Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI

DASAR

Tetapan Fisika

Responser: Dr. Hayun, M.Si., Apt.

Disusun oleh:

1. Aida Rumaisha 1806185481


2. Fathin Ulayya 1806136082
3. Moh. Najmi Shobari 1806185531
4. Nabila Meuthia Arifin 1806136196
5. Sheryn Laura Saragi 1806136271
6. Widya Puspita Dewi 1806136315

LABORATORIUM KIMIA FARMASI - MEDISINAL DAN BIOANALISIS


PRODI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan praktikum mata kuliah Analisis
Farmasi Dasar “Tetapan Fisika” ini dapat terselesaikan dengan dengan lancar dan tepat
pada waktunya.

Tak lupa pula kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen
responser dan pembimbing selama praktikum berlangsung beserta para asisten
laboratorium yang telah membimbing kelompok kami dalam menyelesaikan praktikum
dan laporan ini.

Laporan praktikum ini kami sadari masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
sehingga kami dapat menulis lebih baik untuk selanjutnya. Kami mohon maaf sebesar-
besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan serta penyampaian isi dalam
laporan praktikum ini.

Depok, November 2019

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Tujuan Praktikum.............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 2
2.1 Rotasi Optik ................................................................................................. 2
2.2 Indeks Bias ................................................................................................... 4
2.3 Jarak Lebur .................................................................................................. 5
2.4 Bobot Jenis ......................................................................................... 9
BAB III METODE PERCOBAAN PRAKTIKUM ........................................... 11
3.1 Alat dan Bahan ................................................................................. 11
3.1.1 Rotasi Optik........................................................................................ 11
3.1.2 Indeks Bias ......................................................................................... 11
3.1.3 Jarak Lebur ......................................................................................... 11
3.1.4 Bobot Jenis ......................................................................................... 12
3.2 Cara Kerja ........................................................................................ 12
3.2.1 Rotasi Optik ...................................................................................... 12
3.2.2 Indeks Bias ........................................................................................ 12
3.2.3 Jarak Lebur ......................................................................................... 13
3.2.4 Bobot Jenis ........................................................................................ 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 15
4.1 Hasil Percobaan .......................................................................................... 15
4.1.1 Rotasi Optik ......................................................................................... 15
4.1.2 Indeks bias ........................................................................................... 16
4.1.3 Jarak Lebur ......................................................................................... 17
Sampel Kloramfenikol ......................................................................................... 17
Sampel Paracetamol ............................................................................................. 17
4.1.4 Bobot Jenis ........................................................................................... 18
4.2 Pembahasan ...................................................................................... 18
4.2.1 Rotasi Optik ......................................................................................... 18
4.2.2 Indeks Bias ........................................................................................... 19

ii
4.2.4 Bobot Jenis ........................................................................................... 20
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 21
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 21
5.2 Saran............................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ iii
LAMPIRAN I ........................................................................................................ iv
LAMPIRAN 2 ......................................................................................................... x

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam kehidupan, penggunaan bahan-bahan kimia lazim digunakan, misalnya
etanol. Bahan kimia dan bahan-bahan baku farmasi yang digunakan harus sesuai
dengan monografi yang sesuai dengan kompendial. Setiap bahan baku farmasi tentu
memiliki sifat dan karakteristik masing-masing sehingga harus diidentifikasi untuk
menentukan identitas, kadar dan kemurnan dari bahan baku tersebut. Analisis
tersebut dimaksudkan untuk penjaminan mutu dan kualitas dari bahan baku.
Identifikasi bahan baku dapat dilakukan dengan uji tetapan fisika.
Uji tetapan fisika terdiri dari uji susut pengeringan, rotasi optik, pH, indeks bias,
suhu lebur, dan bobot jenis. Dalam pengujian tetapan fisika diperlukan baku standar
yang digunakan sebagai acuan pembanding. Hasil pengujian tetapan fisika dari suatu
sampel yang akan didapat berupa identitas seperti yang tertera pada monografi dalam
buku-buku kompendial. Sebelum pengujian tetapan fisika dilakukan harus
mengetahui sifat dasar senyawa yang tercantum dalam monografi. Pengujian tetapan
fisika sangat penting dalam dunia farmasi untuk memastikan senyawa yang
digunakan tidak memberikan efek negatif dalam tubuh.

1.2. Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum ini adalah:
a. Menetapkan nilai pH pada bahan baku farmasi.
b. Menetapkan nilai rotasi optik pada bahan baku farmasi.
c. Menetapkan nilai indeks bias pada bahan baku farmasi.
d. Menetapkan nilai suhu lebur pada bahan baku farmasi.
e. Menetapkan nilai bobot jenis pada bahan baku farmasi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rotasi Optik


Rotasi optik adalah besar sudut pemutaran bidang polarisasi yang terjadi jika
sinar terpolarisasi dilewatkan melalui cairan. Kecuali dinyatakan lain, pengukuran
dilakukan menggunakan sinar natrium pada lapisan cairan setebal 1 dm pada suhu
20°C. Rotasi optik dapat digunakan untuk mengkonfirmasi identitas senyawa isomer
optik, menentukan kemurnian optik senyawa optis aktif, dan menentukan kadarnya
senyawa optis aktif jika senyawa tersebut memiliki daya rotasi yang kuat.

