Anda di halaman 1dari 210

PETUNJUK TEKNIS

KAMPANYE IMUNISASI
JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT


KEMENTERIAN KESEHATAN
2017
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

KATA PENGANTAR

Japanese Encephalitis (JE) merupakan salah satu


penyebab terbesar ensefalitis viral di seluruh dunia dan masalah
utama kesehatan masyarakat di Asia termasuk di Indonesia.
Saat ini diperkirakan 3 miliar penduduk tinggal di 24 negara yang
berisiko terjangkit JE. Sebagian besar negara-negara tersebut
terletak di wilayah regional Asia Tenggara dan Pasifik Barat.
Secara umum, insidens JE di negara endemis diperkirakan
5,4/100.000 pada kelompok usia 0–14 tahun dan 0,6/100.000
pada kelompok usia >15 tahun. Tingkat kematian karena JE
dilaporkan bervariasi antara 16% - 30%, dan 30% - 70% dari
yang hidup berakibat gejala sisa (sequeale) berat termasuk
paralisis dan keterbelakangan mental. Walaupun JE merupakan
masalah kesehatan dengan akibat yang serius, namun dapat
dicegah dengan pemberian imunisasi.

Indonesia telah mengembangkan sentinel surveilans JE.


Kasus JE per kelompok umur di Indonesia dilaporkan 85% pada
kelompok usia ≤15 tahun dan 15% pada kelompok usia > 15
tahun. Dengan mempertimbangkan tingginya beban penyakit
tersebut serta rekomendasi dari ITAGI tahun 2016, maka
perlu dilaksanakan kampanye imunisasi JE sebelum introduksi
imunisasi JE. Kampanye pemberian imunisasi JE pada anak
usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun.

Buku ini merupakan petunjuk teknis untuk penyelenggaraan


kampanye imunisasi JE bagi petugas kesehatan.

iii
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi


dalam penyusunan petunjuk teknis ini. Semoga buku ini
bermanfaat bagi upaya peningkatan kesehatan anak – anak di
Indonesia.

Jakarta, Agustus 2017


Direktur Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit

dr. H. Mohamad Subuh, MPPM

iv
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

TIM PENYUSUN

Pelindung
Direktur Jenderal P2P
dr. H. Mohamad Subuh, MPPM

Penasehat
Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan
dr. Jane Soepardi

Penanggung Jawab
dr. Prima Yosephine, MKM

v
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

KONTRIBUTOR
Prof.Dr. dr. Sri Rezeki Hadinegoro, Sp.A(K)
Dr.dr. Irawan Magunatmadja, Sp.A(K)
Dr.dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K), M.Trop.Paed
Dr.dr. Julitasari Sundoro, MScPH
dr. Gertrudis Tandy, MKM
dr. I Made Yosi Purbadi, MKM
Andi Sari Bunga, SKM, MScPH
Rohani Simanjuntak, SKM, MKM
dr. I Gusti Ayu Raka Susanti, M.Kes
Anak Agung Putu Semara Putra, ST
dr. Devi Anisiska
dr. Cornelia Kelombar
dr. Sherli Karolina
Syafriyal, SKM, M.Kes
Hakimi, SKM, M.Sc
Reza Isfan, SKM, MKM
Junghan Sitorus, SKM, M.Epid
Lulu Aryantheny Dewi, SKM, MIPH
Yusneri, SKM, MM
Hariyanto, SKM, M.Epid
Diany Litasari, SKM
Sekar Astrika Fardani, SKM
Eka Desi Purwanti, SKM

vi
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Indah Hartati, SKM


Hashta Meyta, S.ST, S.Si, Apt

Dukungan administrasi :

Dini Surgayanti, SKM, Santi Ikrar, SKM, Siti Ara, SE


Popy Briliana, Arum Handayani, SE, Masna
Vivi Pakpahan, S.Kom

vii
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................... iii


TIM PENYUSUN.................................................................... v
KONTRIBUTOR .................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................... ix
DAFTAR TABEL .................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................. xiii
DAFTAR SINGKATAN........................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN..................................................... 1
1.1. Latar Belakang................................................. 1
1.2. Tujuan.............................................................. 3
1.3. Sasaran............................................................ 3
1.4. Ruang Lingkup................................................. 3
1.5. Pengertian Umum............................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................. 5
2.1. Epidemiologi Japanese Encephalitis (JE)........ 5
2.2. Strategi Pencegahan dan Pengendalian JE.... 14
2.3. Imunisasi Japanese Encephalitis (JE) ............ 16
2.4. Vaksin JE yang digunakan............................... 17
BAB III PERSIAPAN KAMPANYE IMUNISASI JE.............. 21
3.1. Tujuan Kampanye Imunisasi JE....................... 21
3.2. Sasaran Pelaksanaan...................................... 22
3.3. Tempat dan Waktu Pelaksanaan..................... 22
3.4. Strategi Pelaksanaan....................................... 23

ix
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

3.5. Mikroplaning..................................................... 24
3.6. Pelatihan.......................................................... 32
3.7. Pembentukan Panitia/Kelompok Kerja
Pelaksanaan Kampanye Imunisasi JE
Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota.............. 33
3.8. Pembiayaan..................................................... 35
3.9. Promosi Kesehatan.......................................... 36
BAB IV PELAKSANAAN KAMPANYE IMUNISASI JE......... 43
4.1 Mekanisme Kerja............................................. 43
4.2. Penyiapan Vaksin Dan Logistik........................ 45
4.3. Cara Pemberian Vaksin JE.............................. 51
4.4. Peran Petugas Kesehatan, Guru dan Kader.... 54
4.5. Penyuntikan yang Aman.................................. 56
4.6. Manajemen Limbah.......................................... 58
4.7. Pencatatan dan Pelaporan............................... 60
BAB V PEMANTAUAN DAN PENANGGULAN
KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI................ 63
5.1. Pengertian........................................................ 63
5.2. Kejadian ikutan pasca imunisasi vaksin JE
yang mungkin terjadi dan antisipasinya........... 63
5.3. Mekanisme Pemantauan dan
Penanggulangan KIPI ..................................... 65
5.4. Kurun Waktu Pelaporan KIPI........................... 68
5.5. Pelacakan KIPI ................................................ 69
5.6. Pengenalan dan Penanganan Anafilaktik........ 70
BAB VI MONITORING DAN EVALUASI.............................. 77
6.1. Monitoring........................................................ 77
6.2. Evaluasi............................................................ 80

x
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Sentinel Surveilans JE Tahun 2014-2016...... 10


Tabel 2. Detail Administrasi Vaksin
Japanese Encephalitis (JE) .................................... 19
Tabel 3. Contoh Puskesmas XXXXX.................................... 31
Tabel 4. Daftar Pertanyaan dalam Observasi
Sebelum Pemberian Imunisasi JE .......................... 51
Tabel 5. Reaksi yang dapat terjadi setelah Imunisasi JE...... 64
Tabel 6. Kurun Waktu Pelaporan berdasarkan Jenjang ....... 68
Tabel 7. Langkah-Langkah dalam Pelacakan KIPI .............. 69
Tabel 8. Tanda dan Gejala Anafilaktik .................................. 71

xi
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus Penularan Virus Japanese Encephalitis. 6


Gambar 2. Negara-negara dengan Risiko Japanese
Encephalitis....................................................... 8
Gambar 3. Gejala Japanese Encephalitis .......................... 12
Gambar 4. Skema Pelayanan di Sekolah .......................... 43
Gambar 5. Skema Pelayanan di Posyandu ....................... 44
Gambar 6. Cara Penyimpanan Vaksin dalam Vaccine
Carrier .............................................................. 46
Gambar 7. Cara Meletakan Vaksin yang Sudah dipakai.... 50
Gambar 8. Sudut Kemiringan Penyuntikan ........................ 53
Gambar 9. Cara Pemakaian ADS dan Memasukan
Vaksin kedalam ADS ....................................... 53
Gambar 10. Posisi Anak Saat Penyuntikan ......................... 53
Gambar 11. Penggunaan Safety Box .................................. 57
Gambar 12. Skema Penemuan Kasus KIPI sampai
Pelaporan ......................................................... 66
Gambar 13. Alur Pelaporan dan Pelacakan KIPI Serius ...... 67

xii
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rangkaian dan Waktu Pelaksanaan


Kampanye Imunisasi JE ................................. 83
Lampiran 2. Ceklist Kesiapan Kampanye Imunisasi JE
(Pra-Pelaksanaan) Tingkat Provinsi,
Kabupaten/Kota ............................................. 84
Lampiran 3. Contoh Surat Pemberitahuan Kampanye
Imunisasi JE kepada Sekolah ........................ 85
Lampiran 4. Contoh Surat Pemberitahuan Kampanye
Imunisasi JE kepada Orangtua ...................... 86
Lampiran 5. Data Dasar Kampanye Imunisasi JE
Tingkat Kabupaten ......................................... 87
Lampiran 6. Data Kebutuhan Logistik Kampanye
Imunisasi Japanese Encephalitis (JE) ........... 88
Lampiran 7. Form Data Ketenagaan Untuk Kampanye
Imunisasi JE ................................................... 89
Lampiran 8. Pencatatan Kampanye Imunisasi JE ............. 90
Lampiran 9. Laporan Rekapitulasi Hasil Pelaksanaan
Kampanye Imunisasi JE Tingkat Puskesmas. 91
Lampiran 10 Laporan Rekapitulasi Hasil Pelaksanaan
Kampanye Imunisasi JE Tingkat
Kabupaten/Kota ............................................. 92
Lampiran 11 Laporan Rekapitulasi Hasil Pelaksanaan
Kampanye Imunisasi JE Tingkat Provinsi ...... 93
Lampiran 12. Format Supervisi Monitoring Pelaksanaan .... 94
Lampiran 13. Format Supervisi Monitoring Pelaksanaan
Rapid Convenience Assessment (RCA)......... 96
Lampiran 14. Laporan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
(KIPI) .............................................................. 98
Lampiran 15. Formulir Pelaporan KIPI ................................. 99
Lampiran 16. Formulir Investigasi KIPI (Otopsi Verbal) ....... 100

xiii
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

DAFTAR SINGKATAN

AES : Acute Encephalitis Syndrome


BIAS : Bulan Imunisasi Anak Sekolah
KLB : Kejadian Luar Biasa
JE : Japanese Encephalitis
PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini
SD : Sekolah Dasar
MI : Madrasah Ibtidaiyah
MTs : Madrasah Tsanawiyah
SDLB : Sekolah Dasar Luar Biasa
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
ADS : Auto Disable Syringe
VVM : Vaccine Vial Monitor
KIPI : Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
POKJA : Kelompok Kerja
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
TP PKK : Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
IPAL : Instalasi Pengolahan Air Limbah
RCA : Rapid Convenience Assessment
KIE : Komunikasi, Informasi dan Edukasi

xiv
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Japanese encephalitis (JE) adalah suatu penyakit virus
bersumber binatang yang ditularkan melalui vektor (vector-
borne zoonotic viral disease). Virus JE merupakan penyebab
utama ensefalitis virus di Asia. JE terjadi di hampir semua
negara-negara Asia, baik yang beriklim tropis maupun sub
tropis, dan sudah mulai menyebar ke wilayah lain melalui
pergerakan dari vektor yang terinfeksi. Saat ini diperkirakan
3 miliar penduduk tinggal di 24 negara yang berisiko
terjangkit JE. Sebagian besar negara-negara tersebut
terletak di wilayah regional Asia Tenggara dan Pasifik Barat.
Virus JE ditularkan terutama oleh nyamuk Culex, dan
bersirkulasi dengan siklus enzootic pada babi dan beberapa
spesies burung yang berperan sebagai amplifying hosts.
Culex tritaeniorhynchus adalah spesies vektor nyamuk
yang utama, berkembang biak di kolam-kolam dan sawah
yang tergenang dan menggigit terutama pada malam hari.
Karena adanya hewan perantara (animal reservoir), virus
JE tidak dapat dieliminasi, tetapi bisa dikendalikan dengan
pemberian imunisasi pada manusia di daerah endemis.
Manusia merupakan inang terakhir (dead-end hosts),
beredarnya virus dalam darah (viraemia) terjadi dalam

1
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

waktu singkat sehingga tidak memungkinkan transmisi


antar manusia.
Infeksi JE pada manusia dapat bersifat asimptomatik,
demam ringan (flu-like), hingga gejala yang mematikan
dan mempengaruhi sistem saraf pusat. Tingkat kematian
akibat JE dilaporkan bervariasi antara 16-30%, dan 30-
70% dari yang hidup mengalami gejala sisa (sekuele) berat
termasuk paralisis dan keterbelakangan mental. Beberapa
jenis obat suportif dapat mengurangi tingkat kematian JE,
tetapi belum ada obat khusus untuk JE. Adapun beberapa
tindakan intervensi penting yang telah diketahui dalam
penanggulangan JE, meliputi pengendalian vektor, eliminasi
populasi unggas, vaksinasi babi, eliminasi pemaparan
manusia pada vektor, dan imunisasi JE pada manusia. Dari
seluruh upaya tata laksana yang ada, dapat disimpulkan
bahwa imunisasi merupakan satu-satunya cara yang paling
efektif untuk mencegah JE.
Kasus JE didapatkan dari surveilans kasus AES
(acute encephalitis syndrome) yang dikonfirmasi dengan
pemeriksaan laboratorium. Data surveilans kasus AES dari
11 provinsi sentinel di Indonesia tahun 2016, menunjukkan
bahwa terdapat 326 kasus, dengan 43 kasus (13%) positif
JE. Kasus terbanyak (17 kasus) dilaporkan terdapat di
provinsi Bali. Sebanyak 85% kasus JE di Indonesia terdapat
pada kelompok usia ≤15 tahun dan 15% pada kelompok
usia >15 tahun.
Berdasarkan tingginya kasus JE dan rekomendasi
ITAGI, upaya introduksi vaksin JE ke dalam program

2
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

imunisasi nasional dapat dimulai dengan melakukan


kampanye imunisasi (catch up campaign) di daerah paling
endemis di Indonesia, yaitu provinsi Bali.
Provinsi Bali dipilih karena memiliki data dukung paling
lengkap yaitu 23 dari 36 sentinel Rumah sakit berada di
Provinsi Bali. Selain itu Provinsi Bali memiliki nilai strategis
sebagai daerah pariwisata. Hasil pelaksanaan kampanye
imunisasi JE di Bali dapat menjadi dasar rencana strategi di
daerah lain yang memiliki endemisitas JE tinggi di Indonesia.
Setelah pelaksanaan kampanye imunisasi JE pada anak
usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun, maka selanjutnya
imunisasi JE akan masuk ke dalam jadwal imunisasi rutin
yang diberikan pada anak usia 10 bulan.

1.2. TUJUAN
Petunjuk teknis ini dibuat sebagai pedoman dalam
melaksanakan Kampanye Imunisasi Japanese encephalitis
(JE).

1.3. SASARAN
Petugas kesehatan di tingkat provinsi, kabupaten/kota
dan puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

1.4. RUANG LINGKUP


Ruang lingkup kegiatan kampanye imunisasi JE
meliputi:
1. Persiapan

3
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

2. Pelaksanaan
3. Monitoring dan evaluasi

1.5. PENGERTIAN UMUM


Kampanye imunisasi (catch up campaign) Japanese
encephalitis (JE) adalah suatu kegiatan imunisasi secara
masal pada anak usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun
yang dilakukan di daerah endemis tinggi sebagai upaya
untuk menekan jumlah kasus JE.

4
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. EPIDEMIOLOGI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Virus JE merupakan penyebab utama ensefalitis virus


di Asia. Dalam perjalanan penyakit JE diperlukan vektor dan
reservoar (sumber infeksi). Vektor penyebar virus JE adalah
nyamuk yang biasa ditemukan di sekitar rumah antara lain
Culex tritaeneorhyncus, Cx. quinquifasciatus dan lain-lain.
Sedangkan reservoarnya adalah babi, burung air, kerbau,
anjing, maupun unggas. Babi merupakan reservoar utama
dan amplifier terbaik bagi perkembangbiakan virus JE.
Nyamuk Culex merupakan jenis nyamuk antrosoofilik
yang tidak hanya menghisap darah binatang tapi juga
darah manusia, karena itulah melalui gigitan nyamuk dapat
terjadi penularan JE dari hewan kepada manusia. Manusia
merupakan dead-end host untuk JE artinya manusia tidak
akan menjadi sumber penyebaran virus JE.

5
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Gambar 1. Siklus penularan virus Japanese Encephalitis

Daerah persawahan terutama pada musim tanam


selalu digenang air diduga berpengaruh pada endemisitas
JE. Di daerah urban nyamuk ini mudah ditemukan pada
selokan dan air tergenang. Selain itu pada musim hujan
populasi nyamuk akan meningkat sehingga menyebabkan
peningkatan penularan penyakit.
Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya infeksi
adalah tidak adanya antibodi spesifik JE baik yang didapat
secara alamiah maupun melalui imunisasi, tinggal di daerah
endemik JE serta perilaku yang dapat meningkatkan
kemungkinan digigit oleh nyamuk. Misalnya berada di luar
rumah pada malam hari atau tidur tanpa menggunakan
kelambu atau tidak menggunakan pencegah gigitan nyamuk
lainnya.

6
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Secara global sistem surveilans JE masih terus


berkembang dan pemeriksaan laboratorium juga masih
menghadapi beberapa kendala, sehingga jumlah kasus
sebenarnya sulit ditentukan. Diperkirakan 67.000 kasus JE
klinis terjadi setiap tahunnya dengan sekitar 13.600 hingga
20.400 kematian. Angka insidens secara keseluruhan adalah
sekitar 1.8/100.000 yang terjadi di 24 negara yang berisiko
JE.
Angka insidens JE bervariasi antar negara ataupun
antar wilayah di suatu negara. Secara umum, insidens JE di
negara endemis diperkirakan 5,4/100.000 pada kelompok
usia 0–14 tahun dan 0,6/100.000 pada kelompok usia >15
tahun.
Walaupun secara umum JE dianggap sebagai penyakit
pada anak, sebenarnya JE juga dapat berjangkit pada semua
usia, terutama bila virus tersebut menginfeksi daerah baru
dimana penduduknya tidak mempunyai riwayat kekebalan
sebelumnya. Dengan dimulainya program imunisasi JE
di beberapa negara, kasus pada anak di negara tersebut
cenderung menurun.

7
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Gambar 2. Negara – negara dengan risiko Japanese Encephalitis

Peta tersebut menunjukkan negara – negara yang


memiliki risiko Japanese Encephalitis (JE) ditemukan
hampir di seluruh wilayah Asia antara lain Jepang, Korea,
India, Srilanka, dan Indonesia serta sebagian Northern
Territory di Australia.
Seperti di negara-negara lain, di Indonesia jumlah
kasus JE didapatkan melalui surveilans Acute Encephalitis
Syndrome (AES). Tanda klinis dari JE tidak dapat dibedakan
dengan penyebab lain dari AES, sehingga konfirmasi
laboratorium menjadi sangat penting. Kasus JE pasti
adalah kasus AES yang telah dikonfirmasi positif dengan
pemeriksaan laboratorium (IgM) positif.
Infeksi JE pada kelompok masyarakat di berbagai
wilayah Indonesia telah diketahui melalui berbagai penelitian

8
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

yang dilakukan sejak tahun 1972 oleh berbagai kelompok


dan institusi antara lain Badan Litbangkes Departemen
Kesehatan bekerja sama dengan NAMRU-2. Hasil yang
diperoleh menunjukkan adanya infeksi JE dalam berbagai
hewan seperti babi dan ternak, unggas, sapi, kerbau, kuda,
kambing, dan lain - lain yang dilaksanakan di Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, NTB, Kalimantan Barat, Sumatra
Selatan, dan Sulawesi.
Selanjutnya di tahun 2001 – 2003 dilakukan surveilans
berbasis masyarakat di Bali oleh Direktorat Pemberantasan
Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(DitJen PP-PL) bekerjasama dengan berbagai institusi
termasuk International Vaccine Institute (IVI) dengan
dana dari Children Vaccine Program (CVP) - Program
for Appropriate Technology in Health (PATH). Surveilans
menunjukkan bahwa kasus JE ditemukan di seluruh
kabupaten di Bali dengan tingkat kematian/Case Fatality
Rate (CFR) sebesar 11% sementara 36% penderita
yang masih hidup menderita kecacatan permanen. Hasil
penelitian tersebut di atas menggambarkan bahwa JE
merupakan masalah di Bali, tapi belum menggambarkan
situasi JE di Indonesia sebab Bali mempunyai beberapa
faktor risiko seperti adanya daerah persawahan, vektor JE
dan adanya pemeliharaan babi yang berdekatan dengan
tempat tinggal.
Tahun 2005 - 2006 dilakukan surveilans berbasis
fasilitas kesehatan di 6 provinsi (Sumatera Barat, Kalimantan
Barat, Jawa Timur, NTB, NTT, Papua) oleh Badan Litbangkes

9
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

DepKes, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit


dan Penyehatan Lingkungan (DitJen P2-PL) bekerjasama
dengan PATH.
Setelah rencana pilot project yang akan dilaksanakan
tahun 2007 tertunda, tahun 2014 Subdit Arbovirosis bekerja
sama dengan WHO mengembangkan surveilans sentinel
JE di Bali dan empat provinsi risiko tinggi lainnya.

Table 1. Hasil Sentinel Surveillans JE, 2014 - 2016

2014 2015 2016


Provinsi Jumlah Jumlah Jumlah
Positif JE Positif JE Positif JE
sampel sampel sampel
Bali 55 6 (10,9 %) 208 22 (10,5%) 226 17 (7,5%)
Kalimantan Barat 5 1 (20,0 %) 13 3 (23,0%) 15 8 (53,3%)
Sulawesi Utara 7 1 (14,5 %) 35 4 (11,4%) 25 2 (8,0%)
Sumatera Utara 2 - - - - -
Jawa Tengah 5 1 (20,0 %) - - 2 -
NTT - - 8 3 (37,5 %) 13 8 (61,5%)
NTB - - - - 5 -
DI.Yogyakarta - - 31 6 (19,3 %) 35 6 (17,14)
Jawa Barat - - 15 - - -
DKI Jakarta - - 17 2 (11,7 %) 4 1 (25%)
Kep. Riau (Batam) 1 1 (100%)
Total 74 9 (12,2 %) 327 40 (12,2 %) 326 43 (13,1 %)

Sumber Data : Subdit Arbovirosis Ditjen P2P

Hasil Sentinel Surveillans JE pada tahun 2014 di


Provinsi Bali dari 55 sampel terdapat 6 yang yang positif
(10,9%), Kalimantan Barat dari 5 sampel terdapat satu yang
positif (20%), Sulawesi Utara dari 7 sampel terdapat satu
yang positif (14,5%), Jawa Tengah dari 5 sampel terdapat
satu yang positif (20%).

10
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Hasil Sentinel Surveilans JE pada tahun 2015 di


Provinsi Bali dari 208 sampel terdapat 22 sampel yang positif
(10,57%) , Kalimantan Barat dari 13 sampel terdapat 3 yang
positif (23,07%) , Sulawesi Utara dari 35 sampel terdapat 4
yang positif (11,42%), NTT dari 8 sampel terdapat 3 yang
positif (37,5%), DI.Yogyakarta dari 31 sampel terdapat 6 yang
positif (19,35%) , Jawa Barat dari 15 sampel tidak ditemukan
kasus positif dan Jakarta dari 17 sampel terdapat 2 yang
positif (11,76%) .
Tahun 2016, surveilans sentinel JE dikembangkan ke
empat provinsi lainnya sehingga menjadi 11 provinsi. Data
surveilans kasus JE di Indonesia tahun 2016 menunjukkan
bahwa terdapat sembilan provinsi yang melaporkan adanya
kasus JE, diantaranya adalah Provinsi Bali, Kalimantan
Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, DKI Jakarta,
DIY Yogyakarta, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan
Kepulauan Riau.
Jumlah kasus JE di Indonesia tahun 2016 yang
dilaporkan sebanyak 326 kasus. Diantara sembilan provinsi
yang melaporkan kasus JE tersebut, kasus terbanyak
dilaporkan terdapat di Provinsi Bali dengan jumlah kasus 226
(69,3%). Kasus JE per kelompok umur di Indonesia dilaporkan
85% pada kelompok usia ≤15 tahun dan 15% pada kelompok
usia >15 tahun.

2.1.1. Gambaran Klinis JE


Gejala utama JE adalah adanya gejala ensefalitis
dengan masa inkubasi 4-14 hari. Gejala klinis dimulai

11
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

dengan demam tinggi yang mendadak, perubahan


status mental, gejala gastrointestinal, sakit kepala,
disertai perubahan gradual gangguan bicara, berjalan,
adanya gerakan involuntir ekstremitas ataupun disfungsi
motorik lainnya. Pada anak, gejala awal berupa demam,
iritabilitas, muntah, diare, dan kejang. Kejadian kejang
terjadi pada 75% kasus anak. Pada dewasa, keluhan
yang paling sering muncul adalah sakit kepala dan
gejala peningkatan tekanan intrakranial.

Gambar 3 . Gejala Japanese Encephalitis

Gejala Sisa (Sekuele)


Gejala sisa ditemukan pada 5-70 % kasus, umumnya
pada anak usia di bawah 10 tahun. Pada bayi gejala
sisa akan lebih berat. Kekerapan terjadinya gejala sisa
berhubungan langsung dengan beratnya penyakit.
Gejala sisa dapat berupa gangguan:
• Sistem motorik (motorik halus, kelumpuhan,
gerakan abnormal)
• Perilaku (agresif, emosi tak terkontrol, gangguan
perhatian, depresi)
• Intelektual (retardasi).

12
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

• Fungsi neurologi lain (gangguan ingatan/memori,


afasia ekspresif, epilepsi, paralisis saraf kranial,
kebutaan)

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan atas:
1. Gejala klinis
2. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan darah
dan pemeriksaan cairan cerebrospinal)
3. Pemeriksaan lain untuk mendukung diagnosis
seperti pencitraan CT scan, elektroensefalografi
(EEG) dan elektromiografi (EMG)

Komplikasi
Sekitar 16-30% kasus JE dapat menyebabkan
kematian. Kematian dapat terjadi beberapa hari
setelah gejala prodromal yang diikuti oleh fase
fulminan, ataupun setelah terjadinya koma. Kasus
JE pada anak, khususnya bila usia kurang dari 10
tahun, memiliki angka mortalitas yang lebih tinggi.
Bila bertahan hidup pun, anak sering kali mengalami
gejala sisa berupa gangguan neurologis.
Beberapa jenis obat suportif dapat mengurangi
tingkat kematian JE, tetapi belum ada obat khusus
untuk JE. Adapun beberapa tindakan intervensi
penting yang telah diketahui dalam penanggulangan
JE, meliputi pengendalian vektor, eliminasi populasi

13
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

unggas, vaksinasi babi, eliminasi pemaparan manusia


pada vektor dan imunisasi JE pada manusia. Dari
seluruh upaya tata laksana yang ada, imunisasi
merupakan satu-satunya cara yang paling efektif
untuk mencegah JE pada manusia.

2.2. STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN JE


Strategi pencegahan dan pengendalian JE di Indonesia
dilakukan melalui beberapa kegiatan sebagai berikut:
1. Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor (jentik dan nyamuk dewasa) dapat
dilakukan dengan cara non kimiawi dan kimiawi.
a. Pengendalian non kimiawi
- Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
- Penggunaan kelambu
- Ovitrap, yaitu perangkap telur nyamuk yang dapat
diletakkan di lingkungan permukiman dan lingkungan
peternakan.
b. Pengendalian biologi (biological control), dilaksanakan
dengan menggunakan organisme hidup (predator)
dalam pengendalian larva nyamuk, dapat berupa
penaburan ikan, Bacillus thurigiensis, atau jenis lainnya
dan kawat kasa (barrier).
c. Pengendalian Kimiawi
Pengendalian kimiawi merupakan alternatif terakhir.
Pengendalian ini dilakukan apabila PSN dan

14
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

pengendalian biologi hasilnya kurang optimal terhadap


penurunan populasi vektor dan apabila terjadi KLB.
Kegiatan pengendalian kimia, diantaranya:
- Pengasapan (fogging)
- Larvasidasi
- Kelambu berinsektisida
- Insektisida rumah tangga

2. Manajemen lingkungan
Upaya pencegahan dan pengendalian JE melalui
manajemen lingkungan dilakukan dengan cara menjaga
kebersihan lingkungan permukiman dan peternakan.
Lingkungan permukiman harus bebas dari habitat
perkembangbiakan dan tempat peristirahatan nyamuk
penular JE. Lingkungan peternakan harus dibersihkan
setiap hari. Seperti halnya di lingkungan permukiman,
di lingkungan peternakan harus bebas dari habitat
perkembangbiakan nyamuk.

3. Surveilans
Surveilans JE penting dilakukan untuk mendapatkan
gambaran epidemiologi, besaran masalah penyakit dan
mengidentifikasi daerah risiko tinggi sehingga dapat
menjadi dasar perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
kegiatan pencegahan dan pengendalian JE.
Tujuan surveilans JE:
a. Menghasilkan informasi gambaran epidemiologi dan

15
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

besaran masalah JE sebagai dasar penanggulangan


JE yang cepat dan tepat sehingga dapat disusun
perencanaan yang sesuai dengan permasalahannya.
b. Mendapatkan data distribusi JE menurut orang,
tempat, dan waktu.
c. Mendapatkan gambaran tren JE
d. Melakukan pengamatan kewaspadaan dini (SKD KLB)
dalam rangka mencegah dan menanggulangi KLB
secara dini.
e. Penguatan laboratorium untuk sero diagnosis
Surveilans JE meliputi surveilans kasus dan surveilans
vektor yang dapat dilakukan secara pasif dan aktif.

4. Imunisasi
Strategi yang efektif untuk menurunkan angka insiden
JE adalah pemberian imunisasi. Imunisasi merupakan
intervensi kesehatan masyarakat yang dapat diandalkan.

2.3. IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)


Vaksin JE yang pertama dibuat adalah inactivated mouse
brain-derived vaccines. Namun dalam perkembangannnya,
WHO position paper tahun 2006 menyatakan bahwa
karena alasan keamanan mouse brain-derived vaccines
secara bertahap harus diganti dengan 3 jenis vaksin JE lain
dari generasi yang lebih baru yang sudah mendapat pre
qualification (PQ) dari WHO. Indonesia akan menggunakan
2 jenis vaksin JE yaitu:

16
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

1. Live attenuated vaccines


Virus JE strain SA 14-14-2 produksi dari Chengdu Institute
of Biological Product, dilisensi dan digunakan secara
luas di Cina sejak 1988 dan saat ini banyak digunakan
di negara lain di Asia dan sudah praquallifikasi WHO
tanggal 9 Oktober 2013.
2. Japanese encephalitis Vaccine (Inactivated).
Japanese Encephalitis Inactivated Vaccine (Human)
(Purified Inactivated Vaccine - Adsorbed) JEEV®. Produksi
dari Biological E Limited India dan sudah praquallifikasi
WHO tanggal 12 Juli 2013. Vaksin JE inactivated ini
akan dipakai oleh para dokter spesialis anak untuk anak
dengan imunokompromais.
WHO position paper on JE vaccines bulan Februari
2015 merekomendasikan agar negara yang berisiko tinggi
terhadap JE untuk melakukan introduksi vaksin JE minimal
satu dosis dalam program imunisasi rutin dengan didahului
oleh kampanye Imunisasi JE.
Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI) juga
telah memberikan rekomendasi pada bulan Januari 2016
agar vaksin JE diintroduksi ke dalam program imunisasi
nasional yang dimulai dengan menggunakan vaksin tersebut
sebagai bagian dari catch up campaign di daerah endemis
di Indonesia.

