DASAR
Tetapan Fisika
Disusun oleh:
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan praktikum mata kuliah Analisis
Farmasi Dasar “Tetapan Fisika” ini dapat terselesaikan dengan dengan lancar dan tepat
pada waktunya.
Tak lupa pula kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen
responser dan pembimbing selama praktikum berlangsung beserta para asisten
laboratorium yang telah membimbing kelompok kami dalam menyelesaikan praktikum
dan laporan ini.
Laporan praktikum ini kami sadari masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
sehingga kami dapat menulis lebih baik untuk selanjutnya. Kami mohon maaf sebesar-
besarnya apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan serta penyampaian isi dalam
laporan praktikum ini.
Tim Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
4.2.4 Bobot Jenis ........................................................................................... 20
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 21
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 21
5.2 Saran............................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ iii
LAMPIRAN I ........................................................................................................ iv
LAMPIRAN 2 ......................................................................................................... x
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Rotasi optik dinyatakan dalam derajat rotasi sudut (yang diamati) atau derajat
rotasi jenis (yang dihitung dibandingkan terhadap kadar 1 g zat terlarut dalam 1 ml
larutan, diukur pada kondisi yang telah ditentukan). Sedangkan rotasi jenis adalah
adalah besar sudut pemutaran bidang polarisasi yang terjadi jika sinar tepolarisasi
dilewatkan melalui cairan setebal 1 dm yang mengandung 1 g zat per ml. Senyawa
yang memutar bidang cahaya searah jarum dilihat dari arah sumber cahaya, akan
diberi tanda (+) dan senyawa tersebut dinamakan dekstro (d). Senyawa yang
memutar bidang cahaya berlawanan arah jarum jam dilihat dari arah sumber cahaya,
akan diberi tanda (-) dan senyawa tersebut dinamakan levo (l).
2
Rotasi optik diukur menggunakan polarimeter. Sumber cahaya yang umum
digunakan adalah lampu natrium dengan panjang gelombang cahaya tampak adalah
589 nm. Dalam polarimeter, sinar dari sumber cahaya akan melewati polarisator
kemudian melewati tabung polarimeter yang berisi sampel yang akan dianalisisis.
Jika sampel tersebut bukan senyawa optik aktif, bidang cahaya terpolarisasi tidak
akan berubah sudut pemutarannya dan pengamat akan membaca sudut [α] = 0o. Jika
sampel tersebut merupakan senyawa optik aktif, bidang cahaya terpolarisasi akan
diputar melalui tabung. Analisator akan membuat cahaya dapat melalui celah secara
maksimum.
Rotasi jenis suatu zat cair atau zat padat dalam larutan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus berikut :
Keterangan :
3
Perhitungan Kadar
𝟏𝟎𝟎 . 𝛂
C= 𝒍. 𝛂
Keterangan :
4
2.3 Jarak Lebur
Dalam bidang farmasi, dikenal beberapa indikator untuk menentukan
kemurnian suatu zat, salah satunya adalah dengan penentuan jarak lebur atau titik
lebur. Suatu zat dikatakan murni bila memiliki jarak lebur yang sempit, berkisar
antara 1-2o C. Sebaliknya, apabila suatu zat memiliki jarak lebur yang melebar
terhadap standar, zat tersebut dapat dikatakan tidak murni. Jarak lebur dan titik lebur
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi suatu senyawa
dengan cara menganalisis zat dalam bentuk murni dan dibandingkan dengan standar
yang telah terbukti kemurniannya. Apabila didapatkan suhu lebur yang berbeda,
dapat disimpulkan bahwa kedua molekul sampel tersebut berbeda, baik secara
struktur maupun konfigurasinya. Sebaliknya, apabila suhu lebur antara dua sampel
sama, maka struktur molekul kedua zat tersebut diperkirakan sama.
Berdasarkan Farmakope Indonesia V, jarak lebur atau suhu lebur zat padat
didefinisikan sebagai rentang suhu atau suhu pada saat zat padat menyatu dan
melebur sempurna. Suhu awal dicatat pada saat zat mulai membentuk tetesan pada
dinding pipa kapiler, dan suhu akhir dicatat pada saat hilangnya fase padat (Dirjen
POM, 1979). Penentuan titik lebur sediaan organik padat dapat dilakukan dengan
metode pipa kapiler, dengan memanaskan sampel dalam cawan pemanas sambil
mengamati suhu pada saat zat mulai melebur hingga selesai melebur.
