Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN SETENGAH PADAT


CAIRAN ANTISEPTIK MULUT

Disusun oleh:
Praktikum Teknologi Sediaan Setengah Padat-A (Kelompok 4)

Astrid Karunia Putri 1406571041


Farrah Fedricia Sabrina 1406639610
Maizura Isfadhila 1406544910
Yosia El Gibort 1406573904

Responser :
Prof. Dr. Effionora A, M.S

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2017

KATA PENGANTAR
Puji serta syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkah
dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Cairan
Antiseptik Mulut” ini dengan tepat waktu. Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Praktikum Sediaan Semi Solid.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Effionora A, M.S selaku pembimbing
praktikum karena atas bimbingan dan masukan dari beliau, makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik. Selain itu, kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Kami pun menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu,
kami mengharapkan pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang membangun kepada
kami. Kami juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Depok, 15 Mei 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
1.4 Metode Penulisan .......................................................................................... 2
1.5 Sistematika Penulisan ................................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI......................................................................................... 4
2.1 Anatomi Mulut .............................................................................................. 4
2.2 Definisi Cairan Antiseptik Mulut .................................................................. 4
2.3 Komposisi Bahan Obat Kumur ..................................................................... 5
2.4 Prinsip Pembuatan Obat Kumur ................................................................... 8
2.5 Pengemasan dan Label Cairan Antiseptik Mulut .......................................... 8
BAB III CAIRAN ANTISEPTIK MULUT .................................................................... 10
3.1 Praformulasi .................................................................................................. 10
3.2 Formulasi ...................................................................................................... 13
3.3 Alat dan Bahan .............................................................................................. 14
3.4 Cara Pembuatan ............................................................................................ 14
3.5 Evaluasi Cairan Antiseptik Mulut ................................................................. 14
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................................. 18
4.1 Pembahasan Sediaan Cairan Antiseptik Mulut ............................................. 18
4.2 Pembahasan Evaluasi Sediaan Cairan Antiseptik Mulut .............................. 19
BAB V PENUTUP ............................................................................................................. 23
5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 23
5.2 Saran.............................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 24
LAMPIRAN ....................................................................................................................... 25

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mulut adalah suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Kini, sebagian besar
masyarakat tidak hanya memperhatikan kesehatan tubuhnya secara umum, namun juga
kesehatan mulut dan gigi. Menjaga kesehatan mulut dan gigi dapat meliputi usaha menjaga
kebersihan dan keindahannya. Tujuan perawatan kebersihan dan kesehatan rongga mulut yaitu
mulut akan tetap bersih dan memberi perasaan nyaman serta menghindari adanya kuman dan
penyakit mulut. Hal ini penting dilakukan karena mulut merupakan pintu masuknya kuman dan
bakteri, hal inilah yang membuat mulut rentan sekali tercemari dan terjangkit oleh bakteri
berbahaya. Walaupun secara normal terdapat banyak mikroflora normal dalam rongga mulut,
namun jika kebersihan rongga mulut menurun mikroorganisme tersebut dapat dapat memicu
berbagai jenis kelainan dan penyakit baik pada rongga mulut maupun secara sistemik. Penyakit
yang paling sering terjadi di rongga mulut manusia diantaranya adalah penyakit periodental dan
karies gigi. Penyebab utama dari kedua penyakit tersebut adalah terakumulasinya bakteri pada
plak gigi. Plak gigi merupakan deposit mikroba yang terbentuk pada permukaan jaringan keras
dan lunak di rongga mulut, terdiri dari bakteri yang hidup ataupun mati beserta produk-
produknya, yang berasal dari saliva. Selain itu kebersihan rongga mulut dan gigi yang buruk
juga dapat menurunkan tingkat kepercayaan diri seseorang dalam bersosialisasi.
Untuk mengatasi keadaan tersebut, diperlukan upaya pencegahan. Salah satu upaya
pencegahan adalah menciptakan lingkungan yang aseptis pada rongga mulut. Perlu adanya
suatu sediaan farmasi yang dapat menjaga dan merawat kesehatan rongga mulut, yaitu cairan
antiseptik mulut. Cairan antiseptik mulut memiliki berbagai kegunaan baik untuk tujuan terapi
maupun perawatan (preventif). Namun untuk kali ini, praktikan memfokuskan untuk merancang
formulasi cairan antiseptik mulut yang dapat membantu mencegah timbulnya bakteri yang
berefek pada pengontrolan plak secara kimiawi dan dapat menyegarkan bau mulut, bukan untuk
kegunaan terapi masalah rongga mulut. Sediaan antiseptik mulut ini dirancang karena
membersihkan gigi dengan hanya menyikat gigi saja kurang cukup oleh pakar-pakar kesehatan
gigi dan mulut, mengingat banyak kemungkinan makanan bersisa di sela-sela gigi. Sisa
makanan yang tertinggal di sela gigi ini dapat memicu kerusakan gigi apabila terdapat bakteri
yang membusukkan sisa makanan yang sulit dibersihkan dengan sikat gigi saja. Berkumur-
kumur dengan menggunakan bahan antiseptik dapat menurunkan jumlah populasi flora bakteri
pada rongga mulut. Dengan keadaan ini resiko terjadinya komplikasi akibat infeksi dapat
dihindari. Saat ini, di pasaran tersedia berbagai merek antiseptik mulut beserta khasiat yang
ditawarkan, seperti untuk memberikan sensasi segar, mengurangi halitosis, mencegah
pertumbuhan plak, dan sebagainya.
Secara umum, perusahaan farmasi biasa menambahkan fenol ke dalamnya yang berfungsi
sebagai antiseptik atau untuk menekan pertumbuhan kuman. Golongan fenolik seperti timol,
eukaliptol, metil salisilat, dan mentol sering digunakan dalam produk ini. Selain itu, berbagai
rasa yang menarik turut digunakan ke dalamnya untuk memberikan sensasi yang
menyenangkan saat digunakan. Adanya perasa tersebut tentunya memerlukan pewarna sebagai
pendukung, tentunya digunakan pewarna yang sudah disetujui pada penggunaan oral dengan
presentase resiko tertelan yang kecil. Singkatnya, cairan antiseptik mulut diformulasikan untuk
memiliki khasiat yang tepat guna namun, mengingat salah satu fungsinya juga sebagai
kosmetik, sediaan ini juga harus memiliki penampilan yang menarik.

