KELOMPOK 3
ANALISIS SEDIAAN FARMASI KELAS A
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sehingga makalah yang
berjudul “Penerapan Metode Titrasi Argentometri” dapat selesai. Makalah ini dibuat dalam
rangka memenuhi tugas mata kuliah Analisis Sediaan Farmasi.
Terima kasih banyak kami ucapkan kepada Bapak Dr. Hayun, Apt. sebagai Dosen
Analisis Sediaan Farmasi yang telah memberikan tugas ini agar kami dapat mendalami materi
tentang titrasi untuk analisis sediaan farmasi, salah satunya titrasi argentometri. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan memberikan
bantuan kepada kami dalam penyusunan makalah ini yang tidak dapat kami sebutkan satu per
satu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 35
3.2 Saran ............................................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 36
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, sediaan farmasi telah tersebar luas di dunia dan digunakan oleh 5amper
seluruh masyarakat. Penggunaan sediaan farmasi harus diimbangi dengan kualitas sediaan
yang baik dengan mutu yang konsisten untuk menjamin keamanan pasien. Maka dari itu,
perlu dilakukan analisis sediaan farmasi untuk menentukan kualitas atau mutu bahan
berupa bahan aktif maupun bahan tambahan. Selain itu, analisis sediaan farmasi juga
dilakukan untuk menentukan mutu sediaan farmasi atau obat, meliputi bahan aktif, kadar,
kemurnian, serta karakteristik kerjanya. Kemurnian sediaan farmasi perlu dianalisis karena
berkaitan dengan stabilitasnya. Jika sediaan tidak murni, maka kemungkinan dapat
dihasilkan hasil urai yang akan mengganggu stabilitasnya.
Bahan dan sediaan farmasi yang sudah terjamin mutu atau kualitasnya dapat
digunakan dengan aman dan memberikan efek farmakologis atau terapi sesuai yang
diharapkan. Bahan dan sediaan farmasi yang dimaksud yang perlu dianalisis adalah obat,
bahan obat, obat tradisional, bahan obat alam, makanan dan minuman, bahan pangan,
kosmetika, alat kesehatan, dan lain-lain. Suatu bahan atau sediaan farmasi dikatakan
bermutu apabila hasil analisis terhadap bahan tersebut menunjukkan kesesuaian dengan
spesifikasi yang ditetapkan dan didasarkan pada tujuan penggunaannya.
Pada makalah ini, analisis sediaan farmasi berupa penetapan kadar zat aktif atau zat
berkhasiat dilakukan dengan metode titrasi argentometri. Metode analisis tersebut
mempunyai kelebihan dan kekurangan, serta persyaratan tersendiri untuk penggunaannya.
Maka dari itu, penting bagi calon farmasis atau apoteker untuk mengetahui dan memahami
karakteristik metode tersebut.
5
3. Bagaimana penerapan metode analisis titrasi argentometri untuk menentukan kadar
obat dalam sediaan farmasi?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui bagaimana melakukan penetapan kadar obat dengan titrasi argentometri.
2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan metode analisis titrasi argentometri.
3. Mengetahui penerapan metode analisis titrasi argentometri untuk menentukan kadar
obat dalam sediaan farmasi.
6
BAB II
ISI
2.1 Pendahuluan Argentometri
Titrasi argentometri merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan garam
yang tidak mudah larut hasil reaksi antara titran dan analit. Prinsip reaksi dalam titrasi
argentometri adalah titrasi analit dengan AgNO3 sebagai titran dan terbentuk endapan
stabil yang tidak larut hasil reaksi dengan Ag+. Kadar garam sampel dalam larutan
pemeriksaan dapat ditentukan dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan
sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan.
Dalam melakukan titrasi argentometri, perlu diperhatikan beberapa syarat seperti
berikut:
• Endapan yang terbentuk sebagai hasil reaksi harus tidak larut
• Pembentukan endapan harus cepat dan sempurna tanpa ada reaksi samping atau
terurainya endapan
• Titik akhir titrasi harus dapat ditunjukkan, biasanya digunakan indikator.