Peralatan yang digunakan untuk mengukur jarak lebur dikenal dengan nama
Melting Point Apparatus (MPA) yang di dalamnya terdapat bejana yang terbuat dari
kaca dan berisi cairan, sumber panas yang dapat dikontrol, thermometer, dan kaca
pembesar. Termometer standar harus mencakup kisaran -10 hingga +360 °C, dan
sebaiknya terbuat dari merkuri dalam kaca. Pipa kapiler harus terbuat dari kaca
borosilikat dan memiliki dimensi berikut: ketebalan dinding, sekitar 0,10–0,15 mm;
panjangnya disesuaikan dengan MPA yang digunakan; diameter dalamnya, 0,9-1,1
mm.
Terdapat enam metode yang dapat digunakan untuk menetapkan jarak lebur
atau suhu lebur, metode tersebut bervariasi tergantung pada keadaan dasar senyawa
yang akan diuji. Jika tidak dikatakan dalam monografi maka digunakan metode III
untuk penetapan jarak lebur.
5
Metode I
1. Gerus senyawa yang diuji menjadi serbuk sangat halus, dan kecuali dinyatakan
lain. Jika mengandung air hidrat, ubah menjadi anhidrat dengan pengeringan
pada suhu yang tertera. Jika tidak mengandung air hidrat, keringkan di atas bahan
pengering yang sesuai selama tidak kurang dari 16 jam.
2. Isi pipa kapiler kaca yang salah satu ujungnya tertutup, dengan serbuk kering
secukupnya hingga membentuk kolam di dasar tabung dengan tinggi 2,5 mm
hingga 3,5 mm setelah diisi semampat mungkin dengan cara mengetukkan
secukupnya pada permukaan padat.
3. Panaskan tangas hingga suhu lebih kurang 30° di bawah suhu lebur yang
diperkirakan.
6. Suhu pada saat kolom zat uji diamati terlepas sempurna dari dinding kapiler
didefinisikan sebagai permulaan melebur, dan suhu saat zat uji mencair
seluruhnya didefinisikan sebagai akhir peleburan atau suhu lebur. Kedua suhu
tersebut berada dalam batas jarak lebur.
Metode II
1. Letakkan zat uji dalam wadah tertutup, dinginkan hingga suhu 10° atau lebih
rendah selama tidak kurang dari 2 jam.
2. Tanpa diserbukkan sebelumnya, isikan bahan yang sudah dingin ke dalam pipa
kapiler seperti pada metode I, kemudian segera letakkan kapiler yang telah diisi
ke dalam desikator hampa, keringkan dengan tekanan tidak lebih dari 20 mmHg
selama 3 jam.
3. Segera keluarkan dari desikator, lebur tutup ujung terbuka kapiler, dan sesegera
6
mungkin lanjutkan penetapan jarak lebur seperti berikut:
Panaskan tangas hingga suhu 10° ± 1° di bawah rentang lebur yang diperkirakan.
Kemudian masukkan kapiler yang berisi zat uji dan panaskan dengan kenaikan
suhu 3°±0,5° per menit hingga melebur sempurna. Catat jarak lebur seperti yang
tertera pada Metode I.
4. Jika ukuran partikel terlalu besar untuk kapiler, dinginkan dulu zat uji seperti di
atas, gerus partikel hati-hati dengan tekanan rendah hingga sesuai dengan kapiler
dan segera isikan ke dalam kapiler.
Metode III
1. Siapkan zat uji dan masukkan ke dalam kapiler seperti pada Metode I.
2. Panaskan tangas hingga suhu lebih kurang 10° di bawah suhu lebur yang
diperkirakan dan naikkan suhu dengan dengan kecepatan 1° ± 0,5° per menit.
3. Masukkan kapiler seperti Metode I, bila suhu mencapai 5° di bawah suhu
terendah yang diperkirakan, lanjutkan pemanasan hingga melebur sempurna.
4. Catat jarak lebur seperti pada Metode I.
Metode IV
1. Lebur hati-hati senyawa yang akan ditetapkan pada suhu serendah mungkin,
masukkan ke dalam pipa kapiler yang kedua ujungnya terbuka, hingga kedalaman
10 mm.
2. Dinginkan kapiler yang telah berisi zat uji pada suhu 10° atau lebih rendah
selama 24 jam atau tempelkan pada es selama tidak kurang dari 2 jam.