2.4. VAKSIN JE YANG DIGUNAKAN


Vaksin yang akan digunakan adalah live attenuated

17
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

vaccines yang dikenal sebagai vaksin virus SA 14-14-2,


diberikan 1 (satu) dosis (0.5ml) secara suntikan subkutan
pada anak usia 9 bulan sampai < 15 tahun.
Bagi anak-anak dengan imunokompromais tidak dapat
diberikan vaksin JE jenis live attenuated tetapi diberikan
imunisasi dengan vaksin jenis JE inaktif. Imunokompromais
adalah suatu keadaan menurunnya status imunologis
seseorang baik status imun hormonal atau seluler atau
keduanya hingga sangat rentan terhadap infeksi. Keadaan
imunikompromais ini ditemukan pada orang atau penderita
yang mendapat terapi sitostatik/radioterapi, penerima
transplantasi sumsum tulang, transplantasi organ, penderita
dengan infeksi HIV, penyakit Hodkins, leukemia, limfoma
atau dengan keganasan lain.
Vaksin JE live attenuated memiliki kontraindikasi sebagai
berikut:
- Wanita hamil
- Riwayat alergi terhadap komponen dari vaksin (gelatin,
kanamycin, gentamisin)
- Anak dengan TB aktif yang tidak diobati
- Otitis media
- Riwayat kejang selama 12 bulan terakhir, epilepsi
- Anak dengan gangguan hati, ginjal, dan jantung
- Anak imunodefisiensi, imunokompromais atau anak yang
sedang menerima terapi imunosupresif

18
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

JE live attenuated dapat diberikan dalam pengawasan


dokter spesialis anak yang merawat pada kondisi sebagai
berikut
- Pengobatan kortikosteroid topikal atau penggunaan
kortikosteroid sistemik pada dosis rendah (kurang dari 0,5
mg/kg) seperti pada dermatitis, eksim atau lainnya
- Kondisi neurologis yang stabil misal cerebral palsy, down
syndrome
Pemberian imunisasi ditunda pada keadaan sebagai berikut:
- Demam tinggi
- Batuk pilek berat
- Diare berat

Tabel 2. Detail Administrasi Vaksin Japanese Encephalitis

Jenis Vaksin Vaksin SA 14-14-2


Kemasan Vial untuk 5 dosis berisi bubuk liofilisasi
Pelarutan Vaksin dilarutkan dengan cairan pelarut yang disediakan.
Setelah pelarutan, warna berubah menjadi merah muda.
Vaksin yang sudah dilarutkan hanya boleh diberikan
dalam waktu 6 jam
Dosis Satu dosis (0,5 ml) berisi tidak kurang dari 5,4 log PFU
virus hidup JE
Cara pemberian 1) Vaksin harus digunakan dengan memakai Auto
Disable Syringe (ADS)
2) Vaksin disuntik melalui jaringan sub kutan pada paha
atau lengan atas, tergantung usia anak
Penyimpanan 1. Vaksin disimpan dan dikirim dalam suhu 2-8oC dan
vial vaksin dan terlindung dari sinar matahari.
pelarut 2. Pelarut dapat disimpan pada suhu ruangan dan
sebelum digunakan disimpan pada suhu 2-8 oC
minimal 12 jam.

19
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

BAB III
PERSIAPAN KAMPANYE
IMUNISASI JE

Persiapan merupakan salah satu rangkaian kegiatan


penting yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan kegiatan
kampanye imunisasi dimulai. Tujuan dari persiapan ini adalah
untuk mengidentifikasi dan mempersiapkan hal-hal yang
dibutuhkan agar pelaksanaan kampanye imunisasi JE dapat
terlaksana dengan baik.
Hal-hal yang harus disiapkan/dilaksanakan dalam rangka
mempersiapkan kampanye imunisasi JE meliputi :
-- Mikroplaning
-- Pembiayaan
-- Promosi kesehatan
-- Monitoring Pra-Pelaksanaan Kampanye
Sebelum melaksanakan langkah-langkah persiapan, perlu
diketahui tujuan, sasaran, tempat, waktu serta strategi
pelaksanaan kampanye imunisasi JE.

3.1. TUJUAN KAMPANYE IMUNISASI JE


Tujuan pelaksanaan kampanye Imunisasi JE adalah
tercapainya pengendalian penyakit JE di daerah endemis
JE.

21
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Tujuan khusus:
1. Menurunkan angka kasus Acute Encephalitis Syndrome
(AES).
2. Menurunkan angka kesakitan akibat penyakit JE.

3.2. SASARAN PELAKSANAAN


Sasaran pelaksanaan kegiatan kampanye imunisasi
JE adalah seluruh anak usia 9 bulan sampai dengan <15
tahun di daerah endemis JE. Imunisasi JE diberikan tanpa
melihat status imunisasi maupun riwayat penyakit JE
sebelumnya.

3.3. TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN


1. Tempat Pelaksanaan
Kampanye imunisasi JE dilaksanakan di daerah endemis
penyakit JE. Pelayanan imunisasi dilakukan di pos-
pos pelayanan imunisasi yang telah ditentukan yaitu di
sekolah-sekolah antara lain Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD), Taman Kanak-kanak, SD/MI/sederajat, SDLB
dan SMP/MTs/sederajat dan SMPLB, Posyandu, Polindes,
Poskesdes, Puskesmas, Puskesmas pembantu, Rumah
Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

2. Waktu Pelaksanaan
Kampanye imunisasi JE dilaksanakan selama dua bulan
penuh, termasuk sweeping. Kegiatan sweeping dilakukan
untuk menjangkau sasaran yang belum diberikan
imunisasi karena sakit, sedang bepergian, orang tua

22
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

sibuk, tidak mengetahui mengenai adanya kampanye


imunisasi JE maupun alasan lainnya.

3.4. STRATEGI PELAKSANAAN


Target cakupan kampanye imunisasi JE adalah minimal
95%. Untuk itu diperlukan strategi yang efektif agar berhasil
mencapai target yang diharapkan.
Pelaksanaan kampanye imunisasi JE dibagi menjadi 2
tahap:
• Tahap pertama yaitu pemberian imunisasi JE di seluruh
sekolah yang terdiri dari sekolah Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak, SD/MI/sederajat,
SDLB dan SMP/MTs/sederajat dan SMPLB. Bagi anak
yang tidak hadir pada hari pelaksanaan kampanye
Imunisasi JE, wajib datang ke Puskesmas untuk
mendapatkan imunisasi JE.
Sebelum pelaksanaan kampanye imunisasi JE, perlu
melibatkan Tim Pembina UKS (Dinas Kesehatan, Dinas
Pendidikan, Kantor Wilayah Kementerian Agama,
Pemerintah Daerah) untuk koordinasi pelaksanaan
kegiatan imunisasi JE di sekolah.
• Tahap kedua yaitu pemberian imunisasi untuk anak-anak
di luar sekolah usia 9 bulan sampai <15 tahun di pos-
pos pelayanan imunisasi seperti Posyandu, Polindes,
Poskesdes, Puskesmas, Puskesmas pembantu, Rumah
Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

23
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Khusus kelompok anak dengan imunokompromais,


pemberian Imunisasi JE berkonsultasi dengan dokter
spesialis anak yang merawat. Imunisasi dapat dilakukan
dengan menggunakan jenis vaksin inactivated JE di rumah
sakit.
Alasan utama pemberian imunisasi di sekolah
lebih dahulu yaitu lebih mudah dilakukan karena sasaran
sudah terkumpul dan anak yang belum mendapatkan
imunisasi lebih mudah diidentifikasi dan ditindaklanjuti.
Setelah pemberian imunisasi di sekolah-sekolah selesai,
maka dilanjutkan dengan pemberian imunisasi di pos-pos
pelayanan imunisasi lainnya.
Kegiatan ini harus dilaksanakan berdasarkan pada
mikroplaning yang telah disusun sebelumnya. Daftar nama
anak-anak yang menjadi sasaran harus sudah tersedia
sebelum dilaksanakan pelayanan Imunisasi. Setiap petugas
kesehatan maupun kader yang bertugas harus memahami
bahwa tiap anak (usia 9 bulan sampai <15 tahun) yang
datang ke pos pelayanan imunisasi untuk mendapatkan
imunisasi JE harus diberikan imunisasi JE, meskipun anak
tersebut tidak masuk ke dalam daftar sasaran yang telah
disiapkan.

3.5. MIKROPLANING
Dalam penyusunan mikroplaning dibutuhkan data-data
sebagai berikut:
1. Jumlah sasaran, yaitu anak usia 9 bulan sampai <15
tahun yang ada di wilayah kerja masing-masing.

24
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

2. Peta wilayah kerja, memuat informasi mengenai batas-


batas wilayah, jumlah sasaran per wilayah, kondisi
geografis (wilayah yang mudah dijangkau dan sulit
dijangkau), dan lokasi pos atau fasilitas pelayanan
imunisasi yang sudah ada seperti sekolah, Posyandu,
Rumah Sakit, Klinik Dokter Praktik Swasta, Klinik Bidan
Praktik Swasta, serta fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya.
3. Inventarisasi peralatan rantai dingin, jumlah dan kondisi
cold chain (untuk penyimpanan dan distribusi vaksin)
yang ada saat ini, serta kekurangannya di tingkat
Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Puskesmas, serta
upaya mengatasi jika terjadi kekurangan.
4. Daftar sekolah berdasarkan nama, yang terdiri dari
sekolah PAUD, Taman Kanak-kanak, serta SD dan
SMP atau yang sederajat, baik negeri/pemerintah
maupun swasta.
5. Jumlah pos pelayanan imunisasi, yaitu Posyandu,
Polindes, Poskesdes, Puskesmas, Puskesmas
pembantu, Rumah Sakit, sekolah-sekolah, serta pos
pelayanan imunisasi tambahan termasuk fasilitas
pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh LSM dan
fasilitas pelayanan kesehatan swasta lainnya.
6. Jumlah tenaga kesehatan pelaksana imunisasi yang
tersedia, yang terdiri dari dokter, bidan, dan perawat.
7. Jumlah tenaga pengawas/supervisor
8. Jumlah tenaga guru yang dibutuhkan sebagai
pendamping pelaksanaan kegiatan kampanye Imunisasi
JE di sekolah.

25
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

9. Jumlah tenaga kader yang tersedia


10. Jumlah tenaga medis yang tersedia untuk melakukan
penanganan apabila terjadi kasus KIPI, baik dokter
pemerintah (PNS) maupun swasta.
11. Jumlah Rumah Sakit rujukan untuk menangani kasus
KIPI.

Mikroplaning disusun bersama oleh pengelola


program imunisasi, penanggung jawab kegiatan kampanye
imunisasi JE beserta pengelola program lain yang terkait.
Hal-hal yang perlu didiskusikan dan disepakati bersama
yaitu:
1. Penetapan jumlah pos pelayanan imunisasi yang akan
dibuka dan dimana saja lokasinya.
2. Jumlah tenaga pelaksana imunisasi dan supervisor yang
tersedia, berapa jumlah tenaga kesehatan pelaksana
Imunisasi dan supervisor yang masih dibutuhkan serta
solusi apa yang akan diambil apabila jumlah yang
tersedia masih kurang.
3. Jumlah guru yang dibutuhkan (guru UKS dan wali kelas)
4. Jumlah tenaga kader yang tersedia, berapa jumlah
tenaga kader yang dibutuhkan dan solusi apa yang akan
diambil apabila jumlah yang tersedia masih kurang.
5. Rencana waktu pelaksanaan pelayanan imunisasi
disesuaikan dengan kondisi dan situasi daerah masing-
masing termasuk membuka pos pelayanan imunisasi di
luar jadwal untuk menjangkau anak-anak yang belum
diimunisasi.

26
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

6. Rencana khusus untuk menjangkau anak-anak yang


tidak datang ke pelayanan imunisasi karena sedang
sakit, bepergian, anak usia sekolah yang termasuk
dalam sasaran yang tidak bersekolah maupun sudah
menikah ataupun alasan lainnya.
7. Waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan:
-- Pelatihan bagi petugas kesehatan,
-- Pelatihan bagi kader dan guru
-- Sosialisasi kepada lintas program, lintas sektor dan
komite sekolah
-- Pertemuan koordinasi lainnya
8. Estimasi kebutuhan vaksin dan logistik lainnya serta
rencana pendistribusiannya
9. Rencana pengolahan limbah medis
10. Rencana penanganan dan penatalaksanaan kasus KIPI

3.5.1. PERHITUNGAN DAN PENDATAAN SASARAN

a. Perhitungan Estimasi Sasaran


Jumlah estimasi sasaran dihitung berdasarkan
data Penduduk Sasaran Program Pembangunan
Kesehatan tahun 2015-2019 (Kepmenkes Nomor
HK.02.02/Menkes/117/2015) kelompok usia 0-14
tahun dikurangi 75% dari Surviving Infant tahun
pelaksanaan kampanye. Estimasi sasaran ini
untuk menghitung kebutuhan logistik.

27
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Contoh penghitungan:
Wilayah A
X = jumlah anak kelompok 0-14 tahun
Y = jumlah surviving infant

Estimasi Sasaran = X - (75% x Y)

b. Pendataan Sasaran
Delapan minggu sebelum pelaksanaan kampanye
imunisasi JE dimulai, pengelola imunisasi
kabupaten/kota meminta data anak sekolah
melalui Dinas Pendidikan dan Kanwil Kementerian
Agama sebagai data sasaran. Data ini kemudian
dikonfirmasi oleh petugas Puskesmas dengan
mendatangi sekolah untuk mendapat daftar murid
dan tanggal lahir dari Kepala Sekolah/guru.
Petugas puskesmas dibantu oleh kader melakukan
kunjungan rumah ke rumah untuk mendata seluruh
sasaran (usia 9 bulan s.d <15 tahun) khususnya
anak-anak balita yang belum masuk usia sekolah
dan/atau anak-anak usia sekolah namun tidak
bersekolah.
Selagi mendata, minta orang tua agar membawa
anaknya untuk diberikan imunisasi JE di pos-pos
pelayanan imunisasi yang telah ditentukan. Bagi
orang tua dari anak usia sekolah, diingatkan agar
anaknya datang ke sekolah pada hari dimana
akan dilaksanakan pemberian imunisasi JE.
Kepada orang tua dari anak usia sekolah namun

28
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

tidak bersekolah wajib membawa anaknya ke


pos pelayanan imunisasi terdekat yang telah
ditentukan.

3.5.2. Perhitungan Kebutuhan Vaksin dan Logistik


Cara perhitungan kebutuhan vaksin dan logistik dalam
rangka pelaksanaan kampanye imunisasi JE:

Kebutuhan vaksin JE (5 dosis per vial) :


Jumlah sasaran usia 9 bulan s/d <15 tahun
IP Vaksin (4)

Ket : Untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota


kebutuhan vaksin ditambahkan 5% sebagai cadangan
• Kebutuhan ADS 5 ml = Σ vaksin JE
• Kebutuhan ADS 0,5 ml = Σ sasaran kampanye
imunisasi JE + 5 % sebagai cadangan
• Kebutuhan Safety Box 5 L
Safety box 5 L = jumlah ADS 5 ml + ADS 0,5 ml
100
Keberhasilan pelaksanaan kampanye imunisasi JE
sangat bergantung pada perencanaan ketersediaan
vaksin dan logistik yang baik, yaitu:
• Penyusunan rencana distribusi yang detail yang
menjelaskan kapan dan bagaimana vaksin
dan logistik didistribusikan ke setiap tingkatan
administrasi: dari provinsi ke kabupaten/kota, dari
kabupaten/kota ke puskesmas dan dari puskesmas
ke pos pelayanan imunisasi

29
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

• Penyusunan rencana khusus untuk daerah-daerah


yang sulit dijangkau
• Pastikan vial vaksin sisa pelayanan yang belum
dibuka diberi tanda dan dikembalikan ke puskesmas
untuk kemudian didahulukan penggunaannya
pada esok harinya di pos pelayanan imunisasi.

3.5.3. Perhitungan Tenaga Pelaksana


Kebutuhan tenaga pelaksana bervariasi pada setiap
pos pelayanan, dapat dihitung dengan pendekatan
jumlah sasaran dibagi jumlah pos pelayanan
imunisasi:
1. Satu orang tenaga kesehatan diperkirakan mampu
memberikan pelayanan suntikan imunisasi JE
pada maksimal 100 - 125 sasaran per hari.
2. Setiap pos pelayanan dibantu oleh kurang lebih
3 orang kader/guru yang bertugas untuk: (a)
menggerakkan sasaran/orang tua untuk datang
ke pos pelayanan imunisasi, (b) mengatur alur
pelayanan imunisasi di pos pelayanan (c) mencatat
hasil imunisasi, dan (d) memberi tanda/marker
pada kuku jari kelingking kiri anak yang sudah
mendapat imunisasi.
3. Setiap 3-5 pos pelayanan imunisasi dikoordinir
oleh satu orang supervisor untuk memastikan
pelaksanaan kampanye imunisasi JE berjalan
dengan baik. Supervisor juga bertugas memantau

30
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

kecukupan logistik dan kesiapan penanggulangan


KIPI.

Tabel 3. Contoh Puskesmas XXXXX

Jumlah
Jumlah Jumlah hari Jumlah tenaga
Desa sasaran/
Sasaran pelaksanaan yg dibutuhkan
perhari

A 2.000 4 500 5 orang

B 5.000 8 625 5 orang

C 3.000 5 600 6 orang

Perlu diinventarisasi juga tenaga yang dapat


membantu pelaksanaan di pos pelayanan seperti:
a. Tenaga kesehatan (Perawat, Bidan dan
Dokter) yang ada di unit pelayanan swasta dan
RS untuk melakukan penyuntikan.
b. Tenaga kesehatan yang sedang tugas belajar
di sekolah-sekolah (Akper, Akbid dan Fakultas
Kedokteran) untuk membantu pelayanan selain
penyuntikan.

3.5.4. Pemetaan dan Penyusunan Jadwal Kegiatan


Sebelum menyusun jadwal kegiatan, petugas
perlu mengetahui wilayah kerjanya dengan baik.
Kabupaten/Kota harus menginventarisasi daerah
(kecamatan, puskesmas, dan desa termasuk sekolah)
di wilayahnya berdasarkan tingkat kesulitannya.
Hal ini akan membantu dalam menentukan strategi
pelaksanaan sehingga semua sasaran dapat

31
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

dijangkau. Setelah dilakukan pemetaan, menentukan


tanggal dan lamanya pelaksanaan tiap puskesmas
serta petugas kabupaten yang bertanggung jawab
sebagai supervisor dan nama-nama tim per pos
pelayanan imunisasi.

3.6. PELATIHAN
Sasaran kegiatan pelatihan di tingkat :
1. Provinsi yaitu TP-UKS, petugas pengelola program
imunisasi, petugas pengelola program kesehatan
keluarga dan petugas pengelola vaksin tingkat
kabupaten/kota
2. Kabupaten/kota yaitu TP-UKS, petugas pengelola
program imunisasi, petugas pengelola program
kesehatan keluarga dan petugas pengelola vaksin
tingkat puskesmas
3. Puskesmas yaitu para petugas kesehatan seperti dokter,
bidan dan perawat yang ditunjuk sebagai pelaksana
Imunisasi, kader, kepala sekolah, guru dan petugas
pendukung lainnya.

Materi pelatihan meliputi:


a. Tujuan dan strategi pelaksanaan kampanye imunisasi
JE
b. Waktu pelaksanaan kampanye imunisasi JE
c. Kelompok usia sasaran
d. Penyusunan mikroplaning, meliputi perhitungan dan
pendataan sasaran, perhitungan kebutuhan vaksin dan

32
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

logistik, perhitungan tenaga pelaksana, serta pemetaan


dan penyusunan jadwal kegiatan
e. Pengelolaan vaksin dan rantai dingin vaksin
f. Penyelenggaraan pelayanan di pos pelayanan imunisasi,
termasuk cara melarutkan vaksin JE
g. Teknik penyuntikan yang aman
h. Pengelolaan limbah medis imunisasi
i. Keamanan vaksin JE
j. Pencatatan dan pelaporan hasil pelaksanaan kampanye
imunisasi JE
k. Pencatatan dan pelaporan KIPI
l. Monitoring dan supervisi pelaksanaan kampanye
imunisasi JE
m. Penggerakan masyarakat dalam rangka kampanye
imunisasi JE

3.7. PEMBENTUKAN PANITIA/KELOMPOK KERJA


PELAKSANAAN KAMPANYE IMUNISASI JE TINGKAT
PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA

Pelaksanaan kampanye imunisasi JE membutuhkan


upaya total dari seluruh komponen pemerintah daerah
dan masyarakat, sehingga perlu dibentuk suatu Panitia/
Kelompok Kerja yang akan bertanggung jawab terhadap
keseluruhan proses pelaksanaan kampanye imunisasi JE di
tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

33
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Panitia/Kelompok Kerja ini bertugas untuk


merencanakan, mengelola, dan memantau seluruh kegiatan
dalam rangka pelaksanaan kampanye imunisasi JE. Tim
ini beranggotakan perwakilan dari lintas program dan
lintas sektor terkait serta organisasi profesi dan organisasi
masyarakat yang dibagi ke dalam lima bidang yaitu bidang
perencanaan, logistik, pelaksanaan, komunikasi serta
monitoring dan evaluasi.
POKJA ini dapat dibentuk dari POKJA terkait imunisasi
yang sudah ada sebelumnya dengan memperluas tugas-
tugas sesuai dengan tujuan kampanye imunisasi JE.
Tugas dan tanggung jawab Panitia/Kelompok Kerja per
bidang yaitu sebagai berikut:
1. Bidang Perencanaan
a. Melakukan analisis situasi meliputi sasaran, tenaga,
sarana-prasarana yang dibutuhkan dan kondisi
geografis
b. Menyusun rencana anggaran pelaksanaan kampanye
imunisasi JE
c. Menyusun rencana dan jadwal kegiatan pelaksanaan
kampanye imunisasi JE

2. Bidang Logistik
a. Menyusun perhitungan kebutuhan vaksin dan logistik
b. Melakukan koordinasi dan pemantauan dalam rangka
distribusi (pengambilan atau pengiriman) vaksin JE

34
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

3. Bidang Pelaksanaan
a. Melaksanakan kegiatan advokasi dan sosialisasi
pelaksanaan kampanye imunisasi JE
b. Melaksanakan kegiatan pelatihan pelaksanaan
kampanye imunisasi JE
c. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lintas
program dan lintas sektor

4. Bidang Komunikasi
a. Menyusun dan mengkaji materi Komunikasi Informasi
dan Edukasi (KIE) kampanye imunisasi JE
b. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan media
dalam rangka publikasi kegiatan kampanye imunisasi
JE
c. Melakukan dokumentasi kegiatan

5. Bidang Monitoring dan Evaluasi


a. Melakukan pemantauan pra-pelaksanaan, proses
pelaksanaan dan pasca pelaksanaan kampanye
imunisasi JE
b. Mengumpulkan data, melakukan analisa hasil kegiatan
kampanye imunisasi JE dan membuat umpan balik.

3.8. PEMBIAYAAN
Pembiayaan kegiatan kampanye imunisasi JE ini
bersumber dari APBN (Pusat, Dekonsentrasi dan DAK non
fisik), APBD dan sumber lain yang sah.

35
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

3.9. PROMOSI KESEHATAN


Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 74 Tahun 2015 tentang Upaya Peningkatan
Kesehatan dan Pencegahan Penyakit, promosi kesehatan
adalah proses untuk memberdayakan masyarakat melalui
kegiatan menginformasikan, mempengaruhi dan membantu
masyarakat agar berperan aktif untuk mendukung perubahan
perilaku dan lingkungan serta menjaga dan meningkatkan
kesehatan menuju derajat kesehatan yang optimal.
3.9.1. Strategi Promosi Kesehatan
Untuk menyelenggarakan promosi kesehatan
diperlukan suatu strategi. Strategi dasar utama promosi
kesehatan terdiri dari advokasi (kebijakan sehat), gerakan
pemberdayaan masyarakat (peningkatan kemampuan
masyarakat) dan kemitraan (bekerja sama atas dasar prinsip
kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan).
Pelaksanaan promosi kesehatan harus didukung dengan
metode dan media yang tepat, data dan informasi yang
valid/akurat, serta sumber daya yang optimal termasuk
sumber daya manusia yang profesional.
1. Advokasi
Advokasi dilakukan kepada para penentu kebijakan dan
pemangku kepentingan guna mendapatkan dukungan
dalam bentuk kebijakan dan sumber daya yang diperlukan.
Upaya advokasi dilakukan dalam rangka menggalang
komitmen, dukungan yang konkrit serta partisipasi
aktif dari pemimpin daerah tingkat provinsi (gubernur),
pemimpin daerah tingkat kabupaten/kota (bupati/

36
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

walikota) dan pimpinan serta anggota DPRD tingkat


provinsi dan kabupaten/kota, para pembuat keputusan
dari lintas sektor terkait (seperti Dinas Pendidikan,
Kanwil Kementerian Agama, dll), tokoh masyarakat,
tokoh agama, para ketua organisasi profesi, organisasi
masyarakat, para pimpinan media cetak dan elektronik
lokal, serta pihak lainnya seperti LSM kesehatan.
Pertemuan-pertemuan advokasi dalam rangka
menggalang komitmen, dukungan yang konkrit serta
partisipasi aktif dari seluruh pihak terkait seperti pimpinan
daerah, sekolah, tokoh agama, tokoh masyarakat, ketua
TP PKK, organisasi masyarakat seperti Aisyiyah, Muslimat
NU, Perdhaki, Parisada Hindu Dharma Indonesia
(PHDI), Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) dan
organisasi keagamaan lainnya, dilaksanakan baik di
provinsi, kabupaten/kota maupun puskesmas. Pada saat
pertemuan dijelaskan mengenai tujuan dilaksanakannya
kampanye imunisasi JE dan materi/informasi terkait
pelaksanaannya diberikan kepada seluruh peserta yang
hadir. Kegiatan pertemuan ini sebaiknya dilaksanakan
sebelum dilakukan penyusunan mikroplaning.
2. Pemberdayaan Masyarakat:
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya
fasilitasi yang bersifat non instruktif guna meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat, agar mampu
mengidentifikasi masalah yang dihadapi, potensi yang
dimiliki, merencanakan dan melakukan pemecahannya
dengan memanfaatkan potensi setempat. Pemberdayaan

37
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

masyarakat ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan,


menciptakan kesadaran, kemauan, serta kemampuan
individu, keluarga, dan kelompok masyarakat dalam
rangka meningkatkan kepedulian dan peran aktif dalam
berbagai upaya kesehatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan. Pemberdayaan masyarakat
dilaksanakan dengan cara fasilitasi proses pemecahan
masalah melalui pendekatan edukatif dan partisipatif.
Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan dengan
memperhatikan kebutuhan, potensi, dan sosial budaya
setempat.
Upaya penggerakan masyarakat dapat dilakukan melalui
strategi komunikasi interpersonal yang baik, didukung
oleh media massa dan kegiatan lainnya yang bertujuan
mensosialisasikan kampanye imunisasi JE kepada
masyarakat. Tujuan kegiatan mobilisasi masyarakat
ini adalah agar masyarakat sadar dan mau membawa
anaknya yang berusia 9 bulan sampai <15 tahun ke
pos pelayanan imunisasi selama masa kampanye untuk
mendapatkan imunisasi JE.
Dalam rangka melakukan upaya mobilisasi masyarakat
yang efektif, maka harus ditentukan secara rinci saluran
komunikasi apa saja yang akan dipergunakan (contoh: TV
spot, banner, poster, radio spot, dll) serta apa saja pesan
komunikasi yang akan disampaikan dan bagaimana cara
atau metode untuk mengkomunikasikan pesan-pesan
tersebut.
Sasaran mobilisasi masyarakat dalam rangka kampanye

38
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

imunisasi JE adalah para orang tua, sekolah-sekolah,


kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan, tokoh
masyarakat, tokoh agama dan LSM-LSM setempat.
Petugas kesehatan di setiap tingkatan administrasi
bertanggung jawab dalam memantau proses mobilisasi
ini berjalan sesuai yang diharapkan.
3. Kemitraan
Kemitraan dilaksanakan untuk mendukung pemberdayaan
masyarakat dan advokasi dalam rangka memelihara
dan meningkatkan kesehatan. Kemitraan dilaksanakan
dengan prinsip kesamaan kepentingan, kejelasan tujuan,
kesetaraan kedudukan, dan transparansi di bidang
kesehatan.
3.9.2. Pendukung dalam Pelaksanaan Promosi
Kesehatan
Strategi dasar utama tersebut diatas harus diperkuat
dalam pelaksanaan promosi Kesehatan dengan metode
dan media yang tepat serta tersedianya sumber daya yang
memadai.
1. Metode dan Media yang tepat
Metode yang dimaksud adalah metode komunikasi,
karena pemberdayaan masyarakat dan advokasi pada
prinsipnya adalah proses komunikasi. Oleh sebab itu perlu
ditentukan metode yang tepat dalam proses tersebut.
Pemilihan metode harus dilakukan secara cermat
dengan memperhatikan kemasan informasinya, keadaan
penerima informasi (termasuk sosial budayanya) dan

39
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

hal-hal lain seperti ruang dan waktu.


