Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

Cairan Infus Dekstrosa

Disusun Oleh
Kelompok 6 Rabu Siang

Agatha Cornelia Manihuruk 1306480433


Faatichatun Naja 1306376881
Herra Williany Monalissa 1306403516

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
DESEMBER 2016
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas kuliah Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Dalam penyusunan
makalah ini, kami mengangkat topik mengenai Injeksi Glukosa. Makalah ini akan
membahas mengenai teori dasar, praformulasi, formulasi, dan evaluasi dari sediaan
yang kami rancang.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama Ibu Erny Sagita S.Farm.,
Apt. selaku evaluator sediaan steril yang kami rancang, Bapak Imih Suhaimi selaku
laboran laboratorium teknologi sediaan steril, serta pihak-pihak lain yang telah
membantu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaaan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca demi sempurnanya laporan ini. Akhir kata, kami mengharapkan semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi kami khusunya dan para pembaca umumnya.

Depok, Desember 2016

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI .....................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 Large Volume Parenteral (LVP) ..................................................... 3
2.2 Infus ................................................................................................ 5
2.3 Kemasan LVP ................................................................................. 7

BAB III PRAFORMULASI CAIRAN INFUS GLUKOSA ........................... 16


3.1 Desain Formula ............................................................................. 16
3.2 Komposisi Infus Glukosa .............................................................. 16

BAB IV FORMULASI .................................................................................... 20


BAB V KEMASAN.......................................................................................... 24
BAB VI HASIL EVALUASI DAN PEMBAHASAN ..................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 38

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Rumus struktur dekstrosa anhidrat ................................................16


Gambar 3.2. Rumus struktur Kalium Klorida ....................................................18
Gambar 5.1. Kemasan Primer ...........................................................................24
Gambar 5.2 Etiket Primer ..................................................................................25
Gambar 5.3 Kemasan Sekunder ........................................................................26
Gambar 5.4. Brosur ...........................................................................................29
Gambar 6.1. Hasil Pengukuran pH dengan pH Meter ........................................30
Gambar 6.2 Pengamatan Kejernihan sediaan dengan latar putih dan latar hitam .31

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Osmolaritas – Tonisitas .................................................................. 5


Tabel 2.2 Kelebihan volume yang direkomendasikan untuk LVP ................... 5
Tabel 2.3 Penggunaan LVP untuk Intravena ................................................... 6
Tabel 2.4 Tabel 2.4 Spesifikasi Tipe Kaca menurut NF-USP .......................... 8
Tabel 4.1. Perhitungan Bahan Skala Kecil dan Skala Besar ............................ 20
Tabel 4.2 Sterilisasi Alat ................................................................................ 22

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Formulasi sediaan steril merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang
banyak dipakai. Sediaan steril sangat diperlukan ketika pasien dioperasi, diinfus,
disuntik, dan lain sebagainya. Pada kondisi tersebut, sediaan yang steril sangat
dibutuhkan karena pengobatan langsung bersentuhan dengan sel tubuh, lapisan
mukosa organ tubuh, dan dimasukkan langsung ke dalam cairan atau rongga tubuh.
Untuk mendukung kompatbilitas sediaan terhadap tubuh, sediaan harus isohidris
dan isotonis agar tidak mengiritasi.
Sediaan infus sangatlah penting, dari penggunaannya ini semua infus sangat
sering digunakan pada pasien-pasien di rumah sakit. Infus ini berguna untuk
menggantikan cairan-cairan tubuh yang hilang karena disebabkan oleh kekurangan
cairan akibat muntah, diare yang berkepanjangan, sebagai penambah energi, serta
pengganti makanan bila seorang penderita penyakit tidak dapat lagi mengkonsumsi
makanan seperti biasanya.
Untuk mengganti makanan tersebut digunakan infus. Didalam sediaan infus
terdapat zat-zat yang berfungsi sebagai kalorigenik yang dapat menghasilkan
energi, juga dapat menjaga kestabilan cairan dalam tubuh, karena infus ini
merupakan salah satu sediaan obat dalam bidang farmasi, maka seorang farmasis
wajib mengetahui cara pembuatan infus dan bagaimana pula cara pemakaiannya
untuk itulah praktikum dengan percobaan pembuatan sediaan infus perlu
dilaksanakan.
Sediaan infus harus memenuhi persyaratan yaitu steril, bebas pirogen, jernih
dan praktis bebas partikel. Oleh karena itu, sediaan ini lebih mahal jika
dibandingkan dengan sediaan nonsterilnya karena ketatnya persyaratan yang harus
dipenuhi.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang terdapat dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:

a. Bagaimana formulasi untuk cairan infus glukosa?


1
2

b. Apa evaluasi yang dilakukan terhadap cairan infus glukosa?


c. Bagaimana kemasan primer, kemasan sekunder serta etiket yang digunakan
pada cairan infus glukosa ?

1.3 Tujuan Penulisan


Penyusunan malah ini bertujuan untuk mengetahui mengenai formulasi dan
evaluasi injeksi glukosa serta kemasan primer, sekunder dan etiket yang digunakan.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah metode
studi pustaka. Penulis melakukan studi pustaka dari berbagai literatur dan
memperoleh informasi untuk menyusun makalah ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Large Volume Parenteral (LVP)
Large Volume Parenteral (LVP) merupakan injeksi dosis tunggal yang
ditujukan untuk penggunaan Intra Vena dan dikemas dalam wadah yang diberi label
dan dengan volume lebih dari 100 mL. Sediaan steril volume besar yang lain adalah
cairan untuk irigasi atau dialisis. Cairan ini dikemas dalam kemasan yang dapat
dikosongkan secara cepat dengan volume 1000 mL atau lebih. LVP dikemas dalam
dosis tunggal dalam kemasan gelas atau plastik, dengan ketentuan harus steril,
nonpirogen, dan bebas dari partikel partikulat. Karena volume pemberian besar, ke
dalam LVP tidak boleh ditambahkan zat bakteriostatik (pengawet) karena dapat
menyebabkan terjadinya toksisitas akibat pemberian larutan/zat bakteriostatik
dalam jumlah besar. Saat ini, larutan LVP digunakan juga sebagai pembawa untuk
obat lain, dan merupakan cara untuk menyediakan nutrisi parenteral.
2.1.1 Klasifikasi LVPs berdasarkan kegunaannya
a. Nutrisi Parenteral
Contoh: Larutan Asam Amino, Larutan Karbohidrat, Larutan Lemak,
TPN (Total Parenteral Nutrition)
b. Restorasi Kesetimbangan Elektrolit
Contoh: Larutan injeksi NaCl 0,9%
c. Pengganti Cairan
Contoh: Dekstrosa, larutan NaCl
d. Kegunaan Khusus
Contoh: Injeksi ringer laktat, Larutan Irigasi
2.1.2 Aspek yang harus diperhatikan dalam pembuatan sediaan LVP
a. Nonpirogenik
Efek pirogen dalam injeksi akan nyata sekali jika larutan diberikan
dalam volume besar secara i.v dibandingkan rute injeksi lain dan volume
kecil. Kontaminan pirogen dalam sediaan LVP berasal dari 3 sumber
utama:
• Air yang digunakan sebagai pelarut
• Kemasan yang kontak dengan larutan selama pembuatan,
pengemasan, dan penyimpanan
3
4

• Bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan produk


b. Partikel Partikulat
Partikel partikulat terdiri dari partikel yang terdapat dalam larutan LVP
berupa partikel yang berasal dari luar (ekstraneous) dan zat tidak larut.
Gelembung gas (udara) juga tidak dikehendaki keberadaannya dalam
larutan parenteral.Komposisi partikel yang tidak dikehendaki tersebut
bervariasi. Bahan luar yang mungkin terdapat dalam sediaan parenteral
meliputi selulosa, serat kapas, karet, logam, partikel plastik, bahan kimia
tidak larut, karat, dan ketombe. Secara teoretis, kemungkinannya
meliputi semua bahan yang berasal dari lingkungan di mana produk
terpapar. Partikel partikulat dalam sediaan parenteral dapat berasal dari
berbagai sumber dan aktivitas:
• Larutan sendiri dan bahan kimia yang terdapat di dalamnya
• Proses pembuatan dan variabelnya, seperti lingkungan,
peralatan, dan personalia
• Komponen kemasan yang berkontak dengan larutan LVP
• Unit dan alat yang digunakan untuk pemberian LVP
• Modifikasi selama proses pembuatan sediaan, selain
lingkungan/ruangan preparasi sediaan

c. Tonisitas
Sebuah larutan dapat dikatakan isotonik jika larutan parenteral yang
mempunyai tekanan osmosis sama dengan plasma darah. Jika larutan
parenteral mempunyai tekanan osmosis lebih rendah daripada tekanan
osmosis plasma darah disebut larutan hipotonis, sedangkan jika tekanan
osmosisnya lebih tinggi disebut larutan hipertonis
Sel darah merah yang dimasukkan ke dalam larutan hipotonis, akan
mengembang dan akhirnya akan pecah karena masuknya air ke dalam
sel (hemolisis) . Sedangkan jika sel darah merah diletakkan ke dalam
larutan hipertonis, maka sel akan kehilangan air dan menciut. Untuk
mengurangi kerusakan jaringan dan iritasi, mencegah hemolisis, serta
5

pemberian elektrolit yang seimbang, maka sediaan parenteral harus


isotonis
Berikut ini merupakan tabel Osmolaritas-Tonisitas
Tabel 2.1 Osmolaritas - Tonisitas

Osmolaritas Tonisitas
(mOsmol/liter)
>350 Hipertonik
329 – 350 Sedikit hipertonik
270 – 328 Isotonis
250 – 269 Sedikit hipotonis
0 – 249 Hipotonis

d. Kelebihan Pengisian
Setiap larutan sediaan parenteral harus diisikan dalam jumlah berlebih
untuk menjamin jumlah pemberian cairan secara lengkap. Kehilangan
disebabkan oleh pengeluaran gelembung udara pada saat pemberian
dan antisipasi tertinggalnya cairan dalam wadah yang digunakan
selama proses pembuatan. Kelebihan volume dalam kemasan sediaan
parenteral memungkinkan pengguna (dokter, perawat) menggunakan
volume sesuai kebutuhan (jadi tidak kurang)
Kelebihan volume yang direkomendasikan untuk LVP pada tabel
berikut.
Tabel 2.2 Kelebihan volume yang direkomendasikan untuk LVP

2.2 Infus
Infus intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas
pirogen dan sedapat mungkin isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke
6

dalam vena dalam volume relatif banyak. Berikut ini tabel penggunaan LVP untuk
intravena:
Tabel 2.3 Penggunaan LVP untuk Intravena

Injeksi Nama umum % konsentrasi pH Penggunaan terapi

Dekstrosa Glukosa 5D/W 2,5 3,5-5,5 Hidrasi, kalori


5 Hidrasi, kalori
10 Syok insulin, kalori
20 Syok insulin, kalori
50 Syok insulin, kalori

Natrium Normal saline 0,9 4,5-7,0 Pengganti cairan


klorida N.S.S Ekstraseluler
½ normal saline 0,45 Dehidrasi
3 Hiponatrium
6 Hiponatrium

Ringer’s Ringer’s Pengganti cairan & elektrolit


NaCl 0,86
KCl 0,03 5,0-7,5
CaCl2 0,033

Ringer’laktat Hartmann’s
NaCl 0,6
KCl 0,03 6,0-7,5 Pengganti cairan & elektrolit
CaCl2 0,02
Na Laktat 0,5 Asidosis metabolit
Natrium 1,4 Asidosis metabolit
Bikarbonat 5 Asidosis metabolit
Amonium 2,14 4,5-6,0 Hipokloremia
klorida

Na. laktat m/6 Na. laktat 6/4 molar 6,0-7,3 Asidosis metabolit
7

Fruktosa Levalase 10 3,0-6,0 Kalori, pengganti cairan

Fruktosa 10
&elektrolit Kalori, pengganti cairan
Gula invert 5 4

Protein 10 5,0-7,0 Mempertahankan nutrisi


hidrolisis
Manitol 5
Juga dalam 5
kombinasi Diuresis osmotik
Dgn dekstrosa 10 5,0-7,0
a/ NaCl 20

Alkohol
5% D/W 5 4,5 Sedatif analgetik kalori
Sedatif analgetik kalori
5%D/W dalam 5
N.S.S

2.3 Kemasan LVP


Kemasan Kaca Untuk Sediaan Parenteral
Kemasan kaca telah banyak digunakan untuk sediaan LVP (Large Volume
Parenteral). Kemasan Kaca memberikan beberapa keuntungan untuk larutan
parenteral antara lain:
1. Kaca tahan terhadap interaksi kimia dengan zat pengisi dan tidak
mengabsorpsi serta melepas zat-zat kimia.
2. Kaca merupakan bahan yang tidak permeabel (tidak mudah bocor).
Dengan penutupan yang benar maka keluar atau masuknya gas dapat
diabaikan.
3. Wadah kaca mudah dalam pencucian saat pengisian karena
permukaannya yang halus.
8

4. Transparan sehingga mudah dalam pengamatan isinya.


5. Kaku, kuat dan stabil dalam bentuk. Tahan terhadap tusukan. Dapat
dibuat vakum. Dapat digunakan untuk sterilisasi uap sampai suhu 121oC
atau sterilisasi kering sampai suhu 260oC tanpa penguraian.
6. Dapat dipasang pada alat sediaan.

NF V mengelompokkan kaca berdasarkan spesifikasinya. Tipe I, II, dan III


digunakan untuk produk parenteral. Tipe NP bukan untuk sediaan parenteral.
Tabel 2.4 Spesifikasi Tipe Kaca menurut NF-USP

Tipe Deskripsi Tipe Tes

I Tahan Kuat, Kaca Borosilikat Powdered glass

II Treated soda-lime glass Water attack

III Soda lime glass Powdered glass

NP General purpose soda-lime Powdered glass


glass

a) Kemasan Kaca Tipe I


Kaca Borosilikat memiliki kandungan Na2O yang rendah dan Al2O3
yang tinggi. Karena kandungannya ini menyebabkan daya tahan paling
kuat terhadap produk basa. Jenis kaca ini sering digunakan dalam
pembuatan kemasan blown (kemasan yang dibuat dengan peniupan
udara) seperti vial, ampul, syringe dan bagian alat-alat LVP (Large
Volume Parenteral). Tipe ini memiliki kelebihan dibandingkan tipe lain
yaitu koefisien pemuaiannya yang kecil. Koefisien pemuaiannya 32 x
10-7/oC. Kaca tipe I lebih mahal dan biasanya digunakan untuk produk
khusus dengan pH yang tinggi.
b) Kemasan Kaca Tipe II
Terbuat dari soda-lime glass yang sudah mengalami proses dealkalisasi
pada lapisan dalam agar memiliki daya tahan yang lebih kuat. Proses ini
sering disebut juga sulfur treatment. Penggunaan wadah kaca jenis ini
sebagai kemasan larutan parenteral sudah ada sejak tahun 1930an.
9

Wadah jenis ini mempunyai sifat yang inert dengan biaya pembuatan
yang terjangkau.
c) Kemasan Kaca Tipe III
USP merekomendasikan wadah jenis ini untuk sediaan injeksi karena
aman dalam penyimpanan. Sediaan injeksi yang dimaksudkan disini
adalah sediaan dengan volume kecil yang dibuat secara aseptis. Wadah
ini biasanya disterilisasi dengan sterilisasi kering.
d) Kemasan Kaca tipe NP
Wadah ini untuk produk selain parenteral. Pada dasarnya tipe I, II dan
III memiliki spesifikasi yang mirip tipe NP juga. Beberapa kemasan
yang berwarna memenuhi ciri-ciri tipe NP tetapi tidak tipe III. Apabila
produk obat bereaksi dengan kemasan tipe III, maka sebaiknya
digunakan kemasan tipe I atau II.

