Anda di halaman 1dari 3

Mengenal Sediaan Obat Cair Berbentuk Syrup dan Suspensi

Masyarakat mengenal berbagai macam sediaan obat oral. Ada yang disebut tablet, kapsul, puyer dan
syrup. Apakah tepat semua sediaan cair oral disebut syrup?. Ternyata secara teori sediaan farmasi cair
untuk penggunaan oral terdiri dari beberapa jenis.

Tipe sediaan bentuk cair

Sebutan syrup biasanya digunakan untuk sediaan yang terlarut sempurna dalam cairan pelarutnya,
sedangkan suspensi merupakan sebutan untuk cairan putih susu yang mengandung zat padat yang tidak
larut dan hanya terdispersi dalam cairan pembawanya, namun ada lagi sediaan cair dengan sebutan emulsi
yang merupakan campuran minyak yang terdispersi dalam air ataupun sebaliknya. Untuk itu mari kita
mengenal lebih dalam tentang sediaan farmasi khusunya suspensi agar tidak terjadi kekeliruan dalam
penyebutan sediaan farmasi cair untuk penggunaan oral.

Keunikan suspensi

Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut,
terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap.
Jika dikocok perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi kembali, dapat mengandung zat tambahan
untuk menjamin stabilitas suspensi. Salah satu alasan pembuatan suspensi oral adalah karena obat-obat
tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam larutan tetapi stabil bila disuspensi. Tujuan pembuatan
sediaan suspensi dikarenakan mudah saat meminumnya, lebih mudah untuk memberikan dosis yang
relatif besar dan mudah diberikan untuk anak-anak.

Untuk mendapatkan sediaan suspensi yang stabil perlu adanya penggunaan suspending agent.
Penggunaan suspending agent bertujuan untuk meningkatkan viskositas dan memperlambat proses
pengendapan sehingga menghasilkan suspensi yang stabil. Evaluasi pada formulasi obat khususnya untuk
uji stabilitas dapat digunakan uji stabilitas real time dan uji stabilitas dipercepat.

Flokulasi dan deflokulasi

Pembentukan suspensi terdiri dari dua system yaitu Sistem Flokulasi dan Sistem deflokulasi. Dalam
sistem flokulasi, partikel terflokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan pada penyimpanan dan mudah
tersuspensi kembali. Sedangkan dalam system deflokulasi partikel deflokulasi mengendap perlahan dan
akhirnya membentuk sedimen yang keras dan sukar tersuspensi kembali. Secara umum sifat sifat partikel
pada suspensi dengan sistem deflokulasi adalah Partikel suspensi memiliki ukuran yang kecil dan dalam
keadaan terpisah satu dengan yang lain, Sedimentasi yang terjadi lambat yang akhirnya sedimen akan
membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi lagi, wujud suspense dengan system deflokulasi
menyenangkan karena zat tersuspensi dalam waktu relatif lama. Terliliat bahwa ada endapan dan cairan
atas berkabut, namun dengan sedikit pengocokan campuran tersebut akan kembali homogen. Sedangkan
sifat partikel pada system flokulasi ukuran Partikel lebih besar dan partikel merupakan agregat yang
bebas, Sedimentasi terjadi cepat namun Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat serta
mudah terdispersi kembali seperti semula dengan pengocokan.

Baca : Fakta Dibalik Label “Kocok Dahulu” pada Obat Bentuk Sediaan Suspensi

Suspensi yang stabil harus tetap homogen, partikel benar-benar terdispersi dengan baik dalam cairan, zat
yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok endapan harus cepat
terdispersi kembali. beberapa suspending agent yang biasa digunakan dalam pembuatan sediaan suspensi
adalah Pulvis Gummi Arabici. CMC Na (Carboxymethylcellulose Natrium) dan PGS (pulvis gummosus).
Beberapa Alasan pemilihan suspending agent karena mudah larut dalam air, menghasilkan larutan yang
kental dan tembus cahaya, tidak merubah struktur kimia, bersifat alami, dan dapat menghindari
pengendapan.

Suspensi dengan system deflokulasi terlihat pada sediaan suspensi antasida yang mengandung AlOH dan
MgOH. Pemilihan system deflokulasi pada sediaan ini dikarenakan komponen lebih stabil dalam kondisi
terdispersi dan ukuran partikelnya lebih kecil sehingga system deflokulasi lebih cocok dalam pembuatan
sediaan ini dengan penambahan suspending agent yang sesuai. Sehingga pengendapan tejadi lambat. Jika
terjadi pengendapan supernatant masih berwarna keruh. Jika supernatant sampai berwarna benih
dikhawatirkan sediaan sudah membentuk caking sehingga sukar terdispersi kembali.

Sedangkan pada contoh suspensi flokulasi digunakan pada beberapa senyawa antibiotik yang kurang
stabil dalam larutan. Ketidakstabilan itu menuntut zat tersebut harus dilapisi terlebihdahulu dengan zat
yang cocok untuk menjaga kestabilan pada saat terdispersi. Perubahan partikel menjadi granul membuat
ukuran partikel menjadi lebih besar sehingga sistem flokulasi lebih tepat digunakan pada sediaan ini.
Kemampuah terdispersi kembali akan selalu diperhitungkan pada formulasi sediaan ini.

