Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH SEMI SOLID

SUSPENSI ORAL ORNIDAZOL

Disusun oleh:

1. Nailil hana falsifah (1808010064)


2. Rista oktaviani (1808010066)
3. Denia awanda putri (18080100
4. Melliawaty fajrin (1808010091)
5. Andini valentina putri (18080100

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT atas limpahan rahmatnya kepada kita
semua. Rasa syukur itu dapat kita wujudkan dengan cara memelihara lingkungan
dan mengasah akal budi pekerti kita untuk memanfaatkan karunia Allah SWT itu
dengan sebaik-baiknya.

Jadi,rasa syukur itu harus senantiasa kita wujudkan dengan rajin belajar dan
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan cara itu, anda akan menjadi
generasi bangsa yang tangguh dan berbobot serta pintar. Makalah ini yaitu materi
“Tekhnologi Sediaan Farmasi Solid & Liquid” tentang “SEDIAAN SUSPENSI
ORAL”.

Segala usaha telah kami lakukan untuk menyelesaikan makalah ini. Namun,
dalam usaha yang maksimal itu kami menyadari tentu masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu kami mengharap kritik dan saran dari semua pihak yang
bisa kami jadikan sebagai motivasi.

Purwokerto, 16 maret 2020   

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

A. Latar belakang....................................................................... 1
B. Rumusan masalah................................................................. 1
C. Tujuan................................................................................... 2

BAB II ISI....................................................................................... 3

A. Pengertian suspensi .............................................................. 3


B. RnD....................................................................................... 4
1. Praformulasi...................................................................... 4
2. Formulasi.......................................................................... 8
3. Metode pembuatan............................................................ 8
4. Kemasan............................................................................ 8
C. Produksi................................................................................ 9
1. Master formula.................................................................. 9
2. Penimbangan per bets ...................................................... 9
3. Alur produksi.................................................................... 10
4. Metode pembuatan skala komersial.................................. 11
5. Pengemasan....................................................................... 12
D. Bagian QC............................................................................. 14
1. Pembuatan spesifikasi bahan baku dan produk jadi.......... 14
2. Pengujian in process control (IPC)................................... 15
3. Evaluasi produk akhir....................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

A. Latar belakang

 Dizaman  era modern sekarang ini sudah banyak bentuk sediaan


obat yang di jumpai di pasaran,bentuk sediaanya antara lain:dalam bentuk
sediaan padat contohnya piil,tablet,kapsul,supposutoria.Dalam bentuk
sediaan setengah padat contohnya krim,salep.Sedangkan dalam bentuk
sediaan cair adalah sirup,elixir,suspensi,emulsi dan sebagainya.Dalam
praktikum kalin ini khusunya membahas tentang suspensi.Suspensi
merupakan salah satu contoh sediaan cairyang secara umum dapat di
artikan sebagai suatu system dispers kasar yang terdiri atas bahan padat
tidak larut tetapi terdispers merata kedalam pembawanya.Alasan bahan
obat di formulasikan dalam bentuk sediaan suspensi yatu bahan obat
mempunyai kelarutan yang kecil atau tidak larut dalam tetapi diperlukan
dalam bentuk sediaan cair,mudah diberikan pada pasien yang sukar
menelan obatndapat diberikan pada anak-anak.Alasan sediaan suspensi
dapat diterima oleh para konsumen dikarenakan penampilan baik dari segi
warna,ataupun bentuk wadahnya.penggunaan sediaan suspensi jika
dibandingkan dengan bentuk larutan lebih efisien karena suspensi dapat
mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.

            Demikian sangat penting bagi kita sebagai tenaga farmasis untuk


mengetahui dan mempelajari pembuatan bentuk sediaan suspensi yang sesuai
dengan syarat suspensi yang ideal.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan suspensi?
2. Apa saja yang harus diketahui dalam praformulasi?
3. Berapa banyak formula suspensi yang digunakan?
4. Bagaimana metode pada pembuatan sediaan suspensi kering?
5. Bagaimana kemasan yang digunakan?
6. Bagaimana standar mutu komersial suspensi kering?

