Anda di halaman 1dari 16

STABILITAS SEDIAAN CAIR

(GUIDELINE ASEAN)
SUSPENSI DAN SYRUP

DI SUSUN OLEH :
MUHAMMAD SYAUKI (201951136)
MUHAMMAD RIFQI FADHILA (201951137)
NOVA SIFATUL JANNAH (201951147)
SUJIATI (201951206)

DOSEN PENGAMPU : DEWI RAHMA FITRI, M.FARM., Apt

INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AL-KAMAL JAKARTA


Jl.Raya Al-Kamal No.2 Kedoya Selatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11520
Telp : 021-5811088
TAHUN AJARAN 2022/2023

1
KATA PENGHANTAR
Assalamualaikum, wr.wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada
ibu Dewi Rahma Fitri M.Farm selaku dosen mata kuliah farmasi fisika dan juga
kepada teman-teman yang telah membantu hingga proses pembuatan makalah ini
selesai.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Demikian, makalah ini ini kami buat terima kasih atas semua perhatian yang telah
diberikan, kurang lebihnya kami mohon maaf. Assalamualaikum, Wr.Wb

Jakarta, 19 agustus 2022

2
Daftar Isi

BAB I
Pendahuluan …….…………………………………………………….. 4
1.2 Latar Belakang …………………………………………………….. 4
1.3 Rumusan Masalah ………………………………………………… 4

BAB II
Tinjauan pustaka
1.1 Parameter Pengujian ………………………………………………. 7
1.2 Faktor yang mempengaruhi stabilitas ………………………….. 7
1.3 Metode Pengujian …………………………………………………... 8
1.4 Interpretasi Data …………………………………………………….. 9

BAB III
Penutup
1.1 Kesimpulan ………………………………………………………….. 14
1.2 Daftar Pustaka ………………………………………………………. 16

3
BAB I
Pendahuluan
LATAR BELAKANG
Dalam praktek pengobatan di masyarakat, sediaan racikan terutama untuk
anak masih sering ditemui, yaitu berupa sediaan racikan yang dibuat dengan
menghancurkan satu atau lebih sediaan tablet menjadi serbuk terbagi (puyer) atau
mencampurkan serbuk ke dalam sediaan sirup. Sediaan racikan diresepkan untuk
anak yang tidak dapat menelan tablet, membutuhkan sejumlah dosis terlarut dari
obat yang diperuntukkan untuk dewasa, atau tidak dapat menerima rasa tidak enak
dari obat (U.S. Food and Drug Administration, 2007). Akan tetapi, produk akhir
sediaan racikan menjadi kompleks dan terdiri dari banyak komponen yang tidak
diketahui dengan pasti dan memungkinkan adanya masalah kestabilan fisik,
kestabilan kimia, dan kemungkinan cemaran mikroba, yang akan berpengaruh
terhadap efikasi dan keamanan (Costello, et al, 2007).
Banyak sekali sediaan obat yang beredar di pasaran, seperti kapsul, tablet,
emulsi, suspensi dan lain-lain. Salah satu sediaan obat yang perlu diperhatikan
mengenai stabilitasnya adalah sediaan suspensi. Sediaan suspensi merupakan
salah satu sediaan cair dimana zat padat yang terdispersi ke dalam pembawanya.
Ada 2 macam bentuk suspensi yang beredar di pasaran yaitu suspensi siap pakai
dan suspensi yang terlebih dahulu dilarutkan ke dalam pembawanya. Suatu obat
diformulasikan ke dalam sediaan suspensi karena obat tersebut mempunyai
kelarutan yang rendah dalam air namun diperlukan dalam bentuk cairan agar lebih
mudah diterima oleh pasien yang sulit menelan dan dapat mengurangi rasa pahit.
Adapun keuntungan lain dari sediaan suspensi ini yaitu suspensi dapat mengurangi
penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air (Singh, Mishra dan Maurya, 2014).
Suspensi banyak digunakan karena mudah penggunaannya tehadap anak-
anak, bayi, dan juga orang dewasa yang sukar menelan tablet atau kapsul. Suspensi
juga dapat di beri zat tambahan untuk menutupi rasa tidak enak dari zat aktifnya.
Umumnya bentuk cair lebih disukai daripada bentuk tablet atau kapsul karena
mudah ditelan dan mudah di atur penyesuaian dosisnya untuk anak (Ansel, 1898).
Sediaan Sirup merupakan sediaan cair yang berupa larutan yang ditandai
dengan rasa manis dengan kandungan sakrosa tidak kurang dari 64% dan tidak
lebih dari 66,0%. Sediaan Sirup merupakan sediaan cair yang berupa larutan yang
ditandai dengan rasa manis dengan kandungan sakrosa tidak kurang dari 64% dan
tidak lebih dari 66,0%. Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau
gula lain yang berkadar tinggi (sirup simpleks adalah sirop yang hampir jenuh
dengan sukrosa). Kadar sukrosa dalam sirup adalah 64- 66%, kecuali dinyatakan
lain (Depkes RI, 1979). Sediaan Sirup merupakan sediaan cair yang berupa larutan

