Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air dan minyak selamanya tidak akan bisa menyatu. Hal ini terjadi karena adanya
perbedaan tingkat polaritas di antara kedua zat tersebut. Air merupakan molekul yang
memiliki gugus polar, sedangkan minyak merupakan zat yang memiliki gugus non
polar. Perbedaan ini menyebabkan keduanya tidak bisa menyatu, karena gugus polar
hanya bisa bersatu dengan gugus polar, sedangkan gugus non polar hanya bisa bersatu
dengan gugus non polar, namun melalui suatu proses emulsifikasi keduanya dapat
disatukan.
Emulsi berasal dari kata emulgeo yang artinya menyerupai milk, warna emulsi
adalah putih. Pada abad XVII hanya dikenal emulsi dari biji-bijian yang mengandung
lemak, protein dan air. Emulsi semacam ini disebut emulsi vera atau emulsi alam,
sebagai emulgator dipakai protein yang terdapat dalam bij tersebut.
Pada pertengahana abad XVIII, ahli farmasi perancis memperkenalkan pembuatan
emulsi dari oleum olivarum, oleum anisi dan eugenol oil dengan menggunakan
penambahan gom arab, tragacanth dan kuning telur. Emulsi yang terbentuk karena
penambahan emulgator dari luar disebut emulsi spuria atau emulsi buatan.
Emulsi adalah sistem dispersi kasar dari dua atau lebih cairan yang tidak larut satu
sama lain, dimana partikel terdispersi dan medium pendispersinya sama-sama
berbentuk cairan. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan
polar dan cairan non polar. Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari adalah susu,
di mana lemak terdispersi dalam air. Dalam susu terkandung kasein suatu protein yang
berfungsi sebagai zat pengemulsi.
Sistem emulsi banyak dijumpai penggunaannnya dalam farmasi dan banyak
digunakan baik untuk pemakaian secara oral maupun untuk penggunaan luar. Ahli

fisika kimia menentukan emulsi sebagai suatu campuran yang tidak stabil secara
termodinamis, dari dua cairan yang pada dasarnya tidak saling bercampur.
Emulgator merupakan komponen yang penting untuk memperoleh emulsi yang
stabil. Ada dua macam tipe emulsi yang terbentuk yaitu tipe M/A dimana tetes minyak
terdispersi ke dalam fase air, dan tipe A/M dimana fase intern air dan fase ekstern
adalah minyak. Fase intern disebut pula fase dispers atau fase discontinue.
Praktikum kali ini akan mempelajari cara pembuatan emulsi dengan menggunakan
emulgator dari golongan surfaktan yaitu Tween 80 dan Span 80 dengan berbagai
konsentrasi serta untuk menentukan pada nilai HLB berapa emulsi yang terbentuk dari
minyak zaitun dapat menjadi emulsi yang stabil.

B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum emulsifikasi kali ini antara lain adalah :
1. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam
pembuatan emulsi.
2. Membuat emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan.
3. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi.
4. Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Emulsi
1. Menurut Farmakope Indonesia Edisi III
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau cairan obat
terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok.
2. Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV
Emulsi adalah sistem dua fase dimana salah satu cairannya terdispersi dalam cairan
yang lain dalam bentuk tetesan-tetesan kecil.
3. Menurut Ansel
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan-bulatan
kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak saling bercampur.
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat yang
terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan oleh zat pengemulsinya atau
surfaktan yang cocok.
Emulsi adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan
yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Jika minyak yang merupakan fase terdispersi
dan larutan air merupakan fase pembawa, sistem ini disebut emulsi minyak dalam air.
Sebaliknya, jika air atau larutan air yang merupakan fase terdispersi dan minyak atau
bahan seperti minyak sebagai fase pembawa, sistem ini disebut emulsi air dalam
minyak. Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang
mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besardan akhirnya
menjadi suatu fase tunggal yang memisah (Anonim, 1995).
Emulsi merupakan preparat farmasi yang terdiri 2 atau lebih zat cair yang
sebetulnya tidak dapat bercampur (immicible) biasanya air dengan minyak lemak.

