Anda di halaman 1dari 22

LABORATORIUM FARMASI FISIKA

AKADEMI FARMASI TORAJA

LAPORAN PRAKTIKUM
EMULSIFIKASI
PEMBIMBING:Adithama asmal, s.si,M.Kes,Apt

ANGKATAN VII
SEMESTER III

TANA TORAJA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Maksud percobaan
Mengetahui dan memahami hal-hal yang berperan dalam pembuatan dan
kestabilan dari suatu emulsi
I.2 Tujuan percobaan
1.menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam
pembuatan emulsi
2. membuat emulsi menggunakan emulgator golongan surfaktan
3. mengevaluasi kestabilan suatu emulsi
4. menentukan HLB butuh yang digunakan dalam pembuatan emulsi
I.3 Prinsip percobaan
Pembuatan emulsi dengan menggunakan emulgator dengan variasi HLB butuh
menggunakan emulgator 5% dengan HLB butuh 5,7,9 dan emulgator 3% dengan
HLB butuh 6,8,10.kestabilan suatu emulsi dengan nilai HLB butuh yang bervariasi
didasarkan pada penampakan fisik dari emulsi tersebut misalnya perubahan
volume,perubahan warna dan pemisahan fase terdispersi dan pendispersi dalam
jangka waktu tertentu pada kondisi yang dipaksakan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.I TEORI UMUM

A. Emulsifikasi merupakan proses pembentukan emulsi pada suatu


sediaan farmasi. Terdapat beberapa pengertian tentang emulsi,
yaitu :
Menurut FI III : 9
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau
cairan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan
zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
Menurut Parrot : 354
Emulsi adalah suatu sistem polifase dari 2 campuran yang tidak
saling bercampur. Salah satunya tersuspensi dengan bantuan
emulgator keseluruh partikel lainnya. Ukuran diameter partikelnya
0.2 50 m.
Menurut Physical Pharmacy : 522
Emulsi adalah sistem yang tidak stabil secara termodinamika
mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur satu
diantaranya terdispersi sebagai globul-globul (fase pendispersi)
dalam fase cair lainnya (fase kontinyu) distabilkan dengan adanya
bahan pengemulsi/ emulgator.
Menurut FI IV : 6
Emulsi adalah sistem dua fase dimana salah satu cairannya
terdispersi dalam cairan yang lain dalam bentuk tetesan-tetesan
kecil.
Menurut DOM Martin : 508
Emulsi adalah sistem heterogen, terdiri dari kurang lebih satu cairan
yang tidak tercampurkan yang terdispersi dalam cairan lainnya dalam
bentuk tetesan-tetesan di mana diameternya kira-kira 0,1 mm atau
dapat diartikan sebagai dua fase yang terdiri dari satu cairan yang
terdispersi dalam cairan lainnya yang tidak tercampurkan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Emulsi adalah suatu sistem heterogen

yang tidak stabil secara termodinamika, yang terdiri dari paling sedikit
dua fase cairan yang tidak bercampur, dimana salah satunya
terdispersi dalam cairan lainnya dalam bentuk tetesantetesan kecil,
yang berukuran 0,1-100 mm, yang distabilkan dengan
emulgator/surfaktan yang cocok.
Baik fase terdispersi atau fase kontinu berkisar dalam konsistensi dari
suatu cairan mobil sampai suatu massa setengah padat (semisolid).
Jadi sistem emulsi berkisar dari cairan (lotio) yang mempunyai
viskositas relative rendah sampai salep atau krim, yang merupakan
semisolid. Diameter partikel dari fase terdispersi umumnya berkisar
dari 0,1-10 m, walaupun partikel sekecil 0,01 m dan sebesar 100 m
bukan tidak biasa dalam beberapa sediaan.
Komponen utama emulsi berupa fase dispersi (zat cair yang terbagibagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain (fase internal); Fase
kontinyu (zat cair yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung)
dari emulsi tersebut (fase eksternal)); dan Emulgator (zat yang
digunakan dalam kestabilan emulsi).
Tidak ada teori emulsifikasi yang umum, karena emulsi dapat dibuat
dengan menggunakan beberapa tipe zat pengemulsi yang masingmasing berbeda bergantung pada cara kerjanya dengan prinsip yang
berbeda untuk mencapai suatu produk yang stabil. Zat pengemulsi
bisa dibagi menjadi 3 golongan sebagai berikut :
a) Zat-zat yang aktif pada permukaan yang teradsorpsi pada
antarmuka minyak/air membentuk lapisan monomolekular dan
mengurangi tegangan antarmuka.
b) Koloid hidrofilik yang membentuk suatu lapisan multimolekular
sekitar tetesan-tetesan terdispers dari minyak dalam suatu emulsi o/w.
c) Partikel-partikel padat yang terbagi halus, yang diadsorpsi pada
batas antarmuka dua fase cair yang tidak bercampur dan membentuk
suatu lapisan partikel di sekitar bola-bola terdispersi.
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal

ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi 2 : Emulsi yang


mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi
minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi m/a.
Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar
minyak disebut emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi
a/m. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi
minyak dalam air diencerkan atau ditambahkan dengan air atau suatu
preparat dalam air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang
stabil, perlu fase ketiga atau bagian dari emulsi, yakni: zat pengemulsi
(emulsifying egent). Tergantung pada konstituennya, viskositas emulsi
dapat sangat bervariasi dan emulsi farmasi bisa disiapkan sebagai
cairan atau semisolid (setengah padat).
Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting
agar memperoleh emulsa yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA,
tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsa dapat dibedakan menjadi
dua macam yaitu emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi
buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah, dimana terdapat
disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan zat
seperti putih telur .
Pada pembuatan emulsi, surfaktan juga dapat digunakan sebagai
emulgator. Jika surfaktan yang digunakan sebagai emulgator maka
dapat terbentuk suatu emulsi ganda (multiple emulsion). Sistem ini
merupakan jenis emulsi air-minyak-air atau sebaliknya. Mekanisme
kerja emulgator semacam ini berdasarkan atas kemampuannya
menurunkan tegangan permukaan air dan minyak serta membentuk
lapisan monomolekular pada permukaan globul fase terdispersi.
Secara kimia molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan non polar.
Apabila surfaktan dimasukkan ke dalam sistem yang terdiri dari air dan
minyak, maka gugus polar akan mengarah ke fase air sedangkan
gugus non polar akan mengarah ke fase minyak. Surfaktan yang
didominasi gugus polar akan cenderung membentuk emulsi minyak

dalam air. Sedangkan jik amolekul surfaktan lebih didominasi gugus


non polar akan cenderung menghasilkan emulsi air dalam minyak.
Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi surfaktan
sebagai emulgator adalah Metode HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance).
HLB ( Hydrophilic Lypophilic Balance) adalah ukuran keseimbangan
hidrofilik-lipofilik dari suatu zat aktif permukaan. Griffin menyusun
suatu skala ukuran HLB surfaktan yang dapat digunakan menyusun
daerah efisiensi HLB optimum untuk setiap fungsi surfaktan. Semakin
tinggi nilai HLB suatu surfakatan, sifat kepolarannnya akan meningkat.
Disamping itu, HLB butuh minyak yang digunakan juga perlu diketahui.
Pada umumnya nialai HLB butuh suatu minyak adalah tetap untuk
suatu emulsi tertentu dan nilai ini ditentukan berdasarkan percobaan.
Menurut Griffin, nilai HLB butuh setara dengan nilai HLB surfaktan yang
digunakan untuk mengemulsikan minyak dengan air sehingga
membentuk suatu emulsi yang stabil.
Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal 4 macam teori,
yang melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang
berbeda-beda. Teori tersebut ialah :
1. Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)
Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis yang
disebut dengan daya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya
tarik menarik antara molekul yang tidak sejenis yang disebut dengan
daya adhesi.
Daya kohesi suatu zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu
zat cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya
keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada permukaan
tersebut dinamakan tegangan permukaan.
Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan
tegangan bidang batas dua cairan yang tidak dapat bercampur.
Tegangan yang terjadi antara dua cairan tersebut dinamakan tegangan
bidang batas.

Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang


mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk
bercampur. Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah dengan
penambahan garam-garam anorganik atau senyawa-senyawa
elektrolit, tetapi akan berkurang dengan penambahan senyawa organik
tetentu antara lain sabun.
Didalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulgator akan
menurunkan dan menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi
pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan
mudah bercampur.
2. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge)
Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni :
Kelompok hidrofilik, yakni bagian dari emulgator yang suka pada air.
Kelompok lipofilik, yakni bagian yang suka pada minyak.
3. Teori Interparsial Film
Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara
air dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan
membungkus partikel fase dispers. Dengan terbungkusnya partikel
tersebut maka usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung
menjadi terhalang. Dengan kata lain fase dispers menjadi stabil. Untuk
memberikan stabilitas maksimum pada emulsi, syarat emulgator yang
dipakai adalah :
Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak.
Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase
dispers.
Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup
semua permukaan partikel dengan segera.
4. Teori Electric Double Layer (lapisan listrik ganda)
Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung
berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis,
sedangkan lapisan berikutnya akan bermuatan yang berlawanan

dengan lapisan didepannya. Dengan demikian seolah-olah tiap partikel


minyak dilindungi oleh dua benteng lapisan listrik yang saling
berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari partikel
minyak yang akan menggandakan penggabungan menjadi satu
molekul besar. Karena susunan listrik yang menyelubungisesama
partikel akan tolak- menolak dan stabilitas emulsi akan bertambah.
Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara
dibawah ini.
Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.
Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya.
Terjadinya gesekan partikel dengan cairan disekitarnya
Ada beberapa Metode yang biasa digunakan dalam pembuatan Emulsi
yaitu :
a. Metode Gom Kering
Disebut pula metode continental dan metode 4;2;1. Emulsi dibuat
dengan jumlah komposisi minyak dengan jumlah volume air dan
jumlah emulgator. Sehingga diperoleh perbandingan 4 bagian minyak,
2 bagian air dan 1 bagian emulgator. Pertama-tama gom didispersikan
ke dalam minyak, lalu ditambahkan air sekaligus dan diaduk /digerus
dengan cepat dan searah hingga terbentuk korpus emulsi.
b. Metode Gom Basah
Disebut pula sebagai metode Inggris, cocok untuk penyiapan emulsi
dengan musilago atau melarutkan gum sebagai emulgator, dan
menggunakan perbandingan 4;2;1 sama seperti metode gom kering.
Metode ini dipilih jika emulgator yang digunakan harus
dilarutkan/didispersikan terlebuh dahulu kedalam air misalnya
metilselulosa. 1 bagian gom ditambahkan 2 bagian air lalu diaduk, dan
minyak ditambahkan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk dengan
cepat.
c. Metode Botol
Disebut pula metode Forbes. Metode ini digunakan untuk emulsi dari

