PENGGOLONGAN OBAT
Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Anggy Wulandari (184840106)
2. Meida Adelia (184840120)
3. Siti Korimah (184840134)
PENGGOLONGAN OBAT
Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Anggy Wulandari (184840106)
2. Meida Adelia (184840120)
3. Siti Korimah (184840134)
Dosen Pengampu:
Rachmawati Felani Djuria, S.Farm., Apt., MPH.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
menyelesaikan paper ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia
Paper ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Perundang-
undangan Kesehatan dan juga sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta
mungkin. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan paper ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu
kami sebagai penyusun paper ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang
Waalaikumsalam Wr Wb.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
B. Tujuan ..................................................................................................2
C. Manfaat ................................................................................................2
A. Kesimpulan ..........................................................................................21
iv
B. Saran.....................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................23
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan,
hewan,mineral maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk
mengurangi rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan atau
menyembuhkan penyakit. Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau
khasiatnya bisa kita dapatkan.
Dewasa ini, perkembangan ilmu Farmasi sudah semakin maju.
Banyak sekali macam-macam jenis sediaan jenis farmasi yang
dikembangkan. Segala macam jenis penggolongan obat pun sudah
semakin diperbaharui bdengan adanya peraturan dari Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2000 yang mengganti penggolongan
obat menjadi 5 golongan saja. Bidang farmasi juga terus mengembangkan
ilmu dalam menemukan jenis dan khasiat obat, karena masyarakat
Indonesia semakin memebutuhkan segala jenis obat dengan kerja yang
sesuai di tubuhnya.
Golongan obat adalah penggolongan yang dimaksud untuk
peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan distribusi yang terdiri
dari obat bebas, obat keras, psikotropika dan narkotika, obat bebas terbatas
yang akan dibahas secara mendetail pada pembahasan selanjutnya.
Untuk mengawasi penggunaan obat oleh rakyat serta untuk
menjaga keamanan penggunaannya, maka pemerintah menggolongkan
obat.
Penggolongan obat menurut PERMENKES RI No.
949/MENKES/Per/VI/2000 yaitu :
1. Obat bebas
2. Obat bebas terbatas
3. Obat wajib apotek (OWA)
1
4. Obat keras
5. Obat narkotika dan
6. Psikotropika
B. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu :
1. Untuk mengetahui tujuan, macam-acam, kriteria dan tat laksana
registrasi obat, kriteria obat jadi yang terdaftar
2. Untuk mengetahui obat palsu dan obat jadi sejenis terkait kode
registrasi obat, evaluasi dan evaluasi kembali terhadap obat jadi yang
beredar
3. Untuk mengetahui golongan obat bebas dan obat bebas terbatas
4. Untuk mengetahui golongan obat keras
5. Untuk mengetahui golongan obat generik, patent, dan generic
bermerek.
6. Untuk mengetahui pedoman dalam periklanan obat.
C. Manfaat
Adapun manfaat yang di dapat yaitu :
2
1. Dapat mengetahui dan menjelaskan tujuan, macam-acam, kriteria dan
tat laksana registrasi obat, kriteria obat jadi yang terdaftar
2. Dapat mengetahui dan menjelaskan tentang obat palsu dan obat jadi
sejenis terkait kode registrasi
3. Dapat mengetahuidan menjeelaskan apa saja golongan obat bebas dan
obat bebas terbatas
4. Dapat mengetahui dan menjelaskan apa saja golongan obat keras
5. Dapat mengetahui dan menjelaskan golongan obat generic, patent, dan
generic bermerek.
6. Dapat mengetahui mengenai pedoman dalam periklanan obat.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
- Registrasi variasi Minor yang memerlukan persetujuan yaitu
registarsi variasi yang tidak termasukkategori registrasi variasi
minor dengan notifikasi maupun variasi major
- Registrasi variasi minor dengan notifikasi yaitu registrasi
variasi yang berpengaruh minimal atau tidak berpengaruh sama
sekali terhadap aspek khasiat, keamanan, dana tau mutu obat,
serta tidak merubah informasi pada sertifikat izin edar.
3. Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat
a. Kreteria obat yang Akan di Registrasi
Obat yang akan di registrasi oleh Industrai Farmasi harus
memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut:
- Aman dan berkhasiat, dibuktikan melalui uji preklinik dan uji
klinik.
- Memenuhi persyaratan mutu yang dinilai dari proses produksi
yang sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB),
spesifikasi dan metode pengujian bahan baku dan produk jadi
dengan bukti yang sahih (ada sertifikatnya).
- Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang
dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan
aman.
- Khusus untuk psikotropika baru, kemanfaatan & keamanannya
lebih unggul dibandingkan dengan obat standar dan obat
yang beredar di Indonesia untuk indikasi yang di klim.
- Khusus untuk kontrasepsi untuk program nasional dan obat
untuk program lainnya harus dilakukan uji klinik di Indonesia.
- Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat dan terjangkau
(ditetapkan oleh Badan POM).
b. Tata Laksana Registrasi Obat
- Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri
5
Registrasi obat produksi dalam negeri hanya dilakukan
oleh industri farmasi yang memiliki izin industri
farmasi yang dikeluarkan oleh Menteri.
Industri farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB.
Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan
sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh Kepala Badan.
- Registrasi Obat Narkotika
Khusus untuk registrasi obat narkotika hanya dapat
dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki izin
khusus untuk memproduksi narkotika dari Menteri.
Industri farmasi tersebut wajib memenuhi persyaratan
CPOB.
Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan
sertifikat CPOB yang dikeluarkan oleh Kepala Badan.
- Registrasi Obat Kontrak
Registrasi obat kontrak hanya dapat dilakukan oleh
pemberi kontrak, dengan melampirkan dokumen
kontrak;
Pemberi kontrak adalah industri farmasi; Industri
farmasi pemberi kontrak wajib memiliki izin industri
farmasi dan sekurang-kurangnya memiliki 1 (satu)
fasilitas produksi sediaan lain yang telah memenuhi
persyaratan CPOB
Industri farmasi pemberi kontrak bertanggung jawab
atas mutu obat jadi yang diproduksi berdasarkan
kontrak
Penerima kontrak adalah industri farmasi dalam negeri
yang wajib memiliki izin industri farmasi dan telah
menerapkan CPOB untuk sediaan yang dikontrakkan.
- Registrasi Obat lmpor
6
Obat Impor diutamakan untuk obat program kesehatan
masyarakat, obat penemuan baru dan obat yang
dibutuhkan tapi tidak dapat diproduksi di dalam negeri.
Registrasi Obat Impor dilakukan oleh industri farmasi
dalam negeri yang mendapat persetujuan tertulis dari
industri farmasi di luar negeri.
Persetujuan tertulis tersebut harus mencakup alih
teknologi dengan ketentuan paling lambat dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun harus sudah dapat diproduksi di
dalam negeri.
Ketentuan diatas dikecualikan untuk obat yang masih
dilindungi paten.
Industri farmasi di luar negeri tersebut wajib memenuhi
persyaratan CPOB
Pemenuhan persyaratan CPOB bagi industri farmasi
sebagaimana dimaksud diatas harus dibuktikan dengan
dokumen yang sesuai atau jika diperlukan dilakukan
pemeriksaan setempat oleh petugas yang berwenang.
Dokumen tersebut harus dilengkapi dengan data
inspeksi terakhir paling lama 2 (dua) tahun yang
dikeluarkan oleh pejabat berwenang setempat.
Ketentuan tentang tata cara pemeriksaan setempat
ditetapkan oleh Kepala Badan.
- Registrasi Obat Khusus Ekspor
Registrasi obat khusus untuk ekspor hanya dilakukan
oleh industri farmasi.
Obat khusus untuk ekspor harus memenuhi kriteria
khasiat, keamanan, dan mutu
Dikecualikan dari ketentuan diatas bila ada persetujuan
tertulis dari negara tujuan.
7
- Registrasi Obat Yang Dilindungi Paten
Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi
paten di Indonesia hanya dilakukan oleh industri
farmasi dalam negeri pemegang hak paten, atau industri
farmasi lain yang ditunjuk oleh pemegang hak paten.
Hak paten harus dibuktikan dengan sertifikat paten.