Pengemasan dan Pendistribusian


Kemasan besar biasanya dimasukkan ke dalam kertas karton yang tebal.
Penggunaan bahan plastik untuk pengemasan sediaan kecil seperti vial, ampul dan
botol kecil tipe 1 mencegah kontaminasi serat-serat kertas. Beberapa vial dan botol
disusun berbentuk persegi panjang yang disegel dengan palstik yang mudah
dibentuk dengan pemanasan. Beberapa syringe dicuci dan dikeringkan serta disegel
dengan plastik lalu disimpan di ruang yang bersih. Ampul biasanya dikemas dalam
kotak plastik yang ringan. Sebelum membeli kemasan, kita dapat mengecek
spesifikasi dan kualitas dari kemasan tersebut. Apakah kemasan tersebut sudah
memenuhi spesifikasi dari USP atau belum. Beberapa aspek perlu dipertimbangkan
oleh perusahaan obat sebelum membeli kemasan. Aspek-aspek tersebut meliputi:
a. Stabilitas terhadap zat kimia
Dapat diuji dengan Powdered Glass test (untuk Tipe I dan III) ataupun
Water Attack pada suhu 121oC (untuk tipe II)
b. Kesesuaian Dimensi
Meliputi tinggi, diameter, variasi ketebalan dinding, tegak lurusnya,
konsentris lubangnya, bentuk ujungnya (kecuali ampul), diameter leher
dalam, kapasitas laju alir.
c. Penampang permukaan
10

Tidak ada permukaan yang kasar, retakan kecil, dan ujung yang
sumbing.
d. Kualitas Kaca
Bebas dari cords (bagian yang lebih tebal dibandingkan dengan bagian
yang lain), bebas dari partikel kristal, bebas dari gelembung kecil dan
blisters (gelembung besar biasanya ada di permukaan)
e. Keseluruhan Kemasan
Kekerasan wadah dan daya tahan terhadap perubahan suhu. Dengan
memperhatikan aspek-aspek tersebut, kita dapat memastikan efisiensi
pengisian, proses, penyimpanan dan pendistribusian produk steril tanpa
kerusakan apapun.

Pengisian
USP merekomendasikan sediaan parenteral yang memiliki volume 50 ml
atau lebih dapat diisi dengan volume tambahan sebanyak 2% bagi cairan encer dan
3% bagi cairan yang kental. Akan tetapi dalam penerapannya kadang-kadang
sediaan LVP tidak mengikuti peraturan ini. Pipet fillers dan sistem volume transfer
cup dapat digunakan pada pengisian sediaan yang berkecepatan rendah atau volume
kecil. Kemasan plastik yang fleksibel biasanya diisi menggunakan volumetric
displacement systems yang terdiri atas silinder dan piston. Cairan diambil dengan
jumlah yang tepat lalu dimasukkan ke dalam wadah. Metode pengisian yang lain
adalah digabung saat proses pencetakan kemasan. Setelah kemasan dicetak dan
sudah jadi maka proses pengisian dilakukan. Volume pengisian harus selalu dicek
agar tidak ada perbedaan volume. Uji ini dilakukan biasanya setelah penyegelan.
Penyegelan
Penyegelan kemasan bervariasi dan bergantung pada desain dan komposisi
kemasan itu sendiri. Kemasan kaca inravena membutuhkan tutup karet dan bagian
kosong di atas cairan dialiri gas (Nitrogen atau Karbondioksida). Pengisian vakum
dapat dilakukan dengan mengisi larutan yang panas dan menyegel rapat
menggunakan alat mekanik. Tutup segel aluminium sering digunakan pada leher
botol. Hal yang harus diperhatikan adalah tekanan penyegelan tidak boleh terlalu
kuat atau terlalu lemah.
Kemasan Plastik untuk Sediaan Parenteral
11

Penggunaan kaca sebagai kemasan obat karena sifatnya yang transparan,


inert, tahan terhadap suhu dan impermeabel. Namun kaca memiliki kekurangan
yaitu sifatnya yang mudah pecah, berat, dan harus memakai karet sebagai tutup.
Setelah pengembangan teknologi polimer selama 30 tahun, plastik menjadi pilihan
sebagai kemasan large volume parenteral (LVP). Selain untuk LVP, plastik juga
telah digunakan sebagai kemasan small volume parenteral (SVP). Sebagai contoh
plastik jenis polyolefins telah digunakan sebagai kemasan SVP, khususnya yang
memiliki volume 100 ml dan dibawahnya. Plastik memiliki beberapa keuntungan
diantaranya tidak mudah pecah dan sepersepuluh lebih ringan dibandingkan kaca
dengan ukuran yang sama, mudah dibentuk, biaya pembuatannya pun lebih murah
dibandingkan kaca serta dapat didaur ulang. Tidak semua jenis polimer bisa
digunakan untuk sediaan LVP. Oleh karena itu perlu dicermati dalam pemilihan
polimer dari plastik tersebut.
Plastik merupakan polimer organik yang ada di alam. Polimer merupakan
molekul besar yang tersusun atas monomer-monomer yang berikatan dengan pola
tertentu. Monomer tersebut berikatan satu sama lain setelah melalui proses
polimerisasi. Monomer umumnya mengandung atom karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen dan halogen (fluor, klor, dan brom).
Ada dua jenis plastik yaitu termoplastik dan termoset. Termoplastik
merupakan polimer yang dapat meleleh saat dipanaskan dan mengeras setelah
pendinginan. Termoset hanya dapat meleleh saat pembuatan dan akan mengeras
secara permanen,sehingga plastik jenis ini tidak dapat dipanaskan lagi. Untuk
sedian parenteral, polimer termoplastik lebih disukai karena mudah diproses,
ketersediaan dan dapat didaur ulang.
Tiap jenis polimer memiliki karakteristik yang unik dan batas
penggunaannya. Dengan penambahan beberapa zat tambahan (zat aditif),
diharapkan dapat meningkatkan kualitas polimer tersebut. Zat aditif tersebut
meliputi antioksidan, penstabil panas, lubrikan, plasticizer, filler, dan zat warna.
Zat aditif yang ditambahkan bisa berupa cair, padat atau dalam bentuk serbuk.
Jumlah zat aditif yang bisa ditambahkan ke polimer bervariasi antara 0,01% sampai
60% tergantung dari jenis polimer dan zat aditif tersebut.
Plastik yang digunakan untuk LVP
12

