Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN STERIL

“Studi Praformulasi Sediaan Steril”

Dosen Pengampu:
Apt. Novia Maulina, S.Farm., M.Farm.

Anggota Kelompok:
Zakiyyatur RK (17930016)

Sitti Nurjanah (17930017)

Ihromi Esa Putri N. (17930018)

Hilwa Fitri (17930019)

Alya Bunga Kirana (17930020)

PRODI FARMASI

FARKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN


UIN MAULANA MALIK IBRAHIMMALANG
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak Masyarakat yang merasa kesulitan dalam penggunaan obat,
karena kesulitan tersebut maka sangat sulit untuk mengukur tingkat kepatuhan
pasien terhadap penggunaan obat. Hal tersebut dikarenakan penggunaan obat
yang dirasa tidak nyaman, ketidak nyamanan tersebut diicu oleh banyak
fatktor seperti halnya rasa pahit pada obat, kesusahan menelan obat, dan masih
banyak lagi. Untuk mengatasi hal tersebut maka dibuatlah sediaan lain yang
dirasa cukup memudahkan pasien, terutama untuk pasien yang mengalami
kondisis cukup berat. Sediaan tersebut adalah sediaan injeksi.

Sediaan injeksi adalah sediaan sediaan steril yang biasanya berupa


larutan atau suspense dan dikemas dengan baik sehingga cocok untuk
diberikan dalam bentuk injeksi hypodermis dengan pembawa atau pelarut
yang sesuai. Injeksi adalah suatu sediaan steril yang biasa disuntukkan
dengan cara merobek jaringan melalui kulit, injeksi yang digunakan.dapat
berupa larutan, emulsi, suspense atau bahkan serbuk yang dilarutkann terlebih
dahulu (Rowe, 2006).

Sedian injeksi sangat banyak macamnya salah satunya adalah sediaan


SVP. Sediaan SVP adalah sediaan merupakan sediaan injeksi (suntikan) yang
dikemas dalam wadah yang berlabel dengan volume tidak lebih dari 100 ml.
Biasanya sediaan SVP disimpan dalam ampul, vial, small bags, dan jarum
suntik. Sediaan SVP merupakan sediaan steril yang harus bebas dari
mikroorganisme ataupun pirogen. Karakteristik dasar dari sediaan SVP
adalah steril, bebas pasrtikel partikulat, memenuhi stabilitas fisika dan kimia,
bersifat isotonis (Nema, 2010).

Berdasarkan Penjelasan tersebut maka perlu dilakukan pembelajarann


kepada seorang calon farmasis terkait sediaan SVP, hal tersebut diharapkan
dapat memeberikan pemahaman sekaligus pengalaman kepada seorang calon
farmasis. Kemudian praktikum ini juga perlu dilakukan karena dapat
memberikan manfaat kepada masyarakat luas terkait penggunaan obat injeksi
yang dirasa lebih terawasi terkait tingkat kepatuhan penggunaan obatnya.

1.2 Tujuan
Tujuan dari dilakukannya praktikum ini diantaranya adalah sebagai berikut:
 Mahasiswa mampu merancang formula sediaan steril SVP
 Mahasiswa mengetahui aspek penting dalam penjaminan mutu
dan kualitas produk steril
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan SVP (Small Volume Parenteral)

Small Volume Parenteral (SVP) adalah merupakan sediaan injeksi


(suntikan) yang dikemas dalam wadah yang berlabel dengan volume tidak lebih
dari 100 ml. Biasanya sediaan SVP disimpan dalam ampul, vial, small bags, dan
jarum suntik. Sediaan SVP merupakan sediaan steril yang harus bebas dari
mikroorganisme ataupun pirogen. Karakteristik dasar dari sediaan SVP adalah
steril, bebas pasrtikel partikulat, memenuhi stabilitas fisika dan kimia, bersifat
isotonis (Nema, 2010).

Sediaan SVP harus bersifat isotonis dengan darah, air mata, dan cairan
biologi dalam otot, jaringan, serta cairan spinal. Bahan yang digunakan untuk
mengatur tonisistas sangat beragam jenisnya, namun bahan yang sering digunakan
adalah bahan yang bertindak sebagai elektrolit seperti NaCl dan garam natrium
lainnya (Nema, 2010).

2.2 Syarat Sediaan SVP

Sediaan SVP yang baik harus memenuhi beberapa kriteria diantaranya seperti
(Niazi, 2004):

 Zat pembawa, zat pembawa yang cocok biasanya adalah aqueous,


nonaqueous, atau kosolven.
 Zat tambahan, zat tambahan yang biasanya digunakan adalah dapar,
antioksidan, agen anti-mikroba, chelating agent, agen tonisistas, dll.
 Wadah yang sesuai dan dan komponen penutup

2.3 Prinsip Formulasi Rute Administrasi Sediaan SVP

Berikut ini adalah prinsip dari formulasi sediaan SVP berdasarkan rute
administrasi (Sacha, 2011):

 Volume yang diinjeksiakan


Rute Intravena dapat menerim SVP hingga volume 50 ml, rute
intraspinal sebanayak 10 ml, rute intramuscular sebanyak 3 ml, rute
subkutan sebanyak 2 ml, dan rute intradermal sebanyak 0,2 ml.

 Solven
Zat pembawa yang berupa aqueous digunakan untuk rute
administrasi intravena dan intraspinal. Sedangkan zat pembawa yang
berupa minyak, larutan kososlven, suspense, dan emulsi, digunakan untuk
rute intramuscular dan subkutan.
 Isotonisitas
Sediaan SVP pada rute sunkutan dan intramuscular hatus dibuat
hipertonis untuk memperantarai absirbsi obat karena efusi local cairan
jaringan. Sedangkan pada rute intravena, syarat isotonisitas dirasa kurang
penting selama adminitrasi dilakukan cukup lambat untuk memungkinkan
dilusi atau penyesuaian dalam darah. Kemudian untuk sediaan intraspinal,
sediaan SVP harus dibuat isotonic hal ini dikarenakan sirkulasi cairan
serebrospinal yang lambat karena perubahan tekanan osmotic yang
mendadak dapat menimbulksn efek samping yang parah.

