Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

KOMPONEN SEDIAAN STERIL

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 12
ANGGHIA ZHAVIRA PUTRI (21484011069)
DESI SETIYANI (21484011075)
MADAYANI WULANDARI (21484011093)
SARIFAH NURIYAH (21484011117)
SESILIA RETCIANA NATA (21484011119)

DOSEN PENGAMPU :
Apt. Hayatus Sa’adah, M.Sc.

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SAMARINDA
T.A. 2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas makalah dengan judul "Komponen Sediaan Steril”. Makalah ini disusun
dalam rangka memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah Teknologi Sediaan
Steril dengan Dosen Pengampu Apt. Hayatus Sa’adah,M.Sc.

Atas bimbingan Dosen Pengampu dan saran dari teman-teman maka


disusunlah makalah ini. Semoga dengan tersusunnya makalah ini diharapkan
dapat berguna bagi kami semua dalam memenuhi salah satu syarat tugas kami di
perkuliahan. Makalah ini diharapkan bisa bermanfaat dengan baik dan efisien
dalam proses perkuliahan.

Dalam menyusun makalah ini, kami banyak memperoleh bantuan dari


beberapa pihak, maka kami mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang
terkait. Dalam menyusun makalah ini kami telah berusaha dengan semampu kami
untuk membuat makalah yang baik.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih terdapat kesalahan serta kekurangan di dalam nya. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini bisa menjadi lebih baik.

Samarinda, 27 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I .................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 2

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2

BAB II .................................................................................................................. 3

2.1 Pengertian SVP dan LVP ......................................................................... 3

2.2 Bahan Pembentuk Sediaan ....................................................................... 4

BAB III ................................................................................................................. 9

3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 9

3.2 Saran .......................................................................................................... 9


DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sediaan steril merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang


banyak digunakan. Menurut WHO, sterilitas dapat didefinisikan sebagai
bebas mikroorganisme hidup. Sediaan steril yang sering kita jumpai dalam
kehidupan sehari-hari contohnya adalah sediaan parenteral dengan segala
rute pemberian, salep mata, obat tetes mata, infus, dll. Sediaan steril yang
paling banyak digunakan biasanya adalah sediaan parenteral atau injeksi.

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi


atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu
sebelum digunakan. Sediaan ini disuntikkan dengan cara merobek jaringan
ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lender yang dimasukkan ke
dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik. Suatu sediaan parenteral harus
steril karena sediaan ini diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau
membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan
parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efisiensi tinggi yaitu
kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari
kontaminasi mikroba dan bahan beracun serta harus memiliki kemurnian
yang dapat diterima.

Berdasarkan USP, sediaan parenteral dikategorikan ke dalam


parenteral volume kecil (SVPs) dan parenteral volume besar (LVPs), dimana
kategori ini berdasarkan pada volume pengisian. Small Volume Parenterals
(SVPs) adalah injeksi yang dikemas dalam wadah kurang dari 100 mL
sedangkan Large Volume Parenterals (LVPs) adalah injeksi atau preparasi
dosis tunggal yang dimaksudkan untuk penggunaan IV yang dikemas dalam
wadah lebih dari 100 mL.

SVPS dan LVPS sangat banyak digunakan dalam pengobatan


terutama untuk pengobatan di fasilitas kesehatan. Oleh karena itu, farmasis
sangat perlu untuk mempelajari dan memahami lebih dalam mengenai
sediaan parenteral volume kecil (SVPs) dan volume besar (LVPs). Dalam
makalah ini penulis membahas mengenai pengertian, komponen sediaan
steril (Bahan utama dan bahan tambahan).

1
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa pengertian dari Small Volume Parenteral (SVPs) ?

1.2.2 Apa pengertian dari Large Volume Parenteral (LVPs) ?

1.2.3 Apa saja komponen sediaan steril ?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Memahami pengertian dari Small Volume Parenteral (SVPs).

1.3.2 Memahami pengertian dari Large Volume Parenteral (LVPs).

1.3.3 Mengetahui bahan utama dan bahan tambahan Small Volume


Parenteral (SVPs) dan Large Volume Parenteral (LVPs).

