Anda di halaman 1dari 23

https://www.scribd.

com/doc/215050778/SUSPENSI-jurnal
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam bidang industri farmasi, perkembangan teknologi farmasi sangat
berperan aktif dalam peningkatan kulitas produksi obat-obatanyang disesuaikan
dengan karakteristik dari zat aktif obat, kondisi pasien dan peningkatan kualitas
obat dengan meminimalkan efek samping obat tanpa harus menguragi atau
mengganggu dari efek farmakologisnya (Lacman, 2008).
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk
halus dan tidak larut,terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus
halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog perlahan-lahan, endapan
harus segera terdispersi kembali. Dapat ditambahkan zat tambahan untuk
menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin sediaan
mudah digojog dan dituang (Anief, 1999).
Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat yang
tidak larut tetapi terdispersi dalam fase cair. Partikel yang tidak larut tersebut
dimaksudkan secara fisiologi dapat diabsorpsi yang digunakan sebagai obat dalam
atau untuk pemakaian luar denagn tujuan penyalutan. Sediaan dalam bentuk
suspensi juga ditujukan untuk pemakaian oral dengan kata lain pemberian yang
dilakukan melalui mulut. Sediaan dalam bentuk suspensi diterima baik oleh para
konsumen dikarenakan penampilan baik itu dari segi warna atupun bentuk
wadahnya. Pada prinsipnya zat yang terdispersi pada suspensi haruslah halus,
tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog perlahan-lahan, endapan harus
segera terdispersi kembali. Selain larutan, suspensi juga mengandung zat
tambahan (bila perlu) yang digunakan untuk menjamin stabilitas suspensi tetapi
kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah digojog dan dituang.
Suspensi dapat didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel
obat yang terbagi secara halus (dikenal sebagai suspensoid) disebarkan secara
merata dalam pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat
minimum. Beberapa suspensi diperdagangan tersedia dalam bentuk siap pakai,
telah disebarkan dalam cairan pembawa dengan atau tanpa penstabil dan bahan
tambahan farmasetik lainnya (Anonim, 2013). Selain itu pembuatan suspensi ini

1
didasarkan pada pasien yang sukar menerima tablet atau kapsul, terutama bagi
anak-anak dan lansia, dapat menutupi rasa obat yang tidak enak atau pahit yang
sering kita jumpai pada bentuk sediaan tablet, dan obat dalam bentuk sediaan
suspensi lebih mudah diabsorpsi daripada tablet/kapsul dikarenakan luas
permukaan kontak antara zat aktif dan saluran cerna meningkat. Oleh karena itu
dibuatlah sediaan suspensi. Pembuatan suspensi ini pula didasarkan pada
pengembangan sediaaan cair yang lebih banyak diminati oleh masyarakat luas.
Tetapi dalam pembuatan suspensi juga memerlukan ketelitian dalam proses
pembuatan sehingga kestabilannya dapat terjaga (Anif, 1999).
Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi
adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari
partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas
suspensi. Penggunaan dalam bentuk suspensi bila dibandingkan dengan larutan
sangatlah efisien sebab suspensi dapat mengurangi penguraian zat aktif yang tidak
stabil dalam air (Syamsuni, 2006)
Kekurangan suspensi sebagai bentuk sediaan adalah pada saat
penyimpanan, memungkinkan terjadinya perubahan sistem dispersi (cacking,
flokulasi, deflokulasi) terutama jika terjadi fluktuasi atau perubahan temperatur.
Sasaran utama didalam merancang sediaan berbentuk suspensi adalah untuk
memperlambat kecepatan sedimentasi dan mengupayakan agar partikel yang telah
tersedimentasi dapat disuspensi dengan baik (Anonim, 2013).
Jadi, alasan pembuatan suspensi yaitu untuk membuat sediaan obat dalam
bentuk cair dengan menggunakan zat aktif yang tidak dapat larut dalam air tetapi
hanya terdispersi secara merata. Dengan kata lain, bahan-bahan obat yang tidak
dapat larut dapat dibuat dalam bentuk suspensi (Anonim, 2013).
1.2. Prinsip
Prinsip dari pembuatan suspensi bahwa bahan padat yang tidak larut
disuspensikan dengan penambahan suspending agent. Bila zat padatnya bersifat
hidrofobik maka dibasahi terlebih dahulu dengan zat pembasah (wetting agent).
Kemudian dihomogenkan dengan suspending agent, tambahkan aqua dalam
jumlah tertentu, digerus sampai diperoleh massa seperti bubur dan diencerkan
dengan sirup.