bahan-bahan menguap dan minyak-minyak dengan kekentalan yang


rendah. Metode ini merrupakan variasi dari metode gom kering atau
metode gom basah. Emulsi terutama dibuat dengan pengocokan kuat
dan kemudian diencerkan dengan fase luar.
Dalam botol kering, emulgator yang digunakan dari jumlah minyak.
Ditambahkan dua bagian air lalu dikocok kuat-kuat, suatu volume air
yang sama banyak dengan minyak ditambahkan sedikit demi sedikit
sambil terus dikocok, setelah emulsi utama terbentuk, dapat
diencerkan dengan air sampai volume yang tepat.
d. Metode Penyabunan In Situ
Sabun Kalsium
Emulsi a/m yang terdiri dari campuran minyak sayur dan air jeruk,yang
dibuat dengan sederhana yaitu mencampurkan minyak dan air dalam
jumlah yang sama dan dikocok kuat-kuat. Bahan pengemulsi, terutama
kalsium oleat, dibentuk secara in situ disiapkan dari minyak sayur
alami yang mengandung asam lemak bebas.
Sabun Lunak
Metode ini, basis di larutkan dalam fase air dan asam lemak dalam
fase minyak. Jika perlu, maka bahan dapat dilelehkan, komponen
tersebut dapat dipisahkan dalam dua gelas beker dan dipanaskan
hingga meleleh, jika kedua fase telah mencapai temperature yang
sama, maka fase eksternal ditambahkan kedalam fase internal dengan
pengadukan.
Pengemulsi Sintetik
Beberapa pustaka memasukkannya dalam kategori metode tambahan
(1). Secara umum, metode ini sama dengan metode penyabunan in
situ dengan menggunakan sabun lunak dengan perbedaan bahwa
bahan pengemulsi ditambahkan pada fase dimana ia dapat lebih
melarut. Dengan perbandingan untuk emulsifier 2-5%. Emulsifikasi

tidak terjadi secepat metode penyabunan. Beberapa tipe peralatan


mekanik biasanya dibutuhkan, seperti hand homogenizer.
Berdasarkan atas fenomena semacam itu, dikenal beberapa peristiwa
ketidakstabilan emulsi, yaitu:
a) Flokulasi dan creaming.
Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya kelompok-kelompok
globul yang posisinya tidak beraturan di dalam emulsi. Creaming
adalah suatu peristiwa terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi
yang berbeda-beda di dalam emulsi. Lapisan dengan konsentrasi
paling pekat akan berada di sebelah atas atau bawah tergantung dari
bobot jenis.
b) Koalesense dan Demulsifikasi
Peristiwa ini terjadi tidak semata-mata disebabkan oleh energy bebas
permukaan, tetapi disebabkan pula oleh ketidaksempurnaan lapisan
globul. Koalesen adalah peristiwa penggabungan globul-globul menjadi
lebih besar. Sedangkan Demulsifikasi adalah peristiwa yang
disebabkan oleh terjadinya proses lanjut dari koalesen. Kedua fase
akhirnya terpisah kembali menjadi dua cairan yang tidak dapat
bercampur. Kedua peristiwa semacam ini emulsi tidak dapat diperbaiki
kembali melalui pengocokan.
Emulsi juga dapat mengalami ketidakstabilan jika mengalami hal-hal di
bawah ini:
Peristiwa kimia, seperti penambahan alkohol, perubahan PH,
penambahan CaO / CaCL2 .
Peristiwa fisika, seperti pemanasan, penyaringan, pendinginan dan
pengadukan. Inversi yaitu peristiwa berubahnya tipe emulsi W/O
menjadi O/W atau sebaliknya dan sifatnya irreversible .
Zataktif yang digunakanpadasaatpraktikum, denganmonografisebagaiberikut
(Farmakope
Indonesia, Ed. III, 1979. Hal 56) :
1. Span 80 (4:567)

Namaresmi :Sorbitanmonooleat
Namalain :Sorbitanatau span 80
RM : C3O6H27Cl17
Pemerian :Larutanberminyak, tidakberwarna, bau
karakteristikdariasamlemak.
Kelarutan :Praktistidaklaruttetapiterdispersi
dalam air dandapatbercampurdengan
alkoholsedikitlarutdalamminyakbijikapas.
Kegunaan :Sebagaiemulgatordalamfaseminyak
Penyimpanan :Dalamwadahtertutuprapat
HLB Butuh : 4,3
2. Tween 80 (4: 509)
Nama resmi : Polysorbatum 80
Nama lain : Polisorbat 80, tween
Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berwarna,
hampir tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P
dalam etil asetat P dan dalam methanol P,
sukar larut dalam parafin cair P dan dalam
biji kapas P
Kegunaan : Sebagai emulgator fase air
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
HLB Butuh : 15
3. Air suling (4:96)
Nama resmi : Aqua destilata
Nama lain : Air suling