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian SVPs dan LVPS

Menurut United States Pharmacopeiea, Small Volume Parenteral


(SVP) adalah Injeksi (suntikan) yang dikemas dalam wadah yang berlabel
dengan isi 100 ml atau kurang. Umumnya dikemas sebagai ampul, vial, small
bags, dan jarum suntik. Jika larutan merupakan formulasi steril, maka harus
dipastikan terbebas dari material partikulat. Partikulat ini dapat berupa
organisme kecil, kaca, karet, core dari vial, logam, dan fragmen plastic.
Sedangkan Large Volume Parenteral (LVP) adalah injeksi (suntikan) yang
dimaksudkan untuk penggunaan intravena dan dikemas dalam wadah yang
berlabel dengan isi 100 ml atau lebih. Wadah yang digunakan adalah botol
kaca dengan tabung ventilasi udara, botol kaca tanpa tabung ventilasi udara,
dan plastic bags.

Penggunaan umum larutan pada LVP tanpa pengawet digunakan untuk

 Mengatasi gangguan keseimbangan elektrolit dan cairan


 Penambah nutrisi
 Sebagai kendaraan untuk administrasi obat lain

Tabel 1. Perbedaan SVP dan LVP


Parameter SVP LVP
Volume ≤ 100 ml >100 ml
Rute pemberian IV, IM, SC IV
Unit dosis Single atau Multiple Multiple
Pengawet Menggunakan Tidak menggunakan
Buffer Menggunakan Tidak menggunakan
Isotonisitas Tidak terlalu diperhatikan Harus diperhatikan
Pirogenisitas Tidak terlalu diperhatikan Harus diperhatikan
Formulasi Larutan, emulsi, suspense Larutan, emulsi o/w
Penggunaan Sebagai agen terapetik dan Sebagai penambah
diagnostic nutrisi, detoksifikasi,
pengobatan selama
operasi

3
2.2 Bahan Pembentuk Sediaan
2.2.1 Bahan Utama
A. Water-soluble Vehicle
1. Water for Injection (WFI)
Water for Injection merupakan air yang sudah dipurifikasi
dengan destilasi atau dengan reverse osmosis dan memenuhi standar
keberadaan total solid, di mana tidak lebih dari 1 mg/100 mL water
for injection, serta tidak mengandung bahan tambahan. Water for
injection tidak harus steril, tetapi harus bebas dari pirogen. WFI ini
digunakan untuk produksi sediaan injeksi yang disterilisasi akhir,
WFI harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat pada suhu di
bawah atau di atas rentang suhu di mana mikroba dapat tumbuh.
Wadah yang digunakan umumnya berbahan kaca atau glass liend
yang steril dan bebas pirogen, dan air ini digunakan dalam waktu 24
jam.
2. Sterile Water for Injection (SWFI)
Sterile water for injection dikemas untuk dosis tunggal dan
tidak lebih dari 1 L. Air sudah disterilisasi dan sudah terbebas dari
pirogen namun memiliki jumlah endotoksin yang masih
diperbolehkan, yaitu tidak lebih dari 0,25 endotoksin unit per
mililiter. Selain itu, SWFI tidak mengandung antimikroba dan bahan
tambahan lainnya. SWFI mungkin mengandung lebih banyak total
solid dibandingkan dengan WFI karena leaching dari wadah selama
sterilisasi. SWFI digunakan sebagai pelarut, pembawa, atau diluen
untuk sediaan injeksi yang telah disterilisasi. SWFI juga banyak
digunakan untuk rekonstitusi.
3. Bacteriostatic Water for Injection (BWFI)
Bacteriostatic water for injection merupakan SWFI yang
mengandung satu atau lebih agen antimikroba yang sesuai. Dikemas
dalam syringe atau vial yang tidak lebih dari 30 mL. Pada label
kemasan harus dicantumkan nama dan proporsi dari agen
antimikroba. Kelebihan dari BWFI adalah dengan adanya
antimikroba, maka dimungkinkan untuk dosis ganda. Akan tetapi
karena adanya antimikroba, penggunaan hanya diperbolehkan dalam
volume kecil untuk mencegah toksisitas dari antimikroba. Perlu
diperhatikan kompatibilitas obat dengan antimikroba yang
terkandung. Persyaratan labeling USP mewajibkan dicantumkan
"Tidak Untuk Neonatus", karena toksisitas dari bakteriostat benzyl
alkohol. Hal ini terjadi karena neonatus memiliki kapasitas
detoksifikasi pada hati yang terbatas.

