Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II

UJI STABILITAS
NAMA

: ASRI BUDI YULIANTI

NPM

: 260110140110

HARI/TANGGAL PRAKTIKUM

: KAMIS , 2 April 2015

ASISTEN

: NOVIA EKA PUTRI


RIMBA T

LABORATORIUM FARMASI FISIKA II


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2015

ABSTRAK
Stabilitas merupakan kemampuan suatu produk untuk mempertahankan sifat dan
karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya saat dibuat dalam batasan yang
ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan. Asetosal adalah salah
satu sediaan obat yang bekerja sebagai analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kadar asetosal dalam berbagai variasi
suhu dan waktu tertentu serta memperlihatkan penguraian sedian farmasi yang
disebabkan oleh kenaikan suhu. Metode yang digunakan adalah metode titrasi asam
basa dan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan faktor A suhu, faktor B waktu,
4 variasi suhu yaitu 30oC, 40oC, 50C dan 60C, 4 periode waktu yaitu 0 menit, 15
menit, 30 menit dan 45 menit. Analisis kadar asetosal menggunakan metode titrasi
asam basa. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi suhu, nilai tetapan laju k
semakin kecil. Semakin tinggi suhu, kadar asetosal semakin besar dan nilai potensi
terhadap waktu semakin kecil. Menggunakan persamaan Arrhenius dan ekstrapolasi
grafik, hubungan log k dengan 1/T adalah berbanding terbalik. Semakin kecil nilai
log k maka semakin besar nilai 1/suhu mutlaknya.
Kata Kunci : Uji Satbilitas, Asetosal, persamaan Arrhenius

ABSTRACT
Stability is the ability of product to maintain its nature and characteristics similar to
its origin during storage and use period. Asetosal is one of drugs product that works
as analgesic , antipyretic , and anti-inflammatory. The purpose of this experiment
was to determine the levels of asetosal in a variety of temperature and time as well as
the pharmaceutical shows perfomed decomposition caused by rising temperatures.
The method using in this experiment is acid-base titration method and Factorial
Complete Random design. There are two factors in this experiment, factor A is
temperature (30oC, 40oC, 50C and 60C) and factor B are period (0 minute, 15
minutes, 30 minutes and 45 minutes). The results showed that at higher temperature ,
the value of the rate constant k is getting smaller . At higher temperature , the greater
the levels of aspirin and the potential value of the time is getting smaller . Using the
Arrhenius equation and extrapolating graph, it can be seen that the relationship
between log k with 1 / T is inversely proportional . The smaller value of log k ,
greater value of 1 / absolute temperature.
Keywords: stability, Asetosal, Arrhenius equation

I. Tujuan
1. Membuat larutan yang mengandung 4% asetosal dan 10% natrium sitrat.
2. Menentukan kadar asetosal dalam berbagai variasi suhu dan waktu tertentu
dengan menggunakan titrasi asam basa.
3. Memperlihatkan penguraian sediaan farmasi yang disebabkan oleh kenaikan
suhu.
4. Meramalkan kecepatan sediaan yang terurai pada suhu penyimpanan yang
biasa (suhu kamar) dengan menggunakan persamaan Arrhenius dan
ekstrapolasi grafik.
II. Prinsip
1. Hukum Arrhenius
Persamaan Arrhenius menyatakan hubungan antara energi aktivasi dan laju
reaksi (Ilmu kimia,2014).
2. Reaksi netralisasi
Reaksi yang terjadi dengan pembentukan garam dan H2O netral (pH=7) hasil
reaksi antara H+ dari suatu asam dan OH- dari suatu basa (Sumardjo,2006).
3. Azas le Chatelier
Bila pada sistem kesetimbangan diadakan aksi, maka sistem akan
mengadakan reaksi sedemikian rupa sehingga pengaruh aksi itu menjadi
sekecil-kecilnya (Ratna, 2009).
4. Laju reaksi
Laju reaksi dapat diartikan sebagai penambahan atau pengurangan
konsentrasi zat per satuan waktu (Sukardjo,2002).
5. Titrasi asam-basa
Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi suatu
larutan dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan tersebut terhadap
sejumlah volume larutan lain yang konsentrasinya sudah diketahui. Titrasi

