Dosen pengampu :
DR. Irna Sufiawati, drg., Sp.PM.
Disusun oleh :
i
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala
bimbingan dan petunjukNya, serta berkat rahmat, nikmat, dan karuniaNya
sehingga kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah tutorial
Oral Medicine Medication. Makalah ini kami buat sebagai salah satu sarana
untuk lebih mendalami materi tentang diagnosa pada bidang penyakit mulut.
Kami menyadari makalah ini masih mengandung banyak kekurangan, baik dari
segi isi maupun sistematika. Oleh karena itu, kami mohon maaf jika ada
kesalahan karena semua merupakan proses pembelajaran. Kami juga berharap
laporan tutorial yang telah kami buat ini dapat bermanfaat dan menjadi ladang
amal bagi kami kelak. Aamiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
2.1.1. Terminologi............................................................................................3
2.1.2. Fungsi.....................................................................................................3
2.1.3. Jenis........................................................................................................3
2.2.1. Terminologi............................................................................................4
2.2.2. Distribusi.................................................................................................5
2.2.3. Patogenesis.............................................................................................5
2.3.1. Terminologi............................................................................................7
2.3.2. Etiologi...................................................................................................7
2.4. Demam..........................................................................................................8
2.5. Malaise..........................................................................................................8
2.7. Antivirus........................................................................................................8
iii
a. Asiklovir....................................................................................................9
b. Valasiklovir.............................................................................................11
c. Gansiklovir..............................................................................................11
d. Valgansiklovir.........................................................................................13
e. Zalsitabin.................................................................................................14
f. Stavudin...................................................................................................15
g. Lamivudin...............................................................................................15
3.1.2. Etiologi.............................................................................................17
3.4. Prognosa......................................................................................................24
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................25
4.1. Overview.....................................................................................................25
4.2. Diagnosa......................................................................................................25
BAB V PENUTUP................................................................................................28
5.1. Kesimpulan..............................................................................................28
iv
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29
v
BAB I
OVERVIEW
Anak laki laki 5 tahun dengan keluhan gusi bengkak dan terdapat sariawan
dalam mulut yang banyak, sakit sekali hingga sulit makan, timbul sejak 3 hari
yang lalu. Pasien menderita malaise dan demam beberapa hari sebelumnya. Telah
diberikan PCT sirup, demam reda tetapi sariawan belum sembuh juga. Pasien
belum pernah menderita sariawan sebelumnya. Riwayat penyakit pada keluarga
disangkal
Pemeriksaan fisik
Tanda vital dalam batas normal. Wajah pasien tampak pucat.
Pemeriksaan Ekstra Oral
Pada bibir tampak ulser dan krusta kekuningan.
Pemeriksaan Intra oral
Ditemukan ulser multipel, putih, dangkal, ireguler dikelilingi daerah eritema yang
difus, menyebar pada mukosa labial, bukal, palatum durum dan lidah. Gingiva
atas dan bawah tampak edema dan eritema.
Anamnesis
Anak laki laki 5 tahun dengan keluhan gusi bengkak dan terdapat sariawan dalam
mulut yang banyak, sakit sekali hingga sulit makan, timbul sejak 3 hari yang lalu
Riwayat kesehatan: Belum pernah mengalami sariawan sebelumnya
Riwayat penyakit keluarga: disangkal
Tanda dan gejala klinis:
Umum:
Malaise dan demam beberapa hari sebelumnya
1
Pemeriksaan Ekstra Oral:
Ulser dan krusta kekuningan pada bibir
Pemeriksaan Intra Oral:
Ulser multipel, putih, dangkal, ireguler dikelilingi daerah eritema yang difus,
menyebar pada mukosa labial, bukal, palatum durum dan lidah.
Gingiva atas dan bawah tampak edema dan eritema.
Diagnosis Klinis:
Gingivostomatitis herpetika primer.
Diagnosis banding:
Stomatitis apthosa tipe herpetiformis.