• Titik akhir titrasi (TAT) jatuh bersamaan atau berdekatan dengan titik ekivalennya.
7
Ag+ + Cl- → AgCl(s)↓ (endapan putih)
e. Indikator
Konsentrasi indikator (ion kromat) harus sesuai agar tidak mengendap
terlebih dahulu. Konsentrasi yang biasa digunakan adalah 5%.
Kelemahan metode Mohr ini yaitu pengamatan titik akhir cukup sulit dilakukan,
disebabkan karena larutan sudah berwarna kuning dari mula-mula. Selain itu,
8
metode ini tidak dapat digunakan untuk penentuan ion iodide dan ion tiosianat, sebab
endapan AgI dan endapan AgCNS dapat mengadsorpsi ion kromat (yang digunakan
sebagai indicator) secara kuat sehingga penentuan titik akhir dapat terganggu dan
dapat menimbulkan kesalahan.
Endapan perak klorida membentuk endapan yang bersifat koloid. Sebelum titik
ekuivalen dicapai maka endapan akan bermuatan negatif. Disebabkan terabsorbsinya
Cl- diseluruh permukaan endapan. Dan terdapat counter ion bermuatan positif dan
Ag+ yang terabsorbso dengan gaya elektrostatis pada endapan. Setelah titik
ekuivalen dicapai maka tidak terdapat lagi ion Cl- yang terabsorbsi pada endapan
sehingga sekarang endapan bersifat netral. Kelebihan ion Ag+ yang diberikan untuk
mencapai titik akhir titrasi menyebabkan ion-ion Ag+ ini terabsorbsi pada endapan
sehingga endapan bermuatan positif dan beberapa ion negative terabsorbso dengan
gaya elektrostatis.
9
cepat, kaurat, dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena
memerlukan endapan berbentuk kolid yang juga harus dengan cepat (Harjadi, 1990)
10
titrasi dengan tiosianat. Nitrobenzena terlihat membentuk sebuah lapisan berminyak
di atas permukaan AgCl, yang mencegah reaksi dengan tiosianat.
Dalam menentukan bromida dan iodida dengan menggunakan metode tak
langsung Volhard, reaksi dengan tiosianat tidak menimbulkan masalah mengingat
AgBr mempunyai kelarutan yang hampir sama dengan AgSCN, dan AgI dianggap
jauh kurang dapat larut dibandingkan dengan AgSCN.
2.1.5 Metode Liebig
Titrasi ini khusus digunakan untuk CN-. Dasar dari metode ini adalah
pembentukan ion kompleks [Ag(CN)2]- yang sangat stabil. Jika Ag+ direaksikan
dengan CN-, maka endapan AgCN akan larut kembali karena terbentuknya kompleks
[Ag(CN)2]-.
Ag+ + 2 CN- AgCN2-
Jika reaksi pembentukan tersebut sudah sempurna, maka kelebihan Ag+ akan
menimbulkan kompleks Ag argentosianida yang tidak larut. Titik akhir tercapai
apabila terbentuk endapan tidak larut atau terjadi kekeruhan.
AgCN2- + Ag+ Ag(AgCN2) endapan putih (TA).
11
pada tulang, otot, jaringan lunak). Doxorubicin diadministrasi secara intravena
dalam bentuk garamnya (Doxorubicin HCl)
12
Standarisasi AgNO3 0,1N
100 mg NaCl (sudah dikeringkan pada suhu 120 derajat Celcius selama
2 jam) ditimbang secara akurat pada cup titrasi yang bersih dah kering. NaCl
ini larut pada air 25 ml, dan dititrasi dengan larutan AgNO3 0,1N untuk
menentukan end point secara potensiometri, dengan menggunakan elektroda
DM 141 SC. Dibuat juga blanko untuk faktor koreksi. Titrasi ini dilakukan
dua kali (duplo).
W is weight of NaCl in g.
B.R. is burette reading in ml.