Rotasi optik dinyatakan dalam derajat rotasi sudut (yang diamati) atau derajat
rotasi jenis (yang dihitung dibandingkan terhadap kadar 1 g zat terlarut dalam 1 ml
larutan, diukur pada kondisi yang telah ditentukan). Sedangkan rotasi jenis adalah
adalah besar sudut pemutaran bidang polarisasi yang terjadi jika sinar tepolarisasi
dilewatkan melalui cairan setebal 1 dm yang mengandung 1 g zat per ml. Senyawa
yang memutar bidang cahaya searah jarum dilihat dari arah sumber cahaya, akan
diberi tanda (+) dan senyawa tersebut dinamakan dekstro (d). Senyawa yang
memutar bidang cahaya berlawanan arah jarum jam dilihat dari arah sumber cahaya,
akan diberi tanda (-) dan senyawa tersebut dinamakan levo (l).

Senyawa isomer optik merupakan senyawa yang memiliki rumus molekul


sama tetapi susunan atom-atomnya berbeda. Senyawa isomer optik dapat mengalami
reaksi yang sama dan memiliki sifat fisika kimia yang mirip. Perbedaan isomer ini
terletak pada interaksinya dengan bidang cahaya terpolarisasi. Jika cahaya
terpolarisasi dilewatkan pada larutan senyawa optik, maka senyawa tersebut akan
memutar bidang bidang cahaya terpolarisasi ke arah tertentu. Contohnya
kloramfenikol, antara +17,0o dan +20,0o (dalam etanol mutlak, suhu 25oC, lampu
natrium, 589-589,6 nm). Apabila rotasi jenis berbeda, maka senyawa tersebut bisa
berupa isomer yang berbeda atau tidak memenuhi syarat kemurnian optik.

2
Rotasi optik diukur menggunakan polarimeter. Sumber cahaya yang umum
digunakan adalah lampu natrium dengan panjang gelombang cahaya tampak adalah
589 nm. Dalam polarimeter, sinar dari sumber cahaya akan melewati polarisator
kemudian melewati tabung polarimeter yang berisi sampel yang akan dianalisisis.
Jika sampel tersebut bukan senyawa optik aktif, bidang cahaya terpolarisasi tidak
akan berubah sudut pemutarannya dan pengamat akan membaca sudut [α] = 0o. Jika
sampel tersebut merupakan senyawa optik aktif, bidang cahaya terpolarisasi akan
diputar melalui tabung. Analisator akan membuat cahaya dapat melalui celah secara
maksimum.

Perhitungan Rotasi Jenis

Rotasi jenis suatu zat cair atau zat padat dalam larutan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut :

Untuk zat cair : [α] t x = a/ld

Untuk larutan : [α] t x = 100a/lpd = 100a/lc

Keterangan :

• a = rotasi optik terkoreksi pada suhu t dan λ x; Jika t = 25 °C , x = λ 589 nm


maka lakukan penetapan pada t = 25 °C , dan x = λ 589 nm
• l = panjang tabung polarimeter (dm); 51
• d = BJ cairan/larutan pada suhu pengamatan;
• p = kadar larutan (g/100 g larutan); dan
• c = kadar larutan (g/100 ml larutan)

3
Perhitungan Kadar

Konsenntrasi larutan dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

𝟏𝟎𝟎 . 𝛂
C= 𝒍. 𝛂

Keterangan :

• C = Konsentrasi bahan dalam gram per 100 ml larutan.


• α = sudut rotasi diukur pada 20 °C.
• l = ketebalan sampel (panjang tabung) dalam desimeter (dm)
• (α) = sudut rotasi spesifik

2.2 Indeks Bias


Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam udara
dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Penetapan indeks bias dapat digunakan
untuk identifikasi zat dan mendeteksi ketidakmurnian. Indeks bias digunakan untuk
mengetahui konsentrasi larutan dan komposisi bahan - bahan penyusunnya. dalam
bidang kimia. Indeks bias juga dapat digunakan sebagai parameter kualitas berbagai
macam senyawa yang dapat bermanfaat dalam industri kimia atau obat - obatan. Alat
yang digunakan dalam pengukuran indeks bias adalah Refraktometer Abbe.

Refraktometer bekerja dengan prinsip pembiasan cahaya ketika melalui


suatu larutan. Saat cahaya datang dari udara menuju ke dalam larutan, kecepatannya
akan berkurang yang akan menyebabkan pembiasan. Refraktometer menggunakan
prinsip ini untuk menentukan jumlah zat terlarut dalam larutan dengan melewatkan
cahaya ke dalamnya. Sumber cahaya akan ditransmisikan ke serat optic ke dalam
salah satu sisi prisma dan secara internal dipantulkan ke interface prisma dan sampel
larutan. Bagian cahaya ini kemudian dipantulkan kembali ke sisi yang berlawanan
pada sudut tertentu yang tergantung pada indeks bias masing - masing larutan
(Hidayanto, E., et al, 2010). Suhu pengukuran yang digunakan menurut Farmakope
adalah 25oC, tetapi pada beberapa monografi suhu pengukuran yang digunakan
adalah 20oC. Suhu tersebut harus dipertahankan karena dapat mempengaruhi nilai
indeks bias.