Herpes-associated erythema multiforme
BAB II
BASIC SCIENCE
2.1.1. Terminologi
2.1.2. Fungsi
2.1.3. Jenis
2.2.1. Terminologi
Herpes simpleks virus (HSV) tipe I dan II merupakan virus herpes hominis
yang merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik
pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker dan lokasi klinis tempat
predileksi (Handoko, 2010). HSV tipe I sering dihubungkan dengan infeksi oral
sedangkan HSV tipe II dihubungkan dengan infeksi genital. Semakin seringnya
infeksi HSV tipe I di daerah genital dan infeksi HSV tipe II di daerah oral
5
2.2.2. Distribusi
Menurut Wolff (2007) infeksi HSV tipe I pada daerah labialis 80-90%,
urogenital 10-30%, herpetic whitlow pada usia< 20 tahun, dan neonatal 30%.
Sedangkan HSV tipe II di daerah labialis 10-20%, urogenital 70-90%, herpetic
whitlow pada usia> 20 tahun, dan neonatal 70%.
Infeksi HSV dapat menyebar ke bagian kulit mana saja, misalnya: mengenai jari-
jari tangan (herpetic whitlow) terutama pada dokter gigi dan perawat yang
melakukan kontak kulit dengan penderita. Tenaga kesehatan yang sering terpapar
dengan sekresi oral merupakan orang yang paling sering terinfeksi (Habif, 2004).
Bisa juga mengenai para pegulat (herpes gladiatorum) maupun olahraga lain yang
melakukan kontak tubuh (misalnya rugby) yang dapat menyebar ke seluruh
anggota tim (Sterry, 2006).
2.2.3. Patogenesis
Menurut Habif (2004) infeksi HSV ada dua tahap: infeksi primer, virus
menyerang ganglion saraf. HSV masuk melalui defek kecil pada kulit atau
mukosa dan bereplikasi lokal lalu menyebar melalui akson ke ganglia sensoris dan
terus bereplikasi. Dengan penyebaran sentrifugal oleh saraf-saraf lainnya
menginfeksi daerah yang lebih luas. Setelah infeksi primer HSV masuk dalam
masa laten di ganglia sensoris (Sterry, 2006). Tahap kedua, infeksi rekuren
dengan karakteristik kambuhnya penyakit di tempat yang sama. Terjadi
pengaktifan kembali HSV oleh berbagai macam rangsangan (sinar UV, demam)
sehingga menyebabkan gejala klinis (Sterry, 2006).
Pada infeksi primer kebanyakan tanpa gejala dan hanya dapat dideteksi
dengan kenanikan titer antibody IgG. Seperti kebanyakan infeksi virus, keparahan
penyakit meningkat seiring bertambahnya usia. Virus dapat menyebar melalui
udara via droplets, kontak langsung dengan lesi, atau kontak dengan cairan yang
mengandung virus seperti ludah.
6
Gambar 1. Proses replikasi virus herpes simpleks pada infeksi primer, laten dan
rekuren
Pada fase laten penderita tidak ditemukan kelainan klinis, tetapi herpes
simpleks virus dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis
(Handoko, 2010). Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang semula
tidak aktif di ganglia dorsalis menjadi aktif oleh mekanisme pacu (misalnya:
demam, infeksi, hubungan seksual) lalu mencapai kulit sehingga menimbulkan
gejala klinis yang lebih ringan dan berlangsung sekitar tujuh sampai sepuluh hari
disertai gejala prodormal lokal berupa rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekuren
dapat timbul pada tempat yang sama atau tempat lain di sekitarnya (Handoko,
2010).
2.3.1. Terminologi
2.3.2. Etiologi
8
Penyebab paling sering bagi lesi vesikubulosa adalah infeksi virus Herpes
Simplex, Varicella Zoster, infeksi virus Coxsakie, Hand Foot dan Mouth Disease
dan Herpangina (Gayford dan Haskell, 1991).
Lesi-lesi yang diakibatkan oleh infeksi virus maupun yang terjadi karena
alergi adalah mirip secara mikroskopis sehingga sulit untuk menegakkan
diagnosis dengan cara biopsi. Identifikasi proses penyakit tersebut tergantung
pada penampakan klinis dan tes-tes laboratoris, misalnya tes-tes sensitivitas, tes
fiksasi dan tes inokulasi (Baskar, 1993).