Media atau sarana informasi juga perlu dipilih dengan
cermat mengikuti metode yang telah ditetapkan. Selain
itu juga harus memperhatikan sasaran atau penerima
informasi. Bila penerima informasi tidak bisa membaca
misalnya, maka komunikasi tidak akan efektif jika
digunakan media yang penuh tulisan. Atau jika penerima
informasi hanya memiliki waktu yang sangat singkat,
maka tidak akan efektif jika dipasang poster yang berisi
kalimat terlalu panjang.
2. Sumber daya yang memadai
Sumber daya utama yang diperlukan untuk pelaksanaan
promosi kesehatan dalam kegiatan kampanye imunisasi
JE adalah tenaga (Sumber Daya Manusia/ SDM), sarana/
peralatan termasuk media komunikasi, dan dana atau
anggaran.
SDM utama untuk pelaksanaan promosi kesehatan
dalam kegiatan kampanye imunisasi JE adalah semua
petugas puskesmas yang memberikan pelayanan
imunisasi (dokter, bidan, dan lain-lain) serta tenaga
khusus promosi kesehatan.
Semua petugas puskesmas yang memberikan
pelayanan imunisasi hendaknya memiliki pengetahuan
dan keterampilan dalam komunikasi.
Beberapa sarana/peralatan yang dapat dipakai
untuk kegiatan promosi kesehatan kampanye imunisasi JE
diantaranya:

40
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

1. Media cetak dan elektronik


Tentukan media apa yang akan digunakan untuk
menyampaikan pesan-pesan komunikasi mengenai
kegiatan kampanye imunisasi JE. Contoh: TV spot, radio
spot, layanan SMS gateway, koran, buletin, dll.
2. Media Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) cetak
Media KIE cetak seperti leaflet, brosur, banner, poster,
spanduk, dan lainnya digunakan untuk menyampaikan
pesan-pesan komunikasi mengenai kegiatan kampanye
imunisasi JE kepada masyarakat/orang tua dan sekolah-
sekolah. Untuk penyampaian pesan kepada tokoh
masyarakat dan tokoh agama dapat dipilih media KIE
yang berisi informasi yang lebih mendetail, berisi tentang
latar belakang, alasan, serta tujuan dari pelaksanaan
kampanye imunisasi JE ini.
3. Penggunaan megaphone/loudspeaker
Megaphone atau loudspeaker dapat digunakan untuk
mensosialisasikan kampanye imunisasi JE dan mengajak
masyarakat untuk membawa anak-anak yang menjadi
kelompok sasaran agar datang ke pos pelayanan
imunisasi dan mendapatkan imunisasi tersebut.
4. Sosialisasi menggunakan megaphone/loudspeaker ini
juga dapat dilakukan pada siang atau sore hari setelah
pelayanan di pos pelayanan imunisasi untuk menjaring
sasaran yang tidak datang ke pos pelayanan imunisasi
pada pagi harinya.

41
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

5. Pertemuan Orang Tua Peserta Didik di Sekolah


6. Sosialisasi tentang kampanye imunisasi JE dapat
disampaikan pada saat pertemuan orang tua peserta
didik di sekolah dan penerimaan rapor atau pertemuan
penerimaan peserta didik baru.
7. Kegiatan Pencanangan
8. Kegiatan pencanangan dilakukan dengan tujuan untuk
memberikan informasi mengenai kegiatan kampanye
imunisasi JE kepada masyarakat luas dengan melibatkan
pimpinan daerah, para pembuat keputusan, tokoh
masyarakat, tokoh agama dan lintas sektor terkait lainnya.
Kegiatan pencanangan dapat dilaksanakan di tingkat
provinsi, kabupaten/kota maupun tingkat kecamatan.

42
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

BAB IV
PELAKSANAAN KAMPANYE
IMUNISASI JE
Pelaksanaan atau implementasi kampanye imunisasi JE
merujuk pada mekanisme kerja atau alur pelayanan, persiapan
vaksin dan logistik, peran petugas kesehatan, guru dan kader,
penyuntikan yang aman, pengelolaan limbah dan pencatatan
serta pelaporan.

4.1. MEKANISME KERJA


Pelayanan imunisasi dilakukan di pos-pos pelayanan
imunisasi yang telah ditentukan di sekolah-sekolah yaitu
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-
kanak, SD/MI/sederajat, SDLB dan SMP/MTs/sederajat
dan SMPLB. Berikut ini adalah contoh mekanisme kerja
pelayanan imunisasi di posyandu atau pos pelayanan
imunisasi:

Gambar 4. Skema Pelayanan di Sekolah

43
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Gambar 5 : Skema Pelayanan di Posyandu

Waktu pelaksanaan

1. Pelaksanaan di posyandu/pos pelayanan dilaksanakan


sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.

2. Waktu pelaksanaan di sekolah disesuaikan dengan


jumlah sasaran, petugas Kesehatan dan guru.

3. Sasaran dan orang tua/pengasuh diminta untuk tetap


di pos pelayanan imunisasi/sekolah selama 30 menit
sesudah imunisasi dilaksanakan dan petugas juga
harus tetap berada di pos atau sekolah minimal 30
menit setelah sasaran terakhir diimunisasi, hal ini untuk
mengantisipasi terjadinya kasus kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI) yang serius seperti anafilaktik.

44
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

4.2. PENYIAPAN VAKSIN DAN LOGISTIK

4.2.1. Distribusi Vaksin dan Logistik

Vaksin dan logistik didistribusikan secara


berjenjang dari pusat ke dinas kesehatan provinsi,
dinas kesehatan provinsi ke dinas kesehatan
kabupaten/kota dan dinas kesehatan kabupaten/
kota ke puskesmas kemudian ke pos-pos pelayanan
imunisasi lainnya. Tenaga kesehatan atau tim
imunisasi akan menerima vaksin JE dan pelarutnya
dari puskesmas terdekat.

ADS 0,5 ml, ADS 5 ml, safety box, kapas,


formulir pencatatan, anafilatik kit, gentian violet,
kantong plastik untuk limbah tidak tajam dan logistik
lainnya yang tidak memerlukan cold chain dapat
didistribusikan ke petugas sebelum pelaksanaan
kampanye berdasarkan mikroplanning yang telah
dibuat. Vaksin JE dan pelarut didistribusikan ke pos
pelayanan pada hari yang sama dengan pelayanan
menggunakan vaksin carrier standar. Sehari sebelum
pelayanan, pelarut harus disimpan dalam lemari es
pada suhu 2-8OC. Pelarut juga harus dimasukan
ke dalam vaksin carrier agar memiliki suhu yang
sama dengan vaksin yaitu berkisar 2-8OC pada saat
pelarutan.

Petugas Kesehatan pelaksana imunisasi

45
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

bertanggung jawab membawa vaccine carrier ke


tempat pelayanan. Saat sesi pelayanan sudah
selesai setiap harinya, petugas bertanggung jawab
mengembalikan vaccine carrier dan safety box yang
telah terisi ke puskesmas.

Gambar 6. Cara penyimpanan vaksin dalam vaccine carrier

46
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Selama pelaksanaan kampanye imunisasi JE,


Puskesmas atau pos pelayanan imunisasi lainnya
akan menerima logistik sebagai berikut:
1. Vaksin JE dan pelarut
2. ADS 0,5 ml dan ADS 5 ml
3. Safety Box
4. Satu set kapas
5. Formulir pencatatan dan pelaporan cakupan dan
logistik
6. Formulir laporan KIPI 5 lembar
7. Formulir investigasi KIPI 1 paket
8. Anafilaktik kit
9. Kantong limbah medis untuk vial vaksin kosong
10. Gentian violet
11. Kantong atau tempat sampah untuk limbah non
medis lainnya

4.2.2. Pelarutan Vaksin


Dalam melarutkan vaksin harus memperhatikan hal-
hal sebagai berikut:
1. Pelarutan vaksin hanya boleh dilakukan ketika
sasaran sudah datang untuk imunisasi.
2. Pelarut harus berasal dari produsen yang sama
dengan vaksin yang digunakan.
3. Pastikan vaksin dan pelarutnya belum kadaluarsa
dan VVM dalam kondisi A atau B.
4. Vaksin dan pelarut harus mempunyai suhu yang
sama (2-8OC) dan tidak pernah beku.

47
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

5. Melarutkan vaksin dengan dengan menggunakan


ADS 5 ml. Satu ADS 5 ml digunakan untuk
melarutkan satu vial vaksin. Jangan menyentuh
jarum ADS dengan jari.
6. Memastikan seluruh cairan pelarut vaksin
terhisap dalam ADS kemudian baru melakukan
pelarutan dengan vaksin kering JE.
7. Masukan pelarut secara perlahan ke dalam botol
vaksin agar tidak terjadi gelembung/busa.
8. Kocok campuran vaksin dengan pelarut secara
perlahan sampai tercampur rata, hal ini untuk
mencegah terjadinya abses dingin.
9. Vaksin yang sudah dilarutkan hanya boleh
digunakan dalam waktu 6 jam setelah itu harus
dibuang. Oleh karena itu hanya boleh melarutkan
satu vial vaksin dan baru boleh melarutkan vaksin
lagi bila vaksin pada vial sebelumnya sudah habis
serta masih ada sasaran. Catat jam dan tanggal
pelarutan vaksin pada label vaksin.
10. Memperhatikan prosedur aseptik.

INGAT
LARUTKAN VAKSIN DENGAN PELARUT YANG BERASAL
DARI PRODUSEN YANG SAMA

Vaksin yang sudah dilarutkan harus segera dibuang


jika:
a. Ada kecurigaan vial vaksin yang terbuka telah
terkontaminasi seperti ada sesuatu yang kotor

48
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

dalam vial, vial jatuh ke tanah, penutup karet


(rubber cap) tidak sengaja tersentuh, dan kontak
dengan air.
b. VVM C dan D
c. Waktu pelarutan sudah melebihi 6 jam

4.2.3. Pemeliharaan Cold Chain


1. Vaksin JE harus disimpan pada suhu 2–8ºC,
jangan simpan vaksin di freezer.
2. Vaksin yang sudah dilarutkan harus segera
digunakan.
3. Vaccine carrier ditempatkan terlindung dari sinar
matahari langsung.
4. Vaksin yang sudah dipakai ditempatkan pada
spons/busa penutup vaccine carrier, sedangkan
yang belum dipakai tetap disimpan didalam
vaccine carrier.
5. Selalu perhatikan kondisi VVM setiap akan
menggunakan vaksin. Vaksin yang bisa digunakan
adalah kondisi VVM A atau B.

INGAT
JANGAN MENYIMPAN BENDA SELAIN VAKSIN DI DALAM
VACCINE CARRIER

49
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Gambar 7. Cara meletakkan vaksin yang sudah dipakai

4.2.4. Pengembalian Vaksin Sisa


Hal yang perlu diperhatikan dalam pengembalian
vaksin sisa, antara lain:
1. Vaksin dan pelarut yang masih dalam keadaan
tertutup (belum digunakan) harus dikembalikan
ke Puskesmas dan diberi tanda “K” (Kembali)
kemudian segera dimasukkan ke dalam refrigerator
dan dicatat dalam buku stok vaksin. Pada hari
pelayanan berikutnya, vaksin tersebut harus
digunakan segera dengan tetap memperhatikan
kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa.
2. Semua sisa vial vaksin JE yang telah dilarutkan
lebih dari 6 jam/akhir sesi pelayanan di luar gedung
harus dimasukkan dalam plastik limbah medis
(plastik kuning) tersendiri untuk dimusnahkan
sesuai dengan manajemen limbah.
3. Jangan pernah menyimpan sisa vaksin JE yang
telah dilarutkan di dalam vaccine refrigerator
untuk digunakan pada hari pelayanan berikutnya.

50
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Jumlah vial vaksin bekas


Jumlah vial vaksin yang dibawa
+ = ke pos pelayanan/sekolah
Jumlah vial vaksin utuh

4.3. CARA PEMBERIAN VAKSIN JE


Berikan imunisasi JE pada anak usia 9 bulan sampai
dengan <15 tahun tanpa melihat status imunisasi dan
riwayat penyakit JE sebelumnya. Berikut adalah langkah-
langkah dalam melakukan penyuntikan vaksin JE:
1. Sebelum melakukan pemberian imunisasi petugas
kesehatan pelaksana imunisasi harus memastikan
bahwa anak berada dalam kondisi yang sehat dan dapat
menerima imunisasi JE, dengan melakukan wawancara
pada orang tua/anak sekolah ataupun observasi dengan
menggunakan pertanyaan berikut:

Tabel 4. Daftar pertanyaan dalam observasi


sebelum pemberian imunisasi JE
Jawaban
No Pertanyaan
(Ya/Tidak)
1 Apakah anak demam dalam 24 jam terakhir?
Apakah anak menderita malnutrisi berat? (lihat grafik tumbuh
2
kembang anak)
3 Apakah sedang menderita penyakit infeksi akut (infeksi bakteri atau
virus, infeksi saluran pernafasan akut, dll)?
4 Apakah sedang menderita infeksi telinga (sakit atau keluar cairan
dari telinga)?
5 Apakah anak menderita TB tetapi tidak diobati, sedang batuk terus
menerus dengan atau tanpa demam?
6 Apakah anak punya riwayat alergi (alergi obat tertentu)?
7 Apakah anak punya riwayat kejang?
Apakah anak mempunyai gejala penyakit kuning, hati, jantung,
8
ginjal?
9 Apakah anak sedang atau baru saja menerima terapi imunosupresif
(steroid)?
10 Apakah anak dicurigai atau pernah mengalami hipersensitif
terhadap obat-obatan (gentamycin, kanamycin)?

51
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Jika semua jawaban ”Tidak” maka anak dapat diberikan


imunisasi JE, namun jika ada salah satu jawaban ”Ya”
maka anak tersebut dikonsulkan ke dokter.
Dokter yang akan memutuskan apakah anak tersebut
dapat diberikan imunisasi JE atau tidak.
2. Imunisasi dilakukan dengan menggunakan alat suntik
sekali pakai (Auto Disable Syringes/ADS) 0,5 ml.
Penggunaan alat suntik tersebut dimaksudkan untuk
menghindari pemakaian berulang jarum sehingga dapat
mencegah penularan penyakit HIV/AIDS, Hepatitis B
dan C, dsb.
3. Pengambilan vaksin yang telah dilarutkan dilakukan
dengan cara memasukkan jarum ke dalam vial vaksin
dan pastikan ujung jarum selalu berada di bawah
permukaan larutan vaksin sehingga tidak ada udara
yang masuk ke dalam spuit.
4. Tarik torak perlahan-lahan agar larutan vaksin masuk ke
dalam spuit dan keluarkan udara yang tersisa dengan
cara mengetuk alat suntik dan mendorong torak sampai
pada skala 0,5 ml, kemudian cabut jarum dari vial.
5. Bersihkan kulit tempat pemberian suntikan dengan kapas
kering sekali pakai atau kapas yang dibasahi dengan
air matang, tunggu hingga kering. Apabila lengan anak
tampak kotor diminta untuk dibersihkan terlebih dahulu.
6. Pada anak usia 9-12 bulan, penyuntikan dilakukan pada
paha lateral kanan sedangkan pada anak usia >12 bulan,
penyuntikan dilakukan pada area deltoid di lengan kanan

52
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

atas. Dosis pemberian adalah 0,5 ml diberikan secara


subkutan (sudut kemiringan penyuntikan 45O).
7. Setelah vaksin disuntikkan, jarum ditarik keluar,
kemudian ambil kapas kering baru lalu ditekan pada
bekas suntikan, jika ada perdarahan kapas tetap ditekan
pada lokasi suntikan hingga darah berhenti.
Subkutan

Gambar 9. Cara pemakaian ADS dan


memasukkan vaksin kedalam ADS

Gambar 8. Sudut kemiringan


penyuntikan

Gambar 10. Posisi anak saat penyuntikan

53
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

4.4. PERAN PETUGAS KESEHATAN, GURU DAN KADER


1. Peran Tenaga Kesehatan
a. Memastikan sasaran usia 9 bulan sampai dengan <15
tahun menerima imunisasi JE.
b. Memastikan kondisi rantai vaksin terpelihara dengan
baik dalam suhu 2 – 8O celcius.
c. Memastikan vaksin dan pelarut berasal dari pabrik
yang sama dan memeriksa tanggal kadaluarsanya.
d. Memeriksa kondisi VVM vaksin JE (pastikan dalam
kondisi A atau B).
e. Melarutkan vaksin, mencatat tanggal dan waktu
pelarutan tiap vial.
f. Memberikan penyuntikan vaksin JE dengan benar
(sub kutan).
g. Melakukan pengolahan limbah imunisasi (tajam dan
tidak tajam) secara aman.
h. Memantau dan menangani kasus KIPI.
i. Memeriksa register pelaksanaan imunisasi dan
melengkapinya pada akhir kegiatan.
j. Mengawasi dan membina guru dan kader saat
pelayanan imunisasi.
k. Berkoordinasi dengan tokoh masyarakat setempat.
l. Menunggu di tempat pelayanan minimal 30 menit
untuk merespon jika ada kasus KIPI.
2. Peran Guru
a. Memberikan informasi kepada orangtua/wali murid

54
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

melalui Pertemuan Orangtua Murid atau surat edaran


yang berisi pemberitahuan manfaat imunisasi JE dan
tanggal pelaksanaannya. Membantu memberikan
penyuluhan kepada orangtua/ wali murid.
b. Memberikan data murid yang akan diberikan imunisasi
c. Mendata murid yang berusia <15 tahun dan sedang
sakit atau tidak masuk sekolah karena alasan lainnya.
d. Membantu menyiapkan ruangan untuk penyuntikan
dan ruang tunggu setelah penyuntikan.
e. Membantu mengatur alur pelayanan imunisasi.
f. Membantu pencatatan hasil imunisasi dan memberi
tanda pada ujung bawah jari kelingking kiri dengan
gentian violet.
g. Mendampingi petugas kesehatan untuk menunggu 30
menit setelah pelayanan imunisasi selesai.
h. Melaporkan kepada petugas kesehatan bila ditemukan
kasus diduga KIPI.
3. Peran Kader
a. Membantu pendataan sasaran yang belum sekolah
termasuk anak yang putus sekolah.
b. Menggerakkan orang tua dan sasaran untuk datang
ke pos pelayanan imunisasi/posyandu.
c. Membantu menyiapkan tempat pelaksanaan untuk
penyuntikan dan ruang tunggu setelah penyuntikan.
d. Mengendalikan massa atau keramaian sasaran yang
datang.
e. Mengatur jalannya pelayanan imunisasi.

55
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

f. Mencatat sasaran dan memberi tanda pada ujung


bawah jari kelingking kiri dengan gentian violet.
g. Melaporkan pada petugas kesehatan bila ditemukan
kasus diduga KIPI.
h. Mengingatkan orang tua untuk melengkapi imunisasi
rutin.

4.5. PENYUNTIKAN YANG AMAN


Pelaksanaan imunisasi harus bisa menjamin bahwa
sasaran mendapatkan kekebalan, serta menghindarkan
penyebaran penyakit terhadap petugas dan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan tersebut, harus diperhatikan
beberapa hal dibawah ini:
1. Selalu menggunakan ADS dalam pelayanan imunisasi.
2. Jangan menggunakan ADS dengan kemasan yang telah
rusak atau telah melewati tanggal kadaluarsa.
3. Jarum suntik habis pakai harus langsung dibuang
ke safety box tanpa menutup kembali jarum. Jangan
meletakkan jarum suntik di atas meja atau di nampan
setelah injeksi.
4. Jangan mengisi safety box sampai terlalu penuh (hanya
boleh diisi ¾ volume).
5. Safety box dibawa kembali ke Puskesmas untuk
dimusnahkan.
6. Pemusnahan safety box yang berisi jarum bekas dengan
dikubur sesuai dengan pedoman pengelolaan limbah
atau menggunakan incinerator yang berizin atau melalui
pihak ketiga.

56
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

7. Vial vaksin terbuka dan sampah lain (kapas, plastik)


dimasukkan ke dalam kantong plastik khusus limbah
medis atau kantong plastik biasa yang diberi tanda/
ditulis “limbah medis” untuk selanjutnya dimusnahkan
sesuai prosedur yang berlaku.
8. Tenaga kesehatan harus mencuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan penyuntikan.
Benar Salah

Gambar 11. Penggunaan Safety Box

INGAT KEAMANAN PENYUNTIKKAN!


■■ KUMPULKAN ampul/vial vaksin yang kosong dan limbah
lainnya di tempat yang terpisah dan musnahkan secara aman.
■■ JANGAN menyentuh dan menutup kembali jarum setelah
penyuntikan.
■■ JANGAN mempersiapkan jarum suntik yang diisi dengan
vaksin sebelum kedatangan anak di tempat pelayanan

57
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

4.6. MANAJEMEN LIMBAH


Setiap tempat pelayanan imunisasi harus disediakan
safety box dengan jumlah yang cukup berdasarkan jumlah
sasaran. Safety box harus diberi label dengan nama
petugas, nama tempat pelayanan dan tanggal pelayanan.
Semua ADS yang telah digunakan harus dimasukan ke
dalam safety box. Jangan membuang sampah lainnya ke
dalam safety box. Setelah safety box terisi penuh (3/4),
safety box harus ditempatkan di tempat yang aman dengan
kondisi tertutup. Limbah lainnya seperti vial vaksin, ampul
pelarut, kapas dibuang ke dalam kantong plastik khusus
limbah medis atau kantong plastik biasa yang diberi tanda/
ditulis “limbah medis”. Limbah yang telah terkumpul tersebut
kemudian diolah atau dimusnahkan.
1. Limbah Medis Infeksius Tajam
Ada beberapa alternatif dalam melakukan pengelolaan
limbah infeksius tajam, yaitu:
a. Bak beton
• Safety box beserta jarum bekas dimasukkan ke
dalam bak beton.
• Model bak beton dengan ukuran lebar 2 x 2 meter
minimal kedalaman mulai 1,5 meter, bak beton ini
harus mempunyai penutup kuat dan aman
b. Insinerator
• Safety box beserta jarum bekas dimasukkan ke
dalam incinerator

58
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

• Model pembakaran dengan menggunakan incinerator


double chamber dengan tujuan untuk menghindari
asap yang keluar dari proses pembakaran incinerator
c. Alternatif pengelolaan jarum
• Setelah melakukan penyuntikan, dilakukan
pemisahan jarum dengan plastik syringe dengan
menggunakan needle cutter atau needle burner.
Jarum yang telah terpisah dari syringe dimasukan ke
dalam encapsulation atau sharp pit.
• Alat pemisah antara jarum dengan plastik syringe
dapat menggunakan alat needle cutter atau needle
destroyer
d. Alternatif pengelolaan syringe
• Setelah dilakukan pemisahan antara jarum dengan
plastik syringe, plastik syringe ditampung terlebih
dahulu melalui bak penampung, selanjutnya
dihancurkan dengan menggunakan alat shredding.
Plastik syringe yang telah hancur dimasukan ke
dalam pit.
• Selain dimasukkan ke dalam pit, plastik syringe
dapat juga didaur ulang (recycling).
• Syringe plastik yang sudah terpisah dari jarum,
dicampur dan direndam dalam cairan chlorine
solution 0,5 % selama + 30 menit atau disterilisasi
dengan sterilisator selama 20 menit, kemudian
syringe plastik dicacah/dihancurkan sehingga
menjadi bijih (butiran) plastik dan dapat didaur ulang.

59
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

2. Limbah Medis Infeksius Non Tajam


a. Pemusnahan limbah farmasi (sisa vaksin) dapat
dilakukan dengan mengeluarkan cairan vaksin dari
dalam botol atau ampul, kemudian cairan vaksin
tersebut didesinfeksi terlebih dahulu dalam killing tank
(tangki desinfeksi) untuk membunuh mikroorganisme
yang terlibat dalam produksi. Limbah yang telah
didesinfeksi dikirim atau dialirkan ke Instalasi
Pengelolaan Air Limbah (IPAL).
b. Sedangkan botol atau ampul yang telah kosong
dikumpulkan ke dalam tempat sampah (kantong
plastik) berwarna kuning selanjutnya diinsenerasi
(dibakar dalam incinerator) atau menggunakan
metode non insenerasi (al. autoclaving, microwave)
dan dihancurkan.
Apabila sumber daya dan sarana tersedia maka
pengolahan limbah ini dapat diserahkan pada pihak
ketiga dengan perjanjian kerjasama (MoU).

4.7. PENCATATAN DAN PELAPORAN


Pencatatan dan pelaporan kampanye imunisasi JE
harus akurat, lengkap dan tepat waktu. Pencatatan kegiatan
dilakukan terpisah dari kegiatan rutin, dan dilaporkan setiap
hari. Pelaporan dilakukan berjenjang dan bertahap dari pos
pelayanan hingga ke Pusat. Pencatatan dan pelaporan
pada kegiatan ini adalah hasil cakupan dan pemakaian
logistik menggunakan formulir terlampir (Lampiran 7 – 10)

60
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

alur pelaporan dapat dilihat pada skema di bawah ini :alur


pelaporan dapat dilihat pada skema di bawah ini :

61
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

BAB V
PEMANTAUAN DAN PENANGGULAN
KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI
5.1. PENGERTIAN
Vaksin yang digunakan dalam program imunisasi
nasional termasuk vaksin JE sangat aman dan efektif, namun
demikian seiring dengan meningkatnya jumlah vaksin yang
diberikan, menurut Chen dkk (1994) akan muncul Kejadian
Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
KIPI merupakan kejadian medik yang diduga
berhubungan dengan imunisasi. KIPI diklasifikasikan serius
dan non serius menurut Uppsala Monitoring Centre (UMC)
apabila kejadian medis akibat setiap dosis imunisasi yang
diberikan menimbulkan kematian, kebutuhan untuk rawat
inap dan gejala sisa yang menetap serta mengancam jiwa.
Klasifikasi serius KIPI tidak berhubungan dengan tingkat
keparahan (berat atau ringan) dari reaksi KIPI yang terjadi.

5.2. KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI VAKSIN JE


YANG MUNGKIN TERJADI DAN ANTISIPASINYA
Vaksin JE adalah vaksin yang aman, namun seperti
sifat setiap obat, vaksin juga memiliki reaksi simpang. Reaksi
simpang yang mungkin terjadi adalah reaksi lokal seperti
nyeri, bengkak dan kemerahan di lokasi suntikan. Reaksi
sistemik berupa sakit kepala, myalgia, kelelahan, gejala
seperti influensa dan mual. Jika reaksi KIPI tidak menghilang

63
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

dalam 3 hari, maka orangtua harus segera membawa anak


ke Puskesmas yang memberikan pelayanan imunisasi.
KIPI yang terkait kesalahan prosedur dapat terjadi,
untuk itu persiapan sistem pelayanan imunisasi yang
terdiri dari petugas pelaksana yang kompeten (memiliki
pengetahuan cukup, trampil dalam melaksanakan
imunisasi dan memiliki sikap profesional cukup sebagai
tenaga kesehatan), peralatan yang lengkap dan petunjuk
teknis yang jelas, harus disiapkan dengan maksimal.
Kepada semua jajaran yang masuk dalam sistem ini harus
memahami petunjuk teknis yang diberikan.
Berdasarkan information sheet WHO tentang
observed rate of vaccine reactions Japanese Encephalitis
Vaccine (Januari 2016), beberapa reaksi yang dapat terjadi
setelah imunisasi JE seperti reaksi lokal di lokasi suntikan
(pada anak usia 9 – 23 bulan), demam, muntah, menangis
berlebihan, tidak nafsu makan, iritabilitas. Tidak ada
peningkatan risiko alergi yang dilaporkan pada vaksin ini.
Tabel 5. Reaksi Yang Dapat Terjadi
Setelah Imunisasi JE
Jenis Reaksi Rate/ dosis
Reaksi lokal di lokasi
40 – 44 per 100 dosis
suntikan
JE Live
Demam, muntah,
attenuated
menangis, mengantuk,
SA-14-14-2 45 – 53 per 100 dosis
tidak nafsu makan dan
iritabilitas
Reaksi hipersensitif Tidak dilaporkan

64
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

KIPI yang tidak terkait dengan vaksin atau koinsiden


harus diwaspadai. Untuk itu penapisan (skrining) status
kesehatan anak yang akan diimunisasi harus dilakukan
seoptimal mungkin. Apabila diperlukan, catat data anak yang
status kesehatannya meragukan, untuk digunakan sebagai
kelengkapan data apabila kemungkinan terjadi KIPI.

5.3. MEKANISME PEMANTAUAN DAN PENANGGULANGAN


KIPI
Pemantauan kasus KIPI pada dasarnya terdiri dari
penemuan, pengobatan atau perawatan jika diperlukan,
pelacakan, analisis kejadian, tindak lanjut dan evaluasi
sebagaimana yang digambarkan padaskema penemuan
kasus KIPI sampai pelaporan.
Pemantauan KIPI yang efektif melibatkan:
1. Masyarakat/orangtua/kader atau petugas kesehatan
di lapangan bertugas melaporkan apabila ditemukan
dugaan KIPI kepada petugas kesehatan puskesmas
setempat
2. Supervisor di puskesmas dan kabupaten/kota
melengkapi laporan kronologis
3. Pokja KIPI kabupaten/kota dapat menilai laporan
tersebut berdasarkan etiologi lapangan klasifikasi KIPI
4. Komda/Komnas PP KIPI menerima laporan KIPI dari
provinsi (online/offline) kemudian melakukan kajian
serta saran dan rekomendasi
5. Badan POM bertanggungjawab terhadap mutu dan
keamanan vaksin

65
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Kejadian ikutan pasca imunisasi yang meresahkan


dan menimbulkan perhatian berlebihan masyarakat, harus
segera direspons, diinvestigasi dan laporannya segera
dikirim langsung kepada Kementerian Kesehatan cq. Sub
Direktorat Imunisasi/Komnas PP-KIPI atau melalui WA grup
Komda KIPI–focal point, email: komnasppkipi@gmail.com dan
data_imunisasi@yahoo.com; website: www.keamananvaksin.
com.

Gambar 12. Skema Penemuan Kasus KIPI sampai Pelaporan

66
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Masyarakat akan melaporkan adanya KIPI ke


Puskesmas, UPS atau RS. Selanjutnya UPS akan
melaporkan ke Puskesmas, sementara Puskesmas dan
RS akan melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Untuk kasus diduga KIPI serius maka Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota akan melakukan konfirmasi kebenaran
kasus diduga KIPI serius tersebut berkoordinasi dengan
Pokja KIPI/Dinas Kesehatan kabupaten/kota atau dengan
Komda PP-KIPI/Dinas Kesehatan Provinsi. Kemudian bila
perlu dilakukan investigasi, maka Dinas Kesehatan Provinsi
akan berkoordinasi dengan Komda PP-KIPI dan Balai
Besar POM Provinsi serta melaporkan ke dalam website
keamanan vaksin untuk dilakukan kajian oleh Komite
independen (Komnas dan/atau Komda PP-KIPI).
Hal tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 13. Alur pelaporan dan pelacakan KIPI Serius

67
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

5.4. KURUN WAKTU PELAPORAN KIPI


Untuk mengetahui hubungan antara imunisasi
dengan KIPI diperlukan pencatatan dan pelaporan dengan
keterangan rinci semua reaksi simpang yang timbul setelah
pemberian imunisasi yang merupakan kegiatan dari
surveilans KIPI. Data yang diperoleh dipergunakan untuk
menganalisis kasus dan mengambil kesimpulan. Pelaporan
KIPI dilaksanakan secara bertahap dan berjenjang.
Pada keadaan KIPI yang menimbulkan perhatian
berlebihan/meresahkan masyarakat atau laporan kasus
yang masih membutuhkan kelengkapan data, maka
laporan satu kasus KIPI dapat dilaporkan beberapa kali
pada masing-masing tingkat pelaporan sampai laporan
memenuhi kelengkapan tersebut.
Pelaporan dibuat secepatnya sehingga keputusan
dapat dipakai untuk tindakan penanggulangan. Kurun waktu
pelaporan dapat mengacu pada tabel di bawah ini.