Registrasi obat dengan zat berkhasiat yang dilindungi
paten di Indonesia dapat dilakukan oleh industri farmasi
dalam negeri bukan pemegang hak paten.
Registrasi dapat diajukan mulai 2 (dua) tahun sebelum
berakhirnya perlindungan hak paten.
Dalam hal registrasi disetujui, obat yang bersangkutan
4. Kriteria Obat Jadi yang Terdaftar
Obat jadi yang dapat memiliki izin edar harus memenuhi kriteria
berikut :
a. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan
melalui percobaan hewan dan uji klinis atau bukti2 lain sesuai
dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
b. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi
sesuai CPOB, spesifikasi dan metoda pengujian terhadap semua
bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti yang sahih.
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat
menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman.
d. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
e. Kriteria lain adalah :
f. Khusus untuk psikotropika harus memiliki keunggulan
kemanfaatan dan keamanan dibandingkan dengan obat standar dan
obat yang telah disetujui beredar di Indonesia untuk indikasi yang
diklim.
8
g. Khusus kontrasepsi untuk program nasional dan obat program
lainnya yang akan ditentukan kemudian, harus dilakukan
kemudian, harus dilakukan uji klinik di Indonesia.
9
Indonesia; Penandaan obat khusus ekspor sekurang-kurangnya
menggunakan bahasa Inggris.
4. Kode Registrasi
Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk
mendapat izin edar. Registrasi obat dikategorikan menjadi registrasi
baru dan registrasi variasi.
Registrasi baru terdiri dari :
a. Registrasi obat baru dengan zat aktif baru atau derivate baru
atau kombinasi baru atau produk biologi dengan zat aktif
baru atau kombinasi baru atau dalam bentuk sediaan baru
b. Rregistrasi obat baru dengan komposisi lama dalam bentuk
sediaan baru atau kekuatan baru atau produk biologi sejenis
c. Registrasi obat atau produk biologi dengan komposisi lama
dengan indikasi baru
d. Registrasi obat copy obat copy dengan nama dagang dan obat
copy dengan nama generic
e. Registrasi alat kesehatan yang mengandung obat
Registrasi variasi terdiri dari:
a. Registrasi obat copy yang sudah mendapat izin edar dengan
perubahan yang sudah pernah disetujui di Indonesia
b. Registrasi obat yang sudah mendapat izin edar dengan
perubahan klim penandaan yang mempengaruhi keamanan
c. Registrasi obat yang sudah mendapat izin edar dengan
Perubahan zat tambahan, Perubahan spesifikasi dan/atau
metoda analisa, Perubahan stabilitas, Perubahan teknologi
produksi dan/atau tempat produksi
d. Registrasi obat yang sudah mendapat izin edar dengan
perubahan atau penambahan jenis kemasan
5. Evaluasi obat
Evaluasi dikelompokkan menjadi evaluasi obat jadi dan obat jadi
yang beredar.
10
1. Pelaksanaan evaluasi obat jadi dilakukan melalui Jalur I (satu),
Jalur II (dua) atau Jalur III (tiga).
Obat yang dievaluasi melalui Jalur I (satu) adalah :
a. Obat yang indikasinya untuk terapi penyakit serius dan
penyakit mengancam nyawa manusia;
b. Obat esensial generik untuk program kesehatan
masyarakat.
Obat yang dievaluasi melalui Jalur II (dua) adalah :
a. Obat baru yang sudah disetujui di kelompok negara yang
menerapkan sistem evaluasi terharmonisasi dan 1 (satu)
negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal baik
yang didukung dengan laporan hasil evaluasi
independen;
b. Obat baru yang telah disetujui di 3 (tiga) negara dengan
sistem evaluasi yang telah dikenal baik yang didukung
dengan laporan hasil evaluasi independen;
c. Obat copy tanpa STINEL dan produk darah.
Obat yang dievaluasi melalui Jalur III (tiga) adalah:
Untuk melakukan evaluasi dibentuk Komite Nasional Penilai
Obat Jadi (KOMNAS POJ)
2. Terhadap obat yang telah diberikan izin edar dapat dilakukan
evaluasi kembali oleh Kepala Badan. Evaluasi kembali obat yang
sudah beredar dilakukan terhadap :
a. Obat dengan risiko efek samping lebih besar dibandingkan
dengan efektifitasnya yang terungkap sesudah obat
dipasarkan;
b. Obat dengan efektifitas tidak lebih baik dari plasebo;
c. Obat yang tidak memenuhi persyaratan ketersediaan
hayati/bioekivalensi.