1.3. Tujuan

2
Mengetahui prinsip pembuatan suspensi
Mengetahui bahan-bahan pembantu untuk sediaan suspensi
Mengetahui dan memahami cara pembuatan suspensi
Mengetahui dan memahami tipe suspensi
Mengetahui evaluasi tipe suspensi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut
yang terdispersi dalam fase cair. Sediaan yang digolongkan sebagai suspensi
adalah sediaan seperti tersebut diatas dan tidak termasuk kelompok suspensi yang
lebih spesifik, seperti suspensi oral, suspensi topikal, dan lain-lain. Beberapa
suspensi dapat langsung digunakan, sedangkan yang lain berupa campuran padat
yang harus dikonstitusikan terlebih dahulu dengan pembawa yang sesuai segera
sebelum digunakan. Sediaan seperti ini disebut untuk suspensi oral (Depkes,
1995).
Suspensi oral adalah sediaan cair mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai dan
ditujukan untuk penggunaan oral. Beberapa suspensi yang diberi etiket sebagai
susu atau magma termasuk dalam kategori ini (Depkes, 1995).
Suspensi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu suspensi yang siap digunakan
atau yang dikonstitusikan dengan sejumlah air untuk injeksi atau pelarut lain yang
sesuai sebelum digunakan. Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intravena dan
intratekal. Sesuai sifatnya, partikel yang terdapat dalam suspensi dapat
mengendap pada dasar wadah bila didiamkan. Pengendapan seperti ini dapat
mempermudah pengerasan dan pemadatan sehingga sulit terdispersi kembali,
walaupun dengan pengocokan. Untuk mengatasi masalah tersebut, dapat
ditambahkan zat yang sesuai untuk meningkatkan kekentalan dalam bentuk gel
suspensi seperti tanah liat, surfaktan, poliol, polimer atau gula. Yang sangat
penting adalah bahwa suspensi harus dikocok baik sebelum digunakan untuk
menjamin distribusi bahan padat yang merata dalam pembawa, hingga menjamin
keseragaman dan dosis tepat. Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat
(Depkes, 1995).
Suspensi obat suntik harus steril, mudah disuntikkan dan tidak menyumbat
jarum suntik. Suspensi obat mata harus steril dan zat yang terdispersi harus sangat
halus, bila untuk dosis berganda harus mengandung bakterisida. Pada etiket harus
tertera Kocok dahulu dan disimpan dalam wadah tertutup baik dan disimpan
ditempat sejuk (Anief, Moh.2006).

Suspensi dalam farmasis digunakan dalam beberapa cara :