Salah satu dari zat cair tersebut tersebar berbentuk butiran-butiran kecil kedalam zat
cair yang lain distabilkan dengan zat pengemulsi (emulgator/emulsifiying/surfactan).
Dalam batas emulsi, fase terdispersi dianggap sebagai fase dalam dan medium
dispersi sebagai fase luar atau kontinyu. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak
dan fase luar air disebut emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai
emulsi m/a. Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak
disebut emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai emulsi a/m. Karena fase luar
dari suatu emulsi bersifat kontinyu, suatu emulsi minyak dalam air diencerkan atau
ditambahkan dengan air atau suatu preparat dalam air.
Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian
dari

emulsi,

yakni:

zat

pengemulsi

(emulsifying

egent). Tergantung

pada

konstituennya, viskositas emulsi dapat sangat bervariasi dan emulsi farmasi bisa
disiapkan sebagai cairan atau semisolid (setengah padat) (Ansel, 1989).
Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting agar
memperoleh emulsa yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan, gelatin, sapo
dan lain-lain. Emulsa dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu emulsi vera (emulsi
alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat dari biji atau buah,
dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang biasanya merupakan
zat seperti putih telur (Anief, 2000).
Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang hingga
krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam air dibuat pada suhu tinggi,
berbentuk cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan menjadi
padat akibat terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak diperlukan
perbandingan volume fase internal terhadap volume fase eksternal yang tinggi untuk
menghasilkan sifat setengah padat, misalnya krim stearat atau krim pembersih adalah

setengah padat dengan fase internal hanya hanya 15%. Sifat setengah padat emulsi air
dalam minyak, biasanya diakibatkan oleh fase eksternal setengah padat (Anonim,
1995).
Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat dugunakan bersama
surfakatan pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada antar
permukaan dan juga meningkatkan kekentalan fase air, sehingga mengurangi
kecepatan pembenrukan agregat tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan pemisahan
emulsi yang relatif cepat menjadi fase yang kaya akan butiran dan yang miskin akan
tetesan. Secara normal kerapatan minyak lebih rendah daripada kerapatan air, sehingga
jika tetesan minyak dan agregat tetesan meningkat, terbentuk krim. Makin besar
agregasi, makin besar ukuran tetesan dan makin besar pula kecepatan pembentukan
krim (Anonim, 1995).
Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air mempermudah
pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawetan sangat penting untuk emulsi
minyak dalam air karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi. Karena jamur dan
ragi lebih sering ditemukan daripada bakteri, lebih diperlukan yang bersifat fungistatik
atau bakteriostatik. Bakteri ternyata dapat menguraikan bahn pengemulsi ionik dan
nonionik, gliserin dan sejumlah bahan pengemulsi alam seperti tragakan dan gom
(Anonim, 1995).
Komponen utama emulsi berupa fase dispers (zat cair yang terbagi-bagi menjadi
butiran kecil kedalam zat cair lain (fase internal)); Fase kontinyu (zat cair yang
berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut (fase eksternal)); dan
Emulgator (zat yang digunakan dalam kestabilan emulsi). Berdasarkan macam zat cair
yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan
menjadi 2 : Emulsi tipe w/o (emulsi yang terdiri dari butiran air yang tersebar ke dalam

minyak, air berfungsi sebagai fase internal & minyak sebagai fase eksternal) dan
Emulsi tipe o/w (emulsi yang terdiri dari butiran minyak yang tersebar ke dalam air)
(Ansel, 1989).
B. Komponen Emulsi
Komponen dari emul Emulsi dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu :
1. Komponen Dasar : adalah bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat didalam
emulsi, biasanya terdiri dari :
a. Fase dispers / fase internal / fase diskontinyu : yaitu zat cair yang terbagi-bagi
menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain.
b. Fase kontinyu / fase eksternal / fase luar : yaitu zat cair dalam emulsi yang
berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari emulsi tersebut.
2. Emulgator : adalah bagian berupa zat yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
3. Komponen Tambahan : bahan tambahan yang sering ditambahkan pada emulsi
untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Misalnya corrigen saporis,odoris,
colouris, preservatif (pengawet), antoksidant. Preservatif yang digunakan antara
lain metil dan propil paraben, asam benzoat, asam sorbat, fenol, kresol, dan
klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil merkuri asetat, dll. Antioksidant yang
digunakan antara lain asam askorbat, L.tocoperol, asam sitrat, propil gallat dan
asam gallat.
C. Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun eksternal,
maka emulsi digolongkan menjadi dua macam yaitu :
1. Emulsi tipe O/W (oil in water) atau M/A (minyak dalam air). Adalah emulsi yang
terdiri dari butiran minyak yang tersebar kedalam air. Minyak sebagai fase internal
dan air fase eksternal.