yang melibatkan reaksi asam dan basa disebut titrasi asam basa (Muchtaridi,
2007).
6. Pengenceran
Prosedur untuk penyiapan larutan yang kurang pekat dari larutan yang lebih
pekat disebut pengenceran. Dalam melakukan proses pengenceran, perlu
diingat bahwa penambhaan lebih banyak pelarut ke dalam sejumlah tertentu
larutan stok akan mengubah (mengurangi) konsentrasi larutan tanpa
mengubah jumlah mol zat terlarut yang terdapat dalam larutan (Chang,
2005).
7. Stoikiometri
Stoikiometri reaksi adalah penentuan perbandingan massa unsur-unsur dalam
senyawa dalam pembentukkan senyawanya (Alfian,2009).

III. Reaksi
H2C2O4 + 2NaOH Na2C2O4 + 2H2O (Svehla,1990).
IV. Teori Dasar
Obat adalah bahan kimia atau paduan bahan kimia yang dimaksudkan
untuk dipakai dalam mendiagnosa, mencegah, mengurangi, menghilangkan dan
menyembuhkan penyakit, gejala penyakit, luka, kelainan fisik dan mental, pada
manusia atau hewan, ataupun untuk maksud meningkatkan kesegaran fisik
maupun mental dan bahan ini tidak tergolong makanan atau minuman
(Moningka, 2007).
Obat-obatan terkadang memiliki struktur kimia yang cukup rumit, dan
berdasarkan definisinya merupakan senyawa aktif biologi. Maka, tidaklah
mengherankan jika molekul-molekul reaktif ini mengalami reaksi-reaksi kimia
yang menyebabkan terjadinya dekomposisi dan deteriorasi molekul itu sendiri,

dan proses ini terjadi segera setelah obat-obatan tersebut disintesis atau
diformulasi. Reaksi dekomposisi tersebut kebanyakan menyebabkan obat-obatan
menjadi kurang aktif dari yang diharapkan (efikasi rendah); dan yang lebih parah
lagi, dekomposisi dapat menyebabkan obat menjadi toksik bagi pasien. Hal ini
jelas merupakan berita yang buruk, kecuali bagi pengacara. Oleh karena itu,
proses dekomposisi dan deteriorasi harus dipahami untuk meminimalkan risiko
tersebut di atas terhadap pasien (Cairns, 2004).
Stabilitas Obat adalah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan
sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat
(identitas, kekuatan, kualitas, kemurnian) dalam batasan yang ditetapkan
sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan (shelf-life) (Joshita, 2008).
Semua obat mengalami penguraian kimia seiring dengan waktu, dan laju
terjadinya penguraian ini penting untuk menentukan lamanya obat dalam
mempertahankan potensinya. Stabilitas kimia obat dapat ditentukan dengan
menggunakan kinetika kimia, dan saat menetapkan stabilitas obat, orde reaksi
dan laju reaksi harus diteliti. Sebagian besar obat dan eksipien terurai pada reaksi
orde nol dan orde pertama, sehinggaakan menjadi satu-satunya orde reaksi yang
dicakup dalam subbab ini. Dalam persamaan yang dipakai dalam kinetika kimia,
sering ditemukan empat variabel (Ansel, 2004).
Stabilitas kimia merupakan kemampuan untuk mempertahankan keutuhan
kimiawi dan potensi zat aktif yang tertera pada etiket dalam batasan spesifikasi.
Adapun yang mempengaruhi stabilitas kimia antara lain :

Laju reaksi dinyatakan dalam term pengurangan konsentrasi


reaktan (-dc/dt) atau penambahan konsentrasi produk (+dx/dt) per
satua waktu. Dimensinya : mol liter-1 detik -1.

Orde reaksi adalah jumlah atom atau molekul yang terlibat dalam
reaksi yang konsentrasinya mennetukan laju reaksi.

Molekularita adalah jumlah molekul yang terlibat dalam reaksi


elementer.

Kondisi penyimpanan adalah pengaruh suhu dan factor lain


terhadap laju reaksi.

Penguraian dan penstabilan obat.

Analisis kestabilan dipercepat (Joshita, 2008).