3. Kemudian tempelkan termometer dengan cara yang sesuai, atur dalam tangas air
sehingga ujung atas dari zat uji 10 mm di bawah permukaan air dan panaskan
seperti pada Metode I kecuali, sam- pai 5° dari suhu lebur yang diperkirakan, atur
kenaikan suhu 0,5° sampai 1,0° per menit.
4. Suhu pada saat senyawa yang diamati dalam pipa kapiler menaik adalah suhu
lebur.
Metode V
7
1. Lebur perlahan-lahan sejumlah zat uji, sambil diaduk, hingga mencapai suhu 90°
hingga 92°.
3. Dinginkan pencadang raksa hingga suhu 5°, bersihkan hingga kering, dan
sewaktu masih dingin celupkan ke dalam leburan senyawa hingga lebih kurang
separuh bagian bawah pencadang teren- dam.
4. Ambil secepatnya dan tahan secara vertikal dari panas hingga permukaan zat
uji menjadi buram, kemudian celupkan selama 5 menit ke dalam tangas air pada
suhu tidak lebih dari 16°.
9. Jika variasi tiga kali penetapan lebih besar dari 1°, lakukan dua penetapan
tambahan dan gunakan
10. Hasil rata-rata dari lima penetapan ditetapkan sebagai suhu lebur.
Metode VI
1. Siapkan bahan dan masukkan zat uji ke dalam pipa kapiler sesuai petunjuk untuk
Metode I.
3. Panaskan potongan logam sampai suhu kira-kira 30° di bawah titik lebur yang
diharapkan.
8
4. Masukkan pipa kapiler ke dalam potongan logam dan lanjutkan pemanasan
hingga suhu meningkat kira-kira 1° - 2° per menit sampai melebur sempurna.
Terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk menentukan bobot jenis,
yaotu dengan menggunakan piknometer dan dengan oscillating transducer density
meter. Pada praktikum kali ini metode yang digunakan adalah dengan menggunakan
piknometer sebagai alat bantu. Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh
dengan membagi bobot zat dengan bobot air dalam piknometer. Prosedur penentuan
bobot jenis dengan menggunakan piknomter adalah dengan cara menimbang berat
piknometer kosong beserta tutupnya yang telah diketahui volumenya kemudian diisi
air dan ditimbang lagi. Setelah itu, bobot jenis air dihitung dengan membagi bobot
9
piknometer kosong dengan bobot piknometer yang telah diisi air. Selanjutnya,
mengukur bobot jenis sampel dihitung dengan persamaan berikut :
10
BAB III
Alat Bahan
Alat Bahan
11
- Melting Point Apparatus (MPA) - Sampel paracetamol
- Pipa kapiler - Sampel kloramfenikol
- Lumpang
- Alu
- Spatel logam
- Spirtus
- APD
Alat Bahan
- Piknometer - NaCl
- Timbangan Analitik - Air Destilasi
- Labu ukur 25 mL
12
1. Menyalakan Refraktometer Abbe’ dengan menghubungkan kabel ke stop
kontak dan menyalakan lampu.
2. Menggerakan tuas yang terletak di sebelah kiri alat untuk menyalakan
lampu.
3. Mencatat temperatur yang terbaca pada termometer yang terletak di
sebalah kanan alat.
4. Membuka prisma dengan mengangkat bagian atasnya.
5. Sebelum meletakkan cairan, membersihkan kedua permukaan prisma
perlahan-lahan dengan halus yang dibasahi dengan aseton, lalu tunggu
hingga kering,
6. Meletakkan 1 tetes cairan denan pipet pada bagian bawah.
7. Kemudian tutup lagi dengan cara menunjukan dan menurunkan prisma
bagian atas.
8. Sambil melihat alat, putar penyesuaian prisma (dibagian kanan bawah
sampai terlihat gelap dan terang. Bila perlu sesuaikan posisi lampu untuk
mendapatkan pencahayaan terbaik sehingga batas terang gelap berada
tepat di persilangan diagonal.
9. Menekan tombol yang disebelah kiri sehingga skala tersinari dan baca
harga indeks bias yang tertera.
10. Membuka prisma, gosok perlahan dengan tissue yang dibasahi dengan
aseton. Setelah kering, tutup prisma dan matikan lampu.
1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan dan gunakan Alat Pelindung Diri
(APD).
2. Tuang beberapa spatel sampel (kloramfenikol dan paracetamol) ke dalam
lumpang, haluskan sampel dengan menggunakan alu.
3. Panaskan salah satu ujung dari pipa kapiler di atas api bunsen sampai salah
satu ujung menjadi tertutup.