1
C. Tujuan
1. Mengetahuai apa itu suspensi
2. Mengetahuia praformulasi yang digunakan dalan pembuatan suspensi kering
3. Mengetahui banyaknyabahan yang digunakan dalam formula
4. Mengetahui metode pembuatan dari suspensi kering
5. Mengetahui kemasan yang akan digunakan
6. Mengetahui mutu dari suspensi kering yang dibuat

2
BAB II

ISI

A. Pengertian suspensi

Menurut farmakope indonesia edisi v Suspensi adalah sediaan cair


yang menggandung partikel padat tidak larut yang terdispersi dalam fase
cair.Sebagaimana telah diketahui sediaan resmi ini mencantumkan “Untuk
Suspensi Oral”.

Kebanyakan dari obat-obat yang dibuat sebagai campuran kering


untuk suspensi oral adalah obat-obat antibiotik. Produk kering yang dibut
secara komersial guna mengandung obat-obat antibiotik, dengan bahan
tambahan untuk pewarna, pemanis,aroma, penstabil dan pensuspensiatau
zat pengawet yang mungkin diinginkan untuk meningkatkan stabilitas dari
serbuk kering atau campuran granul atau dasar suspensi cair.

Istilah susu kadang-kadang digunakan untuk suspensi dalam


pembawa yang mengandung air yang ditujukan untuk pemakaian oral,
seperti susu magnesia. Istilah magma sering digunakan untuk menyatakan
suspensi zat padat anorganik dalam air seperti lumpur, jika zat padatnya
mempunyai kecenderungan terhirasi dan teragregasi kuat yang
menghasilkan konsistensi seperti gel dan sifat rheologi tiksotropik seperti
magma bentonit. Istilah lotio banyak digunakan untuk golongan suspensi
topikal dan emulsi untuk pemakaian pada kulit seperti lotio kalamin.
Beberapa suspensi dibuat steril dan dapat digunakan untuk injeksi, juga
untuk sediaan mata dan telinga. Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis,yaitu
suspensi yang siap digunakan atau yang dikonstitusikan dengan jumlah air
untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan. Suspensi
tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan intatekal.

Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara tertentu


harus mengandung antimikroba yang sesuai untuk melindungi kontaminasi
bakteri, ragi dan jamur seperti yang tertera pada emulsi dengan beberapa
pertimbangan

3
B. RnD
1. Praformulasi
 Ornidazol
a. Nama : Ornidazol
b. Sinonim : Ornidazolum
c. Nama kimia : 1-(3-Kloro-2-hidroksipropil)-2-metil-5-nitromidazol
d. Formulasi empiris dan berat molekul : C7H10CIN3O3
e. Kategori fungsi : antibiotik
f. Penerapan dalam formulasi : Sebagai Zat Aktif
g. Deskripsi : Ornidazol adalah turunan 5-Nitroimidazol yang aktif
melawan Bakteri Protozoa anaerob yang digunakan untuk melawan
infeksi. Ornidazol sebagian langsung terikat plasma dan juga
memiliki tindakan peka radiasi .
h. Keasaman / kebasaan :-
i. Densitas / berat jenis :219,625 gram/mol
j. Konstanta disosiasi :-
k. Kelarutan :larut dalam etanol, sedikit larut dalam air
l. Stabilitas : stabil pada suhu normal dan tekanan
m. Kondisi penyimpanan :Simpan obat di temperatur ruagan, jauh dari
panas dan cahaya langsung. Jangan membekukan obat kecuali
diperlukan oleh brosur
n. Inkompatibilitas :tidak dapat dicampur dengan larutan yang
mengandung kalsium

 Cod liver oil (FI III,1979)


a. Nama : Minyak Ikan
b. Sinonim : Oleum Iecoris Aselli, Oleum Morrhuae
c. Nama kimia : -
d. Formulasi empiris dan berat molekul : -
e. Kategori fungsi : Zat Aktif
f. Penerapan dalam formulasi : Sumber vitamin A dan vitamin D

4
g. Deskripsi : Minyak Ikan adalah minyak lemak hasil destearisasi
sebagian dari minyak hati segar Gadus morrhua Linn, dan spesies
lain dari familia Gadidae
h. Keasaman / kebasaan : bilanganasam tidal lebih dari 1,2
i. Densitas / berat jenis : antara 0,918 dan 0,927
j. Konstanta disosiasi :-
k. Kelarutan : sukar larut dalam etanol, mudah larut dalam eter, dalam
kloroform, dalam karbon disulfida, dan dalam etilasetat.
l. Stabilitas:-
m. Kondisi penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat, dapat
digunakan botol atau wadah lain yang telah dikeluarkan udaranya
dengan cara hampa udara atau dialiri gas inert.
n. Inkompatibilitas :Ketidak campuran dengan bahan pengoksidasi
yang kuat