Proses laju merupakan hal dasar yang perlu bagi setiap orang dengan
kaitan bidang kefarmasian mulai dari pengusaha obat sampai ke pasien. Beberapa
prinsip dan proses laju yang berkaitan dimasukkan dalam rantai peristiwa ini :

Kestabilan dan tak tercampurkan proses laju umumnya adalah


sesuatu

yang

menyebabkan

ketidakaktifan

obat

melalui

penguraian obat, atau melalui hilangnya khasiat obat karena


perubahan bentuk fisik dan kimia yang diinginkan dari obat
tersebut.

Disolusi, di sini yang diperhatikan terutama kecepatan berubahnya


obat dalam bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan
molecular.

Proses absorpsi, distribusi dan eliminasi beberapa proses ini


berkaitan dengan laju absorpsi obat ke dalam tubuh, laju distribusi
obat dalam tubuh dan laju pengeluaran obat setelah proses
distribusi

dengan

berbagai

factor,

seperti

metabolism,

penyimpanan dalam organ tubuh lemak, dan melalui jalur-jalur


penglepasan.

Kerja obat pada tingkat molecular obat dapat disebut dalam


bentuk yang tepat dengan menganggap timbulnya respons dari
obat merupakan suatu proses laju (Martin, 2008).

Stabilitas produk jadi farmasi tergantung pada factor-faktor lingkungan


seperti suhu, kelembapan, dan cahaya; pada sisi yang lain adalah factor-faktor
yang berhubungan dengan produk, seperti sifat kimia dan fisika dari bahan aktif
dan eksipien, bentuk sediaan dan komposisinya, proses pembuatan, sistem
penutupan wadah, serta sifat bahan pengemas (WHO, 2005).
Efek tidak diinginkan yang potensial dari ketidakstabilan produk farmasi
adalah sebagai berikut :

Hilangnya zat aktif, naiknya konsentrasi zat aktif

BA berubah, hilangnya keseragaman kandungan

Menurunnya status mikrobiologis

Hilangnya elegansi produk dan patient acceptability

Pembentukan hasil urai yang toksik

Hilangnya kekedapan kemasan, menurunnya kualitas label

Modifikasi faktor hubungan fungsional (Joshita, 2008).

V. Alat dan Bahan


5.1 Alat
1. Buret
2. Corong
3. Erlenmeyer
4. Gelas Kimia
5. Gelas ukur
6. Kertas Indikator pH
7. Labu ukur 100 mL
8. Neraca analitis
9. Penangas
10. Pipet
11. Statif

5.2 Bahan
1. Air
2. Asam oksalat
3. Asetosal
4. NaOH
5. Na-sitrat
5.3 Gambar Alat

No

Nama

Buret

Corong

Gambar

Erlenmeyer

Gelas kimia

Gelas ukur

Kertas Indikator pH

Labu ukur

Neraca Analitis

Penangas

10

Pipet

11

Statif

VI. Prosedur

Natrium sitrat ditimbang 25 gram., kemudian dilarutkan dalam 200 mL


air, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL, kurang lebih 200 mL larutan
Na-sitrat 100% dalam labu ukur dihangatkan pada suhu 50C kurang lebih 10
menit.
Asetosal ditimbang seksama 1 gram, dimasukkan ke dalam labu ukur
berisi larutan Na-sitrat 10% melalui corong, sambil dibilas dengan Na-sitrat 10%
. Larutan lalu dikocok hingga larut. Larutan Na-sitrat ditambahkan sampai 250
ml.
Diambil larutan sebanyak 8 kali 10 mL, untuk ditentukan kadarnya.
Untuk t0 larutan langsung dititrasi duplo. Selanjutnya larutan dipanaskan di atas
penangas air pada suhu yang sesuai (30, 40C , 50C, dan 60 C). Kadar sampel
ditentukan dengan titrasi alkalimetri mengunakan NaOH sesuai dengan interval
waktu masing-masing (t15, t30, t45) secara duplo.

VII.