2.4 Zat Tambahan pada Sediaan SVP

Macam-macam zat tambahan yang biasa ditambahkan pada sediaan SVP


adalah sebagai berikut (Sacha, 2011):

 Dapar
Dapar umumnya digunakan untuk menjaga kelarutan dan stabilitas
sediaan. Dapar harus memiliki kapasitas buffer yang memadai untuk
menjaga pH produk pada nilai yang stabil selama penyimpanan. Selain itu,
dapar harus dapat memungkinkan cairan tubuh untuk menyesuaikkan pH
dengan mudah dengan darah setelah pemberian sehingga dipilih pH 7,4
(pH darah)
 Antioksidan
Antioksidan ditambahkan kedalam larutan parenteral baik tunggal
maupun kombinasi dengan agen chelating agent (garam EDTA) atau zat
antioksidan lainnya. Penambahan garam EDTA dapat mengikat logam
berat yang dapat mengkatalis reaksi oksidasi.
 Pengawet Antimikroba
Pengawet harus ditambahkan dalam injeksi multidose. Pemilihan
pengawet antimikroba adalah kompatibilitas dan efektivitasnya, pengawet
antimikroba harus digunakan dalam konsentrasi harus serendah mungkin
karena mungkin, karena mempunyai resiko iritasi.
 Agen Tonisitas
Sediaan SVP harus dibuat isotonis untuk meminimalkan kerusakan
jaringan dan iritasi, mengurangi hemolysis sel darah, dan mencegah
ketidakseimbangan elektrolit. Contoh agen tonisitas yaitu naCl atau KCl
dan destrosa biasanya dipakai untuk menyesuaikan larutan yang hipotonik.

2.5 Macam-macam Kemasan SVP

Jenis atau macam-macam kemasan sediaan SVP adalah (Niazi, 2004):

 Ampul
Ampul merupakan wadah gelas yang disegel wadah dosis tunggal
yang dapat berisis bahan padat atau larutan obat jernih atau suspense yang
ditujukan untuk penggunaaan parenteral, ampul biasanya berukuran 1-50
ml.
 Vial
Vial adalah wadah dosis ganda yang kedap udara, disegel dengan
tutup karet atau plastic dengan diafragma pada bagian tengah, diracang
untuk pengambilan dosis secara berturut-turut tanpa terjadi perubahan
kekuatan, kualitas, atau kemurnian yang tertinggal
 Pre-field syringe
Terdapat dua jenis yaitu:
- Cartidge type package
Berbentuk syringe satuan dengan penggunaan jarum suntik tertentu
- Glass tube
Biasanya diletakkan dalam syringe special yang tepah tersedia jarum
suntik, dalam hal ini peralatan harus langsung dibuang.
 Ready-to-mix-system
Terdiri dari inibag yang didesain dengan adanya adaptor yang
berhubungan langsung dengan vial sediaan. Kelebihan penggunaan ini
adalah mengurangi sisa obat dalam wadah kemasan.
2.6 Tinjauan Bahan
2.6.1 Ketorolac
(Chemnet.com)
Nama Kimia 5-Benzoil-2,3-dihidro-1H-pyrrolizine-1-karboksilat compd
asam. dengan 2-Amino-2- (hidroksimetil) -1,3-propanadiol (1:
1)
Struktur
Kimia

Bobot 255.2686
Molekul
Pemerian Berbentuk kristal putih (off-white) , Larutan berwarna jernih
kekuningan
Kelarutan Kelarutan dalam alkohol 3mg/mL pada suhu 23 0C Kelarutan
dalam air lebih dari 500mg/mL pada suhu 230C pKa  dalam air
3,54
Titik Didih 493.2°C at 760 mmHg
Titik Lebur 160-161℃

2.6.2 Asam Sitrat


(HOPE Edisi 6th )
Nama Kimia Asam Sitrat
Struktur 2-Hydroxy-1,2,3-peopanetricarboxylic acid
Kimia
Bobot 210,1
Molekul
Pemerian Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul halus,
putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau, rasa sangat asam.
Kelarutan Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol, agak
sukar larut dalam eter.
Titik Leleh 100℃
Sifat Kristal Asam sitrat mempunyai bentuk Kristal tidak berwarna atau
Kristal transparan atau Kristal berwarna putih.
Stabilitas Asam sitrat kehilangan air pada saat proses kristalisasi diudara
kering atau saat dipanaskan sekitar suhu 408℃.

2.6.3 Sodium Chloride


(Farmakope Indonesia Edisi III hal. 713 dan HOPE Edisi 6th hal. 637)
Nama Kimia Sodium Chloride
BM 58,44
Pemerian Serbuk Kristal putih, tidak berwarna, mempunyai rasa garam
pH 6,7-7,3
Kelarutan Sedikit larut dalam etanol, larut dalam 10 bagian gliserin, larut
dalam 2,8 bagian air dan 2,6 bagian pada suhu 100℃
Stabilitas Larutan sodium klorida stabil tetapi dapat menyebabkan
perpecahan partikel kaca dari tipe tertentu wadah kaca. Dalam
bentuk padatan stabil dan harus disimpan dalam wadahbtertutup
rapat sejuk dan tempat kering
Titik Lebur 801℃.

2.6.4 Etanol
(HOPE Edisi 6th )
Nama Kimia Etol Alkohol
Berat Molekul 46,07
Pemerian Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna, berbau khas dan
menyebabkan rasa terbakar pada lidah, mudah menguap
walaupun pasa suhu rendah dan mendidih pada suhu 78℃
Kelarutan Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua
pelarut organik
Penyimpanan Dalama wadah tertutup rapat, dan terlindungi dari cahaya
Titik Lebur -114℃
Titik Didih 78℃

2.6.5 Water for Injection (WFI)


Farmakope Indonesia Edisi IV hal. 112 dan HOPE Edisi 6th hal. 766)

Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau


Aplikasi dalam Digunakan sebagai air untuk sediaan injeksi. Air suling
Teknologi atau segar yang disuling kembali. digunakan untuk pelarut
Formulasi Sediaan dalam pembuatan obat suntik, yang akan disterilkan
Farmasi
sesudah dibuat.
Penyimpanan Dalam wadah dosis tunggal, botol kaca atau botol plastik,
tidak lebih dari 1 liter
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat
1. pH meter (1 buah)
2. Ampul 2 mL (10 buah)
3. Kaca arloji (2 buah)
4. Beaker glass (4 buah)
5. Batang pengaduk (1 buah)
6. Pinset (1 buah)
7. Pipet tetes (1 buah)
8. Spuit 3 cc (3 buah)
9. Kertas saring (4 buah)
10. Gelas ukur (1 buah)
11. Hot plate (1 buah)
12. Kertas whatman (1 buah)

3.2 Bahan
1. Ketorolac Tromethamine 3% (w/v)
2. Citric acid 0.1% (w/v)
3. Sodium chloride 0,435 % (w/v)
4. Ethanol 10% (v/v)
5. Water for injection
3.3 Skema Alur Fikir

