Anda di halaman 1dari 29

FARMASI FISIKA

STABILITAS SEDIAAN CAIR


Guideline Asean
Suspensi dan syrup
Dosen pengampu : DEWI RAHMA FITRI,
M.Farm., Apt.

DISUSUN OLEH KELOMPOK 7

MUHAMAD SYAUQI (201951136)


MUHAMMAD RIFQI FADHILA (201951137)
NOVA SIFATUL JANNAH (201951147)
SUJIATI (201951206)
SUSPENSI
Sediaan suspensi merupakan salah satu sediaan cair dimana zat padat yang
terdispersi ke dalam pembawanya. Ada 2 macam bentuk suspensi yang beredar
di pasaran yaitu suspensi siap pakai dan suspensi yang terlebih dahulu dilarutkan
ke dalam pembawanya. Suatu obat diformulasikan ke dalam sediaan suspensi
karena obat tersebut mempunyai kelarutan yang rendah dalam air namun
diperlukan dalam bentuk cairan agar lebih mudah diterima oleh pasien yang sulit
menelan dan dapat mengurangi rasa pahit. Adapun keuntungan lain dari sediaan
suspensi ini yaitu suspensi dapat mengurangi penguraian zat aktif yang tidak
stabil dalam air (Singh, Mishra dan Maurya, 2014).
Suspensi juga dapat di beri zat tambahan untuk menutupi rasa tidak enak dari zat
aktifnya. Umumnya bentuk cair lebih disukai daripada bentuk tablet atau kapsul
karena mudah ditelan dan mudah di atur penyesuaian dosisnya untuk anak
(Ansel, 1898).
Stabilitas obat merupakan salah satu pengujian yang penting dalam
evaluasi obat, salah satunya adalah dengan mengetahui pengaruh suhu
terhadap stabilitas obat. Adapun jika dilihat dari beberapa jurnal
penelitian menunjukkan bahwa suhu dapat mempengaruhi stabilitas
obat, khususnya sediaan suspensi

Dalam jurnal penelitian yang menjelaskan mengenai suspensi


diklofenak pada suhu 4°C, 22°C, 40°C,60°C, suhu yang paling stabil
adalah pada suhu 4°C (96,3%) dan terjadi penurunan kadar yang
signifikan pada suhu 40°C (89,58%) dan 60°C (85,17%).
Sediaan sirup

Sediaan Sirup merupakan sediaan cair yang berupa larutan yang ditandai dengan
rasa manis dengan kandungan sakrosa tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari
66,0%. Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain yang
berkadar tinggi (sirup simpleks adalah sirop yang hampir jenuh dengan sukrosa).
Kadar sukrosa dalam sirup adalah 64- 66%, kecuali dinyatakan lain (Depkes RI,
1979). Sediaan Sirup merupakan sediaan cair yang berupa larutan yang ditandai
dengan rasa manis dengan kandungan sakrosa tidak kurang dari 64% dan tidak
lebih dari 66,0%.

Sirup terdiri dari dari zat aktif, pelarut, pemanis, zat penstabil, pengawet,
pengental, pewarna, pewangi, perasa, dan pengisotonis. Zat aktif merupakan zat
utama / zat yang berkhasiat dalam sediaan sirup.
Stabilitas
Stabilitas merupakan faktor penting dari kualitas, keamanan
dan kemanjuran produk obat. Ketidakstabilan produk obat
dapat mengakibatkan perubahan fisik (seperti kekerasan,
laju disolusi, pemisahan fase, dll) serta karakteristik kimia
(pembentukan zat dekomposisi berisiko tinggi).
Ketidakstabilan mikrobiologis dari produk obat steril juga
bisa berbahaya
• Pada prinsipnya, pengujian stabilitas harus bias terhadap kondisi
yang lebih stres daripada kondisi stres yang lebih sedikit sehingga
memberikan margin kesalahan yang menguntungkan pasien dan
untuk meningkatkan kemungkinan mengidentifikasi zat atau
formulasi yang menimbulkan masalah stabilitas tertentu.