1.2 Perumusan Masalah


1. Apa definisi dari cairan antiseptik mulut?
2. Bagaimana komposisi, alasan pemilihan bahan dan formulasi dari sediaan cairan
antiseptik mulut?
3. Bagaimana cara pembuatan sediaan cairan antiseptik mulut?
4. Bagaimana cara evaluasi sediaan cairan antiseptik mulut?

1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mejabarkan dan menjelaskan bahan-bahan apa saja
yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan antiseptik mulut, memberikan informasi
mengenai proses formulasi cairan antiseptik mulut, meliputi penetapan zat aktif dan eksipien
lainnya yang sesuai, kemudian melakukan perhitungan bahan dan metode yang digunakan
dalam pembuatan cairan antiseptik mulut yang tepat agar dapat menghasilkan sediaan baik bagi
dari segi penampilan maupun dari segi efektivitasnya, proses evaluasi cairan antiseptik mulut
yang dibuat, serta menjelaskan hasil dari pembuatan serta sediaan yang diperoleh.

1.4 Metode Penulisan


Makalah ini dibuat menggunakan metode studi pustaka dan praktikum. Sebelum melakukan
studi praformulasi, kami mengumpulkan berbagai sumber baik dari textbook, e-book, internet,
serta jurnal-jurnal yang telah melakukan penelitian mengenai sediaan cairan antiseptik untuk
mulut atau mouthwash. Kemudian kami melakukan praktikum ini untuk menambah wawasan
kami dalam formulasi sediaan cair dan untuk mengetahui apakah praformulasi yang telah kami
rancang sudah tepat atau tidak.

1.5 Sistematika Penulisan


BAB I: PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Perumusan Masalah
1.3. Tujuan Penulisan
1.4. Metode Penulisan
1.5. Sistematika Penulisan
BAB II: LANDASAN TEORI
2.1 Anatomi Mulut
2.2 Definisi Cairan Antiseptik Mulut
2.3 Komposisi Bahan Obat Kumur
2.4 Prinsip Pembuatan Obat Kumur
2.5 Pengemasan dan Label Cairan Antiseptik Mulut
BAB III: CAIRAN ANTISEPTIK MULUT
3.1 Praformulasi
3.2 Formulasi
3.3 Alat dan Bahan
3.4 Cara Pembuatan
3.5 Evaluasi Cairan Antiseptik Mulut
BAB IV : PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan Sediaan Cairan Antiseptik Mulut
4.2 Pembahasan Evaluasi Sediaan Cairan Antiseptik Mulut
BAB V: PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 Anatomi Mulut
Pintu masuk ke saluran cerna adalah dari mulut atau rongga mulut. Fungsi dari
rongga mulut antara lain (1) analisis sensorik sebelum mengunyah; (2) proses mekanik
melalui gigi dan lidah; dan (3) lubrikasi dengan mencampur sekresi mucus dan kelenjar
ludah. Lubang masuk dibentuk oleh bibir yang terdapat otot dan akan membantu
mengambil, menuntun, dan manampung makanan di mulut. Pada mulut juga terdapat
langit-langit (palatum), yang membentuk atap lengkung rongga mulut, memisahkan mulut
dari saluran hidung. Di belakang tenggorokan terdapat uvula yang berperan penting
dalam menutup saluran hidung sewaktu menelan. Selanjutnya terdapat lidah yang
membentuk dasar rongga mulut, yang terdiri dari otot rangka yang dikontrol secara
volunteer. Gerakan lidah penting untuk makanan masuk ke dalam mulut sewaktu
mengunyah dan menelan serta penting dalam berbicara. Faring adalah rongga di belakang
tenggorokan. Bagian ini berfungsi sebagai saluran bersama untuk sistem pencernaan
(dengan fungsi sebagai penghubung antara mulut dan esophagus, untuk makanan) dan
sistem pernafasan (dengan memberi akses antara saluran hidung dan trakea, untuk udara).
Susunan ini mengharuskan adanya mekanisme untuk menuntun makanan dan udara
menuju saluran yang benar setelah melewati faring. Di dinding samping faring terdapat
tonsil, jaringan limfoid yang merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh.

2.2 Definisi Cairan Antiseptik Mulut (Obat Kumur)


Gargarisma / gargle (FI III) adalah sediaan berupa larutan, umumnya pekat
yang harus diencerkan terlebih dahulu sebelum digunakan, dimaksudkan untuk
pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan.

Menurut Matthews (2003), “obat kumur merupakaan suatu sediaan cair yang
ditahan di dalam mulut secara pasif atau membilas bagian mulut dengan kontraksi dari
otot perioral dan/atau gerakan kepala, dan dapat dikumur di mana kepala sedikit
mendongak dan cairan menggelegak di bagian belakang mulut”.

