinergis faal yang
terpenting seperti: stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat
peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (HCl), juga
sekresi air mata, dan lain-lain, memperkuat sirkulasi, antara lain dengan
mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah,
memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi,
sedangkan sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot mata dengan efek
penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan intraokuler akibat
lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi kantung kemih dan ureter
dengan efek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi pembuluh dan
kotraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada permulaan
menstimulasinya.
Antikolinergik (disebut juga obat penyekat kolinergik atau obat
antagonis kolinergik) mengikat koffloseptor tetapi tidak memicu efek
intraselular diperantarai oleh reseptor seperti lazimnya yang paling
bermanfaat dari obat golongan ini adalah menyekat sinaps muskarinik

3
pada saraf parasimpatis secara selektif. Oleh karena itu, efek persarafan
parasimpatis menjadi terganggu, dan kerja pacu simpatis muncul tanpa
imbangan. Kelompok kedua obat ini, penyekat ganglioník nampaknya
lebib menyekat reseptor nikotinik pada ganglia simpatis dan parasímpatis.
Keluarga ketiga senyawa ini, obat penyekat neumuscular mengganggu
transmisi impuls eferon yang menuju otot rangka.

2.2 ANTIKOLINERGIK DENGAN ANTI MUAL MUNTAH


Obat antikolinergik yang dapat melintasi blood brain barrier, akan
bertindak langsung pada pusat muntah dan memiliki sifat anti muntah. Ini
adalah kelompok tertua obat yang digunakan untuk mengobati mual dan
muntah, meskipun ini bukan niat asli obat ini.
1. Atropin
Digunakan untuk memblokir efek vagal klorofom dan kemudian
digunakan untuk efek pengeringan pada sekresi saliva selam anastesi
eter.
2. Hiosin (skopolamin)
Hiosin lebih paten dan efektif. Efektif terhadap motion sickness,
penyakin labirin, gangguan vestibular, setelah operasi di fossa
posterior dan untuk melawan efek muntah dari opioid. Namun sebagai
akibat dari tindakan antimuskarinik, efek samping termasuk sedasi,
mulut kering, penglihatan kabur dan retensi urin, semua lebih umum
pada pemakaian hoisin. Kontraindikasi pada pasien glukoma.

2.3 KARAKTERISTIK ANTIKOLINERGIK

4
Semua antikolinergik memperlihatkan kerja yang hampir sama tetapi
daya afinitasnya berbeda terhadap berbagai organ, misalnya atropin hanya
menekan sekresi liur, mukus bronkus dan keringat pada dosis kecil, tetapi
pada dosis besar dapat menyebabkan dilatasi pupil mata, gangguan
akomodasi dan penghambatan saraf fagus pada jantung. Antikolinergik
juga memperlihatkan efek sentral yaitu merangsang pada dosis kecil tetapi
mendepresi pada dosis toksik.
1. Penggunaan
Obat-obat ini digunakan dalam pengobatan untuk bermacam-
macam gangguan, tergantung dari khasiat spesifiknya masing-masing,
antara lain:
a. Spasmolitika, dengan meredakan ketegangan otot polos, terutama
merelaksasi kejang dan kolik di saluran lambungusus, empedu dan
kemih.
b. Borok lambung-usus, dengan menekan sekresi dan mengurangi
peristaltik
c. Berdasarkan efeknya terhadap sistim saraf sentral:
 Sedatif pada premedikasi operasi bersama anestetika umum.
 Parkinson

Obat-Obat tersendiri
Alkaloida Belladonna

5
Alkaloida yang didapat dari tanaman Atropa Belladonnae
seperti hiosiamin, atropin dan skopolamin. Didapatkan juga dari
tanaman Datura stramonium dan Hyoscyamus niger
a) Atropin
Khasiat antikolinergiknya kuat, sedativa , bronkodilatasi ringan
(guna melawan depresi pernafasan). Penggunaan sebagai
midriatikum, spasmolitikum asma, batuk rejan, kejang pada
lambung-usus serta antidotum yang paling efektif terhadap overdosis
pilokarpin dan kolinergik lainnya. Turunan sintetiknya adalah
Homatropin dan Benzatropin yang digunakan sebagai anti parkinson.
b) Skopolamin
Alkaloida ini lebih kuat dari atropin yang digunakan sebagai
obat mabuk perjalanan, midriatikum dan pramedikasi operasi.
Senyawa sintetiknya adalah metil dan butil skopolamin yang
digunakan sebagai spasmolitik organ dalam seperti kejang pada usus,
saluran empedu, saluran kemih dan uterus.

