KELOMPOK 3 :
UNIVERSITAS MATARAM
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
kesehatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah berjudul
“Pengaruh Penambahan Zat Aditif terhadap Zat Gizi” ini dengan baik. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi mata kuliah Evaluasi Gizi dan Pangan.
Atas terselesaikannya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dosen pembimbing mata kuliah Evaluasi Gizi dan Pangan
yang telah meluangkan waktu, tenaga serta pikiran untuk membimbing kami.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari taraf
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun dari semua pihak.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER..........................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................4
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................5
1.3 Tujuan..................................................................................................................5
1.4 Manfaat................................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................7
2.1 Pengertian Bahan Aditif.......................................................................................7
2.2 Jenis-Jenis Bahan Aditif/Bahan Tambahan Makanan (BTM).............................8
2.3 Bahaya Bahan Tambahan Makanan Bagi Kesehatan........................................14
2.4 Kandungan Kimia Buah Belimbing...................................................................16
BAB III PEMBAHASAN...........................................................................................18
3.1 Natrium Benzoat................................................................................................18
3.2 Karakteristik Vitamin C.....................................................................................19
3.3 Tahapan Proses Pembuatan Sari Buah Belimbing.............................................19
3.4 Pengaruh Penambahan Natrium Benzoat Terhadap Vitamin C Pada Sari Buah
Belimbing.................................................................................................................24
BAB IV KESIMPULAN.............................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................26
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui apa itu natrium benzoat
b. Untuk mengetahui karakteristik Vitamin C
c. Untuk mengetahui tahapan proses pembuatan sari buah belimbing
d. Untuk mengetahui pengaruh pengaruh penambahan natrium benzoat
terhadap vitamin C pada sari buah belimbing.
1.4 Manfaat
manfaat penyusunan makalah ini sebagai berikut :
Zat aditif makanan dapat digolongkan menjadi dua yaitu : (a) aditif sengaja,
yaitu aditif yang diberikan dengan sengaja dengan maksud dan tujuan tertentu, seperti
untuk meningkatkan nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan,
memantapkan bentuk dan rupa, dan lain sebagainya, dan (b) aditif tidak sengaja,
yaitu aditif yang terdapat dalam makanan dalam jumlah sangat kecil sebagai akibat
dari proses pengolahan. Bila dilihat dari sumbernya, zat aditif dapat berasal dari
sumber alamiah seperti lesitin, asam sitrat, dan lain-lain, dapat juga disintesis dari
bahan kimia yang mempunyai sifat serupa dengan bahan alamiah yang sejenis, baik
susunan kimia, maupun sifat metabolismenya seperti karoten, asam askorbat, dan
lain-lain. Pada umumnya bahan sintetis mempunyai kelebihan, yaitu lebih pekat,
lebih stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian ada kelemahannya yaitu sering
terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat berbahaya bagi
kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogen yang dapat merangsang terjadinya
kanker pada hewan dan manusia.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 235/MEN.KES/
PER/VI/1979 tanggal 19 Juni 1979 mengelompokkan BTM berdasarkan fungsinya
yaitu :
a. Antioksidan
Antioksidan adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau
menghambat proses oksidasi. Antioksidan ditambahkan pada minyak untuk
mencegah tengik yang merupakan hasil perubahan oksidatif . Sebagian
ditambahkan pada buah – buahan dan sayur- sayuran untuk mencegah
pencokelatan enzimatik. Contoh : Asam askorbat (bentukan garam kalium,
natrium, dan kalium), digunakan pada daging olahan, kaldu, dan buah kalangan
(F. G. Winarno dan Titi Sulistyowati Rahayu, 1994).
b. Antikempal
Antikempal adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah
mengempalnya makanan yang berupa serbuk, tepung, dan bubuk. Bahan ini biasa
ditambahkan dalam garam meja, mrica bubuk, susu bubuk,. Contoh: aluminium
silikat untuk susu bubuk, dan kalsium aluminium silikat untuk garam meja (F. G.
Winarno dan Titi Sulistyowati Rahayu, 1994).
c. Pengatur Keasaman
Pengatur keasaman adalah bahan tambahan makanan yang dapat
mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman makanan.