Fungsi obat kumur secara umum adalah untuk menghilangkan atau


membunuh bakteri, sebagai astringen, penghilang bau mulut dan memiliki efek terapeutik
untuk mengurangi infeksi dan mencegah terbentuknya karies (Combe,1992). Efek
terapeutik diperoleh dengan penambahan bahan tertentu ke dalam komposisinya, seperti
fluoride (Phillips, 1991) dan kandungan bahan aktif antibakterial, seperti chlorhexidine
dan minyak esensial (Marcheti dkk., 2011).

2.3 Komposisi Bahan Obat Kumur


Combe (1992) menyebutkan komposisi obat kumur terdiri dari :

1) Agen antibakteri, seperti senyawa fenolat, senyawa amonium kuarterner dan 


minyak esensial.

2) Astringent, seperti seng klorida, seng asetat dan alumunium potasium sulfat.

3) Komposisi lain, seperti alkohol, pewarna, agen pemanis, dan surface active 


agents. 


4) Air sebagai komponen pokok obat kumur. 


Menurut Powers dan Sakaguchi (2006), komposisi obat kumur terdiri atas tiga
komponen utama yaitu :

1) Bahan aktif, yang secara spesifik dipilih untuk kesehatan rongga mulut seperti

antikaries, antimikroba, pemberian fluoride, atau pengurangan adhesi plak. 


2) Pelarut, biasanya yang digunakan adalah air atau alkohol. Alkohol biasanya 


digunakan untuk melarutkan bahan aktif, menambah rasa, dan bahan 
 tambahan

untuk memparlama masa penyimpanan. 


3) Surfaktan, untuk menghilangkan debris pada gigi dan melarutkan bahan lain. 


Sebagai bahan tambahannya digunakan flavouring agent seperti eucalyptol,

mentol, timol, dan metil salisilat yang digunakan untuk menyegarkan nafas. 


Volpe (1977) menyebutkan bahan dasar pembuatan obat kumur adalah air,
alkohol, bahan penyedap rasa, dan bahan pewarna. Bahan-bahan lain yang dapat
ditambahkan yakni humektan, astringent, pengemulsi, bahan antimikroba,
pemanis, dan bahan terapeutik.

Secara umum, komponen obat kumur terdiri dari dua kompnen utama yaitu bahan
aktif dan inaktif.

Bahan inaktif
1. Pelarut
Pelarut berfungsi sebagai pembawa untuk bahan lainnya. Pada umumnya,
digunakan dua pelarut utama dalam formulasi obat kumur, yaitu air dan alkohol
(contohnya, etanol). Alkohol juga memiliki aktivitas antibakteri dengan berperan
sebagai astringen, memberikan sensasi pedas dalam mulut, dan membantu
stabilitas produk dengan melarutkan minyak perasa (flavouring oil) yang digunakan
pada produk.

2. Humektan

Humektan berfungsi menjaga agar zat aktif dalam sediaan obat kumur tidak
menguap sehingga membantu memperlama kontak zat aktif pada gigi serta
memperbaiki stabilitas suatu bahan dalam jangka lama (Jackson, 1995). Humektan
menjaga bahan-bahan mouthwash tidak menguap ke udara (Ireland, 1999). Humektan
yang sering digunakan adalah gliserin yang juga dapat berperan sebagai bahan
pelarut dan bahan pengatur kekentalan (Fauzi, 2002).

3. Surfaktan

Surfaktan dalam sediaan mouthwash berperan untuk mencampurkan air dan


minyak. Surfaktan menurunkan tegangan antarmuka, sehingga mengatasi sukar
bergabungnya dua bahan (Hartomo and Widiatmoko, 1993). Surfaktan yang
digunakan pada pasta gigi dan mouthwash adalah sodium lauril sulfat (SLS) yang
juga mempunyai fungsi sebagai agen pembusa. Oleh karena itu dibutuhkan variasi
humektan dan surfaktan yang tepat, agar menghasilkan sediaan mouthwash yang baik
dan stabil.

4. Astringen

Astringen berperan sebagai penghilang bau sementara yang menutupi bau


mulut. Contoh astringent adalah zink klorida dan etanol, zink asetat, zink klorida,
alumunium potasium sulfat.
5. Pengawet

Walaupun alkohol memiliki aktivitas antibakteri, namun aktivitasnya tidak


dapat mengatasi semua mikroorganisme yang seringkali mengkontaminasi
formulasi. Untuk mencegah pertumbuhan microorganisme dalam obat kumur dapat
digunakan pengawet. Contoh pengawet yang dapat digunakan, adalah etanol,
benzoat (asam benzoate dan natrium benzoate), dan paraben.

6. Flavouring agent

Rasa merupakan kunci penting dari perspektif konsumen. Rasa berkontribusi


untuk memberikan efek menyegarkan dari produk dan dapat menutupi bau yang
tidak enak. Beberapa perasa memiliki aktivitas antibakteri. Umumnya, digunakan
campuran perasa. Contohnya mint, menthol, peppermint oil, eukaliptol, metil
salisilat, timol, dan bubble gum.

7. Pemanis

Pemanis pada umumnya ditambahkan untuk menambah rasa pada formulasi.

8. Pewarna

Pewarna juga merupakan bagian penting dari obat kumur. Pewarna larut air
yang ditambahkan hanya dalam jumlah yang sedikit. Pewarna yang ditambahkan
harus selaras dengan rasa yang diberikan pada sediaan obat kumur tersebut.