2. Emulsi tipe W/O (water in oil) atau A/M (air dalam minak). Adalah emulsi yang

terdiri dari butiran air yang tersebar kedalam minyak. Air sebagai fase internal
sedangkan fase minyak sebagai fase eksternal.
D. Tujuan Pemakaian Emulsi
Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua
cairan yang saling tidak bisa bercampur. Tujuan pemakaian emulsi adalah :
1. Dipergunakan sebagai obat dalam / peroral. Umumnya emulsi tipe M/A. Untuk
emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak dalam air memungkinkan
pemberian obat yang harus dimakan tersebut memiliki rasa enak dengan
menambahkan pemanis dan pemberi rasa pada pembawa airnya, sehingga mudah
dimakan dan ditelan sampai ke lambung. Ukuran partikel yang diperkecil dari
bola-bola minyak dapat mempertahankan minyak tersebut agar mudah diabsorbsi,
lebih efektif kerjanya, seperti meningkatkan efikasi minyak mineral sebagai
katartik bila diberikan dalam bentuk emulsi.
2. Dipergunakan sebagai obat luar. Emulsi yang dipakai pada kulit sebagai obat luar
biasa dibuat dalam bentuk M/A atau A/M, tergantung pada faktor-faktor, seperti
sifat zat terapeutik yang akan dimasukkan dalam emulsi, keinginan untuk
mendapatkan efek emolien atau pelembut jaringan dari preparat tersebut, dan
keadaan permukaan kulit. Pada kulit yang tidak luka, emulsi A/M biasanya dapat
dipakai lebih merata karena kulit dilapisi oleh lapisan tipis dari sabun dan
permukaan ini lebih mudah dibasahi oleh minyak daripada oleh air. Emulsi A/M
lebih lembut di kulit, karena mencegah mengeringnya kulit dan tidak mudah hilang
bila kena air. Sebaliknya bila diinginkan preparat yang mudah hilang bila terkena
air, dapat digunakan emulsi M/A.
E. Teori Terjadinya Emulsi

Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal 4 macam teori, yang melihat
proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbeda-beda. Teori tersebut ialah :
1. Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)
Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis yang disebut
dengan daya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya tarik menarik antara
molekul yang tidak sejenis yang disebut dengan daya adhesi. Daya kohesi suatu zat
selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat cair akan terjadi perbedaan
tegangan karena tidak adanya keseimbangan daya kohesi. Tegangan yang terjadi
pada permukaan tersebut dinamakan tegangan permukaan. Dengan cara yang sama
dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan bidang batas dua cairan yang tidak
dapat bercampur. Tegangan yang terjadi antara dua cairan tersebut dinamakan
tegangan bidang batas. Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada
bidang mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk bercampur.
Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah dengan penambahan garam-garam
anorganik atau senyawa-senyawa elektrolit, tetapi akan berkurang dengan
penambahan senyawa organik tertentu antara lain sabun. Didalam teori ini
dikatakan bahwa penambahan emulgator akan menurunkan dan menghilangkan
tegangan permukaan yang terjadi pada bidang batas sehingga antara kedua zat cair
tersebut akan mudah bercampur.
2. Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge)
Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua kelompok yakni :
a. Kelompok hidrofilik, yakni bagian dari emulgator yang suka pada air.
b. Kelompok lipofilik, yakni bagian yang suka pada minyak.
3. Teori Interparsial Film

Teori ini mengatakan bahwa emulgator akan diserap pada batas antara air dan
minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase
dispers. Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha antara partikel yang
sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan kata lain fase dispers menjadi
stabil. Untuk memberikan stabilitas maksimum pada emulsi, syarat emulgator yang
dipakai adalah :
a. Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak.
b. Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase dispers.
c. Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup semua
permukaan partikel dengan segera.
4. Teori Electric Double Layer (lapisan listrik ganda)
Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan
dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya
akan bermuatan yang berlawanan dengan lapisan didepannya. Dengan demikian
seolah-olah tiap partikel minyak dilindungi oleh dua benteng lapisan listrik yang
saling berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari partikel
minyak yang akan menggandakan penggabungan menjadi satu molekul besar.
Karena susunan listrik yang menyelubungi setiap partikel minyak mempunyai
susunan yang sama. Dengan demikian antara sesama partikel akan tolak menolak
dan stabilitas emulsi akan bertambah. Terjadinya muatan listrik disebabkan oleh
salah satu dari ketiga cara dibawah ini, yaitu :
a. Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.
b. Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya.
c. Terjadinya gesekan partikel dengan cairan disekitarnya.
F. Bahan Pengemulsi (Emulgator)