• Tujuan studi stabilitas adalah untuk menentukan masa simpan, yaitu


jangka waktu penyimpanan pada kondisi tertentu dimana produk
obat masih memenuhi spesifikasi yang ditetapkan
Studi stabilitas terdiri dari serangkaian pengujian untuk memperoleh
jaminan stabilitas produk obat, yaitu pemeliharaan spesifikasi produk
obat yang dikemas dalam bahan kemasan yang ditentukan dan disimpan
pada kondisi penyimpanan yang ditetapkan dalam jangka waktu yang
ditentukan. Kondisi umum untuk pengujian stabilitas jangka panjang di
kawasan ASEAN adalah Kondisi IVb (30 oC/75% RH).

Suatu obat dapat dikatakan stabil jika kadarnya tidak berkurang dalam
penyimpanan
Evaluasi pada formulasi obat khususnya untuk uji stabilitas dapat digunakan 2
metode yaitu uji stabilitas real time dan uji stabilitas dipercepat. Untuk kedua
metode tersebut yang harus dilakukan adalah mengambil 10 atau lebih formulasi
lalu ditempatkan pada kondisi real time (misalnya 5o C) dan kondisi saat stabilitas
dipercepat (misalnya 30°C / 65% RH. Waktu yang dibutuhkan untuk menguji
stabilitas tersebut adalah 6 sampai 2 tahun atau untuk masing-masing formulasi
adalah 1 sampai 3 bulan penelitian (Kelly. 2008).

Dalam jurnal penelitian yang menjelaskan mengenai suspensi diklofenak pada


suhu 4°C, 22°C, 40°C,60°C, suhu yang paling stabil adalah pada suhu 4°C
(96,3%) dan terjadi penurunan kadar yang signifikan pada suhu 40°C (89,58%)
dan 60°C (85,17%.).
Contoh efek yang merugikan saat suatu obat tidak stabil antara lain
lidokain dapat meningkat kadar zat aktifnya jika kehilangan aliran
perfusi sehingga terkadang pelarut. dapat menguap dan menyebabkan
zat aktif lidokain dapat meningkat, parameter yang dapat dilakukan
untuk menguji stabilitas lidokain tersebut adalah dengan menguji
stabilitas dalam wadah terakhir
Parameter pengujian
Studi stabilitas harus mencakup pengujian atribut produk obat yang
rentan terhadap perubahan selama penyimpanan dan mungkin
mempengaruhi kualitas, keamanan dan/atau kemanjuran
Pengujian harus mencakup, sebagaimana mestinya, atribut fisik, kimia,
biologi dan mikrobiologi, kandungan pengawet (misalnya antioksidan,
pengawet antimikroba), dan uji fungsionalitas (misalnya, untuk sistem
pemberian dosis). Prosedur analitis harus sepenuhnya divalidasi dan
menunjukkan stabilitas sesuai dengan pedoman ASEAN tentang
Validasi Analitik.
Larutan dan Suspensi Oral harus dievaluasi penampakannya (termasuk
pembentukan endapan, kejernihan larutan), warna, bau, penetapan
kadar, produk degradasi, pH, viskositas, kandungan pengawet dan batas
mikroba, penampilan, pengujian, produk degradasi, pembubaran (atau
disintegrasi, jika dibenarkan), kadar air, dan kekerasan / kerapuhan.
Faktor yang mempengaruhi stabilitas obat antara lain :