➢ Poliolefin
Jenis polimer ini merupakan bahan termoplastik untuk sediaan LVP.
Dibentuk dari polimerisasi monomer hidrokarbon tak jenuh etilen atau
propilen atau dengan kopolimerisasi bahan dengan tidak lebih dari 25%
homolog (C4 sampai C10) atau dengan asam karboksilat atau dengan ester.
Beberapa bahan tambahan ditambahkan bersama dengan polimer untuk
mengoptimasi sifat fisika, kimia, dan mekanik plastik agar dapat digunakan
sesuai dengan fungsinya. Plastik diperbolehkan mengandung antioksidan,
satu atau lebih lubrikan atau antiblocking agent, dan opacifying agent
seperti titanium dioksida. Serbuk, beads, granul, atau setelah transformasi,
lembaran plastik dengan ketebalan yang berbeda-beda. Bahan ini tidak larut
dalam air, larut dalam hidrokarbon aromatik panas, dalam heksan, dan
dalam metanol. Plastik mulai meleleh pada suhu antara 65ºC - 165ºC. Dalam
industri LVP terdapat 3 plastik poliolefin yang banyak digunakan yaitu
polipropilen, polietilen dan kopolimer etilen dan propilen.
1. Polipropilen
Propilen sangat stabil terhadap reaksi kimia dari pelarut organik
asam dan basa kuat pada suhu ruang. Banyak tersedia di pasaran karena
paling murah untuk diproduksi. Polipropilen terdiri dari homopolimer
propilen atau kopolimer propilen dengan tidak lebih dari 25% etilen atau
terdiri dari campuran polipropilen yang mengandung tidak lebih dari
25% polietilen. Plastik ini mungkin mengandung bahan tambahan.
Beberapa bahan tambahan ditambahkan bersama dengan polimer
untuk mengoptimasi sifat fisika, kimia, dan mekanik plastik agar dapat
digunakan sesuai dengan fungsinya. Plastik diperbolehkan mengandung
antioksidan, satu atau lebih lubrikan atau antiblocking agent, dan
opacifying agent seperti titanium dioksida.
Beads, granul, serbuk, atau setelah pembuatan, lembaran transparan
dengan berbagai tingkat ketebalan. Praktis tidak larut dalam air, larut
dalam hidrokarbon aromatik panas, praktis tidak larut dalam etanol,
dalam heksan, dan dalam metanol. bahan plastik ini mulai meleleh pada
temperatur di bawah 120ºC.
13

2. Polietilen
Biasa dalam bentuk LDPE (Low Density Polietilen). Dalam
aplikasinya biasa digunakan yang bentuk linier yaitu LLDPE (Linier
Low Density Polietilen). Ada HDPE (High Density Polietilen) yang
memiliki kerapatan 0,95-0,97 g/cm3 sehingga mempunyai titik lebur
yang lebih tinggi dibandingkan LDPE.
a) Politetilen tanpa bahan tambahan
Politetilen tanpa bahan tambahan diperoleh dari polimerisasi etilen
di bawah tekanan tinggi dengan adanya oksigen atau inisiator
pembentukan radikal bebas yang digunakan sebagai katalis. Beads,
granul, serbuk, atau setelah pembuatan, lembaran transparan dengan
berbagai tingkat ketebalan. Praktis tidak larut dalam air, larut dalam
hidrokarbon aromatik panas, praktis tidak larut dalam etanol, dalam
heksan, dan dalam metanol. bahan plastik ini mulai meleleh pada
temperatur di bawah 65ºC. Berat jenis relatifnya adalah 0,910
sampai 0,937.
b) Polietilen dengan bahan tambahan
Polietilen dengan bahan tambahan diperoleh dari polimerisasi etilen
dibawah tekanan dengan adanya katalis atau dengan kopolimerisasi
etilen dengan tidak lebih dari 25% homolog alkali (C3 – C10).
Beberapa bahan tambahan ditambahkan bersama dengan polimer
untuk mengoptimasi sifat fisika, kimia, dan mekanik plastik agar
dapat digunakan sesuai dengan fungsinya. Plastik diperbolehkan
mengandung antioksidan, satu atau lebih lubrikan atau antiblocking
agent, dan opacifying agent seperti titanium dioksida. Serbuk,
beads, granul, atau setelah transformasi, lembaran plastik dengan
ketebalan yang berbeda-beda. Bahan ini tidak larut dalam air, larut
dalam hidrokarbon aromatik panas, dalam heksan, dan dalam
metanol. Plastik mulai meleleh pada suhu antara 70ºC - 140ºC
3. Kopolimer etilen dan propilen
Kopolimer jenis ini dapat digunakan sebagai wadah LVP. Mampu
menciptakan barrier kelembaban bagi produk sehingga mampu bertahan
14

selama 1 tahun atau lebih. Karena titik lebur diantara 145o-150oC,


plastik jenis ini cocok digunakan saat sterilisasi uap.
o Polivinil Klorida
Terbuat dari polimerisasi gas vinil klorida dengan katalis peroksida
organik atau persulfat anorganik. Tahan terhadap alkohol,
hidrokarbon alifatis, minyak, asam lemah dan alkali. Sejak tahun
1975, FDA melarang penggunaan PVC untuk produk makanan
karena polimer ini akan melepas monomer vinil klorida ke dalam
makanan.
o Etilen Vinil Asetat (EVA)
Penambahan vinil asetat pada etilen mengurangi kristalisasi polimer,
meningkatkan kejernihan,dan fleksibilitas temperatur rendah.
Karena titik leburnya yang tinggi, plastik jenis ini dapat disteilisasi
dengan cara autoklaf. EVA umumnya digunakan untuk ujung
penutup atau kantung IV bersuhu rendah. Poli(etilen - vinil asetat)
diperoleh dari proses kopolimerisasi campuran etilen dan vinil
asetat. Kopolimer ini mengandung tidak lebih dari 25% vinil asetat
untuk kemasan dan tidak lebih dari 30% vinil asetat untuk pipa.
Beberapa bahan tambahan dapat ditambahkan bersama dengan
polimer untuk mengoptimasi sifat fisika, kimia, dan mekanikal agar
dapat digunakan sesuai dengan tujuan penggunaan. Poli(etilen -
vinil asetat) mengandung tidak lebih dari tiga antioksidan dibawah
ini :
• Butilhidroksitoluen dengan konsentrasi tidak lebih dari
0,125%
• Pentaeritril tetrakis[3-(3,5-di-tert-butil-4-
hidroksifenil)propionat] dengan konsentrasi tidak lebih dari
0,2%
• Oktadesil 3-(3,5-di-tert-butil-4-hidroksifenil)propionat
dengan konsentrasi tidak lebih dari 0,2%
Beads, granul, atau setelah proses pembuatan, lembaran transparan
atau pipa dengan berbagai tingkat ketebalan. Praktis tidak larut
15

dalam air, larut dalam hidrokarbon aromatis panas, praktis tidak


larut dalam etanol, metanol, dan heksan. Plastik ini meleleh dengan
api biru. titik lelehnya berbeda-beda tergantung dari jumlah vinil
asetat yang terkandung.
o Polistiren
Paling banyak digunakan untuk pembuatan botol dan tabung sediaan
farmasi karena jenis ini memiliki sifat kejernihan, kekakuan, dan
biaya pembuatannya yang rendah. Plastik ini rentan terhadap panas
dan zat-zat kimia seperti plasticizer phtalat. Plastik ini tidak dapat
diautoklaf.
BAB III
PRAFORMULASI CAIRAN INFUS GLUKOSA

3.1 Desain Formula


- Bentuk sediaan: larutan steril, tidak berbau, warna agak kuning, jernih.
- Rute pemberian : intravena
- Rancangan wadah: Infus glukosa akan dikemas dalam botol kaca ukuran
500 ml sebagai kemasan primer dan selanjutnya dikemas dalam kotak
karton sebagai kemasan sekunder
- Sterilisasi sediaan dengan metode A yaitu oven atau autoklaf.

3.2 Komposisi Infus Glukosa


Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan infus glukosa adalah :
a. Dekstrosa Anhidrat
b. NaCl
c. KCl
d. CaCl2
e. Air Pro Injeksi bebas CO2
Monografi bahan:
a. Dekstrosa Anhidrat

Gambar 3.1. Rumus struktur dekstrosa anhidrat.