 Gliserin
a. Nama : Gliserin
b. Sinonim :Gliserol
c. Nama kimia : C3H8O3
d. Formulasi empiris dan berat molekul: 92,09 gram/mol
e. Kategori fungsi : eksipien
f. Penerapan dalam formulasi : corigen saporis
g. Deskripsi :Cairan tidak berwarna hingga kuning, tidak berbau,
berasa manis, bertekstur kental; bersifat higroskopis
h. Keasamanan / kebasaan : netral
i. Densitas / berat jenis : 1,25 gram/ml
j. Konstanta disosiasi :-
k. Kelarutan :dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak
larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam
minyak menguap.
l. Stabilitas : stabil dalam tekanan dan suhu normal
m. Kondisi penyimpanan :disimpan dalam wadah kedap udara

5
n. Inkompabilitas :dapat meledak jika dicampur dengan oksidasi yang
kuat seperti potassium permaganat, pottasium klorat

 Gliadin
a. Nama: Gliadin
b. Sinonim:-
c. Nama kimia:-
d. Formulasi empiris dan berat molekul: 20-100 kilodalton
e. Kategori fungsi :eksipien
f. Penerapan dalam formulasi:Glidan
g. Deskripsi:kelas protein yang ada dalam gandum dan beberapa
sereal lainnya dalam genus triticum
h. Kesamanan / kesbasaan:berubah menjadi putih kekuningan dalam
kondisi asam
i. Densitas / berat jenis:-
j. Konstanta disosiasi:-
k. Kelarutan : larut dalam alkohol 70-80 % dan taak larut dalam air,
larutan maupun alkohol murni.
l. Stabilitas:-
m. Kondisi penyimpanan :dalam wadah tertutup rapat
n. Inkompatibilitas:-

 Vanilin
a. Nama : Vanillin
b. Sinonim :Vanillin
c. Nama kimia : 4-hidroksi-3-metoksibenzaldehida C3H8O3
d. Formulasi empiris dan berat molekul :152,15
e. Kategori fungsi :korigen
f. Penerapan dalam formulasi
g. Deskripsi: Vanilin mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak
lebih dari 103,0% C8H8O3, dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan

6
h. Keasamanan / kebasaan:Pka 7,781/PKb 6,216
i. Densitas / berat jenis :1,06 gram/cm3
j. Konstanta disosiasi :-
k. Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam
kloroform, dalam eter, dan dalam larutan alkali hidroksida tertentu;
larut dalam gliserin dan dalam air panas
l. Stabilitas: -
m. Kondisi penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus
cahaya
n. Inkompatibilitas: -

 Lemon oil
a. Nama: oleum citri
b. Sinonim : minyak jeruk, lemon oil
c. Nama kimia:-
d. Formulasi empiris dan berat molekul
e. Kategori fungsi: obat batuk, perangsang peristaltic pada mulas
f. Penerapan dalam formulasi :Corigan odoris
g. Deskripsi:minyak atsiri yang diperoleh dengan cara pemerasan
pericarp, segar citrus lemon, L burm familia Rutaceae yang masak
atau hampir masak
h. Keamanan / kebasaan:-
i. Densitas / berat jenis :0,85
j. Konstanta disosiasi-
k. Kelarutan: larut dalam air 12 bagian etanol P (90%) larutan agak
beropalesensi, dapat bercampur dengan etanol ,utlak P
l. Stabilitas:-
m. Kondisi penyimpanan: dalam wadah tertutupmrapat, terisi penuh,
terlindung dari cahaya, ditempat sejuk.
n. Inkompatibilitas :-

7
2. FORMULASI

NO Nama Obat Formula

1 Ornidazole 0,5-1/hari

2 Glycerin 75 cc

3 Minyak Ikan 6,25 cc

4 Gliadin 10 g

5 Lemon Oil 3 tetes

3. Metode Pembuatan

Metode yang digunakan yaitu Powder Blend Pada metode ini


komponen formula dicampurkan dalam bentuk serbuk. Bahan dengan
jumlah sedikit dilakukan pencampuran dua tahap, pertama dicampur
dengan sebagian sukrosa selanjutnya dicampur dengan bahan lain supaya
didapat hasil yang homogen.

