Anda di halaman 1dari 7

TUGAS FISIKA FARMASI

OLEH :

DESIE FRILIANY ADELA

NPM : 11023192070

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM STUDI D3 FARMASI

2019
PENGARUH BENTUK SEDIAAN

TERHADAP STABILITAS

Pengujian stabilitas suatu obat merupakan hal yang harus untuk dilakukan
sebelum obat tersebut di produksi oleh suatu perusahaan farmasi. Hal ini
dikarenakan untuk mengukur kemampuan obat tersebut untuk stabil baik selama
penyimpanan maupun pada saat pemberian. Umumnya pengujian ini merujuk
pada prosedur dan standar yang telah dikeluarkan Badan Pengawas Obat dan
Makanan dan Kementrian Kesehatan seperti yang tercantum dalam Farmakope
Indonesia, Farmakope Herbal Indonesia, PerKaBPOM dan Permenkes terkait.

Stabilitas adalah kemampuan suatu produk untuk mempertahankan kualitasnya


sesuai spesifikasi kualitas yang ditetapkan sepanjang periode waktu penggunaan
dan atau penyimpanan. Untuk sediaan obat, stabilitas ditujukan pada kemampuan
produk tersebut untuk mempertahankan sifat dan karakteristik khasiat agar sama
dengan yang dimilikinya pada saat di buat hingga batasan yang ditetapkan
sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan.

Jenis pengujian stabilitas untuk sediaan obat adaha meliputi uji stabilitas
terapi/khasiat, uji stabilitas fisika, uji stabilitas kimia, uji stabilitas mikrobiologi
dan uji stabilitas teratologi. Sedangkan lama pengujian di bagi menjadi dua, yaitu
uji stabilitas jangka panjang (real time study) dilakukan sampai dengan masa
kadaluwarsa sediaan tersebut dan uji stabilitas jangka pendek (dipercepat)
dilakukan selama 6 bulan dengan kondisi extrim ( suhu 40 ± 20 °C dan RH 75 ±
5%).

Uji stabilitas adalah suatu usaha untuk mengetahui perubahan konsentrasi zat
aktif obat setelah obat tersebut mengalami perlakuan tertentu, misalnya
penyimpanan, pemanasan, penyinaran dan pencampuran dengan bahan lain.
Untuk mengetahui teori stabilitas ini diperlukan pengetahuan tentang kinetika
kimia. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi antara lain adalah
konsentrasi, temperatur, solven, katalis, dan cahaya.
Kestabilan suatu zat merupakan hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan
sediaan formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan
biasanya di produksi dalam jumlah banyak dan memerlukan waktu yang lama
untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkan. Obat yang di simpan dalam
jangka panjang dapat mengalami penguraian yang menyebabkan dosis yang
berkurang pada saat sampai ketangan pasien. Dan dari hasil penguraian itu ada
yang bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa pasien.

Faktor-faktor yang dapt mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain adalah
panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme, dan lain-lain yang
digunakan dalam formula sediaan obat.

Setiap sediaan obat mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap


stabilitas obat. Hal ini tergantung dari bahan obat yang terdapat dalam sediaan
obat tersebut dan efek terapi yang ingin dicapai, oleh karena itu beberapa jenis
obat yang dibuat dalam beberapa bentuk sediaan obat.

Misalkan meloksikam yang digunakan dalam pengobatan arthritis, rheumatic,


osteoarthritis dan penyakit sendi lainnya tapi pada pemberian oral dapat
menyebabkan gastrointerstinal,dispepsia, diare, dan infeksi saluran cerna atas.
Salah satu caranya untuk mencegah efek samping tersebut adalah dengan
mengembangkan meloksikam dalam bentuk sediaan gel. Akan tetapi pada
pembuatan sediaan gel yang komponen utamanya adalah air, dimana kelarutan
meloksikam sangat rendah terhadap pelarut air maka dilakukanlah pengembangan
dalam bentuk dispersi solida. Dan pemilihan jenis dan jumlah pembawa dispersi
solid didasarkan atas kemampuannya untuk melarutkan obat dalam keadaan padat
dan kemampuan meningkatkan kecepatan disolusi obat. Agar obat yang di
produksi dapat memberikan efek yang diinginkan.