RM/BM : H2O / 18,02


Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik


Kegunaan : Sebagai fase air
4. Paraffin cair(edisi III hal 474)
Nama resmi: paraffinum liquidum
Nama lain :paraffin cair
Pemerian: caiaran kental transparan tidak berflauresensi; tidak berwarn; hampir
tidak berbau;hampir
tidak mempunyai rasa
Kelarutan: praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol 95% p; larut dalam
kloroform p dan dalam eter p
Kegunaan: sebagai pelarut/fase minyak
Penyimpanan: dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya

BAB III
METODE KERJA
III.I ALAT DAN BAHAN

a. Alat

Pipet tetes
Gelas Ukur
Tabung raksi
Gelas Beaker
Tangas Air
Pengaduk elektrik
Water batch

b. Bahan

Tween 80
Span 80
Air
parafin cair

III.2 PROSEDUR KERJA


-ditimbang jumlah span 80 dan tween 80 yang diperlukian untuk setiap nilai HLB
butuh
-Ditimbang masing masing bahan yang diperlukan .
-campurkan parafin dengan span 80.
-Campurkan air dengan tween 80
-Dipanaskan keduanya diatas penangas air bersuhu 70 o
ditambahkan campuran minyak kedalam campuran air dan segera diaduk dengan
pengaduk elektrik selama 5 menit .
-

-diberikan tanda dengan masing-masing HLB dan resep masing-masing juga di


diamkan selama 6 hari setelah 6 hari di amati .

BAB IV
PENGAMATAN

PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN BAHAN

R/ Parafin cair 20 %
Emulgator

HLB 5, 7, 9

5%

Air ad 100 ml

HLB 5

a.(Hlb + tween x jumlsh tween)- (hlb span x jumlah span ) = jumlah


emulgator ysng dibutuhkn x hlb butuh
(15xa)-(4,3x(5-a))= 5x5
(15a)+ (21,5-4,3a)=25
Tween 80
15a-4,3a=25-21,5
10,7a= 3,5
a

3,5
10,7

= 0,327 = 0,33 gram


Jumlah tween = 0,33 gram
Jumlah span = 5- 0,33
Jumlah span = 4,7 gram

HLB 7
( 15 X a) ( 4,3 x( 5-a ) ) = 5x7
15 a 4,3 a + 21,5 = 35
10,7 a= 35- 21,5
a

13,5
10,7

= 1,26 = 1,3 gram


Jumlah tween = 1,3 gram
Jumlah span = 5- a
= 5-1,3 = 3,7 gram

HLB 9
( 15x a)- ( 4,3x (5-a )) = 9x 9
15 a- 4,3a + 21,5 = 45
10,7 a

= 45- 21,5

a=

23,5
10,7

jumlah tween = 2,2 gram


jumlah span = 5-a
=5-2,2
=2,8 gram

b. perhitungan bahan dan HLB pada emulgator 3%


paraffin cair 20%=20/100x100=20 g
Emulgator 3%=3/100x100=3g
Air ad
100=10-(20+3=17)g
HLB: 6
(15xa)-(4.3x3-a)=3x6
15+(12,9-4,3)=18
15a-4,3a=18-12,9
10,7a=5,1
a=5,1/10,7=0,476
=0,5g
Jumlah tween=0,5g
Jumlah span=3-a
Jumlah span=3-0,5
Jumlah span=2,5
HLB:8

(15xa)-(4,3x(3-a)=3x8
15a+(12,9-4,3a)=24
15a-4,3a=24,12 g
10,7a=11,1
a=11,1/10,7=1,037g
=1 g
Jumlah span=3-a
Jumlah tween=1 g
Jumlah span=3-1
Jumlah span=2 g
HLB:10
(15xa)-(4,3x(3-a)=3x10
15a+(12,9-4,3a)=30
15a-4,3a=30-12,9 g
10,7a=17,1
a=17,1/10,7=1,598 g
=1,6 g
Jumlah tween =1,6 g
Jumlah span=3-a
Jumlah span=3-1,6
Jumlah span=1,4 g
IV.3 Hasil pengamatan
N HL
o B

Ti
ng
gi
e
m
ul
si

Ting
gi
cre
ami
ng

crea
min
g

Deflo
kulasi

ket

1
.