Data Pengamatan

Kelompok 1

Waktu

Titrasi (mL)

Kadar

Potensi

Log

pH

Rata-rata

asetosal (mg)

(%)

Potensi

11,2

10,1

10,65

4585,702

151,919

2,18

15

12,5

12,5

12,5

5381,78

143,56

2,15

30

15,8

11,9

13,85

5963,57

137,69

2,13

45

11,5

12,5

12

5166,98

145,82

2,16

Log K

1,0235

-2,9899

Ea

Log A

-7903,78649 1,2048 x

x 10-3

10-5

K25

t90

6,3314

0,0166

4,919

Log Potensi
2.19
2.18
2.17
2.16
Log Potensi

2.15
2.14
2.13
2.12
0

10

20

30

40

50

Grafik 7.1 Hubungan Log Potensi Terhadap Waktu

Kelompok 2
Titrasi (mL)
Waktu

Kadar
asetosal

Potensi (%)

Log

pH

Rata-rata

11

13

12

5166,99

145,82

0,164

15

11,9

11

11,45

4930,17

148,31

0,171

(mg)

Potensi

30

12,3

12,4

12,35

5317,69

144,24

0,159

45

13,7

12,5

13,1

5640,63

140,86

0,149

Log K

Ea

Log A

K25

t90

0,0009

3,045

-7919,111

1,695 x

-4,77

5,88

0,0178

10-5

Log Potensi (%)


0.175

Log Potensi ( % )

0.17
0.165
0.16
Log Potensi (%)

0.155
0.15
0.145
0

10

20

30

40

50

Waktu ( Menit )

Grafik 7.2 Hubungan Log Potensi Terhadap Waktu

Kelompok 3

Titrasi (mL)
Waktu

Rata-rata

Kadar
Asetosal

Potensi

Log

(%)

Potensi

(mg)

pH

13,5

12,5

12,60

5,425

143,1%

0,156

15

12,9

12,8

12,85

5,532

141,9%

0,152

30

13,2

13,1

13,15

5,662

140,6%

0,148

45

13

13,5

13,25

5,705

140,2&

0,147

Log K

Ea

Log A

K25

t90

4,606 x

-3.34

-7830.33

2.68 x 10-

-4.57

5.577

0.0188

10-4

Log Potensi (%) terhadap waktu


0.158
0.156

log Potensi (%)

0.154
0.152
0.15

Potensi (%)

0.148
0.146
0.144
0.142
0

15

30

45

Grafik 7.3 Hubungan Log Potensi Terhadap Waktu


Kelompok 4

Titrasi (mL)
Waktu

Kadar

Rata-rata

Asetosal
(mg)

Potensi

Log

(%)

Potensi

pH

13,2

12,5

12,85

5532,98

142%

0,152

15

13

13

13

5597,57

141,3%

0,15

30

13

13,25

13,25

5705.57

140,2%

0,147

45

13,1

13,3

13,3

5726,75

139,95&

0,146

Log k

Ea

Log A

K25

t90

3,07x10-4

-3,51

-7990,28

2,98

-4,52

5,46

0,019

10-5

Log Potensi
0.153
0.152
0.151
0.15
0.149
0.148

Series 1

0.147
0.146
0.145
0.144
0.143
0

15

30

45

Grafik 7.4 Hubungan Log Potensi Terhadap Waktu

Grafik Hubungan Log K terhadap 1/T


-2.7
-2.8

1/303 K

1/313 K

1/323 K

-2.9
-3
-3.1
-3.2
-3.3
-3.4
-3.5
-3.6
Log K

Grafik 7.5 log K terhadap 1/T

1/333 K

VIII.

Perhitungan
8.1 Pembakuan NaOH
Volume Asam Oksalat

Volume NaOH

10 mL

10,3 mL

10 mL

10,6 mL

Volume rata-rata = 10 mL

Volume rata-rata = 10,45 mL

Perhitungan Pembakuan NaOH


VAs.Oksalat .NAs.Oksalat = VNaOH .NNaOH
10 mL . 0,1 mL = 10,45 mL . NNaOH
NNaOH =

10 0,1
10,45

= 0,095 N

8.2 Potensi Tiap Waktu


Potensi Tiap Waktu
Potensi =

100 %

x = V titran awal

y = V titran akhir

P0 =

(2 22,15) 12,85
22,15

Log P0 = 0,152

P15 =

(2 22,15) 13
22,15

Log P15 = 0,15

P30 =

100 % = 141,3 %

(2 22,15) 13,25
22,15

100 % = 142 %

100 % = 140,2 %

Log P30 = 0,147

P45 =

(2 22,15) 13,3
22,15

Log P45 = 0,146

100 % = 139,95 %

8.3 Kadar Tiap Waktu


Kadar Asetosal =

( )