4
2.3 Jarak Lebur
Dalam bidang farmasi, dikenal beberapa indikator untuk menentukan
kemurnian suatu zat, salah satunya adalah dengan penentuan jarak lebur atau titik
lebur. Suatu zat dikatakan murni bila memiliki jarak lebur yang sempit, berkisar
antara 1-2o C. Sebaliknya, apabila suatu zat memiliki jarak lebur yang melebar
terhadap standar, zat tersebut dapat dikatakan tidak murni. Jarak lebur dan titik lebur
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi suatu senyawa
dengan cara menganalisis zat dalam bentuk murni dan dibandingkan dengan standar
yang telah terbukti kemurniannya. Apabila didapatkan suhu lebur yang berbeda,
dapat disimpulkan bahwa kedua molekul sampel tersebut berbeda, baik secara
struktur maupun konfigurasinya. Sebaliknya, apabila suhu lebur antara dua sampel
sama, maka struktur molekul kedua zat tersebut diperkirakan sama.

Berdasarkan Farmakope Indonesia V, jarak lebur atau suhu lebur zat padat
didefinisikan sebagai rentang suhu atau suhu pada saat zat padat menyatu dan
melebur sempurna. Suhu awal dicatat pada saat zat mulai membentuk tetesan pada
dinding pipa kapiler, dan suhu akhir dicatat pada saat hilangnya fase padat (Dirjen
POM, 1979). Penentuan titik lebur sediaan organik padat dapat dilakukan dengan
metode pipa kapiler, dengan memanaskan sampel dalam cawan pemanas sambil
mengamati suhu pada saat zat mulai melebur hingga selesai melebur.

Peralatan yang digunakan untuk mengukur jarak lebur dikenal dengan nama
Melting Point Apparatus (MPA) yang di dalamnya terdapat bejana yang terbuat dari
kaca dan berisi cairan, sumber panas yang dapat dikontrol, thermometer, dan kaca
pembesar. Termometer standar harus mencakup kisaran -10 hingga +360 °C, dan
sebaiknya terbuat dari merkuri dalam kaca. Pipa kapiler harus terbuat dari kaca
borosilikat dan memiliki dimensi berikut: ketebalan dinding, sekitar 0,10–0,15 mm;
panjangnya disesuaikan dengan MPA yang digunakan; diameter dalamnya, 0,9-1,1
mm.

Terdapat enam metode yang dapat digunakan untuk menetapkan jarak lebur
atau suhu lebur, metode tersebut bervariasi tergantung pada keadaan dasar senyawa
yang akan diuji. Jika tidak dikatakan dalam monografi maka digunakan metode III
untuk penetapan jarak lebur.

5
Metode I

1. Gerus senyawa yang diuji menjadi serbuk sangat halus, dan kecuali dinyatakan
lain. Jika mengandung air hidrat, ubah menjadi anhidrat dengan pengeringan
pada suhu yang tertera. Jika tidak mengandung air hidrat, keringkan di atas bahan
pengering yang sesuai selama tidak kurang dari 16 jam.

2. Isi pipa kapiler kaca yang salah satu ujungnya tertutup, dengan serbuk kering
secukupnya hingga membentuk kolam di dasar tabung dengan tinggi 2,5 mm
hingga 3,5 mm setelah diisi semampat mungkin dengan cara mengetukkan
secukupnya pada permukaan padat.

3. Panaskan tangas hingga suhu lebih kurang 30° di bawah suhu lebur yang
diperkirakan.

4. Angkat termometer dan secepatnya tempelkan tabung kapiler pada termometer


dengan membasahi kedua ujungnya dengan tetesan cairan dari tangas, atur
hingga tinggi bahan dalam kapiler setinggi pencadang raksa.

5. Tempatkan kembali termometer dan lanjutkan pemanasan dengan pengadukan


tetap secukupnya hingga menyebabkan suhu naik lebih kurang 3° di bawah dari
batas bawah jarak lebur yang diperkirakan, kurangi pemanasan hingga suhu naik
lebih kurang 1° sampai 2° per menit. Lanjutkan pemanasan sampai melebur
sempurna.

6. Suhu pada saat kolom zat uji diamati terlepas sempurna dari dinding kapiler
didefinisikan sebagai permulaan melebur, dan suhu saat zat uji mencair
seluruhnya didefinisikan sebagai akhir peleburan atau suhu lebur. Kedua suhu
tersebut berada dalam batas jarak lebur.