12

5,3

2
.

11
,1

4,3

3
.

13
,2

6,6

4
.

13

7,6

5
.

6
.

1
0

10
,7

13
,6

7,5

Ber
uba
h
war
na
Ber
uba
h
war
na
Ber
uba
h
war
na
Ber
uba
h
war
na
Ber
uba
h
war
na
Ber
uba
h
war
na

BAB V
PEMBAHASAN
Emulsi adalah suatu sistim dispersi yang tidak stabil secara termodinamika
karena gaya kohesi lebih besar dari gaya adhesi sehingga energi bebas akan
meningkat. Percobaan kali ini bertujuan untuk menghitung jumlah emulgator
golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan emulsi. Membuat emulsi
dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan mengevaluasi ketidakstabilan
suatu emulsi, menentukan HLB butuh digunakan dalam pembuatan emulsi.
Emulsi yang dibuat dalam percobaan kali ini adalah emulsi paraffin dengan
golongan surfaktan. Emulgator golongan surfaktan bekerja dengan menurunkan
tegangan permukaan sehingga energi bebas dengan membentuk lapisan
monomolekuler. Emulgator surfaktan yaitu tween 80 dan span 80 dimana tween 80
memiliki HLB 15 dan span 80 memiliki HLB 4,3.
Pada percobaan kali ini menggunakan emulgator dengan jumlah 5% dan
3%, pada emulsi yang menggunakan emulgator 5% memakai HLB butuh 5,7,9 dan
HLB butuh 6,8,10 untuk emulgator 3%.
Adapun tahap-tahap yang dilakukan dalam percobaan kali ini yaitu dengan
menghitung jumlah span dan tween yang diperlukan untuk setiap nilai HLB butuh,
ditimbang masing-masing bahan yang diperlukan, kemudian dicampurkan paraffin
dengan span, dicampurkan air dengan tween, dipanaskan keduanya diatas
penangas air yang bersuhu 700c, ditambahkan campuran paraffin cair ke dalam
campuran air, segera diaduk dengan pengaduk elektrik dalam hal ini menggunkan
mixer selama 5 menit. Kemudian dituang ke dalam tabung reaksi dan diberi tanda
dengan masing-masing HLB sesuai resep. Emulsi yang sudah jadi didiamkan selama
6 hari dan setelah 6 hari dilakukan pengamatan.

