Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI II

“ANALISIS ZAT WARNA PADA KOSMETIK”

Oleh:
KELOMPOK I (SATU)

No. Nama Mahasiswa NIM


1. Mohamad Ramdan R. Bumulo 821420046
2. Alda Farista Kopman 821420003
3. Agnesia Adati 821420011
4. Derina Dwifrila Ridhani Gubali 821420015
5. Astiara Lahay 821420018
6. Windiyani N. Suharmin 821420025
7. Rahayu Anatasya P. Abdullah 821420030

Kelas : A 2020
Program Studi : S1 Farmasi

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
HALAMAN PENGESAHAN
PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI II

Judul Modul Percobaan : Analisis Zat Warna Pada Kosmetik


Kelompok : I (Satu)
Nama Mahasiswa : 1. Mohamad Ramdan R. Bumulo
2. Alda Farista Kopman
3. Agnesia Adati
4. Derina Dwifrila Ridhani Gubali
5. Astiara Lahay
6. Windiyani N. Suharmin
7. Rahayu Anatasya P. Abdullah
Kelas : A 2020
Program Studi : S1 Farmasi
Jurusan : Farmasi
Fakultas : Olahraga dan Kesehatan
Nilai Laporan :

Catatan Asisten Praktikum :

Mengetahui, Gorontalo, Oktober 2022


Asisten Praktikum, Ketua Kelompok,

(Ahmad Rifly Suleman, S.Farm) Mohamad Ramdan R. Bumulo


KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan kami rahmat dan kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan Analisis Farmasi II “Analisis Zat Warna Pada Kosmetik”
dengan tepat waktu. Kami berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan dan pengetahuan kita.
Ucapan terima kasih kepada asisten penanggung jawab, serta kepada
seluruh asisten Praktikum Analisis Farmasi II yang telah membimbing kami
sehingga laporan ini dapat selesai.
Selama percobaan dan penulisan laporan ini banyak sekali hambatan yang
kami alami, namun berkat bantuan, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak,
akhirnya laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. kami berharap bahwa
laporan ini merupakan karya terbaik yang dapat kami persembahkan. Tetapi kami
menyadari bahwa tidak tertutup kemungkinan didalamnya terdapat kekurangan.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi para pembaca umumnya.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, November 2022

Kelompok I

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Tujuan Percobaan....................................................................................2
1.3 Manfaat Percobaan..................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................4
2.1 Dasar Teori..............................................................................................4
2.2 Uraian Bahan.........................................................................................12
BAB III METODE PRAKTIKUM...................................................................16
3.1 Waktu dan Tempat.................................................................................16
3.2 Alat dan Bahan......................................................................................16
3.3 Prosedur Kerja ......................................................................................16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................18
4.1 Hasil Pengamatan..................................................................................18
4.2 Perhitungan............................................................................................18
4.3 Pembahasan...........................................................................................19
BAB V PENUTUP............................................................................................23
5.1 Kesimpulan............................................................................................23
5.2 Saran......................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada zaman sekarang ini ilmu pengetahuan semakin berkembang terutama
dalam bidang kesehatan yang berhubungan dengan obat-obatan. Bidang ilmu yang
mempelajari mengenai obat-obatan adalah bidang farmasi. Farmasi adalah suatu
profesi dibidang kesehatan yang meliputi kegiatan-kegiatan dibidang penemuan,
pengembangan, produksi, pengolahan, peracikan dan analisis obat terhadap
makanan, minuman dan kosmetik.
Dalam bidang farmasi, sering dikombinasikan berbagai konsep ilmu
pengetahuan baik kesehatan, fisika, kimia, maupun mikrobiologi hingga
menghasilkan suatu sediaan farmasi.Di farmasi juga meliputi kegiatan-kegiatan
dibidang penemuan, pengembangan, produksi, pengolahan, peracikan, serta
analisis obat-obatan dan kosmetik.
Analisis farmasi adalah salah satu ilmu yang mempelajari analisis terhadap
obat, makanan minuman dan kosmetik. Analisisfarmasi dapat didefinisikan
sebagai penerapan berbagai teknik, metode, dan prosedur kimia analisis untuk
menganalisis bahan-bahan atau sediaan farmasi. Sebagai contoh penerapan
analisis farmasi adalah menganalisis zat-zat pewarna berbahaya yang biasa
ditambahkan pada sediaan kosmetik.
Akhir-akhir ini penggunaan kosmetik untuk menambah estetika semakin
meningkat. Berdasarkan lembaga survey, sepuluh produk kosmetika dekoratif
yang paling banyak digunakan khususnya bagi parawanita adalah bedak,
foundation, pelembab, lipgloss, maskara, lipstik,eyeliner, pemerah pipi, pensil
alis, dan eye shadow.
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia (kulit, rambut, kuku, bibir, danorgan genital
bagian luar), atau gigi dan membran mukosa mulut, terutamauntuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, dan ataumemperbaiki bau
badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