Pengatur keasaman menyesuaikan pH minuman dari buah kalengan dan sayur
kaleng. Contoh: asam asetat (CH3COOH), aluminium amonium sulfat
(Al(NH4)2(SO4), amonium bikarbonat (NH4HCO3), asam klorida (HCl), asam
laktat, asam sitrat, asam tatrat, dan natrium bikarbonat (NaHCO 3) (F. G. Winarno
dan Titi Sulistyowati Rahayu, 1994).
d. Pemanis
i. Pengawet
Bahan pengawet ditambahkan untuk memperpanjang umur (shelf life)
makanan dengan mencegah atau menghambat pertumbuhan mikroba. Teknik
penambahan bahan pengawet dilakukan dengan cara: Pencampuran (untuk bahan
makanan yang berbentuk cairan atau setengah cair), Pencelupan (untuk bahan
makanan yang berbentuk padat), Penyemprotan (untuk bahan makanan padat dan
konsentrasi bahan pengawet yang diperlukan adalah tinggi) , pengasapan (untuk
bahan makanan yang dikeringkan, bahan yang sering digunakan adalah belerang
dioksida), dan pelapisan pada pembungkus (dengan penambahan /pelapisan bahan
pengawet pada bungkus makanan). Syarat penggunaan bahan pengawet yaitu :
memberikan nilai ekonomis, dimanfaatkan bila cara pengawetan lain tidak
tersedia, meningkatkan umur simpan, kualitas tidak berubah, mudah dilarutkan/
ditambahkan, cukup aman dalam dosis pemakaian, mudah ditentukan dengan
analisis kimia, aktivitasnya tidak menghambat enzim pencernaan, dll. Jenis – jenis
bahan pengawet adalah asam benzoat, asam propionat, asam sorbat, dan belerang
dioksida dan turunan – turunannya.
Bahan pengawet yang terdapat pada makanan dan minuman kemasan
kerap kali dituding sebagai zat berbahaya bagi kesehatan. Jenis zat pengawet ada
dua, yaitu GRAS (Generally Recognized as Safe), dan ADI. GRAS aman dan
tidak berefek toksik, misalnya garam, gula, lada, dan asam cuka. ADI
(Acceptable Daily Intake), jenis pengawet yang diizinkan dalam buah-buahan
olahan demi menjaga kesehatan konsumen. Cara kerja bahan pengawet terbagi
menjadi dua, yaitu sebagai antimikroba dan sebagai antioksidan. Sebagai
antimikroba artinya menghambat pertumbuhan kuman dan sebagai antioksidan
maksudnya mencegah terjadinya oksidasi terhadap makanan sehingga tidak
berubah sifat, contohnya mencegah makanan berbau tengik. Bahan pengawet
yang diizinkan digunakan dalam makanan dalam kadar tertentu adalah asam
benzoat, asam propionat, asam sorbat, belerang dioksida, etil phidroksi benzoat,
kalium benzoat, kalium bisulfit, kalium meta bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit,
kalium propionat, kalium sorbat, kalium sulfit, kalsium benzoit, kalsium
propionat, kalsium sorbat, natrium benzoat, metil-p-hidroksi benzoit, natrium
bisulfit, natrium metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitrit, natrium propionat,
natrium sulfit, nisin dan propil-p-hidroksi-benzoit (Permenkes
No.722/Menkes/1988).
a) Asam Propionat : mempunyai struktur yang terdiri dari tiga taom karbon
tidak dapat dimetabolisis oleh mikroba. Hewan tingkat tinggi dan manusia
dapat memetabolisasi asam propionate ini seperti asam lemak biasa.
Propionat efektif terhadap kapang dan beberapa khamir pada pH diatas 5.
b) Asam Sitrat (citric acid) : Asam sitrat dipakai untuk meningkatkan rasa
asam (mengatur tingkat keasaman) pada berbagai pengolahan minum,
produk air susu, selai, jeli, dan lain-lain. Asam sitrat berfungsi sebagai
pengawet pada keju dan sirup, digunakan untuk mencegah proses
kristalisasi dalam madu, gula-gula (termasuk fondan), dan juga untuk
mencegah pemucatan berbagai makanan, misalnya buah-buahan kaleng
dan ikan. Larutan asam sitrat yang encer dapat digunakan untuk mencegah
pembentukan bintik-bintik hitam pada udang. Penggunaan maksimum
dalam minuman adalah sebesar 3 gram/liter sari buah.