(12,85 0,0956) 90,8

P0 =

P15 =

P30 =

P45 =

250 = 5.532,98 mg/mL

(13 0,0956) 90,8


5

250 = 5.597,57 mg/mL

(13,25 0,0956) 90,8


5

(13,3 0,0956) 90,8


5

250 = 5.705,22 mg/mL

250 = 5.726,75 mg/mL

8.4 Perhitungan K tiap suhu


M=

= 2,

Log K = -3,51

8.5 Perhitungan Energi Aktivasi (Ea)


M =
M =

= 2,

3,51+2,989
2,97 10 4

= 1752,27

Ea = -7990,28

Log K (30o) = -2,989


Log K (60o) = -3,51
8.6 Perhitungan nilai A
ln A = 2,

ln A = -10,41

A=

1 , 1

A = 2,98 x 10-5
Log A = -4,52
8.7 Perhitungan K25
K25 = log A 2,

Log K25 = 0,737

K25 = 5,46
8.8 Perhitungan t90
t90 =
t90 =

,1

0,105
5,46

= 0,019

IX. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan tentang uji stabilitas.
Adapun tujuan pada praktikum ini adalah membuat larutan yang mengandung
4% asetosal dan 10% natrium sitrat, menentukan kadar asetosal dalam
berbagai variasi suhu dan waktu tertentu dengan menggunakan titrasi asam
basa, memperlihatkan penguraian sediaan farmasi yang disebabkan oleh
kenaikan suhu, meramalkan kecepatan sediaan yang terurai pada suhu
penyimpanan yang biasa (suhu kamar) dengan menggunakan persamaan
Arrhenius dan ekstrapolasi grafik. Adapun prinsip yang digunakan pada
percobaan ini adalah titrasi asam-basa.
Pentingnya uji stabilitas pada pengembangan bentuk sediaan farmasi
telah diakui dalam dunia industri farmasi. Data uji stabilitas suatu obat sangat
diperlukan untuk menja min kualitas atau mutu dan keamanan obat tersebut.
Penerapan prinsip fisiko kimia tertentu pada pelaksanaan pengkajian
stabilitas telah terbukti sangat menguntungkan dalam penge mbangan sediaan
yang stabil di antaranya mengenai penerapan prinsip kinetika kimia
(Carstensen and Rhodes, 2000).
Adapun sampel obat yang akan kita gunakan adalah asetosal, dimana
asetosal ini merupakan obat yang berkhasiat sebagai analgesik, antipirerik,
dan anti-inflamasi (Depkes RI, 1995).
Pada percobaan ini larutan titran dibuat dengan mencampurkan
asetosal 4% dan Asam sitrat 10%. Larutan dibuat sebanyak 250 ml tanpa
mengurangi kadar tersebut yang telah ditentukan. Larutan dibuat dengan
melarutkan asetosal sebanyak 1 gram dengan etanol secukupnya kemudian
dicampurkan dengan larutan natrium sitrat (natrium sitrat dilarutkan dengan
aquadest sebanyak 200 ml dalam labu ukur) dan ditambahkan aquadest
sampai mencapai volume 250 ml. Asetosal yang berupa serbuk hablur putih
(Depkes RI, 1995) dilarutkan dalam alkohol bukan dalam aquadest karena

asetosal sukar larut dalam aquadest tetapi mudah larut dalam etanol (Depkes
RI, 1995). Sedangkan Natrium sitrat berupa hablur tidak berwarna atau
serbuk halus putih (Depkes RI, 1995) dilarutkan dengan pembawa aquadest
bukan dengan etanol karena Natrium sitrat dalam etanol praktis tidak larut
tetapi mudah larut dalam air (Depkes RI, 1995). Larutan dibuat dalam labu
ukur