Metode II

1. Letakkan zat uji dalam wadah tertutup, dinginkan hingga suhu 10° atau lebih
rendah selama tidak kurang dari 2 jam.

2. Tanpa diserbukkan sebelumnya, isikan bahan yang sudah dingin ke dalam pipa
kapiler seperti pada metode I, kemudian segera letakkan kapiler yang telah diisi
ke dalam desikator hampa, keringkan dengan tekanan tidak lebih dari 20 mmHg
selama 3 jam.
3. Segera keluarkan dari desikator, lebur tutup ujung terbuka kapiler, dan sesegera

6
mungkin lanjutkan penetapan jarak lebur seperti berikut:

Panaskan tangas hingga suhu 10° ± 1° di bawah rentang lebur yang diperkirakan.
Kemudian masukkan kapiler yang berisi zat uji dan panaskan dengan kenaikan
suhu 3°±0,5° per menit hingga melebur sempurna. Catat jarak lebur seperti yang
tertera pada Metode I.

4. Jika ukuran partikel terlalu besar untuk kapiler, dinginkan dulu zat uji seperti di
atas, gerus partikel hati-hati dengan tekanan rendah hingga sesuai dengan kapiler
dan segera isikan ke dalam kapiler.

Metode III

1. Siapkan zat uji dan masukkan ke dalam kapiler seperti pada Metode I.

2. Panaskan tangas hingga suhu lebih kurang 10° di bawah suhu lebur yang
diperkirakan dan naikkan suhu dengan dengan kecepatan 1° ± 0,5° per menit.
3. Masukkan kapiler seperti Metode I, bila suhu mencapai 5° di bawah suhu
terendah yang diperkirakan, lanjutkan pemanasan hingga melebur sempurna.
4. Catat jarak lebur seperti pada Metode I.

Metode IV

1. Lebur hati-hati senyawa yang akan ditetapkan pada suhu serendah mungkin,
masukkan ke dalam pipa kapiler yang kedua ujungnya terbuka, hingga kedalaman
10 mm.
2. Dinginkan kapiler yang telah berisi zat uji pada suhu 10° atau lebih rendah
selama 24 jam atau tempelkan pada es selama tidak kurang dari 2 jam.

3. Kemudian tempelkan termometer dengan cara yang sesuai, atur dalam tangas air
sehingga ujung atas dari zat uji 10 mm di bawah permukaan air dan panaskan
seperti pada Metode I kecuali, sam- pai 5° dari suhu lebur yang diperkirakan, atur
kenaikan suhu 0,5° sampai 1,0° per menit.
4. Suhu pada saat senyawa yang diamati dalam pipa kapiler menaik adalah suhu
lebur.

Metode V

7
1. Lebur perlahan-lahan sejumlah zat uji, sambil diaduk, hingga mencapai suhu 90°
hingga 92°.

2. Pindahkan sumber panas dan biarkan leburan senyawa mendingin hingga 8°


sampai 10° di atas suhu lebur yang diperkirakan.

3. Dinginkan pencadang raksa hingga suhu 5°, bersihkan hingga kering, dan
sewaktu masih dingin celupkan ke dalam leburan senyawa hingga lebih kurang
separuh bagian bawah pencadang teren- dam.
4. Ambil secepatnya dan tahan secara vertikal dari panas hingga permukaan zat
uji menjadi buram, kemudian celupkan selama 5 menit ke dalam tangas air pada
suhu tidak lebih dari 16°.

5. Lekatkan erat termometer pada tabung reaksi sehingga ujung terendah 15 mm di


atas dasar tabung reaksi.
6. Celupkan tabung reaksi di atas tangas air yang telah diatur pada suhu lebih kurang
16°, dan naikkan suhu tangas 2° per menit hingga suhu 30°, kemudian turunkan
hingga suhu 1° per menit, dan catat suhu hingga tetesan pertama senyawa
meleleh lepas dari termometer.
7. Ulangi penetapan dua kali menggunakan senyawa yang baru dilelehkan.
8. Jika variasi tiga kali penetapan kurang dari 1°, gunakan hasil rata-rata ketiga
penetapan tersebut sebagai suhu lebur.

9. Jika variasi tiga kali penetapan lebih besar dari 1°, lakukan dua penetapan
tambahan dan gunakan
10. Hasil rata-rata dari lima penetapan ditetapkan sebagai suhu lebur.

Metode VI

1. Siapkan bahan dan masukkan zat uji ke dalam pipa kapiler sesuai petunjuk untuk
Metode I.

2. Operasikan alat sesuai petunjuk pabrik.

3. Panaskan potongan logam sampai suhu kira-kira 30° di bawah titik lebur yang
diharapkan.

8
4. Masukkan pipa kapiler ke dalam potongan logam dan lanjutkan pemanasan
hingga suhu meningkat kira-kira 1° - 2° per menit sampai melebur sempurna.

5. Suhu di mana sinyal detektor pertama kali meninggalkan nilai awalnya


didefinisikan sebagai awal peleburan dan suhu di mana sinyal detektor mencapai
nilai akhir dinyatakan sebagai akhir pelebu- ran atau disebut titik lebur. Kedua
suhu tersebut merupakan batas-batas dari jarak lebur.
6. Jika terjadi keraguan, hanya jarak lebur atau suhu yang diperoleh pada Metode I
yang digunakan.