Injeksi Steril Pelarut WFI

Sterilisasi

Bersifat basa Etanol 10%

Ketorolac
Tromethamine
Mudah teroksidasi

Asam Sitrat

Hipotonis NaCl

3.4 Perhitungan Tonisitas


 Metode Ekivalensi
Zat Konsentrasi E W Tonisitas
zat (%)
Ketorolac 3 0,149 0,03 gram 0,149 x 0,03 =
Tromethamine 0,00447
Citric acid 0,1 0,18 0,001 gram 0,18 x 0,001 =
0,00018
Total 0,00465

Rumus :
B = 0,9/100 x V – (WxE)
B = 0,9/100 x 1 – 0,00465
B = 0,00896
Berdasarkan perhitungan tersebut diketahui bahwa larutan tersebut dalam
keadaan hipotonis. Hal ini dikarenakan nilai B positif atau 0,9/100 x V > (WxE)
(Nila dan Hartati, 2016). Berdasarkan perhitungan tonisitas, diketahui jika sediaan
injeksi (IM) Ketorolac Tromethamine bersifat hipotonis. Sehingga diperlukan
penambahan NaCl sebagai tonicity adjustment agar sediaan menjadi isotonis.
NaCl yang dibutuhkan :
NaCl = 0,9 % – 0, 465 % = 0, 435 %
Jadi NaCl yang dibutuhkan agar sediaan menjadi isotonis adalah 0,00435 gram
dalam 1 ml sediaan.

3.5 Perhitungan Bahan


1. Ketorolac Tromethamine 3% (w/v)
3
Jumlah = x 13,1 ml
100
= 0,03 g/ml x 13,1 ml
= 0,393 g
2. Citric acid 0.1% (w/v)
0,1
Jumlah = x 13,1 ml
100
= 0,001 g/ml x 13,1 ml
= 0,0131 g
3. Sodium chloride 0,432 % (w/v)
0,435
Jumlah = x 13,1 ml
100
= 0,00435 g/ml x 13,1 ml
= 0,057 g
4. Ethanol 10% (v/v)
10
Jumlah = x 13,1 ml
100
= 0,1 ml/ml x 13,1 ml
= 1,31 ml
5. Water for injection
Vol = (N + 2) x (Vol. Yg dibuat + penambahan berapa)
Vol = (10 + 2) x (1 ml + 0,10)
Vol = 12 x 1,1 ml
Vol = 13,1 ml
3.6 Pengambilan Bahan
1. Ketorolac Tromethamine 3% (w/v) = 0,393 g
2. Citric acid 0.1% (w/v) = 0,0131 g
3. Sodium chloride 0,435 % (w/v) = 0,057 g
4. Ethanol 10% (v/v) = 1,31 ml
5. Water for injection = ad 13,1 ml

3.7 Deskripsi Bahan


1. Ketorolac
(Chemnet.com)
Nama Kimia 5-Benzoil-2,3-dihidro-1H-pyrrolizine-1-karboksilat compd
asam. dengan 2-Amino-2- (hidroksimetil) -1,3-propanadiol (1:
1)
Struktur
Kimia

Bobot 255.2686
Molekul
Pemerian Berbentuk kristal putih (off-white) , Larutan berwarna jernih
kekuningan
Kelarutan Kelarutan dalam alkohol 3mg/mL pada suhu 23 0C Kelarutan
dalam air lebih dari 500mg/mL pada suhu 230C pKa  dalam air
3,54
Titik Didih 493.2°C at 760 mmHg
Titik Lebur 160-161℃

2. Asam Sitrat
(HOPE Edisi 6th )
Nama Kimia Asam Sitrat
Struktur 2-Hydroxy-1,2,3-peopanetricarboxylic acid
Kimia
Bobot 210,1
Molekul
Pemerian Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul halus,
putih, tidak berbau atau praktis tidak berbau, rasa sangat asam.
Kelarutan Sangat mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol, agak
sukar larut dalam eter.
Titik Leleh 100℃
Sifat Kristal Asam sitrat mempunyai bentuk Kristal tidak berwarna atau
Kristal transparan atau Kristal berwarna putih.
Stabilitas Asam sitrat kehilangan air pada saat proses kristalisasi diudara
kering atau saat dipanaskan sekitar suhu 408℃.

3. Sodium Chloride
(Farmakope Indonesia Edisi III hal. 713 dan HOPE Edisi 6th hal. 637)
Nama Kimia Sodium Chloride
BM 58,44
Pemerian Serbuk Kristal putih, tidak berwarna, mempunyai rasa garam
pH 6,7-7,3
Kelarutan Sedikit larut dalam etanol, larut dalam 10 bagian gliserin, larut
dalam 2,8 bagian air dan 2,6 bagian pada suhu 100℃
Stabilitas Larutan sodium klorida stabil tetapi dapat menyebabkan
perpecahan partikel kaca dari tipe tertentu wadah kaca. Dalam
bentuk padatan stabil dan harus disimpan dalam wadahbtertutup
rapat sejuk dan tempat kering
Titik Lebur 801℃.

4. Etanol
(HOPE Edisi 6th )
Nama Kimia Etol Alkohol
Berat Molekul 46,07
Pemerian Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna, berbau khas dan
menyebabkan rasa terbakar pada lidah, mudah menguap
walaupun pasa suhu rendah dan mendidih pada suhu 78℃
Kelarutan Bercampur dengan air dan praktis bercampur dengan semua
pelarut organik
Penyimpanan Dalama wadah tertutup rapat, dan terlindungi dari cahaya
Titik Lebur -114℃
Titik Didih 78℃

5. Water for Injection (WFI)


Farmakope Indonesia Edisi IV hal. 112 dan HOPE Edisi 6th hal. 766)
Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau
Aplikasi dalam Digunakan sebagai air untuk sediaan injeksi. Air suling
Teknologi atau segar yang disuling kembali. digunakan untuk pelarut
Formulasi Sediaan dalam pembuatan obat suntik, yang akan disterilkan
Farmasi
sesudah dibuat.
Penyimpanan Dalam wadah dosis tunggal, botol kaca atau botol plastik,
tidak lebih dari 1 liter

BAB IV
HASIL FORMULASI
4.1 Injeksi (IM) Ketorolac Tromethamine
Injeksi (IM) Ketorolac Tromethamine biasanya digunakan untuk analgesik
(anti nyeri) golongan NSAID. Penggunaan jangka pendek (yaitu sampai 5 hari)
pengelolaan cukup parah, nyeri akut yang membutuhkan analgesik pada tingkat
opiat pada orang dewasa; terutama digunakan dalam kondisi pasca operasi
(Serdons, dkk, 2020).