1. Emulgator alam : yaitu Emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang
rumit. Dapat digolongkan menjadi tiga golongan :
a. Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan
1) Gom arab. Sangat baik untuk emulgator tipe O/W dan untuk obat minum.
Kestabilan emulsi yang dibuat dengan gom arab berdasarkan 2 faktor
yaitu :
a) Kerja gom sebagai koloid pelindung
b) Terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju pengendapan
cukup kecil sedangkan masa mudah dituang (tiksotropi).
c) Lemak-lemak padat : PGA sama banyak dengan lemak padat.
d) Minyak atsiri : PGA sama banyak dengan minyak atsiri.
e) Minyak lemak : PGA kali berat minyak.
f) Minyak lemak + minyak atsiri + Zat padat larut dalam minyak lemak.
g) Bahan obat cair BJ tinggi seperti cloroform dan bromoform.
h) Balsam-balsam.
i) Oleum lecoris aseli
2) Tragacanth
3) Agar-agar
4) Chondrus
5) Emulgator lain : Pektin, metil selulosa, CMC 1-2 %.
b. Emulgator alam dari hewan
1) Kuning telur
2) Adeps lanae
c. Emulgator alam dari tanah mineral
1) Veegum / Magnesium Aluminium Silikat

2) Bentonit
2. Emulgator buatan
a. Sabun
b. Tween 20; 40; 60; 80
c. Span 20; 40; 80
G. Cara Pembuatan Emulsi
Adapun cara pembuatan emulsi dapat dilakukan dengan :
1. Dengan Mortir dan stamper
Sering digunakan membuat emulsi minyak lemak dalam ukuran kecil
2. Botol
Minyak dengan viskositas rendah dapat dibuat dengan cara dikocok dalam botol
pengocokan dilakukan terputus-putus utk memberi kesempatan emulgator untuk
bekerja
3. Dengan Mixer
Partikel fase dispersi dihaluskan dengann memasukkan kedalam ruangan yang
didalamnya terdapat pisau berputar dengan kecepatan tinggi.
4. Dengan Homogenizer
Dengan melewatkan partikel fase dispersi melewati celah sempit, sehingga partikel
akan mempunyai ukuran yang sama
H. Cara Membedakan Tipe Emulsi
1. Dengan Pengenceran, Tipe O/W dapat diencerkan dengan air, Tipe W/O dapat
diencerkan dengan minyak
2. Cara Pengecatan, Tipe O/W dapat diwarnai dengan amaranth/metilen blue, Tipe
W/O dapat diwarmai dengan sudan III

3. Cara creaming test, creaming merupakan peristiwa memisahkan emulsi karena fase
internal dari emulsi tersebut melakukan pemisahan sehingga tidak tersebar dalam
emulsimis : air susu setelah dipanaskan akan terlihat lapisan yang tebal pada
permukaan. Pemisahan dengan cara creaming bersifat refelsibel.
4. Konduktifitas
5. Elektroda dicelup didalam cairan emulsi, bila ion menyala tipe emulsi O/W
demikian sebaliknya.
I. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas emulsi, adalah:
1. Tegangan antarmuka rendah
2. Kekuatan mekanik dan elastisitas lapisan antarmuka
3. Tolakkan listrik double layer
4. Relatifitas phase pendispersi kecil
5. Viskositas tinggi.
J. Metode Pembuatan Emulsi
Dalam membuat emulsi dapat dilakukan dengan 3 metode , yaitu :
1. Metode Gom Basah ( Metode Inggris )
Yaitu dengan membuat mucilago yang kental dengn sedikit air lalu ditambahkan
minyak sedikit demi sedikit dengan diaduk cepat. Bila emulsi terlalu kental,
ditambahkan air sedikit demi sedikit agar mudah diaduk dan diaduk lagi ditambah
sisa minyak. Bila semua minyak sudah masuk ditambahkan air sambil diaduk
sampai volume yang dikehendaki. Cara ini digunakan terutama bila emulgator
yang akan dipakai berupa cairan atau harus dilarutkan dulu dengan air.