agar volumenya lebih tepat dan lebih akurat karena labu ukur

merupakan alat kimia yang mempunyai nilai ketelitian atau akurasi tinggi
dibandingkan dengan gelas beaker.
Penentuan stabilitas obat dilakukan dengan melakukan titrasi zat uji
dengan larutan baku NaOH. Sebelum dititrasi larutan titer (sampel)
dipanaskan terlebih dahulu dalam penangas air sampai suhu yang berbeda
suhu 30C untuk kelompok 1, suhu 40C untuk kelompok 2, suhu 50C
untuk kelompok 3 dan suhu 60oC untuk kelompok 4. Pemanasan dilakukan
bukan dengan api langsung melainkan dengan penangas air karena jika
dilakukan dengan api langsung akan menyebabkan kenaikan suhu yang
sangat cepat, sementara dalam praktikum ini dibutuhkan suhu yang konstan.
Indikator yang digunakan adalah indikator fenolftalein yang memiliki
rentang pH 8,0-10,0. Titrasi dihentikan apabila telah mencapai titik akhir
titrasi yang ditandai dengan berubahnya warna larutan dari tidak berwarna
menjadi warna merah muda atau pink-rose yang konstan. Perubahan warna
ini merupakan tanda bahwa larutan baku primer telah bereaksi sempurna
dengan larutan baku sekunder. Titrasi dilakukan duplo untuk memperoleh
data yang lebih akurat. Sebelum digunakan, NaOH terlebih dahulu dibakukan
dengan asam oksalat 0,1 N dan indikator fenolftalein, hal ini bertujuan untuk
mengetahui kadar sebenarnya dari NaOH yang digunakan, yang nantinya
digunakan dalam perhitungan karena NaOH ini merupakan larutan baku
sekunder.

Percobaan pertama adalah percobaan menggunakan suhu 30C


dengan berbagai variasi waktu mulai dari 0 menit, 15 menit, 30 menit dan 45
menit. Tujuan dari perbedaan waktu pemanasan ini adalah untuk mengetahui
seberapa besar energi aktivasi yang diperlukan untuk masing-masing zat uji.
Energi aktivasi dapat digunakan untuk memperkirakan kestabilan dari
komponen titer atau sampel. Pada percobaan pertama diperoleh hasil semakin
lama waktu kadar asetosal meningkat sampai waktu 30 menit dan pada waktu
45 menit kadar asetosal menurun kembali. Kemudian dari percobaan tersebut
juga diperoleh nilai potensi dalam %. Adapun grafik pengaruh waktu
terhadap log potensi adalah sebagai berikut.

Log Potensi
2.19
2.18
2.17
2.16
Log Potensi

2.15
2.14
2.13
2.12
0

10

20

30

40

50

Grafik 8.1 Hubungan Log Potensi Terhadap Waktu

Pada grafik tersebut dapat terlihat bahwa waktu mempengaruhi nilai


log potensi. Semakin besar waktu simpan produk maka semakin kecil nilai log
potensinya tetapi log potensi pada waktu simpan produk 45 menit mengalami
peningkatan kembali.
Percobaan kedua adalah percobaan menggunakan suhu 40C dengan
berbagai variasi waktu mulai dari 0 menit, 15 menit, 30 menit dan 45 menit.
Tujuan dari perbedaan waktu pemanasan ini adalah untuk mengetahui seberapa
besar energi aktivasi yang diperlukan untuk masing-masing zat uji. Energi
aktivasi dapat digunakan untuk memperkirakan kestabilan dari komponen titer
atau sampel. Pada percobaan kedua diperoleh hasil pada waktu simpan produk
15 menit kadar asetosal mengalami penurunan dari kadar asetosal sebelumnya
namun pada waktu simpan produk 30 menit kadar asetosal meningkat kembali.
Kemudian dari percobaan tersebut juga diperoleh nilai potensi dalam %.
Adapun grafik pengaruh waktu terhadap log potensi adalah sebagai berikut.

