Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRATIKUM

FISIKA FARMASI

DISPERSI KOLOIDAL DAN SIFAT-SIFATNYA

Di susun oleh:
Nama

: Linus Seta Adi Nugraha

No. Mahasiswa

: 09.0064

LABORATORIUM FISIKA FARMASI


AKADEMI FARMASI THERESIANA
SEMARANG
2010

DISPERSI KOLOIDAL DAN SIFAT-SIFATNYA

I.

TUJUAN
Mahasiswa dapat mengerti gambaran mengenai sifat-sifat larutan koloidal dan
mengenal penggolongan larutan koloidal.

II.

DASAR TEORI
Sistem terdispersi terdiri dari partikel kecil yang dikenal sebagai fase
terdispers, terdistribusi ke seluruh medium kontinu atau medium terdispersi. Bahanbahan yang terdispers bisa mempunyai jangkauan ukuran dari partikel-partikel
berdimensi atom dan molekul sampai partikel-partikel yang ukurannya diukur dalam
milimeter. Oleh karena itu, cara yang paling mudah untuk penggolongan sistem
terdispers adalah berdasarkan garis tengah partikel rata-rata dari bahan terdispers.
Umumnya dibuat tiga golongan ukuran, yaitu dispersi molekuler, dispersi koloid, dan
dispersi kasar (Martin, A., 2008).
Sistem koloid bisa digolongkan menjadi tiga golongan berdasarkan interaksi
partikel-partikel, molekul-molekul, atau ion-ion dari fase terdispers dengan molekulmolekul dari medium dispersi (Martin, A., 2008).
Koloid Liofilik. Sistem yang mengandung partikel-partikel koloid yang
banyak berinteraksi dengan medium dispersi dikenal sebagai koloida liofilik (sukapelarut). Karena afinitasnya terhadap medium dispersi, bahan-bahan tersebut
membentuk dispersi koloid, atau sol dengan relatif mudah. Jadi, sol koloidal liofilik
biasanya diperoleh hanya dengan melarutkan bahan dalam pelarut yang digunakan
(Martin, A., 2008).
Koloida Liofobik. Golongan kedua dari koloid ini tersusun dari bahan yang
jika ada mempunyai tarik-menarik kecil terhadap medium dispers. Golongan ini
disebut liofobik (benci-pelarut) dan dapat diramalkan sifatnya berbeda dengan koloida
liofilik. Ini terutama karena tidak adanya selimut pelarut di sekeliling partikel.
Koloida liofobik umumnya tersusun dari partikel-partikel anorganik yang terdispers
dalam air (Martin, A., 2008).
Koloida Gabungan. Koloid gabungan atau koloid amfifilik merupakan
golongan ke tiga dari penggolongan koloid. Molekula-molekul atau ion-ion tertentu
disebut amfifil atau zat aktif permukaan. Amfifil atau zat aktif permukaan ini berciri
mempunyai dua daerah yang berbeda yang melawan afinitas larutan dalam molekul

atau ion yang sama. Jika ada dalam suatu medium cair dengan konsentrasi rendah,
amfifil berada dalam suatu medium cair dengan konsentrasi rendah. Jika konsentgrasi
ditingkatkan, terjadi agregasi pada suatu jangkauan konsentrasi yang sangat sempit
(Martin, A., 2008).
Efek Faraday-Tyndall. Bila suatu

berkas cahaya yang kuat dilewatkan

melaluoi sol koloid, akan terlihat suatu kerucut yang dihasilkan dari pemendaran
cahaya oleh partikel-partikel. Hal ini disebut efek Faraday-Tyndall (Martin, A., 2008).
Gerak Brown. Jauh sebelum Zisgmondy mengemukakan pergerakan partikelpartikel koloid secara acak dalam bidang mikroskop, Robert Brown pada tahun 1827
telah mengkaji fenomena ini. Gerak yang tidak beraturan, yang bisa diamati dengan
partikel-partikel sebesar kira-kira 5 m, dijelaskan sebagai hasil pemboman partikelpartikel

oleh

molekul-molekul

medium

dispersi.

Sudah

tentu

gerak

dari

molekul=molekul tersebut terlalu kecil untuk dilihat. Kecepatan partikel meningkat


dengan berkurangnya ukuran partikel. Dengan meningkatnya viskositas medium yang
dibantu oleh penambahan gliserin atau suatu zat yang serupa, menurunkan dan
akhirnya menyetop gerak Brown (Martin, A., 2008).
Difusi. Partikel-partikel mendifusi secara spontan dari tempat yang
berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah. Sampai konsentrasi
sistem tersebut seragam seluruhnya. Difusi merupakan hasil langsung dari gerak
Brown (Martin, A., 2008).

III.