2.4. Demam
Demam adalah suatu kondisi saat suhu badan lebih tinggi daripada
biasanya atau di atas suhu normal. Umumnya terjadi ketika seseorang mengalami
gangguan kesehatan. Suhu badan normal manusia biasanya berkisar antara 36-37o
C. Demam sesungguhnya merupakan reaksi alamiah dari tubuh manusia dalam
usaha melakukan perlawanan terhadap beragam penyakit yang masuk atau berada
di dalam tubuh. Apabila ada suatu kuman penyakit yang masuk ke dalam tubuh,
secara otomatis tubuh akan melakukan perlawanan dengan mengeluarkan zat
antibody. Pengeluaran zat antibody yang lebih banyak dari biasanya ini akan
diikuti dengan naiknya suhu badan. (Widjaja, 1999)
2.5. Malaise
Gusi berdarah bisa disebabkan oleh berbagai hal. Penyebab yang paling
sering adalah adanya plak dan karang gigi (kalkulus) yang menempel pada
permukaan gigi. Selain karang gigi dan plak, perdarahan gusi juga berhubungan
dengan beberapa penyakit, antara lain kekurangan vitamin C dan kelainan darah.
2.7. Antivirus
2.7.1. Asiklovir
2.7.2. Valasiklovir
2.7.3. Gansiklovir
12
2.7.4. Valgansiklovir
3. Indikasi
Infeksi herpes simpleks mokokutan, khususnya herpes labialis rekuren(cold
sores).
4. Dosis
Diberikan secara topikal dalam bentuk 1% krim.
5. Efek samping
Reaksi lokal pada tempat aplikasi, namun jarang terjadi.
6. Dosis
Tablet & kapsul salut enteric peroral 400 mg / hari dalam dosis tunngalatau
terbagi.
7. Efek samping
Diare, pancreatitis, neuripati perifer.
2.7.5. Zalsitabin
1. Farmakokinetik
Zalsitabin mudah diabsorpsi oral, tetapi makanan atau MALOX TC akan
menghambat absorpsi didistribusi obat ke seluruh tubuh tetapi penetrasi
15
keSSP lebih rendah dari yang diperoleh dari AZT. Sebagai obat
dimetabolismemenjadi DITEOKSIURIDIN yang inaktif. Urin adalah jalan
ekskresi utamameskipun eliminasi pekal bersama metabolitnya.
2. Mekanisme kerja
Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan
pembentukanrantai DNA virus.
3. Resistensi
Resistensi terhadap zalsitabin disebakan oleh mutasi pada
reversetranscriptase. Dilaporkan ada resisitensi silang dengan lamivudin.
Spektrumaktivitas : HIV (1 & 2).
4. Indikasi
Infeksi HIV, terutama pada pasien HIV dewasa tingkat lanjut yang
tidak responsive terhadap zidovudin dalam kombinasi dengan anti HIV
lainnya(bukan zidanudin).
5. Dosis
Diberikan peroral 2,25 mg / hari(1 tablet 0,75 mg tiap 8 jam).
6. Efek samping
Neuropati perifer, stomatitis, ruam dan pancreatitis.
2.7.6. Stavudin
1. Farmakokinetik
Stavudin adalah analog timidin dengan ikatan rangkap antara karbon 2¶dan
3¶ dari gula.Stavudin harus diubah oleh kinase intraselular menjaditriposfat
yang menghambat transcriptase reverse dan menghentikan rantaiDNA.
2. Mekanisme kerja
Obat ini bekerja pada HIV RT dengan cara menghentikan
pembentukkanrantai DNA virus.
3. Resistensi
Disebabkan oleh mutasi pada RT kodon 75 dan kodon 50.
Spektrumaktivitas: HIV tipe 1 dan 2.
4. Indikasi
16
2.7.7. Lamivudin
1. Farmakoinetik
Ketersediaan hayati lamivudin per oral cukup baik dan bergantung
padaekskresi ginjal.
2. Mekanisme kerja
Obat ini bekerja pada HIV RT dan HBV RT dengan cara
menghentikan pembentukan rantai DNA virus.
3. Resistensi
Disebabkan pada RT kodon 184. Terdapat laporan adanya resistensisilang
dengan didanosin dan zalsitabin.
4. Indikasi
Infeksi HIV dan HBV, untuk infeksi HIV, dalam kombinasi dengan antiHIV
lainnya (seperti zidovudin,abakavir).