2. Metode Gom Kering

Metode ini juga disebut metode 4:2:1 ( 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1 bagian
gom ), Selanjutnya sisa air dan bahan lain ditambahkan. Caranya ialah 4 bagian
minyak dan 1 bagian gom diaduk dan dicampur dalam mortir yang kering dan
bersih sampai tercampur benar, lalu ditambahkan 2 bagian air sampai terjadi
corpus emulsi. Tambahkan sirup dan tambahkan sisa air sedikit demi sedikit, bila
ada cairan alkohol hendaklah ditambahkan setelah diencerkan sebab alkohol dapat
merusak emulsi .
3. Metode HLB
Dalam hal ini berhubungan dengan sifat-sifat molekul surfaktan mengenal sifat
relatif dari keseimbangan HLB ( Hydrophiel-Lyphopiel Balance ). ( Farmasetika ,
186-187 ).
K. Peristiwa Ketidakstabilan Emulsi
1. Flokulasi dan Creaming
Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan oleh adanya
energi bebas permukaan semata. Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya
kelompok kelompok globul yang posisinya tidak beraturan di dalam emulsi.
Creaming dalah suatu peristiwa terjadinya lapisan lapisan dengan konsenterasi
yang berbeda beda di dalam emulsi. Lapisan dengan konsenterasi paling dekat
akan berada di sebelah atas atau bawah tergantung dari bobot jenis fase terdispersi.
Pada kedua peristiwa tersebut, emulsi masih dapat diperbaiki melalui pengocokan
karena lapisan mono molekulernya masih eksis.
2. Koalesen dan Demulsifikasi
Peristiwa ini terjadi tidak semata mata disebabkan karena energi bebas
permukaan, tetapi disebabkan pula oleh ketidaksempurnaan pelapisan globul.
Koalesen adalah peristiwa terjadinya penggabungan globul globul menjadi lebih

besar. Sedangkan Demulsifikasi adalah peristiwa yang disebabkan oleh terjadinya


proses lanjut dari koalesen. Kedua fase akhirnya terpisah kembali menjadi dua
cairan yang tidak bercampur. Untuk kedua peristiwa semacam ini, emulsi tidak
dapat diperbaiki melalui pengocokan.

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah batang pengaduk, botol semprot,
cawan porselen, beaker glass, gelas ukur 100 ml, mixer, tabung sedimentasi, penangas
air, stop watch, pipet tetes, tissue dan timbangan analitik. Sementara itu, bahan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah minyak zaitun, tween 80, span 80 dan aquadest.
B. Prosedur
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Timbang minyak zaitun serta aquadest sesuai perhitungan masing masing
formula.
3. Timbang emulgator (tween 80 dan span 80) dalam cawan porselen sesuai
perhitungan untuk membuat emulsi dengan HLB butuh 10 hingga HLB butuh 14
dengan masing masing konsentrasi emulgator pada tiap HLB butuh yaitu 3% dan
4%.
4. Campurkan tween 80 dengan beberapa ml air pada cawan porselen, panaskan di
penangas air bila perlu, aduk hingga homogen (fase air).
5. Campurkan span 80 dengan 20 g minyak zaitun, aduk hingga homogen (fase
minyak).
6. Campurkan fase air dan fase minyak pada wadah, nyalakan mixer, kemudian
tambahkan sisa aquadest sedikit demi sedikit hingga terbentuk emulsi yang
berwujud seperti susu. Aduk selama 5 menit.
7. Masukkan emulsi yang telah terbentuk ke dalam tabung sedimentasi. Catat tinggi
emulsi awal (Ho).
8. Cara yang sama dilakukan untuk HLB 10 hingga HLB 14.