4. Kemasan

a. Bahan kemasan primer merupakan bahan kemas yang langsung


kontak dengan sediaan farmasi. Contoh: blister,botol, visl, ampul.
b. Kemasan sekuner merupakan kemas yang membungkus pengemas
primer. Contoh: kardus pengemas botol, karton.

8
C. PRODUKSI

1. Master Formula

NO Nama Jumlah Per botol (60 gram) Per Bets (1000 botol)
Bahan (gram)
Perhitungan Hasil perhitungan Hasil
(gram)
1 Ornidazol 0,5 0,5x60 0,28 O,28x1000 280

160
2 Cod liver 5,73 5,73x60 3,24 3,24x1000 3240
oil
160
3 Glycerin 93,75 93,75x60 35,15 35,15x1000 35150

160
4 Gliadin 6 6x60 3,39 3,39x1000 3390

160
5 Vanilin 0,01 0,01x60 0,005 0,005x1000 5

160
6 Lemon 0,000201 0,000201x60 0,00011 0,00011x10000 0,11
Oil
160

2. Penimbangan per Bets

No Nama Bahan Per Bets (1000 botol)

1 Ornidazole 280

2 Cod liver oil 3240

3 Gliserin 35150

4 Gliadin 3390

9
5 Vanilin 5
6 Lemon oil 0,11

3. Alur Produksi

4. Metode Pembuatan skala komersial

10
1. Gunakan aqua DM sebagai pelarut atau pembawa yang sudah
didihkan selama 15 menit untuk seluruh proses
2. Seluruh bahan(zat aktif dab eksipien0 fitimbang
3. Tampung dalam wadah bersih zat aktif (bila menggumpal ayak
dengan mesh 30)
4. Jika menggunakan pembasah, tambahkan zat pembasah dalam zat
aktif, aduk hingga homogen. Tambahkan aqua DM matang sedikit
demi sedikit sampai terbentuk masa yang cukup basah
5. Dalam wadah basah kembangkan suspending agent dan
tambahkanpengawet
6. Dalam wadah steam double jacketed larutan eksipien lain(kecuali
flavor) dalam beberapa aqua DM. Aduk sampai larut, biarkan
mendidih selama 1 menit, lewatkan melalui saringan mesh
100,tampung dalam wadah besih.
7. Tuangkan lagi ½ bagian bahan nomer 6 kedalam campuran bahan
nomer 5lalu lewatkan melalui gollioid mill
8. Masukan lagi ¼ bagian nomor 6, panaskan pada temperatur 90-95 C
selam 30 menit, sambil stirer.dinginkan sampai temperatur 40 C.
9. Campur bahan nomor 4 dan ¼ bagian yang tersisa dari nomor 6,
panaskan pada temperatur 90-95 C.
10. Larutkan flavour dalam pelarut yang sesuai,aduk selama 15 menit
11. Tuangkan bahan nimor 9 kedalam bahan nomor 8 sambil stirer
kemudian tambahkan flavour yang telah dilarutkan sebelumnya
12. Pindahkan bahan nomor 11 melalui saringan mesh 100, tampung
dalam wadah bersih
13. Sampling QC
14. Lakukan pengisiam botol atau kemasan primer, lakukan
penandaan,beri etiket, brosur dan kemasan sekunder.
5. Pengemasan
 Primary Watertight Inner Receptacle

11
a. Gunakan kemasan kedap air untuk specimen cairan dengan
penutupan yang sesuai seperti screw-on, snap-on atau push-on yang
tertutup, disegel dengan perekat tambahan.
b. Jika menempatkan kemasan yang mudah mengalami kerusakan
atau rapuh dengan bentuk kemasan satuan (botol, vial, closures,
blister,dll) didalam kemasan sekunder ,maka harus dibungkus
dengan materil kemasan (bubblewrap, busa, stryfoam,dll) dengan
rapi untuk mrncegah gesekan antar produk saat pegiriman.

 Kemasan primer

 Kemasan sekunder

 Etik
et

12
D. BAGIAN QC
1. Pembuatan Spesifikasi bahan baku dan produk jadi
Harus memenuhi bebrapa mengikuti:
a. Majemen mutu
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam
dokumen isin edar (registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang
membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau tidak
efektif.
b. Pemastian muru
Pemastian mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik
secara tersendiri maupun kolektif yang akan mempengaruhi mutu dari
obat yang akan dihasilkan.
c. Cara pembuatan obat yang baik
CPOB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat
dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu
yang sesuai dengan tujuan penggunaan dipersyaratkan dalam izin edar
dan spesifikasi produk.