1
Kosmetik menjadi kebutuhan yang telah lama dipergunakan dan
dikembangkan oleh manusia. Seiring dengan berkembangnya tingkat ilmu
pengetahuan tentang perawatan tubuh, budaya dan tingkat sosial ekonomi,
penggunaan kosmetik pun kian meningkat dan beragam. Apalagi dengan
perkembangan teknologi obat (farmasi), khususnya yang berkaitan dengan
kosmetik.
Pewarna sintetik mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan
pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih
seragam, lebih stabil, penggunaannya lebih praktis dan biasanya lebih murah.
Namun, disamping keuntungan itu semua, pewarna sintetik dapat memberikan
efek yang kurang baik pada kesehatan.
Umumnya di pasaran sudah banyak beredar sediaan kosmetik untuk jenis
pemutih, pewarna bibir atau perona wajah serta kosmetikayang berperan untuk
keindahan kulit wajah lainnya. Seiring dengan perkembangan, banyak kosmetika
yang beredar selain dibuat dengan bahan-bahan alami banyak yang menambahkan
zat-zat kimia dalam kosmetika, salah satunya bahan pewarna. Berdasarkan
Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor
KH.00.01.432.6147 zat warna yang dilarang dalam penggunaan kosmetika salah
satunya rhodamin b.
Rhodamin B merupakan salah satu zat warna yang biasa dipergunakan
dalam bidang industri kertas dan tekstil. Zat tersebut dapat menyebabkan iritasi
pada kulit dan saluran pernafasan serta merupakan zat yang bersifat karsinogenik
(dapat menyebabkan kanker), dan dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan
kerusakan hati.
Berdasarkan uraian di atas maka, dilakukan praktikum analisis farmasi
untuk mengidentifikasi kandungan rhodamin B dengan menggunakan sampel
lipstik wardah dan lip cream madam G.

2
1.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari praktikum zat pewarna berbahaya yang sering
ditambahkan dalam sediaan kosmetik yaitu :
1. Untuk mengetahui jenis-jenis zat pewarna yang sering ditambahkan pada
sediaan kosmetik
2. Untuk mengetahui bagaimana cara menentukan pengujian kualitatif
kandungan zat warna berbahaya dengan metode kromatografi lapis tipis
1.3 Manfaat Percobaan
Adapun manfaat dari zat pewarna berbahaya yang sering ditambahkan
dalam sediaan kosmetik yaitu :
1. Mahasiswa dapat mengetahui zat pewarna berbahaya yang sering
ditambahkan pada sediaan kosmetik
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara menentukan pengujian kualitatif zat
warna berbahaya dengan metode kromatografi lapis tipis

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Definisi Kosmetik
Menurut peraturan Menteri Kesehatan Nomor 220/Men.Kes/Per/IX/76
tentang Produksi dan Peredaran Kosmetik dan Alat Kesehatan, yang dimaksud
dengan kosmetik adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan,
dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan dalam,
dipergunakan pada badan atau bagian badan dengan maksud untuk
membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa dan tidak
termasuk golongan obat. Menurut badan POM RI Nomor: HK.00.05.4.1745
tentang Kosmetik, yang dimaksud kosmetik adalah bahan atau sediaan yang
dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis,
rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi atau mukosa mulut
terutama membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi
baik.
Kosmetik sudah dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu dan pada
abad ke-19 baru ada perhatian yang khusus yaitu selain untuk kecantikan
kosmetik juga untuk kesehatan. Perkembangan kosmetik dan industrinya baru
dimulai besar-besaran pada abad ke-20 dan kosmetik juga merupakan peluang
usaha. Lambat laun seiring berjalannya waktu teknologi semakin canggih begitu
pula kosmetik yang semakin modern dan menjadi perpaduan antara kosmetik dan
obat atau kosmetik medik (Anggi, 2015).
Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang untuk digunakan pada
bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi
dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah
penampilan, memperbaiki bau badan, melindungi atau memelihara tubuh pada
kondisi baik (Khamid, 2019).

4
2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Efek Kosmetik
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi efek kosmetik menurut Lina,
(2017):
1. Faktor manusia
Perbedaan warna kulit dan jenis kulit dapat menyebabkan perbedaan reaksi
kulit terhadap kosmetika, karena struktur dan jenis pigmen melaminnya berbeda.
2. Faktor iklim
Setiap iklim memberikan pengaruh tersendiri terhadap kulit, sehingga
kosmetika untuk daerah tropis dan sub tropis seharusnya berbeda.
3. Faktor kosmetika
Kosmetika yang dibuat dengan bahan berkualitas rendah atau bahan yang
berbahaya bagi kulit dan cara pengolahan yang kurang baik akan memberikan
respon negatif.
4. Faktor gabungan dari ketiganya:
Apabila bahan yang digunakan kualitasnya kurang baik, cara
pengolahannya kurang baik dan diformulasikan tidak sesuai dengan manusia dan
lingkungan pemakai maka akan dapat menimbulkan kerusakan kulit, seperti
timbulnya reaksi alergi, gatal-gatal, panas dan bahkan terjadi pengelupasan.
Kosmetik yang saat ini digemari masyarakat adalah lipstik. Produsen
kosmetik bersaing memberikan berbagai movasi mulai dari warna konsistensi
hingga ketahanan lipstik saat digunakan (Muliyawan dan Suriana, 2013).
2.1.3 Lipstik
Lipstik merupakan produk kosmetik yang paling luas digunakan
(Tranggono & Latifah 2007). Lipstik menambahkan warna pada wajah untuk
tampilan yang lebih sehat, membentuk bibir, dan terkadang di suatu kondisi
lipstik dapat menyelaraskan wajah antara mata, rambut dan pakaian dan
menciptkan bibir terlihat lebih kecil atau lebih besar tergantung pada warna
(Elsner & Maibach, 2005).
Lipstik merupakan pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat
(stick) terdiri dari zat pewarna yang terdispersi dalam pembawa yang terbuat dari
lilin dan minyak, dalam komposisi yang sedemikian rupa sehingga dapat