4
yang ditandai dengan rasa manis dengan kandungan sakrosa tidak kurang dari 64%
dan tidak lebih dari 66,0%.Sehingga penting bagi seorang farmasis untuk
mengetahui bagaimana caranya sediaan obat dalam bentuk suspensi tersebut bisa
bertahan dalam waktu yang lama tanpa mengganggu efektifitas dari obat tersebut
karena teknologi farmasi yang berkembang pesat tidak akan berpengaruh ketika
seorang farmasis dalam suatu industri tidak mengetahui mengenai kestabilan obat
(Deviarny, 2012). Sirup terdiri dari dari zat aktif, pelarut, pemanis, zat penstabil,
pengawet, pengental, pewarna, pewangi, perasa, dan pengisotonis. Zat aktif
merupakan zat utama / zat yang berkhasiat dalam sediaan sirup. Pelarut merupakan
cairan yang dapat melarutkan zat aktif atau biasa disebut sebagai zat pebawa.
Contoh pelarut adalah air, gliserol, propilenglikol, etanol, eter. Pemanis merupakan
zat tambahan dalam suatu sirup, pemanis ditambahkan untuk memberikan rasa
manis pada sirup. Zat penstabil dimaksudkan untuk menjaga agar sirup dalam
keadaan stabil contoh dari zat penstabil adalah antioksidan, pendapar,
pengkompleks. Pengawet ditambahkan pada sediaan sirup bertujuan agar sirup
tahan lama dan bisa di pakai berulang- ulang.
Pewarna adalah zat tambahan untuk sediaan sirup atau biasa disebut corigen
coloris. Pewarna ditambahkan jika diperlukan. Penambahan pewarna biasanya agar
sediaan menjadi lebih menarik dan tidak berwarna pucat. Pewarna yang digunakan
umumnya larut dalam air dan tidak bereaksi dengan komponen lain dalam syrup dan
warnanya stabil dalam kisaran pH selama penyimpanan. Penampilan keseluruhan
dari sediaan cair terutama tergantung pada warna dan kejernihan. Pemilihan warna
biasanya dibuat konsisten dengan rasa. Penambahan pengental kedalam sediaan
sirup hanya jika diperlukan. Pemberikan pewangi ditambahkan hanya jika diperlukan
saja, bertujuan agar obat berbau harum dan menutupi bau zat aktif yang kurang
sedap. Contoh dari pewangi adalah essens straw, oleum rosae, dll. Penambahan
perasa ini hanya jika diperlukan, ditambahkan jika sediaan sirup yang akan di
berikan pada pasien kurang enak atau terlalu pahit. Unsur sirup yang terakhir yaitu
pengisotonis yang biasanya ditambahkan pada sediaan steril (Van, 1990).
Rumusan Masalah
⚫ Mengetahui stabilitas sediaan suspensi dan syrup
⚫ Mengetahui parameter pengujian dari beberapa sediaan suspensi dari jurnal
terkait
⚫ Mengetahui metode penelitian yang dilakukan secara bertahap terhadap zat aktif
yang digunakan
Tujuan
Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan rekomendasi tentang paket studi
stabilitas inti yang diperlukan untuk produk obat, tetapi memberikan fleksibilitas yang
cukup untuk mencakup berbagai situasi praktis yang berbeda yang mungkin
dihadapi karena pertimbangan ilmiah khusus dan karakteristik produk yang sedang

5
dievaluasi. Pedoman ini juga dapat digunakan untuk mengusulkan umur simpan
berdasarkan data stabilitas yang dihasilkan dari paket studi.