Sifat fisikokimia dekstrosa anhidrat:


Rumus Molekul : C6H12O6.H2O
Berat Molekul : 198,17
Pemerian : Granul atau kristal tidak berwarna atau berwarna
putih dengan rasa manis.
16
17

Kelarutan : Larut 1:1 dalam air dan 1:200 dalam alkohol; larut
dalam gliserol; praktis tidak larut dalam eter dan
CHCl3.
Osmolaritas : Larutan 5,05% b/v dalam air isoosmotik dengan
serum.
Cara Sterilisasi : Larutan dekstrosa disterilisasi secara autoklaf atau
filtrasi.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan kedap.
Stabilitas : Pada kelembaban relatif antara 35-85% dengan suhu
250C, dekstrosa anhidrat akan mengabsorbsi
sejumlah kelembaban dan membentuk dekstrosa
monohidrat pada kelembaban yang lebih tinggi.
Inkompatibilitas : Terjadi penguraian pada pemanasan, penurunan
kerjernihan larutan intravena dekstrosa jika dicampur
dengan senyawa sianokobalamin, kanamisin sulfat,
natrium novobiosin atau natrium warfarin.
Kegunaan : Sebagai sumber kalori dalam tubuh.
Alasan Pemilihan : Sebagai sumber utama karbohidrat dalam sediaan
karena sediaan infus glukosa parenteral mengandung
karbohidrat sebagai sumber kalori dalam tubuh.
b. NaCl
• Pemerian: bubuk kristal putih atau tak berwarna; memiliki rasa
garam.
• Kegunaan : elektrolit, tonicity agent
• Kelarutan

• pH = 6,7 -7,3
• Inkompatibilitas :
18

Natrium klorida bersifat korosif untuk besi, akan bereaksi membentuk


endapan dengan garam perak, timbal, dan merkuri. Kelarutan methylparaben
pengawet antimikroba menurun dalam larutan natrium klorida dan viskositas gel
karbomer dan solusi dari hidroksietil selulosa atau hidroksipropil selulosa
berkurang dengan penambahan natrium klorida.
• Sterilisasi : larutan dapat disterilkan dengan autoklaf atau
filtrasi.
• Penyimpanan : wadah tertutup, di tempat yang sejuk dan kering.
• Alasan Pemilihan : Natrium klorida secara luas digunakan dalam
berbagai formulasi farmasi parenteral dan nonparenteral, dimana
penggunaan utama adalah untuk menghasilkan solusi isotonik.
c. KCl

Gambar 3.2. Rumus struktur Kalium Klorida

Sifat fisikokimia Kalium Klorida:.


• Rumus Molekul : KCl
• Berat Molekul : 74,55
• Pemerian :Kristal prisma panjang, atau serbuk kristal putih tidak
berbau dan rasa asin.
• Kelarutan :Larut 1:3 dalam air; larut 1:400 dalam alkohol 90%.
• Sterilisasi : Autoklaf atau filtrasi
• Kandungan :Tiap gram mengandung 13,4mmol (13,4 mEq) kalium
dan klorida.Inkompatibilitas : Intravena berair solusi kalium klorida
tidak kompatibel dengan hidrolisat protein.
• Penyimpanan : Disimpan dalam wadah yang tertutup rapat,
terlindung dari cahaya dan pada tempat yang kering dan sejuk.
• Fungsi : Tonicity agent , elektrolit. Sebagai sumber kalium yang
dibutuhkan oleh sel untuk metabolisme karbohidrat, penyimpanan
glikogen, sintesis protein dan mencegah hipokalemia
19

• Alasan pemilihan bahan : Kalium klorida secara luas digunakan


dalam berbagai formulasi farmasi parenteral dan non parenteral.
Penggunaannya utama, di parenteral dan sediaan mata, adalah untuk
menghasilkan larutan yang isotonis..
d. CaCl2
• Pemerian : Serbuk kristal putih tidak berbau, higroskopik dan rasa
pahit asin.
• Kelarutan : Larut 1:2 dalam air, 1: 0,7 dalam air panas, 1:4 alkohol,
1:2 dalam alkohol panas
• Sterilisasi : Autoklaf atau filtrasi.
• Inkompatibilitas : Dengan ion karbonat, sulfat, tartrat dan fosfat.
• Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat dan kedap.
• Kegunaan : Elektrolit esensial tubuh yang penting unutk fungsi
normal jantung dan pembekuan darah serta mencegah hipokalemia.
Tonicity agent.
• Alasan Pemilihan : Sebagai sumber ion kalsium dalam sediaan
Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental dan memiliki
kekentalan rendah.
• Kelarutan : Tidak larut dalam kloroform dan eter, larut dalam etanol
95%(1:2,5), sedikit larut methanol, larut dalam air (1:0,5)
• pH : 4,5 – 9,2
• Stabilitas : Kalsium klorida secara kimiawi stabil; Namun, harus
dilindungi dari kelembaban
BAB IV
FORMULASI

4.1 Rancangan Formula


Setiap 500 ml infus glukosa mengandung :
a) Dekstrosa Anhidrat 25 g
b) NaCl 4,3 g
c) KCl 150 mg
d) CaCl2 240 mg
e) Air Pro Injeksi bebas CO2 ad 500ml

4.2 Perhitungan Bahan


Sediaan infus glukosa yang dirancang, dibuat sebanyak 2 botol dengan
volume masing-masing botol adalah 500ml. Dan untuk skala kecil dibuat sebanyak
500ml. Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi III, maka volume harus dilebihkan
sebanyak 2%, sehingga jumlah volume yang dibuat adalah berikut.
Volume = 500 ml
Dilebihkan = 2% dari volume
Volume yang dimasukkan dalam botol = 102 % x 500ml = 510ml
Volume yang dilebihkan dalam pembuatan: 10% × 500 mL = 50 mL
Volume total yang dibuat: 500 mL + 50 mL = 550 mL
Untuk skala besar dibuat 2 botol dengan volume 500ml/ botol.
Total volume yang dibuat untuk skala besar = 550ml x 2 = 1100ml
Berikut formulasinya.
Tabel 4.1. Perhitungan Bahan Skala Kecil dan Skala Besar
Skala kecil Skala besar
No Bahan
550ml 1100 ml
1 Dekstrosa Anhidrat 27,5 gram 55 gram

2 NaCl 4,73 gram 9,46 gram

3 KCl 165 mg 330 mg

4 CaCl2 264 mg 528 gram

5 Air Pro Injeksi bebas CO2 ad 550ml ad 1100 ml

20
21

4. 2. 1. Perhitungan Osmolaritas
Untuk sediaan dengan rute pemberian secara parenteral, perlu
dilakukan perhitungan osmolaritas untuk mengetahui apakah seiaan
tersebut isotonis terhadap darah. Berikut rumus osmolaritas.

𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚� = 𝑔𝑔/𝐿𝐿
𝐿𝐿 𝑥𝑥 1000 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥ℎ 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖
𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧 𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
Berikut perhitungan osmolaritas dari tiap bahan yang digunakan.
55gram/1,12L
Dekstrosa = x 1000 x 1 = 277,47 mOsmol/L
180.2
9,46 gram/1,1L
NaCl = x 1000 x 2 = 294,32 mOsmol/L
58,44
0,330gram/1,1L
KCl = x 1000 x 2 = 8,048 mOsmol/L
74,55
0,528 gram/1,02L
CaCl2 = x 1000 x 3 = 9,79 mOsmol/L
147,02

Osmolaritas per liter = 589,63 mOsmol/L


Osmolaritas per sediaan 500 mL = 294,81 mOsmol
(isotonis)

4. 2. 2. Perhitungan Miliequivalent
Selain melakukan perhitungan osmolaritas, juga perlu
dilakukan perhitungan miliequivalent dari ion-ion dalam elektrolit
yang digunakan. Berikut rumus perhitungan miliequivalen.
𝑔𝑔
𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚/𝐿𝐿 = 𝐿𝐿 𝑥𝑥 1000 𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥𝑥
𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧𝑧

Berikut perhitungan miliequivalent dari tiap ion yang digunakan.