Bahan Aktif

Untuk tujuan terapetik, berbagai bahan aktif dapat dimasukkan ke dalam sediaan
obat kumur. Sebagian besar jenisnya sama dengan yang digunakan untuk pasta gigi,
yaitu antibakteri, antilubang, antihipersensitivitas, antiplak, antitartar, dan bahan-bahan
pemutih. Hanya saja, bahan-bahan aktif yang digunakan haruslah larut dalam air.
Beberapa contoh bahan aktif yang umumnya digunakan adalah sebagai berikut.

1. Agen antikaries: fluoride, xylitol, kalsium/fosftat, natrium bikarbonat

2. Agen antihipersensitivitas: kalium nitrat dan strontium klorida.

3. Agen antiplak/antigingivitis:Sodium Lauril Sulfat, triclosan, amiloglukosida dan


glukosa oksidase, minyak essensialm klorbeksidin
4. Agen antitartar: pirofosfat, PVM/MA.

5. Agen pemutih: dimetikon, papain, dan sodium bikarbonat.

2.4.Prinsip Pembuatan Obat Kumur

Pembuatan cairan mulut antiseptik ini diawali dengan menyiapkan bahan-bahan yang
dibutuhkan dalam formulasi. Adapun pembuatan obat kumur dibuat dengan pertama-tama
adalah menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan. Bahan-bahan
utama yang dibutuhkan zat aktif, pelarut, surfaktan, dan bahan tambahan yang digunakan
untuk menambah kualitas sediaan baik dari segi fisik maupun rasa seperti pemanis dan
pewarna. Pelarut yang digunakan dalam formulasi sediaan cairan mulut antiseptik ini
yaitu alkohol dan air. Air yang digunakan adalah air matang yang sudah dididihkan sampai

100oC.

Prinsip pembuatan cairan mulut antiseptik ini adalah mencampurkan bahan dengan
pelarut sesuai dengan tingkat kelarutannya. Bahan yang larut dalam alkohol dilarutkan di
dalam alkohol, sedangkan bahan yang larut dalam air dilarutkan dalam air. Bahan
tambahan seperti pewarna dan pemanis ditambahkan terakhir. Setelah semua bahan sudah
dilarutkan, kedua fase tersebut (fase alkohol dan fase air) dicampur dan diaduk hingga
homogen. Bahan- bahan tambahan seperti pewarna dan perasa kemudian ditambahkan
pada larutan untuk meningkatkan kualitas dari penampilan.

2.5.Pengemasan dan Label Cairan Antiseptik Mulut


Kemasan yang digunakan adalah botol plastik yang berbahan polimer Polietilen
tereftalat (PET). Jenis polimer ini memiliki karakteristk transparan, kuat, kedap gas dan
air, melindungi dari paparan bahan kimia luar, namun melunak pada suhu 80oC. Oleh
karena itu, plastik ini harus disimpan pada tempat yang sejuk dan tidak terpapar sinar
matahari terlalu lama.

Alasan menggunakan kemasan primer berbahan dasar plastik adalah karena plastik
ringan, tahan pecah dan bocor, dan lebih murah dalam biaya. Bentuk kemasan ini dipilih
karena mudah digenggam sehingga mempermudah dalam pemakaian cairan antiseptic
mulut.
Pada sediaan ini hanya akan digunakan kemasan primer dan label yang ditempelkan
pada kemasan primer sebagai identitas sediaan. Tidak menggunakan kemasan sekunder
karena pertimbangan untuk memberikan daya tarik yang lebih bagi konsumen. Apabila
konsumen dapat melihat secara langsung sediaan yang ada di dalam kemasan primer, hal
ini akan lebih cepat menarik perhatian dibandingkan harus tertutupi oleh kemasan sekunder
selama penjualan.

Kemasan sekunder pada sediaan ini hanya digunakan untuk mempermudah


pemindahan sediaan-sediaan dalam jumlah besar. Oleh karena itu, karena percobaan ini
hanya skala kecil maka tidak diperlukan pembuatan kemasan sekunder.

Label yang dibuat berguna sebagai identitas dari produk sehingga konsumen dapat
membedakan produk satu dengan yang lainnya. Label ini juga dipakai sebagai salah satu
daya tarik dan sumber informasi konsumen mengenai produk ini. Pada label yang dibuat
terdapat informasi berupa nama produk, deskripsi produk, identitas perusahaan, berat
bersih, komposisi, kegunaan, cara pemakaian, peringatan, nomor registrasi produk, nomor
bets, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa, petunjuk penyimpanan, layanan konsumen, dan
barcode. Untuk gambaran kemasan primer dan label yang akan digunakan dapat dilihat
pada lampiran.
BAB III
CAIRAN ANTISEPTIK MULUT

3.1. Studi Praformulasi


1. Mentol

Gambar 3.1.1. Struktur Mentol


Hablur heksagonal atau serbuk hablur; tidak berwarna;
Pemerian
biasanya berbentuk jarum, atau massa yang melebur; bau
seperti minyak permen.
Kelarutan Sukar larut dalam air; sangat mudah larut dalam etanol
Inkompatibilitas Mencair bila dicampur dengan camphora
Sebagai agen antibakteri, antiseptik, anti-iritan,
Kegunaan
mengurangi iritasi tenggorokan minor
Mentol telah banyak digunakan sebagai zat aktif dalam
mouthwash yang memiliki sifat antiseptik dan
antibakteri. Kombinasi mentol dengan eukaliptol, timol
dan metil salisilat merupakan kombinasi yang efektif.
Alasan Pemilihan Bahan
Dengan demikian, mentol dapat membantu
membersihkan mulut, dan menghilangkan bau napas
yang tidak sedap. Selain itu, mentol turut memberikan
sensasi segar pada mulut penggunanya