Selain pada meloksikam, terdapat juga pengujian stabilitas pada pembuatan


paracetamol dengan metode granulasi basah dan granulasi kering, dimana terdapat
perbedaan hasil yang di dapat dari dua metode tersebut. Pada pembuatan dengan
granulasi basah di ketahui bahwa dengan adanya penambahan air atau cairan
dalam proses granulasinya( baik cairan bahan pengikat maupun cairan yang hanya
berfungsi sebagai pelarut atau pembawa bahan pengikat), sedangkan pada metode
granulasi kering, bahan pengikat yang ditambahkan dalam bentuk serbuk atau
tanpa penambahan pelarut. Dengan adanya zat berair yg ditambahkan pada
granulasi basah tersebut dapat memicu degradasi dari paracetamol menjadi tidak
stabil karna adanya proses hidrolisis dari yang terjadi. Hal ini menyebabkan
pembuatan paracetamol dengan metode granulasi basah menjadi tidak stabil.
Sehingga pembuatannya lebih baik dengan menggunakan metode granulasi
kering.

Adapun obat yang di buat dalam bentuk sediaan pulveres, dimana beberapa
obat di gerus bersama dan di buat dalam bentuk sediaan serbuk juga dapat
menyebabkan perubahan terhadap kestabilan obat-obat tersebut. Obat-obat yang
bersifat higroskofis atau lembab seperti bentuk garam apabila di buat dalam
bentuk serbuk dapat membuat sediaan serbuk menjadi basah. Hal ini
menyebabkan stabilitas dari campuran obat-obat tersebut menjadi menurun dan
efek terapi yang diinginkan tidak tercapai. Seperti contoh sediaan puyer yang
berisi Mucohexin yang mengandung Bromheksin HCl, tremenza yng mengandung
Triprolidine HCl dan Pseudoefedrin HCl. Meskipun disimpan dalam wadah
tertutup rapat, hal ini hanya akan memperlambat terjadinya proses tersebut.

Pada asetosal dalam bentuk sediaan tablet dan tablet salut entrik terdapat
perbedaan stabilitas dikarenakan adanya pengaruh temperatur. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Mujahid dkk (2013) terhadap asetosal bentuk sediaan tablet
memberikan penurunan stabilitas maksimum sebesar 8% dan 3% terhadap
asetosal bentuk sediaan tablet salut enterik pada suhu 60°C dalam bentuk yang
tidak dibungkus.

Pada pembuatan sediaan obat untuk mengobati penyakit panu dengan bahan
ketepeng cina (Cassia alata L.). Dimana efek farmakologi dari ketepeng cina
tersebut diantaranya sebagai pencahar, obat cacing, prnghilang gatal-gatal dan
obat kelainan kuliat yang disebabkan oleh parasit. Karena proses penyiapan
membutuhkan waktu yang lama sehingga perlu di buat formulasi yang lebih
praktis dalam bentuk sediaan gel. Sediaan gel dipilih karna mudah mengering,
membentuk lapisan film yang mudah dicuci dan memberikan rasa dingin pada
kulit.