2.4 TOKSISITAS ( ADME) ANTIKOLINERGIK


Skopolamin
Scopolamine atau yang dikenal dengan nama hyosin merupakan
golongan obat antikolinergik yang digunakan untuk penanganan mual
muntah terkait mabuk perjalanan (motion sickness) atau pasca operasi.
Scopolamine merupakan salah satu konstituen dari alkaloid belladonna.
Pemberian scopolamine melalui oral atau parenteral terutama
digunakan untuk pasien mual muntah karena melakukan perjalanan
(motion sickness) atau menjalani operasi, karena onsetnya yang cepat.
Terdapat dua macam scopolamine, yaitu hiosin butilbromida dan hiosin
hidrobromida
Struktur scopolamine menyerupai asetilkolin, tetapi scopolamine
beraksi antagonis terhadap asetilkolin. Melalui mediator reseptor
muskarinik yang terletak pada struktur yang dipersarafi saraf

6
kolinergik postganglionic serta otot polos, agen ini menyebabkan efek
midriasis, siklopegia, mengontrol sekresi air liur dan asam lambung,
memperlambat motilitas usus, serta mencegah muntah
a. Farmakologi
Farmakologi scopolamine atau hyosin adalah sebagai agen
antikolinergik, yang dapat menghambat aksi asetilkolin pada otot polos
saluran cerna, saluran kemih, bilier, kelenjar sekresi, dan susunan saraf
pusat (SSP). Scopolamine menyebabkan spasmolitik pada otot polos dan
menghambat sekresi. Scopolamine juga menghambat transmisi impuls
kolinergik dari nukleus vestibularis ke SSP, sehingga mencegah mual
muntah terkait mabuk perjalanan.
b. Farmakokinetik
Pemberian scopolamin (hiosin) ini mengontrol proses penyerapan dan
laju masuknya obat ke dalam sirkulasi sistemik selama periode yang
diperpanjang (72 jam), menyediakan sarana pengiriman yang mirip
dengan infus intravena lambat. Namun, bukti terbaru menunjukkan bahwa
respon terhadap pengobatan hyoscine transdermal adalah variabel dan ini
mungkin mencerminkan perbedaan farmakokinetik antara individu.
c. Farmakodinamik
Scopolamine diklasifikasikan sebagai antikolinergik karena beraksi
menghambat reseptor asetilkolin. Struktur scopolamine menyerupai
asetilkolin. Scopolamine memiliki berbagai indikasi, salah satunya adalah
mencegah mabuk perjalanan (motion sickness).

2.5 DOSIS DAN PENGGUNAAN OBAT KOLINERGIK


Hyoscine hydrobromide tersedia sebagai tablet dan patch transdermal.
Obat ini digunakan untuk mengobati mabuk perjalanan, mual, muntah,
atau pusing. Obat dalam bentuk koyo atau kaplet bisa ditempelkan di
belakang telinga, 4 jam sebelum perjalanan, sebanyak 1 koyo. Dosisnya 1
mg selama 3 hari. Selain itu, dosis untuk tablet dan suntik adalah sebagai
berikut.

7
 Dewasa: 30 mcg, digunakan 30 menit sebelum perjalanan. Obat bisa
kembali digunakan 300 mcg setiap 6 jam, jika diperlukan. Maksimal 3
dosis dalam 24 jam. Selain itu, suntikan scopolamine bisa diberikan
dengan dosis 0,3-0,6 mg.
 Anak-anak: Usia 3-4 tahun: 75 mcg, digunakan 20 menit sebelum
perjalanan, dan diulang saat dibutuhkan. Dosis maksimalnya 150 mcg
dalam 24 jam; 4-10 tahun: 75- 150 mcg; di atas 10 tahun: 150-30 mcg.
Selain itu, suntukan scopolamine bisa diberikan dengan dosis 0,006
mg/kg.
Untuk skopolamin dalam bentuk tablet, dikonsumsi oleh dewasa
dengan dosis 20 mg (4 kali sehari) dan oleh anak-anak (6-11 tahun)
dengan dosis 10 mg (3 kali sehari. Sedangkan untuk skopolamin dalam
bentuk injeksi/ suntik dapat dilakukan dengan dosis 20 mg dengan cara
disuntikkan ke otot (intramuskular/IM) atau ke pembuluh darah
(intravena/IV) dengan dosis maksimal 100 mg per hari.