5. Dosis
Per oral 300 mg/ hari (1 tablet 150 mg, 2x sehari atau 1 tablet 300 mg
1xsehari ). Untuk terapi HIV lamivudin, dapat dikombinasikan
denganzidovudin atau abakavir.
6. Efek samping
Sakit kepala dan mual.
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2. Etiologi
Herpes simplex pada kasus di daerah mulut maka jenisnya adalah virus
herpes simpleks tipe I (HSV-1)
Faktor predisposisi ialah sistem imun yang buruk. GHP seringkali juga menyertai
kondisi infeksi akut seperti pneumonia, meningitis, influenza, tifus, infeksi
mononukleusis dan kondisi stress.
18
4–6 minggu, dan menetap lama, bahkan dapat seumur hidup. Antibodi IgM
dan IgG hanya memberi gambaran keadaan infeksi akut atau kronik dari
penyakit herpes. Tidak ditemukannya antibodi HSV pada sampel serum akut
dan ditemukannya IgM spesifik HSV atau peningkatan 4 kali antibodi IgG
selama fase penyembuhan menunjukkan diagnosis HSV primer.
Ditemukannya IgG antiHSV pada serum akut, IgM spesifik HSV dan
peningkatan IgG anti-HSV selama fase penyembuhan merupakan diagnostik
infeksi HSV rekuren.
4. Deteksi
Pada tes antigen virus, untuk mendeteksi antigen HSV dilakukan secara
immunologik memakai antibodi poliklonal atau monoklonal, misalnya teknik
pemeriksaan dengan imunofluoresensi, imunoperoksidase, Polymerase chain
reaction (PCR) dan ELISA . Deteksi antigen secara langsung dari spesimen
sangat potensial, cepat dan dapat merupakan deteksi paling awal pada infeksi
HSV. Deteksi DNA HSV dengan Polymerase chain reaction (PCR), lebih
sensitif dibandingkan kultur virus.
kumur analgesik akan mengurangi rasa sakit terutama saat pasien makan.
Mencegah kekambuhan dengan cara menghindari faktor pencetus, mencegah
infeksi melalui penyuluhan.
Pengobatan pada herpes sekunder akan efektif bila dilakukan sebelum munculnya
luka, yaitu segera setelah penderita mengalami gejala prodromal. Mengkonsumsi
multivitamin selama masa prodromal bisa mempercepat hilangnya cold sore.
Melindungi bibir dari sinar matahari secara langsung dengan menggunakan topi
lebar atau dengan mengoleskan pelembab bibir yang mengandung tabir surya,
bisa mengurangi kemungkinan timbulnya cold sore. Sebaiknya penderita juga
menghindari kegiatan dan makanan yang bisa memicu terjadinya infeksi
berulang.
Penderita yang sering mengalami infeksi berulang bisa mengkonsumsi lisin. Salep
asiklovir bisa mengurangi beratnya serangan dan menghilangkan cold sore lebih
cepat. Pelembab bibir seperti jelly petroleum dapat menghindari bibir pecah-
pecah dan mengurangi resiko tersebarnya virus ke daerah di sekitarnya.
Obat Antivirus yang dapat digunakan antara lain asiklovir, famsiklovir,
valasiklovir. Untuk mencegah terjadinya infeksi oleh bakteri, maka antibiotik
diberikan kepada penderita dewasa yang memiliki luka hebat.
Untuk kasus-kasus yang berat dan untuk penderita yang memiliki kelainan sistem
kekebalan, bisa diberikan kapsul asiklovir. Kortikosteroid tidak digunakan untuk
mengobati herpes simpleks karena bisa menyebabkan perluasan infeksi.
Obat-obat yang efektif bekerja selama fase akut infeksi virus dan tidak
memberikan efek pada fase laten. Obat-obat tersebut adalah analok purin atau
pirimidin yang menghambat sintesis virus DNA.
a. Asiklovir
Asiklovir merupakan obat antivirus yang spesifik terhadap virus herpes, dapat
diberikan pada penderita dengan infeksi mukokutan disertai defisiensi imunitas.
