“Prosedur Penetapan Kadar Air, Kadar Abu, Sisa Pemijaran Susut Pengeringan dan
Penetapan Warna”
Dosen :
Disusun Oleh :
FAKULTAS FARMASI
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Analisis Farmasi yang berjudul “Prosedur
Penetapan Kadar Air, Kadar Abu, Sisa Pemijaran, Susut Pengeringan dan Penetapan Warna”.
Makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Farmasi
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak sangat di perlukan demi kesempurnaan
makalah ini
Akhir kata kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan dan penyusunan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat
bagi penulis sendiri dan bagi pembaca khususnya mahasiswa/i, serta menjadi pintu gerbang
ilmu pengetahuan khususnya mata kuliah Analisis Farmasi.
30 September 2020
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
Memasuki abad ke-21 sebagai era globalisasi, perkembangan teknologi, dan bentuk
pemanfaatan tumbuhan obat diindonesia dalam pelayanan kesehatan sudah mengenal serta
menggunakan konsep ekstrak. Hal ini merupakan peluang dan sekaligus tantangan pada
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian serta pertanian dan
kedokteran di Indonesia.
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang larut sehingga terpisah
dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Standarisasi dalam kefarmasian tidak
lain ialah serangkaian parameter prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupkan
unsure-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat
standar.
Standarisasi dalam kefarmasian tidak lain adalah serangkaian parameter, prosedur
dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu
kefarmasian , mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi)
termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya.
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud dari penetapan kadar air, kadar abu, susut pengeringan,
sisa pemijaran dan penetapan warna.
2. Untuk mengetahuiapa tujuan, prinsip dan prosedur kerja dari penetapan kadar air.
3. Untuk mengetahuiapa tujuan, prinsip dan prosedur kerja dari penetapan kadar abu.
4. Untuk mengetahu siapa tujuan, prinsip dan prosedur kerja dari susut pengeringan.
5. Untuk mengetahuiapa tujuan, prinsip dan prosedur kerja dari sisa pemijaran.
6. Untuk mengetahuiapa tujuan, prinsip dan prosedur kerja dari penetapan warna.
7. Untuk memperoleh bentuk bahan baku produk kefarmasian yang bermutu,aman
serta bermanfaat
8. Untuk memberi kadar abu gambaran kandungan mineral internal dan eksternal
dalam simplisia, mulai dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
BAB II
SIMPLISIA DAN EKSTRAK
Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak, baik sebagai
bahan obat atau produk.
Ekstrak tumbuhan obat sebagai bahan dan produk, dibuat dari bahan baku tumbuhan
obat.
2.1 Simplisia
Dalam buku “Materia Medika Indonesia” Simplisia adalah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali
dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
Simplisia terbagi menjadi 3, yaitu :
1. Simplisia nabati
2. Simplisia hewani
3. Simplisia pelican (mineral)
Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produksi apa dikonsumsi
langsung, dapat dipertimbangkan 3 konsep untuk menyusun parameter standard umum :
1. Simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya memenuhi 3 parameter mutu
umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian
(bebas dari kontaminasi kimia dan biologis) serta aturan penstabilan (wadah,
penyimpanan dan transportasi).
2. Simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai obat tetap
diupayakan memenuhi 3 paradigma seperti produk kefarmasian lainnya, yaitu
Quality-Safety-efficacy (mutu-aman-manfaat).
3. Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang bertanggung jawab
terhadap respon biologis harus mempunyai spesifikasi kimia, yaitu informasi
komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan.
Variasi senyawa kandungan dalam produk hasil panen tumbuhan obat (in vivo) disebabkan
aspek sebagai berikut :
1. Genetik (bibit)
2. Lingkungan (tempat tumbuh, iklim)
3. Rekayasa agronomi (fertilizer, perlakuan selama masa tumbuh).
4. Panen (waktu dan pasca meja)
Berdasarkan trilogy mutu-aman-manfaat, maka simplisia sebagai bahan baku
ekstrak tetap harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan monografinya yaitu,
buku Materi Medika Indonesia. Dan kemudian dalam proses seterusnya, produk
ekstrak juga harus memenuhi persyaratan, yaitu parameter standar umum dan
spesikasinya dalam buku monografi.
2.2 Ekstrak
Dalam buku farmakope 4, disebutkan bahwa :
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi senyawa aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau sebuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut
atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi tiap ml
ekstrak mengandung senyawa aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat.
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air
pada suhu 90º C selama 15 menit.
Ekstrak tumbuhan obat yang berasal dari simplisia nabati dapat dipandang sebagai:
1. Bahan awal
Dianalogkan dengan komoditi bahan baku obat yang dengan teknologi
fitofarmasi diproses menjadi produk jadi.
2. Bahan antara
Berarti masih menjadi bahan yang dapat diproses lagi menjadi fraksi-fraksi,
isolat senyawa tunggal ataupun tetap sebagai campuran dengan ekstrak lain.
3. Bahan produk jadi
Berarti ekstrak yang berada dalam sediaan obat jadi siap digunakan oleh
penderita.
Pengujian atau pemeriksaan persyaratan parameter standar umum ekstrak mutlak
harus dilakukan dengan berpegang pada manajemen pengendalian mutu eksternal oleh
badan formal atau/dan badan independen.