2. Etanol 96%

Gambar 3.1.2. Struktur Etanol

Pemerian Cairan jernih, mudah menguap, tidak berwarna, mudah


mengalir, memiliki bau yang khas
Kelarutan Larut dalam air

16
Dalam kondisi asam, larutan etanol dapat bereaksi dengan
bahan pengoksidasi. Campuran dengan alkali dapat
menggelapkan warna karena bereaksi dengan jumlah sisa
Inkompatibilitas aldehida. Larutan etanol juga tidak sesuai dengan wadah
aluminium dan dapat berinteraksi dengan beberapa obat.
Ketika berinteraksi dengan surfaktan non-ionik, sifat
antimikroba alkohol menjadi terhambat
Kegunaan Sebagai pelarut, adstringen
Co-solvent yang aman, tidak toksik dalam suatu sediaan.
Alasan Pemilihan Bahan
Etanol turut memberikan sensasi kesegaran pada mulut

3. Sorbitol

Gambar 3.1.3. Struktur Sorbitol

Pemerian Serbuk higroskopis, kristalin, putih hingga tidak berwarna,


tidak berbau
Kelarutan Larut dalam air, etanol
Inkompatibilitas Surfatkan nonionik dan plastik
Kegunaan Pemanis
Sorbitol dipilih sebagai pemanis untuk meningkatkan
Alasan Pemilihan Bahan
kenyamanan pengguna sediaan

4. Natrium lauril sulfat

Gambar 3.1.4. Struktur Natrium Lauril Sulfat

17
Pemerian Kristal putih, rasa pahit, dan bau yang tidak terlalu
menyengat
Kelarutan Mudah larut dalam air
Inkompatibilitas Surfaktan kation, ion logam
Kegunaan Wetting agent
Untuk membantu membasahi pengotor-pengotor pada
Alasan Pemilihan Bahan
mulut

5. Air
H O H
Gambar 3.1.5. Struktur Air

Pemerian
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau

Kelarutan -
Inkompatibilitas -
Kegunaan Pelarut
Pelarut yang stabil dan kompatibel dengan seluruh bahan.
Alasan Pemilihan Bahan Selain itu, cairan mouthwash antiseptik lebih cocok dengan
pelarut air agar nyaman digunakan oleh konsumen

6. Pewarna Ungu
Pemerian
Serbuk berwarna ungu

Kelarutan Larut dalam air


Kegunaan Pewarna ungu
Kompatibel dengan seluruh bahan yang digunakan, serta
Alasan Pemilihan Bahan
meningkatkan daya tarik sediaan

7. Perisa Anggur
Pemerian
Larutan jernih, berasa, dan berbau anggur

Kelarutan Larut dalam air

18
Inkompatibilitas -
Kegunaan Flavoring agent
Meningkatkan daya tarik sediaan dan kenyamanan
Alasan Pemilihan Bahan
pengguna

8. Asam Sitrat

Gambar 3.1.6. Struktur Asam Sitrat

Pemerian
Kristal putih, tidak berbau, memiliki rasa asam yang kuat

Kelarutan Larut dalam etanol


Inkompatibilitas Oksidator dan reduktor, basa, dan nitrat
Kegunaan pH adjuster
Menjaga agar pH sediaan sesuai dengan pH lokasi tujuan
Alasan Pemilihan Bahan
(mulut)

3.2. Formulasi
No. Nama Bahan Fungsi Konsentrasi Berat 1 Berat 1
yang Dipakai Sediaan Batch
(250 gr) (800 gr)
1. Mentol Antiseptik 0.1% 0.25 0.8
2. Etanol 96% Adstringen 12% 30 96
3. Sorbitol Pemanis 5% 12.5 40
4. Natrium Lauril Sulfat Wetting agent 0.4% 1 3.2
5. Pewarna Ungu Pewarna q.s q.s q.s
6. Perisa Anggur Flavoring agent q.s q.s q.s
7. Asam Sitrat pH adjuster 6.24% 15.6 50
8. Air Pelarut 75.72% 189.65 606

19
3.3. Alat Dan Bahan
Alat : Bahan :

1. Beaker glass 1. Air


2. Gelas ukur 2. Etanol 96%
3. Timbangan analitik 3. Pewarna Ungu
4. Batang pengaduk 4. Perisa anggur
5. Kaca arloji 5. Natrium Lauril Sulfat
6. Cawan penguap 6. Sorbitol
7. Pipet tetes 7. Mentol
8. Asam Sitrat

3.4.. Cara Pembuatan


1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
2. Menimbang bahan-bahan yang telah disiapkan sesuai dengan jumlah pada
formulasi
3. Memanaskan air hingga mendidih
4. Mengkalibrasi beaker glass 1000 ml pada angka 800 ml
5. Melarutkan mentol pada sedikit etanol 96% yang telah disiapkan hingga larut
6. Melarutkan Natrium Lauril Sulfat dalam air yang telah disiapkan hingga larut
7. Tambahkan sorbitol ke dalam campuran nomor 6 dan tambahkan air hngga
seluruh bahan melarut
8. Campurkan kedua campuran ke dalam beaker glass yang telah dikalibrasi dan
aduk hingga homogen
9. Tambahkan sisa etanol, aduk hingga homogeny
10. Tambahkan air hingga batas kalibrasi pada beaker glass.
11. Tambahkan perisa anggur dan pewarna ungu hingga mendapatkan bau dan
warna yang diinginkan
12. Tuangkan sediaan ke dalam wadah yang telah disiapkan dan beri label yang
sesuai

3.5. Evaluasi Cairan Antiseptik Mulut

Evaluasi suatu sediaan cair ditujukan untuk menguji serta menjaga spesifikasi
sediaan sesuai dengan desain awal formula dan tujuan penggunaan sediaan tersebut.