%HBr content =
Saat sintesis Doxorubicin HCl dari Daunorubicin; HBr digunakan pada tahap
awal reaksi. HBr dikonversi menjadi HCl melalui purifikasi kolom. Produk akhir
diharapkan menjadi garam Doxorubicin Hidroklorida, tetapi terkadang beberapa
bagian HBr tidak sepenuhnya dikonversi menjadi HCl yang berdampak pada
kandungan aktual persentase hasil Doxorubicin. Jadi, metode yang diajukan
13
dikembangkan untuk penentuan secara kuantitatif kadar HBr tersisa di
Doxorubicin HCl.
Presisi Metode
14
Hasil yang diperoleh menunjukkan peningkatan 0,1%
pada %Cl dari %Cl aktual. Hal ini membuktikan adanya bromide pada
sediaan uji.
15
2.2.6 Linearitas
Untuk penetapan dari metode linearitas, sampel uji Doxorubicin HCl dengan
bobot yang berbeda-beda yaitu 0,5%, 1%, 2%, 3% dan 4% dari berat 0,1g diambil
dan di analisis untuks % kadar bromida (tabel 4).
Setelah diuji, maka didapatkan linearitas yang baik yaitu 0,999 yang berarti
ada hubungan proporsional antara hasil pengukuran dengan konsentrasi analit.
16
2.2.7 Akurasi dan Perolehan Kembali
Keakuratan ditentukan pada 3 kadar yang berbeda yaitu 80%, 100% dan
120% dari konsentrasi nominal (0,1g). Titrasi dilakukan triplo pada setiap kadar
dan nilai titer dicatat. Rentang % perolehan kembali (%recovery) dari Bromida
ditemukan pada rentang 96,3 % sampai 96,7 %. Hasil yang didapat
mengkonfirmasi akurasi dari metode yang digunakan (Tabel 6)
%recovery = kadar bromida pada larutan uji setelah spike x 100 / konsentrasi
bromida sebenarnya pada larutan yang disiapkan
LOD atau batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel
yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan
dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas.
LOQ atau batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan
diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat
memenuhi kriteria cermat dan seksama
17
2.2.8 Kesimpulan
18
2.3 Jurnal 2 : Argentimetric Assay of Ranitidine in Bulk Drug and in Dosage Form
2.3.1 Pendahuluan
Experimental
Aquades
Kalium permanganat
o mol.l-1 larutan AgNO3 yang disiapkan dengan melarutkan
sekitar 0,42 g perak nitrat dalam air dan mengencerkan dalam
labu volumetrik 250 ml dan disimpan dalam botol gelap.
o mol.l-1 larutan ammonium thiocyanate yang dibuat dengan
melarutkan sekitar 0,38 g ammonium thiocyanate dalam air
19
dan diencerkan dalam labu volumetrik 500 ml dan
distandarisasi dengan metode Volhard
Indikator besi (III). Dibuat dengan melarutkan sekitar 10 g besi
amonium sulfat dalam 100 ml asam nitrat 1:1 dan mendidihkan
larutan sampai oksida nitrogen dikeluarkan
Reagen besi(III) nitrat. Dibuat dengan melarutkan 15,1 g bahan kimia
dalam 45 ml asam peklorat 72% dan diencerkan sampai 100 ml
dengan aquades
Larutan merkuri(II) tiosianat. Merkuri(II) tiosianat dilarutkan dalam
metanol
Asam nitrat 1:1. dibuat dengan melarutkan asam nitrat dalam air 1:1
Larutan standar RNH. Dibuat dengan melarutkan 500 mg baaku RNH
dalam aquades dan diencerkan menjadi 250 ml dalam labu
volumetrik. Larutan diencerkan µg.ml-1 untuk penentuan
spektrofotometr
Larutan sampel. Tablet yang ditumbuk halus atau alikuot injeksi yang
setara dengan 200 mg RNH dipindahkan ke dalam 100 ml labu
terkalibrasi, ditambahkan aquades 60 ml dan dikocok selama 20
menit. Kemudian volume di ad-kan dan disaring menggunakan kertas
saring Whatman No 42 filtrat diambil dan diuji dengan prosedur
titrimetri. Filtrat diencerkan untuk mendapatkan 200 µg.ml-1 untuk
penentuan spektrofotometri
2.3.2. Prosedur
A. Titrimetri
20
Konsentrasi obat dihitung menggunakan rumus
Di mana
B = volume tiosianat yang terpakai pada saat titrasi blanko
S = volume tiosianat yang terpakai pada titrasi sampel
R = molaritas larutan tiosianat
Mw = masa relatif molekul obat
n = jumlah mol perak nitrat bereaksi dengan satu mol obat.