C. Golongan Obat Bebas dan Bebas Terbatas
11
Penggolongan obat menurut undang-undang kesehatan dan
peraturan Menteri Kesehatan No. 949/ Menkes/Per/VI/2000.
Obat Bebas
Adalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter disebut OTC
(Over The Counter), terdiri atas obat bebas dan obat bebas terbatas.
Penandaan obat bebas diatur berdasarkan S.K Menkes RI Nomor
2380/A/SKA/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas dan obat
bebas terbatas. Di Indonesia, obat golongan ini ditandai dengan
lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam.
P. no 1 P. no 4
Awas! Obat keras 12 Awas! Obat keras
Bacalah aturan pakainya Hanya untuk dibakar
P. no 2 P. no 5
Awas! Obat keras Awas! Obat keras
Hanya untuk kumur jangan Tidak boleh ditelan
ditelan
P. no 3 P. no 6
Awas! Obat keras Awas! Obat keras
Hanya untuk bagian luar Obat wasir, jangan ditelan
badan
13
Gambar 4. Logo Obat Keras
1. Obat Generik
Obat generik adalah obat dengan nama resmi INN yang
ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya
untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Kemenkes RI, 2010).
Nama obat generik yang diambil dari kandungan zat aktif
sesuai nama generiknya, contoh parasetamol generik berarti obat yang
dibuat dengan kandungan zat aktif parasetamol, dipasarkan dengan
nama parasetamol (bukan nama merk, seperti panadol, pamol, sanmol,
dan lain-lain) (Puspitasari, 2006). Khasiat dan cara penggunaan obat
generik setara dengan obat paten, akan tetapi harganya jauh lebih
murah dari obat paten (Harianto et al., 2006).
Dalam Peraturan Pemerintah yang mewajibkan menggunakan
obat generik difasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dicantumkan
di Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/068/I/2010. Menimbang bahwa “Ketersediaan obat
generik dalam jumlah dan jenis yang cukup, terjangkau oleh
masyarakat serta terjamin mutu dan keamanannya, perlu digerakkan
dan didorong penggunaannya di fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah. Penggunaan obat generik dapat berjalan efektif perlu
mengatur kembali ketentuan Kewajiban Menuliskan resep dan/atau
Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pemerintah dengan Peraturan Menteri Kesehatan.”
Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 632/Menkes/SK/III/2011 tentang harga eceran
tertinggi obat generik tahun 2011. Menimbang bahwa “Untuk
menjamin ketersediaan dan pemerataan obat untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan, perlu dilakukan rasionalisasi
14
terhadap harga obat generik yang telah ditetapkan dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/Menkes/146/I/2010.”
Selain itu dalam Peraturan Pemerintah tentang pedoman dan
pengawasan penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah di cantumkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor HK.03.01/Menkes/159/I/2010.
2. Obat Paten
Obat paten adalah obat milik perusahaan dengan khas yang
dilindungi oleh hukum. Tanda bulatan dengan huruf R (®) di
belakang nama paten tersebut selalu ada di dalamnya, yang berarti
registered atau terdaftar. Untuk mendapatkan nama paten perusahaan
harus mendaftarkannya di kantor milik perindustrian Jakarta dan obat
yang telah terdaftar mendapat perlindungan hukum terhadap
pemalsuan atau peniruan untuk jangka waktu tertentu (10 tahun),
untuk selanjutnya dapat diperpanjang lagi (Widjajanti, 1991).
Menurut ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 9 Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2001, hak paten ini berlaku selama 20 tahun atau 10
tahun.