c) Asam Benzoat : merupakan bahan pengawet yang luas penggunaanya dan
sering digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan ini digunakan
untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Benzoat efektif pada
pH 2,5-4,0. Karena kelarutan garamnya lebih besar, maka biasa digunkan
dalam bentuk garam Na-benzoat. Sedangkan dalam bahan, garam benzoat
terurai menjadi bentuk efektif, yaitu bentuk asam benzoat yang
terdisosiasi.
d) Bleng : merupakan larutan garam fosfat, berbentuk kristal, dan berwarna
kekuning-kuningan. Bleng banyak mengandung unsur boron dan beberapa
mineral lainnya. Penambahan bleng selain sebagai pengawet pada
pengolahan bahan pangan terutama kerupuk, juga untuk mengembangkan
dan mengenyalkan bahan, serta memberi aroma dan rasa yang khas.
Penggunaannya sebagai pengawet maksimal sebanyak 20 gram per 25 kg
bahan. Bleng dapat dicampur langsung dalam adonan setelah dilarutkan
dalam air atau diendapkan terlebih dahulu kemudian cairannya
dicampurkan dalam adonan.
e) Garam dapur (natrium klorida) : sebagai penghambat pertumbuhan
mikroba, sering digunakan untuk mengawetkan ikan dan juga bahanbahan
lain. Pengunaannya sebagai pengawet minimal sebanyak 20 % atau 2
ons/kg bahan.
f) Garam sulfat : digunakan dalam makanan untuk mencegah timbulnya
ragi, bakteri dan warna kecoklatan pada waktu pemasakan.
g) Gula pasir : digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai
dengan tujuan menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan
pengawet, pengunaan gula pasir minimal 3% atau 30 gram/kg bahan.
h) Kaporit (Calsium hypochlorit, hypochloris calsiucus, chlor kalk, kapur
klor) : digunakan untuk mensterilkan air minum dan kolam renang, serta
mencuci ikan.
i) Natrium Metabisulfit : diperdagangkan berbentuk kristal. Pemakaiannya
dalam pengolahan bahan pangan bertujuan untuk mencegah proses
pencoklatan pada buah sebelum diolah, menghilangkan bau dan rasa getir
terutama pada ubi kayu serta untuk mempertahankan warna agar tetap
menarik. Natrium metabisulfit dapat dilarutkan bersama-sama bahan atau
diasapkan. Prinsip pengasapan tersebut adalah mengalirkan gas SO2 ke
dalam bahan sebelum pengeringan. Pengasapan dilakukan selama ± 15
menit. Maksimum penggunaannya sebanyak 2 gram/kg bahan. Natrium
metabisulfit yang berlebihan akan hilang sewaktu pengeringan.
j) Nitrit dan Nitrat : Nitrit dan nitrat dapat menghambat pertumbuhan bakteri
pada daging dan ikan dalam waktu yang singkat. Sering digunakan pada
daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah daging.
Jumlah nitrit yang ditambahkan biasanya 0,1 % atau 1 gram/kg bahan
yang diawetkan. Untuk nitrat 0,2 % atau 2 gram/kg bahan. Apabila lebih
dari jumlah tersebut akan menyebabkan keracunan.
k) Sendawa
Bahan ini berbentuk kristal putih atau tak berwarna, rasanya asin dan
sejuk. Dalam industri biasa digunakan untuk membuat korek api, bahan
peledak, pupuk, dan juga untuk pengawet bahan pangan. Penggunaannya
maksimum sebanyak 0,1 % atau 1 gram/kg bahan (Peraturan Menteri
Kesehatan RI No 722/Menkes/PER/XII/88).
b. Siklamat dianggap tidak berbahaya dan digunakan secara luas dalam makanan dan
minuman selama bertahun- tahun. Penggunaanya sebagai zat tambahan makanan
dilarang pada tahun 1969 saat ditemukan bahwa campuran sakarin dan siklamat
meningkatkan insiden tumor kandung kemih pada tikus ( Price , 1970 ). Penelitian
berikutnya menunjukkan bahwa siklamat terbukti tidak bersifat karsinogen dan uji
mutagenitas jangka pendek tidak membuahkan hasil yang konsisten. Ini juga berlaku
untuk sikloheksilamin. Penggunaanya diizinkan kembali dibeberapa negara,
meskipun di Amerika Serikat masih tidak diijinkan untuk digunakan sebagai zat
tambahan makanan.