ALAT
1. Neraca Elektrik (Mettler tuledo)

6. Tissue

2. Viskometer (Brookfield DV-E)

7. Mortir/Stamper

3. Labu ukur

8. Cawan Porselen

4. Labu erlenmeyer

9. Burete

5. Timbangan analitik

IV.

BAHAN
1. Mucilago Gum Arab 10%

5. Larutan NaCl 20%

2. Larutan Na Lauril Sulfat 0,1%

6. Alkohol

3. Larutan Gelatin 5% dan 10%

7. Air Es

4. Larutan FeCl3 0,25% dan 0,5%

V.

CARA KERJA

A.

Pembuatan larutan koloid

1.

Buat Mucilago Gum Arab 10% sebanyak 100 ml

2.

Buat larutan Na Lauril Sulfat 0,1% sebanyak 100 ml

3.

Larutkan 0,25% dan 0,5% FeCl3 dalam 600 ml air mendidih.

4.

Buat larutan gelatin 5% dan 10%

B.

Viskositas koloid

1.

Tetapkan viskositas larutan nomor 3 dan 4 dengan viskometer Brookfield

C.

Pengaruh elektrolit terhadap koloid

1.

Ambil 20 ml masing-masing larutan tersebut di atas

2.

Titrasi masing-masing larutan di atas dengan 20% larutan NaCl

3.

Lihat perubahan (ada tidaknya endapan) tiap 2 ml

4.

Catat pada penambahan beberapa ml terjadi endapan

5.

Ambil 20 ml larutan 0,5% FeCl3

6.

Campur dengan 5 ml larutan 10% gelatin

7.

Lakukan percobaan seperti pada C1 C5

D.

Pengaruh alkohol terhadap kolloid

1.

Ambil 10 ml larutan 5% dan 10% gelatin

2.

Titrasi dengan alkohol 96%

3.

Catat berapa ml alkohol yang dibutuhkan untuk mengendapkan larutan


tersebut.

E.

Reversibilitas kolloid

1.

Uapkan 5 ml larutan PGA, Na Lauril Sulfat, dan FeCl3 hingga kering

2.

Tambah 5 ml air dingin

3.

Amati perubahan yang terjadi

VI.

HASIL DAN PENGOLAHAN DATA

A.

Pembuatan larutan koloid

1.

Buat Mucilago Gum Arab 10% sebanyak 100 ml


PGA 10% x 100 ml

2.

Buat larutan Na Lauril Sulfat 0,1% sebanyak 100 ml


Na Lauril Sulfat 0,1 % x 100 ml

3.

4.

= 10 gram/100 ml

= 0,1 gram/100 ml

Larutkan 0,25% dan 0,5% FeCl3 dalam 600 ml air mendidih.


FeCl3 0,25% x 600 ml

= 1,5 gram/600 ml

FeCl3 0,5% x 600 ml

= 3 gram/600 ml

Buat larutan gelatin 5% dan 10%


Gelatin 5% x 600 ml

= 30 gram/600 ml

Gelatin 10% x 600 ml

= 60 gram/600 ml

B.

Viskositas koloid

1.

Larutan FeCl3 0,25%


Spindle

61

100 Rpm
cP

2,52; 4,2%

Autorange

cP 60, Rpm 100, 100%

Spindle

61

100 Rpm

2.

cP

2,64; 4,4%

Autorange

cP 60, Rpm 100, 100%

Larutan FeCl3 0,5%


Spindle

61

100 Rpm
cP

2,40; 4,0%

Autorange

cP 60, Rpm 100, 100%

Spindle

61

100 Rpm

3.

cP

2,64; 4,4%

Autorange

cP 60, Rpm 100, 100%

Larutan Gelatin 5%
Spindle

62

100 Rpm
cP

6,0;

2,0%

Autorange

cP 300, Rpm 100, 100%

Spindle

62

100 Rpm

4.

cP

6,0;

2,0%

Autorange

cP 300, Rpm 100, 100%

Larutan Gelatin 10%


Spindle

62

100 Rpm
cP

31,9; 10,5%

Autorange

cP 300, Rpm 100, 100%

Spindle

62

100 Rpm
cP

30,0; 10,0%

Autorange

cP 100, Rpm 100, 100%

C.

Pengaruh elektrolit terhadap koloid

1.

Ambil 20 ml masing-masing larutan tersebut di atas

2.

Titrasi masing-masing larutan di atas dengan 20% larutan NaCl

3.

Lihat perubahan (ada tidaknya endapan) tiap 2 ml

a.

Mucilago gum arab 10% sebanyak 100 ml


- 2,00 ml
- 1,90 ml
- Rata-rata = 1, 95 ml

b.

Larutan Na Lauril Sulfat 0,1% 100 ml


- 1,50 ml
- 1,30 ml
- Rata-rata = 1,40 ml

4.