Harga obat paten bisa 3-6 kali lipat harga obat generik. Faktor
yang mempengaruhi harga obat paten salah satunya adalah karena
biaya obat penelitian untuk menemukan obat itu sangat mahal, belum
termasuk biaya produksi dan non produksinya. Komponen biaya non
produksi misalnya pemasaran, biaya pemasaran bisa menjadi besar
terutama untuk obat paten karena harus mengerahkan medical
representative untuk mendatangi dokter-dokter dan untuk berbagai
sponsorship. Contoh obat paten adalah aknil, anafen, bufect, dofen,
fenris, dan asimat.
3. Obat Generik Bermerk
Obat Generik Bermerek adalah obat yang telah habis masa
patennya, sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi
tanpa perlu membayar royalty. Obat Generik Bermerk adalah obat
15
generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik
produsen obat yang bersangkutan. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2001, tentang paten, masa hak paten berlaku 20
tahun (Pasal 8 ayat 1) dan bisa juga 10 tahun (Pasal 9). Contohnya
adalah Norvask. Kandungan Norvask (Norvasc) adalah amlodipine
besylate, untuk obat antihipertensi. Pemilik hak paten adalah Pfizer.
Ketika masih dalam masa hak paten, hanya Pfizer yang boleh
memproduksi dan memasarkan amlodipine.
Setelah 20 tahun atau masa hak paten berakhir, tidak ada lagi
yang memiliki hak paten atas obat tersebut. Pada masa ini, barulah
industri farmasi lain boleh memproduksi dan memasarkan amlodipine
dengan berbagai merek dagang. Obat yang sudah habis masa
perlindungan patennya disebut obat off-patent. Obat-obat off-patent
ini, ada yang diedarkan dan dijual sebagai “Obat Generik Bermerek.”
Contohnya adalah ponstan (dengan kandungan zat aktif asam
mefenamat), panamol (dengan kandungan zat aktif paracetamol),
amoxsin (dengan kandungan zat aktif amoksisilin), dan daktaren
(dengan kandungan zat aktif mikronazol).
F. Periklanan Obat
Keputusan Menkes no.386 tahun 1994 tentang periklanan obat
mengatur demikian:
1. Umum
a. Obat yang dapat diiklankan kepada masyarakat adalah obat yang
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tergolong
dalam obat bebas atau obat bebas terbatas, kecuali dinyatakan
lain.
b. Obat dimaksud dalam butir (1) dapat diiklankan apabila telah
mendapat nomor persetujuan pendaftaran dari Departemen
Kesehatan RI.
16
c. Iklan obat dapat dimuat di media periklanan setelah rancangan
iklan tersebut disetujui oleh Departemen Kesehatan RI.
d. Nama obat yang dapat diiklankan adalah nama yang disetujui
dalam pendaftaran.
e. Iklan obat hendaknya dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk
pemilihan penggunaan obat bebas secara rasional.
f. Iklan obat tidak boleh mendorong penggunaan berlebihan dan
penggunaan terus menerus.
g. Infomasi mengenai produk iklan dalam iklan harus sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan dalam pasal 41 ayat (2) Undang-Undang
No.23 Tahun 1992 tentang kesehata sebagai berikut:
Obyektif:
Harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan
yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan dan
keamanan obat yang telah disetujui. Lengkap;
Harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat
obat, tetapi juga memberikan informasi tentang hal-hal yang
harus diperhatikan, misalnya adanya kontra indikasi dan efek
samping.
Tidak menyesatkan;
17
penggunaan obat. iklan obat tidak boleh menggambarkan bahwa
keputusan penggunaan obat diambil oleh anak-anak.
i. Iklan obat tidak diperankan oleh tenaga profesi kesehatan atau
aktor yang berperan sebagai profesi kesehatan atau menggunakan
“setting” yang beratribut profesi kesehatan dan laboratorium.
j. Iklan obat tidak boleh memberikan pemyataan superlatif,
komperatif tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat.
k. Iklan obat tidak boleh:
1) Memberikan anjuran dengan mengacu pada pemyataan
profesi kesehatan mengenai khasiat, keamanan dan mutu obat
(misalnya, “Dokter saya merekomendasi...”).