c. Nitrat dan nitrit adalah bahan pengawet yang berguna dan memberikan warna dan
rasa khusus pada daging , misalnya ham dan corned beef. Tetapi zat ini dapat
bergabung dengan amin tertentu membentuk berbagai jenis nitrosamin yang
kebanyakan bersifat karsinogen kuat. Meskipun demikian , nitrat dan nitrit berguna
untuk mengendalikan mikroorganisme pembentuk toksin misalnya Clostridium
botulinum. Karena berdasarkan penemuan bahwa DEPC dapat bergabung dengan ion
amonium dalam minuman untuk membentuk ureten, suatu karsinogen yang
berspektrum luas dalam semua spesies hewan yang diuji, dan berdasarkan fakta
bahwa penggunaanya tidak mutlak diperlukan.
e. Tatrazin , zat pewarna kuning yang dipergunakan secara luas dalam berbagai
makanan olahan telah diketahui dapat menginduksi reaksi alergi , terutama bagi orang
yang alergi terhadap aspirin ( Juhlin , 1980 )
f. Sulfur dioksida , (SO2) dan zat kimia yang berhubungan , misalnya bisulfit dan
metabisulfit , digunakan sebagai bahan pengawet dalam makanan olahan selain salad.
Buah Belimbing
Penyortiran
Pencucian
Pembotolan
Penutupan botol
Sterilisasi
Arpah, 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk Pangan. Program
Studi Ilmu Pangan, Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ashurst. P.R. 1995. Production and packaging of non carbonated fruit Juice and fruit
beverages. Blackie Academic and Proffesioanl. London.
Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi
Aksara, Jakarta. Chau, Chi-Fai, Chien-Hung Chen, Ching-YI Lin, 2003.
Insoluble Fiber-Rich Fraction Derived From Averrhoa Carambola:
Hypoglycemic Effects Determined By In Vitro Methods. LWT-Food Science
and Technology. Vol. 37: 331-335.
Cruess, W.V. 1958. Commercial Fruit and Vegetable Products. Mc.Graw-Hill Co.
New York.
Dasgupta P, Chakraborty P, Bala NN, 2013, Averrhoa Carambola : An Update
Review, International Journal of Pharma Research & Review, Vol.2 No.7,
pp.54-63. Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
F. G. Winarno dan Titi Sulistyowati Rahayu, (1994). Bahan Tambahan untuk
Makanan dan Kontaminan. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Furia, A. Z. 1972. Hand Book of Food Additives. Chemical Inc Publisher, New York.
Kannan A, Gourisankar P.Ch., Sandaka 2008 . Heat Transfer Analysis of
canned food Sterilization in a Still Retort. Journal of Food Engineering. Vol
88 213-228.
Iralawati, A.D., D. Hermayanti, dan F. Syafitri, 2012. Jus Belimbing Manis
(Averrhoa Carambola L.,) Sebagai Hepatoprotektor Pada Tikus Putih (Rattus
novergicus strain wistar) Yang Diinduksi Antituberkulosis Rifampisin dan
Isoniazid. Jus Belimbing Manis (Averrhoa carambola L.,) sebagai. 8(2) : 127-
134.
Ratnani. R. D., 2009. Bahaya Bahan Tambahan Makanan bagi Kesehatan. Jurnal
momentum. 5(1) : 16-22.
Ridha, A. 2013. Efek Jus Belimbing (Averrhoa Carambola L.) Terhadap Kadar
Glukosa Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar yang Dibebani Glukosa.
Program studi pendidikan dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas
Tanjungpura, Pontianak.
Satuhu, S. 1994. Penanganan dan Pengolahan Buah. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, R. 2008. Pengaruh Natrium Benzoat Dan lama Penyimpanan Terhadap Mutu
Marmalade sirsak (Annona muricata L).
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. dan Rahayu. 1994. Bahan Tambahan Makanan untuk Makanan dan
Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. Gramedia.