4.2 Formulasi dan Konsentrasi


No Nama Bahan Konsentrasi Konsentrasi Kegunaan
yang
digunakan
1. Ketorolac - 3% (w/v) Zat aktif (Trissel 15th,
Tromethamine 2009)
2. Citric acid 0 – 1,0% 0.1% (w/v) Antioksidan (Kranz dan
Bradley, 2015)
3. Sodium chloride ≤ 0.9 0,435 % (w/v) Penstabil pH (HOPE
Edisi 6th, hal. 629)
4. Etanol ≤ 20% 10 % (v/v) Zat pembawa / kosolvent
(Serdons, dkk, 2020)
5. WFI - Ad 13,1 ml Pelarut (FI ed IV hal:96 )

4.3 Alasan Penggunaan Bahan


No. Nama Bahan Alasan
1. Ketorolac Ketorolac Tromethamine biasanya digunakan untuk
Tromethamine (anti nyeri) golongan NSAID. Penggunaan jangka
pendek (yaitu sampai 5 hari) pengelolaan cukup
parah, nyeri akut padaa orang dewasa; terutama
digunakan dalam kondisi pasca operasi. Ketorolac
Tromethamine ini bekerja dengan menghambat
sintesa prostaglandin dengan cara menghambat
kerja isoenzim COX-1 & COX-3. Serta mampu
menghambat sintesa prostaglandin dengan cara
menghambat kerja enzym cyclooxygenase (COX),
COX-1 & COX-2 pada jalur arachidonat tidak
melalui jalur opiat (Kirkland, 2017).
2. Citric acid Merupakan salah satu jenis bahan yang dapat
digunakan sebagai antioksidan dalam hal ini
mencegah terjadinya oksidasi dari suatu zat. Selain
itu ia dapat digunakan sebagai anti khelat dan pH
adjust (Kranz dan Bradley, 2015).
3. Sodium chloride NaCl digunakan sebagai larutan pengisotonis agar
sediaan injeksi setara dengan 0,9% larutan NaCl,
dimana larutan tersebut mempunyai tekanan
osmosis yang sama dengan cairan tubuh
(Ayuhastuti, 2016). NaCl juga merupakan zat
pengisotonis yang paling banyak digunakan (HOPE
6th hal : 637)
4. Etanol Etanol ini merupakan salah satu jenis alkohol yang
biasa digunakan sebagai larutan pembawa. Selain
itu ia dapat meningkatkan kelarutan dari suatu
bahan yang tidak larut dalam air (Mursyidi, 2002).
Dapat juga digunakan sebagai cosolvent untuk
beberapa obat yg tidak memiliki pengisotonis atau
sifat basa ,sangat sulit untuk meningkatkan
kelarutan dengan memberikan adjust ph (Howard
dan Gould, 1985)
5 WFI Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau.
Memiliki pH sebesar 7. Dan memang dapat
digunakan untuk pembuatan injeksi (HOPE 6 th
hal.768 dan FI ed IV hal ; 96)

4.5 Skema Kerja


1. Injeksi (IM) Ketorolac Tromethamine
Bahan

Disterilkan semua alat yang akan digunakan dengan metode sterilisasi


basah untuk alat-alat yang terbuat dari kaca dan dengan metode
sterilisasi kering untuk alat-alat yang terbuat dari metal. Setelah proses
sterilisasi alat selesai, meja kerja juga dilakukan sterilisasi dengan
teknik aseptik. Dan disterilkan ruangan. Difikasasi alat-alat yang akan
digunakan dengan menggunakan bunsen

Dikalibrasi botol sediaan injeksi ad 1 mL sebanyak 10 ampul.


Kemudian dilakukan penimbangan bahan menggunakan kaca arloji.
Ketorolac Tromethamine 0,393 g; Citric acid 0,0131 g; Sodium
chloride 0,057 g.
Pembuatan dilakukan di LAF. Kemudian dilarutkan setiap bahan ke
dalam WFI dan dihomogenkan. Sedangkan untuk Ketorolac
Tromethamine 0,393 g dilarutkan terlebih dahulu dalam 1,31 ml
etanol yang telah dicampur dengan WFI dan dihomogenkan.

Dilakukan sterilisasi awal dimana larutan Ketorolac Tromethamine


dengan metode filtrasi, sedangkan larutan Citric acid dan Sodium
chloride menggunakan autoklaf. Setlah itu dimasukkan larutan
Ketorolac Tromethamine kedalam beaker glass, kemudian
ditambahkan larutan Citric acid dan Sodium chloride secara bertahap
dan diaduk sampai homogen.

Dipindahkan larutan tersebut kedalam gelas ukur kemudian


ditambahkan larutan dengan WFI ad 13,1 mL. Diukur pH 6,9-7,9, jika
kurang basa ditambahkan NaOH, jika kurang asam ditambahkan HCl
pada larutan dan dilakukan filtrasi akhir dengan syringe filter

Dimasukkan larutan injeksi kedalam 10 ampul masing-masing


sebanyak 1 mL dengan menggunakan spuit. Dilakukan evalusi
sediaan (evaluasi fisika, evaluasi kimia, evaluasi biologi). Diberi
labeldan etiket

1. Sterilisasi Alat
Bahan

No Nama Alat Jumlah Cara Sterilisasi


1 Ampul 2 mL 10 buah Autoklaf (2 atm 121oC 30 menit)
2 Kaca arloji 2 buah Autoklaf (2 atm 121oC 30 menit)
3 Beaker glass 4 buah Autoklaf (2 atm 121oC 30 menit)
4 Batang pengaduk 1 buah Autoklaf (2 atm 121oC 30 menit)
5 Pinset 1 buah Oven (170oC 1 jam)
6 Pipet tetes 1 buah Autoklaf (2 atm 121oC 30 menit)
7 Spuit 3 cc 3 buah Autoklaf (2 atm 121oC 30 menit)
8 Gelas ukur 1 buah Autoklaf (2 atm 121oC 30 menit)
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pembuatan Injeksi

Injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk
yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara
parenteral, disuntikan dengan cara menembus atau merobek jaringan ke dalam
atau melalui kulit atau selaput lendir. Berdasarkan ukurannya injeksi dibagi
menjadi dua yaitu larutan intravena volume besar dan injeksi volume kecil.
Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan
dikemas dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 mL. Injeksi volume kecil
adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume 100 mL atau kurang
(Depkes RI, 2014).