B. Spektrofotometri
Pada seri labu berukuran 10 mL, diberikan 200 μg/mL larutan
standar RNH sebanyak 0, 0,25, 0,5, 1, 1,25, 1,5, 2, 2,25, 2,5, 3,0, 3,25,
3,5 mL. Ditambahkan pula 2 mL larutan merkuri(II)tiosianat dan 1 mL
besi(III)nitrat, kemudian dicukupkan volumenya dengan air. Larutan
kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 470 nm. Plot
peningkatan absorbansi terhadap konsentrasi RNH. Larutan tablet atau
injeksi (2 mg/mL untuk titrimetri dan 200 μg/mL untuk
spektrofotometri) dianalisis menggunakan prosedur yang telah
disebutkan di atas.
21
dalam larutan obat dan kelebihannya dititrasi balik menggunakan larutan
standar tiosianat, menggunakan indikator besi(III) dan dalam keadaan
terdapat nitrobenzena. RNH pada lingkungan berair mengalami ionisasi,
menghasilkan bagian obat yang terprotonasi dan ion klorida, di mana ion
klorida akan bereaksi dengan Ag+ dengan reaksi:
B. Spektrofotometri
Klorida yang terdisosiasi dari RNH mengganti tiosianat dari
merkuri(II)tiosianat, dan tiosianat bereaksi dengan besi(III) untuk
membentuk kompleks FeSCN2+ berwarna merah yang diukur pada
panjang gelombang 470 nm. Reaksinya dituliskan sebagai berikut.
22
RNH+, tidak memiliki efek pada pembentukan kompleks dan stabilitas
warna. Perbedaan variabel seperti jenis asam, sumber besi (III),
kelebihan tiosianat, dan waktu kontak yang dapat mempengaruhi
intensitas warna dan stabilitasnya dioptimasi. Efek konsentrasi yang
bervariasi dari HNO3, HClO4 and H2SO4 terhadap absorbansi diamati.
HNO3 dan HClO4 menunjukan sensitivitas yang serupa, sementara
penggunaan H2SO4 memberikan sensitivitas yang rendah. Asam
perklorat dipilih sebagai medium pereaksi dibandingkan asam nitrat
untuk mendapatkan absorbansi rendah pada blanko, karena dihasilkan
absorbansi rendah dan tak menentu jika digunakan asam nitrat.
Konsentrasi efektif asam perklorat yang digunakan yaitu sekitar 0,5
mol/L.
Sumber besi(III) yang berbeda dapat digunakan, seperti
besi(III)nitrat, besi(III)amonium sulfat, dan besi(III)perklorat.
Besi(III)nitrat lebih disukai dibandingkan bentuk garam dari besi(III)
lainnya karena prosedur penggunaan besi(III)nitrat lebih sensitif dan
linier dibandingkan menggunakan besi(III)amonium sulfat, dan karena
tingginya kandungan klorida pada besi(III)perklorat. Satu mililiter
larutan besi(III)nitrat dalam 10 mL larutan total dianggap sudah
mencukupi. Konsentrasi yang lebih tinggi sedikit asborbansi tetapi
blanko yang lebih besar dapat diperoleh. Dengan meningkatnya
konsentrasi merkuri(II)tiosianat, peningkatan absorbansi terjadi hanya
sedikit saja. Dua mL larutan reagen dalam total 10 mL larutan dianggap
sudah cukup.
Pelarut lain seperti etanol, metanol, dan air digunakan untuk
membuat reagen merkuri(II)tiosianat. Sensitivitas tinggi diperoleh
ketika digunakan pelarut metanol. Sementara pemakaian etanol dalam
jumlah besar dilaporkan memutihkan kompleks besi(III)tiosianat.