• Oksigen
Reaksi oksidasi ini dapat mempengaruhi kestabilan obat karena dapat
mendegradasi obat tersebut
• Suhu
Suhu yang tinggi dapat mempengaruhi semua reaksi kimia. Kenaikan
suhu akan mempercepat reaksi kimia suatu obat
• pH
pH dapat mempengaruhi tingkat dekomposisi obat, Dengan adanya
penambahan asam ataupun basa dapat menyebabkan penguraian larutan
obat menjadi dipercepat dan menyebabkan obat menjadi tidak stabil.
(Gokani, H. Rina D, N. Kinjal, 2012).
Pencampuran obat
Untuk setiap produk obat atau pengencer yang dimaksudkan untuk
digunakan sebagai aditif untuk produk obat lain, ada potensi
ketidakcocokan. Dalam kasus seperti itu, produk obat yang diberi label
untuk diberikan dengan tambahan produk obat lain (misalnya parenteral,
larutan inhalasi), harus dievaluasi stabilitas dan kompatibilitasnya dalam
campuran dengan produk obat lain atau dengan pengencer baik secara
tegak lurus maupun terbalik. -orientasi samping, jika diperlukan,
Metode uji
Adapun beberapa metode pengujian yang dilakukan berdasarkan jurnal
yang dipilih :
Penyiapan Sampel
Analisa kadar zat aktif
Uji linearitas
Pengukuran Ph sediaan
Pengukuran viskositas sediaan
Uji antibakteri
Pewarnaan gram
Redispersibilitas
Interpretasi Data
1 Jurnal 1 dengan judul “uji stabilitas fisik dan kimia sediaan sirup
racikan yang mengandung erdostein”
Analisa Data Kadar zat aktif erdostein, pH, dan viskositas pada setiap waktu
pengujian kemudian dibandingkan dengan nilai awal (t0). Kemudian dihitung
persentase perubahan kadar zat aktif dan viskositas dan dilanjutkan analisa
secara statistik dengan metode uji t berpasangan (paired-samples t test)
dengan selang kepercayaan 95%. Analisa statistik dilakukan dengan bantuan
software SPSS versi 20. Untuk perbandingan, dihitung pula besar perubahan
kadar zat
Kadar zat aktif Erdostein dalam sampel obat racikan baik yang disimpan
di lemari es (4oC) maupun suhu kamar (25oC) mengalami perubahan
kadar di setiap waktu pengujian, dibandingkan kadar awal. Perubahan
kadar terbesar terjadi pada hari ke-6 (mencapai 8,98%). pH sampel
racikan meningkat signifikan secara statistik (p<0,05) di kedua kondisi
penyimpanan, dibandingkan pH awal, terutama pada hari ke-7
(mencapai 10,21%). Viskositas pada kedua kondisi penyimpanan
mengalami peningkatan yang signifikan secara statistik (p<0,05)
dibandingkan viskositas awal, terutama mulai hari ke-5. Peningkatan
viskositas sirup racikan yang disimpan di lemari es lebih besar
(mencapai 228,58%) daripada viskositas sirup racikan yang disimpan di
suhu kamar (mencapai 179,46%).
2 Jurnal 2 dengan judul “uji stabilitas fisik dan daya antibakteri
suspensi eritromisin dengan suspending agent pulvis gummi arabici”
Data hasil evaluasi stabilitas fisik suspensi eritromisin (volume
sedimentasi, mudah tidaknya dituang, ukuran partikel, viskositas, dan
redispersibilitas) dan pengukuran diameter zona hambat pada media
agar diuji distribusi normalnya dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Data
kemudian dilakukan uji anava dua jalan dengan taraf kepercayaan 95%.
analisis dilanjutkan dengan t independent-test
Suspensi formula I yang mengandung PGA konsentrasi 5% memiliki
stabilitas yang paling baik, karena memiliki ukuran partikel yang kecil
dan konstan selama penyimpanan, volume sedimentasi yang terbentuk
lambat, memberikan waktu tuang dan waktu untuk suspensi terdispersi
kembali cepat.
Suspensi masih memiliki daya antibakteri sampai penyimpanan hari ke-
60. formula-II yang mengandung PGA konsentrasi 75% mempunyai
diameter yang konstan selama penyimpanan.
3,Jurnal 3 berjudul “studi literatur uji stabilitas sediaan farmasi bahan
alam”
Sirup mengandung ekstrak temulawak