Injeksi merupakan salah satu contoh sediaan dengan rute pemberian secara
parenteral, untuk mendapatkan formula sediaan parenteral yang baik maka harus
mempertimbangkan alasan penggunaan bahan tambahan (eksipien). Bahan
tambahan yang digunakan untuk sediaan parenteral ditujukan untuk beberapa
alasan yaitu: (1) mempertahankan kelarutan obat; (2) mempertahankan stabilitas
fisika dan kimia sediaan; (3) mempertahankan sterilitas sediaan jika sediaan
dikemas dalam wadah dosis ganda atau (4) meningkatkan kenyamanan pada saat
penghantaran sediaan kepada pasien misalnya mengurangi iritasi (Lukas, 2006).

Pada percobaan ini, dibuat sediaan ketorolac injeksi intramuskular volume


kecil atau biasa dikenal pula dengan small volume parenteral (SVP). Formulasi
yang digunakan ialah, Ketorolac Tromethamine sebagai zat aktif, Citric acid
sebagai antioksidan, Sodium chloride sebagai larutan pengisotonis, Etanol sebagai
larutan pembawa dan Co-solvent serta WFI sebagai pelarut. Sediaan dibuat
sebanyak 10 ampul dengan berat 30 mg/ml.

Injeksi intramuskular (IM) adalah pemberian obat/ cairan dengan cara


dimasukkan langsung ke dalam otot (muskulus). Pada orang dewasa tempat yang
paling sering digunakan untuk suntikan intramuskular adalah seperempat bagian
atas luar otot gluteus maximus, sedangkan pada bayi, tempat penyuntikan dibatasi
sebaiknya paling banyak 5 ml bila disuntikkan ke daerah gluteal dan 2 ml di
daerah deltoid. Tujuanya adalah agar absorsi obat dapat lebih cepat. Rute
intramuscular (IM) memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat dari pada rute
subcutan (SC), karena pembuluh darah lebih banyak terdapat di otot (Perry dan
Potter, 2005).

Sediaan ini merupakan sediaan steril. Dimana sediaan steril merupakan


sediaan steril, bebas partikel dan bebas pirogen. Dalam pengertian absolut, steril
berarti bebas dari mikroorganisme baik dalam bentuk vegetative maupun non
vegetatatif. Sterilitas suatu sediaan steril akan terjamin jika sediaan melalui proses
sterilisasi yang valid dan kemudian dikemas dalam bentuk dan kemasan yang
mampu mempertahankan keadaan steril ini (Ansel, 1989). Merujuk pada
pengertian tersebut, maka dalam melakukan pembuatan sediaan steril penting
sekali memastikan seluruh proses pembuatan sediaan dilakukan secara aseptis
hingga mampu menjamin kesterilannya.

Terdapat beberapa langkah yang dilakukan dalam manufaktur sediaan SVP


Ketorolac Tromethaminen Intramuskular ini, terlebih dahulu semua alat-alat yang
akan digunakan disterilkan dengan metode sterilisasi basah untuk alat-alat yang
terbuat dari kaca dan dengan metode sterilisasi kering untuk alat-alat yang terbuat
dari metal. Setelah proses sterilisasi alat selesai, meja kerja juga dilakukan
sterilisasi dengan teknik aseptik. Dan disterilkan ruangan. Difikasasi alat-alat yang
akan digunakan dengan menggunakan bunsen dengan tujuan mematikan mikroba
yag menempel di permukaan alat.

Sterilisasi yang digunakan untuk yang pertama adalah sterilisasi kering


dengan menggunakan oven dengan suhu 180 ̊C selama 30 menit. (Raudah, 2017).
Alat yang disterilisasi adalah pinset. Selanjutnya dilakukan sterilisasi basah
biasanya dilakukan dengan menggunakan autoklaf atau sterilisator uap yang
mudah diangkat (portable) dengan menggunakan air jenuh bertekanan pada suhu
121 ̊C selama 15 menit. Bahan-bahan yang biasanya disterilkan dengan cara ini
antara lain medium biakan yang umum, air suling, dan alat-alat dari karet (Ratna,
1993).

Setelah proses sterilisasi alat selesai, meja kerja juga dilakukan sterilisasi
dengan teknik aseptik yakni menyemprotkan etanol 70 % pada permukaan meja.
Teknik aseptis atau steril adalah suatu sistem cara bekerja (praktek) yang menjaga
sterilitas untuk mencegah kontaminasi yang tidak diinginkan. Dasar digunakannya
teknik aseptik adalah adanya banyak partikel debu yang mengandung
mikroorganisme (bakteri atau spora) yang mungkin dapat masuk ke dalam cawan,
mulut erlenmeyer, atau mengendap di area kerja. Pertumbuhan mikroorganisme
yang tidak diinginkan ini dapat mempengaruhi atau mengganggu hasil dari suatu
percobaan. Penggunaan teknik aseptik meminimalisir material yang digunakan
terhadap agen pengontaminasi (Hafsan, 2014). Penggunaan alkohol 70% ini
sesuai dengan literatur Rizan dan Diyah (2015) yang menyebutkan bahwa alkohol
akan lebih efektif dalam membunuh mikroorgaanisme dengan konsentrasi 70%,
karena dapat mendenaturasi protein, melarutkan lemak yang berpengaruh pada
membrane sel dan kapsul beberapa jenis virus, serta mempunyai aktifitas sebagai
bakterisida yang dapat membunuh bakteri dalam bentuk vegetatifnya.

Ruang kerja yang digunakan untuk pekerjaan aseptis adalah ruang steril,
ruangan ini harus senantiasa bersih, dinding dan lantai bersihkan setiap pagi
dengan zat anti kuman/desinfektan. Pada ruang kerja ini terdapat Laminar Air
Flow Cabinet sebagai alat utamanya. Alat ini pun harus dalam kondisi steril. Cara
melakukan teknik aseptis pada alat ini adalah sebagai berikut (Hafsan, 2014):

 Ruang bagian dalam Laminar Air Flow Cabinet disterilisasi dengan


menyemprotkan alkohol 70% dengan menggunakan hand sprayer
 Permukaan Laminar Air Flow Cabinet di basuh menggunakan alkohol 70%
 Alat dan bahan (Erlenmeyer, cawan petri, spatula, pipet tetes, pipet ukur,
skalpel, pinset, gunting dan cutter, baycline, kapas, betadine, hand sprayer
berisi alkohol 70%, lampu bunsen) diletakkan di Laminar Air Flow Cabinet
untuk disterilisasi menggunakan lampu UV selama +1 jam. Menurut
Cahyonugroho (2009), sinar ultraviolet mempunyai kemampuan dalam
menonaktifkan bakteri, virus dan protozoa tanpa mempengaruhi komposisi
kimia air. Absorpsi terhadap radiasi ultraviolet oleh protein, RNA dan DNA
dapat menyebabkan kematian dan mutasi sel. Oleh karena itu, sinar
ultraviolet dapa digunakan sebagai disinfektan.
 Sterilisasi ini mutlak dilakukan menjelang Laminar Air Flow Cabinet
digunakan sebelum inokulasi.