6
BAB II
Tinjauan pustaka

Stabilitas merupakan faktor penting dari kualitas, keamanan dan kemanjuran


produk obat. Ketidakstabilan produk obat dapat mengakibatkan perubahan fisik
(seperti kekerasan, laju disolusi, pemisahan fase, dll) serta karakteristik kimia
(pembentukan zat dekomposisi berisiko tinggi). Ketidakstabilan mikrobiologis dari
produk obat steril juga bisa berbahaya. Pada prinsipnya, pengujian stabilitas harus
bias terhadap kondisi yang lebih stres daripada kondisi stres yang lebih sedikit
sehingga memberikan margin kesalahan yang menguntungkan pasien dan untuk
meningkatkan kemungkinan mengidentifikasi zat atau formulasi yang menimbulkan
masalah stabilitas tertentu. Tujuan studi stabilitas adalah untuk menentukan masa
simpan, yaitu jangka waktu penyimpanan pada kondisi tertentu dimana produk obat
masih memenuhi spesifikasi yang ditetapkan. Studi stabilitas terdiri dari serangkaian
pengujian untuk memperoleh jaminan stabilitas produk obat, yaitu pemeliharaan
spesifikasi produk obat yang dikemas dalam bahan kemasan yang ditentukan dan
disimpan pada kondisi penyimpanan yang ditetapkan dalam jangka waktu yang
ditentukan. Kondisi umum untuk pengujian stabilitas jangka panjang di kawasan
ASEAN adalah Kondisi IVb (30 oC/75% RH).
Suatu obat dapat dikatakan stabil jika kadarnya tidak berkurang dalam
penyimpanan. Adapun ketika obat berubah warna, bau, dan bentuk serta terdapat
cemaran mikroba maka dapat disimpulkan bahwa obat tersebut tidak stabil (Fitriani,
2015). Evaluasi pada formulasi obat khususnya untuk uji stabilitas dapat digunakan
2 metode yaitu uji stabilitas real time dan uji stabilitas dipercepat. Untuk kedua
metode tersebut yang harus dilakukan adalah mengambil 10 atau lebih formulasi lalu
ditempatkan pada kondisi real time (misalnya 5o C) dan kondisi saat stabilitas
dipercepat (misalnya 30°C / 65% RH). Waktu yang dibutuhkan untuk menguji
stabilitas tersebut adalah 6 sampai 2 tahun atau untuk masing-masing formulasi
adalah 1 sampai 3 bulan penelitian (Kelly. 2008).
Stabilitas obat merupakan salah satu pengujian yang penting dalam evaluasi
obat, salah satunya adalah dengan mengetahui pengaruh suhu terhadap stabilitas
obat. Adapun jika dilihat dari beberapa jurnal penelitian menunjukkan bahwa suhu
dapat mempengaruhi stabilitas obat, khususnya sediaan suspensi. Dalam jurnal
penelitian yang menjelaskan mengenai suspensi diklofenak pada suhu 4°C, 22°C,
40°C,60°C, suhu yang paling stabil adalah pada suhu 4°C (96,3%) dan terjadi
penurunan kadar yang signifikan pada suhu 40°C (89,58%) dan 60°C (85,17%).
Contoh efek yang merugikan saat suatu obat tidak stabil antara lain lidokain
dapat meningkat kadar zat aktifnya jika kehilangan aliran perfusi sehingga terkadang
pelarut dapat menguap dan menyebabkan zat aktif lidokain dapat meningkat,
parameter yang dapat dilakukan untuk menguji stabilitas lidokain tersebut adalah
dengan menguji stabilitas dalam wadah terakhir. Contoh lain adalah pembentukan
7
epianhydrotetracycline dari tetrasiklin dapat menjadi toksik karena terjadi degradasi
komponen obat, sehingga parameter yang dapat dilakukan untuk menguji stabilitas
obat tersebut adalah dengan menghitung jumlah produk yang terdegradasi selama
shelf-life (Bajaj, 2012).
1.1 Parameter Pengujian
Studi stabilitas harus mencakup pengujian atribut produk obat yang rentan terhadap
perubahan selama penyimpanan dan mungkin mempengaruhi kualitas, keamanan
dan/atau kemanjuran. Pengujian harus mencakup, sebagaimana mestinya, atribut
fisik, kimia, biologi dan mikrobiologi, kandungan pengawet (misalnya antioksidan,
pengawet antimikroba), dan uji fungsionalitas (misalnya, untuk sistem pemberian
dosis). Prosedur analitis harus sepenuhnya divalidasi dan menunjukkan stabilitas
sesuai dengan pedoman ASEAN tentang Validasi Analitik. Apakah dan sejauh mana
replikasi harus dilakukan akan tergantung pada hasil dari studi validasi. Secara
umum, penampilan, pengujian dan produk degradasi harus dievaluasi untuk semua
bentuk sediaan. Untuk produk generik, produk degradasi harus menggunakan
kompendia saat ini sebagai persyaratan minimum. Daftar parameter berikut untuk
setiap bentuk sediaan disajikan sebagai panduan untuk jenis tes yang akan
dimasukkan dalam studi stabilitas. Daftar tes yang disajikan untuk setiap bentuk
sediaan tidak dimaksudkan untuk lengkap, juga tidak diharapkan bahwa setiap tes
yang terdaftar dimasukkan dalam desain protokol stabilitas untuk produk obat
tertentu (misalnya, tes bau harus dilakukan hanya bila diperlukan dan dengan
pertimbangan keselamatan analis).
Larutan dan Suspensi Oral
Larutan dan Suspensi Oral harus dievaluasi penampakannya (termasuk
pembentukan endapan, kejernihan larutan), warna, bau, penetapan kadar, produk
degradasi, pH, viskositas, kandungan pengawet dan batas mikroba, penampilan,
pengujian, produk degradasi, pembubaran (atau disintegrasi, jika dibenarkan), kadar
air, dan kekerasan / kerapuhan. Selain itu untuk suspensi, redispersibilitas, sifat
reologi dan ukuran rata-rata dan distribusi partikel harus dipertimbangkan. Setelah
penyimpanan, sampel suspensi harus disiapkan untuk pengujian sesuai dengan
label yang direkomendasikan (misalnya kocok dengan baik sebelum digunakan).