4. Masukkan sampel ke dalam pipa kapiler dengan menggunakan penotolan
hingga tinggi sampel dalam pipa kapiler kurang lebih 2-3 mm. Gunakan
gerakan mengetuk atau menjatuhkan tabung, kemas sampel ke ujung yang
13
tertutup.
5. Masukan tabung kapiler ke dalam Melting Point Apparatus (MPA).
6. Nyalakan apparatus dan tentukan laju pemanasan yang sesuai
7. Amati proses peleburan melalui tempat pengamatan. Jika titik lebur sampel
diketahui, panaskan di laju pemanasan sedang sampai 20°C di bawah titik
lebur yang diketahui, lalu lambatkan sehingga suhu meningkat tidak lebih
dari 10°C setiap 30 detik (misalnya sangat lambat).
8. Cacat serta amati suhu yang tertera pada termometer pada saat mulai
melebur dan pada saat sampel melebur secara sempurna.
9. Tentukan jarak lebur dari sampel.
14
BAB IV
1. Kanan Kanan
2. Kiri Kiri
15
Nilai = (139,040 + 139,040) / 2 = Nilai = 131,090 + 131,090 /2 =
139,0425 131,090
16
4.1.3 Jarak Lebur
Sampel Kloramfenikol
Hal yang
No Nilai Gambar
Diamati
Akhir melebur/
2 melebur 154°C
sempurna
Sampel Paracetamol
Hal yang
No Nilai Gambar
Diamati
Akhir melebur/
2 melebur 173°C
sempurna
17
No Pengukuran Bobot (g) Bobot Cairan (g)
4.2 Pembahasan
4.2.1 Rotasi Optik
Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah kloramfenikol
dalam pelarut etanol. Pengukuran rotasi optik dilakukan dengan
menggunakan polarimeter, kemudian hasil pengamatan dibandingkan dengan
blanko, yaitu etanol.
Dalam monografi, rotasi jenis/rotasi optik kloramfenikol spesifik antara
+ 17,0° dan + 20,0°, penetapan dilakukan menggunakan larutan 1,25 g dalam
25 ml etanol mutlak P. Berdasarkan hasil pengamatan, kloramfenikol yang
dilarutkan dalam etanol P menghasilkan skala pada bagian kanan dan kiri
18
131,085. Hasil perhitungan yang didapat setelah pengamatan menunjukkan
kloramfenikol memiliki rotasi jenis sebesar 79,2966.
Hasil rotasi optik yang didapatkan dari praktikum jauh berbeda dengan
yang tertera dalam monografi. Hal ini dapat disebabkan karena pelaksanaan
praktikum yang kurang sempurna dan juga minimnya alat praktikum
sehingga polarimeter harus digunakan secara bergiliran pada setiap
kelompok. Penggunaan alat berulang-ulang ini dapat menyebabkan kenaikan
suhu dan terjadi pemuaian pada polarimeter sehingga hasil yang diperoleh
berbeda dengan monografi. Penimbangan bobot sampel yang kurang akurat
dan tidak persis sama dengan monografi juga dapat mengakibatkan hasil
perhitungan yang berbeda.
Sampel yang diuji pada percobaan ini adalah Oleum menthae piperitae
dan minyak cengkeh. Setelah diuji, didapatkan indeks bias Oleum menthae
piperitae 1,45584 pada suhu 31,8oC dan indeks bias minyak cengkeh 1,517
pada suhu 31,1oC. Berdasarkan monografi, nilai indeks bias minyak cengkeh
adalah 1,540 - 1,542 pada suhu 20oC (Farmakope Indonesia V, 2014). Nilai
indeks bias untuk Oleum menthae piperitae adalah 1,465 - 1,495 pada suhu
20oC (Farmakope Indonesia V, 2014). Hasil yang didapatkan berbeda dengan
literatur yang ada karena beberapa faktor, seperti: perbedaan suhu dan
pengamatan skala yang kurang tepat. Akibat perbedaan suhu, nilai indeks bias
menjadi berbeda karena semakin tinggi suhu maka nilai indeks bias akan
berkurang.
19
4.2.4 Bobot Jenis
Perhitungan:
BJ =
BJ =
BJ =
BJ = 0, 81954 gr/mL
20
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah bahwa ada berbagai jenis tetapan
fisika yang dapat ditentukan untuk mengukut kemurnian suatu senyawa/zat.