5
memberikan suhu lebur dan viskositas yang dikehendaki. Hakikat fungsinya
adalah untuk memberikan warna bibir menjadi merah, semerah delima merekah,
yang dianggap akan memberikan ekspresi wajah sehat dan menarik (Ditjen POM,
1985).
Persyaratan lipstik yang baik harus mampu, bertahan dibibir selama
mungkin, Cukup melekat pada bibir, tetapi tidak sampai lengket, tidak mengiritasi
atau menimbulkan alergi pada bibir mampu melembabkan bibir dan tidak
mengeringkannya, bisa memberikan warna yang merata pada bibir,
penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya dan tidak
meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak bopeng atau berbintik-bintik,
atau memperlihatkan hal-hal lain yang tidak menarik. (Tranggono dan Latifah,
2007).
2.1.4 Persyaratan Untuk Lipstik Yang Dituntut Oleh Masyarakat
Menurut Nuarti (2020). Ada beberapa persyaratan lipstik sebagai berikut :
1. Melapisi bibir secara mencukupi
2. Dapat bertahan di bibir selama mungkin
3. Cukup melekat pada bibir, tapi tidak sampai lengkat
4. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir
5. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya
6. Memberikan warna yang merata pada bibir
7. Penampilam lipstiknya sendiri harus menarik, baik warna maupun
bentuknya
8. Lipstik itu tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak bopeng
atau berbintik-bintik, atau memperlihatkan hal-hal lainnya yang tidak
menarik.
2.1.5 Jenis Lipstik
Menurut Nuarti (2020), lipstik berdasarkan fungsi dan jenisnya terdiri atas
1. Gloss
Kandungan yang terdapat pada lipstik jenis ini dapat memantulkan cahaya
sehingga bibir pun tampak mengkilap seperti kaca.

6
2. Matte
Lipstik dengan sedikit kandungan minyak ini mengandung pigmen dalam
jumlah lebih banyak untuk menyerap cahaya. Hasil polesan lipstik ini tidak
mengilap dan lebih powdery.
3. Satin
Lipstik ini menghasilkan polesan antara matte dan glossy.
4. Cream
Hasil polesan lipstik jenis ini agak matte, tapi lembut dibibir. Lipstik ini
cocok untuk daerah beriklim dingin, tapi agak berat untuk daerah beriklim tropis
yang lembab dan panas seperti tanah air kita.
5. Long-lasting
Kandungan pigmen dalam lipstik ini sangat banyak sehingga tahan lebih
lama. Teknologi mutakhir memungkinkan penggunaan silikon yang non-volatile
sehingga warna lipstik pun tahan lebih lama dan tetap nyaman dibibir.
6. Transferproof
Sifat lipstik ini tahan berkat teknologi silikon non-volatile. Lipstik ini tidak
mudah menempel pada baju atau pipi.
2.1.6 Rhodamin B
Rhodamin B adalah zat warna sintesis, dalam bentuk serbuk kristal, tidak
berbau, berwarna merah keunguan, didalam larutan akan berwarna merah terang
berpencar (berfluoresensi). Bahan aktif berbahaya ini yang dilaporkan dapat
menimbulkan berbagai reaksi negatif terhadap kulit dan membahayakan kesehatan
dalam jangka panjang. Reaksinegatif yang ditimbulkan oleh bahan berbahaya
yang terkandung dalam kosmetik beragam, seperti iritasi ringan hingga berat
(Hayat & Nursakinah, 2015).
Rhodamin B seperti salah satu zat warna yang digunakan pada industri
kertas dan tekstil. Rhodamin B menyebabkan iritasi serta memberikan efek buruk
pada bibir jika digunakan sebagai pewarna lipstik. Hasil investigasi Badan
Pengawasan Obat Dan Makanan (BPOM) tahun 2014, ditemukan 9.817 produk
kosmetik yang tidak memenuhi ketentuan yaitu megedarkan produk tanpa ijin

7
edar dan mengedarkan produk dengan bahan yang berbahaya atau dilarang, salah
satu produknya adalah zat pewarna Rhodamin B.
Rhodamin B dapat mengiritasi saluran pernapasan dan juga bersifat
karsinogenik atau memacu pertumbuhan sel kanker jika digunakan terus menerus.
Dan penumpukan Rhodamin B dalam hati akan menyebabkan gangguan fungsi
hati berupa kanker hati dan tumor hati (Afriyeni & Utari, 2016). Bahaya akibat
Rhodamin B akan muncul jika zat warna ini dikonsumsi dalam jangka panjang.
Rhodamin B juga dapat menimbulkan efek akut jika tertelan sebanyak 500mg/kg
BB. Efek toksik yang mungkin terjadi adalah iritasi pada saluran pencernaan
(Deflora, 2018).
2.1.7 Bahaya penggunaan Rhodamin B terhadap tubuh
Rhodamin B memiliki toksisitas yang rendah, konsumsi dalam jumlah
yang besar maupun berulang dapat mengakibatkan dampak negatif bagi tubuh,
antara lain :
1. Jika terhirup, mengenai kulit, mengenai mata dan tertelan. Dampak yang
terjadi dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada kulit,
iritasipada mata, iritasi pada saluran pencernaan dan bahaya kanker hati.
2. Jika terkena mata dapat menimbulkan iritasi pada mata, mata kemerahan,
pada kelopak mata. Jika tertelan dapat menimbulkan iritasi pada saluran
pencernaan dan air seni akan berwarna merah atau merah muda.
Penyebabnya dapat menyebabkan gangguan fungsi hati dan kanker hati.
3. Jika masuk dalam tubuh makan akan mengendap pada jaringan hati dan
lemak, tidak dapat dikeluarkan dalam jangka waktu lama dan bersifat
karsinogetik (penyebab kanker).
4. Bila dikonsumsi dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hati, bahkan
kanker hati. Bila mengkonsumsi makanan yang mengandung Rhodamin B
dalam tubuh akan terjadi penumpukan lemak, sehingga lambat laun
jumlahnya terus bertambah. Dampaknya akan kelihatan setelah puluhan
tahun kemudian.