2.6 INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI OBAT ANTIKOLINERGIK


a. Indikasi
a) Indikasi Berlabel FDA 

Ada dua indikasi yang disetujui FDA untuk penggunaan skopolamin:

 Mual dan muntah pasca operasi (PONV) terkait dengan pemulihan


dari anestesi, analgesia opiat, dan pembedahan

 Mual dan muntah yang berhubungan dengan mabuk perjalanan 

b) Indikasi Berlabel Non-FDA 

Skopolamin dapat digunakan sebagai tambahan di luar label untuk


mengobati kondisi tertentu yang tercantum di bawah ini karena sifat
antikolinergiknya.

 Kejang gastrointestinal 

8
 Mual kemoterapi

 Serangan asma 

 Depresi

 Terapi berhenti merokok 

 Berkeringat berlebihan

b. Kontraindikasi
kontraindikasi untuk skopolamin atau hyosin yaitu alergi terhadap alkaloid
belladonna dan glaukoma sudut tertutup. Pasien dengan glaukoma sudut
tertutup tidak boleh diresepkan skopolamin. Skopolamin menyebabkan
midriasis atau pelebaran pupil. Iris yang melebar menghalangi drainase
cairan yang tepat dari ruang anterior, menciptakan peningkatan lebih lanjut
dalam tekanan ruang anterior dan memicu glaukoma sudut tertutup akut.

2.7 EFEK SAMPING OBAT ANTIKOLINERGIK


Setiap pemakaian obat berpotensi menimbulkan efek samping. Meski
belum tentu terjadi, efek samping yang berlebihan harus segera mendapat
penanganan medis. Obat scopolamine dapat menyebabkan efek samping
berupa takikardia, penglihatan kabur, pusing, mengantuk, sembelit, mulut
kering, kelelahan, sembelit, tenggorokan kering, hidung kering, gatal,
kembung, ruam, serta sulit mentoleransi panas. Penggunaan scopolamine
dalam waktu yang terlalu lama, bisa menyebabkan pusing, muntah, dan
sakit kepala. Efek ini biasanya muncul dalam 24 jam.
Efek samping tersebut antara lain sebagai berikut:
 Perubahan mental
 Kesulitan buang air kecil
 Detak jantung cepat

9
 Kesulitan bernapas
 Glaukoma
 Tremor
 Kehilangan ingatan
 Hipotensi postural
Apabila memiliki riwayat atau memiliki kondisi seperti gagal jantung,
hipertensi, penyakit hati atau ginjal, gangguan kejang, glaukoma atau
pendarahan akut disarankan untuk tidak mengkonsumsi spokolamin. Selain
itu skopolamin ini juga tidak bisa digunakan bersamaan dengan beberapa
jenis obat lainnya.
2.8 PENGGGUNAAN PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI
Penggunaan scopolamine atau hyosin pada kehamilan dan ibu
menyusui hanya jika manfaat lebih besar daripada risiko terhadap janin.
Scopolamine masuk kategori C menurut FDA, dan B2 berdasarkan TGA.
Berdasarkan food and drug administration (FDA), penggunaan obat
scopolamine pada kehamilan termasuk  kategori C. Studi pada binatang
percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, tetapi
belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Oleh karena itu,
scopolamine hanya boleh digunakan jika manfaat yang diharapkan
melebihi risiko terhadap janin.