1.2 Faktor yang mempengaruhi stabilitas obat antara lain :


a. Oksigen Oksigen merupakan senyawa yang memegang peranan penting dalam
reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi ini dapat mempengaruhi kestabilan obat karena
dapat mendegradasi obat tersebut. b. Suhu Suhu yang tinggi dapat mempengaruhi
semua reaksi kimia. Kenaikan suhu akan mempercepat reaksi kimia suatu obat.
Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan stabilitas obat menjadi berkurang dan
akhirnya menyebabkan penurunan kadar dari obat tersebut.

8
c. pH pH dapat mempengaruhi tingkat dekomposisi obat,. Obat biasanya Farmaka
Suplemen Volume 14 Nomor 2 4 stabil pada pH 4 sampai 8. Dengan adanya
penambahan asam ataupun basa dapat menyebabkan penguraian larutan obat
menjadi dipercepat dan menyebabkan obat menjadi tidak stabil. (Gokani, H. Rina D,
N. Kinjal, 2012).
Pencampuran obat
untuk setiap produk obat atau pengencer yang dimaksudkan untuk digunakan
sebagai aditif untuk produk obat lain, ada potensi ketidakcocokan. Dalam kasus
seperti itu, produk obat yang diberi label untuk diberikan dengan tambahan produk
obat lain (misalnya parenteral, larutan inhalasi), harus dievaluasi stabilitas dan
kompatibilitasnya dalam campuran dengan produk obat lain atau dengan pengencer
baik secara tegak lurus maupun terbalik. -orientasi samping, jika diperlukan. Protokol
stabilitas harus menyediakan pengujian yang sesuai untuk dilakukan pada 0-, 6-
hingga titik waktu 8 dan 24 jam, atau sebagaimana mestinya selama periode
penggunaan yang dimaksudkan pada suhu penyimpanan/penggunaan yang
direkomendasikan. Pengujian harus mencakup penampilan, warna, kejernihan,
pengujian, produk degradasi, pH, partikel, interaksi dengan
wadah/penutupan/perangkat dan sterilitas. Data pendukung yang sesuai dapat
diberikan sebagai pengganti evaluasi degradasi foto.