Suatu emulsi dikarenakan stabil apabila: terjadi creaming (perpisahan emulsi


menjadi 2 lapisan), koalensi creaking (breaking) yaitu pecahnya emulsi karena yang
meliputih partikel rusak dan butiran minyak akan koalensi (menyatuh).
Pengamatan emulsi dilakukan selama 6 hari bertujuan untuk melihat
pemisahan antara fase air dan fase minyak. Penyimpanan emulsi dilakukan pada
suatu yang dipaksakan (stress condition). Perlakuan ini dimaksudkan untuk
mengetahui kestabilan emulsi dimana terjadi perubahan suhu secara drastis. Suatu
emulsi dikatakan tidak stabil, apabila terjadi creaming terpisahnya emulsi menjadi
dua lapisan, dan koalensi creaking yaitu pecahnya emulsi karena filum yang
meliputi partikel rusak dan butiran minyak akan koalensi.
Dari hasil pengamatan setelah 6 hari, pada HLB 5,6,8 dan 9 yang mengalami
creaming sedangkan pada HLB 7,10 mengalami flokulasi sehingga dapat dikatakan
tidak ada yang stabil.
Tinggi creaming pada emulsi HLB 8 jauh lebih tinggi dibandingkan tinggi
creaming pada emulsi lainnya. Jadi semakin tinggi creaming yang terjadi, semakin
besar pula potensi fase dalam untuk bergabung secara sempurna.
Pada HLB 5,6,8 memiliki warna yang sama yaitu diatas putih susu
dibawahnya bening, tetapi memiliki ketinggian yang berbeda yaitu HLB 5
ketinggiannya 12 cm, HLB 6 ketinggiannya 11,1 cm da HLB 8 ketinggiannya 13 cm
sedangkan pada HLB 7 diatas keruh dibawahnya putih susu dengan ketinggian 13,2
Cm, HLB 9 diatasnya putih susu dibawah keruh dengan ketinggian 13,7 cm, HLB 10
diatasnya putih susu dibawah keruh dengan ketinggian 13,6 cm.
Dari hasil percobaan yang dilakukan terjadi perbedaan hasil diantara setiap
HLB. Hal tersebut terjadi karena pada proses pemanasan kedua fase, salah satu
fase melewati suhu 600c sementara emulsi yang baik fase minyak dan fase air
suhunya harus sama yaitu 600c. Kesalahan selanjutnya yaitu pada saat pengadukan
tidak konstan dan terlalu lambat sehingga sediaan yang dibuat menjadi tidak stabil.
Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi
adalah cara pembuatan, pengadukan, pemanasan, dan nilai HLB karena HLB
merupakan angka yang menunjukkan ukuran keseimbangan dan tegangan gugus
hidrofilik dan lipofilik yaitu span 80 dan tween 80 sebagai emulgator.

BAB VI
PENUTUP
V1.1 KESIMPULAN
1. Emulsi adalah suatu system disperse yang secara termodinamika tidak
stabil terdiri dari paling sedikit dua cairan yang tidak bercampur dan
satu di antara , terdispersi sebagai globul globul cairan lainnya
2. Emulsi dengan bahan paraffin cair dan paraffin cair menggunakan
emulgator 5% Tween dan span dengan HLB 6,8 dan 10 dan emulgator
3% Tween dan span dengan HLB 5,7 dan 9.
3. Kestabilan emulsi dapat terjadi karena penggunaan emulgator yang tidak
sesuai , selain itu penurun suhu yang tiba tiba dapat menyebabkan
emulsi menjadi tidak stabil .
4. Dari percobaan ini , ada beberapa emulsi memiliki creaming yaitu HLB
5,6,8,9 sedangkan emulsi yang memiliki flokulasi yaitu HLB 7,10.
V1.2 Saran
Keseriusan dan ketelitian setiap praktikan perlu di tingkatkan lagi dan
persiapan alat dan bahan di pastikan telah di persiapkan semua
sebelum melakukan praktilkum .

DAFTAR PUSTAKA

Ansel.Howart c ,1989: Pengantar bentuk sediaan farmasi . Jakarta: Universitas


Indonesia
Lachman, leon. 1994: Teori dan praktek farmasi industri. Jilid III.edisi III: Jakarta

Dirjen POM: 1979, Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta. DEPKES RI


Ansat. M. 2012. Ilmu meracik obat teori dan praktek. Yogyakarta. UGM Press
R.Vorght. 1994 buku ajar pelajaran teknologi farmasi Edisi: v. Yogyakarta Gadjah
Mada Universitas Press

LAMPIRAN

Ditimbang bahan

Paraffin cair+span

Aquadest+tween

Dipanaskan di water
bath pada suhu 700c

Campur air
+campurkan
minyak

Dikocok dengan
pengocokan
elektrik selama 5
menit

Dimasukkan ke
tabung reaksi+ diberi
label

Didiamkan selama
6 hari

Anda mungkin juga menyukai