Log Potensi (%)


0.175

Log Potensi ( % )

0.17
0.165
0.16
Log Potensi (%)

0.155
0.15
0.145
0

10

20

30

40

50

Waktu ( Menit )

Grafik 8.2 Hubungan Log Potensi Terhadap Waktu

Pada grafik tersebut dapat terlihat bahwa waktu mempengaruhi nilai


log potensi. Pada waktu simpan produk 15 menit nilai log potensi mengalami
kenaikan dan pada waktu simpan produk 30 menit sampai waktu simpan
produk 45 menit nilai log potensi mengalami penurunan.
Percobaan ketiga adalah percobaan menggunakan suhu 50C dengan
berbagai variasi waktu mulai dari 0 menit, 15 menit, 30 menit dan 45 menit.
Tujuan dari perbedaan waktu pemanasan ini adalah untuk mengetahui seberapa
besar energi aktivasi yang diperlukan untuk masing-masing zat uji. Energi
aktivasi dapat digunakan untuk memperkirakan kestabilan dari komponen titer
atau sampel. Pada percobaan ketiga diperoleh hasil semakin besar waktu
simpan produk kadar asetosal yang dihasilkan semakin besar dan nilai potensi
semakin kecil. Adapun grafik pengaruh waktu terhadap log potensi adalah
sebagai berikut.

Log Potensi (%) terhadap waktu


0.158
0.156

log Potensi (%)

0.154
0.152
0.15

Potensi (%)

0.148
0.146
0.144
0.142
0

15

30

45

Grafik 8.3 Hubungan Log Potensi Terhadap Waktu

Pada grafik tersebut dapat terlihat bahwa waktu mempengaruhi nilai


log potensi. Semakin besar waktu simpan produk maka semakin kecil nilai log
potensinya.
Percobaan keempat adalah percobaan menggunakan suhu 60C
dengan berbagai variasi waktu mulai dari 0 menit, 15 menit, 30 menit dan 45
menit. Tujuan dari perbedaan waktu pemanasan ini adalah untuk mengetahui
seberapa besar energi aktivasi yang diperlukan untuk masing-masing zat uji.
Energi aktivasi dapat digunakan untuk memperkirakan kestabilan dari
komponen titer atau sampel. Pada percobaan ketiga diperoleh hasil semakin
besar waktu simpan produk kadar asetosal yang dihasilkan semakin besar dan
nilai potensi semakin kecil. Adapun grafik pengaruh waktu terhadap log
potensi adalah sebagai berikut.

Log Potensi
0.153
0.152
0.151
0.15
0.149
0.148

Series 1

0.147
0.146
0.145
0.144
0.143
0

15

30

45

Grafik 8.4 Hubungan Log Potensi Terhadap Waktu

Pada grafik tersebut dapat terlihat bahwa waktu mempengaruhi nilai


log potensi. Semakin besar waktu simpan produk maka semakin kecil nilai log
potensinya. Potensi yang disebut juga konsentrasi dosis efektif, adalah suatu
ukuran berapa banyak obat dibutuhkan untuk menghasilkan suatu respon
tertentu. Makin rendah dosis yang dibutuhkan untuk suatu respon yang
diberikan, makin poten obat tersebut (Katzung, 1989). Semakin besar waktu
simpan produk, kadar asetosal yang terurai pun semakin besar dan hal ini
menyebabkan potensi semakin kecil atau dosis efektifnya semakin kecil.
Berdasarkan keempat percobaan tersebut jika dilihat berdasarkan
perhitungan, nilai tetapan laju k setiap suhu mulai dari suhu 30C adalah 0,001
, nilai tetapan laju k untuk suhu 40C adalah 0.0009 , nilai tetapan laju k untuk
suhu 50C adalah 0.0004 dan nilai tetapan laju k untuk suhu 60C adalah
0,0003. Jadi, semakin besar suhu maka nilai tetapan laju k semakin kecil.
Berdasarkan keempat percobaan tersebut dapat dilihat bahwa sampel
dengan suhu paling tinggi memiliki kemiringan (slope) yang lebih besar
dibandingkan sampel dengan suhu yang lain. Slope untuk sampel dengan suhu
30C adalah -4,34 x 10-4 , slope untuk sampel dengan suhu 40C adalah -3,9 x
10-4, slope untuk sampel dengan suhu 50C adalah -1,7x10-4, dan slope untuk
sampel dengan suhu 60C adalah -1,3 x 10-4.
Selain menggunakan persamaan Arrhenius, analisis stabilitas ini dapat
dilakukan dengan menggunakan persamaan Arrhenius dan Ekstrapolasi Grafik.
Metode ini dilakukan dengan cara mengekstrapolasikan plot log k terhadap 1/T
pada resiprok suhu mutlak yang menunjukkan suhu kamar (25C). Harga k25
digunakan untuk memperoleh suatu ukuran stabilitas obat pada kondisi
penyimpanan yang lazim.