89,46 gram/1,1L
Na+ = x 1000 x 1 = 147,16 mEq/L
58,44
0,330gram/1,02L
K+ = x 1000 x 1 = 4,024 mEq/L
74,55
0,528gram/1,02L
Ca2+ = x 1000 x 1 = 6,53 mEq/L
147,02

Cl- = 147,16 + 4,024+ 6,53


= 157,714 mEq/L

4. 2. 3. Perhitungan Kalori per Botol (510 ml)


22

Dekstrosa dalam sediaan infus glukosa ini ditujukan sebagai


sumber kalori. Oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan kalori
yang dihasilkan oleh dekstrosa.
a. Dekstrosa
1 gram Dekstrosa menghasilkan 3,85 kkal
Total dekstrosa yang digunakan : 25,5 gram
Kalori yang dihasilkan = 25,5 gram x 3,85 kkal
= 98,175 kkal

Total kalori per botol (500 ml) = 98,175 kkal

4.3 Tipe Formulasi


Formulasi ini dibuat dengan menggunakan metode sterilisasi akhir yaitu
dengan sterilisasi akhir berupa autoklaf dengan suhu 1210 C selama 1 jam.

4.4 Sterilisasi Alat Dan Bahan


Tabel 4.2 Sterilisasi Alat
Alat Jumlah Sterilisasi Lama
sterilisasi
Botol infus 500ml 3 Oven 250 oC 30 menit
Beaker glass 500ml 2 Oven 170oC 30 menit
Cawan Penguap 6 Oven 170oC 30 menit
Kaca Arloji 9 Oven 170oC 30 menit
Erlenmeyer 250 ml 3 Oven 170oC 30 menit
Batang Pengaduk 1 Oven 170oC 30 menit
Spatel 4 Oven 170oC 30 menit
Pipet tetes 1 Oven 170oC 30 menit
Pinset 4 Oven 170oC 30 menit
Gelas ukur 100ml 1 Autoklaf 121oC 15 menit
Tutup karet 3 Autoklaf 121oC 15 menit
Filter G3 2 Autoklaf 121oC 15 menit
23

4.5 Prosedur Pembuatan


Berikut adalah proses pembuatan yang dilakukan oleh praktikan.
1. Sterilkan alat, kalibrasi beaker glass 550 ml dan botol infus 510 ml
2. Timbang dekstrosa anhidrat 27,5 g; Natrium Klorida 4,73 g; Kalium Klorida
0,165 g dan Kalsium Klorida Dihidrat 0,264 g
3. Masukkan aqua pro injeksi bebas CO2 sebanyak 400 ml kedalam beaker
glass yang telah dikalibrasi
4. Larutkan dekstrosa anhidrat, natrium klorida, kalium klorida, dan kalsium
klorida satu persatu pada aqua pro injeksi bebas CO2 lalu aduk hingga larut
5. Cek pH dengan indikator universal dan pH meter, pH harus dalam rentang
3,5-5,5
6. Cukupkan volume dengan aqua pro injeksi CO2 hingga 550 ml, lalu saring
larutan dengan G3 filter dan bakteri filter
7. Masukkan ke dalam kemasan primer hingga 510 ml, tutup dengan karet..
8. Sterilkan sediaan dengan autoklaf 121˚C selama 15 menit.
9. Segel kemasan dengan menyegel rapat menggunakan alat mekanik dan
lanjutkan pada pengemasan sekunder
10. Berikan informasi obat pada kemasan primer dan sekunder berupa informasi
obat yang mencantumkan, komposisi, indikasi, dosis dan cara pemberian,
efek samping, kontraindikasi, peringatan, cara penyimpanan, nomor
registrasi, nomor bets, tanggal produksi dan kadaluwarsa, serta nama pabrik
produsen.
11. Pendistribusian dan pemasaran
BAB V
KEMASAN

5.1 KemasanPrimer
Kemasan Primer yang digunakan ialah botol kaca 500 mL.

Gambar 5.1. Kemasan Primer


Pada kemasan primer akan diberikan etiket primer dengan informasi sebagai
berikut:
No. Informasi yang harus Etiket Primer Informasi yang
dicantumkan dicantumkan
1. Nama obat √ Glufus®
2. Bentuk sediaan √ Larutan Infus
3. Besar kemasan (unit) √ 500 mL
4. Nama dan kekuatan zat aktif √ Glukosa 25 gram
5. Nama dan alamat pendaftar √ PT. Hafarma Indonesia
6. Nama dan alamat produsen √
7. Cara pemberian √ Intravena

24
25

8. Nomor izin edar √ DKL1677710349A1


9. Nomor bets √ 161210A1
10. Batas kadaluarsa √ 30 November 2018
11. Peringatan khusus

A. Harus dengan resep √ Harus dengan resep


dokter
dokter
12. Penandaan khusus

A. Harga eceran tertinggi √ Rp.xxxxx.,


B. Logo golongan obat (-) Obat Keras
(obat keras/bebas
terbatas.Bebas)

Etiket primer yang akan digunakan sebagai berikut:

Gambar 5.2 Etiket Primer

5.2 Kemasan Sekunder


Kemasan sekunder tidak dibuat, namun diberikan kantong infus sebagai kemasan
tambahan saat pemberian kepada dokter yang bersangkutan. Kantong Infus yang
akan digunakan memiliki lebar 8 cm, panjang 14 dan tinggi 18 cm. Kantong infus
terbuat dari kertas karton coklat dapat dilihat pada gambar berikut.
26

Gambar 5.3 Kantong Infus


Sedangkan brosur akan dibuat dengan menggunakan art paper xxx gram.
Pada brosur terdapat informasi sebagai berikut:
No. Informasi yang harus Etiket Sekunder Informasi yang
dicantumkan dicantumkan
1. Nama obat √ Glufus®
2. Bentuk sediaan √ Larutan Infus
3. Besar kemasan (unit) √ 500 mL
4. Nama dan kekuatan zat aktif √ Glukosa 25 gram
5. Nama dan alamat pendaftar √ PT. Hafarma Indonesia
6. Nama dan alamat produsen √
7. Nama dan alamat pemberi √
lisensi
8. Cara pemberian √ Intravena
9. Nomor izin edar √ DKL1677710349A1
10. Nomor bets √ 161210A1
11. Tanggal produksi √ 30 November 2016
12. Batas kadaluarsa √ 30 November 2018
27

13. Indikasi √ Untuk mengatasi


dehidrasi, menambah
kalori dan
mengembalikan
keseimbangan elektrolit
14. Posologi √ Injeksi intravena 3
ml/kg berat badan/jam
atau 70 tetes/70kg berat
badan/menit atau 210
ml/70 kg berat
badan/jam
15. Kontraindikasi √ Hiperhidrasi, asidosis,
diabetes melitus,
kelainan ginjal parah,
gangguan pemanfaatan
glukosa oleh tubuh
pasca operasi dan
sindrom malabsorbsi
glukosa-galaktosa
16. Efek samping √ Tromboflebitis (pada
pH rendah 3,5-5),
panas, iritasi atau
infeksi pada tempat
penyuntikan, trombosis
atau flebitis vena yang
meluas dari tempat
penyuntikan,
ekstravasasi.
17. Interaksi obat √ Cairan parenteral,
khususnya yang
mengandung ion
natrium, harus
28

digunakan dengan hati-


hati pada pasien yang
sedang menggunakan
kortikosteroid atau
kortikotropin
18. Peringatan-perhatian √ Payah jantung, udem
dengan retensi natrium,
gangguan ginjal,
keadaan asidosi laktat,
kerusakan hati, sepsi
parah, kondisi pra dan
pasca trauma.
19. Peringatan khusus

A. Harus dengan resep √ Harus dengan resep


dokter
dokter
20. Cara penyimpanan obat √ Simpan pada suhu
(termasuk cara
dibawah 30oC, kering
penyimpanan setelah
rekonstitusi) dan terlindung dari
cahaya
21. Penandaan khusus