13
2. Pengujian in process control (IPC)

 Evaluasi organoleptik

Tujuan: Memeriksa kesesuaian warna, bau dan rasa larutan sedapat


mungkin mendekati dengan spesifikasi sediaan yang telah
ditentukan selama formulasi.

Prinsip: pemeriksaan bau, rasa, warna menggunakan panca indera.

Penafsiran hasil: warna, bau dan rasa memenuhi spesifikasi formulasi


yaitu (SESUAIKAN DENGAN Sediaan yang dibuat)

 PENETAPAN PH (FI IV hal 1039-1040)

Alat : pH meter

Tujuan: mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah


ditentukan

Prinsip: pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah


dikalibrasi

Penafsiran hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan

 PENETAPAN BOBOT JENIS [FI ed IV <981> hal 1030]

Tujuan : menjamin sediaan memiliki bobot jenis untuk spesifikasi


produk yang akan dibuat

Prinsip : membandingkan bobot zat uji di udara terhadap bobot air


dengan volume dan suhu yang sama

Penafsiran Hasil :Hitung bobot jenis cairan dengan rumus :

dt = w3 – w1

w2 – w1

14
Keterangan : dt = bobot jenis pada suhu t

w1 = bobot piknometer kosong

w2 = bobot piknometer + air suling

w3 = bobot piknometer + cairan.

 Evaluasi kejernihan [FI ed IV <881> hal 998

Tujuan : memastikan larutan terbebas dari pengotor

Prinsip : membandingkan kejernihan larutan uji dengan Suspensi Padanan,


dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi tegak lurus ke arah bawah tabung
dengan latar belakang hitam

Penafsiran Hasil : sesuatu cairan dikatakan jernih jika kejernihannya sama


dengan air atau pelarut yang digunakan bila diamati di bawah kondisi seperti
tersebut di atas atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari suspensi padanan
I.

Persyaratan untuk derajat oplesensi dinyatakan dalan suspensi padanan I, II,


dan III.

 PENETAPAN VISKOSITAS (Petunjuk Praktikum Farmasi


Fisika 2002, hlm 13-15)

Tujuan : mengetahui harga viskositas suatu sediaan

Alat : Viscometer Hoeppler

Prinsip : mengukur kecepatan bola jatuh melalui cairan dalam tabung pada
temperatur tetap

Penafsiran hasil :

viskositas cairan dihitung dengan rumus : η = B (ρ1 – ρ2 ) t

15
keterangan :

η = viskositas cairan

B = konstanta bola

ρ1= bobot jenis bola

ρ2= bobot jenis cairan

t = waktu yang dibutuhkan bola untuk menempuh jarak


tertentu

3. Evaluasi produk akhir

1.  Uji fisik

a.      Organoleptis (FI ed IV, 1995)

-          Persyaratan :

Pemeriksaan organoleptik yang dilakukan meliputi bau, warna,


dan rasa dari sediaan suspense kering sehingga diketahui
tampilan dari sediaan tersebut dari dalam keadaan baik.

-          Cara penetapan :

Dilakukan dengan cara melihat warna, mencium bau, dan


merasakan rasa suspensi kering.

b.      Uji Kadar Air (ASEAN countries, 1993)

-          Persyaratan :

Kadar air untuk sediaan obat tidak lebih dari 10 %

-          Cara penetapan :

Dengan metode titrimetri :

Masukkan 35 mL air hingga 40 mL methanol atau pelarut lain


yang sesui ke dalam labu titrasi, dan titrasi dengan pereaksi

16
(kari fischer) sampai titik akhir secara elektrometrik atau visual
untuk menetapkan kelembaban yang mungkin ada. Tambahkan
segera larutan uji, campur dan titrasi dengan pereaksi sampai
titik akhir secara elektrometrik atau visual. Hitung kadar air
dalam zat uji dalam mg dengan rumus :

SXF

Dimana S = Volume dalam mL pereaksi dan  F = Faktor


kesetaraan air dari pereaksi

c.       Uji Laju Alir (Lachman L, Lieberman HA, Kaning JL.1994)

-          Persyaratan :

Semakin besar nilai laju alir dari suspense kering maka laju alir
akan semakin baik dan suspense kering tersebut semakin
mudah dituang.