Rimpang temulawak dapat menyebabkan sekresi empedu lebih banyak,


sehingga mampu merangsang nafsu makan (Puspita dkk, 2012). Berdasarkan
pengujian stabilitas sirup yang mengandung ekstrak temulawak dilakukan
dengan metode uji dipercepat yang disimpan pada kondisi penyimpanan
suhu 40ºC selama 8 minggu hasil pengujian menunjukan tidak terjadinya
perubahan tekstur, warna, bau dan rasa pada sediaan. Hal ini menunjukan
bahwa sediaan sirup yang mengandung ekstrak temulawak stabil pada suhu
40ºC selama penyimpanan 8 minggu (Sayuti dkk, 2014).
4,Jurnal 4 berjudul “pengaruh suhu terhadap stabilitas obat sediaan
suspensi”
Sediaan suspensi diklofenak
Pengujian stabilitas dari suspensi diklofenak dilakukan dengan metode
stabilitas dipercepat dengan menggunakan suhu 4°C, suhu kamar dan
suhu 40° -60°C selama 13 minggu. Berikut hasil dari stabilitas suspense
diklofenak pada berbagai suhu. Dari data yang tertera di atas dapat
diketahui bahwa pada suhu 4°C adalah suhu yang paling stabil untuk
suspense diklofenak karena penurunannya tidak lebih dari 5%, pada
suhu kamar pun dapat dikatakan bahwa stabilitas diklofenak masih
dalam keadaan baik namun penurunan kadar dan kualitas terjadi pada
suhu 40°C dan 60°C. Secara keseluruhan pada suhu 4°C dan suhu
kamar kemurnian, waktu simpan, kerapatan dan viskositas dari suspensi
diklofenak masih dalam keadaan stabil (Nazir, Ali, Irfan et all, 2011).
5 Jurnal 5 yang berjudul “formulasi dan uji stabilitas sediaan sirup
anti alergi dengan bahan aktif chlorpheniramin maleat (CTM)”
Evaluasi dilakukan dengan pemeriksaan organoleptis, pemeriksaan pH,
pemeriksaan BJ, pemeriksaan viskositas,. Evaluasi dilakukan setelah
penyimpanan selama seminggu. Zat aktif yang dipilih adalah CTM yang
dibuat menjadi sediaan sirup yang ditujukan untuk anak –anak usia 6-12
tahun. Digunakan zat aktif CTM karena CTM berkhasiat sebagai pereda
gejala alergi yang memiliki efek samping sedikit dan dapat memberikan
efek terapi lebih cepat dengan dosis yang sedikit dari pada obat
antihistamin yang lain, memiliki sifat fisika kimia yakni untuk
kelarutan, CTM mudah larut dalam air, mudah larut dalam etanol 95%
dan kloroform, sukar larut dalam eter dan dalam benzena (FI Edisi III,
1979). Oleh karena itu CTM di formulasi dalam bentuk sediaan
sirupkarena CTM larut air (FI Edisi III, 1979) sehingga cocok dijadikan
sediaan sirup, dan sediaansirup juga dapat menutupi rasa pahit zat aktif
sehingga lebih disukai anak-anak karena rasanya yang manis.Pembuatan
sediaan sirup CTM ini menggunakan sukrosa dengan kadar 60%, hal ini
sesuai dengan literatur pada FI III, 1979 yang menyatakan bahwa dalam
sediaan cair berupa larutan (sirup) mengandung sukrosa dengan kadar
tidak kurang
dari 60% dan tidak lebih dari 66,0%. Sediaan sirup dalam satu kemasan
berisi 60 ml dengan kadar 4 mg dalam 5 ml. dengan kadar 30%,
digunakan zat pengawet tersebut karena dapat stabil dalam pH 4-5
(Marthindalle, ed 28)ini sesuai dengan pH yang diinginkan dalam
spesifikasisediaan sirup CTM. Sebagai zat pendapar digunakan
kombinasi asam sitrat dengan natrium sitrat dengan konsentrasi masing
– masing 0.2% karena digunakan untuk menstabilkan pH sediaan dalam
rentan 4 – 5, digunakan dapar asam sitrat karena memiliki 3 nilai Pka
dan rentang pH cukup panjang 2,1 –7,4 (Martindale ed 28)
dikombinasikan dengan natrium sitrat karena dapat menstabilkan
sediaan pada pH 4 -5.
Kesimpulan
Kesimpulan :
Jurnal 1
Kadar zat aktif Erdostein dalam sampel obat racikan baik yang disimpan
di lemari es (4oC) maupun suhu kamar (25oC) mengalami perubahan