Difikasasi alat-alat yang akan digunakan dengan menggunakan bunsen.


Penggunaan bunsen disini tidak lain untuk menghindari kontaminasi dari alat-alat
yang akan digunakan.

Selanjutnya dikalibrasi botol sediaan injeksi ad 1 mL sebanyak 10 ampul.


Kalibrasi bertujuan untuk menentukan deviasi kebenaran konvensional nilai yang
menunjukkan suatu instrumen dan menjamin hasil-hasil pengukuran sesuai
dengan standart nasional maupun internasional (Dewan Standarisasi Nasional,
1990). Kemudian dilakukan penimbangan bahan menggunakan kaca arloji.
Jumlah penimbangan dilakukan berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan bhan.
Ketorolac Tromethamine dengan jumlah 0,393 g, Citric acid 0,0131 g dan Sodium
chloride 0,057 g.
Pembuatan sediaan dilakukan di LAF (Laminar air flow), yakni suatu tempat
atau meja kerja yang steril untuk melakukan kegiatan yang mengharuskan kondisi
steril. LAF mempunyai sistem penyaringan ganda yang memiliki efisiensi tingkat
tinggi, sehingga dapat berfungsi sebagai: penyaring bakteri dan bahan-bahan
eksogen di udara, menjaga aliran udara yang konstan di luar lingkungan dan
mencegah masuknya kontaminasi ke LAF (Harjanto dan Raharjo, 2017).

Setiap bahan dilarutkan ke dalam WFI. NaCl dilarutkan dalam WFI (1:2,8ml)
sedangakn asam sitrat dilarutkan dalam WFI (1:1 ml). Sedangkan zat aktifnya,
yakni Ketorolac Tromethamine dilarutkan terlebih dahulu ke dalam1,31 ml etanol
yang sebelumnya telah dilarutkan terlebih dahulu dengan WFI dan
dihomogenkan. Ketorolac Tromethamine dilarutkan terlebih dahulu dalam etanol
karena etanol berperan sebagai cairan pembawa serta mampu meningkatkan
kelarutan Ketorolac Tromethamine dalam WFI (Mursyidi, 2002). Serta ketorolac
sendriri memiliki sifat basa dengan pH 6,9-7,9 atau bahkan ada yang mengatakan
6-8,5, sangat sulit untuk meningkatkan kelarutan dengan memberikan adjust ph
(Howard dan Gould, 1985). Sehingga ditambahkan dengan kosolvent seperti
etanol. Setelah semua zat terlarut sempurna, selanjutnya dilakukan sterilisasi awal
di mana larutan Ketorolac Tromethamine dengan metode filtrasi, untuk menyaring
pirogen yang mungkin saja terkontaminasi selama proses penimbangan hingga
pencampuran.

Sterilisasi secara filtrasi (penyaringan) telah banyak digunakan untuk


mensterilkan medium laboratorium dan larutan yang dapat mengalami kerusakan
jika dipanaskan. Penyaringan dengan ukuran pori-pori 0,45 mikron atau kurang
akan menghilangkan jasad renik yang terdapat di dalam larutan tersebut.
Penyaring yang banyak digunakan terbuat dari gelas sinter, selulsa dan asbestos
atau penyaring Seitz. Pori-pori dari penyaring tersebut berkiras antara 0,22 sampai
10 mikron. Pori-pori yang lebih kasar biasanya digunakan untuk penjernihan
sebelum digunakan pori-pori yang lebih halus, sehingga tidak terjadi
penyumbatan. Penyaring yang biasa digunakan untuk bakteri tidak dapat menahan
atau menyaring virus atau mikoplasma (Ratna, 1993).

Sedangkan, untuk larutan Citric acid dan Sodium chloride disterilisasi awal
menggunakan autoklaf atau sterilisasi basah. Sterilisasi ini menggunakan air jenuh
bertekanan pada suhu 121℃ selama 15 menit dan dapat digunakan untuk
mensterilkan bahan apa saja yang dapat ditembus uap air (misalnya minyak) dan
tidak rusak bila dipanaskan dengan suhu yang berkisar antara 110℃ dan 121℃.
Bahan-bahan yang biasanya disterilkan dengan cara ini antara lain medium biakan
yang umum, air suling, peralatan laboratorium, biakan yang dibuang, medium
yang tercemar, dan bahan-bahan dari karet (Ratna, 1993).

Larutan Ketorolac Tromethamine yang telah difiltrasi, dimasukkan ke


dalam beaker glass, kemudian ditambahkan larutan Citric acid dan Sodium
chloride secara bertahap dan diaduk sampai homogen. Penambahan asam sitrat ini
dikarenakan ia merupakan salah satu jenis bahan yang dapat digunakan sebagai
antioksidan dalam hal ini mencegah terjadinya oksidasi dari suatu zat. Oleh
karena itu, asam sitrat disini berguna untuk menjaga kestabilan dari larutan
utamanya etanol yang digunakan, sehingga ia tidak akan mudah teroksidasi
(Kranz dan Bradley, 2015). Sedangkan untuk penambahan NaCl sendiri ialah
sebagai larutan pengisotonis. Berdasarkan perhitungan tonisitas, diketahui jika
sediaan injeksi (IM) Ketorolac Tromethamine bersifat hipotonis. Sehingga
diperlukan penambahan NaCl sebagai tonicity adjustment agar sediaan menjadi
isotonis. NaCl digunakan sebagai larutan pengisotonis agar sediaan injeksi setara
dengan 0,9% larutan NaCl, dimana larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis
yang sama dengan cairan tubuh (Ayuhastuti, 2016). Kemudian dipindahkan
larutan tersebut ke dalam gelas ukur dan ditambahkan larutan dengan WFI ad 13,1
mL. Diukur pH 6,9-7,9, jika kurang basa ditambahkan NaOH, jika kurang asam
ditambahkan HCl pada larutan.
Pengaturan larutan pada kondisi isohidris (pH = 7,4) adalah sangat berguna
untuk mencapai rasa bebas nyeri yang sempurna, meskipun hal ini sangat sulit
direalisasikan, namun pada kondisi isotonis dan sohidri, tetapi larutan dengan pH
4,0-7,5 masih bisa diterima. Hal ini dikarenakan adanya kondisi isotonis pada
infus yang menyebabkan konsentrasi dalam darah masih sama. Sehingga pada
rentang pH tersebut masih dapat diterima oleh tubuh. Sedangkan untuk pH
dibawah rentang pH yang telah ditetapkan maka ia akan dapat menyebabkan
timbulnya rasa nyeri sedangkan jika berada diatas rentang pH yang telah
ditetapkan maka akan menimbulkan terjadi kerusakan jaringan atau haemolisa
(Pratiwi dan Nuryanti, 2019).