-          Cara penetapan :

Sebanyak 10 gram suspensi kering dimasukkan dalam corong


pada alat uji dan diratakan. Waktu yang diperlukan seluruh
granul untuk melalui corong tersebut dicatat. Laju alir dapat
dinyatakan sebagai banyaknya gram serbuk yang melewati
celah mesin per detik.

d.      Massa Jenis (FI ed IV, 1995)

-          Persyaratan : ƿ < 1,00 g/cm³

-          Cara penetapan :

Piknometer kosong yang bersih dan kering ditimbang (a).


kemudian aquadest dimasukkan ke dalam piknometer dan
ditimbang beratnya (b). piknometer dibersihkan dan
dikeringkan. Suspensi dimasukkan ke dalam piknometer,
kemudian ditimbang beratnya (c).

17
e.       Uji Distribusi Ukuran Pertikel (FI ed IV, 1995)

-          Persyaratan : pemeriksaan ikuran pertikel > 1-100 µ

-          Cara penetapan;

Sebanyak 20 gram suspensi kering ditimbang kemudian


dimasukkan dan diratakan dalam ayakan bertingkat. Alat
dioperasikan pada kecepatan 15 rpm selama 20 menit. Setiap
granul yang tertahan pada masing-masing ayakan ditimbang
dan dihitung persentasenya.

f.       Homogenitas (FI ed III, 1979)

-          Persyaratan :

suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah/distribusi


ukuran pertikel yang relative hamper sama (suspensi dikocok
lebih dulu).

-          Cara penetapan;

Sampel diteteskan pada berbagai kaca objek lain sehingga


terbentuk lapisan tipis. Partikel diamati secara visual.

g.      Volume sedimentasi (Lachman, 1994)

-          Persyaratan :

Bila F = 1 dinyatakan sebagai “ flocculation equilibrium”,


merupakan sediaan yang baik. Demikian bila F mendekati 1.

Bila F > 1, terjadi “floc” sangat longgar dan halus sehingga


volume akhir lebih besar dari volume awal, maka perlu
ditambahkan zat tambahan.

-          Cara penetapan :

Sedimen dimasukkan ke dalam tabung sedimen yang berskala

Volume yang diisikan merupakan volume awal (VO)

18
Setelah beberapa waktu/hari, amati volume akhir dengan
terjadinya volume sedimentasi, volume tersebut diukur (VO)

Hitung volume sedimentasi (F)

F = 

Buat kurva/grafik antara F (sumbu y) terhadap waktu (sumbu


x)

h.      Kemampuan Redispersi (Lachman, 1994)

-          Persyaratan :

Kemampuan redispersi baik bila suspense dapat terdispersi


dengan mudah pada umumnya memiliki nilai F yang tinggi
karena rendahnya nilai F mengindikasikan terjadinya caking.

-          Cara penetapan ;

Penetapan redispersi dapat dilakukan setelah evaluasi volume


sidementasinya selesai dilakukan. Tabung reaksi berisi
suspensi yang telah dievaluasi volume sidementasinya diputar
180 derajat dibalikan ke posisi semula.

i.        Penentuan sudut istirahat (Ansel, HC, 1989)

-          Persyaratan ;

Kriteria sudut istirahat

ɑ < 25°, istimewa

25° < ɑ < 40°, sedang (diperbaiki dengan glidan)

ɑ > 40°, sangat jelek (diperbaiki dengan glidan)

-          Cara penetapan :

Sejumlah massa dimasukkan ke dalam corong alat uji laju alir.


Massa yang jatuh akan membentuk bukit, sudut istirahat
diperoleh dengan cara menghitung contangent antara tinggi

19
bukit dari suspensi kering yang terbentuk dan garis tengah
antar bukit.

ɑ = arc tg h/r

Dimana :

ɑ = sudut istirahat

h = tinggi bukit

r = jari-jari alas bukit

j.        Uji Waktu Rekonstitusi (FI ed IV, 1995)

-          Persyaratan ;

Semakin cepat waktu rekonstitusi maka sediaan tersebut


semakin baik.

-          Penetapan ;

Sebanyak 10 gram suspensi kering ditimbang dan dimasukkan


kedalam wadah sachet, lalu dimasukkan dalam 200 mL air.
Setiap formulasi diberikan dua perlakuan yaitu rekonstitusi
dengan air pada suhu 40°C dan 80°C pengamatan dilakukan
terhadap kecepatan suspensi kering tersuspensi, semakin cepat
waktu rekonstitusi maka sediaan tersebut semakin baik.

k.      Uji Viskositas (Martin A, Swarbrick J & Cammarata  A, 1993)

-          Persyaratan ;

Waktu pengukuran paling baik adalah minimun 30 detik.