2.4 Bobot Jenis


Menurut FI V, kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi,
penetapan bobot jenis digunakan hanya untuk cairan, dan kecuali dinyatakan lain,
didasarkan pada perbandingan bobot zat di udara pada suhu 25° terhadap bobot air
dengan volume dan suhu yang sama. Bila ditetapkan dalam monografi, bobot jenis
adalah perbandingan bobot zat di udara pada suhu yang telah ditetapkan terhadap
bobot air dengan volume dan suhu yang sama. Bila pada suhu 25° zat berbentuk
padat, tetapkan bobot jenis pada suhu yang telah tertera pada masing-masing
monografi, dan mengacu pada air pada suhu 25°.

Bobot jenis dapat juga disebut sebagai densitas. Menurut FI V, kecuali


dinayatakn lain menurut monografi, densitas didefinisikan sebagai masa dari satu
unit volume zat yang diukur pada suhu 25° dalam kilogram per meter kubik atau
gram per centimeter kubik. Menurut Simbolon (2012), besar kecilnya nilai bobot
jenis sering dihubungkan dengan fraksi berat komponen-komponen yang terkandung
di dalamnya.

Terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk menentukan bobot jenis,
yaotu dengan menggunakan piknometer dan dengan oscillating transducer density
meter. Pada praktikum kali ini metode yang digunakan adalah dengan menggunakan
piknometer sebagai alat bantu. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh
dengan membagi bobot zat dengan bobot air dalam piknometer. Prosedur penentuan
bobot jenis dengan menggunakan piknomter adalah dengan cara menimbang berat
piknometer kosong beserta tutupnya yang telah diketahui volumenya kemudian diisi
air dan ditimbang lagi. Setelah itu, bobot jenis air dihitung dengan membagi bobot

9
piknometer kosong dengan bobot piknometer yang telah diisi air. Selanjutnya,
mengukur bobot jenis sampel dihitung dengan persamaan berikut :

10
BAB III

METODE PERCOBAAN PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Rotasi Optik

Alat Bahan

- Polarimeter - Kloramfenikol (Rotasi


- Tabung polarimeter jenis/rotasi optik spesifik: antara
- Timbangan analitik +17,0° dan +20,0°; lakukan
- Labu ukur 25 ml penetapan menggunakan larutan
- Pipet tetes 1,25 mg dalam 25 ml etanol
mutlak P)
- Etanol

3.1.2 Indeks Bias


Alat Bahan
- Refraktometer Abbe’ - Air destilasi
- Gelas beker - Aseton
- Pipet tetes - Minyak dengkeh
- Tissue - Oleum Menthe pip

3.1.3 Jarak Lebur

Alat Bahan

11
- Melting Point Apparatus (MPA) - Sampel paracetamol
- Pipa kapiler - Sampel kloramfenikol
- Lumpang
- Alu
- Spatel logam
- Spirtus
- APD

3.1.4 Bobot Jenis

Alat Bahan
- Piknometer - NaCl
- Timbangan Analitik - Air Destilasi
- Labu ukur 25 mL

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Rotasi Optik
1. Masukkan colokan power ke sumber power. Tunggu 5 menit agar
temperatur stabil.
2. Buka kompartemen sampel. Pasang tabung polarimeter yang dipenuhi
dengan air destilasi ke dalam tempat sampel.
3. Lihat melalui eyepiece dan putar ke kiri atau kanan sampai memungkinkan
untuk melihat.bidang dengan jelas. Putar selection wheel sampai skala
membaca zero pada kedua sisi. Satu bidang kuning-jingga yang sama-sama
jelas harus terlihat.
4. Letakkan tabung polarimeter dengan cairan yang akan diukur ke dalam
kompartemen pengukuran. Pastikan tidak ada gelembung udara dalam
tabung.
5. Tutup kompartemen sampel. Amati bidang melalui eyepiece dan fokuskan.
6. Putar selection wheel sampai bidang penjelas yang seragam didapat.
7. Baca skala dengan dua vernier yang berlawanan.
3.2.2 Indeks Bias

12
1. Menyalakan Refraktometer Abbe’ dengan menghubungkan kabel ke stop
kontak dan menyalakan lampu.
2. Menggerakan tuas yang terletak di sebelah kiri alat untuk menyalakan
lampu.
3. Mencatat temperatur yang terbaca pada termometer yang terletak di
sebalah kanan alat.
4. Membuka prisma dengan mengangkat bagian atasnya.
5. Sebelum meletakkan cairan, membersihkan kedua permukaan prisma
perlahan-lahan dengan halus yang dibasahi dengan aseton, lalu tunggu
hingga kering,
6. Meletakkan 1 tetes cairan denan pipet pada bagian bawah.
7. Kemudian tutup lagi dengan cara menunjukan dan menurunkan prisma
bagian atas.
8. Sambil melihat alat, putar penyesuaian prisma (dibagian kanan bawah
sampai terlihat gelap dan terang. Bila perlu sesuaikan posisi lampu untuk
mendapatkan pencahayaan terbaik sehingga batas terang gelap berada
tepat di persilangan diagonal.
9. Menekan tombol yang disebelah kiri sehingga skala tersinari dan baca
harga indeks bias yang tertera.
10. Membuka prisma, gosok perlahan dengan tissue yang dibasahi dengan
aseton. Setelah kering, tutup prisma dan matikan lampu.