8
5. Berbagai penelitian dan uji telah membuktikan bahwa dari penggunaan
data warna ini pada makanan dapat menyebabkan kerusakan pada organ
hati (Djarismawati, 2004).
2.1.8 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis menurut Saputra (2015), ialah metode pemisahan
fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir
(fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan
yang cocok. Kromatografi lapis tipis (KLT) bersama – sama dengan kromatografi
kertas dengan berbagai macam variasinya pada umumnya di rujuk sebagai
kromatografi planar. Pada kromatografi lapis tipis fase diamnya berupa lapisan
yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh
lempeng kaca, plat aluminium, atau plat plastic. Kromatografi lapis tipis biasanya
digunakan untuk tujuan analisis kualitatif, analisis kuantitatif dan analisis
preparatif. Suatu sistem KLT terdiri dari fase diam dan fase gerak (Rohman, 2009;
Jayanti dkk, 2015).
1. Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran
kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata
fase diam dan semakin sempit ukuran fase diam maka semakin baik kinerja
KLT dalam hal efisisensi dan resolusinya . Penjerap yang umum digunakan yaitu
silika gel, alumina, oksida mineral lainnya, silika kimia-berikat gel, selulosa,
poliamida, pertukaran ion polimer, diresapi silika gel, dan fase kiral (Gocan,
2002; Sakinah, 2013).
2. Fase Gerak
Fase gerak merupakan medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa
pelarut. Fase gerak bergerak dalam fase diam karena adanya gaya kapiler. Pelarut
yang digunakan sebagai fase gerak hanyalah pelarut bertingkat mutu analitik dan
bila diperlukan sistem pelarut multikomponen ini harus berupa suatu campuran
yang sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum 3 komponen (Stahl,
1998).
Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang menurut Ginandjar

9
(2012), akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada
pengembangan secara menaik (ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada
pengembangan secara menurun (descending). Fase gerak pada KLT dapat dipilih
dari pustaka dan bukan pelarut yang memberikan pemisahan terbaik, karenanya
seorang analis mampu untuk mengembangkan sendiri fase gerak yang mampu
memberikan pemisahan terbaik. Berikut beberapa petunjuk dalam memilih fase
gerak menurut Rohman (2009):
a. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
merupakan teknik yang sensitif.
b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
solut terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
c. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel,
polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut dan nilai Rf.
penambahan pelarut yang berifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam
pelarut non polar seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara
signifikan.
d. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran
pelarut sebagai fase geraknya seperti campuran air dan metanol dengan
perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau ammonia
masing-masing akan meningkatkan elusi solut-solut yang bersifat basa dan
asam.
2.1.9 Prinsip Kerja Kromatografi Lapis Tipis
Prinsip KLT adalah distribusi senyawa antara fase diam berupa padatan
diletakkan pada plat kaca atau plastik dan fase gerak berupa cairan, yang bergerak
diatas fase diam. Sejumlah kecil dari senyawa (analit) ditotolkan pada titik awal
tepat di atas bagian bawah plat KLT. Plat tersebut kemudian dikembangkan
dalam chamber (ruang pengembang) yang memiliki kolam dangkal, pelarut
diletakkan tepat di bawah di mana sampel ditotolkan. Pelarut bergerak melalui
partikel senyawa pada plat dengan gaya kapiler, dan selama pelarut bergerak
campuran masing-masing senyawa akan tetap dengan fase diam atau larut dalam
pelarut dan bergerak ke atas plat. Senyawa bergerak naik keatas plat atau tetap

10
pada fase diam tergantung dari sifat fisik masing-masing senyawa dan dengan
demikian tergantung pada struktur molekul, terutama gugus fungsi. Kelarutan
senyawa mengikuti aturan like dissolves like. Senyawa yang sifat fisiknya
semakin sama dengan fase gerak akan semakin lama larut dalam fase gerak
(Kumar et al, 2013).
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih
murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang
digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih
sederhana. KLT mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:
1) KLT memberikan fleksibelitas yang lebih besar, dalam hal memilih
fase gerak.
2) Proses kromatografi dapat diikuti dengan mudah dan dapat dihentikan
kapan saja.
3) Semua komponen dalam sampel dapat dideteksi (Rohman, 2009).
Dalam KLT hasil-hasil yang diperoleh digambarkan dengan
mencantumkan nilai Rf-nya yang merujuk pada migrasi analit terhadap ujung
depan fase gerak. Nilai Rf didefenisikan sebagai:

Nilai Rf terkait dengan faktor perambatan. Nilai Rf bukan suatu nilai fisika
untuk suatu komponen. Meskipun demikian, dengan pengendalian kondisi KLT
secara hati-hati, nilai Rf dapat digunakan sebagai cara untuk identifikasi kualitatif
untuk membuktikan adanya suatu komponen/analit yang dituju dalam sampel
(Gandjar, 2012).
Karakteristik dari noda pada KLT di karakterisasi dengan Rf. Rf
merupakan nilai kualitatif yang mendasar pada KLT. Rf dihitung dengan
membagi jarak perjalanan senyawa dari posisi aslinya dengan jarak perjalanan
pelarut dari posisi semula. Nilai Rf dinyatakan dari 0,0 hingga angka 1,0 dan nilai
Rf yang menunujukan keterpisahan yang baik berkisar 0,2-0,8 (Srivastava, 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi

11
lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf adalah sistem pelarut, adsorben,
Ketebalan adsorben, Jumlah material. Semakin besar sebuah Rf dari suatu
senyawa, semakin besar jarak perjalanan senyawa pada plat KLT (Kumar et al,
2013).
Reprodusibilitas dari nilai Rf tergantung oleh banyak faktor seperti
kualitas sorben, kelembaban, lapisan ketebalan lapisan, jarak pengembangan
dan suhu lingkungan. Overload sampel biasanya menghasilkan sedikit penikatan
pada nilai Rf. Kelebihan dalam penotolan sampel biasanya menghasilkan sedikit
peningkatan pada nilai Rf. Kesalahan pembuatan sistem akan mempengaruhi nilai
kualitatif dari KLT ketika perhitungan pelarut tidak tepat. Dalam hal ini nilai Rf
secara sistematis menjadi terlalu besar. Hilangnya fase gerak atau bertumpuknya
komponen komponen fase gerak menghasilkan nilai Rf yang kecil (Srivastava,
2011).
2.1.10 Penyiapan Plat KLT
Plat KLT biasanya telah tersedia secara komersial, dengan kisaran ukuran
partikel standar untuk meningkatkan reproduktifitas. Plat disiapkan dengan
mencampur adsorben, seperti silika gel, dengan sejumlah kecil pengikat inert
seperti kalsium sulfat (gipsum) dan air. Campuran ini menyebar sebagai bubur
tebal pada lembar pembawa tidak aktif, biasanya kaca, aluminium foil tebal, atau
plastik. Plat yang dihasilkan kemudian dikeringkan dan diaktifkan dengan
pemanasan dalam oven selama tiga puluh menit pada 110° C. Ketebalan lapisan
adsorben biasanya sekitar 0.1- 0,25 mm untuk tujuan analisis dan sekitar 0.5- 2.0
mm untuk KLT preparatif (Kumar et al, 2013).
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Etanol (Dirjen POM, 2014; Rowe, 2009)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol
Rumus kimia : C2H6O
Berat Molekul : 46,07 g/mol

12
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna.


Bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada
lidah. Mudah menguap walaupun pada suhu
rendah dan mendidih pada suhu 78o. Mudah
terbakar
Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur
dengan semua pelarut organik
Khasiat : Desinfektan (Membunuh Mikroorganisme pada
benda mati)
Kegunaan : Membersihkan alat-alat yang akan digunakan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api
2.2.2 Amonia (Dirjen POM, 2014; Rowe, 2009)
Nama resmi  :  AMMONIAN
Nama lain  :  Ammonia hidroksida
Rumus molekul : NH3OH
Berat Molekul  :  35,05 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian   :  Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, menusuk


kuat
Kelarutan :  Mudah larut dalam air
Penyimpanan :  Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan  :  sebagai eluen
2.2.3 Aquadest (Dirjen POM 1979; Rowe et al, 2009; Pubchem, 2022)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Air suling

13
Rumus Molekul : H2O
Berat Molekul : 18,02 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak


berbau.
Kelarutan : Larut dalam etanol gliser
Khasiat : Sebagai air penyulingan
Kegunaan : Zat tambahan, pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
2.2.4 Propanol (Rowe, 2009)
Nama Resmi : Isopropanol
Nama lain : iso-popileter P, propan-2-ol
Berat molekul : 0,784 g/mol
Rumus molekul : CH3CH3.CHOH.CH3
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; bau khas; mudah


terbakar.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan kloroform
P dan dengan eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai eluen

14
2.2.5 Rhodamin B (Trestiati, 2003)
Nama Resmi : RHODAMINE B
Nama lain : Tetraetilrhodamin; D&C Red no 19; rhodamin B
klorida; C.l basic violet 10; C.l 45170
Berat molekul : 479,02 g/mol
Rumus molekul : C28H31N2O3Cl
Rumus struktur :

Pemerian : Kristal hijau atau serbuk merah violet


Kelarutan : Sangat larut dalam air dan alkohol sedikit larut
dalam asam klorida dan natrium hodroksida
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai baku standar

15
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Analisis Farmasi II dengan judul “Analisis Zat Warna Dalam
Kosmetik” dilakukan di Laboratorium Analisis Farmasi, Jurusan Farmasi,
Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo dilaksanakan
pada hari Minggu, 30 Oktober 2022 pukul 13.00 sampai dengan 16.00 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu batang
pengaduk, cawan porselen, corong, gelas kimia, gelas ukur, labu takar, neraca
analitik, hot plate, pipet tetes, lampu UV, spatula, dan erlenmeyer.
3.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu aquadest,
aluminium foil, amoniak, natrium sulfat anhidrat, kertas saring, sampel lipstick
wardah dan madamie G, propanol, Rhodamin B, Lempeng KLT, tisu, dan label.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Penyiapan Larutan Uji
1. Ditimbang sampel sebanyak 500 mg
2. Dimasukkan dalam gelas beker
3. Ditambahkan 4 tetes HCl 4 M, dan 5 mL methanol
4. Dipanaskan selama 5 menit menggunakan hot plate hingga sampel
meleleh
5. Sampel yang telah didinginkan diencerkan dengan methanol
6. Campuran disaring menggunakan corong dan kertas saring berisi 0,01 g
natrium sulfat anhidrat
3.3.2 Identifikasi Sampel Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis
1. Larutan standar dan larutan uji ditotolkan pada lempeng silika gel yang
berukuran 2 cm x 5,5 cm

16
2. Lempeng dimasukkan pada bejana berisi eluen yang telah dijenuhkan.
Eluen dibuat sebanyak 10 mL dengan perbandingan: Propanol:Ammonia
(9:1).
3. Bejana ditutup rapat dan dielusikan.
4. Noda diamati secara visual dan di bawah sinar UV 366 nm
5. Dihitung nilai Rf