A. Harga eceran tertinggi √ Rp.xxxxx.,


B. Logo golongan obat √ Obat Keras
(obat keras/bebas
terbatas.Bebas)
29

Gambar 5.4. Brosur


30

BAB VI
HASIL EVALUASI DAN PEMBAHASAN

6.1. HASIL EVALUASI


In Process Control (IPC)

1. Uji pH
Tujuan : untuk mengetahui pH sediaan
Alat : pH-meter dan kertas indikator universal
Cara kerja :
• Menggunakan pH meter :
1. Dibilas elektoda dengan menggunakan aquadest, keringkan dengan menggunakan
tissue.
2. Alat pH-meter dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH 4 dan 7.
3. Dibilas kembali elektroda dengan menggunakan aquadest, keringkan dan masukkan
ke dalam larutan sediaan. Catat besarnya pH yang tertera pada alat.
• Menggunakan kertas inidikator universal :
Diambil sedikit bagian larutan sediaan, kemudian celupkan atau oleskan pada kertas
indikator universal, dibandingkan hasil perubahan warna indikator pada sediaan dengan
warna standar pH.
Hasil :
• Menggunakan pH-meter = 5,02
Persyaratan : Rentang pH infus ringer laktat = 3,5-5,5
Kesimpulan : Memenuhi persyaratan pH larutan yang dapat diterima tubuh melalui vena

Gambar 6.1. Hasil Pengukuran pH dengan pH Meter


2. Uji Kejernihan
Tujuan : untuk mengetahui kejernihan sediaan.
Cara kerja : Pemeriksaan dilakukan secara visual biasanya dilakukan oleh seseorang yang
memeriksa wadah bersih dari luar di bawah penerangan cahaya yang baik, dan
31

berlatar belakang hitam dan putih, harus benar-benar bebas dari partikel kecil
yang dapat dilihat dengan mata.
Hasil : Tidak terdapat partikel-partikel kecil yang dapat dilihat dengan mata.
Kesimpulan : Sediaan jernih.

Gambar 6.2 Pengamatan Kejernihan sediaan dengan latar putih dan latar hitam
Post Process Control (PPC)

1. Organoleptis
Bentuk : Larutan jernih
Warna : Sedikit kekuningan
2. Uji Keseragaman Volume
Tujuan : Untuk mengetahui keseragaman volume antar sediaan
Cara kerja : Diletakkan sejajar pada permukaan yang rata, kemudian dilihat keseragaman
volume secara visual.
Hasil : Volume sediaan seragam
3. Uji Kebocoran Kemasan
Tujuan : Untuk memastikan tidak ada kebocoran pada kemasan sehingga sterilitas
sediaan tetap terjaga
Cara kerja : Membalikkan posisi botol (bagian tutup berada dibawah dan bagian dasar botol
berada diatas), lalu diamati apakah ada larutan yang keluar atau tidak.
Hasil : Tidak ada larutan yang keluar dari kemasan
4. Tes pirogen
Hal ini harus diperhatikan terutama pada pemberian banyak, karena lebih dari 15 ml
cairan yang mengandung pirogen dapat menimbulkan demam.
Uji tes pirogen dilakukan dengan menggunakan kelinci yang memenuhi syarat (kelinci
yang selama seminggu sebelum pengujian tidak menunjukkan penurunan berat badan).
Lakukan pengujian dengan menggunakan sekelompok hewan percobaab yang terdiri dari 3
ekor kelinci, hangatkan sediaan uji hingga suhu larutan yang diuji lebih kurang 38,5°C dan
32

suntikkan perlahan-lahan ke dalam vena auricularia tiap kelinci. Waktu penyuntikkan tidak
melebihi 4 menit dan volume larutan yang diuji tidak kurang 0,5 ml dan tidak lebih 10 ml per
kg berat badan. Jika gagal dapat diulangi hingga 4 kali, tiap kali menggunakan sekelompok
terdiri dari 3 ekor kelinci.
Daftar Hasil Uji Pirogen

Larutan yang diuji Larutan uji tidak memenuhi


Jumlah kelinci
memenuhi syarat bila syarat jika jumlah respon
jumlah respon tidak melebihi
melebihi

3 1,20° 2,7°

6 2,80° 4,3°

9 4,5° 6,0°

12 6,6° 6,6°

Hasil : Tidak dilakukan uji pirogenitas


5. Uji Sterilitas
Pengujian dilakukan dengan teknik aseptik yang cocok.
Metode uji pengujian terdiri dari:
a. Uji inokulasi langsung ke media uji Inkubasi
Jika tidak dinyatakan lain, di dalam monografi atau bab ini, inkubasi campuran uji
dengan media tioglikolat cair (atau media tioglikolat alternatif, jika dinyatakan) selama
14 hari pada suhu 30o hingga 35 o, dan dengan soybean-casein digest medium pada suhu
o
20 hingga 25 o. Amati pertumbuhan pada media secara visual sesering mungkin
sekurang-kurangnya pada hari ke-3 atau ke-4 atau ke-5, pada hari ke-7 atau ke-8 dan pada
hari terakhir pada masa uji.
Jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh sehingga ada atau tidaknya
pertumbuhan mikroba tidak segera dapat ditentukan secara visual, pindahkan sejumlah
media ke dalam tabung baru yang berisi media yang sama, sekurangnya 1 kali antara hari
ke-3 dan ke-7 sejak pengujian dimulai. Lanjutkan inkubasi media awal dan media baru
selama total waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi awal. Adapun sediaan yang
dapat diuji dengan metode ini adalah cairan, salep dan minyak yang tidak larut dalam
33

isopropyl miristat, zat padat, kapas murni, perban, pembalut, benang bedah, dan bahan
sejenisnya, alat kesehatan steril, alat suntik kosong atau terisi steril.
b. Prosedur Uji Menggunakan Penyaring Membran
Teknik penyaringan membran digunakan untuk bahan cair yang dapat diuji dengan cara
inokulasi langsung ke dalam media uji. Jumlah uji tidak kurang dari volume dan jumlah
seperti yang tertera pada Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi.
Peralatan unit penyaring membran yang sesuai terdiri dari:
• Satu perangkat yang dapat memudahkan penanganan bahan uji secara aseptik,
• Membran yang telah diproses yang dapat dipindahkan secara aseptik untuk inokulasi
ke dalam media yang sesuai atau, satu perangkat yang dapat ditambahkan media steril
ke dalam penyaringnya dan membran inkubasi in situ.
Membran yang sesuai umumnya mempunyai porositas 0.45 μm, dengan diameter lebih
kurang 47 mm, dan kecepatan penyaringan air 55 ml sampai 75 ml per menit pada tekanan
70 cmHg. Unit keseluruhan dapat dirakit dan disterilkan bersama dengan membran
sebelum digunakan, atau membran dapat disterilkan terpisah dengan cara apa saja yang
dapat mempertahankan karakteristik penyaring dan menjamin sterilitas penyaring dan
perangkatnya.
Jika bahan uji berupa minyak, membran dapat disterilkan terpisah, dan setelah melalui
pengeringan, unit dirakit secara aseptik. Adapun jenis-jenis bahan cair yang dapat diuji
dengan penyaring membran adalah sebagai berikut: cairan yang dapat bercampur dengan
pembawa air (kurang dari 100 ml per wadah), zat padat yang dapat disaring, salep dan
minyak yang larut dalam isopropyl miristat, zat padat yang tidak dapat disaring, alat
kesehatan, alat suntik kosong, padatan untuk injeksi selain antibiotik, padatan antibiotik
untuk injeksi, padatan, bulk, campuran antibiotik, produk aerosol steril, alat-alat dengan
label steril.
• Media yang digunakan:
1) Media tioglikolat cair
2) Media tioglikolat alternatif (untuk alat yang mempunyai lumen kecil)
3) Soybean-Casein Digest Medium
• Bakteriostatik dan Fungistatik
Sebelum melakukan uji sterilitas cara inokulasi langsung terhadap suatu bahan,
tetapkan tingkat aktivitas bakteriostatik dan fungistatik dengan prosedur berikut:
1. Buat pengenceran biakan bakteri dan jamur tidak kurang dari galur mikroba seperti
yang tertera pada Uji Fertilitas.
34

2. Inokulasi media uji sterilitas dengan 10 mikroba hingga 100 mikroba viabel,
gunakan volume media seperti yang tertera dalam Tabel Jumlah untuk bahan cair
pada Pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi.
3. Tambahkan sejumlah tertentu bahan ke dalam setengah dari jumlah wadah yang
mengandung inokulum dan media.
4. Inkubasi wadah pada suhu dan kondisi seperti yang tertera pada tabel selama tidak
kurang dari 7 hari.