BAB III
FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA MUTU EKSTRAK
Cara penetapan
Titrasi Langsung
Kecuali dinyatakan lain, masukkan lebih kurang 20 ml methanol P ke dalam labu
titrasi. Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer hingga titik akhir tercapai. Masukkan
dengan cepat sejumlah zat yang ditimbang seksama yang diperkirakan
mengandung 10 – 50 mg air, kedalam labu titrasi, aduk selama 1 menit. Titrasi
dengan pereaksi Karl Fischer yang telah diketahui kesetaraan airnya. Hitung
jumlah air dalam mg dengan rumus : VXF
V adalah volume pereaksi Karl Fischer pada titrasi kedua, F adalah faktor
kesetaraan air.
Langkah tersebut diulangi sampai didapat berat yang tetap. Setelah itu
kadar abu total dapat dihitung dengan cara selisih dari bobot tetap dan
bobot krus kosong dibagi bobot simplisia lalu dikali 100%.
Abu yang didapat dari penetapan kadar abu total ditambah beberapa ml HCl
encer lalu dipanaskan kembali diatas penangas
selama5menitsetelahcairannyamendidih.
Abu yang didapat dari penetapan kadar abu total ditambah beberapa ml air
lalu dipanaskan kembali diatas penangas selama 5 menit setelah cairannya
mendidih.
Simplisia disaring menggunakan kertas saring bebas abu. Filtrat yang didapat
dibuang lalu abu dan kertas saringnya dimasukkan ke dalam krus untuk
dipanaskan kembali diatas penangas sampai menjadi arang.
Krus dimasukkan kembali ke dalam tanur kira- kira setengah hari. Setelah
ditanur, krus yang berisi simplisia dimasukkan kedalam desikator selama 15
menit lalu ditimbang beratnya dan dicatat.
Uji sisa pemijaran merupakan salah satu uji syarat kemurnian bahan baku dengan
tujuan membuktikan bahwa bahan bebas dari senyawa asing dan cemaran atau
mengandung senyawaasing dan cemaran dimaksudkan untuk membatasi senyawa
demikian sampai pada jumlah yang tidak mempengaruhi partikel dengan kondisi
yang biasa.
Batas sisa pemijaran dapat diterapkan pada tiga jenis senyawa yaitu :
- Senyawa yang menguap sempurna pada saat pemijaran tanpa ada residu
5.3.3 ORGANOLEPTIK
PARAMETER ORGANOLEPTIK EKSTRAK :
PENGERTIAN DAN PRINSIP : Penggunaan pancaindera mendeskripsikan
bentuk, warna, bau, rasa sebagai berikut :
1. Bentuk : padat, serbuk-kering, kental, cair
2. Warna : kuning, coklat, dll
3. Bau : aromatic, tidak berbau, dll
4. Rasa : pahit, manis, kelat, dll
TUJUAN : Pengenalan awal yang sederhana seobjektif mungkin
PROSEDUR
(1) Kadar senyawa yang larut dalam air : maserasi sejumlah 5 g ekstrak selama 24
jam dengan 100 ml air klorofom LP menggunakan labu bersumbat sambil
berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18
jam. Saring, uangkan 20 ml filtrate hingga kering dalam cawan dangkal berdasar
rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105˚C hingga bobot tetap.
Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam air, dihitung terhadap
ekstrak awal.
(2) Kadar senyawa yang larut dalam etanol : maserasi sejumlah 5 g ekstrak
selama 24 jam dengan 100 ml etanol (95%)menggunakan labu bersumbat sambil
berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18
jam. Saring, uangkan 20 ml filtrate hingga kering dalam cawan dangkal berdasar
rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 105˚C hingga bobot tetap.
Hitung kadar dalam persen senyawa yang larut dalam etanol (95%) , dihitung
terhadap ekstrak awal.
Pengeringan ekstrak
Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga menghasilkan
serbuk, masa kering rapuh, tergantung proses dan peralatan yang digunakan. Proses
pengeringan ekstrak antara lain:
1. Pengeringan Evaporasi
2. Pengeringan Vaporasi
3. Pengeringan Sublimasi
4. Pengeringan Konveksi
5. Pengeringan Kontak
6. Pengeringan Radiasi
7. Pengeringan Dielektrik
Rendemen
Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia
awal.
Metode Ekstraksi
A. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut
Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada tempetratur ruangan
(kamar).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada temperature ruangan. Proses terdiri dari tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan
Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelrut pada temperature titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya
pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama
sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna
2. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah
pelarut relative konstan dengan adanya pendingin balik
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperature
yang lebih tinggi dan temperature ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperature 40-50°C
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98°C)
selama waktu tertentu (15-20 menit)
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30°C) dan temperatur
sampai titik didih air
B. Destilasi Uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari
bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial
senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kotinu sampai
sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan
menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyaa kandungan yang
memsah sempurna atau memisah sebagian.
Asean Countries. 1993. Standard of Asean Herbal Medicine., Vol 1. Jakarta, Indonesia.
Hal 284.
De Padua, L.S., Bunyaprtaphatsara, N., and Lemmens, R.H.M., J., (Ed.).
1999. Plant Resources of South East Asia; Prosea; Medical and
Poisonous Plant 1.Liden. Backhuys Publishers. Hal 350.
Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Dirjen POM.
Jakarta. Hal 9-36.
Gritter, R.J., Bobbit J.M., Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi. Terjemahan
Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB. Bandung. Hal 107-155.
Harborne, J. 1987. Metode Fitokimia; Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Terbitan 2. Bandung. Penerbit ITB. Hal 4-6
Hariyati, S. 2005. Standarisasi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia Salah Satu
Tahapan Penting Dalam Pengembangan Obat Asli Indonesia. Artikel.Badan
POM RI vol 6 nomor 4. Pusat Informasi Obat dan Makanan Badan Pengawas Obat
dan Makanan. Jakarta