9. Lakukan pengamatan selama 3 hari

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Hasil Praktikum

HLB
10
11
12
13
14

Tabel Pengamatan Emulsifikasi Minyak Zaitun dengan


Berbagai Macam Nilai HLB dan Konsentrasi
Hari ke-1
Hari ke-2
Hari ke-3
Kadar
H0
Hv Hv/H0 H0 Hv Hv/H0 H0 Hv Hv/H0
3%
16,6 14,9 0,90 16,6 13,6 0,82 16,6 12,3 0,74
4%
16,3 13,3 0,82 16,3 12,8 0,78 16,9 12,7 0,75
3%
17,5 14,5 0,83 17,5 14,3 0,82 17,5 14,2 0,81
4%
15 11,3 0,75 15,0 10,6 0,71 15,0 10,0 0,67
3%
17,2 16,8 0,98 17,2 16,2 0,94 17,2 15,3 0,89
4%
16,6 12,8 0,77 16,6 12,5 0,75 16,6 12,3 0,74
3%
17 14,8 0,87 17,0 13,7 0,81 17,0 12,8 0,75
4%
17,1 14,5 0,85 17,1 14
0,82 17,1 13,5 0,79
3%
17,3 13
0,75 17,3 12,7 0,73 17,3 12,4 0,72
4%
16,9 15,5 0,92 16,9 13,5 0,80 16,9 11,4 0,67

B. Pembahasan
Emulsi merupakan sistem dispersi kasar yang secara termodinamik tidak stabil,
terdiri dari minimal dua atau lebih cairan yang tidak bercampur satu sama
lain,biasanya minyak dan air dimana cairan yang satu terdispersi didalam cairan yang
lain dan untuk memantapkannya diperlukan emulgator. Emulgator merupakan
komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi yang stabil.
Dalam praktikum ini, mencoba membandingkan mengenai nilai HLB (Hidrofil
Lipofil Balance) Tween 80 dan Span 80 terhadap stabilitas emulsi minyak zaitun,
dengan berbagai macam nilai HLB yang berbeda, yaitu 10, 11, 12, 13,dan 14 dengan
konsentrasi 3% dan 4%. Dilakukan pengamatan terhadap volume fase memisah pada
penyimpanan suhu kamar selama 3 hari.
Nilai HLB butuh didapatkan dari perhitungan tinggi sedimen (Hv) dibagi tinggi
mula-mula (Ho). Jika didapatkan hasil atau rasio mendekati satu, maka nilai HLB yang
didapat merupakan nilai HLB yang dibutuhkan zat tersebut agar terbentuk suatu

sediaan emulsi yang stabil dan kemungkinan terjadinya creaming (ketidakstabilan


emulsi) atau pemisahan pada emulsi rendah.
Berdasarkan hasil praktikum, nilai rasio yang mendekati satu, yaitu pada nlai HLB
12 dengan konsentrasi emulgator sebesar 3%. Nilai rasio yang didapat yaitu, pada hari
ke-1 = 0,98: hari ke-2 = 0,94: dan hari ke-3 = 0,89. Berdasarkan data tersebut dapat
disimpulkan bahwa nilai HLB butuh terbaik untuk minyak zaitun adalah 12 dengan
konsentrasi emulgator sebesar 3%.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, nilai rasio yang mendekati satu, yaitu pada nlai HLB
12 dengan konsentrasi 3%. Nilai rasio yang didapat yaitu, pada hari ke-1 = 0,98: hari
ke-2 = 0,94: dan hari ke-3 = 0,89. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa
nilai HLB butuh untuk minyak zaitun adalah 12 dengan konsentrasi 3%.

B.

Saran
Sebaiknya dilakukan penentuan HLB butuh minyak zaitun dengan jarak HLB
sempit agar diketahui dengan benar seberapa besar HLB butuh minyak zaitun.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta.: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
http://medicafarma.blogspot.com/2008/10/emulsif.html
http://sistemkoloid11.blogspot.com/2006/04/koloid-emulsi.html
http://blogkita.info/emulsi/
http://www.perfspot.com/blogs/blog.asp?BlogId=145981
http://dprayetno.wordpress.com/emulsi-shampo-lotion-clensing-cream/

LAMPIRAN
A. Perhitungan Bahan Emulgator pada Emulsi Minyak Zaitun
1. Formula 1
HLB 10