Uji Mikroorganisme yang disyaratkan oleh USP untuk Penggunaan dalam


meningkatkan Pertumbuhan dan Uji Bakteriostatik / Fungistatik yang digunakan
untuk Uji Sterilisasi

Media Mikroba Uji Inkubasi


Suhu (O) Kondisi

Tioglikolat Cair (1) Bacillus subtilis (ATCC 30-35 Aerobik


No.6633)*

(2) Candida albicans (ATCC 30-35


No.10231)

(3) Bacteriodes vulgatus 30-35


(ATCC No.8482)**

(4) Staphylococcus aureus 30-35


(ATCC 6538)

(5) Pseudomonas aeruginosa 30-35


(ATCC 9027)*

(6) Clostridium sporogenes 30-35


(ATCC 11437)

Tioglikolat (1) Bacteriodes vulgatus 30-35 Anaerobik


alternatif (ATCC No.8482)**

(2) Clostridium sporogenes


(ATCC 11437)**

Soybean-Casein (1) Bacillus subtilis (ATCC 20-25 Aerobik


Digest No.6633)*

(2) Candida albicans (ATCC 20-25


No.10231)
35

(3) Aspergillus niger (ATCC 20-25


16404)

Semua organisme yang diperlukan untuk menunjukkan pertumbuhan terlihat dalam


waktu tidak lebih dari 7 hari dari uji asli.
Catatan: teknik pemeliharaan biakan lot benih mikroba hidup yang digunakan untuk
inokulasi harus digunakan tidak lebih dari 5 bagian dari biakan ATCC.
*) Jika tidak diinginkan mikroba pembentuk spora, gunakan Micrococcus luteus (ATCC
No.9341) dengan suhu inkubasi seperti yang tertera dalam Tabel II.1.1.
**) Jika diinginkan mikroba pembentuk spora, gunakan Clostridium sporogenes (ATCC
No.11437) dengan suhu inkubasi seperti yang tertera dalam Tabel II.1.1.

• Penafsiran Uji Sterilitas


Jika tidak ada bukti nyata pertumbuhan mikroba dalam suatu media kultur uji tabung,
setelah memperlakukan sampel dan media dengan prosedur yang benar dan kondisi uji
sterilitas yang sesuai ketentuan dari USP dan EP, bisa diartikan bahwa terdapat sampel
yang banyak mewakili kontaminasi intrinsik. Interpretasi harus dilakukan oleh orang-
orang yang memiliki pelatihan formal dalam mikrobiologi dan memiliki pengetahuan
dasar yang terlibat dalam pengujian kontrol kualitas :
1. Metode sterilisasi industri dan keterbatasan mereka
2. Pemrosesan aseptik
3. Konsep statistik yang melibatkan banyak sampling untuk perwakilan artikel
4. Prosedur pengendalian lingkungan yang digunakan dalam fasilitas uji
Jika pertumbuhan mikroba ditemukan atau jika uji sterilitas dinilai tidak valid
karena kondisi lingkungan yang tidak memadai, uji sterilitas dapat diulang.
6.2. PEMBAHASAN
Pada praktikum teknologi sediaan steril, praktikan membuat formulasi
cairan Large Volume Parenteral (LVP) elektrolit. LVP. Formulasi LVP terdiri dari
Dekstrosa (Glucosum anhydras), NaCl, KCl, CaCl, dan Aqua pro Injeksi. Dekstrosa
berfungsi sebagai pengganti kekurangan cairan yang diperlukan pasien pada saat
terapi intravena dan diperlukan untuk hidrasi ketika pasien sedang dan selesai
operasi, sedangkan NaCl sebagai pengatur tonisitas pengganti ion Na+ dan Cl-
dalam tubuh, KCl sebagai pengatur tonisitas pengganti ion K+ dan Cl- dalam tubuh,
serta CaCl2 sebagai elektrolit dan pengatur tonisitas tubuh.
Adapun LVP yang dibuat oleh praktikan mengandung Dekstrosa anhidrat
sebanyak 25 g, NaCl sebanyak 4,3 g, KCl sebanyak 0,15 g, dan CaCl sebanyak 0,24
g. Produk ini diindikasikan untuk menambah kalori, mengatasi dehidrasi isotonis,
pengganti cairan tubuh yang hilang dalam keadaan asam basa berkeseimbangan
atau asidosis ringan dan mengembalikan keseimbangan elektrolit. Osmolaritas
yang dihasilkan oleh produk LVP elektrolit yang dibuat praktikan adalah 294,81
mOsmol dalam sediaan 500 mL. Hal tersebut menunjukkan bahwa larutan bersifat
isotonis sehingga sedian boleh diberikan melalui vena perifer.
Pembuatan sediaan LVP elektrolit ini dilakukan dengan metode sterilisasi
akhir. Wadah yang digunakan untuk produk ini adalah wadah botol kaca. Hal ini
berdasarkan kelebihan dari sifat kaca, yaitu tahan terhadap interaksi kimia dengan
zat pengisi dan tidak mengabsorpsi serta melepas zat-zat kimia; kaca juga
merupakan bahan yang tidak permeabel (tidak mudah bocor); dengan penutupan
yang benar, maka keluar atau masuknya gas dapat diabaikan; wadah kaca mudah
dalam pencucian saat pengisian karena permukaannya yang halus; kaku, kuat dan
stabil dalam bentuk; tahan terhadap tusukan.
Setelah sediaan LVP selesai dibuat, praktikan melakukan evaluasi untuk
mengetahui baik atau tidaknya formulasi sediaan LVP yang dibuat oleh praktikan.
Secara organoleptis, sediaan LVP yang dihasilkan berupa cairan jernih dan sedikit
kekuningan. Terdapat dua jenis evaluasi yaitu In Process Control dan Post Process
Control. IPC terdiri dari uji pH dan uji kejernihan. PPC terdiri dari uji keseragaman

36
37

volume, uji kebocoran. Uji-uji lainnya tidak dapat dilakukan karena keterbatasan
alat dan waktu.
Pengujian pH dilakukan menggunakan pH meter dan diperoleh hasil 5,02.
Hal ini memenuhi persyaratan rentang pH infus ringer glukosa seperti yang tertera
pada Farmakope Indonesia Ed. 4 hal. 747, bahwa rentang pH infus ringer glukosa
adalah 3,5-5,5. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa sediaan infus yang kami
buat memenuhi persyaratan pH sediaan.
Sementara uji kejernihan dilakukan secara visual dengan menaruh sediaan
pada tempat berlatar belakang hitam dan putih dibawah pencahayaan yang baik.
Dapat dilihat bahwa sediaan kami jernih, tidak terdapat partikel-partikel kecil yang
dapat dilihat oleh mata.
Dari uji-uji yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa formulasi
sediaan LVP yang dibuat oleh praktikan tergolong baik dan memenuhi persyaratan
pH dan kejernihan.
DAFTAR PUSTAKA

38

Anda mungkin juga menyukai