1. Intramuskuler inj. (penicillin G.Suspension).

4
2. Tetes mata (Hydrocortisone acetat suspension).
3. Per oral ( sulfa/Kemicetine suspension).
4. Rektal (para Nitro Sulphathiazole suspension) (Anief, 2006).
Suspensi sering disebut pula mikstur gojog (Mixture Agitandae). Bila obat
dalam suhu kamar tidak larut dalam pelarut yang tersedia maka harus dibuat
mikstur gojog atau disuspensi (Anief, 2006).
Biasanya digunakan Pulvis Gummosus untuk menaikkan viskositas cairan
karena bila tidak, zat yang tidak larut akan cepat mengendap. Banyaknya zat
pengental tidak tergantung pada banyaknya serbuk, tetapi tergantung dari
besarnya volume cairan (Anief, 2006).
Dalam pembuatan suspensi, pembahasan partikel dari serbuk yang tak
larut di dalam cairan pembawa adalah langkah yang penting. Kadang-kadang
adalah sukar mendispersi serbuk, karena adanya udara, lemak dan lain-lain
kontaminan. Serbuk tadi tidak dapat segera dibasahi, walaupun BJ-nya, besar
mereka mengambang pada permukaan cairan. Pada serbuk yang halus mudah
kemasukan udara dan sukar dibasahi meskipun ditekan dibawah pemukaan dari
suspensi medium. Mudah dan sukar terbasahinya serbuk dapat dilihat dari sudut
kontak yang dibentuk serbuk dengan permukaan cairan (Anief, 2007).
Serbuk dengan sudut kontak 90 akan menghasilkan serbuk yang
terapung keluar dari cairan. Sedangkan serbuk yang mengambang dibawah cairan
mempunyai sudut kontak yang lebih kecil dan bila tenggelam, menunjukkan tidak
adanya sudut kontak. Serbuk yang sulit dibasahi dengan ai, disebut Hidrofob,
seperti: sulfur, Carbo adsorben, Magnesii Stearas dan serbuk yang mudah dibasahi
air disebut hidrofil seperti: Zinci Oxydi, Magnesii carbonas (Anief, 2006). Dalam
pembuatan suspensi penggunaan surfaktan (wetting agent ) adalah sangat berguna
dalam penurunan tegangan antar muka akan menurunkan sudut kontak, dan
pembasahannya akan dipermudah (Anief, 2007).
Gliserin dapat berguna dalam penggerusan zat yang tidak larut karena
akan memindahkan udara di antara partikel-partikel hingga bila ditambahkan air
dapat menembus dan membasahi partikel karena lapisan gliserin pada permukaan
partikel mudah campur dengan air. Maka itu pendispersian partikel dilakukan
dengan menggerus dulu partikel dengan gliserin, propilenglikol, koloid gom baru
diencerkan dengan air (Anief, 2007).
2.1 Stabilitas Suspensi

5
Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi
adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas
partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas
suspensi (Syamsuni, 2006).
Dalam pembuatan suspensi, pembasahan partikel dari serbuk yang tak
larut didalam cairan pembawa adalah langkah yang penting. Kadang-kadang
adalah sukar mendispersi serbuk, karena adanya udara, lemak dan lain-lain
kontaminan. Serbuk tadi tidak dapat segera dibasahi, walaupun BJ-nya besar
mereka terambang pada permukaan cairan. Pada serbuk yang halus mudah
kemasukan udara dan sukar dibasahi meskipun ditekan di bawah permukaan dari
suspensi medium. Mudah dan sukar terbasahinya serbuk dapat dilihat dari sudut
kontak yang dibentuk serbuk dengan permukaan cairan. Serbuk dengan sudut
kontak 90 akan menghasilkan seebuk yang terapung keluar dari cairan.
Sedangkan serbuk yang mengambang dibawah cairan mempunyai sudut kontak
yang lebih kecil dan bila tenggelam, menunjukkan tidak adanya sudut kontak
(Anief, 2007).
Perubahan organoleptis yang terjadi selama 30 hari penyimpanan suspensi
menandakan bahwa adanya ketidak stabilan pada sediaan suspensi. Hal ini dapat
diakibatkan adanya perubahan partikel obat dalam suspensi yang dihasilkan,
Kondisi ini dapat didukung dengan hasil uji distribusi partikel obat yaitu adanya
perubahan stabilitas partikel obat yang disimpan selama 30 hari. Perubahan
organoleptis yang terjadi pada sediaan suspensi dapat diakibatkan oleh
ketidakseragaman distribusi bahan penyusun suspensi, pertumbuhan Kristal atau
adanya perubahan pada partikel obat (Emilia, 2013)
Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi
adalah dengan cara memperluas penimbunan partikel serta menjaga homogenitas
partikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas
suspensi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi ialah:
2.1.1 Ukuran partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel
tersebut serta daya tekan ke atas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran
partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan
antara luas penampang dengan daya tekan ke atas terdapat hubungan linier.