3.2.3 Jarak Lebur

1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan dan gunakan Alat Pelindung Diri
(APD).
2. Tuang beberapa spatel sampel (kloramfenikol dan paracetamol) ke dalam
lumpang, haluskan sampel dengan menggunakan alu.
3. Panaskan salah satu ujung dari pipa kapiler di atas api bunsen sampai salah
satu ujung menjadi tertutup.
4. Masukkan sampel ke dalam pipa kapiler dengan menggunakan penotolan
hingga tinggi sampel dalam pipa kapiler kurang lebih 2-3 mm. Gunakan
gerakan mengetuk atau menjatuhkan tabung, kemas sampel ke ujung yang

13
tertutup.
5. Masukan tabung kapiler ke dalam Melting Point Apparatus (MPA).
6. Nyalakan apparatus dan tentukan laju pemanasan yang sesuai
7. Amati proses peleburan melalui tempat pengamatan. Jika titik lebur sampel
diketahui, panaskan di laju pemanasan sedang sampai 20°C di bawah titik
lebur yang diketahui, lalu lambatkan sehingga suhu meningkat tidak lebih
dari 10°C setiap 30 detik (misalnya sangat lambat).
8. Cacat serta amati suhu yang tertera pada termometer pada saat mulai
melebur dan pada saat sampel melebur secara sempurna.
9. Tentukan jarak lebur dari sampel.

3.2.4 Bobot Jenis


1. Timbang bobot piknometer yang bersih, kering, dan kosong. Penimbangan
dilakukan pada suhu 25 °C.
2. Piknometer diisi perlahan-lahan dengan cairan dengan suhu 20 °C.
3. Kondisikan piknometer beserta isinya dengan dianginkan atau ditempatkan
dalam wadah pendingin sampai suhu 25 °C. Kemudian timbang bobot
piknometer dan isinya sesudah dikeringkan bagian luarnya. Buang cairan
boleh dengan mengibaskan atau menggunakan kertas saring.
4. Bobot jenis cairan dihitung dengan membagi bobot cairan dengan bobot air
dengan volume yang sama sesuai volume piknometer yang digunakan.

14
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan

4.1.1 Rotasi Optik

No. Blanko (Etanol) Sampel Kloramfenikol

1. Kanan Kanan

Nilai = 139,045 Nilai = 131,090

2. Kiri Kiri

Nilai= 139,040 Nilai = 131,090

15
Nilai = (139,040 + 139,040) / 2 = Nilai = 131,090 + 131,090 /2 =
139,0425 131,090

4.1.2 Indeks bias


Suhu Hasil
No. Bahan Gambar
Pengukuran (0C) Indeks Bias
1. Air destilasi 31,1 0C 1,333

2. Minyak 31,3 0C 1,517


Cengkeh

3. Ol. Menthe 31,8 0C 1,45584


pip

16
4.1.3 Jarak Lebur

Sampel Kloramfenikol

Hal yang
No Nilai Gambar
Diamati

1 Awal melebur 144°C

Akhir melebur/
2 melebur 154°C
sempurna

3 Jarak lebur 144-154°C


Atas: paracetamol
Bawah: kloramfenikol

Sampel Paracetamol

Hal yang
No Nilai Gambar
Diamati

1 Awal melebur 162°C

Akhir melebur/
2 melebur 173°C
sempurna

3 Jarak lebur 162-173°C

17
No Pengukuran Bobot (g) Bobot Cairan (g)

1 Piknometer dan Tutupnya 16, 1859

2 Piknometer dan Tutupnya + Air 26, 2358 1, 00499

3 Piknometer dan Tutupnya +


26, 3052 1, 007648
Cairan Sampel

4.1.4 Bobot Jenis

4.2 Pembahasan
4.2.1 Rotasi Optik
Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah kloramfenikol
dalam pelarut etanol. Pengukuran rotasi optik dilakukan dengan
menggunakan polarimeter, kemudian hasil pengamatan dibandingkan dengan
blanko, yaitu etanol.
Dalam monografi, rotasi jenis/rotasi optik kloramfenikol spesifik antara
+ 17,0° dan + 20,0°, penetapan dilakukan menggunakan larutan 1,25 g dalam
25 ml etanol mutlak P. Berdasarkan hasil pengamatan, kloramfenikol yang
dilarutkan dalam etanol P menghasilkan skala pada bagian kanan dan kiri

18
131,085. Hasil perhitungan yang didapat setelah pengamatan menunjukkan
kloramfenikol memiliki rotasi jenis sebesar 79,2966.
Hasil rotasi optik yang didapatkan dari praktikum jauh berbeda dengan
yang tertera dalam monografi. Hal ini dapat disebabkan karena pelaksanaan
praktikum yang kurang sempurna dan juga minimnya alat praktikum
sehingga polarimeter harus digunakan secara bergiliran pada setiap
kelompok. Penggunaan alat berulang-ulang ini dapat menyebabkan kenaikan
suhu dan terjadi pemuaian pada polarimeter sehingga hasil yang diperoleh
berbeda dengan monografi. Penimbangan bobot sampel yang kurang akurat
dan tidak persis sama dengan monografi juga dapat mengakibatkan hasil
perhitungan yang berbeda.