Obat ini hanya bekerja pada sel-sel yang terkena infeksi. Tidak mempunyai efek
teratogenik. Toleransi obat baik, tidak ada toksisitas akut dan tidak menimbulkan
penekanan sumsum tulang, hati dan ginjal. Tetapi walaupun demikian pernah
22
3.3. Prognosa
Infeksi primer dan rekuren HSV memiliki prognosis buruk yaitu 70%
kemungkinan kematian pada penderita yang tidak mendapatkan perawatan.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Overview
Respons radang akut dari infeksi primer HSV biasanya terjadi setelah
periode inkubasi 3 sampai 10 hari. Orang – orang yang terinfeksi akan mengeluh
demam, malaise, dan mudah marah (Langlais dan Miller, 2000). Hal ini
berhubungan dengan pasien pada skenario yang hasil anamnesisnya menyatakan
bahwa beberapa hari sebelum muncul sariawan merasakan demam dan malaise.
Pada pemeriksaan intra oral ditemukan peradangan gingiva, ulkus multiple
pada lateral lidah, mukosa bukal, mukosa labial dan palatumyang menyebabkan
sulit makan akibat adanya rasa sakit dari ulkus tersebut yang sesuai dengan yang
disebutkan Langlais & Miller (2000).
Pasien juga mempunyai tanda gusi berdarah yang disebabkan kerapuhan
kapiler dan meningkatnya permeabilitas. Hal ini mengarahkan pada gambaran
klinis penyakit akibat infeksi.
4.2. Diagnosa
Pada kasus ini sebaiknya ilakukan tes serologik IgM dan IgG tipe spesifik
untuk membantu menegakkan diagnosa infeksi HSV tipe-1.Tidak ditemukannya
antibodi HSV pada sampel serum akut dan ditemukannya IgM spesifik HSV atau
peningkatan 4 kali antibodi IgG selama fase penyembuhan menunjukkan
diagnosis HSV primer.
Karena terapi spesifik untuk penyakit ini tidak ada, hanya meliputi
simtomatis dan suportif, pada pasien ini rencana perawatan juga ditujukan untuk
meredakan gejala dan keluhan klinis yang muncul. Terapi dibagi menjadi terapi
non-farmakologis dan terapi farmakologis.
Terapi non-farmakologis meliputi pemberian Oral Hygiene Instruction dan
KIE yaitu: membersihkan gigi dan lidah minimal 2x sehari, Makan makanan
tinggi kalori tinggi protein seperti susu Peptisol, Peptamen, makan makanan
lembut dan minum air dingin serta menghindari minum jus jeruk atau nanas untuk
mencegah iritasi mukosa akibat kadar asam tinggi.
Terapi farmakologis berupa pemberian obat antivirus Asiklovir peroral
secara episodik dengan dosis 5x200 mg/ hari selama 5 hari untuk mengatasi
serangan virus yang ada. Triamcinolone acetonide 0,1% secara topikal pada lesi
dan ibubrofen 3x400mg diberikan sebagai antiinflamasi untuk mengurangi rasa
sakit dan proses peradangan yang terjadi. Asam folat dan vitamin B 12 diberikan
untuk regenerasi mukosa yang rusak akibat proses ulserasi jaringan.
R/ Asiklovir tab 200mg no L
ʃ 5 dd 1
R/ Triamcinolone acetonide 0,1% tb no. I
ʃ 3 dd 1 p.a. (oleskan pada daerah yang sakit)
R/ Ibuprofen tab 400mg no XXX
27
ʃ 3 dd 1
R/ Asam folat tab 1 mg no. X
ʃ 3 dd 1 a.c.
R/ Vitamin B12 tab 50mcg no. XXX
ʃ 3 dd 1 a.c.
28
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Sterry, W., Paus, R., Burgdorf, W., 2006.Viral Diseases. In: Thieme Clinical
Companions Dermatology. New York: Thieme. 57-60.
Sulistiani, Ema Rina. 2009. Herpes Simplex Virus (HSV).
http://id.shvoong.com/exactsciences/chemistry/1934530-herpes-simplex-
virus-hsv/#ixzz1ozTFNTwr. Diakses 12 Maret 2012
Sonnis, S. B., Fasto, F. C., Fang, L., 1995, Principle and Practice of Oral
Medicine, W .B., Saunders, USA
Widjaja MC, 1999, Mencegah dan Mengatasi Demam pada Balita, Kawan
Pustaka, Jakarta