6
Artinya, semakin kecil ukuran partikel, semakin besar luas penampangnya (dalam
volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel, daya
tekan ke atas cairan akan semakin besar, akibatnya memperlambat gerakan
partikel untuk mengendap sehingga untuk memperlambat gerakan partikel
tersebut dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel.
2.1.2 Kekentalan (Viskositas)
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran cairan
tersebut, semakin kental suatu cairan, kecepatan alirannya semakin turun atau
semakin kecil. Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula
gerakan turun partikel yang terdapat didalamnya. Dengan demikian, dengan
menambah kekentalan atau viskositas cairan, gerakan turun partikel yang
dikandungnya akan diperlambat. Perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak
boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang.
2.1.3 Jumlah Partikel (Konsentrasi)
Jika di dalam sutu ruangan terdapat partikel dalam jumlah besar, maka
partikel akan sulit melakukan gerakan bebas karena sering terjadi benturan antara
partikel tersebut. Oleh benturan ini akan menyebabkan terbentuknya endapan zat
tersebut, oleh karena itu semakin besar konsentrasi partikel makin besar
kemungkinannya terjadi endapan partikel dalam waktu yang singkat.
2.1.4 Sifat atau Muatan Partikel
Suatu suspensi kemungkinan besar terdiri atas beberapa macam campuran
bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian, ada kemungkinan
terjadi interaksi antar bahan yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam
cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alam, kita tidak
dapat mempengaruhinya. Stabilitas suspensi didefinisikan sebagai kondisi
suspensi dimana partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi merata.
Jika partikel mengendap, partikel tersebut akan mudah tersuspensi kembali
dengan pengocokan ringan. Partikel yang mengendap ada kemungkinan
dapatsaling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregasi dan
selanjutnya membentuk compacted cake, peristiwa itu disebut caking (Syamsuni,
2006).
Caking adalah agregat padat yang terjadi oleh pertumbuhan atau
penggabungan kristal dalam endapan. Terjadinya setiap tipe aglomerat, baik flokul

7
atau agregat dianggap sebagai ukuran kecenderungan sistem untuk mencapai
keadaan yang lebih stabil termodinamik (Anief, 2007).
Sifat dari fase dispers dipilih sedemikian rupa hingga membentuk suspensi
yang mempunyai sifat-sifat fisika, kimia dan farmakologi yang optimum.
Stabilitas fisis suspensi farmasi adalah kondisi dimana partikel tidak mengalami
agregasi dan tetap terdispersi merata. Karena keadaan ideal ini jarang terpenuhi
maka perlu ditambah pernyataan yaitu jika partikel itu tetap mengendap, maka
akan mudah tersuspensi kembali dengan pengocokan ringan. Agar dapat berhasil
menstabilkan partikel tersuspensi diperlukan pengetahuan tentang termodinamik
untuk mengetahui kondisi enersi pada permukaan partikel padat untuk
memperkecil zat padat dan mendispersi dalam media kontiniu (Anief, 2007).
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan mixer,
homogenizer, colloid mill, dan mortar. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat
dinaikkan dengan menambahkan zat pengental yang dapat larut ke dalam cairan
tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut suspending agent (bahan
pensuspensi), yang umumnya bersifat mudah mengembang dalam air
(hidrokoloid) (Syamsuni, 2006).
Akibat pengecilan partikel terjadi luas permukaam yang besar dan terjadi
enersi bebas permukaan yang besar dan akan menimbulkan sistem ketidakstabilan
termodinamik yaitu partikel-partikel berada dalam berenersi yang tinggi dan
mengumpul sedemikian rupa untuk mengurangi luas permukaan total dan
menurunkan enersi bebas permukaan. Partikel-partikel dalam cairan suspensi
membentuk flokul yaitu membentuk konglomerat ringan yang terikat oleh
kekuatan tarik-menarik Van der Waals. Keadaan suspensi tersebut mudah dikocok
dan menjadi homogen kembali. Dalam kondisi tertentu dapat terjadi partikel-
partikel saling melekat oleh kekuatan yang lebih kuat dan membentuk agregat dan
terjadi compacted cake (Anief, 2007).
Dalam pembuatan suspensi penggunaan surfaktan (wetting agent) adalah
sangat berguna dalam penurunan tegangan antar muka antara partikel padat dan

cairan pembawa. Sebagai akibat turunnya tegangan antar muka akan menurunkan
sudut konatak, dan pembahasan akan dipermudah. Gliserin dapat berguna dalam
penggerusan zat yang tidak larut karena akan memindahkan udara diantara
partikel-partikel hingga bila ditambahkan air dapat menembus dan membasahi