Beberapa diantaranya adalah dengan menentukan sudut rotasi optik suatu zat
dengan mengguanakn polarimeter, menentukan indeks bias dengan
refraktometer, menentukan suhu lebur dengan melting point aparratus, dan
menentukan bobot jenis dengan menggunakan piknomter. Angka-angka
tetapan fisika yang didapat dari hasil percobaan selanjutnya dibandingkan
dengan angka tetapan fisika standard, setiap zat biasanya memiliki angka-
angka tetapan fisika yang spesifik.
21
Setelah dengan menggunakan polarimeter, tetapan fisika lain yaitu
indeks bias dapat ditentukan dengan menggunakan refraktometer. Prinsip kerja
dari alat ini adalah dengan mengukur perbedaan kecepatan cahaya diruang
hampa dibagi dengan kecepatan cahaya disuatu media/ sampel tertentu. Dari
hasil percobaan, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara indeks bias
yang teramati dengan indeks bias standard. Hal ini diduga dapat terjadi karena
konsentrasi sampel, kerapatan, kecepatan cahaya, serta pengamatan skala yang
kurang tepat.
Suhu lebur merupakan suhu dimana suatu zat tepat melebur seluruhnya
yang ditunjukan dengan fase tepat hilangnya zat tersebut. Dari percobaan
diketahui bahwa suhu lebur kloramfenikol adalah sebesar 10oC dan suhu lebur
o
paracetamol adalah 11 C sedangkan, menurut literatur suhu lebur
kloramfenikol adalah sebesar 8 oC dan paracetamol sebesar 7 oC. Perbedaan
suhu lebur ini dapat dikarenakan beberapa faktor, seperti terdapat pengotor
didalam sampel maupun pipa kapiler atau bisa juga dikarenakan keterbatasan
kemapuan kami dalam menggunakan alat.
5.2 Saran
Sebelum memulai praktikum sebaiknya memahami teori terkait tetapan
fisika yang ingin dicoba sehingga dapat meminimalisir kesalahan yang
mungkin terjadi dan mendapatkan hasil pengamatan yang baik. Bekerja secara
cermat dengan penuh kehati-hatian mengingat bahan yang digunakan dapat
mengakibatkan resiko pada pengguna serta alat yang rentan pecah dan rusak.
22
DAFTAR PUSTAKA
Alfred, Martin. (1990). Dasar - Dasar Farmasi Fisik Dalam Ilmu Farmasetika.
Jakarta: UI Press.
Hidayanto, E., Rofiq, A., dan Sugito, H. (2010). Aplikasi Portable Brix Meter untuk
Pengukuran Indeks Bias. Diakses dari
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/45746532/2775-6104-
1-PB.pdf?response-content-
disposition=inline%3B%20filename%3DAplikasi_Portable_Brix_Meter_un
tuk_Pengu.pdf&X-Amz-Algorithm=AWS4-HMAC-SHA256&X-Amz-
Credential=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A%2F20191127%2Fus-east-
1%2Fs3%2Faws4_request&X-Amz-Date=20191127T042909Z&X-Amz-
Expires=3600&X-Amz-SignedHeaders=host&X-Amz-
Signature=ca2bee221c8d6caa6ea61a41441d08347624763ebc8edbbbd260e8
e4f82e1ae7 pada 27 November 2019.
Supriyana dan Toifur, M. (2017). Studi Penentuan Indeks Bias Cairan pada Suhu
Secara Kontinu Berbasis Difraksi Cahaya Berbantuan Software Logger Pro.
Diakses dari
http://journal.upgris.ac.id/index.php/JITEK/article/view/1890/1512 pada 27
November 2019.
Zamroni, A. (2013). Pengukuran Indeks Bias Zat Cair Melalui Metode Pembiasan
Menggunakan Plan Paralel. Diakses dari
https://media.neliti.com/media/publications/80094-ID-pengukuran-indeks-
bias-zat-cair-melalui.pdf pada 27 November 2019.
iii
LAMPIRAN I
1. Rotasi Jenis
A. Alat
iv
B. Bahan
Sampel Etanol
2. Indeks Bias
A. Alat
v
B. Bahan
Aquadest
Oleum menthae piperitae
vi
3. Jarak Lebur
A. Alat
vii
B. Bahan
Kloramfenikol Paracetamol
4. Bobot Jenis
A. Alat
viii
Pipet tetes
B. Bahan
Aquadest NaCl
ix
LAMPIRAN 2
x
xi
xii