Hal inilah yang menjadi dasar penambahan HCl dan NaOH agar ketika
sediaan tidak berada pada rentang yang ada maka akan ditambahkan HCl untuk
penambahan asam dan NaOH untuk penambahan basa. Konsentrasi yang
digunakan juga merupakan konsentrasi yang biasa digunakan sebagai penambah
basa atau asam yaitu 0,1 N (Pratiwi dan Nuryanti, 2019). Dan untuk pelarut yang
digunakan ialah WFI atau Water for Injection yang merupakan air murni yang
diproses dengan destilasi atau proses pemurnian lain untuk menghilangkan bahan
kimia hasil metabolit mikroba dan pathogen, sehingga memang dapat digunakan
untuk pelarut injeksi (Depkes RI, 1979).

Setelah dipastikan pH berada pada rentang 6,9-7,9, dilakukan filtrasi akhir


dengan syringe filter. Syringe filter merupakan salah satu jenis sterilisasi secara
filtrasi (peyaringan), di mana pori-pori dari penyaring tersebut berkiras antara
0,22 sampai 10 mikron. Pori-pori yang lebih kasar biasanya digunakan untuk
penjernihan sebelum digunakan pori-pori yang lebih halus, sehingga tidak terjadi
penyumbatan. Penyaring yang biasa digunakan untuk bakteri tidak dapat menahan
atau menyaring virus atau mikoplasma (Ratna, 1993).Setelah proses sterilisasi
akhir selesai, dimasukkan larutan injeksi kedalam 10 ampul masing-masing
sebanyak 1 mL dengan menggunakan spuit dan dilakukan evalusi sediaan
(evaluasi fisika, evaluasi kimia, evaluasi biologi). Langkah terakhir, diberi label
dan etiket yang sesuai.

6.2 Evaluasi Sediaan


1. Evaluasi Fisika
 Pemeriksaan Bahan Partikulat (FI IV hal 981-985)
Tujuan : memastikan bahan yang digunakan termasuk larutan yang
dikonstitusi dari zat padat steril untuk penggunaan parenteral, bebas dari
partikel yang dapat diamati pada pemeriksaan secara visual.
Prinsip : Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan membran,
lalu membran tersebut diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran
100x. Jumlah partikel dengan dimensi linier efektif 10 μm atau lebih dan
sama atau lebih besar dari 25 μm dihitung
Hasil : Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah rata- rata
partikel yang dikandung tidak lebih dari 10.000 tiap wadah yang setara atau
lebih besar dari 10 μm diameter sferik efektif dan tidak lebih dari 1000 tiap
wadah sama atau lebih besar dari 25 μm dalam dimensi linier efektif.
 Uji Kejernihan dan Warna (Goeswin, 2009, hal 201-203)
Tujuan : memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih dan bebas
pengotor
Prinsip : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk
menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar belakang putih untuk
menyelidiki pengotor berwarna
Hasil : memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan.
 Uji Kebocoran (Goeswin, 2009, hal 191)
Tujuan : memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan
volume serta kestabilan sediaan.
Prinsip : untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran tunggal
yang masih panas setelah selesai disterilkan, dimasukkan ke dalam larutan
metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru
akan masuk ke dalam karena perubahan tekanan di luar dan di dalam wadah
tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru. Untuk cairan
yang berwarna (b) lakukan dengan posisi terbalik, wadah takaran tunggal
ditempatkan diatas kertas saring atau kapas. Jika terjjadi kebocoran, maka
kertasa saring atau kapas akan basah.
Hasil : sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi
biru (prosedur a) dan kertas saring atau kapas tidak basah (prosedur b)
 Pemeriksaan pH (FI IV hal 1039-1040)
Alat : pH meter
Tujuan : Mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang
telah ditentukan
Prinsip : Pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang
telah dikalibrasi
Penafsiran Hasil : pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yaitu
 Volume Terpindahkan (FI V 1089)
Tujuan : Untuk menjamin bahwa volume larutan injeksi yang
dikemas dalam wadah dosis ganda sesuai dengan volume yang tertera pada
etiket.
Prosedur : Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah kedalam gelas
ukur kering terpisah dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua
setengah kali volume yang diukurdan telah dikalibrasi, secara hati-hati
untuk menghindarkan pembentukan gelembung udara pada waktu
penuangan dan diamkan selama tidak lebih 30 menit. Jika telah bebas dari
gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran.
Hasil : Sediaan memenuhi syarat apabila volume rata-rata larutan
yang diperoleh tidak kurang dari 100% dan tidak satupun kurang dari 95%
 Penetapan Bobot Jenis (FI V 1030)
Tujuan : Untuk mengetahui bobot jenis dari suatu zat cair
Prosedur : Prosedur : Gunakan piknometer bersih, kering dan telah
dikalibrasi dengan menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru
didihkan pada suhu 25ºC, atur hingga suhu zat uji lebih kurang 20ºC, lalu
masukkan kedalam piknometer. Atur suhu piknometer yang telah diisi
hingga suhu 25ºC, buang kelebihan zat uji dan timbang. Kurangkan bobot
piknometer kosong dari bobot piknometer yang telah diisi.
Hasil : Bobot jenis suatu zat adalah hasil yang diperoleh dengan
membagi bobot zat dengan bobot air, dalam piknometer. Kecuali dinyatakan
lain dalam monografi, keduanya ditetapkan pada suhu 25ºC.
2. Evaluasi Kimia (FI ed. III)
 Uji Identifikasi
Tujuan : Untuk menentukan ada tidaknya kandungan bahan aktif
dalam larutan injeksi
Prosedur :
• Pada sejumlah volume injeksi setara dengan 40 mg asam askorbat,
tambahkan 4 ml asam kklorida 0,1 N dan 4 tetes larutan metilen blue P,
hangatkan hingga suhu 40 C, warna biru tua yang terjadi berubah
menjadi biru muda atau hilang sempurna dalam waktu 3 menit.
• Pada sejumlah volume injeksi setara dengan 15 mg asam askorbat,
tambahkan 15 ml larutan asam triklorasetat P 5% b/v, dan tambahkan
lebih kurang 200mg arang jerap P, kocok kuat kuat selama 1 menit,
saring, jika perlu ulangi penyaringan hingga filtrate jernih. Pada 5 ml
filtrate tambahkan 1 tetes pirol P, goyangkan perlahan-lahan hingga larut,
panaskan diatas tangas air pada suhu 50 C.
Hasil : Terbentuk Warna biru
 Penetapan Kadar
Tujuan : Mengetahui apakah kadar yang dihasilkan pada sediaan injeksi
sesuai atau tidak dengan standar dan kadar yang diinginkan.