2.9 MEKANISME KERJA OBAT ANTIKOLINERGIK


Mekanisme kerja obat antikolinergik

10
Skopolamin berasal dari tanaman Datura
stramonium (Jimsonweed), Scopolia carniolica , dan Hyoscyamus
niger (henbane). Tumbuhan ini menghasilkan senyawa beracun yang
disebut alkaloid belladonna sebagai mekanisme perlindungan.  Skopolamin
secara kompetitif menghambat reseptor muskarinik post-ganglionik
berpasangan G-protein untuk asetilkolin dan bertindak sebagai antagonis
muskarinik nonselektif, menghasilkan sifat antimuskarinik perifer dan efek
sedatif sentral, antiemetik, dan amnestik.  Secara struktural sangat mirip
dengan atropin dan berguna dalam kondisi yang memerlukan penurunan
aktivitas parasimpatis. Secara perifer ini menghasilkan relaksasi otot polos
dan mengurangi sekresi kelenjar. Secara sentral, tidak seperti atropin,
skopolamin menyebabkan sebagian besar sedasi, tetapi kegembiraan
berlebihan dan kegelisahan dapat terjadi pada dosis yang lebih tinggi. 

Pusat muntah di otak terletak di medula oblongata dan mengandung


sejumlah besar M1 muskarinik asetilkolin, histamin H1, NK1, dan reseptor
serotonin 5-HT3. Dengan demikian, setiap agen yang memusuhi reseptor ini
akan memiliki sifat antiemetik. Skopolamin mengerahkan aksinya dengan
terutama mempengaruhi reseptor M1. Namun, beberapa penelitian telah
melaporkan aktivitas reseptor H1.

2.10 MANAJEMEN PENANGANAN


Antikolinergik saat ini digunakan secara luas pada pengobatan penyakit-
penyakit obstruksi saluran napas, dan merupakan bronkodilator pilihan
untuk pengobatan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK). Mekanisme
kolinergik memegang peranan penting dalam mengatur tonus dan kaliber
saluran pernapasan. Pada penyakit asma dan PPOK, sistim saraf
parasimpatik kolinergik merupakan salah satu mekanisme yang berperan
atas terjadinya bronkospasme, dan pada PPOK tonus kolinergik adalah satu-
satunya komponen yang bersifat reversibel.

11
Penggunaan antikolinergik sebagai bronkodilator sebenarnya telah
dikenal sejak awal abad 19, walaupun bagaimana cara kerjanya belum
diketahui. Penggunaan atropine banyak memberikan efek samping karena
cara kerjanya yang tidak selektif atau tidak bersifat bronkoselektif. Efek
samping yang ditimbulkan berupa rasa kering di mulut, halusinasi, adiksi
bahkan sampai menyebabkan kematian. Akibat adanya efek samping yang
tidak nyaman bahkan membahayakan bagi penderita, dan juga mulai
dikenalnya obat-obat bronkodilator dari golongan b2- agonist yang lebih
efektif, maka penggunaan antikolinergik sebagai bronkodilator sempat
ditinggalkan.
Sistim kontrol neural saluran napas bukan suatu keseimbangan yang
sederhana antara sistim parasimpatis/kolinergik dan simpatis/adrenergik,
namun melibatkan juga neuropeptide yang dilepaskan oleh saraf otonom
yang bersifat motorik maupun sensorik. (21) Sistim saraf otonom pada
saluran napas mengatur kaliber dan tonus otot polos, aliran darah dan
sekresi mukus, bahkan mungkin juga berperan pada proses inflamasi dan
mekanisme pertahanan. Terdapat tiga macam saraf otonom pada saluran
napas yang berpengaruh secara fisiologis maupun farmakologis, yaitu: saraf
parasimpatis/kolinergik, saraf simpatis / adrenergik , dan saraf aferen yang
bersifat sensoris.
Tonus otot polos saluran napas diatur oleh tiga macam mekanisme saraf
eferen. Mekanisme kolinergik menyebabkan bronkokonstriksi melalui
pelepasan acetylcholine (ACh), yang bekerja pada reseptor muskarinik.
Mekanisme adrenergik yang melepaskan norepinephrine (NE) dan
epinephrine (E) bekerja secara berturut-turut pada alpha dan beta
adrenoceptors mengakibatkan terjadinya bronkokonstriksi dan
bronkodilatasi. Mekanisme non adrenegik non kolinergik termasuk
inhibitori NANC (i-NANC) menyebabkan bronkodilatasi melalui pelepasan
vasoactive intestinal polypeptide (VIP) dan nitric oxide (NO) dan eksitatori
NANC (e-NANC) yang menyebabkan bronkokonstriksi melalui pelepasan
tachykinin dari saraf-saraf sensorik.