-          Cara penetapan ;

20
Larutkan 10 gram suspensi kering dalam 200 mL air, kemudian
masukkan ke dalam tabung pada viscometer, hitung waktu
yang dibutuhkan bola untuk melewati tanda pada tabung.

l.        Penentuan Volume Terpindahkan ((FI ed IV,1995)

-          Persyaratan :

         Volume tiap campuran : volume rata-rata suspensi yang


diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 10 % dan tidak
satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari
volume yang dinyatakan di etiket.

         Jika A adalah volume rata - rata yang kurang dari 100 %


yang tertera pada etket akan tetapi tidak ada satu
wadahpun kurang dari 95 % dari volume yang tertera pada
etiket atau B tidak lebih dari satu wadah volume kurang
dari 95 % tetapi tidak kurang dari 90 % dari volume,
lakukan pengujian terhadap 20wadah tambahan . volume
rata-rata suspensi yang diperoleh dari 30 wadah tidak
kurang dari 100 % dari volume yang tertera pada etiketdan
tidak lebih dari satu 30 wadah volume kurang dari 95 %,
tetapi tidak kurang dari 90 % seperti yang tertera pada
etiket.

-          Cara penetapan :

a.       Pilih tidak kurang dari 30 wadah

b.      Kocok isi 10 wadah satu persatu, atau bila serbuk


yangdikonstitusi maka konstitusi 10 wadah dengan
pembawa seperti tertera pada etiket yang diukur secara
seksama dan campur.

c.       Tuang isi perlaha-lahan dari tiap wadah kedalam gelas


ukur kering terpisah dengan kapasitar gelas ukur tidak
lebih dari 2,5 kali volume yang diukur dan telah di

21
kalibrasi secara hati-hati untuk menghindari pembentukan
gelembung udara pada waktu penuangan dan didiamkan
selama tidak lebih dari 30 m3nit. Jika telah bebas dari
gelembung udara, ukur volume tiap campuran.

2. Uji Kimia

a.       Uji pH (FI ed IV, 1995)

-          Persyaratan ;

pH antara 6-8

-          Cara penetapan :

Menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, periksa elektroda


dan jembatan garam. Kalibrasi pH meter. Bilas elektroda dan
sel beberapa kali dengan larutan uji dan isi sel dengan sedikit
larutan uji . baca harga pH. Harga pH yang ditunjukkan
merupakan pH sediaan.

b.      Identifika ornidazole (EP, 2014)

-          Metode : kromatografi Cair kinerja tinggi

3.      Uji Mikrobiologi

a.       Uji Batas Mikroba (FI ed IV, 1995)

-          Persyaratan :

Jika tidak ditemukan koloni dalam enceran awal 1 ; 10 nyatakan


hasil pengujian sebagai kurang dari 10 mikroba per mL
specimen.

-          Cara penetapan :

22
Kedalam setiap tabung dari 14 tabung berukuran sama
tambahkan masing-masing 9 mL media FSDC steril. Pisahkan
12 tabung dan bagi dalam 4 kelompok yang masing-masing
terdiri dari 3 tabung. 1 kelompok sebagai control dan 3
kelompok lain sebagai : 1 kelompok (“ 100”), kelompok 2
(“10”), kelompok 3 (“1”), dan 2 tabung lainnya masing-masing
dinyatakan sebagai tabung A dan tabung B.  kedalam masin-
masing tabung kelompok 1 (“100”) dan tabung A dimasukkan 1
mL larutan atau suspensi specimen dan campur. Dari tabung A
di pipet 1 mL kedalam tabung B, dan campur. Tabung A dan
tabung B masing-masing akan berisi 100 mg dan 10 mg
specimen. Kedalam masing-masing kelompok 2 (“10”)
tambahkan 1 mL dari tabung A, dan ke dalam masing-masing
tabung kelompok 3 (“1”) tambahkan 1 mL dari tabung B. buang
sisi isi dari tabung A dan tabung B. tutup baik-baik semua
tabyng dan inkubasikan, setelah inkubasi amati adanya
pertumbuhan di dalam tabung, ketiga tabung control akan tetap
jernih, dan berdasarkan ada tidaknya pertumbuhandi kelompok
1, kelompok 2, kelompok 3.

b.      Uji Potensi untuk Antibiotik (Wattimena et al., 1991)

Penetapan aktivitas antibiotik secara invitro dapat dikelompokkan


kedalam du acara yaitu:

1.      Cara difusi agar menggunakan cakram kertas, silinder atau


cekungan sebagai reservoir antibiotik.