1.3 Metode Pengujian


Sumber acuan review artikel ini dilakukan dengan mengambil dari beberapa
referensi berupa jurnal ilmiah dan artikel ilmiah yang berkaitan stabilitas obat
sediaan suspensi. jurnal berbahasa Indonesia dengan kata kunci jurnal uji stabilitas
sediaan suspensi. Adapun jurnal yang digunakan adalah sebanyak 5 jurnal yang
memuat tentang stabilitas obat. Kriteria inklusi untuk review makalah ini adalah
jurnal ilmiah yang merupakan naskah publikasi yang memuat tema mengenai
stabilitas obat sediaan suspensi yang merupakan jurnal ilmiah dengan publikasi
nasional maupun internasional. Kriteria eksklusi untuk review jurnal yang tidak
membahas secara detail mengenai tema stabilitas obat sediaan suspensi.
Adapun beberapa metode pengujian yang dilakukan berdasarkan jurnal yang dipilih :
Penyiapan Sampel
Analisa kadar zat aktif
Uji linearitas
Pengukuran Ph sediaan
Pengukuran viskositas sediaan
Uji antibakteri

9
Pewarnaan gram
Redispersibilitas

1.4 Interpretasi data


Berikut disajikan beberapa hasil dari pengujian yang dilakukan dengan
menreferensikan 5 jurnal terkait kestabilan suspensi ;

1. Jurnal 1 dengan judul “uji stabilitas fisik dan kimia sediaan sirup racikan
yang mengandung erdostein”
Analisa Data Kadar zat aktif erdostein, pH, dan viskositas pada setiap waktu
pengujian kemudian dibandingkan dengan nilai awal (t0). Kemudian dihitung
persentase perubahan kadar zat aktif dan viskositas dan dilanjutkan analisa
secara statistik dengan metode uji t berpasangan (paired-samples t test) dengan
selang kepercayaan 95%. Analisa statistik dilakukan dengan bantuan software
SPSS versi 20. Untuk perbandingan, dihitung pula besar perubahan kadar zat
aktif, pH, dan viskositas suspensi erdostein tunggal.

Kadar zat aktif Erdostein dalam sampel obat racikan baik yang disimpan di lemari es
(4oC) maupun suhu kamar (25oC) mengalami perubahan kadar di setiap waktu
pengujian, dibandingkan kadar awal. Perubahan kadar terbesar terjadi pada hari ke-
6 (mencapai 8,98%). pH sampel racikan meningkat signifikan secara statistik
(p<0,05) di kedua kondisi penyimpanan, dibandingkan pH awal, terutama pada hari
ke-7 (mencapai 10,21%). Viskositas pada kedua kondisi penyimpanan mengalami
peningkatan yang signifikan secara statistik (p<0,05) dibandingkan viskositas awal,
terutama mulai hari ke-5. Peningkatan viskositas sirup racikan yang disimpan di
lemari es lebih besar (mencapai 228,58%) daripada viskositas sirup racikan yang
disimpan di suhu kamar (mencapai 179,46%).

2. Jurnal 2 dengan judul “uji stabilitas fisik dan daya antibakteri suspensi
eritromisin dengan suspending agent pulvis gummi arabici”
Data hasil evaluasi stabilitas fisik suspensi eritromisin (volume sedimentasi,
mudah tidaknya dituang, ukuran partikel, viskositas, dan redispersibilitas) dan

10
pengukuran diameter zona hambat pada media agar diuji distribusi normalnya
dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Data kemudian dilakukan uji anava dua jalan
dengan taraf kepercayaan 95%. analisis dilanjutkan dengan t independent-test

Suspensi formula I yang mengandung PGA konsentrasi 5% memiliki stabilitas yang


paling baik, karena memiliki ukuran partikel yang kecil dan konstan selama
penyimpanan, volume sedimentasi yang terbentuk lambat, memberikan waktu tuang
dan waktu untuk suspensi terdispersi kembali cepat.
Suspensi masih memiliki daya antibakteri sampai penyimpanan hari ke-60. formula-II
yang mengandung PGA konsentrasi 75% mempunyai diameter yang konstan
selama penyimpanan.

3. Jurnal 3 berjudul “studi literatur uji stabilitas sediaan farmasi bahan


alam”
Sirup mengandung ekstrak temulawak

Rimpang temulawak dapat menyebabkan sekresi empedu lebih banyak, sehingga


mampu merangsang nafsu makan (Puspita dkk, 2012). Berdasarkan pengujian
stabilitas sirup yang mengandung ekstrak temulawak dilakukan dengan metode uji
dipercepat yang disimpan pada kondisi penyimpanan suhu 40ºC selama 8 minggu
hasil pengujian menunjukan tidak terjadinya perubahan tekstur, warna, bau dan rasa
pada sediaan. Hal ini menunjukan bahwa sediaan sirup yang mengandung ekstrak
temulawak stabil pada suhu 40ºC selama penyimpanan 8 minggu (Sayuti dkk,
2014).