Reaksi berlangsung cepat dan pembentukan warna dianggap sempurna
dalam waktu lima menit pada suhu ruang (30±2oC). Warna akan stabil
hingga 6 jam.
23
2.3.5 Metode Validasi
A. Parameter Kuantitatif
24
dari 7x analisis pada larutan yang sama yang didapatkan dari 3 level
obat yang berbeda. Persentase pemulihan, RSD dan % range of error
di 95% menunjukkan akurasi dan presisi yang wajar.
Studi ini bertujuan untuk memastikan akurasi dan presisi dari suatu
metode dengan menambahkan standard. Persentase pemulihan dari obat
murni berada pada 98.2 – 103.6 % berdasarkan tabel diatas. Persentase
ini menunjukkan bahwa prosedur ini bebas dari gangguan dari eksipen-
eksipien tablet
25
2.3.6 Kesimpulan
Metode dengan AgNO3 merupakan metode tidak langsung dan menentukan
klorida dari suatu larutan RNH. Metode ini cepat, rentang yang lebar untuk
menentukan penetapan kadar dari RNH. Metode spektrofotometri merupakan
metode yang sensitif tetapi selalu digunakan reaksi baru. Baik metode titrimetri
dan metode spektrofotometri memerlukan perawatan yang sesuai, kedua metode
ini bebas dari zat-zat asing. Namun, kekurangannya adalah spesifikasi karena
metode hanya dapat digunakan ketika benar-benar semua ion klorida berasal dari
RNH. Aplikasi dari metode ini biasanya terbatas pada prosedur quality control dan
analisis larutan dan tablet yang tidak mengandung klorida.
26
2.4 Jurnal 3 : Argentimetric Assay of Captopril in Bulk Drug and in Tablets
2.4.1 Pendahuluan
Apparatus
Menggunakan systronics model 106 digital spectrophotometer untuk
pengukuran absorbansi.
Reagen
Menggunakan larutan perak nitrat, larutan metil jingga, larutan eosin, larutan
phenanthroline, larutan natrium asetat trihidrat, dan indikator kalium kromat.
Captopril yang digunakan yaitu pharmaceutical grade CPT dari Cipla India Ltd.
(Mumbai, India).
Larutan Sampel
200 mg CPT dilarutkan dalam 60 ml air, disaring dengan kertas saring
Whatman no. 41 kemudian filtrat yang didapat digunakan untuk titrasi
27
Determination of pure drug
a. Titrimetri (Metode A)
10 ml larutan CPT dimasukan ke tabung titrasi 100 ml kemudian
ditambahkan indikator kalium kromat. Selanjutnya dititrasi hingga
merah bata dengan larutan perak nitrat 0,01 M.
b. Spektrofotometri (Metode B)
0,25-5 ml larutan CPT ditambahkan dengan 1 ml larutan perak nitrat
dan didiamkan selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 1 ml
larutan metil jingga. Absorbansinya dilihat pada 520 nm.
c. Spektrofotometri (Metode C)
0,25-4 ml Larutan CPT ditambahkan air hingga 5 ml, kemudian
ditambahkan 1,5 ml perak nitrat. Setelah 5 menit, tambahkan
natrium asetat dan 1 ml larutan phenanthroline dan eosin.
Diencerkan dengan air hingga batas kalibrasi dan absorbansinya
dilihat pada 550 nm.
Kaptopril mengandung gugus -SH, yang dapat dioksidasi menjadi dimer atau
dikonversi menjadi merkaptida dengan pengobatan dengan ion logam yang cocok.
Metode A
28
untuk dilakukan. Reaksi Stoikiometri yang didapatkan adalah 1: 1 (CPT:
AgNO3), sesuai dengan skema berikut:
Hubungan antara kandungan obat dan titrasi titik akhir dievaluasi
dengan menghitung korelasi Koefisiennya dengan menggunakan metode
pengobatan linier kuadrat terkecil, dan nilainya ditemukan 0,9986 (n = 7),
menunjukkan reaksi stoikiometrik yang pasti antara titran dan analit dalam
rentang konsentrasi yang dipelajari.