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tabel Hasil Pengamatan

Gambar

No. Sampel/Standar Nilai Rf Pengamatan Pengamatan UV


Visibel 366 nm

1. Lipstik Madam Gie 0

2. Lipstik Wardah 0,775

3. Rhodamin B 0,7

4.2 Perhitungan
4.1.1 Perbandingan Propanol : Ammonia (9 : 1)
1. Propanol
9
Volume = × 10 mL = 9 mL
10
2. Ammonia
1
Volume = × 10 mL = 1 mL
10
4.1.2 Nilai Rf
1. Sampel Lipstik Madam Gie
Jarak yang ditempuh noda 0
Rf = =
Jarak yang ditempuh eluen 4
Rf = 0
2. Sampel Lipstik Wardah
Jarak yang ditempuh noda 3,1
Rf = =
Jarak yang ditempuh eluen 4
Rf = 0,775

18
3. Rhodamin B
Jarak yang ditempuh noda 3,8
Rf = =
Jarak yang ditempuh eluen 4
Rf = 0,7
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan analisis zat warna pada
kosmetik terutama sediaan lipstik dengan menggunakan metode analisis kualitatif
yaitu kromatografi lapis tipis. Menurut Husna dan Mita (2020), kromatografi lapis
tipis (KLT) dapat memisahkan komponen-komponen berdasarkan perbedaan
tingkat interaksi dalam dua fasa material pemisah. KLT merupakan metode
pemisahan fisiko kimia yang menggunakan lapisan pemisah berupa butir-butir
yang diletakkan pada penyangga seperti gelas, logam, atau lapisan yang cocok
(fase diam). Dalam penelitian Kumar et al. (2013), dijelaskan bahwa senyawa
yang akan dipisahkan akan dibawa oleh fase gerak dan bergerak melalui fase diam
karena pengaruh gaya berat atau lainnya, dimana komponen dari senyawa akan
melewati fase diam dengan tingkatan yang berbeda sehingga memiliki faktor
retensi yang berbeda juga.
Metode kromatografi lapis tipis didasarkan pada tiga prinsip, yaitu
adsorpsi, desorpsi, dan elusi. Adsorpsi terjadi ketika larutan sampel ditotolkan ke
fase diam (plat KLT) menggunakan pipa kapiler, komponen-komponen dalam
sampel akan teradsorbsi di dalam fase diam. Desorbsi adalah peristiwa ketika
komponen yang teradsorbsi di fase diam didesak oleh fase gerak (eluen), terjadi
persaingan antara eluen dan komponen untuk berikatan dengan fase diam. Elusi
adalah peristiwa ketika komponen ikut terbawa oleh eluen (Husna dan Mita,
2020). Adapun tujuan dari identifikasi KLT pada percobaan ini, yaitu untuk
mengetahui ada tidaknya kandungan zat warna pada salah satu bentuk sediaan
kosmetik yaitu lipstik.
Pewarna bibir merupakan sediaan kosmetika yang digunakan untuk
mewarnai bibir dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika
dalam tata rias wajah. Pewarna bibir terdapat dalam berbagai bentuk, seperti
cairan, krayon, dan krim. Pewarna bibir bentuk krayon lebih dikenal dengan nama

19
lipstik. Lipstik merupakan pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang
padat (stick) yang dibentuk dari minyak, lilin dan lemak. Fungsinya adalah untuk
memberikan warna bibir menjadi merah, yang dianggap akan memberikan
ekspresi wajah sehat dan menarik (Risnawaty dkk., 2013). Pemberi warna pada
lipstik tersebut dapat berasal dari zat warna alami maupun sintetis. Namun ada
beberapa zat warna sintetis yang dilarang penggunaannya dalam sediaan lipstik,
yaitu rhodamin B.
Zat warna yang akan dianalisis kandungannya dalam sediaan lipstik pada
percobaan kali ini adalah rhodamin B. Menurut Elfasyari dkk (2020), rhodamin B
adalah zat pewarna sintesis yang sering disalahgunakan pemanfaatannya dalam
produk kosmetik. Rhodamin B merupakan zat warna sintetis yang umumnya
digunakan sebagai zat warna kertas, tekstil atau tinta yang menyebabkan iritasi
pada saluran pernapasan dan bila digunakan dapat menyebabkan terjadinya kanker
dan kerusakan hati dalam tubuh.
Pada pengujian kualitatif menggunakan metode KLT, diawali dengan
menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, serta dibersihkan alat dengan
alkohol 70%. Menurut Wahyuni dkk (2017), digunakan alkohol 70% dikarenakan
memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan kuman dengan cara
denaturasi protein kuman pada alat yang digunakan. Dilanjutkan dengan masing-
masing sampel ditimbang sebanyak 500 mg dan dimasukkan ke dalam gelas beker
kemudian ditambahkan 4 tetes HCl dan 5 ml metanol. Menurut Ni Ketut (2015),
HCl berguna untuk mendestruksi senyawa-senyawa yang ada didalam sampel dan
menstabilkan kandungan rhodamin B yang ada dalam sampel agar tidak berubah
dari bentuk terionisasi menjadi netral, serta pemberian metanol yang berguna
untuk melarutkan zat organik yang bersifat polar.
Gelas beker yang telah berisi sampel ditutup menggunakan aluminium foil,
lalu dipanaskan selama 5 menit menggunakan hotplate hingga sampel meleleh.
Sampel yang telah meleleh diencerkan dengan metanol sebanyak 10 ml untuk
mempermudah proses penotolan pada plat yaitu larutan sampel dapat teradsorbsi
dengan baik pada permukaan lempeng silika gel dengan membentuk totolan yang
bulat sempurna. Selanjutnya disaring menggunakan kertas saring yang telah berisi