Ambil 20 ml larutan 0,5% FeCl3

5.

Campur dengan 5 ml larutan 10% gelatin

7.

Lakukan percobaan seperti pada C1 C5


a.

- 2,10 ml

D.

Pengaruh alkohol terhadap kolloid

1.

Ambil 10 ml larutan 5% dan 10% gelatin

2.

Titrasi dengan alkohol 96%

3.

Catat berapa ml alkohol yang dibutuhkan untuk mengendapkan larutan


tersebut.
a.

Gelatin 5%
- 9,80 ml
- 9,90 ml

b.

Gelatin 10%
- 11,50 ml
- 12,00ml

E.

Reversibilitas kolloid

1.

Uapkan 5 ml larutan PGA, Na Lauril Sulfat, dan FeCl3 hingga kering

2.

Tambah 5 ml air dingin

3.

Amati perubahan yang terjadi


a. Larutan PGA

= Kembali seperti semula

b. Larutan Na Lauril Sulfat

= Tidak kembali seperti semula, endapan

c. Larutan FeCl3

= Tidak kembali seperti semula, endapan

VII.

PEMBAHASAN
Sistem terdispersi terdiri dari partikel kecil yang dikenal sebagai fase
terdispers, terdistribusi ke seluruh medium kontinu atau medium terdispersi. Bahanbahan yang terdispers bisa mempunyai jangkauan ukuran dari partikel-partikel
berdimensi atom dan molekul sampai partikel-partikel yang ukurannya diukur dalam
milimeter. Oleh karena itu, cara yang paling mudah untuk penggolongan sistem
terdispers adalah berdasarkan garis tengah partikel rata-rata dari bahan terdispers.
Umumnya dibuat tiga golongan ukuran, yaitu dispersi molekuler, dispersi koloid, dan
dispersi kasar (Martin, A., 2008).
Sistem koloid bisa digolongkan menjadi tiga golongan berdasarkan interaksi
partikel-partikel, molekul-molekul, atau ion-ion dari fase terdispers dengan molekulmolekul dari medium dispersi (Martin, A., 2008).
Koloid Liofilik. Sistem yang mengandung partikel-partikel koloid yang
banyak berinteraksi dengan medium dispersi dikenal sebagai koloida liofilik (sukapelarut). Koloida Liofobik. Golongan kedua dari koloid ini tersusun dari bahan yang
jika ada mempunyai tarik-menarik kecil terhadap medium dispers. Koloida
Gabungan. Koloid gabungan atau koloid amfifilik merupakan golongan ke tiga dari
penggolongan koloid (Martin, A., 2008).
Sol koloidal liofilik biasanya diperoleh hanya dengan melarutkan bahan dalam
pelarut yang digunakan. Sedangkan koloida liofobik, di sini perlu menggunakan
metode khusus untuk menyiapkan koloida liofobik. Yakni (a) metode dispersi, dimana
partikel-partikel kasar direduksi ukurannya, dan (b) metode kondensasi, di mana
bahan-bahan berdimensi subkoloid diagregasi menjadi partikel-partikel yang berada
pada daerah ukuran koloid (Martin, A., 2008).
Pergerakan partikel koloid bisa diinduksi oleh panas (gerak Brown, difusi,
osmosis), induksi secara gravitasi (sedimentasi), atau digunakan secara eksternal
(viskositas). Gerak yang diinduksi secara elektrik dimasukkan dalam sifat-sifat listrik
(sifat-sifat elektris) koloid (Martin, A., 2008). Sedangkan suatu koloid juga dapat
dipengaruhi oleh kehadiran suatu elektrolit (Natrium, Kalium, dll) yang dapat
menyebabkan partikel koloid mengendap.
Sistem koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari hari. Hal ini
disebabkan oleh sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat digunakan untuk
mencampur zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan bersifat
stabil untuk produksi dalam skala besar.

IX.

KESIMPULAN
1.

Pada

saat

pengukuran

viskositas

diharapkan

penurunan/kenaikan

suhu

diperhatikan dengan seksama, karena jika suhu turun/naik melebihi dari yang
telah ditentukan, tentu saja hasil yang diberikan akan menyimpang.
2.

Pada saat pembuatan larutan FeCl3 air yang digunakan harus benar-benar
mendidih agar menjamin supaya larutan yang dihasilkan sudah memiliki partikel
yang terdispersi secara merata.

X.

DAFTAR PUSTAKA

Martin, A., 1993, Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dispersi, Gadjah Mada
University Press, Jogjakarta.
Petrucci, R. H., 1985, General Chemistry, Principles and Application, 4th Ed., Collier Mac
Inc., New York.
http://en.wikipedia.com

Semarang, Desember 2010


Praktikan,

Linus Seta Adi Nugraha

Anda mungkin juga menyukai