Jumlah emulgator yang dibutuhkan = 3% x 100 g = 3 g


( a x 15 ) + [( 3 a ) x 4,3] = ( 3 x 10 )
15a 4,3a + 12,9
= 30
10,7 a
= 17,1
a
= 1,5981 g
Jumlah Tween 80 yang dibutuhkan = 1,5981 g
Jumlah Span 80 yang dibutuhkan = ( 3 1,5981 ) = 1,4019 g
2. Formula 2
HLB 10
Jumlah emulgator yang dibutuhkan = 4% x 100 g = 4 g
( a x 15 ) + [( 4 a ) x 4,3] = ( 4 x 10 )
15a 4,3a + 17,2
= 40
10,7 a
= 22,8
a
= 2,1308 g
Jumlah Tween 80 yang dibutuhkan = 2,1308 g
Jumlah Span 80 yang dibutuhkan = ( 4 2,1308 ) = 1,8692 g
3. Formula 3
HLB 11
Jumlah emulgator yang dibutuhkan = 3% x 100 g = 3 g
( a x 15 ) + [( 3 a ) x 4,3] = ( 3 x 11 )
15a 4,3a + 12,9
= 33
10,7 a
= 20,1
a
= 1,8785 g
Jumlah Tween 80 yang dibutuhkan = 1,8785 g
Jumlah Span 80 yang dibutuhkan = ( 3 1,8785 ) = 1,1215 g
4. Formula 4
HLB 11
Jumlah emulgator yang dibutuhkan = 4% x 100 g = 4 g
( a x 15 ) + [( 4 a ) x 4,3] = ( 4 x 11 )
15a 4,3a + 17,2
= 44
10,7 a
= 26,8
a
= 2,5046 g
Jumlah Tween 80 yang dibutuhkan = 2,5046 g
Jumlah Span 80 yang dibutuhkan = ( 4 2,5046 ) = 1,4954 g

5. Formula 5
HLB 12
Jumlah emulgator yang dibutuhkan = 3% x 100 g = 3 g
( a x 15 ) + [( 3 a ) x 4,3] = ( 3 x 12 )
15a 4,3a + 12,9
= 36
10,7 a
= 23,1

a
= 2,1589 g
Jumlah Tween 80 yang dibutuhkan = 2,1589 g
Jumlah Span 80 yang dibutuhkan = ( 3 2,1589 ) = 0,8411 g
6. Formula 6
HLB 12
Jumlah emulgator yang dibutuhkan = 4% x 100 g = 4 g
( a x 15 ) + [( 4 a ) x 4,3] = ( 4 x 12 )
15a 4,3a + 17,2
= 48
10,7 a
= 30,8
a
= 2,8785 g
Jumlah Tween 80 yang dibutuhkan = 2,8785 g
Jumlah Span 80 yang dibutuhkan = ( 4 2,8785 ) = 1,1215 g
7. Formula 7
HLB 13
Jumlah emulgator yang dibutuhkan = 3% x 100 g = 3 g
( a x 15 ) + [( 3 a ) x 4,3] = ( 3 x 13 )
15a 4,3a + 12,9
= 39
10,7 a
= 26,1
a
= 2,4392 g
Jumlah Tween 80 yang dibutuhkan = 2,4392 g
Jumlah Span 80 yang dibutuhkan = ( 3 2,4392 ) = 0,5608 g
8. Formula 8
HLB 13
Jumlah emulgator yang dibutuhkan = 4% x 100 g = 4 g
( a x 15 ) + [( 4 a ) x 4,3] = ( 4 x 13 )
15a 4,3a + 17,2
= 52
10,7 a
= 34,8
a
= 3,2523 g
Jumlah Tween 80 yang dibutuhkan = 3,2523 g
Jumlah Span 80 yang dibutuhkan = ( 4 3,2523 ) = 0,7477 g
9. Formula 9
HLB 14
Jumlah emulgator yang dibutuhkan = 3% x 100 g = 3 g
( a x 15 ) + [( 3 a ) x 4,3] = ( 3 x 14 )
15a 4,3a + 12,9
= 42
10,7 a
= 29,1
a
= 2,7196 g
Jumlah Tween 80 yang dibutuhkan = 2,7196 g
Jumlah Span 80 yang dibutuhkan = ( 3 2,7196 ) = 0,2804 g
10. Formula 10
HLB 14
Jumlah emulgator yang dibutuhkan = 4% x 100 g = 4 g
( a x 15 ) + [( 4 a ) x 4,3] = ( 4 x 14 )
15a 4,3a + 17,2
= 56
10,7 a
= 38,8

a
= 3,6262 g
Jumlah Tween 80 yang dibutuhkan = 3,6262 g
Jumlah Span 80 yang dibutuhkan = ( 4 3,6262 ) = 0,3738 g

Emulsifikasi

Disusun Oleh :
Noviasrini Kemala Ningrum
Rianika Dewi
Yusnia Gulfa Maharani

Kelas IV - A
Kelompok 1

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


JURUSAN FARMASI
TAHUN 2010

Anda mungkin juga menyukai