Tabel 6. Kurun Waktu Pelaporan berdasarkan Jenjang


Administrasi Penerima Laporan

Jenjang Administrasi Kurun waktu diterimanya laporan


Dinas Kesehatan Kabupaten /
24 jam dari saat penemuan kasus
Kota/Pokja KIPI
Dinas Kesehatan Provinsi/ 24 - 72 jam dari saat penemuan
Komda PP-KIPI kasus
Sub Direktorat Imunisasi/ 24 jam - 7 hari dari saat penemuan
Komnas PP-KIPI kasus

68
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Perbaikan mutu pelayanan diharapkan sebagai tindak


lanjut dan umpan balik setelah didapatkan kesimpulan
penyebab berdasarkan hasil investigasi kasus KIPI

5.5. PELACAKAN KIPI


Pelacakan kasus diduga KIPI mengikuti standar prinsip
pelacakan yang telah ditentukan, dengan memperhatikan
kaidah pelacakan kasus, vaksin, teknik dan prosedur
imunisasi serta melakukan perbaikan berdasarkan temuan
yang didapat.

Tabel 7. Langkah-Langkah dalam Pelacakan KIPI


Langkah Tindakan
Pastikan • Dapatkan catatan medik pasien (atau catatan klinis lain)
informasi pada • Periksa informasi tentang pasien dari catatan medik dan
laporan dokumen lain
• Isi setiap kelengkapan yang kurang dari formulir laporan
KIPI
• Tentukan informasi dari kasus lain yang dibutuhkan untuk
melengkapi pelacakan
Lacak dan Tentang pasien
Kumpulkan • Kronologis imunisasi saat ini yang diduga menimbulkan
data KIPI
• Riwayat medis sebelumnya, termasuk riwayat imunisasi
sebelumnya dengan reaksi yang sama atau reaksi alergi
yang lain
• Riwayat keluarga dengan kejadian yang sama
Tentang kejadian
• Kronologis, deskripsi klinis dan setiap hasil laboratorium
yang relevan dengan KIPI dan penegakan diagnosis dari
kejadian ikutan
• Tindakan yang didapatkan, apakah dirawat inap/jalan
dan bagaimana hasilnya
Tentang vaksin yang diduga menimbulkan KIPI:
• Prosedur pengiriman vaksin, kondisi penyimpanan,
keadaan vaccine vial monitor dan catatan suhu pada
lemari es.

69
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Langkah Tindakan
Tentang kondisi anak lainnya yang mendapat vaksin yang
sama:
• Adakah anak lain yang mendapat imunisasi dari vaksin
dengan nomor batch yang sama dan menimbulkan gejala
yang sama
• Evaluasi pelayanan imunisasi

5.6. PENGENALAN DAN PENANGANAN ANAFILAKTIK


Reaksi anafilaktik adalah KIPI paling serius yang
juga menjadi risiko pada setiap pemberian obat atau
vaksin. Tatalaksananya harus cepat dan tepat mulai dari
penegakkan diagnosis sampai pada terapinya di tempat
kejadian dan setelah stabil baru dipertimbangkan untuk
dirujuk ke RS rujukan terdekat. Setiap petugas pelaksana
imunisasi harus sudah kompeten dalam menangani reaksi
anafilaktik.
Reaksi anafilaktik adalah reaksi hipersensitifitas
generalisata atau sistemik yang terjadi dengan cepat (kurang
dari 30 menit sesudah suntikan) serius dan mengancam
jiwa. Jika reaksi tersebut cukup hebat dapat menimbulkan
syok yang disebut sebagai syok anafilaktik. Syok anafilaktik
membutuhkan pertolongan cepat dan tepat.
Gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilaktik
berbeda-beda sesuai dengan berat-ringannya reaksi
antigen-antibodi atau tingkat sensitivitas seseorang, namun
pada tingkat yang berat berupa syok anafilaktik gejala
yang menonjol adalah gangguan sirkulasi dan gangguan
respirasi.
Reaksi anafilaktik biasanya melibatkan beberapa

70
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

sistem tubuh, tetapi ada juga gejala-gejala yang terbatas


hanya pada satu sistem tubuh (contoh: gatal pada kulit) juga
dapat terjadi. Tanda awal anafilaktik adalah kemerahan
(eritema) menyeluruh dan gatal (urtikaria) dengan obstruksi
jalan nafas atas dan/atau bawah. Pada kasus berat dapat
terjadi keadaan lemas, pucat, hilang kesadaran dan
hipotensi. Petugas sebaiknya dapat mengenali tanda dan
gejala anafilaktik. Pada dasarnya makin cepat reaksi timbul,
makin berat keadaan penderita.
Penurunan kesadaran jarang sebagai manifestasi
tunggal anafilaktik, ini hanya terjadi sebagai suatu kejadian
lambat pada kasus berat. Denyut nadi sentral yang kuat
(contoh: karotis) tetap ada pada keadaan pingsan, tetapi
tidak pada keadaan anafilaktik.
Gejala anafilaktik dapat terjadi segera setelah
pemberian imunisasi (reaksi cepat) atau lambat seperti
diuraikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 8. Tanda dan Gejala Anafilaktik

Perjalanan Klinis Tanda dan gejala anafilaktik


Cepat, tanda peringatan 1. Gatal pada kulit, kemerahan (rash)
awal dan bengkak sekitar lokasi suntikan
2. Pusing, rasa hangat
3. Pembengkakan yang tidak sakit pada
bagian tubuh seperti: muka atau
mulut.
4. Muka kemerahan, kulit gatal, hidung
tersumbat, bersin, mata berair.
5. Suara serak, mual, muntah
6. Pembengkakan pada kerongkongan,
sulit bernafas, nyeri perut

71
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Perjalanan Klinis Tanda dan gejala anafilaktik

Lambat, gejala Nafas berbunyi mengi (wheezing), nafas


mengancam jiwa berbunyi seperti ngorok, sulit bernafas,
pingsan, tekanan darah rendah, denyut
nadi lemah dan tidak teratur (irregular)

Sekali diagnosis ditegakkan, maka harus diingat


bahwa pasien berpotensi untuk menjadi fatal tanpa
menghiraukan berat ringannya gejala yang muncul. Mulai
tangani pasien dengan cepat dan pada saat yang sama
buat rencana untuk merujuk pasien ke rumah sakit dengan
cepat. Pemberian epinefrin (adrenalin) akan merangsang
jantung dan melonggarkan spasme pada saluran nafas serta
mengurangi edema dan urtikaria. Tetapi epinefrin dapat
menyebabkan denyut jantung tidak teratur, gagal jantung
(heart failure), hipertensi berat dan nekrosis jaringan jika
dosis yang dipergunakan tidak tepat.
Petugas harus terlatih dalam penanganan anafilaktik,
memiliki kesiapan kit anafilaktik yang lengkap untuk
tatalaksana reaksi anafilaktik dan memiliki akses yang cepat
untuk merujuk pasien.
Langkah-langkah awal penanganan:
a. Airway: membebaskan jalan nafas. Jika pasien tidak
sadar, tempatkan pasien pada posisi tidur terlentang
atau berbaring dengan leher hiperekstensi dan kedua
tungkai diangkat (diganjal dengan bantal). Pastikan jalan
nafas lancar dengan menghisap lendir (suction), tahan
lidah agar tidak jatuh ke belakang.

72
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

b. Breathing: berikan oksigen 2 – 4 l/m melalui nasal kanul


c. Circulation: Nilai frekuensi denyut jantung dan frekuensi
pernafasan. Kemudian mulai lakukan resusitasi
kardiopulmonal sesuai keadaan.
d. Drug:
• Berikan epinefrin 1:1000 (0,2 ml untuk anak usia
< 6 tahun) secara intramuskular pada paha yang
berlawanan dengan lokasi penyuntikan. epinefrin
dapat diulangi 5-15 menit. Dosis ulangan umumnya
diperlukan karena lama kerja epinefrin cukup singkat.
• Beri setengah dosis tambahan di sekitar lokasi
suntikan (untuk memperlambat absorsi antigen)
e. Jika pasien sadar sesudah pemberian epinefrin, letakkan
kepalanya lebih rendah daripada kaki dan jaga pasien
dengan suhu tetap hangat
f. Kemudian pasang infus dengan menggunakan cairan
NaC1 0,9% berikan dosis pemeliharaan (maintenance)
sebanyak 80 -100 ml/kg BB/24 jam, maksimal cairan
yang diberikan 1.500 ml/24 jam. Pemberian cairan infus
sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah kembali
optimal dan stabil.
g. Jangan meninggalkan pasien sendirian. Setelah suntikan
pertama epinefrin atau sesegera mungkin panggil tenaga
kesehatan lain yang ada kemudian panggil ambulan atau
alat angkutan untuk transportasi ke RS rujukan terdekat.
h. Lihat respon bayi atau anak. Jika ada perbaikan maka
bayi atau anak akan kembali sadar, aktif, menangis dan

73
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

denyut nadi teraba kuat. Jika kondisi pasien tidak ada


perbaikan dalam 5-15 menit setelah suntikan pertama,
ulangi pemberian dosis epinefrin, sampai maksimum
total tiga dosis. Penyembuhan syok anafilaktik umumnya
cepat sesudah pemberian epinefrin.
i. Catat tanda-tanda vital (kesadaran, frekuensi denyut
jantung, frekuensi pernafasan, denyut nadi) setiap waktu
dan catat dosis setiap pengobatan yang diberikan.
Pastikan catatan detail tersebut juga dibawa bersama
pasien ketika dirujuk.
j. Tandai catatan imunisasi dengan jelas, sehingga anak
tersebut tidak boleh lagi mendapatkan jenis vaksin
tersebut

Isi dari Kit Anafilaktik terdiri dari :


• 1 (Satu) ampul epinefrin 1 : 1000
• 1 (Satu) spuit 1 ml
• 1 (Satu) infus set
• 1 (Satu) jarum infus: untuk bayi dan anak
• 1 (Satu) kantong NaC1 0.9 %

74
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Algoritme Penanganan Syok Anafilaktik Pasca Imunisasi


terdapat pada bagan di bawah ini:
Reaksi Anafilaktik?

1
NILAI Airway, Breathing, Circulation

Diagnosis – cari tanda – tanda:


• Onset penyakit terjadi secara akut/mendadak
• Gangguan jalan nafas dan atau pernafasan dan atau sirkulasi yang mengancam jiwa
• Dan biasanya disertai perubahan pada kulit
Segera lakukan:
• Monitor tanda vital, termasuk tekanan darah
• Berikan oksigen 2 – 5 liter/menit melalui kanul hidung
• Posisikan pasien terlentang dan kaki diangkat (posisi Trendenlenburg)

Secara Simultan

CARI BANTUAN! 2
EPINEFRIN ELEVASI!
• Hubungi 118 • Segera injeksikan Epinefrin 1:1000 Intra • Baringkan pasien terlentang,
(ambulans) atau RS Muskular pada mid-anterolateral paha. posisi hiperekstensi
terdekat • Dosis: 0,01 mg/kg BB (sediaan ampul • Naikkan kaki pasien ke atas
1mg/ml) JANGAN BIARKAN PASIEN
• Maksimal dosis 0,3 ml per kali DUDUK/BERDIRI!
pemberian

Observasi!

Ulangi epinefrin 5 – 15 menit kemudian apabila


belum ada perbaikan (maksimal 3 kali pemberian)

OKSIGEN! 3
INTRAVENA! RJP!
• Teruskan pemberian • Pasang infus. • Disetiap saat, apabila perlu,
Oksigen 2-5 liter/ • Bila syok, berikan NaC1 0,9% atau RL lakukan Resusitasi Jantung
menit melalui kanul sebanyak 20 ml/kg BB pada 5 – 10 menit Paru (RJP) dengan kompresi
hidung pertama jantung yang kontinyu (Anak:
• Dapat diulang sampai total maksimal 3 100 x/menit, kedalaman 4-5
kali pemberian cm)

Monitor!
• Nilai dan catat KESADARAN dan TANDA VITAL
• OKSIGENISASI setiap 5-15 menit sesuai kondisi pasien
• Observasi 1-3 x 24 jam atau rujuk ke RS terdekat

75
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Keterangan:
1
Keadaan yang mengancam jiwa:
Airway/jalan nafas: bengkak, suara serak, stridor
Breathing/pernafasan: napas cepat, mengi, sianosis,
Circulation/sirkulasi: pucat, telapak tangan dan kaki dingin serta
berkeringat, tekanan darah rendah, pingsan, koma

2
Epinefrin (diberikan secara IM): 3
Cairan infus IV:
Dosis Epinefrin 1: 5 Anak: NaC1 0,9% atau RL
1000 adalah 0,01 mg/kg BB secara 20 ml/kgBB
IM (diulang setiap 5 – 15 menit
apabila tidak ada perbaikan
Maksimal dosis 0,3 ml per kali
pemberian

Rencana Tindak Lanjut


• Mencatat penyebab reaksi anafilaktik di rekam medis serta
memberitahukan kepada pasien dan keluarga
• Jangan memberikan vaksin yang sama pada imunisasi
berikutnya

76
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan program


imunisasi merupakan komponen penting, dilakukan untuk
memantau dan menilai apakah kegiatan telah dilaksanakan
sesuai dengan rencana dan Petunjuk Teknis ini. Melalui kegiatan
ini dapat juga diketahui hasil yang telah dicapai. Monitoring dan
evaluasi dilakukan pada setiap tahapan kegiatan mulai dari
perencanaan, pelaksanaan (termasuk di dalamnya adalah hasil
cakupan) dan dampak.

6.1. MONITORING
Dalam kegiatan kampanye imunisasi Japanese
Encephalitis (JE), monitoring ditujukan untuk memantau
proses pada setiap tahapan mulai dari pra pelaksanaan,
saat pelaksanaan dan pasca pelaksanaan kampanye
imunisasi JE. Semakin cepat monitoring dilakukan, maka
semakin cepat tindak lanjut perbaikan dapat dilakukan.

6.1.1. PRA PELAKSANAAN


Monitoring pra-pelaksanaan kampanye
imunisasi JE dilaksanakan sekitar 2-3 minggu
sebelum pelaksanaan kampanye imunisasi JE
dimulai. Kegiatan ini meliputi pemantauan terhadap:
a. Pendataan sasaran

77
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

b. Perencanaan mikro (microplanning)


c. Biaya operasional pelaksanaan
d. Kegiatan mobilisasi masyarakat
e. Kegiatan pelatihan
f. Pengelolaan rantai dingin vaksin
g. Proses distribusi vaksin dan logistik.

Penilaian ini dilakukan menggunakan checklist


terlampir (lampiran 2). Melalui kegiatan monitoring
ini dapat diidentifikasi apa saja kendala yang ditemui
dan harus segera ditindaklanjuti agar kendala
tersebut tidak menghambat proses pelaksanaan.

6.1.2. PELAKSANAAN
Monitoring pelaksanaan kampanye imunisasi JE
dilakukan selama pelaksanaan kampanye imunisasi
JE. Kegiatan ini meliputi pemantauan terhadap:
a. Pengorganisasian
b. Pelaksanaan pemberian dan cakupan imunisasi
c. Pengelolaan Limbah medis
d. Pemantauan surveilans KIPI
e. Pengelolaan rantai dingin vaksin
f. Mobilisasi masyarakat
Dalam melakukan monitoring pelaksanaan
kampanye imunisasi JE, harus memperhatikan
pengelompokkan sasaran. Hal ini perlu dilakukan
mengingat rentang usia sasaran yang sangat besar

78
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

yaitu usia 9 bulan sampai < 15 tahun. Oleh karena itu,


formulir pencatatan dan pelaporan yang digunakan
yaitu: 9 bulan - 6 tahun (termasuk PAUD dan TK),
7-12 tahun (SD/MI/sederajat) dan 13 - <15 tahun
(SMP/MTs/sederajat). Pembagian kelompok umur
ini dilakukan berdasarkan karakteristik sasaran.
Penilaian ini dilakukan menggunakan checklist
(lampiran 2). Melalui kegiatan monitoring ini dapat
diidentifikasi apa saja kendala yang ditemui dan
harus segera ditindaklanjuti agar kendala tersebut
tidak menghambat proses pelaksanaan selanjutnya.

6.1.3. PASCA PELAKSANAAN


Monitoring pasca pelaksanaan kampanye
imunisasi JE dapat menggunakan format penilaian
cepat atau Rapid Convenience Assessment (RCA)
dan format laporan hasil. Pelaksanaan RCA ditujukan
pada 20 rumah yang memiliki sasaran usia 9 bulan
sampai dengan <15 tahun.
Kegiatan monitoring harus dapat
mengidentifikasi pencapaian hasil kegiatan seperti
cakupan di masing-masing wilayah, pemakaian
logistik dan masalah-masalah yang dihadapi saat
pelaksanaan, termasuk identifikasi laporan diduga
KIPI yang terjadi serta aspek penyebabnya.

79
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

6.2. EVALUASI
Evaluasi pelaksanaan kampanye imunisasi JE
dilakukan pasca kegiatan selesai dilaksanakan. Evaluasi
dapat berupa pertemuan, survei cakupan atau analisa
dampak dari kampanye.

6.2.1. PERTEMUAN EVALUASI


Pertemuan evaluasi pasca pelaksanaan
kampanye imunisasi JE bertujuan untuk
mengidentifikasi pencapaian hasil kegiatan, seperti
cakupan masing-masing wilayah, pemanfaatan
logistik dan masalah-masalah yang dijumpai saat
pelaksanaan. Pada pertemuan evaluasi pasca
kampanye imunisasi JE juga diidentifikasi laporan
diduga KIPI serta penyebabnya. Hasil pertemuan
evaluasi dapat digunakan sebagai acuan dalam
menyusun rencana tindak lanjut penguatan imunisasi
rutin.

6.2.2. SURVEI CAKUPAN


Survei cakupan dilakukan 2-3 bulan setelah
kampanye imunisasi JE. Kegiatan ini bertujuan
untuk menilai cakupan kampanye imunisasi JE serta
faktor yang mempengaruhi dan dilakukan oleh tim
independen. Hasil kegiatan survei cakupan dapat
digunakan untuk perbaikan pelaksanaan kampanye
imunisasi JE di daerah lain.

80
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

6.2.3. EVALUASI DAMPAK


Evaluasi dampak dilakukan dalam rangka
mengetahui dampak kegiatan imunisasi JE terhadap
penurunan kasus JE. Evaluasi dapat dilakukan
melalui kegiatan surveilans kasus Accute Encephalitis
Syndrome (AES) yang disebabkan oleh JE.

81
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

LAMPIRAN

82
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Lampiran 1
RANGKAIAN DAN WAKTU PELAKSANAAN KAMPANYE IMUNISASI JE
No Kegiatan Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan
Provinsi dan Kab/
1 Review kesiapan cold chain 5 bulan sebelum kampanye
Kota
Workshop /Sosialisasi Kampanye dan
2 4 bulan sebelum Kampanye Pusat dan Provinsi
Introduksi Imunisasi JE termasuk KIPI
Pertemuan koordinasi dengan LS/
3 LP, tokoh masyarakat, tokoh agama, 3 bulan sebelum Kampanye Provinsi/Kab/Kota
rumah sakit, dll)
Sosialisasi pelaksanaan kampanye dan
4 3 bulan sebelum Kampanye Kab/Kota
introduksi imunisasi JE di tk. Kab/Kota
Provinsi dan Kab/
5 Penyusunan dan review mikroplanning 3 bulan sebelum Kampanye
Kota
Peningkatan kapasitas petugas kesehatan, Provinsi dan Kab/
6 3 bulan sebelum Kampanye
guru, kader, dll Kota/ Puskesmas
Orientasi pihak sekolah, kepala
Kab/Kota dan
7 sekolah, guru, tokoh masyarakat, tokoh 2 bulan sebelum kampanye
Puskesmas
agama dan LS terkait
Diseminasi rencana pelaksanaan kampanye
Puskesmas dan
8 imunisasi JE oleh pihak sekolah ke orang 2 bulan sebelum kampanye
pihak sekolah
tua peserta didik di sekolah
Pendataan target anak usia 9 - < 15
9 tahun, anak sekolah dan anak putus 2 bulan sebelum kampanye Puskesmas
sekolah oleh guru dan kader
Pelaporan hasil pendataan target
sasaran dari Puskesmas ke Kab/Kota Puskesmas dan
10 2 bulan sebelum kampanye
dan rekapitulasi pendataan dari Kab/ Kab/Kota
Kota ke Provinsi
Pengadaan vaksin JE , logistik imunisasi
11 2-3 bulan sebelum kampanye Pusat
dan Distribusi ke Provinsi
Distribusi vaksin JE dan logistik
4 minggu sebelum kampanye
imunisasi Provinsi
12 1-2 minggu sebelum
a. Provinsi ke Kab/Kota Kab/Kota
kampanye
b. Kab/Kota ke Puskesmas
Provinsi, Kab/Kota
13 Distribusi media KIE 4 minggu sebelum kampanye
dan Puskesmas
Supervisi persiapan pelaksanaan 2 - 3 minggu sebelum Pusat, Provinsi,
14
kampanye kampanye Kab/Kota
Pertemuan koordinasi evaluasi 1 minggu - 1 hari sebelum Kab/Kota dan
15
persiapan kampanye kampanye Puskesmas
Monitoring pelaksanaan kampanye Pusat, Provinsi,
16 Hari pelaksanaan kampanye
imunisasi JE Kab/Kota
Pusat, Provinsi,
Pelaporan hasil cakupan kampanye Selama pelaksanaan
17 Kab/Kota dan
imunisasi JE kampanye
Puskesmas
Pusat, Provinsi,
4 - 8 minggu setelah hari H
18 Rapid Convinience Assesment (RCA) Kab/Kota dan
kampanye
Puskesmas
Pusat, Provinsi,
Evaluasi dan review hasil pelaksanaan
19 3 bulan setelah kampanye Kab/Kota dan
kampanye imunisasi JE
Puskesmas
Survei cakupan/Post Introduction Pusat dan tim
20 6 bulan setelah kampanye
Evaluation independen
Introduksi imunisasi JE kedalam
21 program imunisasi rutin pada anak
usia 10 bulan

83
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Lampiran 2

Ceklist Kesiapan Kampanye Imunisasi JE (Pra- Pelaksanaan) Tingkat


Provinsi, Kabupaten/Kota
Provinsi:____________ Kabupaten/Kota :_______________ Tanggal Mulai Rencana Kampanye Imunisasi : ____/____/____ Populasi Target:___________
Nama Supervisor/monitor:_____________________________ Tanggal Kunjungan: (1)______/____/_____ (2)____/_____/____ (3)_____/____/____ (4)_____/____/______

Lengkap?
Tuliskan “Y”
ot “T” untuk
setiap waktu

Kegiatan Utama/Kritis
Sumber Informasi dalam tulisan italics) Berikan alasan Tindakan
8 mgg 1 mgg Deadline Penanggungjawab
(Timeframe yang diinginkan untuk menyelesaikan kegiatan jika belum selesai yang diperlukan
dihighlight kuning yellow)

1. Apakah komponen di bawah ini telah


direncakan dengan baik?
PERENCANAAN, KOORDINASI & PENDANAAN

Lihat: Rencana kerja dengan daftar kegiatan dan tanggal


- Manajemen Vaksin & Logistik Y Y
- Manajemen Limbah N Y
- Investigasi KIPI N Y
- Pelatihan Y Y
- Mobilisasi Sosial/Komunikasi Y Y
- Pencatatan, Pelaporan dan Analisis Y Y
2. Apakah sudah dibentuk Tim/POKJA pada tingkat ini?
Lihat: Notulensi rapat/pertemuan N Y
3. Apakah ada komitmen dari Kepala Daerah untuk
Kampanye Imunisasi ini? Lihat: Bukti keterlibatan
pemerintah daerah dengan timkoordinasi, komunikasi,
mobilisasi sumber daya daerah, rencana launching,
dan/atau keterlibatan sektor pemerintahan lainnya Y Y
4. Apakah mikroplan yang telah disusun telah
mengidentikasi target sasaran berdasarkan
wilayah?
Lihat: Mikroplaning peta dan data sasaran Y Y
5. Sasaran yang sulit dijangkau baik secara geogras
maupun sosial (anak jalanan, wilayah kumuh,
masyarakat nimaden, dll)
Lihat: Mikroplan, peta dan daftar: Pengiriman tim
berdasarkan pada kebutuhan khusus kelompok dengan Y Y
logistik dan alokasi budget khusus
6. Apakah dana sudah tersedia untuk semua kegiatan
yang direncanakan?
Lihat: Mikroplaning, POK Y Y
7. Apakah petugas kesehatan, guru dan kader telah
dilatih? Lihat: Status implementasi rencana pelatihan N N
1. Apakah sudah dibuat rencana supervisi lengkap
MONITORING & SUPERVISI

dengan nama, jadwal dan lokasi supervisi?


Lihat: Rencana dan Supervisi Y Y

2. Apakah supervisi sudah dilatih untuk melakukan


monitoring dan supervisi?
N Y
Lihat: Rencana Supervisi, laporan pelatihan
3. Apakah sudah ditentukan mekanisme pelaporan
cakupan harian dan data lainnya hingga ke level yang
lebih tinggi, termasuk analisis?
Lihat: Workplan N Y

1. Apakah kapasitas-kapasitas penyimpanan vaksin


telah memadai dan atau terdapat rencana kontijensi
untuk penyimpanan vaksin?
Lihat: Inventori Rantai Dingin dan tinjau kondisi
penyimpanan vaksin
- Vaccine Refrigerator Y Y
VAKSIN, RANTAI DINGIN DAN LOGISTIK

- Freezer Y Y
- Coldboks Y Y
- Vaccine carriers Y Y
2. Apakah setiap Kab/Kota memiliki rencana
pembuangan limbah yang meliputi proses, tempat dan
pelaksanaan?
Lihat: Rencana pembuangan limbah N Y
3. Apakah buku Juknis beserta formulir, check list,
pelatihan dan materi komunikasi sudah diterima?
Sumber: Dokumen yang direview sudah diterima, buat
daftar materi yang hilang Y Y
4. Apakah tersedia kendaraan dan bahan bakarnya
untuk mendistribusikan vaksin, logistik dan staff sebelum
dan selama periode SIA?
Lihat: Rencana transportasi Y Y
5. Apakah jumlah vaksin dan logistik dihitung
berdasarkan jumlah sasaran dan IP?
Lihat: Rencana vaksin dan logistik

- Vaksin Y Y
- ADS 0,5 ml Y Y
- ADS 5 ml Y Y
- Safety Boxes Y Y
1. Apakah telah dilakukan kegiatan sosial mobilisasi
MOBILISASI SOSIAL DAN

sosial sesuai dengan rencana mikroplan?


Y Y
KOMUNIKASI

Lihat: Rencana status implementasi


2. Apakah masyarakat mengetahui tanggal dan tempat
pelayanan kampanye imunisasi JE?
Lihat: Spot check anggota masyarakat dua minggu
sebelum kampanye imunisasi tambahan - 5 Y Y

Skor Total (No. Item dengan “Y”): 0,75 0,1


Jumlah Target Kegiatan Tinggkat Kab/Kota: 24 28

Ringkasan penilaian 8 mgg 1 mgg


Lingkari minggu kunjungan:
Apakah Kab/Kota on track untuk melakukan
Kampanye Imunisasi JE? (Y/T)

84
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Lampiran 3
Contoh Surat Pemberitahuan Kampanye Imunisasi JE kepada Sekolah

DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA ............


Puskesmas ...........................

Nomor :
Lampiran :
Perihal : Kampanye Imunisasi Japanese Encephalitis (JE)

Yth. Kepala Sekolah ...............


di

Sehubungan dengan pelaksanaan kampanye imunisasi Japanese


Encephalitis (JE) yang akan dilaksanakan pada bulan …………, kami
akan memberikan imunisasi kepada anak usia 9 bulan sampai dengan
<15 tahun. Imunisasi berfungsi untuk mencegah penyakit Japanese
Encephalitis (JE/Radang Otak). Imunisasi JE ini sifatnya wajib dan
tidak memandang status imunisasi sebelumnya.

Kami mohon Saudara menyampaikan informasi kegiatan ini kepada
guru dan orang tua/wali murid.

Terlampir adalah :
 Jadwal pelaksanaan imunisasi.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Kepala Puskesmas,

(..................................)

Tembusan:
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota............................
Kepala Dinas Pendidikan Kab/Kota.........................................
Ketua TP UKS Kecamatan .......................

85
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Lampiran 4
Contoh Surat Pemberitahuan Kampanye Imunisasi JE kepada Orangtua

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN/KOTA ............


Sekolah ...........................

Nomor :
Lampiran :
Perihal : Kampanye Imunisasi Japanese Encephalitis (JE)

Yth. Orangtua/Wali ...............


di

Berdasarkan Surat dari Dinas Kesehatan nomor......tanggal..... tentang


pelaksanaan kampanye imunisasi Japanese Encephalitis (JE) yang akan
dilaksanakan pada bulan ..........., kami akan memberikan imunisasi
kepada anak usia 9 bulan sampai dengan <15 tahun. Imunisasi
berfungsi untuk mencegah penyakit Japanese Encephalitis (JE/Radang
Otak). Imunisasi JE ini sifatnya wajib dan tidak memandang status
imunisasi sebelumnya.

Terlampir adalah :
 Jadwal pelaksanaan imunisasi.

Atas perhatian dan kerja sama Bapak/Ibu, kami ucapkan terima kasih.

Kepala Puskesmas,

(..................................)

Tembusan:
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota............................
kepala Dinas Pendidikan Kab/Kota.........................................
Ketua TP UKS Kecamatan .......................