4.2.2 Indeks Bias


Pengukuran indeks bias pada saat percobaan menggunakan
Refraktometer Abbe. Sebelum alat digunakan, dilakukan kalibrasi alat
menggunakan aquadest untuk memastikan apakah alat tersebut dapat
berfungsi dengan baik. Aquadest menunjukkan angka indeks bias 1,333 pada
suhu 31,1oC. Berdasarkan monografi, indeks bias air adalah 1,3325 pada suhu
20oC. Hasil ini menunjukkan bahwa alat Refraktometer Abbe dalam kondisi
yang baik dan dapat digunakan untuk menguji sampel.

Sampel yang diuji pada percobaan ini adalah Oleum menthae piperitae
dan minyak cengkeh. Setelah diuji, didapatkan indeks bias Oleum menthae
piperitae 1,45584 pada suhu 31,8oC dan indeks bias minyak cengkeh 1,517
pada suhu 31,1oC. Berdasarkan monografi, nilai indeks bias minyak cengkeh
adalah 1,540 - 1,542 pada suhu 20oC (Farmakope Indonesia V, 2014). Nilai
indeks bias untuk Oleum menthae piperitae adalah 1,465 - 1,495 pada suhu
20oC (Farmakope Indonesia V, 2014). Hasil yang didapatkan berbeda dengan
literatur yang ada karena beberapa faktor, seperti: perbedaan suhu dan
pengamatan skala yang kurang tepat. Akibat perbedaan suhu, nilai indeks bias
menjadi berbeda karena semakin tinggi suhu maka nilai indeks bias akan
berkurang.

19
4.2.4 Bobot Jenis

Pada percobaan ini, bobot jenis sampel ingin ditentukan untuk


mengetahui kemurnian dari suatu sampel/sediaan. Sampel yang digunakan
adalah larutan NaCl yang berat jenisnya dibandingkan dengan air. Dari hasil
percobaan, didapat bobot jenis air sebesar 1, 00499 gr/ml. Untuk sampel
sendiri setelah dibandingkan dengan bobot jenis air memiliki bobot jenis
sebesar 1, 007648 gr/ml.

Perhitungan:

BJ =

BJ =

BJ =

BJ = 0, 81954 gr/mL

20
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah bahwa ada berbagai jenis tetapan
fisika yang dapat ditentukan untuk mengukut kemurnian suatu senyawa/zat.
Beberapa diantaranya adalah dengan menentukan sudut rotasi optik suatu zat
dengan mengguanakn polarimeter, menentukan indeks bias dengan
refraktometer, menentukan suhu lebur dengan melting point aparratus, dan
menentukan bobot jenis dengan menggunakan piknomter. Angka-angka
tetapan fisika yang didapat dari hasil percobaan selanjutnya dibandingkan
dengan angka tetapan fisika standard, setiap zat biasanya memiliki angka-
angka tetapan fisika yang spesifik.

Polarimeter memiliki prinsip kerja yaitu dengan melewatkan sinar yang


datang melalui prismda terpolarisasi kemudian diterskan ke sel yang berisi
larutan uji, dan akhirnya menuju ke prisma terpolarisasi kedua. Dari hasil
percobaan, didapat besar rotasi optis kloramfenikol yang dilarutkan dalam
etanol P menghasilkan skala pada bagian kanan dan kiri 131,085. Hasil
pengamatan yang didapat menunjukkan kloramfenikol memiliki rotasi jenis
sebesar 79,2966. Sedangkan di dalam monografi rotasi jenis/rotasi optik
kloramfenikol spesifik berada di antara + 17,0° dan + 20,0°, penetapan
dilakukan menggunakan larutan 1,25 g dalam 25 ml etanol mutlak P. Hasil
rotasi optik yang jauh berbeda dengan yang tertera dalam monografi ini dapat
disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah karena pelaksanaan praktikum
yang kurang sempurna dan juga minimnya alat praktikum sehingga polarimeter
harus digunakan secara bergiliran pada setiap kelompok. Penggunaan alat
berulang-ulang ini dapat menyebabkan kenaikan suhu dan terjadi pemuaian
pada polarimeter sehingga hasil yang diperoleh berbeda dengan monografi.
Penimbangan bobot sampel yang kurang akurat dan tidak persis sama dengan
monografi juga dapat mengakibatkan hasil perhitungan yang berbeda.