Metode B
29
Metode C
30
pembentukan merkaptida, 1 ml 2,5 mol l-1 natrium asetat diperlukan untuk
mempertahankannya diperlukan pH. PH efektif ditemukan pada rentang 6-8.
Peneliti mengamati bahwa perak merkaptida tidak terbentuk secara
kuantitatif dari kompleks pasangan ion terner perak. Oleh karena itu, 1,10-
fenantrolin dan eosin harus ditambahkan ke perak yang tidak bereaksi ion
setelah pembentukan mercaptide perak. Dua blanko kosong disiapkan untuk
sistem ini. Reagen kosong, yang berisi konsentrasi optimal dari reagen
kecuali CPT, memberikan serapan maksimum (Gbr. 1). Blanko kosong
lainnya disiapkan ( tidak terdapat CPT & ion perak didalamnya) untuk
menentukan kontribusi reagen lain terhadap absorbansi sistem. Absorbansi
blanko kosong kedua ini sebanding dengan air, daya serap kompleks diukur
terhadap air. Penurunan nilai absorbansi pada 550 nm diplot terhadap
peningkatan konsentrasi kaptopril untuk mendapatkan grafik kalibrasi.
2.4.3 Validasi Metode Analisis
2.4.3.1 Selektivitas
Selektivitas atau spesifisitas menggambarkan kemampuan suatu
metode untuk hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama
dengan adanya komponen lain yang mungkin terdapat di dalam matriks
sampel. Selektivitas dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree
of bias). Metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan
lain yang ditambahkan (berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis,
eksipien) dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak
mengandung bahan lain yang ditambahkan. Suatu metode analisis dapat
dikatakan selektif apabila kadar yang diperoleh pada sampel uji kurang lebih
sesuai dengan kadar standar yang digunakan. Artinya misalnya pada sediaan
farmasi, zat tambahan tidak memberikan pengaruh terhadap proses analisis.
Pada analisis tablet Captopril ini, dilakukan perbandingan antara kadar
standar zat aktif Captopril dengan kadar sample tablet Captopril. Apabila
terdapat kesamaan kadar antara keduanya, dapat kita katakan bahwa metode
analisis ini selektif menganalisa zat yang ingin kita analisis. Berdasarkan
studi literatur terhadap formula dari tablet Captopril, menunjukkan bahwa
berbagai eksipien seperti talk, Mg Strearat, Povidon tidak memberikan reaksi
dengan Perak nitrat yang mana merupakan pentiter pada metode ini.
2.4.3.2 Sensitivitas
31
Sensitivitas menggambarkan berapa banyak analit yang dibutuhkan
untuk melakukan analisis agar hasil analisis tetap cermat dan seksama.
Sensitivitas ditentukan dengan mengukur dua parameter yaitu batas deteksi
(LOD) dan batas kuantitasi (LOQ). Batas deteksi adalah jumlah terkecil
analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon
signifikan dibandingkan dengan blanko. Sedangkan batas kuantitasi
merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat
memenuhi kriteria cermat dan seksama.
Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen seperti titrasi
argentometri ini, sensitivitas dilakukan dengan cara menganalisis analit
dalam sampel berbagai konsentrasi dengan pengenceran bertingkat, lalu
dilakukan titrasi. Batas deteksi dari metode titrasi argentometri ditunjukkan
ketika terjadi penyimpangan antara konsentrasi hasil titrasi dengan
konsentrasi sebenarnya.
Perhitungan LOD dan LOQ:
𝑘 × 𝑆𝑏
𝑄=
𝑆1
Keterangan:
Q = LOD atau LOQ
K = 3 untuk LOD dan 10 untuk LOQ
Sb = simpangan baku
S1 = arah garis linear
Pada analisis Captopril didapat hasil sebagai berikut
2.4.3.3 Rentang
32
Rentang metode merupakan pernyataan batas terendah dan tertinggi
analit yang sudah terbukti dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan,
dan linearitas yang dapat diterima. Syarat linearitas garis dan rentang adalah r
≥ 0,9990 dan umlah kuadrat sisa masing-masing titik temu ri mendekati nol.