Grafik Hubungan Log K terhadap 1/T


-2.7
1/303 K

1/313 K

1/323 K

1/333 K

-2.8
-2.9
-3
-3.1
-3.2
-3.3
-3.4
-3.5
-3.6
Log K

Grafik 8.5 log K terhadap 1/T


Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa hubungan log k
dengan 1/T adalah berbanding lurus. Semakin kecil nilai log k maka semakin
kecil nilai 1/suhu mutlaknya. Grafik hubungan log k terhadap 1/T ini tidak
sesuai dengan teori, pada grafik tersebut nilai log k minus karena volume titran
awal yang digunakan untuk semua suhu adalah volume titran awal pada suhu
kamar sehingga hasil yang didapat tidak sesuai dengan teori yang ada.
Dari percobaan tersebut juga kita dapat mengetahui waktu yang
menunjukkan batas waktu diperbolehkannya obat tersebut dikonsumsi karena
diharapkan masih memenuhi spesifikasi yang ditetapkan dengan cara
menghitung t90 dari masing-masing perlakuan suhu. Dimana diperoleh hasil
untuk suhu 30C nilai t90 adalah 0,0166, untuk suhu 40C nilai t90 adalah
0,0178, untuk suhu 50C nilai t90 adalah 0.0188, dan untuk suhu 60C nilai t90
adalah 0,019.

X. Simpulan
1. Dibuat larutan yang mengandung 4% asetosal dan 10% natrium sitrat.
2. Semakin tinggi suhu, kadar asetosal semakin besar dan semakin lama waktu
kadar asetosal semakin besar.
3. Semakin tinggi suhu, semakin banyak sediaan farmasi yang terurai.
4. Menggunakan persamaan Arrhenius dan ekstrapolasi grafik, hubungan log k
dengan 1/T adalah berbanding terbalik. Semakin kecil nilai log k maka
semakin besar nilai 1/suhu mutlaknya.

Daftar Pustaka
Alfian,Zul.2009.Kimia Dasar.Medan:USU Press.
Ansel H.C dan Shelly J. 2004. Kalkulasi Farmasetik. Jakarta : EGC.
Cairns, Donald. 2004. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta : EGC.
Cartensen, J. and Rhodes, C.T., 2000, Drug Stability, Principles and Practices, Third
edition, Revised and Expanded, Marcel Dekker, Inc.New York, hal : 12,
25 - 46, 59 - 60.
Chang,Raymond. 2005. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Indonesia.
Ilmu

Kimia.

2014.

Energi

Aktivasi.

Available

at

www.ilmukimia.org/2014/07/energi-aktivasi.html (Diakses pada tanggal


28 Maret 2015).
Joshita. 2008. Kestabilan Obat. Available at
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/joshita.djajadisastra/material/kestabi
lanobatkuliahs2.pdf (Diakses pada tanggal 9 April 2015).
Katzung. 1989. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3. Jakarta: EGC.
Martin, Alfred. 2008. Farmasi Fisik Jilid 2. Jakarta : UI Press.
Moningka, BH. 2007. Ringkasan Farmakologi. Manado : UNSRAT Press.
Muchtaridi. 2007. Kimia 2.Jakarta:Yudhistira.

Ratna.

2009.

Azas

Le

Chatelier.

Available

at

http://www.chem-is-

try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_x/azas-le-chatelier/ (Diakses pada


tanggal 28 Maret 2015).
Sukardjo. 2002. Kimia Fisika. Jakarta : PT. Rinika Cipta.
Sumardjo. 2006. Pengantar Kimia. Jakarta : EGC.
Svehla.1990.Analisis Kuantitatif Mikro dan Semimikro. Jakarta: PT.Kalman Media
Pustaka.
WHO. 2005. Pemastian Mutu Obat. Jakarta : EGC.

Lampiran

Pengocokan asetosal

Penambahan Na-sitrat

Pemanasan Sampel

yang dilarutkan
dalam asam sitrat

t 0 menit

t 0 menit

t 15 menit

t 15 menit

t 45 menit

t 30 menit

t 45 menit

t 30 menit

Hasil pengujian pH
sampel setelah titrasi

Anda mungkin juga menyukai