4
4. Sodium Chloride Injection/NaCl Injection
Injeksi NaCl merupakan larutan steril isotonis. Injeksi
NaCl tidak mengandung antimikroba, tetapi mengandung 154 mEq
untuk masing-masing ion natrium dan ion klorida per liter. Injeksi
NaCl dapat digunakan sebagai pembawa larutan steril atau suspensi
obat untuk administrasi parenteral, seperti untuk rekonstitusi serta
untuk kateter atau IV-line flush.
5. Bacteriostatic Sodium Chloride Injection
Bacteriostatic Sodium Chloride Injection merupakan
larutan isotonik steril yang mengandung antimikroba. Pada label
perlu dicantumkan nama dan proporsi antimikroba dan "Tidak
Digunakan untuk Neonatus" serta tidak dikemas dalam wadah lebih
dari 30 mL. Bila digunakan sebagai pembawa, perlu diperhatikan
kompatibilitas obat dengan antimikroba dan juga dengan NaCl.
Bacteriostatic Sodium Chloride Injection juga dapat digunakan
untuk flush kateter atau IV-line.
6. Ringer's Injection
Ringer's Injection merupakan larutan steril dari NaCl, KCl,
dan CaCl dalam WFI. Ketiga agen ini dibuat dalam konsentrasi
yang menyerupai cairan fisiologis. Ringer's Injection dapat
digunakan dengan obat atau digunakan tunggal sebagai penambah
elektrolit menambahkan cairan plasma
7. Lactated Ringer's Injection
Lactated Ringer's Injection memiliki tiga agen yang sama
dengan Ringer's Injection, yaitu NaCl, KCl, dan CaCl namun
dengan jumlah yang berbeda dan juga mengandung sodium laktat.
Injeksi ini digunakan untuk menambahkan elektrolit dan juga
sebagai systemic alkalizer.

B. Water-miscible Vehicles
Pelarut ini digunakan terutama untuk melarutkan obat
tertentu dalam sebuah vehicle dan untuk mengurangi hidrolisis. Water
miscible co-solvents dapat menyebabkan efek samping yang tidak
diinginkan misalnya untuk injeksi intramuskular ditemukan dapat
menyebabkan kerusakan otot. Disebabkan karena adanya
keterbatasan dengan jumlah pelarut yang dapat diberikan karena
masalah potensi toksisitas seluler yang lebih besar untuk hemolisis
dan potensi terjadinya drug precipitation di area injeksi intramuskular
ditemukan dapat menyebabkan kerusakan otot.

5
C. Non- aqueous Vehicle

Substansi yang memiliki keterbatasan kelarutan pada air


atau tidak boleh terhidrolisis membutuhkan pembawa jenis ini.
Pembawa yang dipilih tidak boleh mengiritasi dan tidak bersifat
toksik. Pembawa juga tidak boleh mempengaruhi aktivitas
farmakologi. Hal yang harus diperhatikan adalah stabilitas fisika dan
kimia pada berbagai level pH, viskositas, fluiditas, titik didih,
miscibility dengan cairan tubuh. Solven non-aqueous yang sering
digunakan antara lain vegetable oils, glycerin, polyethylene glycols,
propylene glycol, alkohol. Kemudian ethyl oleat, isopropyl myristate,
dan dimethylacetamide namun penggunaannya lebih jarang.