12
Beberapa mekanisme neural terlibat dalam pengaturan kaliber saluran
napas, dan ketidaknormalan pada kontrol neural memberikan kontribusi
berupa penyempitan saluran napas, seperti pada asma dan PPOK. Sistim
saraf kolinergik adalah mekanisme neural utama yang bersifat
bronkokonstriktor, dan merupakan faktor penentu utama kaliber saluran
napas.
Mekanisme kontrol neural dapat digambarkan sebagai berikut, serabut-
serabut eferen kolinergik yang berasal dari nukleus ambiguus dalam batang
otak, berjalan turun sepanjang saraf vagus dan membentuk sinap pada
ganglion parasimpatis dalam dinding saluran napas. Dari ganglion, serabut-
serabut pendek postganglionik berjalan menuju otot polos saluran napas dan
kelenjar submukosa.

13
BAB III
LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS : WANITA USIA 39 TAHUN G3P2A0 HAMIL 9

MINGGU DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM

(Sumber : Huda, A. A., & Andy, H. (2022). Wanita Usia 39 Tahun G3p2a0 Hamil 9
Minggu Dengan Hiperemesis Gravidarum: Laporan Kasus. Publikasi Ilmiah Universitas
Muhammadiya Surakarta.)

Seorang wanita dengan inisial Ny. AI berusia 39 tahun datang ke Poli

RSUD Ir. Soekarno Kabupaten Sukoharjo. Anamnesis dilakukan secara

autoanamnesis pada tanggal 26 September 2020 di bangsal Bugenvil RSUD Ir.

Soekarno Kabupaten Sukoharjo. Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah

mual muntah berulang kali sejak 3 hari yang lalu, sampai mengganggu aktivitas

sehari-hari. Tidak ada faktor yang memperberat dan memperingaan. Keluhan

tambahan lemas, pusing, lidah terasa kering, nafsu makan berkurang, susah

menelan, terasa haus, belum buang air kecil dan bab dan nyeri ulu hati.

Riwayat menstruasi pasien normal, siklus menstruasi setiap 28 hari sekali,

menstruasi terjadi selama 6 hari dengan volume yang cukup. Status kehamilan

pasien adalah G3P2A0. Anak pertama dan anak kedua dilahirkan secara oprasi

sesar di rumah sakit karena panggulnya sempit. Hari pertama menstruasi terakhir

adalah tanggal 27 juli 2020, sehingga usia kehamilannya adalah 9 minggu dan

hari perkiraan lahir tanggal 1 Mei 2021.

Riwayat keluhan serupa diakui ketika kehamilan pertama dan kedua.

Riwayat penyakit dahulu seperti diabetes melitus (DM), diare, penyakit jantung,

alergi obat dan makanan, Tekanan darah tinggi, keguguran, kehamilan sungsang

13
disangkal dan maagh, dan panggul sempit diakui pasien. Riwayat penyakit pada

keluarga seperti diabetes melitus (DM), diare, maagh, penyakit jantung, alergi

obat dan makanan, Tekanan darah tinggi, keguguran, kehamilan sungsang

disangkal dan panggul sempit diakui pasien.

Pasien tidak bekerja dan sehari-hari pasien tinggal bersama anak dan

keluarganya. Kebutuhan makan sehari-hari, pasien mengonsumsi makanan yang

dimasaknya sendiri. Pada anamnesis sistem, palpitasi dan nyeri dada disangkal.

Pada sistem respirasi, pasien tidak merasa sesak, batuk, dan pilek. Keluhan mual

dan muntah diakui pasien. Pasien mengeluh nyeri ulu hati dan terasa kembung.

Tidak BAK dan belum BAB.

Hasil pemeriksaan fisik pasien, tinggi badan dan berat badan pasien adalah

156 cm dan 63 kg. Indeks masa tubuh pasien adalah 25,88 kg/m2. Status generalis

pasien tampak lemah dengan kesadaran compos mentis E4V5M6, dan kesan gizi

cukup. Pemeriksaan tanda vital pasien adalah: tekanan darah (TD) 100/73 mmHg,

suhu tubuh (T) 36.60C, nadi (HR) 96x/menit, frekuensi nafas (RR) 20x/menit, dan

saturasi oksigen (SpO2) 98%. Pemeriksaan status kepala tampak normocephal,

pemeriksaann mata menunjukkan konjungtiva anemis (-/- ), sclera ikterik (-/-).