8
partikel karena lapisan gliseril pada permukaan partikel mudah dicampur dengan
air. Maka itu pendisperian partikel dilakukan dengan menggerus dulu partikel
dengan gliserin, propilenglikol, koloid gom baru diencerkan dengan air, hal ini
sudah terkenal dalam praktik farmasi (Anief. 2007).
2.3 Sistem Pembentukan Suspensi.
Pada pembuatan suspensi dikenal 2 macam sistem, yaitu:
2.3.1 Sistem Deflokulasi
Partikel deflokulasi mengendap perlahan-lahan dan akhirnya membentuk
sedimen, akan terjadi agregasi dan akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar
tersuspensi kembali (Syamsuni, 2006).
Pada sistem deflokulasi partikel suspensi tetap dalam keadaan terpisah
satu dengan yang lain dan bila terjadi sedimentasi telah sempurna, partikel-
partikel akan membentuk rangkaian yang terbungkus dan berdekatan serta partikel
yang lebih kecil akan mengisi antara partikel yang lebih besar. Partikel yang
berada dibawah sedimen lama-kelamaan akan tertekan karena berat dari partikel
diatasnya dan partikel-partikel akan lebih rapat. Untuk mensuspensikan atau
mendispersi kembali diperlukan mengatasi enersi rintangan yang tinggi. Karena
sulit terdispers kembali dengan pengocokan ringan, maka partikel tetap saling
tarik-menarik yang kuat dan membentuk cake yang keras (Anief, 2006).
Sistem Flokulasi
Dalam sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap
dan pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali
(Syamsuni, 2006).
Dalam sistem flokulasi, partikel terflokulasi adalah terikat lemah, cepat
mengenap dan mudah tersuspensi kembali dan tidak membentuk cake. Sedangkan
pada sistem deflokulasi, partikel terdeflokulasi mengenap perlahan-lahan dan
akhirnya membentuk sedimen dan terjadi agregasi dan selanjutnya cake yang
keras terjadi dan sukar tersuspensi kembali. Pada sistem flokulasi biasanya
mencegah pemisahan yang tergantung pada kadar partikel padat dan derajat
flokulasinya dan pada waktu sistem flokulasi kelihatan kasar akibat terjadinya
flokul. Dalam sistem deflokulasi, partikel terdispersi baik dan mengenap sendiri
dan lebih lambat daripada sistem flokulasi tetapi partikel deflokulasi dapat
membentuk sedimen atau cake yang sukar terdispersi kembali (Anief, 2006).

9
Sifat-sifat relatif dari partikel flokulasi dan deflokulasi dalam suspensi
adalah sebagai berikut:
No. Deflokulasi Flokulasi
1. Partikel suspensi dalam keadaan Partikel merupakan agregat yang
terpisah satu dengan yang lain. bebas.
2. Sedimentasi lambat, masing-
masing partikel mengenap Sedimentasi cepat, partikel mengenap
terpisah dan ukurannya minimal. sebagai flok yaitu kumpulan partikel.
3. Sedimen terjadi lambat.
4. Akhirnya sedimen akan Sedimen terjadi cepat.
membentuk cake (agregat) yang Sedimen terbungkus bebas dan
sukar terdispers kembali. membentuk cake yang keras dan
5. Wujud suspensi dengan zat tetap padat dan mudah terdispersi kembali
tersuspensi dalam waktu relatif seperti semula.
lama, meskipun ada enapan Wujud suspensi kurang, sebab
cairan atas tetap berkabut. sedimentasi terjadi cepat dan
diatasnya terjadi daerah cairan yang
jernih
(Syamsuni, 2006).
2. 4 Metode Pembuatan Suspensi.
Suspensi dapat dibuat dengan metode sebagai berikut:
2.4.1 Metode Dispersi
Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat
kedalam mucilago yang telah terbentuk, kemudian baru diencerkan. Perlu
diketahui bahwa kadang-kadang terjadi kesukaran pada saat mendispersikan
serbuk ke dalam pembawa. Hal tersebut karena adanya udara, lemak, atau
kontaminan pada serbuk. Serbuk yang sangat halus mudah termasuki udara
sehingga sukar dibasahi. Mudah dan sukarnya serbuk dibasahi serbuk dibasahi
tergantung pada besarnya sudut kontak antara zat terdispersi dengan medium. Jika

sudut kontak 900, serbuk akan mengambang diatas cairan. Serbuk yang
demikian disebut memiliki sifat hidrofob. Untuk menurunkan tegangan
permukaan antara partikel zat padat dengan cairan tersebut perlu ditambahkan zat