Pada analisis Captopril menggunakan titrasi argentometri, hasil nilai r
adalah 0,9998 yang berarti memenuhi syarat rentang.
2.4.3.4 Akurasi
Akurasi menggambarkan kedekatan hasil penetapan yang diperoleh
dengan hasil sebenarnya, dimana parameter ini dinyatakan sebagai hasil
perolehan kembali dari analit yang ditambahkan. Syarat akurasi yang baik
pada sampel obat adalah 98 -102 % dan untuk sampel hayati ±20%.
Untuk menetapkan akurasi pada suatu metode analisis dapat dilakukan
dua cara yakni:
1. Cara absolut.
Dilakukan analisis pada sampel yakni dengan menentukan kadar
zat yang dianalisis terlebih dahulu setelah itu ditambahkan eksipien yang
terdapat pada sediaan tersebut dan larutan standar dari zat yang ingin
dianalisis. Perhitungan persen perolehan kembali dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑠𝑖𝑠
% 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑚𝑏𝑎𝑙𝑖 = 𝑋 100%
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎
2. Cara adisi (spiked-recovery)
Sampel ditambahkan analit konsentrasi tertentu. Analisis
dilakukan sebelum (b) dan sesudahnya (a).
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎 − 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑏
% 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑚𝑏𝑎𝑙𝑖 = 𝑋 100%
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑘𝑎𝑛
Pada metode analisis argentometri untuk sampel Captopril, hasilnya
adalah sebagai berikut.
33
2.4.3.5 Presisi
Presisi merupakan kuran keterulangan metode analisis dan biasanya
diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang
berbeda signifikan secara statistik. Penentuannya dengan cara membuat
eksipien sediaan, lalu ditambahkan analit dengan konsentrasi berbeda, lalu
dititrasi. Hitung kadar masing-masing. Presisi diukur dengan menggunakan
simpangan baku atau simpangan baku relative (koefisien variasi) dengan
kriteria < 2%. Berikut cara menghitung simpangan baku.
2.4.4 Kesimpulan
Metode ini sangat simple, relative spesifik, memenuhi syarat akurasi dan
presisi dalam determinasi Captopril dalam tablet. Metode A merupakan metode
titrasi langsung pertama dengan deteksi titik akhir secara visual yang pernah
dilaporkan untuk Captopril. Ditandai dengan titik akhir yang tajam, dan linearitas
rentang yang panjang dan dinamis. Metode C, berdasarkan pembentukan kompleks
ion, merupakan metode paling sensitive untuk Captopril.
34
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Titrasi Argentometri memiliki prinsip dengan titrasi analit dengan AgNO3
sebagai titran dan terbentuk endapan stabil yang tidak larut hasil reaksi dengan Ag+. Titrasi
ini dapat dilakukan dengan pemilihan dari salah satu metode yaitu antara metode Mohr,
metode Fajans, metode Gay Lussac, metode Volhard, metode Liebig, dan metode Deniges.
Sementara untuk pengaplikasian titrasi argentometri dalam sediaan farmasi yaitu ssn
Doxorubicin untuk obat kemoterapi kanker pada jurnal 1, sebuk dan injeksi Ranitidine
pada jurnal 2, dan serbuk dan tablet Kaptopril pada jurnal 3, dimana dilakukan
perbandingan metode antara titrimetri dan spektrofotometri atau dengan metode lain yang
akan memberi hasil yang akurat dan presisi dalam analisis validasi dan metode.
3.2 Saran
Dalam melakukan penetapan kadar zat aktif dalam sediaan farmasi, hendaknya para
peneliti mengetahui terlebih dahulu karakteristik dari zat aktif yang hendak diukur
kadarnya dan memahami prinsip, metode, persyaratan, kelebihan, serta kekurangan
metode-metode analisis yang ada, salah satunya metode titrasi argentometri. Pengetahuan
mengenai metode titrasi argentometri diharapkan dapat bermanfaat dalam menentukan
metode yang paling baik dan efektif dalam melaksanakan penetapan kadar dan verifikasi
demi terjaminnya mutu sediaan farmasi.
35
DAFTAR PUSTAKA
36