20
Pemilihan bahan dan cara pembuatan menjadi faktor-faktor utama yang berperan dalam
keberhasilan sediaan ini.
Evaluasi pada sediaan cairan antiseptik mulut yang akan dilakukan adalah :
a. Evaluasi fisik
 Organoleptis
Penampilan pada suatu sediaan merupakan hal yang penting terlebih pada
sediaan yang akan dijual di pasaran dan berkompetisi dengan merk lain. Oleh
karena itu diperlukan pengecekan melalui panca indra manusia dengan
parameter warna, bau, dan rasa. Parameter-parameter tersebut harus memenuhi
standart yang telah ditetapkan masing-masing pabrik dengan
mempertimbangkan pula keinginan dari konsumen. Pengujian warna dilakukan
dengan melihat dengan mata warna apa yang nampak pada sediaan dan
memenuhi keinginan produsen atau tidak. Pengujian bau dilakukan dengan
menghirup bau yang dikeluarkan oleh sediaan. Secara formulasi, seharusnya
sediaan memiliki bau buah anggur dan mentol. Pengujian rasa dilakukan dengan
mencicipi sedikit sediaan yang ada dan apakah terdapat rasa dari flavouring
agent yang telah digunakan atau tidak.

 Uji Kejernihan/Partikulat
Sediaan cairan antiseptik mulut ini berbentuk larutan. Syarat larutan yang
mutlak adalah terlihat dari kejernihannya yang megambarkan bahwa seluruh
bahan telah tercampur secara sempurna. Oleh karena itu uji kejernihan ini
dibutuhkan dalam mengevaluasi sediaan cairan antiseptic mulut ini. Berikut
adalah cara yang dapat dilakukan :
1. Taruh beaker glass berisi cairan antiseptic mulut di depan kertas bewarna
hitam dan putih.
2. Amati beberapa saat pada latar yang berbeda dan perhatikan apakah
terdapat partikel di dalam larutan tersebut
3. Larutan dikatakan jernih apabila tidak ditemukan adanya partikel dalam
larutan

21
 Berat Jenis
Uji ini untuk mengetahui berapa berat jenis dari cairan antiseptik mulut
yang dibuat. Seharusnya larutan ini memiliki berat jenis yang tidak terlalu jauh
dari air untuk meningkatkan kenyamanan konsumen dalam menggunakan sediaan
ini. Berikut adalah cara yang dapat dilakukan :
1. Menyiapkan dua buah piknometer kosong
2. Menimbang kedua buah piknometer (beserta tutup) dan catat berat
masing-masing
3. Menuangkan air hingga leher pada piknometer pertama dan menuangkan
sediaan hingga leher pada piknometer kedua
4. Menimbang kembali kedua piknometer yang telah berisi cairan masing-
masing (beserta tutup) dan catat berat masing-masing
5. Data yang didapat, disubtitusikan ke dalam rumus berikut untuk
mendapatkan berat jenis sediaan

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


Berat Jenis Cairan : 𝑥 𝜌𝑎𝑖𝑟
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟+ 𝑎𝑖𝑟

b. Evaluasi kimia
 Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan untuk memastikan bahwa pH sediaan memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Kriteria tersebut ditetapkan
berdasarkan pH optimal pada mukosa mulut, tempat dimana cairan antiseptik
mulut diaplikasikan agar tidak merusak anatomi dan fisiologi dari mukosa
mulut. Sediaan yang memiliki nilai pH terlampau asam atau basa, apabila
diaplikasikan pada mukosa mulut dalam jangka waktu yang lama akan
menyebabkan risiko timbulnya mikroorganisme-mikroorganisme yang tidak
diinginkan seperti Streptococcus. Oleh karena itu, pengecekan nilai pH pada
sediaan ini sangat diperlukan. Berikut adalah cara untuk mengukur nilai pH :
1. Mengambil sedikit sampel dari sediaan yang telah dibuat dan dituang
dalam wadah yang sesuai
2. Mengkalibrasi pH meter dengan larutan standart bernilai pH 4 dan 7 yang
telah disediakan dan pastikan nilai yang ditampilkan pH meter adalah
sama seperti pH larutan standart

22
3. Apabila tidak sama, jangan menggunakan pH meter tersebut dan kalibrasi
ulang
4. Apabila sama, semprotkan elektroda dengan aquadest
5. Celupkan elektroda ke dalam sampel sediaan dan catat hasil yang
ditampilkan pada pH meter

Pemastian cara lain juga dapat dilakukan yaitu dengan pH universal yang
merupakan metode semi-kuantitatif. Berikut adalah prosedurnya :

1. Mengambil sedikit sampel dari sediaan yang telah dibuat dan dituang
dalam wadah yang sesuai
2. Celupkan kertas pH universal ke dalam sampel dan amati hingga kertas
berubah warna
3. Amati perubahan warna yang terjadi dan bandingkan pada parameter yang
ada pada kotak pH universal.