U.S Pharmacopeia (USP) menetapkan pembatasan minyak


lemak nabati pada produk parenteral. Minyak lemak nabati harus
tetap jernih pada saat didinginkan hingga 10 °C untuk menjamin
stabilitas dan kejernihan produk injeksi selama penyimpanan di dalam
lemari es. Minyak nabati tersebut tidak boleh mengandung minyak
mineral atau parafin karena bahan tersebut tidak dapat diabsorpsi oleh
tubuh. Meskipun toksisitas minyak-minyak nabati umummnya
dianggap relatif rendah, beberapa pasien menunjukan reaksi alergi
terhadap minyak-minyak tertentu. Dengan demikian label harus
menyatakan jenis minyak yang digunakan.

Minyak-minyak lemak (nabati) yang paling umum


digunakan adalah minyak jagung, minyak kapuk, minyak kacang, dan
minyak wijen. Minyak lainnya seperti minyak jarak dan minyak
zaitun juga terkadang digunakan. Hampir sebagian besar sediaan
injeksi yang mengandung pelarut minyak diberikan secara
intramuskular. Sediaan injeksi tersebut tidak dapat diberikan secara
intravena karena dapat mengeluarkan mikrosirkulasi paru.

2.2.2 Bahan Tambahan

USP mengizinkan zat tambahan dengan tujuan


meningkatkan stabilitas dan meningkatkan khasiat, selama tidak
dilarang untuk zat aktif tesebut, tidak mengganggu efek terapetik. Zat
tambahan yang biasa digunakan adalah :

A. Pengawet

Pengawet biasanya digunakan untuk sediaan multi dose


container. Kandungan pengawet dapat mencegah tertariknya

6
mikroba secara tidak sengaja selama penarikan produk. Sediaan
multi-dose dengan pengawet memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan sediaan single dose, yaitu :

 Meminimalkan pemborosan karena dapat menarik dosis


dengan jumlah yang berbeda dari satu wadah
 Dosis dapat diperoleh tanpa mengkhawatirkan
pertumbuhan mikroba,
 Hemat kemasan karena dosis ganda disimpan dalam botol
tunggal
Banyak pengawet yang toksik pada jumlah yang tinggi,
atau menyebabkan iritasi pada administrasi parenteral sehingga
perlu penanganan khusus seperti pembatasan dosis. Jumlah
pengawet yang diperlukan sesuai kandungan sediaan parenteral
adalah sebagai berikut:
 untuk agen mengandung merkuri dan senyawa kationik,
konsentrasi yang diperlukan sebanyak 0,01%.
 untuk agen seperti klorobutanol, kresol, dan fenol
dibutuhkan 0,5%.
 sulfur dioksida, sulfit, bisulfit, atau, metabisulfit dari
kalium atau natrium, membutuhkan 0,2%.

B. Buffer
Kontrol terhadap PH sangat penting pada praformulasi
sediaan parenteral karena mempengaruhi solubilitas dan stabilitas,
sehingga sistem buffer pun dibutuhkan. Berikut adalah beberapa
larutan buffer yang dapat digunakan pada sediaan injeksi:

a. Fosfat (pKa=2.1, 7.2, 12.7)


b. Sitrat (pKa= 3.2, 4.8, 6.4)
c. Asetat (pKa 4.8)
d. Glyceric (pKa= 3.55)
e. Ammonium chlorida (pKa = 9.3)
f. Trietanolamin (pKa = 8)
Pemilihan larutan dapar ditentukan oleh pH optimal
larutan, yang mana ditentukan pada studi formulasi. Terdapat
larutan dapar dengan lebih dari satu pKa karena larutan tersebut
memiliki lebih dari satu proton yang dilepas.