Banyak sekali sediaan obat yang beredar di pasaran, seperti kapsul, tablet,
emulsi, suspensi dan lain-lain. Salah satu sediaan obat yang perlu diperhatikan
mengenai stabilitasnya adalah sediaan suspensi. Sediaan suspensi merupakan
salah satu sediaan cair dimana zat padat yang terdispersi ke dalam pembawanya.
Ada 2 macam bentuk suspensi yang beredar di pasaran yaitu suspensi siap pakai
dan suspensi yang terlebih dahulu dilarutkan ke dalam pembawanya. Suatu obat
diformulasikan ke dalam sediaan suspensi karena obat tersebut mempunyai
kelarutan yang rendah dalam air namun diperlukan dalam bentuk cairan agar lebih
mudah diterima oleh pasien yang sulit menelan dan dapat mengurangi rasa pahit.
Adapun keuntungan lain dari sediaan suspensi ini yaitu suspensi dapat
mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.

Adapun obat-obatan yang berbentuk kapsul dan tablet lebih stabil dalam
penyimpanan daripada bentuk sediaan suspensi dan larutan, hal ini didasarkan
pada kandungan air dlam sediaan tersebut karena seperti kita ketahui bahwa air
merupakan tempat tumbuh yang baik bagi mikroba.

Kestabilan fisik dari suspensi sendiri bisa didefinisikan sebagai keadaan


dimana partikel yang tidak menggumpal dan tetap terdistribusi merata di seluruh
sistem dispersi. Karena keadaan yang ideal jarang menjadi kenyataan, maka perlu
untuk menambah pernyataan bahwa jika partikel-partikel tersebut mengendap,
maka partikel-partikel tersebut harus dengan mudah disuspensi kembali dengan
sedikit pengocokan saja. Seperti halnya pada ibuprofen, dimana ibuprofen
memiliki kelarutan praktis tidak larut dalam air sehingga perlu penambahan
surfaktan seperti serbuk gom arab dan natrium karboksimetil selulosa sebagai
bahan suspending agent, stabilizing agent. Dimana penambahan surfaktan tersebut
berguna untuk meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas.

Contoh efek yang merugikan saat suatu obat tidak stabil antara lain lidokain
dapat meningkat kadar zat aktifnya jika kehilangan aliran perfusi sehingga
terkadang pelarut dapat menguap dan menyebabkan zat aktif lidokain dapat
meningkat, parameter yang dapat dilakukan untuk menguji stabilitas lidokain
tersebut adalah dengan menguji stabilitas dalam wadah terakhir. Contoh lain
adalah pembentukan epianhydrotetracycline dari tetrasiklin dapat menjadi toksik
karena terjadi degradasi komponen obat, sehingga parameter yang dapat
dilakukan untuk menguji stabilitas obat tersebut adalah dengan menghitung
jumlah produk yang terdegradasi selama shelf-life.

Hal ini menunjukkan bahwa sediaan obat dalam bentuk tablet, suspensi, gel,
larutan, cream dan lain-lain memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap
kestabilan obat yang tekandung didalam sediaan obat tersebut. Tergantung pada
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perubahan dari kestabilan obat yang
terdapat dalam bentuk sediaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Reiza, Zenita. 2010. Perbandingan Penggunaan Metode Granulasi Basah dan


Granulasi Kering Terhadap Stabilitas Zat Aktif Tablet Paracetamol. Surakarta

Kurniawan, Bernardus Richardo. 2013. Stabilitas Resep Racikan Yang


Berpotensi Mengalami Inkompatibilitas Farmasetika Yang Di Simpan Pada
Wadah Tertutup Baik. Surabaya

Rismana, Eriawan. Dkk. 2013, Pengujian Stabilitas Sediaan Luka Bakar


Berbahan Baku Aktif Kitosan/Ekstrak Pegagan(Cetella Asiatica),Tangerang
Selatan

Wahyuni, Rina. Syofyan.Septa Yunalti. Formulasi dan Evaluasi Stabilitas


Fisik Suspensi ibuprofen Menggunakan Kombinasi Polimer Serbuk Gom Arab
Dan Natrium Karboksimetilselulosa. Padang

Zaini Nur Alifa. Dolih Gozali. Pengaruh Suhu Terhadap Stabilitas Obat
Sediaan Suspensi. Sumedang

Anda mungkin juga menyukai