2) Memberikan anjuran mengenai khasiat, keamanan dan mutu
obat yang dilakukan berlebihan.
l. Iklan obat harus memuat anjuran untuk mencari informasi yang
tepat kepada profesi kesehatan mengenai kondisi kesehatan
tertentu.
m. Iklan obat tidak boleh menunjukkan efek/kerja obat segera
sesudah penggunaan obat.
n. Iklan obat tidak boleh menawarkan hadiah ataupun memberikan
pernyataan garansi tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat.
o. Iklan obat harus mencantumkan spot peringatan perhatian sebagai
berikut:
18
Kecuali untuk iklan vitamin, spot peringatan perhatian sebagai
berikut:
OBAT
VITAMIN
19
BACA ATURAN PAKAI BACA ATURAN PAKAI
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
20
Dari paper ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tujuan dari registrasi obat adalah untu melindungi masyarakat darii
peredaran obat yang tidak memenuhi efikasi (khasiat), keamanan,
mutu dan manfaatnya. Macam-macam registrasi yaitu, registrasi baru,
ulang, dan variasi. Kriteria registrasi obat yaitu yang aman dan
berkhasiat, memenuhi persyaratan mutu, penandaan berisi informasi
yang lengkap dan obyektif, serta sesuai dengan kebutuhan yang nyata
masyarakat dan terjangkau. Kriteria obat jadi yang terdafatr yaitu
khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai, mutu
memenuhi persyaratan CPOB, penandaan berisi informasi yang
lengkap dan obyektif, sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat.
2. Obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh yang tidak berhak
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau
produksi obat dengan penandaan yang meniru identitas obat lain yang
telah memiliki izin edar. Obat copy atau obat jadi sejenis adalah obat
yang mengandung zat aktif sama dengan obat yang sudah terdaftar.
Penandaan obat bebas/bebas terbatas harus menggunakan bahasa
Indonesia; Penandaan obat khusus ekspor sekurang-kurangnya
menggunakan bahasa Inggris. Registrasi adalah prosedur pendaftaran
dan evaluasi obat untuk mendapat izin edar. Registrasi obat
dikategorikan menjadi registrasi baru dan registrasi variasi. Evaluasi
dikelompokkan menjadi evaluasi obat jadi dan obat jadi yang beredar.
3. Obat bebas dalah obat yang boleh digunakan tanpa resep dokter
disebut OTC (Over The Counter) yang ditandai dengan lingkaran
berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Obat bebas terbatas
dalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat
dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tanda
peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas
adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
4. Obat keras merupakan obat yang pada kemasannya ditandai dengan
lingkaran yang didalamnya terdapat huruf K berwarna merah yang
21
menyentuh tepi lingkaran yang berwarna hitam. Obat keras
merupakan obat yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter.
5. Obat generik adalah obat dengan nama resmi INN yang ditetapkan
dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat
berkhasiat yang dikandungnya. Obat paten adalah obat milik
perusahaan dengan khas yang dilindungi oleh hukum. Tanda bulatan
dengan huruf R (®) di belakang nama paten tersebut selalu ada di
dalamnya, yang berarti registered atau terdaftar. Obat Generik
Bermerek adalah obat yang telah habis masa patennya, sehingga dapat
diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar
royalty.
6. Dalam periklanan obat harus memberikan informasi sesuai dengan
kenyataan yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat
kemanfaatan dan keamanan obat yang telah disetujui. Lengkap; harus
mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat obat, tetapi juga
memberikan informasi tentang hal-hal yang harus diperhatikan,
misalnya adanya kontra indikasi dan efek samping.
B. Saran
Diharapkan produsen ataupun konsumen dapat mengetahui terkait
periklanan obat. Konsumen perlu mengetahui setiap perbedaan golongan
obat, dan memilih obat generic atau generic bermerek. Produsen harus
mematuhi peraturan dalam mengiklankan produknya baik dimedia televisi,
radio, dan media elektronik lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
BPOM. 2003. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jakarta
22
Depkes RI. 1994. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas. Bab
Umum.
Depkes RI. 2006. Pedoman Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Depkes RI. Jakarta.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
24 Tahun 2017 tentang Kreteria dan Tata Laksana Registrasi Obat,
http://traderulebook.ekon.go.id/assets/indonesia/4886_HK.03.1.23.10.11.
08481_i.htmldi akses 28 September 2020
23
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 109), Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4130).
24