7
C. Antioksidan
Air mengandung jumlah oksigen yang signifikan, untuk
mencegah oksidasi oleh oksigen, udara dalam sediaan seringkali
diganti dengan nitrogen. Sehingga jumlah oksigen yang terlarut
dapat ditekan sampai dibawah 1 ppm. Langkah pengisian nitrogen
adalah sebagai berikut:
1. Tiupkan gas nitrogen pada vial kosong
2. Isi vial dengan obat
3. Tiupkan kembali gas nitrogen
4. Tutup vial dengan stopper
Diharapkan nitrogen akan menyelimuti obat sehingga
mencegah pengambilan kembali oksigen. Namun bila nitrogen
tidak cukup, dapat ditambahkan sodium bisulfat, sodium
metabisulfat, askorbat, sodium sulfit, atau tiogliserol. Metode lain
untuk mencegah oksidasi adalah menghindari formulasi dengan
pH tinggi, temperatur tinggi, penambahan logam berat,
penambahan peroksida, dan paparan cahaya yang lama.

D. Stabilizer
Stabilizer digunakan untuk mempertahankan molekul
seperti protein untuk memertahankan strukturnya, terutama ketika
melalui freeze-drying. Stabilizer yang baik berupa disakarida,
seperti sukrosa atau trehalosa. Melokul ini akan menyelimuti
protein dan menstabilkan struktur secara termodinamika via
entropi dan ikatan hidrogen dengan protein eksterior. Surfaktan
merupakan penstabil emulsi termasuk pada sediaan parenteral.
Surfaktan yang digunakan untuk sediaan injeksi adalah polisorbat
non ionik, yaitu tween 20 dan tween 80.

E. Bulking agent
Bulking agent digunakan spesfik pada produk dengan
jumlah kecil dan akan melalui freeze-drying. Hal ini disebabkan,
dengan jumlah yang terlampau kecil seringkali menyulitkan untuk
melihat keberadaan produk dan terlihat seperti vial kosong.
Sehingga dengan adanya penambah massa produk, produk tersebut
dapat terlihat mengisi vial. Selanjutnya, bulking agent membantu
mempertahankan produk tetap pada vial, khususnya pada proses
penyemprotan freeze-drying agar tidak keluar dari vial dan
mempengaruhi dosis terapi.

8
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Menurut United States Pharmacopeiea, Small Volume Parenteral
(SVP) adalah Injeksi (suntikan) yang dikemas dalam wadah yang berlabel
dengan isi 100 ml atau kurang sedangkan Large Volume Parenteral (LVP)
adalah injeksi (suntikan) yang dimaksudkan untuk penggunaan intravena dan
dikemas dalam wadah yang berlabel dengan isi 100 ml atau lebih.
3.2. Saran
Makalah ini disusun untuk meningkatkan pemahaman mengenai
sediaan parenteral volume kecil dan besar atau Small Volume Parenteral dan
Large Volume Parenteral, dan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi
Sediaan Steril yang dalam pembuatannya dikerjakan dalam waktu yang
cukup singkat sehingga informasi yang tertera masih belum cukup lengkap.
Penulis menyarankan pembaca untuk tetap mencari informasi lebih lanjut
mengenai SVP dan LVP, karena seiring perkembangan zaman akan terdapat
penemuan- penemuan yang memperkaya ilmu mengenai SVP dan LVP yang
lebih aktual.

9
DAFTAR PUSTAKA

Allen, L.V., Popovich, N.G., Ansel, H.C. 2011. Ansel’s Pharmaceutical Dosage
Formsand Drug Delivery System 9th Ed. Philadelphia. Lippincott Williams
& Wilkins.
Chopra, Arun. Large Volume Parenterals [Online]. Available at
http://www.authorstream.com/Presentation/arunchopra-1553314-large-
volume-parentral/.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Ed IV.
Jakarta: Direktorat Jendral Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi V.
Jakarta: Direktorat Jendral Kesehatan Republik Indonesia.
Meyer, B., Ni, A., Hu, B., & Shi, L. (2007). Antimicrobial preservative use in
parenteral products: Past and present. Journal Of Pharmaceutical Science,
96(12), 3155-3167.
Sacha, Gregory A. 2011. Characteristics and Requirements for Large Volume
Parenterals (LVPS). BioPharma Solution.
USP 38. 2014. The United States Pharmacopeia and National Formulary
Deutscher Apotheker Verlag.

10

Anda mungkin juga menyukai