kadar di setiap waktu pengujian, dibandingkan kadar awal. Perubahan
kadar terbesar terjadi pada hari ke-6 (mencapai 8,98%). pH sampel
racikan meningkat signifikan secara statistik (p<0,05) di kedua kondisi
penyimpanan, dibandingkan pH awal, terutama pada hari ke-7
(mencapai 10,21%). Viskositas pada kedua kondisi penyimpanan
mengalami peningkatan yang signifikan secara statistik (p<0,05)
dibandingkan viskositas awal, terutama mulai hari ke-5. Peningkatan
viskositas sirup racikan yang disimpan di lemari es lebih besar
(mencapai 228,58%) daripada viskositas sirup racikan yang disimpan di
suhu kamar (mencapai 179,46%).
Jurnal 2
1. Suspensi formula I yang mengandung PGA konsentrasi 5% memiliki
stabilitas yang paling baik, karena memiliki ukuran partikel yang kecil
dan konstan selama penyimpanan, volume sedimentasi yang terbentuk
lambat, memberikan waktu tuang dan waktu untuk suspensi terdispersi
kembali cepat.
2. Suspensi masih memiliki daya antibakteri sampai penyimpanan hari
ke-60. Formula II yang mengandung PGA konsentrasi 7,5% mempunyai
diameter yang konstan selama penyimpanan
Jurnal 3
Stabilitas fisika sediaan farmasi yang mengandung bahan alam dapat
diketahui dengan uji organoleptis seperti perubahan warna, rasa, bau
dan tekstur.
Jurnal 4
Dari beberapa jurnal yang membahas mengenai stabilitas obat sediaan
suspensi membuktikan bahwa suhu adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi stabilitas obat sediaan suspensi karena dengan perbedaan
suhu akan mempengaruhi pH, kadar dan lain-lain dan pada akhirnya akan
mempengaruhi efek dari obat tersebut. Sehingga perlu diperhatikan di suhu
berapakah suatu obat dapat stabil dalam penyimpanan.
Jurnal 5
a, Berdasarkan dari hasil praktikum sediaan sirup CTM dapat disimpulkan
bahwa: Beberapa formulasi yang digunakan untuk pembuatan sirup CTM
meliputi CTM sebagai zat aktif, propilen glikol sebagai pengawet dan
kosolven, sukrosa sebagai pemanis, asam sitrat sebagai buffer dan
antioksidan, esensial jeruk sebagai perasa, sunset yellow sebagai pewarna,
aquadest sebagai pekarut, dan natrium sitrat sebagai dapar.
b Berdasarkan hasil evaluasi formulasi sediaan sirup CTM. Bahwa untuk uji
organoleptik, ph, BJ, dan viskositas sudah sesuai yang diinginkan, hanya saja
pada kandungan uji mikroba yang dibiarkan selama 1 munggu terdapat
jamur dan mikroba, kemungkinan karena kurangnya zat penganwet ysng
digunakan pada sediaan sirup.
Daftar pustaka
Fetri L., dan Aprilia Hilda., 2012. Uji stabiitas fisik dan kimia sediaan sirup racikan yang
mengandung erdostein . Bandung: Program Studi Farmasi Universitas Islam Bandung.
Rahman,IR. et al., 2011. Pharmacon vol 12 no 2; uji stabilitas fisik dan daya antibakteri
suspensi eritromisin dengan suspending agent pulvis gummi arabici.(hal 44-49) Surakarta:
Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Oktami Ella, Lestari Fetri, dan Aprilia Hilda., 2021. Studi literatur uji stabilitas sediaan
farmasi bahan alam. Bandung: Program Studi Farmasi Universitas Islam Bandung.
Zaini Nur Alifah, Gozali Dolih., 2012. Farmaka: Suplemen volume 14 nomor 2; Pengaruh
suhu terhadap stabilitas obat sediaan suspensi.Bandung: Fakultas Farmasi Universitas
Padjajaran.
Zainuddin Fickri Djelang., 2018. Formulasi dan uji stabilitas sediaan sirup anti alergi
dengan bahan aktif Chlorpheniramine Maleata(CTM) Vol 1 No 1 Sidoarjo: STIKES
Rumah Sakit Anwar Medika.
ASEAN, (2005). ASEAN Guideline on Stability Study of Drug Product
Farmakope Indonesia Edisi III, 1979).
Marthindalle, ed 28
Link video presentasi

Anda mungkin juga menyukai