4. Jurnal 4 berjudul “pengaruh suhu terhadap stabilitas obat sediaan


suspensi”
Sediaan suspensi diklofenak
Pengujian stabilitas dari suspensi diklofenak dilakukan dengan metode stabilitas
dipercepat dengan menggunakan suhu 4°C, suhu kamar dan suhu 40° -60°C

11
selama 13 minggu. Berikut hasil dari stabilitas suspense diklofenak pada berbagai
suhu. Dari data yang tertera di atas dapat diketahui bahwa pada suhu 4°C adalah
suhu yang paling stabil untuk suspense diklofenak karena penurunannya tidak lebih
dari 5%, pada suhu kamar pun dapat dikatakan bahwa stabilitas diklofenak masih
dalam keadaan baik. Namun penurunan kadar dan kualitas terjadi pada suhu 40°C

dan 60°C. Secara keseluruhan pada suhu 4°C dan suhu kamar kemurnian, waktu
simpan, kerapatan dan viskositas dari suspensi diklofenak masih dalam keadaan
stabil (Nazir, Ali, Irfan et all, 2011).

5. Jurnal 5 yang berjudul “formulasi dan uji stabilitas sediaan sirup anti
alergi dengan bahan aktif chlorpheniramin maleat (CTM)”

Evaluasi dilakukan dengan pemeriksaan organoleptis, pemeriksaan pH,


pemeriksaan BJ, pemeriksaan viskositas,. Evaluasi dilakukan setelah penyimpanan
selama seminggu. Zat aktif yang dipilih adalah CTM yang dibuat menjadi sediaan
sirup yang ditujukan untuk anak –anak usia 6-12 tahun. Digunakan zat aktif CTM
karena CTM berkhasiat sebagai pereda gejala alergi yang memiliki efek samping
sedikit dan dapat memberikan efek terapi lebih cepat dengan dosis yang sedikit dari
pada obat antihistamin yang lain, memiliki sifat fisika kimia yakni untuk kelarutan,
CTM mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol 95% dan kloroform, sukar
larut dalam eter dan dalam benzena (FI Edisi III, 1979). Oleh karena itu CTM di
formulasi dalam bentuk sediaan sirupkarena CTM larut air (FI Edisi III, 1979)
12
sehingga cocok dijadikan sediaan sirup, dan sediaansirup juga dapat menutupi rasa
pahit zat aktif sehingga lebih disukai anak-anak karena rasanya yang
manis.Pembuatan sediaan sirup CTM ini menggunakan sukrosa dengan kadar 60%,
hal ini sesuai dengan literatur pada FI III, 1979 yang menyatakan bahwa dalam
sediaan cair berupa larutan (sirup) mengandung sukrosa dengan kadar tidak kurang
dari 60% dan tidak lebih dari 66,0%. Sediaan sirup dalam satu kemasan berisi 60 ml
dengan kadar 4 mg dalam 5 ml. dengan kadar 30%, digunakan zat pengawet
tersebut karena dapat stabil dalam pH 4-5 (Marthindalle, ed 28)ini sesuai dengan pH
yang diinginkan dalam spesifikasisediaan sirup CTM. Sebagai zat pendapar
digunakan kombinasi asam sitrat dengan natrium sitrat dengan konsentrasi masing –
masing 0.2% karena digunakan untuk menstabilkan pH sediaan dalam rentan 4 – 5,
digunakan dapar asam sitrat karena memiliki 3 nilai Pka dan rentang pH cukup
panjang 2,1 –7,4 (Martindale ed 28) dikombinasikan dengan natrium sitrat karena
dapat menstabilkan sediaan pada pH 4 -5.