20
0,01 g natrium sulfat anhidrat. Menurut Indah (2020), penambahan natrium sulfat
anhidrat bertujuan untuk memurnikan hasil yang diinginkan dan mengikat sisa-
sisa udara yang masih bercampur dengan lapisan organik tersebut, serta dapat
menyerap air dari hasil pemanasan. Dalam penelitian Ata (2016), juga dijelaskan
bahwa penyaringan bertujuan untuk memisahkan antara filtrat dan residu dari
sampel.
Penyiapan larutan standar dilakukan dengan cara ditimbang 5 mg
rhodamin B, kemudian ditambahkan 10 ml metanol dan dikocok hingga homogen.
Menurut Base (2018), tujuan dari pengocokan ini adalah untuk memaksimalkan
pencampuran sampel dengan pelarut hingga homogen. Dilanjutkan dengan
persiapan eluen yang terdiri dari pelarut propranol dan ammonia dengan
perbandingan 9 : 1.
Perbandingan eluen dibuat dalam volume sebanyak 10 mL. Menurut
Rosyada (2019), propanol bersifiat semi polar yang akan menarik sampel ke atas,
sedangkan amonia bersifat polar yang akan menahan senyawa polar tetap di
bawah. Eluen tersebut dimasukkan ke dalam kimia dan dijenuhkan dengan
menggunakan kertas saring dengan tujuan, sesuai dengan pendapat Fikamilia
(2020), yaitu agar atmosfer dalam gelas beker terjenuhkan dengan uap pelarut
sehingga eluasi kecepatan eluen sama pada semua sisi permukaan lempeng KLT.
Lempeng KLT yang akan digunakan disiapkan dalam ukuran 2 x 5,5 cm
dan diukur batas atas 0,5 cm dan batas bawah 1 cm. Menurut Fauziyah (2012),
pengukuran batas atas dan batas bawah pada lempeng KLT bertujuan agar tidak
ada interaksi langsung antara fase gerak dengan sampel, dimana apabila jarak tepi
bawah yang terlalu kecil atau jumlah fase gerak cukup banyak akan membuat
bercak penotolah bersentuhan langsung dengan fase gerak sehingga ada sebagian
molekul sampel yang akan terlarut dalam fase gerak dan hal ini dapat
menyebabkan hasil yang didapatkan pada elusi menjadi tidak valid.
Larutan standar dan larutan sampel kemudian ditotolkan pada lempeng
KLT menggunakan pipa kapiler pada bagian batas bawah lempeng KLT. Dalam
penelitian Kusuma dan Uswatun (2014), juga digunakan pipa kapiler yang
bertujuan untuk memperkecil luas permukaan penotolan, sehingga elusi yang

21
terjadi dapat lebih sempurna. Penotolan larutan standar dan larutan sampel
dilakukan pada jarak antar titik penotolan larutan yaitu 0,5 cm, dimana titik
penotolannya tidak boleh terlalu besar atau terlalu sempit. Hal ini dikarenakan
karena menurut Fikamilia (2020), penotolan yang tidak tepat juga dapat
menyebabkan bercak menyebar dan menghasilkan noda yang tidak terpisah satu
sama lain (tailing) sehingga dapat mengganggu hasil analisis. Lempeng KLT yang
telah ditotolkan sampel kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berisi
eluen. Proses elusi dilakukan hingga eluen mencapai batas atas lempeng KLT.
Lempeng yang telah berelusi hingga batas atas, dikeluarkan dari dalam gelas dan
diamati penampakan masing-masing noda yang terbentuk di bawah lampu UV
366 nm, dimana pada lampu UV ini nodanya akan berfluoresensi. Jarak masing-
masing noda yang terbentuk pada lempeng diukur dan dihitung nilai Rf-nya.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, diperoleh nilai Rf standar
Rhodamin B yaitu 0,7, nilai Rf lipstik Madam Gie yaitu 0, dan nilai Rf lipstik
Wardah yaitu 0,775. Dari hasil tersebut, dapat diketahui bahwa sampel lipstik
Wardah positif mengandung rhodamin B karena jarak antara noda sampel dengan
noda standar hampir sama dan selisih nilai Rf sampel dengan standar tidak
melebihi dari 0,2. Pada pengamatan UV 366 nm juga diperoleh warna noda
sampel yang sama dengan noda standar, yaitu berwarna kuning atau jingga.
Sedangkan pada sampel lipstik Madam Gie didapatkan hasil negatif atau tidak
mengandung Rhodamin B karena tidak terbentuk noda pada lempeng KLT.
Adapun kemungkinan kesalahan yang terjadi selama praktikum, yaitu
ketidakhati-hatian praktikan dalam menggunakan lempeng, seperti memegang
lempeng pada bagian silika gelnya dan lempeng yang tidak diletakkan dengan
baik di dalam gelas. Hal ini dapat mempengaruhi hasil yang mana tidak akan
terbentuk bercak pada lempeng karena silika gelnya yang bersifat sangat sensitif
terhadap sentuhan.

22
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah di lakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Zat warna yang sering ditambahkan dalam sediaan kosmetik terutama pada
lipstik adalah Rhodamin B. Rhodamin B adalah zat warna sintetis yang
biasa digunakan untuk pewarna kertas, tekstil atau tinta. Zat tersebut dapat
menyebabkan iritasi pada kulit dan saluran pernafasan serta merupakan zat
yang bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Rhodamin B
dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati
2. Pengujian kualitatif menggunakan metode kromatografi lapis tipis yaitu
dengan cara membuat larutan uji pada sampel kosmetik dalam hal ini
digunakan kosmetik dengan jenis lipstikselanjutnya membuat larutan
standar sebagai pembanding yaitu Rhodamin B yang akan di totolkan pada
plat KLT dan di amati pada sinar UV 254 dan UV 366.
5.2 Saran
5.2.1 Saran Untuk Jurusan
Diharapkan agar fasilitas yang digunakan pada praktikum dan lebih
diperhatikan, dengan melengkapi alat-alat yang masih kurang untuk digunakan
pada praktikum seperti timbangan analitik karena pada saat praktikum para
praktikan selalu mengantri dan bisa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
5.2.2 Saran Untuk Laboratorium
Diharapkan pada pelaksanaan praktikum ruangan yang digunakan
tetapdalam kondisi yang bersih agar praktikan dan asisten merasa lebih nyaman
selamapelaksanaan praktikum.
5.2.3 Saran Untuk Asisten
Kepada asisten agar tetap sabar dalam mengajarkan ilmu kepada para
praktikan agar semakin menambah ilmu baik kepada praktikan maupun asisten
sendiri.