23
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan Sediaan Cairan Antiseptik Mulut
Sediaan antiseptik mulut dibuat oleh praktikan dengan tujuan sebagai pencegah
pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan munculnya bau mulut, karies,
plak pada mulut, dan untuk menyegarkan mulut. Pada sediaan antiseptik mulut,
komposisi bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat sediaan yaitu zat aktif yang
memiliki efek sebagai antibakteri dan antiseptik, astringen sebagai penghilang bau,
pelarut (yang umumnya digunakan adalah air dan etanol), surfaktan untuk membantu
membersihkan debris-debris dalam mulut, dan flavoring agent seperti pemanis, pewarna
dan perasa untuk meningkatkan penampilan fisik sediaan dan kenyamanan penggunaan
sediaan oleh konsumen.
Pada studi praformulasi, praktikan memilih bahan utama atau zat aktif yaitu mentol,
yang digunakan sebagai antibakteri untuk mengurangi dan menurunkan jumlah bakteri
pada mulut. Mentol dipilih oleh praktikan karena memiliki bau yang seperti minyak
permen sehingga nyaman saat digunakan, tidak mengiritasi mulut, memberikan rasa segar
dan terbukti efektif sebagai agen antibakteri. Kemudian praktikan memilih etanol 96%
sebagai astringen, karena kompatibel dengan bahan-bahan lain yang digunakan pada
sediaan, tidak toksik, dan dapat memberikan sensasi kesegaran pada mulut. Kemudian
untuk meningkatkan kenyamanan pada pengguna praktikan menggunakan pemanis, yaitu
sorbitol. Sorbitol dipilih karena kompatibel dengan semua bahan yang digunakan, dan
merupakan pemanis yang umum digunakan pada sediaan farmasetika. Untuk
meningkatkan waktu kontak antara mulut dan sediaan, yang juga dapat berperan dalam
membersihkan debris-debris yang terdapat di dalam mulut, praktikan menggunakan
wetting agent yaitu sodium lauril sulfat atau SLS. SLS merupakan surfaktan anionik,
sehingga kompatibel dengan semua bahan serta memiliki bau yang tidak menyengat.
Kemudian untuk membuat sediaan berada pada rentang pH mulut (5,6-7), maka praktikan
memilih asam sitrat sebagai pH adjuster. Asam sitrat dipilih karena compatible dengan
semua bahan dan merupakan asam lemah sehingga dapat mempermudah praktikan untuk
membuat sediaan dalam pH yang diinginkan. Untuk melarutkan bahan-bahan yang
digunakan dalam formulasi, maka praktikan memerlukan pelarut. Pelarut yang dipilih
adalah air, karena tidak memiliki bau yang dapat mengganggu kenyamanan konsumen,
tidak toksik dan kompatibel dengan semua bahan yang digunakan. Perisa anggur serta

24
pewarna ungu juga digunakan praktikan untuk meningkatkan kenyamanan selama
penggunaan dan meningkatkan penampilan fisik sediaan agar menarik bagi konsumen.

4.2 Pembahasan Evaluasi Sediaan Cairan Antiseptik Mulut


Sediaan cairan pembersih mulut yang telah jadi kemudian dievaluasi untuk
mengetahui kualitas dari sediaan tersebut. Evaluasi yang dilakukan terbagi menjadi dua
aspek yaitu Evaluasi Kimia dan Evaluasi Fisik. Evaluasi fisik yang dilakukan adalah uji
organoleptis, uji partikulat, dan berat jenis. Sedangkan evaluasi kimia yang dilakukan
adalah uji pH. Evaluasi dilakukan berdasarkan metode yang telah tertera pada bagian
metode kerja.

Evaluasi fisik yang pertama yaitu organoleptis dengan memanfaatkan fungsi dari
indera penglihatan, penciuman, perasa dihasilkan data berupa,

 Warna : Ungu Kemerahan


 Rasa : Mentol dan Anggur
 Bau : Anggur
 Bentuk : Cairan

Hasil tersebut telah menunjukan bahwa sediaan cairan pembersih mulut yang dibuat
sudah memenuhi kriteria awal pembuatan. Warna ungu yang tidak berlebih dan tidak
berkurang membuat tampilan sediaan lebih menarik. Bau anggur yang dapat dirasakan
pada sediaan sejalan dengan warna sediaan yang mencirikan warna dari buah anggur.
Bentuk sediaan memenuhi kaidah cairan pembersih mulut yang ada yaitu berbentuk
cairan. Rasa yang dihasilkan pada saat pemakaian adalah mentol, hal ini terkait dari zat
aktif yang digunakan pada sediaan ini yaitu mentol.

Evaluasi fisik yang kedua yaitu uji partikulat, uji ini dilakukan dua kali dengan latar
belakang pengamatan yang berbeda. Latar pertama yaitu latar berwarna putih digunakan
untuk mengamati partikel berwarna hitam pada sediaan. Sedangkan latar kedua yaitu latar
berwarna hitam digunakan untuk mengamati partikel berwarna putih pada sediaan. Dari
dua latar yang diamati, tidak ditemukan adanya partikel putih atau hitam pada sediaan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sediaan cairan antiseptic mulut ini jernih dan tidak
mengandung partikel yang kasat mata.