21
Setelah dengan menggunakan polarimeter, tetapan fisika lain yaitu
indeks bias dapat ditentukan dengan menggunakan refraktometer. Prinsip kerja
dari alat ini adalah dengan mengukur perbedaan kecepatan cahaya diruang
hampa dibagi dengan kecepatan cahaya disuatu media/ sampel tertentu. Dari
hasil percobaan, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara indeks bias
yang teramati dengan indeks bias standard. Hal ini diduga dapat terjadi karena
konsentrasi sampel, kerapatan, kecepatan cahaya, serta pengamatan skala yang
kurang tepat.

Suhu lebur merupakan suhu dimana suatu zat tepat melebur seluruhnya
yang ditunjukan dengan fase tepat hilangnya zat tersebut. Dari percobaan
diketahui bahwa suhu lebur kloramfenikol adalah sebesar 10oC dan suhu lebur
o
paracetamol adalah 11 C sedangkan, menurut literatur suhu lebur
kloramfenikol adalah sebesar 8 oC dan paracetamol sebesar 7 oC. Perbedaan
suhu lebur ini dapat dikarenakan beberapa faktor, seperti terdapat pengotor
didalam sampel maupun pipa kapiler atau bisa juga dikarenakan keterbatasan
kemapuan kami dalam menggunakan alat.

Bobot jenis dapat dihitung dengan dua metode, yaitu dengan


mengguanakn piknometer dan oscillating transducer density. Dalam
praktikum ini metode yang digunakan adalah dengan menggunakan
piknometer sebagai alat bantu. Dari hasil percobaan didapat bobot jenis NaCl
sebesar 1, 007648 gr/ml. Hasil ini mendekati obot jenis air yaitu 1, 00499 gr/ml.
Hal ini diduga karena kadar garam dalam larutan itu rendah sehingga bobot
jenis larutan tersebut mendekati bobot jenis pelarutnya, air.

5.2 Saran
Sebelum memulai praktikum sebaiknya memahami teori terkait tetapan
fisika yang ingin dicoba sehingga dapat meminimalisir kesalahan yang
mungkin terjadi dan mendapatkan hasil pengamatan yang baik. Bekerja secara
cermat dengan penuh kehati-hatian mengingat bahan yang digunakan dapat
mengakibatkan resiko pada pengguna serta alat yang rentan pecah dan rusak.

22
DAFTAR PUSTAKA

Alfred, Martin. (1990). Dasar - Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetika.
Jakarta: UI Press.

Anonim. N.d. Kromatografi. [Available at


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/35194/Chapter
Arrahman, A., dkk. 2017. Buku Penuntun Praktikum Analisis Farmasi Dasar.
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia edisi V.


Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Hidayanto, E., Rofiq, A., dan Sugito, H. (2010). Aplikasi Portable Brix Meter untuk
Pengukuran Indeks Bias. Diakses dari
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/45746532/2775-6104-
1-PB.pdf?response-content-
disposition=inline%3B%20filename%3DAplikasi_Portable_Brix_Meter_un
tuk_Pengu.pdf&X-Amz-Algorithm=AWS4-HMAC-SHA256&X-Amz-
Credential=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A%2F20191127%2Fus-east-
1%2Fs3%2Faws4_request&X-Amz-Date=20191127T042909Z&X-Amz-
Expires=3600&X-Amz-SignedHeaders=host&X-Amz-
Signature=ca2bee221c8d6caa6ea61a41441d08347624763ebc8edbbbd260e8
e4f82e1ae7 pada 27 November 2019.

Supriyana dan Toifur, M. (2017). Studi Penentuan Indeks Bias Cairan pada Suhu
Secara Kontinu Berbasis Difraksi Cahaya Berbantuan Software Logger Pro.
Diakses dari
http://journal.upgris.ac.id/index.php/JITEK/article/view/1890/1512 pada 27
November 2019.

Zamroni, A. (2013). Pengukuran Indeks Bias Zat Cair Melalui Metode Pembiasan
Menggunakan Plan Paralel. Diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/80094-ID-pengukuran-indeks-
bias-zat-cair-melalui.pdf pada 27 November 2019.

iii
LAMPIRAN I
1. Rotasi Jenis

A. Alat

Polarimeter Tabung polarimeter

Corong dan Pipet Labu ukur untuk pengenceran

iv
B. Bahan

Sampel Etanol

2. Indeks Bias
A. Alat

Refraktometer Abbe Pipet tetes

v
B. Bahan

Minyak cengkeh Aseton

Aquadest
Oleum menthae piperitae

vi
3. Jarak Lebur
A. Alat

Melting Point Apparatus (MPA) Pipa kapiler

Lumpang dan alu Spirtus

vii
B. Bahan

Kloramfenikol Paracetamol

4. Bobot Jenis
A. Alat

Timbangan analitik Piknometer

viii
Pipet tetes

B. Bahan

Aquadest NaCl

ix
LAMPIRAN 2

Tabel Hasil Pengamatan

x
xi
xii

Anda mungkin juga menyukai