86
Lampiran 5
DATA DASAR KAMPANYE IMUNISASI JE TINGKAT KABUPATEN

Jumlah Jumlah Sasaran Jumlah Tenaga


Nama Pos Imu-
No Desa Desa 9 bulan - <15 Pelak- Keterangan
Puskesmas nisasi / Supervisor
Biasa Sulit tahun sana
Posyandu
1 2 3 4 5 6 10 11 12

87
TOTAL

.........................................., 20 .....
KEPALA DINAS KESEHATAN
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Nama Lengkap
NIP. :
Lampiran 6
DATA KEBUTUHAN LOGISTIK KAMPANYE IMUNISASI JAPANESSE ENCEPHALITIS (JE)

KABUPATEN/KOTA :
PROVINSI :
TAHUN :
Jumlah sasaran Kebu-
Kampanye Imu- Kebutuhan Kebutuhan tuhan
Kebutuhan Kebutuhan
NO Nama Puskesmas nisasi JE Alat Suntik Alat Suntik Safety Keterangan
vaksin JE pelarut JE
9 bulan - <15 0,5 ml 5 ml Box
tahun 2,5 L
1 2 3 7 8 9 10 11 12

88
TOTAL

.........................................., 20 .....
KEPALA DINAS KESEHATAN
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Nama Lengkap
NIP. :
Lampiran 7
FORM DATA KETENAGAAN UNTUK KAMPANYE IMUNISASI JE

KABUPATEN/KOTA :
PROVINSI :
TAHUN :
Jml. Pos Jumlah
Tenaga Vaksinator Tenaga Vaksinator UPS,
(termasuk Sasaran
Nama Puskesmas RSU dan Pendidikan
NO pos Proyeksi Total Kebutuhan Tanggal
Puskesmas
imunisasi 9 bulan -
Dokter Bidan Perawat Dokter Bidan Perawat
di sekolah) <15 tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

89
TOTAL

.........................................., 20 .....
KEPALA DINAS KESEHATAN
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Nama Lengkap
NIP. :
Lampiran 8 FORM 1. Pos Pelayanan (Posyandu/Sekolah)

PENCATATAN KAMPANYE IMUNISASI JE


TEMPAT/LOKASI IMUNISASI :
DESA/KELURAHAN :
TANGGAL PELAKSANAAN :
TAHUN :

TANGGAL
NO NAMA ANAK UMUR NAMA ORANG TUA ALAMAT KETERANGAN
IMUNISASI
1 2 3 4 5 6 7

90
Jumlah pemakaian
Vaksin :
Pelarut :
ADS 0,5 ml :
ADS 5 ml :
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)
Lampiran 9

LAPORAN REKAPITULASI HASIL PELAKSANAAN KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)


TINGKAT PUSKESMAS

PUSKESMAS :
KABUPATEN/KOTA :
BULAN/TAHUN :
SASARAN CAKUPAN SASARAN CAKUPAN SASARAN CAKUPAN PEMAKAIAN VAKSIN & LOGISTIK

No Desa VAKSIN JE PELARUT JE ADS O,5 ML ADS 5 ML SAFETY BOX


9 Bulan - 7 - 12 13-<15
Jmlh % Jmlh % Jmlh %
6 Tahun Tahun Tahun Terima Pakai Sisa Terima Pakai Sisa Terima Pakai Sisa Terima Pakai Sisa Terima Pakai Sisa

91
.........................................., 20 .....
KEPALA PUSKESMAS
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Nama Lengkap
NIP. :
Lampiran 10

LAPORAN REKAPITULASI HASIL PELAKSANAAN KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)


TINGKAT KABUPATEN/KOTA

KABUPATEN/KOTA :
BULAN/TAHUN :
SASARAN CAKUPAN PEMAKAIAN VAKSIN & LOGISTIK

No PUSKESMAS VAKSIN JE PELARUT JE ALAT SUNTIK 0,5 ml ALAT VAKSIN JE SUNTIK 5 ml SAFETY BOX
9 bulan - <15 tahun Jmlh %
Terima Pakai Sisa Terima Pakai Sisa Terima Pakai Sisa Terima Pakai Sisa Terima Pakai Sisa

92
.........................................., 20 .....
KEPALA DINAS KESEHATAN
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Nama Lengkap
NIP. :
Lampiran 11

LAPORAN REKAPITULASI HASIL PELAKSANAAN KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)


TINGKAT PROVINSI

KABUPATEN/KOTA :
BULAN/TAHUN :
SASARAN CAKUPAN PEMAKAIAN VAKSIN & LOGISTIK

No PUSKESMAS VAKSIN JE PELARUT JE ALAT SUNTIK 0,5 ml ALAT VAKSIN JE SUNTIK 5 ml SAFETY BOX
9 bulan - <15 tahun Jmlh %
Terima Pakai Sisa Terima Pakai Sisa Terima Pakai Sisa Terima Pakai Sisa Terima Pakai Sisa

93
.........................................., 20 .....
KEPALA DINAS KESEHATAN
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Nama Lengkap
NIP. :
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Lampiran 12
Format Supervisi Monitoring Pelaksanaan

CHECKLIST SUPERVISI KAMPANYE IMUNISASI JE


TAHUN ….

Nama supervisor: Jabatan: Unit organisasi:

Kab/Kota: Puskesmas : Tanggal:

Tipe pos pelayanan*)


No. Pos pelayanan Desa/Kel Kecamatan
Pos
TK/PAUD/ Pusk/
Imunisasi/
Sekolah RS
Posyandu
1
2
3
4
*) Berilah tanda “X” pada kolom yang sesuai

Mulai supervisi di pos pelayanan (Pk.)

Selesai supervisi di pos pelayanan (Pk.)

Berilah tanda “YA” (=Y), TIDAK” (=T), “TIDAK TAHU”(TT) pada kolom tipe pos pelayanan
A PENGORGANISASIAN Y T
1 Terpasang tanda Pos Pelayanan
2 Ada vaksinator terlatih
3 Ada kader memadai
4 Antrian yang teratur

B PEMBERIAN IMUNISASI
1 Hanya 1 vial vaksin yang dilarutkan pada saat itu
2 Jumlah vial vaksin sama dengan pelarut.
3 Vaksin dicampur dengan mengocok vial secara hati-hati
4 Vaksinator memberikan imunisasi dengan cara subkutan
Vaksinator tidak menyentuh jarum dan tutup botol saat
5
mencampur dan imunisasi
6 Menandai anak yang telah diimunisasi

C PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS


1 Vaksinator membuang tutup jarum pada safety box

94
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

2 Vaksinator membuang syringe yang telah digunakan ke


safety box
3 Safety box yang terisi diberi label dan diamankan
Limbah lain (plastik, kapas, vial) dimasukkan ke kantong
4
limbah

D PENGELOLAAN KIPI
1 Format Pelaporan KIPI tersedia
Vaksinator mengetahui apa yang dilakukan bila terjadi KIPI
2
(rujukan, pelaporan)

E SUPERVISI
1 Apakah supervisor mengunjungi pos hari ini

F COLD CHAIN
Vaksin disimpan dalam vaccine carrier dilengkapi dengan 4
1
kotak dingin
2 Pelarut disimpan pada vaccine carrier
Vaksin yang sudah dilarutkan diberi label tanggal dan jam
3
dilarutkan
Vaksin yang sudah dilarutkan disimpan diantara busa
4 didalam vaccine carier

G LOGISTIK
1 Vaksin memadai (targetX1,2)/10
2 ADS 0,5 ml memadai (targetX1,1)
3 Syringe pelarut memadai (sejumlah vaksin yang disediakan)
4 Safety box memadai (ADS+syringe pelarut)/100
5 Vaksin, pelarut tidak kedaluwarsa
Vaksinator mengetahui tempat penyimpanan cadangan
6
vaksin dan logistik

H SOSIAL MOBILISASI
Tidak Tahu
Berapa jumlah jawaban “YA” dari 5 responden yang Ya (Y) Tdk (T)
(TT)
diwawancarai
1 Ada informasi kampanye dari pengeras suara
2 Ada informasi kampanye dari radio/TV
3 Ada informasi kampanye dari petugas kesehatan/kader
4 Mengetahui umur sasaran kampanye

95
Lampiran 13

RAPID CONVENIENCE ASSESSMENT (RCA)


Nama Supervisor : Jabatan : Unit Organisasi :
Kab/Kota : Puskesmas : Desa/Kelurahan :
RW :
Tipe area : Pedesaan/perkotaan Kategori Risiko JE : Risti/Non risti JE Tanggal pelaksanaan RCA :

Observasi ke 20 rumah sasaran kampanye (anak 9 Bulan s.d <15 tahun) dalam 1 lokasi. Dilakukan pada lokasi yang telah melaksanakan kampanye 2-30 hari.

Apakah anak telah RUMAH


diimunisasi?
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Ya
Jumlah anak
Tidak
Bila jawaban tidak lanjutkan pertanyaan point 2

96
1 Lanjutkan ke pertanyaan ini bila anak tidak terimunisasi.
Sumber Informasi/Rumah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1 Televisi

2 Radio

3 Koran

4 Poster

5 Speaker (miking)

6 Masjid (miking)
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Kunjungan petugas kes-


7
ehatan
8 Kunjungan kader

9 Dari keluarga
10 Dari tetangga

11 Dari anak sekolah

12 Lain-lain

2 Lanjutkan ke pertanyaan ini bila anak tidak terimunisasi.


Alasan/Rumah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Orang tua tidak mengetahui
1
tentang kampanye
Orang tua tidak mengetahui
2 tentang tempat dan tgl
kampanye
Orang tua merasa tidak pent-
3
ing tentang kampanye
4 Anak sakit
Tidak ada pelayanan di pos
5
pelayanan
Tidak ada petugas imunisasi

97
6
di pos pelayanan
7 Takut suntikan

8 Takut efek samping

9 Pos pelayanan terlalu jauh


Antrian terlalu panjang di
10
pos pelayanan
11 Sedang bepergian

12 Lain-lain
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)
Lampiran 14 Form. KIPI

LAPORAN KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASl (KIPI)

TEMPAT PELAKSAKAAN*) :
KABUPATEN/KOTA :
PROVINSI :
BULAN/TAHUN :
IDENTITAS KASUS DIDUGA KIPI No. Waktu GEJALA YANG DIALAMI BAYI/ANAK (TANGGAL/JAM)
Jenis Jenis Batch/ Pemberi Imunisai Bengkak Dilokasi Kondisi
No Demam Merah Dilokasi Suntikan Muntah
Nama Anak/ Kelamin Nama Vaksin Exp Imunisasi (Tanggal/ Suntikan Lain-Lain Akhir***)
Umur Alamat Date Jam)
Bayi P L Ortu Mulai Gejala Sembuh Mulai Gejala Sembuh Mulai Gejala Sembuh Mulai Gejala Sembuh (Sebutkan)

98
*) Tempat Pelaksakaan : RS, Puskesmas, Posyandu, UPS
**) Jika ditemukan gejala :
1. Tidak mau menetek/minum
2. Kejang
3. Pucat/Biru .........................................., 20 .....
4. Sesak nafas
5. Muntah berlebihan KEPALA DINAS KESEHATAN
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

6. Deman tinggi (>39) lebih dari 1 hari

Nama Lengkap
NIP. :
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Lampiran 15

FORMULIR PELAPORAN KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI


(KIPI) Tgl. Terima : ......./....../20....
Identitas Pasien Tanggal lahir: ...... /....../.......
Nama : ............................................. Penanggungjawab (dokter)
Nama Orang Tua : ............................................. Jenis Kelamin .....................................................................
Alamat : .......................................................... 1. Laki-laki 2. Perempuan Alamat (RS, Puskesmas, Klinik)
.......................................................... .....................................................................
RT/RW : .......................................................... Bagi Wanita Usia Subur (WUS) RT/RW : ...../...... Kel./Desa ......................
1. Hamil 2. Tidka Hamil Kec. : ....................................................
Kec. : ..........................................................
Kab/Kota : .......................................................... Kab/Kota: ....................................................
Prop. : .......................................................... KU sebelum imunisasi : Pro. : ....................................................
Telp. : .......................................................... ........................................... Telp. : ....................................................
Kode Pos Kode Pos

Pemberian Imunisasi : Dokter / Bidan / Perawat / Jurim/ ..................


Vaksin-vaksin yang diberikan dalam 4 minggu terakhir
Pemberian
No. Jenis Vaksin Pabrik No. Batch Oral / Intrakutan / Lokasi Jumlah
Tanggal Jam
subkutan / i.m penyuntikan dosis
1
2
3
4
Tempat pemberian imunisasi : 1. RS; 2. RB; 3. Puskesmas; 4. Dokter Praktek; 5. Bidan Praktek; 6. BP; 7. Posyandu; 8. Sekolah;
9. Balai Imunisasi; 10. bidan Desa (Polides); 11. Rumah; 12. Pustu; Pos PIN
Manifestasi kejadian ikutan (keluhan, gejala klinis)
Waktu gejala timbul Lama gejala Perawatan / tindakan
Keluhan & Gejala klinis Tanggal Jam Mnt Mnt Jam Hari Tindakan darurat
Bengkak pada lokasi penyuntikan Rawat jalan
Pendarahan pada lokasi penyuntikan Rawat inap (tgl. ..............)
Pendarahan lain .............................................. Dirujuk ke ........................
Kemerahan lokal (tgl. .....................)
Kemerahan tersebar
Gatal Kondisi akhir pasien
Bengkak pada bibir / kelopak mata / kemaluan Sembuh
Bentol disertai gatal Meninggal
Muntah (tgl. ............................)
Diare
Pingsan (sinkop)
Kejang
Sesak nafas
Demam tinggi (>39OC) lebih dari satu hari
Pembesaran kelenjar aksila
Kelemahan/kelumpuhan otot: lengan/tungkai
Kesadaran menurun
Menangis menjerit terus menerus >3 jam
Lain-lain 1. ......................................................
2. ......................................................
Apakah ada anak lain yang diimunisasi pada saat yang sama mengalami gejala serupa?
Ya
Tidak
Apakah ada anak lain yang tidak diimunisasi pada saat yang sama mengalami gejala serupa?
Ya
Tidak
Pengobatan

Informasi kesehatan lainnya (alergi, kelainan kongenital, dalam terapi obat-obatan tertentu)

Berita KIPI diperoleh dari : (kader, keluarga, masyarakat, .....................) ..........................................., tanggal ...../...../.........
Nama : Tanda tangan pelapor Tanda tangan pemberi imunisasi
Hubungan dengan pasien :
Tanggal : ........../......../...............

(......................................) (...............................................)

99
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Lampiran 16

FORMULIR INVESTIGASI
KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI
(Otopsi Verbal)

Wawancara dilakukan oleh :


(nama, kedudukan, instansi, telelepon, email)
1. Nama : ________________________________________________________
Istansi :________________________________________________________
Telepon/Fax/Email :_______________________________________________
2. Nama :________________________________________________________
Istansi :________________________________________________________
Telepon/Fax/Email :_______________________________________________
Tanggal : _____________________ Jam : ____________________________
Responden :
Nama : _____________________________
Hubungan dengan kasus KIPI : _________________________________
Nama : ______________________________
Hubungan dengan kasus KIPI : __________________________________

IDENTITAS KASUS KIPI


Nama : ____________________________________Lelaki/Perempuan
Tanggal lahir : _____/______/______
Usia : _____Tahun________Bulan______Hari
Nama ayah : ____________________
Nama ibu : ____________________
Alamat : Jalan ………………………… Nomer …. RT/RW ……………….
Dusun/Kampung…………….. Desa/Kelurahan …………………
Kecamatan ………………….. Kabupaten …………………………
Provinsi ……………………….…

100
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Jumlah saudara kandung :

IMUNISASI
Imunisasi terdahulu (lebih dari 30 hari, dari imunisasi terakhir)
Cara Pem-
berian Jumlah Lokasi
Tgl.
Imunisasi No. (Intra ku- vaksin pe-
Tgl Jam Kadalu- VVM KIPI*
(Vaksin) Batch tan, Sub- (ml / nyun-
arsa
kutan, IM, tetes) tikan
tetes)

* Jika Ya: Reaksi timbul pada tgl ..........................................


Gejala & Waktu timbulnya gejala .........................................................................
Diagnosis ....................................

Imunisasi sekarang (dalam kurun 30 hari terakhir) :


Cara
Tgl. Pemberian Jumlah Lokasi
Imunisasi No.
Tgl Jam Kadalu- VVM (Intra kutan, vaksin penyunti-
(Vaksin) Batch
arsa Sub-kutan, (ml / tetes) kan
IM, tetes)

Tempat imunisasi : Posyandu Puskesmas Praktek swasta


Pos PIN Balai pengobatan RS/RB
Sekolah Rumah Lainlain : ____

Pemberi imunisasi : Jurim Perawat Dokter


Kader Bidan

101
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

KONDISI RANTAI DINGIN


1. Apakah vaksin disimpan pada tempat yang sesuai?
(bukan refrigerator rumah tangga dan bukan freezer
untuk OPV)

2. Apakah vaksin disimpan pada suhu yang sesuai?


( 2 – 80 C)

3. Apakah dilakukan monitoring suhu dan pencatatan


secara berkala? (suhu dicatat dua kali sehari dan
terdapat grafik pencatatan suhu)

4. Apakah terdapat vaksin DPT-HB, DT, TT, HB Uniject


yang beku atau diduga beku di dalam tempat
penyimpanan vaksin?

5. Apakah terdapat barang selain vaksin di dalam


tempat penyimpanan vaksin?

6. Apakah vaksin disimpan bersama dengan obat lain


dengan pemisahan dan penandaan yang jelas,
sehingga menjamin tidak terjadi kontaminasi/
kontaminasi silang?

7. Apakah terdapat vaksin yang kadaluarsa atau


mengalami kerusakan fisik di dalam tempat
penyimpanan vaksin dan dipisahkan serta
diberi penandaan yang jelas?

8. Apakah terdapat sisa vaksin yang telah dilarutkan di


dalam tempat penyimpanan vaksin dan dipisahkan
serta diberi penandaan yang jelas?

9. Apakah terdapat vaksin dengan kondisi VVM C


atau D di dalam tempat penyimpanan vaksin dan
dipisahkan serta diberi penadaan yang jelas?

102
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

10. Apakah tempat penyimpanan vaksin dilengkapi


dengan termometer yang berfungsi dengan baik
dan terkalibrasi? (Kalibrasi minimal satu kali/tahun)

11. Apakah terdapat generator yang berfungsi dengan


baik untuk menjamin jika terjadi listrik padam?

KEADAAN BAYI/ANAK/WUS SEBELUM IMUNISASI


Jika ya, timbulnya gejala sejak :
Gejala Tidak Ya
Tanggal Pukul
Demam
Batuk/pilek
Mencret
Muntah
Sesak Napas
Kuning/ikterik
Lain-lain :

Kondisi kesehatan
- Alergi terhadap : - telur Ada Tidak ada
- antibiotik (neomisin) Ada Tidak ada
- Alergi lainnya: Ada Sebutkan _____ Tidak Ada

Pengobatan saat ini


- Pemakaian obat-obat steroid Ada Tidak ada
- Pengobatan lainnya: Ada Sebutkan ______ Tidak ada

Riwayat alergi pada keluarga: __________________________________________

PERJALANAN MANIFESTASI KLINIS KASUS KIPI PADA BAYI/ANAK/


WUS
Jika ya, Lama
timbulnya gejala sejak : gejala
Gejala Tidak Ya
Tanggal Pukul Jam / Hari

Bengkak di tempat suntikan


Perdarahan di tempat suntikan
Ruam lokal, bengkak, merah
& gatal
- pada kulit
- pada bibir
- pada mata

103
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Jika ya, Lama


timbulnya gejala sejak : gejala
Gejala Tidak Ya
Tanggal Pukul Jam / Hari
Ruam tersebar:
- pada muka
- pada anterior tubuh
- pada posterior tubuh
- pada anggota gerak
- seluruh tubuh

Demam tinggi > 390


Nyeri kepala
Nyeri Otot
Lesu
Batuk/pilek
Mencret
Muntah
Sesak Napas
Kuning / ikterik
Perdarahan
Kejang
Kelemahan/kelumpuhan otot
lengan /tungkai
Pingsan (sinkop)
Penurunan Kesadaran
Tanda-tanda syok anafilaktik
Sakit Kepala
Menangis menjerit > 3 jam
Lemas & kebas seluruh tubuh
Pembengkakan kelj. getah
bening (leher/ketiak/lipat
paha)
Sakit disertai kelemahan pada
lengan yg disuntik
Bengkak, kemerahan, nyeri
(reaksi Arthus)

104
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Identitas pelapor
Gejala awal KIPI diketahui pertama kali oleh :
Nama : ____________________
Hubungan dengan penderita : __________________________
Pada tanggal …………………….. jam …………

Alur penanggulangan kasus KIPI


Laporan I adanya KIPI dilakukan pada tanggal ……………..… jam………
dan disampaikan kepada
Nama institusi : _______________________________
Alamat : _______________________________
Tindakan yang dilakukan oleh penerima laporan pertama :
Memberi pengobatan
Nama obat, waktu, dosis dan cara pemberian obat:
Nama obat Waktu pemberian
(usahakan nama dosis Cara pemberian
generik) tanggal jam

Hasil pengobatan:
membaik
tidak ada kemajuan
memburuk
sembuh pada tanggal ………./…………../…………
Merujuk

105
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Waktu merujuk : tanggal…………….… jam………….

Rujukan kepada :
Nama institusi : _________________________
Alamat : _________________________

Rujukan pertama KIPI tiba tanggal …………… jam ………… pada


Nama :_____________________________
Jabatan :____________________________
Nama institusi dan alamat : _____________________________
Gejala klinis/keadaan saat di tempat rujukan :
Diagnosis : _______________________
Tindakan
- Rawat Inap Rawat Jalan
- Memberi pengobatan

Nama obat, waktu, dosis dan cara pemberian obat:


Nama obat (usaha- Waktu pemberian Cara pem-
Dosis
kan nama generik) tanggal jam berian

- Tindakan lain : _________________________________


Hasil pengobatan:
membaik
tidak ada kemajuan
memburuk
sembuh pada tanggal ………./…………../…………

106
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Rujukan kedua KIPI


Waktu merujuk : tanggal……………………………… jam…………. Oleh:
Nama :__________________________________
Jabatan : __________________________________
Rujukan II tiba tanggal …………… jam ………… pada
Nama institusi : ________________________________
Alamat : ________________________________
Gejala klinis/keadaan saat di tempat rujukan : __________________
________________________________________________________
Diagnosis : _______________________
Tindakan
- Rawat Inap Rawat Jalan
- Memberi pengobatan
Nama obat, waktu, dosis dan cara pemberian obat:
Nama obat (usahakan Waktu pemberian
Dosis Cara pemberian
nama generik) tanggal jam

- Tindakan lain : _________________________________

Hasil pengobatan:
membaik
tidak ada kemajuan
memburuk
sembuh pada tanggal ………./…………../………

107
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Rujukan ketiga KIPI


Waktu merujuk : tanggal……………………………… jam…………. Oleh:
Nama : ___________________________________
Jabatan : ___________________________________
Rujukan III tiba tanggal …………… jam ………… pada
Nama :_____________________________
Jabatan :_____________________________
Nama institusi dan alamat : _____________________________
Gejala klinis/keadaan saat di tempat rujukan :____________________
Diagnosis : _______________________
Tindakan
- Rawat Inap Rawat Jalan
- Memberi pengobatan
Nama obat, waktu, dosis dan cara pemberian obat:
Nama obat (usahakan Waktu pemberian
Dosis Cara pemberian
nama generik) tanggal jam

- Tindakan lain : _________________________________


Hasil pengobatan:
membaik
tidak ada kemajuan
memburuk
sembuh pada tanggal ………./…………../…………

108
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM


………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG LAIN


………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………

HASIL AKHIR
SEMBUH SEMPURNA
SEMBUH DENGAN GEJALA SISA BERUPA :
MENINGGAL, tanggal …………….…………… jam ………………….

KESIMPULAN DOKTER YANG MERAWAT PALING AKHIR


DIAGNOSIS :
1.
2.
3.
SEBAB KEMATIAN : _________________________

HASIL PEMERIKSAAN UJI VAKSIN


Petugas BPOM
Nama: ……………………..
Institusi: ………………….
Waktu pengambilan sampel
Tanggal: ……/……./……
Waktu: ………………..
Jumlah sampel*: …………………..
No Batch. : …………………………
Hasil: Tes Toksisitas: …………………..……….. Tes Sterilitas: ………………..
*Jumlah Sampel:

109
KAMPANYE IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Volume sampel
No. Antigen Total sample
(ml atau dosis)
1 Measles 5 22 + diluent
2 DTP 5 32
4 DT 5 29
5 Td 5 29
6 TT 5 28
8 DTP-HB 2.5 32
10 Polio 10 dosis 40
11 Polio 20 dosis 20
12 Hepatitis B Uniject 0.5 56
13 BCG 1 50

TANDA TANGAN PENGISI FORMULIR INVESTIGASI

( ___________________ ) ( __________________ )

Jabatan: Jabatan:

110
PETUNJUK TEKNIS
INTRODUKSI IMUNISASI
JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT


KEMENTERIAN KESEHATAN
2017
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

KATA PENGANTAR

Japanese Encephalitis (JE) merupakan salah satu masalah


utama kesehatan masyarakat di Asia termasuk di Indonesia.
Saat ini diperkirakan 3 miliar penduduk tinggal di 24 negara yang
berisiko terjangkit JE. Sebagian besar negara-negara tersebut
terletak di wilayah regional Asia Tenggara dan Pasifik Barat.
Secara umum, insidens JE di negara endemis diperkirakan
5,4/100.000 pada kelompok usia 0–14 tahun dan 0,6/100.000
pada kelompok usia >15 tahun. Tingkat kematian karena JE
dilaporkan bervariasi antara 16% - 30%, dan 30% - 70% dari yang
hidup berakibat gejala sisa (sequeale) berat termasuk paralisis
dan keterbelakangan mental. Walaupun JE merupakan masalah
kesehatan dengan akibat yang serius, namun dapat dicegah
dengan pemberian imunisasi. Sebelas negara di regional SEAR
10 negara diantaranya berisiko JE sampai saat ini telah 5 negara
melaksanakan introduksi imunisasi JE dalam program imunisasi
nasional.
Indonesia telah mengembangkan sentinel surveilans JE.
Kasus JE per kelompok umur di Indonesia dilaporkan 85% pada
kelompok usia ≤15 tahun dan 15% pada kelompok usia >15
tahun. Dengan mempertimbangkan tingginya beban penyakit
tersebut, telah adanya penelitian cost effectiveness pemberian
imunisasi JE serta rekomendasi dari ITAGI tahun 2016, maka
setelah dilaksanakan kampanye imunisasi JE maka langkah
selanjutnya adalah introduksi imunisasi JE. Pemberian imunisasi
JE pada anak usia 10 bulan.

iii
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Buku ini merupakan petunjuk teknis untuk penyelenggaraan


introduksi imunisasi JE bagi petugas kesehatan dalam
pelaksanaan kegiatan tersebut.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam penyusunan petunjuk teknis ini. Semoga buku ini
bermanfaat bagi upaya peningkatan kesehatan anak – anak di
Indonesia.

Jakarta, Agustus 2017


Direktur Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit

dr. H. Mohamad Subuh, MPPM

iv
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................. iii


DAFTAR ISI .......................................................................... v
DAFTAR SINGKATAN .......................................................... vii
DAFTAR TABEL ................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................ x
BAB I PENDAHULUAN ..................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................ 1
1.2. Tujuan .................................................................... 2
1.3. Sasaran ................................................................... 2
1.4. Ruang Lingkup ........................................................ 2
1.5. Pengertian Umum ................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................. 3


2.1 Epidemiologi Japanese Encephalitis (JE)................ 3
2.2 Strategi Pencegahan dan Pengendalian JE............ 11
2.3 Hasil Cost Effectiveness Studi JE di Indonesia ....... 13
2.4 Vaksin untuk Imunisasi Japanese Encephalitis ....... 14
2.5 Pengenalan Vaksin JE ............................................ 15

BAB III PERSIAPAN INTRODUKSI IMUNISASI JE ............ 17


3.1 Mikroplaning ............................................................ 19
3.2 Pembiayaan ............................................................ 22
3.3 Promosi Kesehatan ................................................. 22

BAB IV PELAKSANAAN INTRODUKSI VAKSIN JE ........... 31


4.1 Karakteristik Vaksin JE ............................................ 31

v
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

4.2 Jadwal Pemberian Vaksin JE .................................. 31


4.3 Cara Pemberian Vaksin JE ..................................... 32
4.4 Manajemen Vaksin dan Logistik .............................. 38
4.5 Penyuntikan yang Aman dan Manajemen Limbah... 43

BAB V SURVEILANS KEJADIAN IKUTAN PASCA


IMUNISASI (KIPI) ................................................... 47
5.1 Pengertian ............................................................... 47
5.2 Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi Vaksin JE yang
mungkin terjadi dan Antisipasinya ........................... 47
5.3 Mekanisme Pemantauan dan Penanggulangan
KIPI ......................................................................... 49
5.4 Kurun Waktu Pelaporan KIPI .................................. 52
5.5 Pelacakan KIPI ....................................................... 53
5.6 Pengenalan dan Penanganan Anafilaktik ............... 55

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI .............................. 63


6.1 Monitoring ............................................................... 63
6.2 Evaluasi .................................................................. 64

Lampiran 1. .......................................................................... 67
Lampiran 2. .......................................................................... 69
Lampiran 3. .......................................................................... 71
Lampiran 4. .......................................................................... 73
Lampiran 5. .......................................................................... 75

vi
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

DAFTAR SINGKATAN

1. AES : Acute Encephalitis Syndrome


2. KLB : Kejadian Luar Biasa
3. JE : Japanese Encephalitis
4. APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
5. APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
6. ADS : Auto Disable Syringe
7. VVM : Vaccine Vial Monitor
8. KIPI : Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
9. POKJA : Kelompok Kerja
10. LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
11. TP PKK : Tim Penggerak Pembinaan Kesejahteraan
Keluarga
12. IPAL : Instalasi Pengolahan Air Limbah
13. RCA : Rapid Convenience Assessment
14. KIE : Komunikasi, Informasi dan Edukasi

vii
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil sentinel surveillans JE, 2014-2016 ............ 8


Tabel 2. Detail administrasi vaksin Japanese Encephalitis
Live Attenuated.................................................... 16
Tabel 3. Reaksi yang dapat terjadi setelah imunisasi JE.. 48
Tabel 4. Kurun waktu pelaporan berdasarkan jenjang
administrasi penerima laporan ............................ 53
Tabel 5. Langkah-langkah dalam pelacakan KIPI ............ 54
Tabel 6. Tanda dan Gejala Anafiklaktik ............................. 56

viii
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus transmisi virus JE ................................. 4


Gambar 2. Negara-negara yang telah menggunakan
vaksin JE ......................................................... 5
Gambar 3. Sudut kemiringan penyuntikan ........................ 37
Gambar 4. Cara pemakaian ADS dan memasukkan vaksin
kedalam ADS .................................................. 37
Gambar 5. Posisi anak saat penyuntikan ......................... 37
Gambar 6. Cara penyimpanan vaksin dalam Vaccine
Carrier ............................................................. 40
Gambar 7. Cara menilai VVM ........................................... 42
Gambar 8. Cara meletakkan vaksin yang sudah dipakai... 43
Gambar 9. Penggunaan Safety Box ................................. 44
Gambar 10. Skema Penemuan Kasus KIPI sampai
Pelaporan ........................................................ 51
Gambar 11. Alur Pelaporan dan Pelacakan KIPI Serius .... 52

ix
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ceklist Supervisi Introduksi Imunisasi JE


Tingkat Puskesmas (Sebelum Pelaksanaan). 67
Lampiran 2. Ceklist Supervisi Introduksi Imunisasi JE
Tingkat Kabupaten (Sebelum Pelaksanaan).. 69
Lampiran 3. Ceklist Supervisi Introduksi Imunisasi JE
Tingkat Provinsi (Sebelum Pelaksanaan)....... 71
Lampiran 4. Registrasi Imunisasi dan Baduta ................... 73
Lampiran 5. Laporan Bulanan Imunisasi (Tingkat
Puskesmas).................................................... 75

x
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Japanese Encephalitis (JE) adalah suatu penyakit
virus bersumber binatang yang ditularkan melalui vektor
(vector-borne zoonotic viral disease). Virus JE merupakan
penyebab utama ensefalitis virus di Asia. JE terjadi di
hampir semua negara-negara Asia, baik yang beriklim
tropis maupun sub tropis, dan sudah mulai menyebar ke
wilayah lain melalui pergerakan dari vektor yang terinfeksi.
Saat ini diperkirakan 3 miliar penduduk tinggal di 24 negara
yang berisiko terjangkit JE. Sebagian besar negara-negara
tersebut terletak di wilayah regional Asia Tenggara dan
Pasifik Barat.
Kasus JE didapatkan dari surveilans kasus AES
(Acute Encephalitis Syndrome) yang dikonfirmasi dengan
pemeriksaan laboratorium. Data surveilans kasus AES dari
11 provinsi sentinel di Indonesia tahun 2016, menunjukkan
bahwa terdapat 326 kasus, dengan 43 kasus (13%) positif
JE. Kasus terbanyak (17 kasus) dilaporkan terdapat
di provinsi Bali. Sebanyak 85% kasus JE di Indonesia
terdapat pada kelompok usia <15 tahun dan 15% pada
kelompok usia > 15 tahun.
Mempertimbangkan beban penyakit tersebut dan
adanya rekomendasi ITAGI, maka dilakukan upaya

1
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

introduksi vaksin JE ke dalam program imunisasi terutama


di daerah endemis di Indonesia.
Sebelum introduksi imunisasi JE, perlu dilakukan
kampanye (catch up campaign) imunisasi JE terlebih
dahulu. Introduksi imunisasi JE di Indonesia akan dimulai
di Provinsi Bali dan akan diperluas secara bertahap
ke provinsi endemis lainnya. Pelaksanaan introduksi
imunisasi JE diberikan pada anak usia 10 bulan

1.2. TUJUAN
Petunjuk teknis ini dibuat sebagai pedoman dalam
melaksanakan Introduksi Imunisasi JE.

1.3. SASARAN
Petugas kesehatan di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan
Puskesmas serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.