Kestabilan sediaan suspensi

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa suspending agent berpengaruh besar dalam kestabilan obat.
Namun factor-faktor lain juga dapat mempengaruhi kestabilan sediaan suspensi salah satunya adalah suhu
penyimpanan. Karna suhu penyimpanan dapat mempengaruhi viskositas sediaan dan dapat
mempengaruhi zat yang tidak tahan terhadap suhu tinggi.

Sediaan suspensi yang stabil dibuat dengan berbagai rancangan formulasi oleh seorang alhi farmasi,
dimana mereka mempertimbangkan segala aspek dalam menentukan formulasi. Sampai dengan pemilihan
system pembuatan suspense yang disesuaikan dengan sifat zat yang akan dibuat dalam sediaan suspensi.
Biasanya system flokulasi dipilih untuk membuat sediaan suspense dengan zat aktif yang tidak stabil
dalam bentuk larutan walaupun dengan penambahan suspending agent zat tersebut tetap tidak mampu
stabil dalam kondisi terlarut. Baikitu stabil secara fisik, kimia maupun biologi. Kejadian ini tampak pada
sediaan suspense kering pada antibiotik

Pada suspensi dengan sistim deflokulasi juga terbentuk dari pemikiran para ahli farmasi yang telah
merancang formulasi dengan pertimbangan beberapa aspek. Kestabilan suspensi deflokulasi lebih lama
dibandingkan dengan suspensi flokulasi dengan ukuran partikel yang kecil menyebabkan sediaan tidak
mudah mengendap namun jiaka terjadi pengendapan akan sukar terdispersi kembali dan membentuk
caking disinilah para ahli farmasi mempertimbangkan pemilihan suspending agent yang cocok untuk
membuat sediaan suspense deflokulasi yang baik.

Kerusakan fisik pada sediaan suspensi terlihat secara organoleptis, sedangkan kerusakan kandungan harus
dianalisis secara instrumental. sediaan yang mengalami kerusakan fisik pada umumnya terlihat secara
organoleptis adanya perubahan bentuk, berupa perubahan warna, perubahan bau, dan pengendapan.
sedangkan secara instrumental biasanya dilakukan untuk melihat perubahan kadar dari zat yang
terkandung didalamnya. Ketidakstabilan juga dapat mempengaruhi kandungan dari sediaan obat tersebut.

Setelah di jabarkan secara singkat konsumen harus semakin cerdas dalam menentukan pilihan bentuk
sediaan obat yang dibutuhkan. Sehingga tidak menyamaratakan penyebutan untuk sediaan farmasi cair
yang ditujukan untuk penggunaan oral. Konsumen juga harus tau membedakan system pembentuk
sediaan suspense agar dapat menyesuaikan kebutuhan pengocokan sediaan sebelum digunakan untuk
mencapai kesuksesan terapi.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M, 2000, Farmasetika, 2000, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Anjani, M.R., et al., 2011. Formulasi Suspensi Siprofloksasin Menggunakan Suspending Agent Pulvis Gummi
Arabici: Uji Stabilitas Fisik Dan Daya Antibakterinya. Pharmacon, Vol.12; No.1 (Hal.26-32). Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Ansel, H.C., 1995, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. UI Press; Jakarta.

Chasanaha N., Ika Trisharyanti DK, Peni Indrayudhaa., 2015. Formulasi Suspensi Doksisiklin menggunakan
Suspending Agent Pulvis gummi arabici: Uji Stabilitas Fisik dan Daya Antibakteri. Fakultas Farmasi, Universitas
Muhammadiyah Surakarta.

Fitriani Y.N., Cikra INHS., Ninis Yuliati., dan Dyah., 2015. Formulasi and Evaluasi Stabilitas Fisik Suspensi Ubi
Cilembu (Ipomea batatas L.) dengan Suspending Agent CMC Na dan PGS Sebagai Antihiperkolesterol. Jurnal
Farmasi Sains dan Terapan, Vol.2 No.1: Hal.22‐26. Departemen Farmasi Industri, Fakultas Farmasi, Institut Ilmu
Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri, Indonesia.

Kelly. 2008. Accelerated Stability During Formulation Development of Early Stage Protein Therapeutics.

Lachman, L., & Lieberman, H.A., and Kanig L.J., 1996, Teori dan Praktek Farmasi Industri, diterjemahkan oleh
Suyatmi S., Edisi Ketiga, 399-401, 405-412, UI Press, Jakarta.

Nash, A. R., 1996, Pharmaceutical Suspensions, in Herbert A. Lieberman, Martin M. Rieger, Gilberts, Banker,
Pharmeceutical Dosage Forms : Disperse Systems, Vol. 2, New York.

Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama, Yogyakarta.

Zaini, A.N., Dolih Gozali., 2017. Pengaruh Suhu Terhadap Stabilitas Obat Sediaan Suspensi. Farmaka Suplemen
Volume 14 Nomor 2. Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran.

Anda mungkin juga menyukai