13
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :
Jurnal 1
Kadar zat aktif Erdostein dalam sampel obat racikan baik yang disimpan di lemari es
(4oC) maupun suhu kamar (25oC) mengalami perubahan kadar di setiap waktu
pengujian, dibandingkan kadar awal. Perubahan kadar terbesar terjadi pada hari ke-
6 (mencapai 8,98%). pH sampel racikan meningkat signifikan secara statistik
(p<0,05) di kedua kondisi penyimpanan, dibandingkan pH awal, terutama pada hari
ke-7 (mencapai 10,21%). Viskositas pada kedua kondisi penyimpanan mengalami
peningkatan yang signifikan secara statistik (p<0,05) dibandingkan viskositas awal,
terutama mulai hari ke-5. Peningkatan viskositas sirup racikan yang disimpan di
lemari es lebih besar (mencapai 228,58%) daripada viskositas sirup racikan yang
disimpan di suhu kamar (mencapai 179,46%).
Jurnal 2
1. Suspensi formula I yang mengandung PGA konsentrasi 5% memiliki stabilitas
yang paling baik, karena memiliki ukuran partikel yang kecil dan konstan selama
penyimpanan, volume sedimentasi yang terbentuk lambat, memberikan waktu tuang
dan waktu untuk suspensi terdispersi kembali cepat.
2. Suspensi masih memiliki daya antibakteri sampai penyimpanan hari ke-60.
Formula II yang mengandung PGA konsentrasi 7,5% mempunyai diameter yang
konstan selama penyimpanan
Jurnal 3
Stabilitas fisika sediaan farmasi yang mengandung bahan alam dapat diketahui
dengan uji organoleptis seperti perubahan warna, rasa, bau dan tekstur.
Jurnal 4
Dari beberapa jurnal yang membahas mengenai stabilitas obat sediaan suspensi
membuktikan bahwa suhu adalah salah satu faktor yang mempengaruhi stabilitas
obat sediaan suspensi karena dengan perbedaan suhu akan mempengaruhi pH,
kadar dan lain-lain dan pada akhirnya akan mempengaruhi efek dari obat tersebut.
Sehingga perlu diperhatikan di suhu berapakah suatu obat dapat stabil dalam
penyimpanan.

14
Jurnal 5
1. Berdasarkan dari hasil praktikum sediaan sirup CTM dapat disimpulkan
bahwa: Beberapa formulasi yang digunakan untuk pembuatan sirup CTM
meliputi CTM sebagai zat aktif, propilen glikol sebagai pengawet dan
kosolven, sukrosa sebagai pemanis, asam sitrat sebagai buffer dan
antioksidan, esensial jeruk sebagai perasa, sunset yellow sebagai pewarna,
aquadest sebagai pekarut, dan natrium sitrat sebagai dapar.
2. Berdasarkan hasil evaluasi formulasi sediaan sirup CTM. Bahwa untuk uji
organoleptik, ph, BJ, dan viskositas sudah sesuai yang diinginkan, hanya saja
pada kandungan uji mikroba yang dibiarkan selama 1 munggu terdapat jamur
dan mikroba, kemungkinan karena kurangnya zat penganwet ysng digunakan
pada sediaan sirup.

15
Daftar pustaka
Fetri L., dan Aprilia Hilda., 2012. Uji stabiitas fisik dan kimia sediaan sirup racikan
yang mengandung erdostein . Bandung: Program Studi Farmasi Universitas Islam
Bandung.
Rahman,IR. et al., 2011. Pharmacon vol 12 no 2; uji stabilitas fisik dan daya
antibakteri suspensi eritromisin dengan suspending agent pulvis gummi arabici.(hal
44-49) Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Oktami Ella, Lestari Fetri, dan Aprilia Hilda., 2021. Studi literatur uji stabilitas sediaan
farmasi bahan alam. Bandung: Program Studi Farmasi Universitas Islam Bandung.
Zaini Nur Alifah, Gozali Dolih., 2012. Farmaka: Suplemen volume 14 nomor 2;
Pengaruh suhu terhadap stabilitas obat sediaan suspensi.Bandung: Fakultas
Farmasi Universitas Padjajaran.
Zainuddin Fickri Djelang., 2018. Formulasi dan uji stabilitas sediaan sirup anti alergi
dengan bahan aktif Chlorpheniramine Maleata(CTM) Vol 1 No 1 Sidoarjo: STIKES
Rumah Sakit Anwar Medika.
ASEAN, (2005). ASEAN Guideline on Stability Study of Drug Product
Farmakope Indonesia Edisi III, 1979).
Marthindalle, ed 28

16

Anda mungkin juga menyukai