Pemeriksaan lidah tampak kering dan kotor. Tampak lemas dan apatis.

Pemeriksaan mata, pupil bulat isokor dan reflex pupil (+/+). Pada pemeriksaan

leher tidak ada deviasi trakea maupun pembesaran kelenjar tiroid dan getah

bening.

Pemeriksaan thorax dan jantung dalam batas normal, auskultasi pulmo suara

dasar vesikuler +/+, tidak ada suara rhonki maupun wheezing. Pada pemeriksaan

14
ekstemitas tidak ditemukan massa, keterbatasan gerak, maupun nyeri gerak. Akral

teraba dingin, arteri radialis teraba sedang dan regular. Turgor kulit menurun.

Edema tungkai (-/-).

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan meliputi darah rutin, kimia klinik,

seroimunologi. Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal. Berdasarkan

keluhan utamanya mual muntah sampai mengganggu aktivitas sehari-hari, nyer

ulu hati, nyeri telan, lemas, pusing, terasa haus, pemerik-saan fisik utamanya vital

sign yitu tekanan darah 100/73mmHg, lidah kotor, peristaltik menurun, turgor

kulit menurun, dan akral dingin. diagnosis pasien adalah G3P2A0 hamil 9 minggu

dengan hiperemesis gravidarum.

Pada follow up tanggal 26 September 2020 pasien mual muntah dan pusing.

tekanan darah pasien 100/75 mmHg dengan assessment HEG Hari 1 kemudian

mendapat terapi Neurobion drip RL 20 tpm, Inj. ahiosin/8j, Sucralfat syr 3x1,

Promavit tab 1x1. Keesokan harinya, 27 September 2020 pasien keluhan

berkurang, pemeriksaan tekanan darah 100/80 mmHg dengan assessment HEG

Hari 2, kemudian pasien mendapatkan terapi lanjut. Keesokan harinya, 27

September 2020 pasien keluhan berkurang, pemeriksaan tekanan darah 100/80

mmHg dengan assessment HEG Hari 3, kemudian pasien diperbolehkan pulang

dengan terapi diganti dengan bentuk tablet.

15
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
1. Scopolamine atau yang dikenal dengan nama hyosin merupakan
golongan obat antikolinergik yang digunakan untuk penanganan mual
muntah terkait mabuk perjalanan (motion sickness) atau pasca operasi.
Scopolamine merupakan salah satu konstituen dari alkaloid
belladonna.
2. Struktur scopolamine menyerupai asetilkolin, tetapi scopolamine
beraksi antagonis terhadap asetilkolin. Melalui mediator reseptor
muskarinik yang terletak pada struktur yang dipersarafi saraf
kolinergik postganglionic serta otot polos, agen ini menyebabkan efek
midriasis, siklopegia, mengontrol sekresi air liur dan asam lambung,
memperlambat motilitas usus, serta mencegah muntah
4.2 SARAN
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan-
kekurangan pembahasannya dikarenakan oleh berbagai macam faktor
keterbatasan waktu, pemikiran dan pengetahuan kami yang terbatas, oleh
karena itu untuk kesempernuan makalah ini kami sangat membutuhkan
saran-saran dan masukan yang bersifat membangun kepada semua
pembaca.
Sebaiknya gunakanlah obat sesuai anjuran dokter, dan pergunakan
lah obat tersebut sesuai dengan diagnosa yang telah diperkirakan, jangan
menggunakan obat kurang atau melebihi batasnya

16
DAFTAR PUSTAKA

Kee, Hayes. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, EGC

Mycek, J, Mery, dkk, 2000. ”Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2”, Widya Medika,
Jakarta.

Ganiswarna, 1998. ” Farmakologi dan Terapi  ”, Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia, Jakarta

Soetedjo, F.A., dan Margono, B.P., 2011, Peran Antikolinergik Sebagai Bronkodilator,
Majalah Kedokteran Respirasi, Vol 2, No 1.

Tan Hoan Tjay, Kirana R, 2001, ”Obat-Obat Penting, Khasiat dan Penggunaan ”, DirJen
POM RI, Jakarta. 

17

Anda mungkin juga menyukai