Prosedur :
Dibuat larutan standar dan serial larutan untuk kurva standar. masing-
masing larutan standar dimasukkan ke dalam vial HPLC menggunakan
injeksi penyaring.Vial diletakkan dalam alat HPLC dan amati waktu
retensi serta luas area dibawah kurva pada panjang gelombang
sesuai.Kemudian dipreparasi larutan sampel dan dimasukkan ke dalam vial
HPLC, Kemudian dideteksi atau diukur dengan HPLC.
Hasil : Penetapan kadar sampel sediaan injeksi ketorolac disesuaikan
dengan hasil komatogram standar. Perhitungan kadar ditetapkan dengan
kurva kalibrasi, jika kadarnya sama atau sangat mendekati maka sediaan
sudah sesuai.

3. Evaluasi Biologi (FI ed. IV, HAL 855-863)


Tujuan : Untuk menetapkan ada/tidaknya suatu jamur maupun bakteri yan
g hidup dalam sediaan dimana hal tersebut akan merusak sediaan.
Prosedur :

a. Uji fertilitas: Inokulasi duplo wadah tiap media secara terpisah dengan 10 hin
gga 100 mikroba viable dari tiap galur pada table
Parameter keberhasilan: Media uji memenuhi sayrat jika terjadi pertumbuha
n yang nyata dalam semua wadah media yang diinokulasikan dalam kurun wak
tu 7 hari
b. Uji sterilitas: Inokulasi langsung ke dalam media perbenihan lalu diinkubasi
pada suhu 2 sampai 25°C. Volume tertentu spesimen ditambahkan volume
tertentu media uji, diinkubasi selama tidak kurang dari 14 hari, kemudian amati
pertumbuhan secara visual sesering mungkin sekurang-kurangnya pada hari ke-
3atau ke-4 atau ke-5, pada hari ke-7 atau hari ke-8 dan pada hari terakhir dari
masa uji.
Parameter keberhasilan: Tidak adanya pertumbuhan mikroba seperti kekeruh
an dan atau pertumbuhan pada permukaan.

BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dalam praktikum ini antara lain :
1. Small Volume Parenteral (SVP) adalah merupakan sediaan injeksi
(suntikan) yang dikemas dalam wadah yang berlabel dengan volume
tidak lebih dari 100 ml. Pada percobaan ini, dibuat sediaan ketorolac
injeksi intramuskular volume kecil atau biasa dikenal pula dengan
small volume parenteral (SVP). Formulasi yang digunakan ialah,
Ketorolac Tromethamine sebagai zat aktif, Citric acid sebagai
antioksidan, Sodium chloride sebagai larutan pengisotonis, Etanol
sebagai larutan pembawa dan Co-solvent serta WFI sebagai pelarut.
Sediaan dibuat sebanyak 10 ampul dengan berat 30 mg/ml.
2. Penjaminan mutu sediaan steril tidak cukup hanya mengandalkan pada
suatu pengujian tertentu saja, namun seluruh proses harus dikendalikan
dan dipantau secara cermat dalam keadaan steril agar kualitas sediaan
steril yang dibuat bagus. Untuk menjamin Sediaan injeksi ketorolac
disini dilakukan sterilisasi dan evaluasi sediaan secara fisika, kimia
dan biologi.

DAFTAR PUSTAKA

Ayuhastuti, Anggreni. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi "Praktikum


Teknologi Sediaan Steril". Jakarta Selatan: Pusdik SDM Kesehatan
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia
Depkes RI, 2014. Farmakope Indonesia, Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia

Goeswin, Agoes. 2009. Sediaan Farmasi Steril. Penerbit ITB: Bandung.


Hafsan, 2014. Mikrobiologi Analitik. Makassar : Alauddin Press
Harjanto dan Raharjo, 2017. Peran Laminar Air Flow Cabinet Dalam Uji
Mikroorganisme Untuk Menunjang Keselamatan Kerja Mahasiswa Di
Laboratorium Mikrobiologi. Metana. Vol. 13(2):55-57

Howard J.R, dan Gould P.L. 1985. The use of co-solvents in parenteral
formulation of low-solubility drugs. International Journal of
PJmrmaceuties, Vol. 25

Kirkland, Québec. 2017. KETOROLAC TROMETHAMINE INJECTION USP.


Product Monograph of Pfizer Canada Inc.
Kranz, S. dan Bradley Bolling. 2015. Sugars and Citric Acid Differently Modulate
DPPH Antioxidant Activity in Polyphenol‐rich Fruit Juices. FASEB Journal
Vol. 29 No. 1
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Andi Offset.
Mursyidi, Ahmad. 2002. Alkohol dalam Obat dan Kosmetika. Tarjih Ed. 4
Nema. 2010. Pharmaceutical Dosage Forms: Parenteral Medication. New York:
Informa Healthcare

Niazi, Sarfaraz K. 2004. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing


Formulations Sterile Produk Volume. US: CRC Press LLC

Nila, Aster dan Hartati. 2016. Teknik Sediaan Tablet, Steril dan Pelayanan
Farmasi. Depok: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik Tenaga Kependidikan Bisnis
dan Pariwisata.
Perry dan Potter, 2005. Buku ajar fundamental keperawatan. Jakarta : EGC

Pratiwi, Hening dan Nuryanti. 2019. Petunjuk Praktikum Sediaan Farmasi Steril
(FAM 162408). Purwokerto: Universitas Jenderal Sudirman
Ratna. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Gramedia

Rowe, R.C. dkk. 2006. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed.


Jakarta:EGC (Pharmaceutical Press, London).
Rowe, R.C. dkk. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 5th Ed.
Jakarta:EGC (Pharmaceutical Press, London).
Sacha, Gregory A. 2011. Characteristic and Requiremenets for Small Volume
Parenteral. AS: Biopharma Solution

Serdons, Kim, dkk. 2020. The Presence of Ethanol in Radiopharmaceutical


Injections. J of Nuclear Medicine Vol. 49 No. 15
Trissel, Lawrence A. 2009. Handbook of Injectable Drug. American Society of
Health-System Pharmacists. Bethesda, Maryland

Anda mungkin juga menyukai