23
DAFTAR PUSTAKA

Adi Ariwati Ni Ketut. 2015. Studi Kelayakan Pengembangan Investasi Pada


Rumah Sakit Gigi dan Mulut FKG Mahasaraswati Denpasar. Bali :
Unversitas Mahasaraswati

Afriyeni, H dan Utari, N.S. 2016. Identifikasi Zat Warna Rhodamin B pada
Lipstik Bewarna Merah yang beredar dipasar Raya Padang. Jurnal
Farmasi Higea. Universitas Dharma Andalas. Padang : Vol 8 No.1 Hal 59-
64

Ata, S. T., Yulianty, R., Sami, F. J., & Ramli, N. 2016. Isolasi kolagen dari kulit
dan tulang ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). Journal of
Pharmaceutical and Medicinal Sciences, 1(1), 27-30.

Base, N. H. 2018. Identifikasi kandungan senyawa flavonoid ekstrak kulit buah


jeruk bali (Citrus maxima Merr.) secara kromatografi lapis tipis. Jurnal
Kesehatan Yamasi Makassar, 2(1).

Deflora 2018. Analisis rhodamin B pada jajanan pasar di Sekolah Dasar wilayah
kelurahan Tunggulwulung kota Malang dengan metode Spektrofotometri
UV-VIS positif mengandung rhodamin B.

Departemen Kesehatan RI, 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta.

Dirjen POM., 2014. Farmakope Indonesia. Edisi Kelima, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta, Hal.7, 503.

Djarismawati, 2004. Pengetahuan dan Perilaku Penjamah Makanan Tentang


Sanitasi Pengolahan Makanan Pada Instalasi Gizi Rumah Sakit Di
Jakarta. Jakarta. Media Lit Bang Kes Vol.XIV Nomor.3

Elfasyari, T.Y., dkk, 2020. Analisis Rhodamin B pada Lipstik Impor yang Beredar
di Kota Batam secara Kromatografi Lapis Tipis dan Spektrofotometri UV-
Vis. PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia, Vol.17 No.01Juli 2020:54-
61

Fauziyah, Lana .2020.  Studi Literatur: Asuhan Keperawatan Pada Klien Tb Paru


Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan
Nafas. Tugas Akhir (D3) thesis, Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Fikamilia Husna, Soraya Ratnawulan Mita. 2020. Identifikasi Bahan Kimia Obat
Dalam Obat Tradisional Stamina Pria Dengan Metode Kromatografi
Lapis Tipis. Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi,
Universitas Padjadjara.
Husna, F. dan Mita, S.R. 2020, Identifikasi Bahan Kimia Obat Tradisional
Stamina Pria dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. Farmaka, 18(2):
16-25.

Indah Sulistyarini, Diah Arum Sari Dan Tony Ardian Wicaksono. 2020. Skrining
Fitokimia Senyawa Metabolit Sekunder Batang Buah Naga (Hylocereus
Polyrhizus). Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi. Semarang

Kumar, S. & Pandey, A. 2013. Chemistry and Biological Activities of Flavonoids:


An Overview. The ScientificWorld Journal, 2013, 1-16

Kumar, S., Jyotirmayee, K., and Sarangi, M., 2013. Thin Layer Chromatography:
A Tool of Biotechnology for Isolation of Bioactive Compounds from
Medicinal Plants. Int. J. Pharm. Sci. Rev. Res.
Kusuma, T. M. dan Uswatun, N. 2014. Isolasi dan Identifikasi Minyak Atsiri dari
Simplisia Basah dan Simplisia Kering Daun Sirih Merah (Piper
crocatum). Pharmacy. Vol. 11(1): 1-4.
PubChem 2022. PubChem Compound Summary for CID 6228.

Risnawaty, R., Nazliniwaty, N., & Purba, D. 2013. Formulasi Lipstik


Menggunakan Ekstrak Biji Coklat (Theobroma cacao L.) Sebagai
Pewarna. Journal of pharmaceutics and pharmacology, 1(1), 78-86.

Rohman, A. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rosyada, D., dan Giovani, A. D. V. 2019. Aktivitas Antioksidan Senyawa Non-


Polar Dan Polar Dari Ekstrak Makroalga Acanthophora muscoides Dari
Pantai Krakal Yogyakarta. Jurnal Enggano, 2(1):68-77.

Rowe, R.C. et Al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed. The
Pharmaceutical Press, London.
Srivastava, M., 2011. High-Performance Thin-Layer Chromatography (HPTLC).
London. Springer Heidelberg Dordrecht.
Trestiati, M., 2003, Analisis Rhodamin B Pada Makanan dan Minuman Jajanan
Anak SD (Studi Kasus: sekolah Dasar di Kecamatan Margaasih
Kabupaten Bandung). Department-of-Environmental Engineering.
Wahyuni, dan Herawati, I. 2017. Pemeriksaan Fisioterapi. Surakarta:
Muhammadiyah University Press.

Anda mungkin juga menyukai