25
Uji Partikulat Latar Putih Uji Partikulat Latar Hitam
Gambar 4.2.1 Hasil Uji Partikulat

Evaluasi fisik yang ketiga adalah berat jenis, uji ini menggunaka alat yang disebut
piknometer. Piknometer kosong ditimbang dan dicatat hasilnya, kemudian piknometer
yang sama diisi dengan air hingga leher dan ditutup lalu ditimbang serta dicatat hasilnya.
Selanjutnya hal yang sama seperti air dilakukan pada sediaan. Dari hasil penimbangan
didapat data seperti berikut,

Tabel 4.2.1 Hasil Uji Berat Jenis dengan Piknometer

PIKNOMETER HASIL
Kosong 13,6811 gr
(+) Air 24,1663 gr
(+) Sediaan Cairan Antiseptik Mulut 24,2919 gr

Perhitungan

24,2919
Berat Jenis Cairan : 24,1663 𝑥 1 𝑔𝑟/𝑚𝑙

Berat Jenis Cairan : 1,005197 gr/ml

26
Berat Piknometer Kosong Berat Piknometer Berisi Air

Berat Piknometer Berisi Sediaan

Gambar 4.2.2. Data Hasil Uji Berat Jenis dengan Piknometer

Dari hasil yang didapatkan, dapat dikatakan bahwa berat jenis sediaan cairan
antiseptik mulut ini hampir sama dengan air sehingga karakteristiknya juga tidak berbeda
jauh dan dapat bercampur dengan air. Sifat yang dimiliki ini akan memudahkan
penggunaan cairan antiseptic mulut pada rongga mulut karena memiliki karakteristik
seperti air yang merupakan komponen terbesar dari saliva.

Evaluasi kimia berupa uji pH dilakukan dengan menggunakan pH universal dan pH


meter. Nilai pH yang ingin dicapai pada awal rencana adalah 5,6 - 7. Nilai ini dirujuk
sebagai nilai pH yang sama seperti pH pada rongga mulut. Apabila nilai pH rongga mulut
meningkat atau menurun jauh, akan mengakibatkan terjadinya risiko pertumbuhan dari
bakteri Streptococcus. Oleh karena itu, sediaan didesain agar tidak jauh dari nilai pH
tersebut. Pada awalnya, pH sediaan adalah sekitar 6-7 (pH Universal) dan 7,83 (pH meter),
hal ini dikarenakan bahan-bahan yang terkandung didalamnya memiliki pH yang tinggi.
Untuk menyesuaikan pH tersebut ditambahkan 50 ml larutan asam sitrat 5% yang
diperkirakan memiliki pH pada 5,5. Pengujian pH dilakukan sebelum dan sesudah
penambahan larutan asam sitrat. Setelah penambahan asam sitrat, larutan memiliki pH
sekitar 5-6 (pH Universal) dan 5,72 (pH meter). Hal ini dirasa cukup karena nilai pH
masuk ke dalam rentang desain awal.
27
Uji pH Awal Sebelum Penambahan Asam Sitrat 5% Uji pH Setelah Penambahan Asam Sitrat 5%

Uji pH Setelah Penambahan Asam Sitrat 5%

Gambar 4.2.3 Hasil Uji pH Sediaan Cairan Antiseptik Mulut

28
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
 Formula sediaan cairan antiseptik mulut ini adalah :

No. Nama Bahan Fungsi Konsentrasi Berat 1 Berat 1


yang Dipakai Sediaan Batch
(250 gr) (800 gr)
1. Mentol Antiseptik 0.1% 0.25 0.8
2. Etanol 96% Adstringen 12% 30 96
3. Sorbitol Pemanis 5% 12.5 40
4. Natrium Lauril Sulfat Wetting agent 0.4% 1 3.2
5. Pewarna Ungu Pewarna q.s q.s q.s
6. Perisa Anggur Flavoring agent q.s q.s q.s
7. Asam Sitrat pH adjuster 6.24% 15.6 50
8. Air Pelarut 75.72% 189.65 606

 Metode pembuatan yang digunakan adalah melarutkan masing-masing bahan pada


pelarut yang sesuai, yaitu etanol dan air. Kemudian fase alkohol dan fase air
dicampurkan hingga homogen dan diberikn pewarna dan perasa hingga diperoleh
tingkat rasa yang sesuai

 Evaluasi yang berhasil dilakukan pada sediaan cairan antiseptic mulut adalah :

Evaluasi Kriteria Hasil


Organoleptis Cairan 250 mL berwarna Warna : ungu kemerahan
ungu muda yang memiliki Rasa : mentol dan anggur
sensasi segar (sensasi dari Bau : anggur
mentol) dan sedikit rasa Bentuk : cairan
anggur
Kejernihan Jernih seperti air Jernih dan tidak mengandung
partikulat
Penetapan bobot jenis Mendekati atau sama dengan 1.005197 gr/mL
bobot jenis air
Penetapan pH pH obat kumur 5,6-7 5.72

5.2 Saran
Sediaan cairan antiseptic mulut yang telah berhasil dibuat tentunya belum sempurna.
Oleh sebab itu, praktikan akan menerima dengan terbuka kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan dari sediaan ini di kemudian hari.

29
DAFTAR PUSTAKA
 Mangundjaja, Soeherwin. et al. Pengaruh Obat Kumur Khlorheksidin terhadap
Populasi Bakteri Streptococcus Mutans di dalam Air Liur. Retrieved from
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/soeherwin/publication/engaruhobatkumurkhlorhek
sidin2000.pdf (Diakses pada tanggal 9 April 2017. Pukul 14:06).
 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi
III.Jakarta: Korpri Sub Unit Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
 Sherwood, Lauralee. Essentials Of Physiology. 1st ed. Pacific Grove, Calif.: Brooks/Cole
Cengage Learning, 2012.
 Suparwi, Ajeng Destian. 2010. Perbedaan Efektivitas Obat Kumur Chlorhexidine
dan Methylsalicylate dalam Menurunkan Jumlah Koloni Bakteri Rongga Mulut.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
 Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Quinn, M. E. (Eds.). (2009). Handbook of
Pharmaceutical Excipients (6th ed.). London: Pharmaceutical Press. doi:10.1016/S0168-
3659(01)00243-7

30
LAMPIRAN

1. Kemasan primer

2. Label

3. Sediaan Jadi

Depan Belakang

31

Anda mungkin juga menyukai