1.4. RUANG LINGKUP


Ruang lingkup kegiatan introduksi imunisasi JE meliputi:
1. Persiapan
2. Pelaksanaan
3. Monitoring dan evaluasi

1.5. PENGERTIAN UMUM


Introduksi imunisasi JE adalah pengenalan imunisasi JE
untuk dimasukkan ke dalam imunisasi program di daerah
endemis.

2
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. EPIDEMIOLOGI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)


Virus JE merupakan penyebab utama ensefalitis virus
di Asia. Dalam perjalanan penyakit JE diperlukan vektor
dan reservoar (sumber infeksi). Vektor penyebar virus JE
adalah nyamuk yang biasa ditemukan di sekitar rumah
antara lain Culex tritaeneorhyncus, Cx. quinquifasciatus
dan lain-lain. Sedangkan reservoarnya adalah babi,
burung air, sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, anjing,
kucing maupun unggas. Babi merupakan reservoar utama
dan amplifier terbaik bagi perkembangbiakan virus JE.
Nyamuk Culex merupakan jenis nyamuk antrosoofilik
yang tidak hanya menghisap darah binatang tapi juga
darah manusia, karena itulah melalui gigitan nyamuk dapat
terjadi penularan JE dari hewan kepada manusia. Manusia
merupakan dead-end host untuk JE artinya manusia tidak
akan menjadi sumber penyebaran virus JE.
Daerah persawahan terutama pada musim tanam
selalu digenang air diduga berpengaruh pada endemisitas
JE. Di daerah urban nyamuk ini mudah ditemukan pada
selokan dan air tergenang. Selain itu pada musim hujan
populasi nyamuk akan meningkat sehingga menyebabkan
peningkatan penularan penyakit.

3
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya infeksi


adalah tidak adanya antibodi spesifik JE baik yang didapat
secara alamiah maupun melalui imunisasi, tinggal di daerah
endemik JE serta perilaku yang dapat meningkatkan
kemungkinan digigit oleh nyamuk misalnya berada di luar
rumah pada malam hari atau tidur tanpa menggunakan
kelambu atau tidak menggunakan pencegah gigitan
nyamuk lainnya.

Gambar 1. Siklus Transmisi Virus JE

Secara global sistem surveilans JE masih terus


berkembang dan pemeriksaan laboratorium juga masih
menghadapi beberapa kendala, sehingga jumlah kasus
sebenarnya sulit ditentukan. Diperkirakan 67.000 kasus JE
klinis terjadi setiap tahunnya dengan sekitar 13.600 hingga
20.400 kematian. Angka insidens secara keseluruhan
adalah sekitar 1.8/100.000 yang terjadi di 24 negara yang
berisiko JE.

4
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Angka insidens JE bervariasi antar negara ataupun


antar wilayah di suatu negara. Secara umum, insidens JE di
negara endemis diperkirakan 5,4/100.000 pada kelompok
usia 0–14 tahun dan 0,6/100.000 pada kelompok usia >15
tahun.
Walaupun secara umum JE dianggap sebagai
penyakit pada anak, sebenarnya JE juga dapat berjangkit
pada semua umur, terutama bila virus tersebut menginfeksi
daerah baru yang penduduknya tidak mempunyai riwayat
kekebalan sebelumnya. Dengan dimulainya program
imunisasi JE di beberapa negara, kasus pada anak di
negara tersebut cenderung menurun.
Sampai dengan tahun 2017, dari 24 negara Asia
yang memiliki risiko JE terdapat sebelas negara yang
sudah memasukkan program imunisasi JE ke dalam
program imunisasi, tujuh negara dilaksanakan secara
nasional pada daerah yang berisiko JE, empat negara
melaksanakan pada sebagian daerah yang berisiko.

At risk countries/areas but not introduced

Introduced to date

Introduced in parts of the country

Not applicable
Data source: WHO/IVB Database, as of 27 June 2016

Gambar 2. Negara – negara yang telah menggunakan vaksin JE

5
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Peta tersebut menunjukkan negara – negara yang


memiliki risiko Japanese Encephalitis (JE) yang ditemukan
hampir di seluruh wilayah Asia antara lain Jepang, Korea,
India, Sri Lanka, dan Indonesia serta sebagian Northern
Territory di Australia.
Pada 11 negara WHO SEARO, 10 negara merupakan
daerah endemis JE. Sampai saat ini yang sudah
mengintroduksi vaksin JE ke dalam program imunisasi
sebanyak 5 negara yaitu Nepal, Sri Lanka, Thailand, India
dan Myanmar. DPR Korea melakukan crash program di
daerah endemis tinggi pada tahun 2009/2010 dan tahun
2014.
Seperti di negara-negara lain, di Indonesia jumlah
kasus JE didapatkan melalui surveilans AES. Tanda klinis
dari JE tidak dapat dibedakan dengan penyebab lain dari
AES, sehingga konfirmasi laboratorium menjadi sangat
penting. Kasus JE pasti adalah kasus AES yang telah
dikonfirmasi positif dengan pemeriksaan laboratorium
(IgM) positif.
Infeksi JE pada kelompok masyarakat di berbagai
wilayah Indonesia telah diketahui melalui berbagai
penelitian yang dilakukan sejak tahun 1972 oleh berbagai
kelompok dan institusi antara lain Badan Litbangkes
Departemen Kesehatan bekerja sama dengan NAMRU-2.
Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya infeksi JE dalam
berbagai hewan seperti babi dan ternak, unggas, sapi,
kerbau, kuda, kambing, dan lain - lain yang dilaksanakan
di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, NTB, Kalimantan
Barat, Sumatra Selatan, dan Sulawesi.

6
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Selanjutnya di tahun 2001 – 2003 dilakukan


surveilans berbasis masyarakat di Bali oleh Direktorat
Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2)
dan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (DitJen PP-PL) bekerjasama
dengan berbagai institusi termasuk International Vaccine
Institute (IVI) dengan dana dari Children Vaccine
Program (CVP) - Program for Appropriate Technology in
Health (PATH). Surveilans menunjukkan bahwa kasus
JE ditemukan di seluruh kabupaten di Bali dengan
tingkat kematian/Case Fatality Rate (CFR) sebesar 11%
sementara 36% penderita yang masih hidup menderita
kecacatan permanen.
Tahun 2005 - 2006 dilakukan surveilans berbasis
fasilitas kesehatan di 6 provinsi (Sumatera Barat,
Kalimantan Barat, Jawa Timur, NTB, NTT, Papua)
oleh Badan Litbangkes DepKes, Direktorat Jenderal
Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(DitJen P2-PL) bekerjasama dengan PATH. Setelah
rencana pilot project yang akan dilaksanakan tahun 2007
tertunda, tahun 2014 Subdit Arbovirosis bekerja sama
dengan WHO mengembangkan surveilans sentinel JE di
Bali dan empat provinsi risiko tinggi lainnya.

7
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Table 1. Hasil Sentinel Surveillans JE, 2014 - 2016


2014 2015 2016
Provinsi Jumlah Jumlah Jumlah
Positif JE Positif JE Positif JE
sampel sampel sampel
Bali 55 6 (10,9 %) 208 22 (10,5%) 226 17 (7,5%)

Kalimantan Barat 5 1 (20,0 %) 13 3 (23,0%) 15 8 (53,3%)

Sulawesi Utara 7 1 (14,5 %) 35 4 (11,4%) 25 2 (8,0%)

Sumatera Utara 2 - - - - -

Jawa Tengah 5 1 (20,0 %) - - 2 -

NTT - - 8 3 (37,5 %) 13 8 (61,5%)

NTB - - - - 5 -

DI. Yogyakarta - - 31 6 (19,3 %) 35 6 (17,14)

Jawa Barat - - 15 - - -

DKI Jakarta - - 17 2 (11,7 %) 4 1 (25%)

Kep Riau (Batam) 1 1 (100%)

Total 74 9 (12,2 %) 327 40 (12,2%) 326 43 (13,1%)

Sumber Data : Subdit Arbovirosis Ditjen P2P

Hasil Sentinel Surveillans JE pada tahun 2014 di


Provinsi Bali dari 55 sampel terdapat 6 yang yang positif
(10,9%), Kalimantan Barat dari 5 sampel terdapat 1 yang
positif (20%), Sulawesi Utara dari 7 sampel terdapat 1
yang positif (14,5%), Jawa Tengah dari 5 sampel terdapat
1 yang positif (20%).
Hasil Sentinel Surveilans JE pada tahun 2015 di
Provinsi Bali dari 208 sampel terdapat 22 sampel yang
positif (10,57%), Kalimantan Barat dari 13 sampel terdapat
3 yang positif (23,07%), Sulawesi Utara dari 35 sampel
terdapat 4 yang positif (11,42%) NTT dari 8 sampel
terdapat 3 yang positif (37,5%), DI.Yogyakarta dari 31
sampel terdapat 6 yang positif (19,35%), Jawa Barat dari

8
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

15 sampel tidak ditemukan kasus positif dan Jakarta dari


17 sampel terdapat 2 yang positif (11,76%).
Tahun 2016, surveilans sentinel JE dikembangkan
ke empat provinsi lainnya sehingga menjadi 11 provinsi.
Data surveilans kasus JE di Indonesia tahun 2016
menunjukkan bahwa terdapat sembilan provinsi yang
melaporkan adanya kasus JE, diantaranya adalah Provinsi
Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara
Timur, DKI Jakarta, DIY Yogyakarta, Jawa Tengah, Nusa
Tenggara Barat, dan Kepulauan Riau.
Jumlah kasus JE di Indonesia tahun 2016 yang
dilaporkan sebanyak 326 kasus. Diantara sembilan
provinsi yang melaporkan kasus JE tersebut, kasus
terbanyak dilaporkan terdapat di Provinsi Bali dengan
jumlah kasus 226 (69,3%). Kasus JE per kelompok usia di
Indonesia dilaporkan 85% pada kelompok usia ≤15 tahun
dan 15% pada kelompok usia >15 tahun.

2.1.1. Gambaran Klinis JE


Gejala utama JE adalah adanya gejala ensefalitis
dengan masa inkubasi 4-14 hari. Gejala klinis dimulai dengan
demam tinggi yang mendadak, perubahan status mental,
gejala gastrointestinal, sakit kepala, disertai perubahan
gradual gangguan bicara, berjalan, adanya gerakan involuntir
ekstremitas ataupun disfungsi motorik lainnya. Pada anak,
gejala awal berupa demam, iritabilitas, muntah, diare, dan
kejang. Kejadian kejang terjadi pada 75% kasus anak. Pada
dewasa, keluhan yang paling sering muncul adalah sakit
kepala dan tanda peningkatan tekanan intrakranial.

9
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Gejala Sisa (Sekuele)


Gejala sisa ditemukan pada 5-70 % kasus, umumnya pada
anak usia di bawah 10 tahun. Pada bayi gejala sisa akan
lebih berat. Kekerapan terjadinya gejala sisa berhubungan
langsung dengan beratnya penyakit.
Gejala sisa dapat berupa gangguan:
• Sistem motorik (motorik halus, kelumpuhan, gerakan
abnormal)
• Perilaku (agresif, emosi tak terkontrol, gangguan
perhatian, depresi)
• Intelektual (retardasi).
• Fungsi neurologi lain (gangguan ingatan/memori, afasia
ekspresif, epilepsi, paralisis saraf kranial, kebutaan)

Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan atas:
1. Gejala klinis
2. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan darah dan
pemeriksaan cairan cerebrospinal)
3. Pemeriksaan lain untuk mendukung diagnosis seperti
pencitraan CT scan, elektroensefalografi (EEG) dan
elektromiografi (EMG)

Komplikasi
Sekitar 16-30% kasus JE dapat menyebabkan kematian.
Kematian dapat terjadi beberapa hari setelah gejala
prodromal yang diikuti oleh fase fulminan, ataupun setelah

10
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

terjadinya koma. Kasus JE pada anak, khususnya bila usia


kurang dari 10 tahun, memiliki angka mortalitas yang lebih
tinggi. Bila bertahan hidup pun, anak sering kali mengalami
gejala sisa berupa gangguan neurologis.
Beberapa jenis obat suportif dapat mengurangi tingkat
kematian JE, tetapi belum ada obat khusus untuk JE.
Adapun beberapa tindakan intervensi penting yang telah
diketahui dalam penanggulangan JE, meliputi pengendalian
vektor, eliminasi populasi unggas, vaksinasi babi, eliminasi
pemaparan manusia pada vektor, dan imunisasi JE pada
manusia. Dari seluruh upaya tata laksana yang ada,
imunisasi merupakan satu-satunya cara yang paling efektif
untuk mencegah JE pada manusia.

2.2. STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN JE


Strategi pencegahan dan pengendalian JE di
Indonesia dilakukan melalui beberapa kegiatan sebagai
berikut:
1. Pengendalian Vektor
Pengendalian vektor (jentik dan nyamuk dewasa) dapat
dilakukan dengan cara non kimiawi dan kimiawi.
a. Pengendalian non kimiawi
- Pemberantasan sarang nyamuk (PSN)
- Penggunaan kelambu
- Ovitrap, yaitu perangkap telur nyamuk yang
dapat diletakkan di lingkungan permukiman dan
lingkungan peternakan.

11
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

b. Pengendalian biologi (biological control),


dilaksanakan dengan menggunakan organisme
hidup (predator) dalam pengendalian larva nyamuk,
dapat berupa penaburan ikan, Bacillus thurigiensis,
atau jenis lainnya dan kawat kasa (barrier).
c. Pengendalian Kimiawi
Pengendalian kimiawi merupakan alternatif
terakhir. Pengendalian ini dilakukan apabila
PSN dan pengendalian biologi hasilnya kurang
optimal terhadap penurunan populasi vektor dan
apabila terjadi KLB. Kegiatan pengendalian kimia,
diantaranya:
- Pengasapan (fogging)
- Larvasidasi
- Kelambu berinsektisida
- Insektisida rumah tangga
2. Manajemen lingkungan
Upaya pencegahan dan pengendalian JE melalui
manajemen lingkungan dilakukan dengan cara menjaga
kebersihan lingkungan permukiman dan peternakan.
Lingkungan permukiman harus bebas dari habitat
perkembangbiakan dan tempat peristirahatan nyamuk
penular JE. Lingkungan peternakan harus dibersihkan
setiap hari. Seperti halnya di lingkungan permukiman,
di lingkungan peternakan harus bebas dari habitat
perkembangbiakan nyamuk.
3. Surveilans
Surveilans JE penting dilakukan untuk mendapatkan

12
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

gambaran epidemiologi, besaran masalah penyakit dan


mengidentifikasi daerah risiko tinggi, sehingga dapat
menjadi dasar perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
kegiatan pencegahan dan pengendalian JE.
Tujuan surveilans JE:
a. Menghasilkan informasi gambaran epidemiologi dan
besaran masalah JE sebagai dasar penanggulangan
JE yang cepat dan tepat sehingga dapat disusun
perencanaan yang sesuai dengan permasalahannya.
b. Mendapatkan data distribusi JE menurut orang,
tempat, dan waktu.
c. Mendapatkan gambaran tren JE
d. Melakukan pengamatan kewaspadaan dini (SKD
KLB) dalam rangka mencegah dan menanggulangi
KLB secara dini.
e. Penguatan laboratorium untuk sero diagnosis
Surveilans JE meliputi surveilans kasus dan surveilans
vektor yang dapat dilakukan secara pasif dan aktif.
4. Imunisasi
Strategi yang efektif untuk menurunkan angka insiden
JE adalah pemberian imunisasi. Imunisasi merupakan
intervensi kesehatan masyarakat yang dapat diandalkan.

2.3. HASIL COST EFFECTIVENESS STUDI JE DI INDONESIA


Hasil penelitian cost effectiveness di Provinsi Bali
(publikasi oleh Liu.W dkk tahun 2008) bahwa pemberian
imunisasi Japanese Encephalitis mempunyai potensi dapat

13
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

mencegah 54 kasus JE, 5 kematian dan 1.224 kecacatan


(Disability Adjusted Life Years – DALYs) dengan biaya USD
700 per kasus dan USD 31 per kejadian kecacatan. Hasil
studi ini menunjukkan bahwa imunisasi JE merupakan
sebuah strategi yang sangat cost effective.

2.4. VAKSIN UNTUK IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS.


Vaksin JE yang pertama dibuat adalah inactivated
mouse brain-derived vaccines. Namun dalam
perkembangannnya, WHO position paper tahun 2006
menyatakan bahwa karena alasan keamanan mouse
brain-derived vaccines secara bertahap harus diganti
dengan 3 jenis vaksin JE lain dari generasi yang lebih baru
yang sudah mendapat pre qualification (PQ) dari WHO.
Indonesia akan menggunakan 2 jenis vaksin JE yaitu:
1. Live attenuated vaccines
Virus JE strain SA 14-14-2 produksi dari Chengdu
Institute of Biological Product, dilisensi dan digunakan
secara luas di Cina sejak 1988 dan saat ini banyak
digunakan di negara lain di Asia dan sudah Praquallifikasi
WHO tanggal 9 Oktober 2013.
2. Japanese encephalitis Vaccine (Inactivated).
Japanese Encephalitis Inactivated Vaccine (Human)
(Purified Inactivated Vaccine - Adsorbed) JEEV®.
Produksi dari Biological E Limited, India, dan sudah
prekualifikasi tanggal 12 Juli 2013. Vaksin JE inactivated
ini akan dipakai oleh para dokter anak untuk anak
dengan imunokompromais.

14
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

WHO position paper on JE vaccines bulan Februari


2015 merekomendasikan agar negara yang berisiko tinggi
terhadap JE untuk melakukan introduksi vaksin JE minimal
satu dosis dalam program imunisasi rutin dengan didahului
oleh kampanye Imunisasi JE.
Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI)
juga telah memberikan rekomendasi pada bulan Januari
2016 agar vaksin JE diintroduksi ke dalam program
imunisasi nasional yang dimulai dengan menggunakan
vaksin tersebut sebagai bagian dari catch up campaign di
daerah endemis di Indonesia.

2.5. PENGENALAN VAKSIN JE


Vaksin yang akan digunakan adalah live attenuated
vaccines yang dikenal sebagai vaksin virus SA 14-14-2
diberikan 1 (satu) dosis (0.5 ml) secara suntikan subkutan
pada anak usia 10 bulan.
Bagi anak-anak dengan imunokompromais tidak
dapat diberikan vaksin JE jenis live attenuated tetapi
diberikan imunisasi dengan vaksin jenis Inactivated JE.
Pada tutup vial vaksin terdapat indikator paparan
suhu panas berupa Vaccine Vial Monitor (VVM). Vaksin
yang boleh digunakan hanyalah vaksin dengan VVM
kondisi A atau B.
Vaksin JE live attenuated memiliki kontraindikasi sebagai
berikut:
-- Wanita hamil
-- Riwayat alergi terhadap komponen dari vaksin (gelatin,

15
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

kanamycin, gentamisin)
-- Anak dengan TB aktif yang tidak diobati
-- Otitis media
-- Riwayat kejang selama 12 bulan terakhir, epilepsi
-- Anak dengan gangguan hati, ginjal, dan jantung
-- Anak imunodefisiensi, imunokompromais atau anak
yang sedang menerima terapi imunosupresif (agar
dikonsulkan kepada dokter yang merawat).
Pemberian imunisasi ditunda pada keadaan sebagai
berikut:
- Demam tinggi
- Batuk pilek berat
- Diare berat

Tabel 2. Detail Administrasi Vaksin Japanese Encephalitis


Live Attenuated
Jenis Vaksin Vaksin SA 14-14-2

Kemasan Vial untuk 5 dosis berisi bubuk liofilisasi


Pelarutan Vaksin dilarutkan dengan cairan pelarut yang disediakan.
Setelah pelarutan, warna berubah menjadi merah muda.
Vaksin yang sudah dilarutkan hanya boleh diberikan
dalam waktu 6 jam.
Dosis Satu dosis (0,5 ml) berisi tidak kurang dari 5,4 log PFU
virus hidup JE.
Cara pemberian 1) Vaksin harus digunakan dengan memakai ADS
2) Vaksin disuntik melalui jaringan sub kutan pada paha
atau lengan atas tergantung usia anak
Penyimpanan 1. Vaksin disimpan dan dikirim dalam suhu 2-8oC dan
vial vaksin dan terlindung dari sinar matahari.
pelarut 2. Pelarut dapat disimpan pada suhu ruangan dan
sebelum digunakan disimpan pada suhu 2-8 oC
minimal 12 jam.

16
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

BAB III
PERSIAPAN INTRODUKSI
IMUNISASI JE

Persiapan merupakan salah satu rangkaian kegiatan


penting yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan kegiatan
Introduksi imunisasi dimulai. Tujuan dari persiapan ini adalah
untuk mengidentifikasi dan mempersiapkan hal-hal yang
dibutuhkan agar pelaksanaan Introduksi imunisasi JE dapat
terlaksana dengan baik. Hal-hal yang harus disiapkan/
dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan Introduksi imunisasi
JE meliputi mikroplaning, pembiayaan, pelatihan dan promosi
kesehatan
Sebelum melaksanakan langkah-langkah persiapan,
perlu diketahui tujuan, sasaran, tempat dan waktu serta strategi
pelaksanaan Introduksi imunisasi JE sebagai berikut:
1. Tujuan pelaksanaan introduksi imunisasi JE
a. Tujuan umum:
Menurunkan angka kesakitan akibat penyakit JE
b. Tujuan khusus:
• Mengintegrasikan imunisasi JE kedalam imunisasi
program di daerah endemis.
• Mencapai cakupan imunisasi JE yang tinggi dan merata
di daerah endemis.

17
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

2. Sasaran Pelaksanaan
Sasaran pelaksanaan kegiatan Introduksi imunisasi JE adalah
seluruh anak usia 10 bulan di daerah endemis JE.
3. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
a. Tempat Pelaksanaan
Introduksi imunisasi JE dilaksanakan di daerah endemis
penyakit JE. Pelayanan imunisasi dilakukan di pos-
pos pelayanan imunisasi yang telah ditentukan yaitu:
Posyandu, Polindes, Poskesdes, Puskesmas, Puskesmas
pembantu, Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya.
Khusus kelompok anak dengan imunokompromais,
pemberian Imunisasi JE berkonsultasi dengan dokter
spesialis anak yang merawat. Imunisasi dapat dilakukan
dengan menggunakan jenis vaksin JE inactivated di rumah
sakit.
b. Waktu Pelaksanaan
Introduksi imunisasi JE dilaksanakan segera setelah
kampanye imunisasi JE.
4. Strategi Pelaksanaan
Introduksi imunisasi JE dilakukan segera setelah pelaksanaan
kampanye imunisasi JE. Diperlukan strategi yang efektif untuk
mencapai cakupan imunisasi yang tinggi dan merata.
Seperti halnya imunisasi rutin lainnya, kegiatan ini harus
dilaksanakan berdasarkan pada mikroplaning yang telah
disusun sebelumnya. Daftar anak-anak yang menjadi sasaran

18
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

harus sudah tersedia sebelum dilaksanakan pelayanan


Imunisasi.

3.1 MIKROPLANING
Dalam penyusunan mikroplaning dibutuhkan data-data
sebagai berikut:
1. Jumlah sasaran, yaitu bayi usia 0-11 bulan (Surviving
Infant) yang ada di wilayah kerja masing-masing.
2. Peta wilayah kerja, memuat informasi mengenai batas-
batas wilayah, jumlah sasaran per wilayah, kondisi
geografis (wilayah yang mudah dijangkau dan sulit
dijangkau), dan lokasi pos atau fasilitas pelayanan
imunisasi yang sudah ada seperti Posyandu, Rumah
Sakit, Klinik Dokter Praktik Swasta, Klinik Bidan Praktik
Swasta, serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
3. Inventarisasi peralatan rantai dingin, jumlah dan kondisi
cold chain (untuk penyimpanan dan distribusi vaksin)
yang ada saat ini, serta kekurangannya di tingkat
Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Puskesmas, serta
upaya mengatasi jika terjadi kekurangan.
4. Jumlah pos pelayanan imunisasi, yaitu Posyandu,
Polindes, Poskesdes, Puskesmas, Puskesmas
pembantu, Rumah Sakit, sekolah-sekolah, serta pos
pelayanan imunisasi tambahan termasuk fasilitas
pelayanan kesehatan yang dimiliki oleh LSM dan
fasilitas pelayanan kesehatan swasta lainnya.
5. Jumlah tenaga kesehatan pelaksana imunisasi yang
tersedia, yang terdiri dari dokter, bidan, dan perawat.

19
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

6. Jumlah tenaga pengawas/supervisor


7. Jumlah tenaga kader yang tersedia
8. Jumlah tenaga medis yang tersedia untuk melakukan
penanganan apabila terjadi kasus KIPI, baik dokter
pemerintah (PNS) maupun swasta.
9. Jumlah Rumah Sakit rujukan untuk menangani kasus
KIPI.
Mikroplaning disusun bersama oleh pengelola
program imunisasi, penanggung jawab kegiatan introduksi
imunisasi JE beserta pengelola program lain yang terkait.
Hal-hal yang perlu didiskusikan dan disepakati bersama
yaitu:
1. Waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan:
- Pelatihan bagi petugas kesehatan,
- Pelatihan bagi kader
- Sosialisasi kepada lintas program, lintas sektor dan
komite sekolah
- Pertemuan koordinasi lainnya.
2. Estimasi kebutuhan vaksin dan logistik lainnya serta
rencana pendistribusiannya
3. Rencana pengolahan limbah medis
4. Rencana penanganan dan penatalaksanaan kasus KIPI
3.1.1. Penentuan Sasaran
Penentuan sasaran dalam rangka introduksi imunisasi
JE sama dengan cara menentukan sasaran untuk
pelaksanaan imunisasi rutin lainnya.

20
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Jumlah bayi yang bertahan hidup (Surviving


Infant) dihitung/ditentukan berdasarkan jumlah lahir
hidup dikurangi dengan jumlah kematian bayi. Jumlah
kematian bayi diperoleh dari perhitungan “angka
kematian bayi (AKB) dikalikan dengan jumlah lahir
hidup”.

Surviving Infant (SI) = Jumlah lahir hidup – (AKB x Jumlah lahir hidup)

3.1.2. Perhitungan Kebutuhan Vaksin Dan Logistik


Kebutuhan vaksin dan logistik dihitung berdasarkan
kelompok sasaran masing-masing. Cara perhitungan
kebutuhan vaksin dan logistik dalam rangka pelaksanaan
introduksi JE:
Kebutuhan vaksin JE (5 dosis per vial):
Jumlah sasaran x jumlah pemberian x target cakupan
IP Vaksin (3.5)

Kebutuhan ADS 5 ml = S vaksin JE


Kebutuhan ADS 0,5 ml = S sasaran + 5% sebagai cadangan
Safety box (kemasan isi 100 syringe) = jumlah ADS 5 ml + ADS 0,5 ml
100
3.1.3. Pemetaan Dan Penyusunan Jadwal Kegiatan
Posyandu
Sebelum menyusun jadwal kegiatan masing-masing
posyandu, petugas perlu mengetahui wilayah kerjanya
dengan baik. Puskesmas harus menginventarisasi
desa/kelurahan di wilayahnya berdasarkan tingkat
kesulitannya. Hal ini akan membantu dalam
menentukan strategi pelaksanaan pelayanan imunisasi

21
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

rutin sehingga semua sasaran dapat dijangkau. Setelah


dilakukan pemetaan, tentukan tanggal pelaksanaan
masing-masing posyandu.

3.1.4. Pelatihan
Pelatihan dalam rangka introduksi imunisasi JE dapat
dilaksanakan bersamaan dengan pelatihan kampanye
imunisasi JE dikarenakan materi yang disampaikan
tidak jauh berbeda.

3.1.5. Pembentukan Panitia/Kelompok Kerja Pelaksanaan


Introduksi Imunisasi JE Tingkat Provinsi Dan
Kabupaten/Kota
Panitia/Kelompok Kerja Pelaksanaan Kampanye
imunisasi JE dapat merangkap sebagai Panitia/
Kelompok Kerja Pelaksanaan Introduksi imunisasi JE
karena waktu pelaksanaannya yang beriringan.

3.2 PEMBIAYAAN
Pembiayaan kegiatan Introduksi imunisasi JE ini
bersumber dari APBN (Pusat, Dekonsentrasi dan DAK non
fisik), APBD dan sumber lain yang sah.