Difusi adalah perpindahan posisi molekul secara acak dari


suatu tempat ke tempat lain. Menurut hokum Fick, larutan
antibiotik yang bersdifusi dalam media agar akan terjadi gradien
konsentrasi dimana dalam interval waktu tertentu akan
menunjukkan suatu kecepatan difusi. Pada penetapan potensi cara
difusi agar zat yang akan diperiksa berdifusi dari pecadang lalu
masuk ke dalam media agar yang telah diinokulasi dengan bakteri

23
uji kemudian menghambat pertumbuhan bakteri. Bakteri uji baik
berbentuk vegetatif/bentuk sporanya, pada inkubasi setelah fase
log, akan membaik sampai kesuatu tingkat dimana terdapat cukup
sel-sel yang akan mengadsorpsi antibiotic sehingga mencegah
difusi selanjutnya dari antibiotik sehingga mencegah difusi
selanjutnya dari antibiotik dan terbentuk batas daerah hambatan
pertumbuhan .

Tiga Teknik dalam menetapkan potensi berdasarkan difusi


agar cara lempeng:

a.       Teknik cawan piringan kertas

Metode cawan piringan kertas merupakan teknik yang paling


umum dipakai untuk menetapkan kerentanan mikroorganisme
terhadap antibiotik. Piringan-piringan kertas kecil yang
mengandung zat aktif berbeda-beda dalam jumlah tertentu
diletakkan pada permukaan cawan yang telah diinokulasi.
Setelah inkubasi, dilakukan pengamatan terhadap adanya
zona penghambatan (daerah bening) di sekeliling piringan
yang menunjukkan bahwa organisme itu dihambat
pertumbuhannya oleh zat tersebut yang merembes dari
piringan kedalam agar. Dalam Teknik ini harus diketahui
jumlah zat microbial yang terkandung dalam piringan kertas,
begitu pula medium ujinya, jumlah inoculum, keadaan
inkubasi, dan perincian lainnya.

b.      Teknik perforasi

Agar yang masih cair pada suhu 37°C dicampurkan dengan


suspensi bakteri pada cawan petri steril, dibiarkan memadat.
Setelah agar memdat, dibuat lubang-lubang dengan perforator
dan kedalam lubang tersebut dimasukkan zat yang akan diuji
aktivitas antibakterinya kemudian di inkubasi selama 18-24
jam pada suhu 37°C. Aktivitas antibakteri dapat dilihat dari

24
daerah hambatan yang terjadi disekelilingnya berupa daerah
bening.

c.       Teknik silinder

Enam silinder tahan karat dijatuhkan diketinggian 12 mm


kepermukaan inokulum pada cawan petri. Jarak antara titik
tengah silinder dengan silinder lainnya kurang lebih 28-30
mm. silinder diisi dengan larutan pembanding dan sediaan uji
sedemikian rupa sehingga letak silinder yang berisi larutan
pembanding dan uji berselang-seling, cawan diinkubasikan
pada suhu 30-35°C selama 16-18 jam. Silinder diangkat dan
diameter daerah hambat diukur.

2.      Cara turbidimetri pada media cair

Metode turbidimetri berdasarkan atas hambatan


pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan serba sama antibiotik
yang ditunjukkan oleh kekeruhan media pertumbuhan
mikroorganisme dan diukur dengan alat yang sesui misalnya
spektrofotometer.

25
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1979. Farnakope Indonesia Edisi


III. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1995. Farnakope Indonesia Edisi


IV. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2014. Farnakope Indonesia Edisi


V. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan.

Kibbe,AH. Handbook Of Pharmaceutical Excipients.Third Edition.


Washington D.C: American Pharmaceutical Association.

Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. Teori Dan Praktek Farmasi Industri.
Diterjemahkan Oleh Farida Ibrahim.Jakarta:UI-Press.

Martin, A .,Swarbick, J.,dan Cammarata. 1993. Farmasi Fisika 2 Edisi III.


Jakarta: UI Press

26
27

Anda mungkin juga menyukai