3.3 PROMOSI KESEHATAN


Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 74 Tahun 2015 tentang Upaya
Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit,
promosi kesehatan adalah proses untuk memberdayakan

22
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

masyarakat melalui kegiatan menginformasikan,


mempengaruhi dan membantu masyarakat agar berperan
aktif untuk mendukung perubahan perilaku dan lingkungan
serta menjaga dan meningkatkan kesehatan menuju
derajat kesehatan yang optimal.
3.3.1. Strategi Promosi Kesehatan
Untuk menyelenggarakan promosi kesehatan
diperlukan suatu strategi. Strategi dasar
utama promosi kesehatan terdiri dari advokasi
(kebijakan sehat), gerakan pemberdayaan
masyarakat (peningkatan kemampuan
masyarakat), dan kemitraan (bekerja sama
atas dasar prinsip kesetaraan, keterbukaan dan
saling menguntungkan). Pelaksanaan promosi
kesehatan harus didukung dengan metode dan
media yang tepat, data dan informasi yang valid/
akurat, serta sumber daya yang optimal termasuk
sumber daya manusia yang profesional.
a. Advokasi
Advokasi dilakukan kepada para penentu
kebijakan dan pemangku kepentingan guna
mendapatkan dukungan dalam bentuk
kebijakan dan sumber daya yang diperlukan.
Upaya advokasi dilakukan dalam rangka
menggalang komitmen, dukungan yang konkrit
serta partisipasi aktif dari pemimpin daerah
tingkat provinsi (gubernur), pemimpin daerah
tingkat kabupaten/kota (bupati/walikota) dan

23
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

pimpinan serta anggota DPRD tingkat provinsi


dan kabupaten/kota, para pembuat keputusan
dari lintas sektor terkait (seperti Dinas
Pendidikan, Kanwil Kementerian Agama, dll),
tokoh masyarakat, tokoh agama, para ketua
organisasi profesi, organisasi masyarakat,
para pimpinan media cetak dan elektronik lokal,
serta pihak lainnya seperti LSM kesehatan.
Pertemuan-pertemuan advokasi dalam rangka
menggalang komitmen, dukungan yang konkrit
serta partisipasi aktif dari seluruh pihak terkait
(pimpinan daerah, sekolah, tokoh agama,
tokoh masyarakat, ketua TP PKK, organisasi
masyarakat seperti Aisyiyah, Muslimat NU,
Perdhaki, Parisada Hindu Dharma Indonesia
(PHDI), Wanita Hindu Dharma Indonesia
(WHDI) dan organisasi keagamaan lainnya)
dilaksanakan baik di provinsi, kabupaten/kota
maupun puskesmas. Pada saat pertemuan
dijelaskan mengenai tujuan dilaksanakannya
introduksi imunisasi JE dan materi/informasi
terkait pelaksanaannya diberikan kepada
seluruh peserta yang hadir. Kegiatan pertemuan
ini sebaiknya dilaksanakan sebelum dilakukan
penyusunan mikroplaning.
b. Pemberdayaan Masyarakat:
Pemberdayaan masyarakat adalah segala
upaya fasilitasi yang bersifat non instruktif guna

24
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

meningkatkan pengetahuan, dan kemampuan


masyarakat, agar mampu mengidentifikasi
masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki,
merencanakan dan melakukan pemecahannya
dengan memanfaatkan potensi setempat.
Pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk
meningkatkan pengetahuan, menciptakan
kesadaran, kemauan, serta kemampuan
individu, keluarga, dan kelompok masyarakat
dalam rangka meningkatkan kepedulian dan
peran aktif di berbagai upaya kesehatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan.
Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan
dengan cara fasilitasi proses pemecahan
masalah melalui pendekatan edukatif dan
partisipatif. Pemberdayaan masyarakat
dilaksanakan dengan memperhatikan
kebutuhan, potensi, dan sosial budaya
setempat.
Upaya penggerakan masyarakat dapat
dilakukan melalui strategi komunikasi
interpersonal yang baik, didukung oleh media
massa dan kegiatan lainnya yang bertujuan
mensosialisasikan Introduksi imunisasi JE
kepada masyarakat. Tujuan kegiatan mobilisasi
masyarakat ini adalah agar masyarakat sadar
dan mau membawa anaknya yang berusia
10 bulan ke pos pelayanan imunisasi untuk
mendapatkan imunisasi JE.

25
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Dalam rangka melakukan upaya mobilisasi


masyarakat yang efektif, maka harus
ditentukan secara rinci saluran komunikasi apa
saja yang akan dipergunakan (contoh: TV spot,
banner, poster, radio spot, dll) serta apa saja
pesan komunikasi yang akan disampaikan
dan bagaimana cara atau metode untuk
mengkomunikasikan pesan-pesan tersebut.
Sasaran mobilisasi masyarakat dalam rangka
Introduksi imunisasi JE adalah para orang tua,
kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan,
tokoh masyarakat, tokoh agama dan LSM-
LSM setempat. Petugas kesehatan di setiap
tingkatan administrasi bertanggung jawab
dalam memantau proses mobilisasi ini berjalan
sesuai yang diharapkan.
c. Kemitraan
Kemitraan dilaksanakan untuk mendukung
pemberdayaan masyarakat dan advokasi
dalam rangka memelihara dan meningkatkan
kesehatan. Kemitraan dilaksanakan dengan
prinsip kesamaan kepentingan, kejelasan
tujuan, kesetaraan kedudukan, dan
transparansi di bidang kesehatan.

3.3.2. Pendukung Dalam Pelaksanaan Promosi


Kesehatan
Dalam pelaksanaan promosi kesehatan, strategi

26
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

dasar utama tersebut diatas harus diperkuat dengan


(a) Metode dan Media yang tepat, serta tersedianya
(b) Sumber Daya yang memadai.
a. Metode dan Media
Metode yang dimaksud adalah metode
komunikasi, karena pemberdayaan masyarakat
dan advokasi pada prinsipnya adalah proses
komunikasi. Oleh sebab itu perlu ditentukan
metode yang tepat dalam proses tersebut.
Pemilihan metode harus dilakukan secara cermat
dengan memperhatikan kemasan informasinya,
keadaan penerima informasi (termasuk sosial
budayanya), dan hal-hal lain seperti ruang dan
waktu.
Media atau sarana informasi juga perlu dipilih
dengan cermat mengikuti metode yang telah
ditetapkan. Selain itu juga harus memperhatikan
sasaran atau penerima informasi. Bila penerima
informasi tidak bisa membaca misalnya, maka
komunikasi tidak akan efektif jika digunakan
media yang penuh tulisan. Atau jika penerima
informasi hanya memiliki waktu yang sangat
singkat, maka tidak akan efektif jika dipasang
poster yang berisi kalimat terlalu panjang.
b. Sumber daya yang memadai
Sumber daya utama yang diperlukan untuk
pelaksanaan promosi kesehatan dalam kegiatan

27
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Introduksi imunisasi JE adalah tenaga (Sumber


Daya Manusia/ SDM), sarana/peralatan termasuk
media komunikasi, dan dana atau anggaran.
SDM utama untuk pelaksanaan promosi
kesehatan dalam kegiatan Introduksi imunisasi
JE adalah semua petugas puskesmas yang
melayani anak pelayanan imunisasi (dokter,
bidan, dan lain-lain), serta tenaga khusus promosi
kesehatan. Semua petugas puskesmas yang
melayani anak pelayanan imunisasi hendaknya
memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam
komunikasi.
Beberapa sarana/peralatan yang dipakai dalam
kegiatan promosi kesehatan dalam Introduksi
imunisasi JE diantaranya:
a. Media cetak dan elektronik
Tentukan media yang akan digunakan untuk
menyampaikan pesan-pesan komunikasi
mengenai kegiatan Introduksi imunisasi JE.
Contoh: TV spot, radio spot, layanan SMS
gateway, koran, buletin, dll.
b. Media Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE) cetak
Media KIE cetak seperti leaflet, brosur, banner,
poster, spanduk, dan lainnya digunakan untuk
menyampaikan pesan-pesan komunikasi
mengenai kegiatan Introduksi imunisasi JE
kepada masyarakat/orang tua dan sekolah-

28
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

sekolah. Untuk penyampaian pesan kepada


tokoh masyarakat dan tokoh agama dapat
dipilih media KIE yang berisi informasi yang
lebih mendetail, berisi tentang latar belakang,
alasan, serta tujuan dari pelaksanaan Introduksi
imunisasi JE ini.
c. Penggunaan megaphone/loudspeaker
Megaphone atau loudspeaker dapat digunakan
untuk mensosialisasikan Introduksi imunisasi
JE dan mengajak masyarakat untuk membawa
anak-anak yang menjadi kelompok sasaran
agar datang ke pos pelayanan imunisasi dan
mendapatkan imunisasi tersebut. Sosialisasi
menggunakan megaphone/loudspeaker ini
juga dapat dilakukan pada siang atau sore hari
setelah pelayanan di pos pelayanan imunisasi
untuk menjaring sasaran yang tidak datang ke
pos pelayanan imunisasi pada pagi harinya.
d. Kegiatan Pencanangan
Kegiatan pencanangan dilakukan dengan
tujuan untuk memberikan informasi mengenai
kegiatan Introduksi imunisasi JE kepada
masyarakat luas dengan melibatkan pimpinan
daerah, para pembuat keputusan, tokoh
masyarakat, tokoh agama dan lintas sektor
terkait lainnya. Kegiatan pencanangan dapat
dilaksanakan di tingkat provinsi, kabupaten/
kota maupun tingkat kecamatan.

29
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

BAB IV
PELAKSANAAN INTRODUKSI
IMUNISASI JE

4.1 Karakteristik Vaksin JE


Vaksin JE merupakan vaksin dengan serbuk
lyophilized berwarna kuning cerah atau berwarna merah
jambu cerah dan setelah dilarutkan dengan pelarut akan
berwarna orange merah atau merah jambu cerah, berisi
virus hidup yang telah dilemahkan, strain SA 14-14-2.
Dalam penggunaannya, vaksin ini membutuhkan pelarut
atau pengencer. Vaksin ini tersedia dalam kemasan 1 (satu)
dosis per vial, dan 5 (lima) dosis per vial. Di Indonesia, untuk
pelaksanaan introduksi imunisasi rutin akan menggunakan
vaksin JE kemasan 5 (lima) dosis per vial.
Hal-hal penting yang perlu diingat adalah:
1. Vaksin harus disimpan dan didistribusikan pada suhu
2-80C dan harus terlindung dari sinar matahari.
2. Vaksin JE rusak bila terkena paparan suhu beku.
Jangan menyimpan vaksin JE di dalam freezer.
3. Jumlah pelarut yang tersedia jumlahnya sama dengan
vaksin JE.

4.2 Jadwal Pemberian Imunisasi


Pada program imunisasi rutin, vaksin JE diberikan

31
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

pada anak usia 10 bulan dalam imunisasi dasar sehingga


jadwal imunisasi rutin pada daerah endemis JE, menjadi
sebagai berikut:
Usia Anak Jenis Imunisasi
<24 jam Hepatitis HB0
1 bulan BCG, OPV1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, OPV 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, OPV 3
4 bulan DPT-HB-Hib 3, OPV 4 dan IPV
9 bulan Campak/MR
10 bulan Japanese Encephalitis
18 bulan Campak/MR, DPT-HB-Hib
Kelas 1 Campak/ MR, DT
Kelas 2 Td
Kelas 5 Td
Catatan:
Apabila anak belum mendapat imunisasi JE pada usia 10
bulan, maka imunisasi JE masih dapat diberikan sampai
anak berusia 12 bulan.

4.3 Cara Pemberian Vaksin JE


Vaksin JE diberikan secara subkutan dengan dosis 0,5 ml.
4.3.1 Pelarutan Vaksin JE
1. Vaksin hanya boleh dilarutkan ketika sasaran
sudah datang untuk imunisasi.
2. Pelarut harus berasal dari produsen yang
sama dengan vaksin yang digunakan.
3. Pastikan vaksin dan pelarutnya belum
kadaluarsa dan VVM masih dalam kondisi A
atau B.
4. Vaksin dan pelarut harus mempunyai suhu

32
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

yang sama (2 s.d. 8OC). Oleh karena itu pelarut


sudah harus dimasukkan ke dalam vaccine
refrigerator sehari sebelum digunakan.
5. Melarutkan vaksin dengan menggunakan
ADS 5 ml. Satu ADS 5 ml digunakan untuk
melarutkan satu vial vaksin. Jangan menyentuh
jarum ADS dengan jari.
6. Memastikan seluruh cairan pelarut vaksin
terhisap dalam ADS kemudian baru melakukan
pelarutan dengan vaksin kering JE.
7. Masukan pelarut secara perlahan ke dalam
botol vaksin agar tidak terjadi gelembung/
busa.
8. Kocok campuran vaksin dengan pelarut
secara perlahan sampai tercampur rata, hal
ini untuk mencegah terjadinya abses dingin.
9. Vaksin yang sudah dilarutkan hanya boleh
digunakan dalam waktu 6 jam. Catat tanggal
dan waktu pelarutan vaksin pada label vaksin.
10. Pelarutan vaksin berikutnya boleh dilakukan
jika vaksin yang sudah dilarutkan terpakai
habis atau sudah melewati masa pakai (lebih
dari 6 jam).
11. Memperhatikan prosedur aseptik.

33
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

INGAT
• JANGAN MENYIMPAN VAKSIN JE DI DALAM FREEZER.
• HANYA GUNAKAN PELARUT YANG BERASAL DARI
PRODUSEN YANG SAMA
• PADA SAAT AKAN DIGUNAKAN PELARUT MEMILIKI
SUHU YANG SAMA

Vaksin yang sudah dilarutkan harus segera


dibuang jika:
a. Ada kecurigaan vial vaksin yang terbuka telah
terkontaminasi seperti ada sesuatu yang kotor
dalam vial, vial jatuh ke tanah, rubber cap tidak
sengaja tersentuh, dan kontak dengan air.
b. VVM C atau D
c. Waktu pelarutan sudah melebihi 6 jam

4.3.2 Cara Pemberian Vaksin JE


Langkah-langkah dalam melakukan penyuntikan
vaksin JE:
a. Sebelum melakukan pemberian imunisasi
petugas kesehatan pelaksana imunisasi harus
memastikan bahwa anak berada dalam kondisi
yang sehat dan dapat menerima imunisasi JE,
dengan melakukan wawancara pada orang
tua ataupun observasi dengan menggunakan
pertanyaan berikut:

34
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Jawaban
No Pertanyaan
(Ya/Tidak)
1 Apakah anak demam dalam 24
jam terakhir?
2 Apakah anak menderita malnutrisi
berat? (lihat pada grafik tumbuh
kembang anak)
3 Apakah sedang menderita
penyakit infeksi akut (infeksi
bakteri atau virus, infeksi saluran
pernafasan akut, dll)?
4 Apakah sedang menderita infeksi
telinga (sakit atau keluar cairan
dari telinga)?
5 Apakah anak menderita TB tetapi
tidak diobati, sedang batuk terus
menerus dengan atau tanpa
demam?
6 Apakah anak punya riwayat alergi
(alergi obat tertentu)?
7 Apakah anak punya riwayat
kejang?
8 Apakah anak mempunyai gejala
penyakit kuning, hati, jantung,
ginjal?
9 Apakah anak sedang atau
baru saja menerima terapi
imunosupresif (steroid)?
10 Apakah anak dicurigai atau pernah
mengalami hipersensitif terhadap
obat-obatan (gentamycin,
kanamycin)?

35
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Jika semua jawaban ”Tidak” maka anak


dapat diberikan imunisasi JE, namun jika ada
salah satu jawaban ”Ya” maka anak tersebut
dikonsulkan ke dokter.
Dokter yang akan memutuskan apakah anak
tersebut dapat diberikan imunisasi JE atau
tidak.
b. Imunisasi dilakukan dengan menggunakan
alat suntik sekali pakai (auto disable syringe/
ADS) 0,5 ml. Penggunaan alat suntik tersebut
dimaksudkan untuk menghindari pemakaian
berulang jarum sehingga dapat mencegah
penularan penyakit HIV/AIDS, Hepatitis B/C,
dsb.
c. Pengambilan vaksin yang telah dilarutkan
dengan cara memasukkan jarum ke dalam vial
vaksin dan pastikan ujung jarum selalu berada
di bawah permukaan larutan vaksin sehingga
tidak ada udara yang masuk ke dalam semprit.
d. Tarik torak perlahan-lahan agar larutan vaksin
masuk ke dalam spuit dan keluarkan udara
yang tersisa dengan cara mengetuk alat suntik
dan mendorong torak sampai pada skala 0,5
ml, kemudian cabut jarum dari vial.
e. Bersihkan kulit tempat pemberian suntikan
dengan kapas kering sekali pakai atau kapas
yang dibasahi dengan air matang, tunggu
hingga kering. Apabila lengan anak tampak

36
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

kotor diminta untuk dibersihkan terlebih dahulu.


f. Pada anak usia 9-12 bulan, penyuntikan
dilakukan pada paha lateral kanan sedangkan
pada anak usia >12 bulan, penyuntikan
dilakukan pada area deltoid di lengan kanan
atas.
g. Dosis pemberian adalah 0,5 ml diberikan secara
subkutan (sudut kemiringan penyuntikan 45O).
h. Setelah vaksin disuntikkan, jarum ditarik keluar,
kemudian ambil kapas kering baru lalu ditekan
pada bekas suntikan, jika ada perdarahan
kapas tetap ditekan pada lokasi suntikan
hingga darah berhenti.
SUBKUTAN

Gambar 3. Gambar 4. Cara pemakaian ADS dan


Sudut kemiringan penyuntikan memasukkan vaksin kedalam ADS

Gambar 5. Posisi anak saat penyuntikan

37
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

4.4 MANAJEMEN VAKSIN DAN LOGISTIK


4.4.1 Perhitungan Kebutuhan Vaksin dan Logistik
Manajemen stok vaksin yang efektif penting
untuk memastikan jangan sampai vaksin berlebih
maupun kekurangan. Untuk memastikan jumlah
vaksin cukup, stok vaksin harus diperiksa secara
kontinu dan vaksin yang masuk dan keluar dari
tempat penyimpanan harus dicatat.
Dalam menghitung kebutuhan, setiap tingkat
penyimpanan harus menyediakan stok cadangan
yang dapat digunakan apabila terjadi keterlambatan
pengiriman vaksin atau apabila terjadi peningkatan
kebutuhan yang mendadak. Stok vaksin di tingkat
provinsi adalah 2 (dua) bulan ditambah 1 (satu)
bulan cadangan, di tingkat kabupaten/kota yaitu
1 (satu) bulan ditambah 1 (satu) bulan cadangan
dan di tingkat puskesmas adalah 1 (satu) bulan
ditambah 1 (satu) minggu cadangan.
1. Menghitung Indeks Pemakaian
Indeks pemakaian vaksin adalah pemakaian
rata-rata setiap kemasan vaksin, dihitung
dengan rumus dibawah ini:

IP = Jumlah cakupan (angka absolut)


Jumlah vial vaksin yang dipakai

Indeks Pemakaian (standar nasional): 3.5


2. Menghitung Kebutuhan Vaksin

38
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Cara menghitung kebutuhan vaksin JE yaitu:


(Jumlah sasaran x Jumlah Pemberian x Target Cakupan)
Kebutuhan - Sisa Stok
IP Vaksin

Keterangan: Jumlah sasaran: Jumlah


Surviving Infant (Pusdatin)

4.4.2 Distribusi Vaksin dan Logistik


Vaksin dan logistik yang diadakan pusat
didistribusikan ke dinas kesehatan provinsi,
selanjutnya dinas kesehatan provinsi ke dinas
kesehatan kabupaten/kota, dan dinas kesehatan
kabupaten/kota ke puskesmas kemudian ke
pos-pos pelayanan imunisasi lainnya. Tenaga
kesehatan atau tim imunisasi akan mengambil
vaksin JE dan pelarutnya dari puskesmas terdekat.
Vaksin JE dan pelarut didistribusikan ke
pos pelayanan pada hari pelayanan dengan
menggunakan vaccine carrier yang dilengkapi
dengan cool pack (kotak dingin cair). Pelarut juga
harus dimasukan ke dalam vaksin carrier agar
memiliki suhu yang sama dengan vaksin yaitu 2-80
celsius pada saat pelarutan.
Petugas kesehatan pelaksana imunisasi
bertanggung jawab membawa vaccine carrier ke
tempat pelayanan. Saat sesi pelayanan sudah
selesai setiap harinya, petugas bertanggung jawab
mengembalikan vial vaksin yang sudah dipakai
ataupun yang belum terpakai, vaccine carrier dan
safety box yang telah terisi ke puskesmas.

39
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

1. Masukan Cool Pack 2. Masukan vaksin & pelarut 3. Tutup rapat vaccine carrier

Gambar 6. Cara penyimpanan vaksin dalam vaccine carrier


4.4.3 Rantai Vaksin
Vaksin JE merupakan vaksin yang sensitif panas
dan sensitif beku sehingga harus disimpan dan
ditransportasikan pada rentang suhu yang tepat
dari produsen sampai diberikan pada sasaran.
Rantai vaksin adalah sistem yang digunakan
untuk menjaga kualitas vaksin mulai dari produsen
sampai ketika vaksin diberikan pada anak.
1. Memperkirakan Kebutuhan Volume bersih
lemari es untuk penyimpanan vaksin.
2. Peralatan Rantai Vaksin
Manajemen peralatan rantai vaksin yang baik
dan tepat meliputi:
• Melakukan inventarisasi peralatan rantai
vaksin
• Merencanakan dan mengalokasikan
dana untuk perawatan (maintenance) dan
perbaikan
• Merencanakan dan mengalokasikan dana
untuk penggantian peralatan
• Melakukan perawatan peralatan rantai
vaksin secara berkala

40
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

• Mempersiapkan penanggulangan kondisi


kedaruratan
3. Monitoring Suhu
Vaksin JE tergolong akan rusak pada paparan
suhu beku. Vaksin juga akan rusak apabila
terpapar sinar matahari langsung. Penyimpanan
vaksin yang tepat di setiap tingkat penyimpanan
sangat penting untuk menghindari hilangnya
potensi vaksin. Kerusakan potensi vaksin
bersifat permanen. Kerusakan vaksin akan
mengakibatkan kekurangan jumlah vaksin di
suatu wilayah. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam penyimpanan vaksin JE adalah sebagai
berikut:
• Vaksin JE stabil pada suhu 2-8OC dan
mampu bertahan hingga 2 tahun.
• Vaksin JE harus disimpan dan didistribusikan
dalam suhu 2-8OC sampai ke tingkat
pelayanan
• Monitoring suhu dilakukan dua kali sehari,
pagi dan sore termasuk pada hari libur,
segera lakukan tindakan bila terjadi
penyimpangan suhu.
• Perhatikan indikator paparan suhu panas
(Vaccine Vial Monitor/VVM) pada vaksin
(pastikan dalam kondisi A atau B).

41
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Gambar 7. Cara Menilai VVM

4. Penyimpanan dan Pemakaian Vaksin


Penanganan vaksin yang baik membutuhkan
penyimpanan yang tepat. Secara umum,
prinsip-prinsip penyimpanan dan penanganan
vaksin berikut ini harus diperhatikan dalam
mengelola vaksin JE:
• Setiap vial disimpan berdasarkan nomor
batch.
• Perhatikan tanggal kadaluarsa vaksin.
Jangan gunakan vaksin yang sudah
kadaluarsa. Terapkan prinsip vaksin
dengan waktu kadaluarsa lebih cepat maka
digunakan terlebih dahulu (early-expiry-first-
out /EEFO).
• Perhatikan kondisi VVM, vaksin yang dapat
digunakan adalah vaksin yang masih dalam
kondisi baik (A atau B). Vaksin dengan
kondisi VVM B harus digunakan terlebih
dahulu walaupun tanggal kadaluarsa masih
panjang.

42
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Gambar 8. Cara meletakkan vaksin yang sudah dipakai

INGAT
JANGAN MENYIMPAN BENDA SELAIN VAKSIN DAN PELARUTNYA DI
DALAM VACCINE CARRIER

4.5 PENYUNTIKAN YANG AMAN DAN MANAJEMEN


LIMBAH
4.5.1 Penyuntikan Aman
Pelaksanaan imunisasi harus bisa menjamin
bahwa sasaran mendapatkan kekebalan, serta
menghindarkan penyebaran penyakit terhadap
petugas dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan
tersebut, harus diperhatikan beberapa hal dibawah
ini:
1. Selalu menggunakan ADS dalam pelayanan
imunisasi.
2. Jangan menggunakan ADS dengan kemasan
yang telah rusak atau telah melewati tanggal
kadaluarsa.

43
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

3. Jarum suntik habis pakai harus langsung


dibuang ke safety box dengan tanpa menutup
kembali jarum. Jangan meletakkan jarum suntik
di atas meja atau di nampan setelah injeksi.
4. Jangan mengisi safety box sampai terlalu penuh
(hanya boleh diisi ¾)
5. Safety box dibawa kembali ke Puskesmas untuk
dimusnahkan.
6. Pemusnahan safety box yang berisi jarum bekas
dengan dibakar pada incinerator, pembakaran
aman terlindung atau dikubur.
7. Vial vaksin terbuka dibuang ke dalam plastik
khusus limbah medis.
8. Sampah lain (kapas, plastik) dimasukkan
kedalam kantong plastik.
9. Tenaga kesehatan harus mencuci tangan
sebelum dan sesudah melakukan penyuntikan.
Benar Salah

Gambar 9. Penggunaan Safety Box

44
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

INGAT KEAMANAN PENYUNTIKKAN!


• KUMPULKAN ampul/vial vaksin yang kosong dan limbah
lainnya di tempat yang terpisah dan musnahkan secara aman.
• JANGAN menyentuh dan menutup kembali jarum setelah
penyuntikan.
• JANGAN mempersiapkan jarum suntik yang diisi dengan
vaksin sebelum kedatangan anak di tempat pelayanan

4.5.2 Vaksin yang tersisa/wastage


Logistik yang masih tersisa pada akhir sesi
pelayanan yaitu vaksin dan pelarut yang belum
dibuka serta vaksin yang sisa yang telah dibuka
harus dikembalikan ke puskesmas. Hal yang perlu
diperhatikan antara lain:
1. Vaksin dan pelarut yang dikembalikan dan masih
dalam keadaan tertutup (belum digunakan)
harus diberi tanda “K” (Kembali) dan segera
dimasukkan ke dalam refrigerator. Pada hari
pelayanan berikutnya, vaksin tersebut harus
digunakan segera dengan tetap memperhatikan
kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa.
2. Semua sisa vial vaksin JE yang telah dilarutkan
harus disimpan dalam box/plastik tersendiri di
luar refrigerator dan dimusnahkan pada akhir
kegiatan
3. Jangan pernah menyimpan sisa vaksin JE yang
telah dilarutkan di dalam refrigerator untuk
digunakan pada hari pelayanan berikutnya.
Vaksin JE yang telah dilarutkan jangan
digunakan setelah 6 jam pelarutan.

45
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Jumlah vial vaksin bekas

Jumlah vial vaksin yang dibawa ke


+ =
pos pelayanan/sekolah

Jumlah vial vaksin utuh

PENTING
Catat jumlah dosis dan via vaksin yang digunakan

4.5.3 Manajemen Limbah

Limbah tajam (ADS) harus dibuang ke dalam safety


box tanpa ditutup kembali/no recapping. Safety box
harus tahan terhadap tusukan, wadah kedap untuk
pembuangan yang aman dari jarum suntik yang
digunakan dan benda tajam lain yang terkontaminasi.
Safety box harus ditutup bila sudah ¾ penuh dan
disimpan di tempat yang aman, jauh dari jangkauan
anak-anak untuk kemudian dimusnahkan sesuai
dengan standar nasional (Permenkes No. 2 tahun
2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi).

46
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

BAB V
SURVEILANS KEJADIAN
IKUTAN PASCA IMUNISASI

5.1 PENGERTIAN
Vaksin yang digunakan dalam program imunisasi
nasional termasuk vaksin JE sangat aman dan efektif,
namun demikian seiring dengan meningkatnya jumlah
vaksin yang diberikan, menurut Chen dkk (1994) akan
muncul Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI).
KIPI merupakan kejadian medik yang diduga
berhubungan dengan imunisasi. Kejadian ikutan pasca
imunisasi diklasifikasikan serius menurut Uppsala
Monitoring Centre (UMC) apabila kejadian medis akibat
setiap dosis imunisasi yang diberikan, menimbulkan
kematian, kebutuhan untuk rawat inap dan gejala sisa
yang menetap serta mengancam jiwa. Klasifikasi serius
KIPI tidak berhubungan dengan tingkat keparahan (berat
atau ringan) dari reaksi KIPI yang terjadi.

5.2 KEJADIAN IKUTAN PASCA IMUNISASI VAKSIN JE


YANG MUNGKIN TERJADI DAN ANTISIPASINYA
Vaksin JE adalah vaksin yang aman, namun seperti
sifat setiap obat, vaksin juga memiliki reaksi simpang.
Reaksi simpang yang mungkin terjadi adalah reaksi
lokal seperti nyeri, bengkak dan kemerahan di lokasi

47
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

suntikan. Reaksi sistemik berupa sakit kepala, myalgia,


kelelahan, gejala seperti influensa dan mual. Jika reaksi
KIPI tidak menghilang dalam 3 hari, maka orangtua harus
segera membawa anak ke Puskesmas yang memberikan
pelayanan imunisasi.
KIPI yang terkait kesalahan prosedur dapat terjadi,
untuk itu persiapan sistem pelayanan imunisasi yang
terdiri dari petugas pelaksana yang kompeten (memiliki
pengetahuan cukup, trampil dalam melaksanakan
imunisasi dan memiliki sikap profesional cukup sebagai
tenaga kesehatan), peralatan yang lengkap dan petunjuk
teknis yang jelas, harus disiapkan dengan maksimal.
Kepada semua jajaran yang masuk dalam sistem ini harus
memahami petunjuk teknis yang diberikan.
Berdasarkan information sheet WHO tentang
observed rate of vaccine reactions Japanese Encephalitis
Vaccine (Januari 2016), beberapa reaksi yang dapat
terjadi setelah imunisasi JE seperti reaksi lokal di lokasi
suntikan (pada anak usia 9 – 23 bulan), demam, muntah,
menangis berlebihan, tidak nafsu makan, iritabilitas. Tidak
ada peningkatan risiko alergi yang dilaporkan pada vaksin
ini.
Tabel 3. Reaksi Yang Dapat Terjadi Setelah Imunisasi JE
Jenis Reaksi Rate/ dosis
Reaksi lokal di lokasi suntikan 40 – 44 per 100 dosis
JE Live Demam, muntah, menangis,
attenuated mengantuk, tidak nafsu 45 – 53 per 100 dosis
SA-14-14-2 makan dan iritabilitas
Reaksi hipersensitif Tidak dilaporkan

48
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

KIPI yang tidak terkait dengan vaksin atau koinsiden


harus diwaspadai. Untuk itu penapisan status kesehatan
anak yang akan diimunisasi harus dilakukan seoptimal
mungkin. Apabila diperlukan, catat data anak yang status
kesehatannya meragukan, untuk digunakan sebagai
kelengkapan data apabila kemungkinan terjadi KIPI.
5.3 MEKANISME PEMANTAUAN DAN PENANGGULANGAN
KIPI
Pemantauan kasus KIPI pada dasarnya terdiri dari
penemuan, pengobatan atau perawatan jika diperlukan,
pelacakan, analisis kejadian, tindak lanjut dan evaluasi
sebagaimana yang digambarkan dalam skema penemuan
kasus KIPI sampai pelaporan. Pemantauan KIPI yang
efektif melibatkan:
1. Masyarakat/orangtua/kader atau petugas kesehatan
di lapangan bertugas melaporkan apabila ditemukan
dugaan KIPI kepada petugas kesehatan puskesmas
setempat.
2. Supervisor di puskesmas dan kabupaten/kota
melengkapi laporan kronologis.
3. Pokja KIPI kabupaten/kota dapat menilai laporan
tersebut berdasarkan etiologi lapangan klasifikasi KIPI.
4. Komda/Komnas PP KIPI menerima laporan KIPI dari
provinsi (online/offline) kemudian melakukan kajian
serta rekomendasi.
5. Badan POM bertanggungjawab terhadap mutu dan
keamanan vaksin.

49
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Kejadian ikutan pasca imunisasi yang meresahkan


dan menimbulkan perhatian berlebihan masyarakat, harus
segera direspons, diinvestigasi dan laporannya segera
dikirim langsung kepada Kementerian Kesehatan cq. Sub
Direktorat Imunisasi/Komnas PP-KIPI atau melalui WA
grup Komda KIPI – focal point, email: komnasppkipi@
gmail.com dan data_imunisasi@yahoo.com; website:
www.keamananvaksin.com.

Masyarakat akan melaporkan adanya KIPI ke


Puskesmas, UPS atau RS. Selanjutnya UPS akan
melaporkan ke Puskesmas, sementara Puskesmas dan
RS melaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Untuk kasus diduga KIPI serius maka Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota akan melakukan konfirmasi kebenaran
kasus diduga KIPI serius tersebut berkoordinasi dengan
Pokja KIPI/Dinas Kesehatan kabupaten/kota atau dengan
Komda PP-KIPI/Dinas Kesehatan Provinsi. Kemudian
bila perlu dilakukan investigasi, maka Dinas Kesehatan
Provinsi akan berkoordinasi dengan Komda PP-KIPI dan
Balai Besar POM Provinsi serta melaporkan ke dalam
website keamanan vaksin untuk dilakukan kajian oleh
Komite independen (Komnas dan/atau Komda PP-KIPI).

50
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Hal tersebut dapat dilihat pada skema dibawah ini.

Gambar 10. Skema Penemuan Kasus KIPI sampai Pelaporan

51
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)
Gambar 1. Alur pelaporan dan pelacakan KIPI Serius

Menteri Kesehatan

Komnas PP-KIPI Ditjen PP & PL BPOM


Cq. Subdit Imunisasi
Produsen
Vaksin
Website Keamanan Vaksin

Komda PP-KIPI Dinas Kesehatan Balai POM


Provinsi

Dinas Kesehatan Rumah Sakit


Kabupaten/Kota

Puskesmas
Memberikan laporan
Mengirimkan laporan
Pelacakan
Masyarakat
Koordinasi

Gambar 11. Alur Pelaporan dan Pelacakan KIPI Serius

5.4 KURUN WAKTU PELAPORAN KIPI


Untuk mengetahui hubungan antara imunisasi
dengan KIPI diperlukan pencatatan dan pelaporan dengan
keterangan rinci semua reaksi simpang yang timbul setelah
pemberian imunisasi yang merupakan kegiatan dari
surveilans KIPI. Data yang diperoleh dipergunakan untuk
menganalisis kasus dan mengambil kesimpulan. Pelaporan
KIPI dilaksanakan secara bertahap dan berjenjang.
Pada keadaan KIPI yang menimbulkan perhatian
berlebihan/meresahkan masyarakat atau laporan kasus
yang masih membutuhkan kelengkapan data, maka
laporan satu kasus KIPI dapat dilaporkan beberapa kali
pada masing-masing tingkat pelaporan sampai laporan
memenuhi kelengkapan tersebut.

52
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Pelaporan dibuat secepatnya sehingga keputusan


dapat dipakai untuk tindakan penanggulangan. Kurun
waktu pelaporan dapat mengacu pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. Kurun waktu pelaporan berdasarkan
jenjang administrasi penerima laporan

Kurun waktu
Jenjang Administrasi
diterimanya laporan
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/ 24 jam dari saat penemuan kasus
Pokja KIPI
Dinas Kesehatan Provinsi/Komda 24 - 72 jam dari saat penemuan
PP-KIPI kasus
Sub Direktorat Imunisasi/Komnas 24 jam – 7 hari dari saat penemuan
PP-KIPI kasus

Perbaikan mutu pelayanan diharapkan sebagai tindak


lanjut dan umpan balik setelah didapatkan kesimpulan
penyebab berdasarkan hasil investigasi kasus KIPI.

5.5 PELACAKAN KIPI


Pelacakan kasus diduga KIPI mengikuti standar
prinsip pelacakan yang telah ditentukan, dengan
memperhatikan kaidah pelacakan kasus, vaksin, teknik
dan prosedur imunisasi serta melakukan perbaikan
berdasarkan temuan yang didapat.

53
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Tabel 5. Langkah-langkah dalam pelacakan KIPI

LANGKAH TINDAKAN
Pastikan informasi • Dapatkan catatan medik anak (atau catatan klinis
pada laporan lain)
• Periksa informasi tentang anak dari catatan medik
dan dokumen lain
• Isi setiap kelengkapan yang kurang dari formulir
laporan KIPI
• Tentukan informasi dari kasus lain yang dibutuhkan
untuk melengkapi pelacakan

Lacak dan Tentang anak


Kumpulkan data • Kronologis imunisasi saat ini yang diduga
menimbulkan KIPI
• Riwayat medis sebelumnya, termasuk riwayat
imunisasi sebelumnya dengan reaksi yang sama
atau reaksi alergi yang lain
• Riwayat keluarga dengan kejadian yang sama

Tentang kejadian
• Kronologis, deskripsi klinis dan setiap hasil
laboratorium yang relevan dengan KIPI dan
penegakan diagnosis dari kejadian ikutan
• Tindakan yang didapatkan, apakah dirawat inap/
jalan dan bagaimana hasilnya

Tentang vaksin yang diduga menimbulkan KIPI:


• Prosedur pengiriman vaksin, kondisi penyimpanan,
keadaan vaccine vial monitor, dan catatan suhu
pada lemari es.

Tentang kondisi anak lainnya yang mendapat vaksin


yang sama:
• Adakah anak lain yang mendapat imunisasi dari
vaksin dengan nomor batch yang sama dan
menimbulkan gejala yang sama
• Evaluasi pelayanan imunisasi

54
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

5.6 PENGENALAN DAN PENANGANAN ANAFILAKTIK


Reaksi anafilaktik adalah KIPI paling serius yang
juga menjadi risiko pada setiap pemberian obat atau
vaksin. Tatalaksananya harus cepat dan tepat mulai dari
penegakkan diagnosis sampai pada terapinya di tempat
kejadian, dan setelah stabil baru dipertimbangkan untuk
dirujuk ke RS rujukan terdekat. Setiap petugas pelaksana
imunisasi harus sudah kompeten dalam menangani reaksi
anafilaktik.
Reaksi anafilaktik adalah reaksi hipersensitifitas
generalisata atau sistemik yang terjadi dengan cepat
(kurang dari 5 - 30 menit sesudah suntikan) serius dan
mengancam jiwa. Jika reaksi tersebut cukup hebat dapat
menimbulkan syok yang disebut sebagai syok anafilaktik.
Syok anafilaktik membutuhkan pertolongan cepat dan
tepat.
Gambaran atau gejala klinik suatu reaksi anafilaktik
berbeda-beda sesuai dengan berat-ringannya reaksi
antigen-antibodi atau tingkat sensitivitas seseorang,
namun pada tingkat yang berat berupa syok anafilaktik
gejala yang menonjol adalah gangguan sirkulasi dan
gangguan respirasi.
Reaksi anafilaktik biasanya melibatkan beberapa
sistem tubuh, tetapi ada juga gejala-gejala yang terbatas
hanya pada satu sistem tubuh (contoh: gatal pada kulit)
juga dapat terjadi.
Tanda awal anafilaktik adalah kemerahan (eritema)

55
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

menyeluruh dan gatal (urtikaria) dengan obstruksi jalan


nafas atas dan/atau bawah. Pada kasus berat dapat terjadi
keadaan lemas, pucat, hilang kesadaran dan hipotensi.
Petugas sebaiknya dapat mengenali tanda dan gejala
anafilaktik. Pada dasarnya makin cepat reaksi timbul,
makin berat keadaan penderita.
Penurunan kesadaran jarang sebagai manifestasi
tunggal anafilaktik, ini hanya terjadi sebagai suatu kejadian
lambat pada kasus berat. Denyut nadi sentral yang kuat
(contoh: karotis) tetap ada pada keadaan pingsan, tetapi
tidak pada keadaan anafilaktik. Gejala anafilaktik dapat
terjadi segera setelah pemberian imunisasi (reaksi cepat)
atau lambat seperti diuraikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 6. Tanda dan Gejala Anafilaktik

Perjalanan Klinis Tanda dan gejala anafilaktik


Cepat, tanda 1. Gatal pada kulit, kemerahan (rash) dan bengkak
peringatan awal sekitar lokasi suntikan
2. Pusing, rasa hangat
3. Pembengkakan yang tidak sakit pada bagian tubuh
seperti: muka atau mulut.
4. Muka kemerahan, kulit gatal, hidung tersumbat,
bersin, mata berair.
5. Suara serak, mual, muntah
6. Pembengkakan pada kerongkongan, sulit bernafas,
nyeri perut

Lambat, gejala Nafas berbunyi mengi (wheezing), nafas berbunyi


mengancam jiwa seperti ngorok, sulit bernafas, pingsan, tekanan darah
rendah, denyut nadi lemah dan tidak teratur (irregular)

56
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Sekali diagnosis ditegakkan, maka harus diingat


bahwa anak berpotensi untuk menjadi fatal tanpa
menghiraukan berat ringannya gejala yang muncul. Mulai
tangani anak dengan cepat dan pada saat yang sama buat
rencana untuk merujuk anak ke rumah sakit dengan cepat.
Pemberian epinefrin (adrenalin) akan merangsang jantung
dan melonggarkan spasme pada saluran nafas serta
mengurangi edema dan urtikaria. Tetapi epinefrin dapat
menyebabkan denyut jantung tidak teratur, gagal jantung
(heart failure), hipertensi berat dan nekrosis jaringan jika
dosis yang dipergunakan tidak tepat.

Petugas harus terlatih dalam penanganan anafilaktik,


memiliki kesiapan kit anafilaktik yang lengkap untuk
tatalaksana reaksi anafilaktik dan memiliki akses yang
cepat untuk merujuk anak.

Langkah-langkah awal penanganan:


a. Airway: membebaskan jalan nafas. Jika anak tidak
sadar, tempatkan anak pada posisi tidur terlentang
atau berbaring dengan leher hiperekstensi dan kedua
tungkai diangkat (diganjal dengan bantal). Pastikan
jalan nafas lancar dengan menghisap lendir (suction),
tahan lidah agar tidak jatuh ke belakang.
b. Breathing: berikan oksigen 2 – 4 l/m melalui nasal
kanul
c. Circulation: Nilai frekuensi denyut jantung dan
frekuensi pernafasan. Kemudian mulai lakukan
resusitasi kardiopulmonal sesuai keadaan.

57
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

d. Drug:
• Berikan epinefrin 1:1000 (0,2 ml untuk anak usia
<6 tahun) secara intramuskular pada paha yang
berlawanan dengan lokasi penyuntikan. Epinefrin
dapat diulangi 5-15 menit. Dosis ulangan umumnya
diperlukan karena lama kerja epinefrin cukup
singkat.
• Beri setengah dosis tambahan di sekitar lokasi
suntikan (untuk memperlambat absorsi antigen)
e. Jika anak sadar sesudah pemberian epinefrin, letakkan
kepalanya lebih rendah dari pada kaki dan jaga anak
dengan suhu tetap hangat.
f. Kemudian pasang infus dengan menggunakan cairan
NaCl 0,9% berikan dosis pemeliharaan (maintenance)
sebanyak 80 - 100 ml/kg BB/24 jam, maksimal cairan
yang diberikan 1.500 ml/24 jam. Pemberian cairan
infus sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah
kembali optimal dan stabil.
g. Jangan meninggalkan anak sendirian. Setelah suntikan
pertama epinefrin atau sesegera mungkin panggil
tenaga kesehatan lain yang ada kemudian panggil
ambulan atau alat angkutan untuk transportasi ke RS
rujukan terdekat.
h. Lihat respon bayi atau anak. Jika ada perbaikan maka
bayi atau anak akan kembali sadar, aktif, menangis dan
denyut nadi teraba kuat. Jika kondisi anak tidak ada
perbaikan dalam 5-15 menit setelah suntikan pertama,
ulangi pemberian dosis epinefrin, sampai maksimum

58
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

total tiga dosis. Penyembuhan syok anafilaktik


umumnya cepat sesudah pemberian epinefrin.
i. Catat tanda-tanda vital (kesadaran, frekuensi denyut
jantung, frekuensi pernafasan, denyut nadi) setiap
waktu dan catat dosis setiap pengobatan yang
diberikan. Pastikan catatan detail tersebut juga dibawa
bersama anak ketika dirujuk.
j. Tandai catatan imunisasi dengan jelas, sehingga anak
tersebut tidak boleh lagi mendapatkan jenis vaksin
tersebut.

Isi dari Kit Anafilaktik terdiri dari :


• Satu ampul epinefrin 1 : 1000
• Satu spuit 1 ml
• Satu infus set
• Satu jarum infus: untuk bayi dan anak

59
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Algoritme Penanganan syok anafilaktik pasca imunisasi terdapat


Algoritme Penanganan syok anafilaktik pasca imunisasi terdapat pada bagan di
pada bagan di bawah ini:
bawah ini:

Reaksi Anafilaktik?

1
NILAI Airway, Breathing, Circulation

Diagnosis – cari tanda – tanda:


• Onset penyakit terjadi secara akut/mendadak
• Gangguan jalan nafas dan atau pernafasan dan atau sirkulasi
yang mengancam jiwa
• Dan biasanya disertai perubahan pada kulit

Secara Simultan

CARI BANTUAN! 2
EPINEFRIN ELEVASI!
• Hubungi 118 • Segera injeksikan Epinefrin 1:1000 Intra Muskular • Baringkan pasien terlentang,
(ambulans) atau RS pada mid-anterolateral paha. posisi hiperekstensi
terdekat • Dosis: 0,01 mg/kg BB (sediaan ampul 1mg/ml) • Naikkan kaki pasien ke atas
• Maksimal dosis 0,3 ml per kali pemberian JANGAN BIARKAN PASIEN
DUDUK/BERDIRI!

Observasi!
Ulangi epinefrin 5-15 menit kemudian apabila belum
ada perbaikan (maksimal 3 kali pemberian)

OKSIGEN!
3
INTRAVENA! RJP!
• Bila tersedia, • Pasang infus. • Disetiap saat, apabila perlu,
berikan Oksigen 2- • Berikan NaCl 0,9% atau RL sebanyak 20 ml/kgBB lakukan Resusitasi Jantung Paru
5 liter/menit pada 5 – 10 menit pertama (RJP) dengan kompresi jantung
melalui nasal kanul • Dapat diulang sampai total maksimal 3 kali yang kontinyu (Anak: 100
pemberian x/menit, kedalaman 4 – 5 cm)

Monitor!
• Nilai dan catat KESADARAN dan TANDA VITAL
• OKSIGENISASI setiap 5-15 menit sesuai kondisi pasien
• Observasi 1-3 x 24 jam atau rujuk ke RS terdekat

60
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Keterangan:

1Keadaan yang mengancam jiwa:


Airway/jalan nafas: bengkak, suara serak, stridor
Breathing/pernafasan: napas cepat, mengi, sianosis,
Circulation/sirkulasi: pucat, telapak tangan dan kaki dingin serta berkeringat, tekanan
darah rendah, pingsan, koma

2Epinefrin 3Cairaninfus IV:


(berikan secara IM)
Dosis epinefrin 1:1000 adalah 0,01 mg/kg BB secara IM (diulang 5 Anak: NaCl 0,9% atau RL 20
setiap 5 - 15 menit apabila tidak ada perbaikan) ml/kgBB

Maksimal dosis 0,3 ml per kali pemberian

Rencana Tindak Lanjut


Rencana Tindak Lanjut
• Mencatat penyebab reaksi anafilaktik di rekam medis serta
• Mencatat penyebab reaksi anafilaktik di rekam medis serta
memberitahukan kepada anak dan keluarga
memberitahukan kepada anak dan keluarga
• Jangan memberikan vaksin yang sama pada imunisasi berikutnya
• Jangan memberikan vaksin yang sama pada imunisasi
berikutnya

BAB VI

61
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dan evaluasi dalam kegiatan introduksi


imunisasi JE harus merupakan bagian dari kegiatan rutin yang
dilakukan bersamaan dengan kegiatan imunisasi rutin lainnya.
Kegiatan ini menjadi salah satu fungsi penting dalam manajemen
program. Petugas kesehatan dapat menjaga agar masing-
masing kegiatan sejalan dengan ketentuan program melalui
monitoring dan evaluasi.

6.1 MONITORING
Monitoring adalah suatu kegiatan pemantauan
untuk mengetahui pencapaian kemajuan program
imunisasi apakah program yang sudah dilaksanakan
seperti yang direncanakan, termasuk kendala dan
hambatan yang dialami. Pelaksanaan monitoring dalam
introduksi imunisasi JE dapat dilakukan secara rutin
(harian, mingguan dan bulanan) maupun periodik (waktu
tertentu sesuai kebutuhan dengan tujuan tertentu) yang
berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan operasional
seperti pencapaian cakupan imunisasi, penggunaan dana,
penggunaan waktu, dan sumber daya lain. Pelaksanaan
monitoring harus dilakukan secara berjenjang pada semua
tingkatan administrasi meliputi tingkat pusat, provinsi,
kabupaten dan puskesmas.

63
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Monitoring berkaitan erat dengan pelaporan, karena


melibatkan pengumpulan data, pengolahan, analisis data
dan penyajian hasil berupa informasi yang dibutuhkan
dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

Beberapa alat pemantauan untuk pelaksanaan


introduksi JE yang harus dimiliki, diketahui dan dipahami
oleh petugas imunisasi yaitu:
a. Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
b. Supervisi Supportif (SS)
c. Data Quality Self-assessment (DQS)
d. Effective Vaccine Management (EVM)

6.2 EVALUASI

Evaluasi pada introduksi vaksin baru meliputi:

a. Pertemuan evaluasi untuk membahas pelaksanaan


kegiatan, termasuk didalamnya adalah hambatan
pelaksanaan, dukungan, dan hasil cakupannya.
Pertemuan evaluasi ini bisa dilakukan satu kali dalam
setahun atau dalam periode waktu tertentu sesuai
dengan kebutuhan. Semakin cepat evaluasi dilakukan,
maka semakin cepat ditemukan hambatan dan tindak
lanjut penyelesaian masalahnya, sehingga target
cakupan dapat dicapai.

b. Post Introduction Evaluation (PIE), dilakukan dengan


mengumpulkan data di lapangan, baik di masyarakat
langsung maupun di institusi kesehatan seperti

64
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

puskesmas dan Dinas Kesehatan untuk mengetahui


semua langkah-langkah yang diambil dalam melakukan
introduksi vaksin baru, pencapaian hasil, hambatan,
tanggapan dan keikutsertaan masyarakat dalam
introduksi vaksin JE ini. Pelaksanaan PIE dilakukan
minimal enam bulan setelah pelaksanaan kegiatan
introduksi vaksin baru oleh tim independen.

65
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

LAMPIRAN

66
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Lampiran 1
Lampiran 1

CEKLIST SUPERVISI INTRODUKSI IMUNISASI JE


TINGKAT PUSKESMAS
(SEBELUM PELAKSANAAN)

Nama Supervisor : Tanggal :


Provinsi : PKM :
Kab/Kota :

HASIL
NO KEGIATAN OBSERVASI KETERANGAN
YA TIDAK
PERENCANAAN
1. Mikroplaning
- Perhitungan dan pendataan
sasaran
- Perhitungan kebutuhan vaksin dan
logistik
- Perhitungan tenaga pelaksana
- Pemetaan dan penyusunan jadwal
kegiatan
2. Pelatihan Petugas
Pelatihan/sosialisasi kepada kader
3.
dan petugas pendukung lainnya
4. Pembentukan panitia/pokja
5. Ketersediaan dana
KOORDINASI DAN KOMUNIKASI
1. Rapat koordinasi dengan LS/LP
2. Ketersediaan media KIE
Ketersediaan buku petunjuk teknis
3.
pelaksanaan introduksi imunisasi JE
Rencana sosmob (medsos, sms,
4.
whatsapp,dll)
Pemantauan terhadap hasil sosmob:
Masyarakat mengetahui target/umur
sasaran, waktu dan tempat
pelaksanaan introduksi imunisasi JE
5. *tanya ke 3-5 orang

67
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

KOMITMEN KEPALA DAERAH (WALIKOTA/ BUPATI/ CAMAT/ LURAH/ KEPALA


DESA)
Keterlibatan Walikota/Bupati/Camat/
1. Lurah/Kepala Desa dalam
menggerakkan masyarakat
- Surat edaran
- Penyediaan anggaran
Rencana Pencanangan introduksi
2.
imunisasi JE
VAKSIN DAN LOGISTIK
Ketersediaan vaksin dan logistik
1. (vaksin MR, ADS, Safety Box,
Anafilaktik Kit, Pen marker)
Jumlah vaksin dan ADS sesuai
2.
dengan jumlah sasaran
Rencana pendistribusian vaksin dan
3.
logistic
Kapasitas cold chain memadai
4. (Vaccine Refrigerator, Cold
Box,Vaccine Carrier, Cool Pack)
Cold chain (Vaccine Refrigerator, Cold
Box, Vaccine Carrier dan Cool Pack)
5.
dalam kondisi baik, berfungsi dan
terpantau secara teratur
Tersedia kendaraan untuk
6. pendistribusian vaksin dan logistik ke
pos pelayanan
7. Rencana pengelolaan limbah medis
MONITORING DAN EVALUASI
Tersedia format pencatatan dan
1. pelaporan (Hasil pelaksanaan dan
KIPI)
Rencana pendistribusian format
2.
pencatatan dan pelaporan
Rencana pelaksanaan supervisi/
monitoring dan evaluasi (nama, lokasi
3.
dan tanggal pelaksanaan) pra-
pelaksanaan
Rencana pelaksanaan supervisi/
monitoring dan evaluasi pada saat
4.
pelaksanaan dan paska pelaksanaan
(RCA)

68
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)
Lampiran 2

Lampiran 2

CEKLIST SUPERVISI INTRODUKSI IMUNISASI JE


TINGKAT KABUPATEN
(SEBELUM PELAKSANAAN)

Nama Supervisor : Tanggal :


Provinsi :
Kab/Kota :

HASIL
NO KEGIATAN OBSERVASI RTL
YA TIDAK
PERENCANAAN
1. Mikroplaning
- Perhitungan sasaran
- Perhitungan kebutuhan vaksin dan
logistik
- Perhitungan tenaga pelaksana
- Pemetaan dan penyusunan jadwal
kegiatan
2. Pelatihan Petugas
3. Pembentukan panitia/pokja
4. Ketersediaan dana
KOORDINASI DAN KOMUNIKASI
1. Rapat koordinasi dengan LS/LP
2. Ketersediaan media KIE
Ketersediaan buku petunjuk teknis
3.
pelaksanaan introduksi imunisasi JE
KOMITMEN KEPALA DAERAH (WALIKOTA/ BUPATI/ CAMAT/ LURAH/ KEPALA
DESA)
Keterlibatan Walikota/Bupati/Camat/
1. Lurah/Kepala Desa dalam
menggerakkan masyarakat
- Surat edaran
- Penyediaan anggaran
Rencana Pencanangan introduksi
2.
imunisasi JE

69
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

VAKSIN DAN LOGISTIK


Ketersediaan vaksin dan logistik
1. (vaksin JE, ADS, Safety Box,
Anafilaktik Kit, Gentian Violet)
Jumlah vaksin dan ADS sesuai
2.
dengan jumlah sasaran
Rencana pendistribusian vaksin dan
3.
logistic
Kapasitas cold chain memadai
4. (Vaccine Refrigerator, Cold
Box,Vaccine Carrier, Cool Pack)
Cold chain (Vaccine Refrigerator,
Cold Box, Vaccine Carrier dan Cool
5.
Pack) dalam kondisi baik, berfungsi
dan terpantau secara teratur
Tersedia kendaraan untuk
6.
pendistribusian vaksin dan logistik
7. Rencana pengelolaan limbah medis
MONITORING DAN EVALUASI
Tersedia format pencatatan dan
1. pelaporan (Hasil pelaksanaan dan
KIPI)
Rencana pendistribusian format
2.
pencatatan dan pelaporan
Rencana pelaksanaan supervisi/
monitoring dan evaluasi (nama, lokasi
3.
dan tanggal pelaksanaan) pra-
pelaksanaan
Rencana pelaksanaan supervisi/
monitoring dan evaluasi pada saat
4.
pelaksanaan dan paska pelaksanaan
(RCA)

70
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Lampiran 3
Lampiran 3

CEKLIST SUPERVISI INTRODUKSI IMUNISASI JE


TINGKAT PROVINSI
(SEBELUM PELAKSANAAN)

Nama Supervisor : Tanggal :


Provinsi :

HASIL
NO KEGIATAN OBSERVASI RTL
YA TIDAK
PERENCANAAN
1. Mikroplaning
- Perhitungan sasaran

- Perhitungan kebutuhan vaksin dan


logistik

- Perhitungan tenaga pelaksana

- Pemetaan dan penyusunan jadwal


kegiatan
2. Pelatihan Petugas
3. Pembentukan panitia/pokja
4. Ketersediaan dana
KOORDINASI DAN KOMUNIKASI
1. Rapat koordinasi dengan LS/LP
2. Ketersediaan media KIE
Ketersediaan buku petunjuk teknis
3.
pelaksanaan introduksi imunisasi JE
KOMITMEN KEPALA DAERAH (WALIKOTA/ BUPATI/ CAMAT/ LURAH/ KEPALA
DESA)

Keterlibatan Walikota/Bupati/Camat/
1. Lurah/Kepala Desa dalam
menggerakkan masyarakat
- Surat edaran
- Penyediaan anggaran
Rencana Pencanangan Introduksi
2.
Imunisasi JE

71
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

VAKSIN DAN LOGISTIK


Ketersediaan vaksin dan logistik
1. (vaksin JE, ADS, Safety Box,
Anafilaktik Kit, Gentian Violet)
Jumlah vaksin dan ADS sesuai
2.
dengan jumlah sasaran
Rencana pendistribusian vaksin dan
3.
logistik
Kapasitas cold chain memadai
4. (Vaccine Refrigerator, Cold
Box,Vaccine Carrier, Cool Pack)
Cold chain (Vaccine Refrigerator,
Cold Box, Vaccine Carrier dan Cool
5.
Pack) dalam kondisi baik, berfungsi
dan terpantau secara teratur
Tersedia kendaraan untuk
6.
pendistribusian vaksin dan logistik
7. Rencana pengelolaan limbah medis
MONITORING DAN EVALUASI
Tersedia format pencatatan dan
1. pelaporan (Hasil pelaksanaan dan
KIPI)
Rencana pendistribusian format
2.
pencatatan dan pelaporan
Rencana pelaksanaan supervisi/
monitoring dan evaluasi (nama, lokasi
3.
dan tanggal pelaksanaan) pra-
pelaksanaan
Rencana pelaksanaan supervisi/
monitoring dan evaluasi pada saat
4.
pelaksanaan dan paska pelaksanaan
(RCA)

72
Lampiran 4.
REGISTRASI IMUNISASI DAN BADUTA

Kode P- 1 2 3 4 4 5 6 6 7 7 Bulan
Lampiran 4.

Puskesmas Tahun

Desa

HB HB BCG/ DPT-HB- DPT-HB-


Tanggal Nama Ibu/ Alamat DPT-HB- Campak1/ DPT-HB- Campak 2/
No Nama Anak Umur <24 1-7 OPV Hib2/OPV Hib3/OPV IPV JE IDL
lahir Bapak (RT/RW) Hib1/OPV2 MR Hib4 MR
jam hr 1 3 4

73
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)
Cara Pengisian

Cara Pengisian dan


Kolom Kolom Cara Pengisian dan Pengertian
Pengertian
Kolom 1 Cukup jelas Kolom 7-14 Cukup jelas
Kolom 2 Cukup jelas Kolom 15 Pemberian imunisasi JE pada bayi minimal usia 10 bulan
s.d. sebelum bayi berusia 1 tahun
Kolom 3 Cukup jelas Kolom 16-18 Cukup jelas
Kolom 4 Cukup jelas
Kolom 5 Cukup jelas
Kolom 6 Cukup jelas

74
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)
Lampiran 5.
LAPORAN BULANAN IMUNISASI (TINGKAT PUSKESMAS)
Jml Poskesdes/ bidan
Kode P- 1 2 3 4 4 5 6 6 7 7 Bulan Jml. PP
desa
Lampiran 5.

Jml
Puskesmas Tahun Jml melapor
melapor

Hasil Imunisasi Bayi (0-11 bulan)


Sasaran Sasaran
Bayi Bayi Infant HB0 1-7 DPT-HB-Hib DPT-HB-Hib DPT-HB-Hib
NO Desa HB0 <24 jam BCG Polio 1 Polio 2 Polio 3
Hari 1 2 3

L P Jml L P Jml L P Jml L P Jml L P Jml L P Jml L P Jml L P Jml L P Jml L P Jml L P Jml

75
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35

2
Sambungan

6
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

....
LAPORAN BULANAN IMUNISASI (lanjutan)
Hasil Imunisasi Lanjutan
Hasil Imunisasi Bayi (0-11 bulan) Hasil Imunisasi WUS
Sasaran BADUTA
Sasaran
Imunisasi BADUTA Campak 2/
Polio 4 IPV Campak/MR JE DPT-HB-Hib 4 WUS TT
Dasar Lengkap MR TT2 TT3 TT4 TT5
1
L P Jml L P Jml L P Jml L P Jml L P Jml L P Jml L P Jml L P Jml

36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65

Sambungan

76
INTRODUKSI IMUNISASI JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)

Anda mungkin juga menyukai