10
pembasah atau wetting agent (Syamsuni, 2006).
2.4.2 Metode Presipitasi
Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke dalam pelarut organik
yang hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik, larutan zat
ini kemudian diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air sehingga akan
terjadi endapan halus tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan organik
tersebut adalah etanol, propilen glikol dan polietilen glikol (Syamsuni, 2006).
2.5 Formulasi Suspensi.
Untuk membuat suspensi stabil secara fisik ada dua cara, yaitu:
a. Penggunaan structured vehicle untuk menjaga partikel deflokulasi
dalam suspensi. Structured vehicle adalah larutan hidrokoloid seperti
tilose, gom, bentonit, dan lain-lain.
b. Penggunaan prinsip-prisip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun
cepat terjadi pengendapan, tetapi dengan pengocokan ringan mudah
disuspensikan kembali (Syamsuni, 2006).
Pembuatan suspensi sistem flokulasi.
Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium
Setelah itu ditambahkan zat pemflokulasi, biasanya larutan elektrolit,
surfaktan atau polimer
Diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir
Jika dikehendaki, agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap, maka
ditambah structured vehicle
Produk akhir yang diperoleh ialah suspense flokulasi dalam structured vehicle.
2.6 Penilaian Stabilitas Suspensi
1. Volume Sedimentasi
Suspensi dimasukkan ke dalam gelas ukur 10 mL dan disimpan
pada suhu kamar serta terlindung dari cahaya secara langsung. Volume
suspensi yang diisikan merupakan volume awal (Vo). Perubahan volume
diukur dan dicatat setiap hari selama 30 hari tanpa pengadukan hingga
tinggi sedimentasi konstan. Volume tersebut merupakan volume akhir
(Vu). Volume sedimentasidapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan perbandingan antara volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap
volume mula-mula suspensi (Vo) sebelum mengendap (Emilia, 2013).

11
2. Derajat Flokulasi
Adalah perbandingan antara volume sedimen akhir dari suspensi
flokulasi (Vu) terhadap volume sedimen akhir suspensi deflokulasi (Voc).

3. Metode Reologi
Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas,
membantu menentukan perilaku pengendapan, mengatur pembawa dan
susunan partikel untuk tujuan perbandingan.
4. Perubahan Ukuran Partikel
Digunakan cara freeze-thaw cycling, yaitu temperature diturunkan
sampai titk beku, lalu dinaikkan sampai mencair kembali. Dengan cara ini
dapat dilihat pertumbuhan kristal, yang pada pokoknya menjaga agar tidak
terjadi perubahan ukuran partikel dari sifat kristal (Syamsuni, 2006).
2.6 Uraian Bahan
Magnesium hidroksida yang telah dikeringkan pada suhu 105o selama 2
jam mengandung tidak kurang dari 95,0% dan tidak lebih dari 100,5% Mg(OH)2.
Kelarutan praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol; larut dalam asam encer.
Batas mikroba tidak boleh mengandung Escherichia coli. Susut pengeringan tidak
lebih dari 2,0%; lakukan pengeringan pada suhu 105o selama 2 jam. Susut
pemijaran antara 30,0% dan 33,0%; lakukan pemijaran pada suhu 800o, kenaikan
suhu dilakukan secara bertahap, hingga bobot tetap.
Aluminium hidroksida larutkan dalam 5 g tawas dalam 95 mL air, tuang ke
dalam campuran 6 mL ammonia encer dan 94 mL air. Cuci dengan memusingkan
endapan beberapa kali dengan air hingga bening tidak mengandung sulfat.
Campur sisa dengan air volume sama (Depkes RI, 1979)
CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) termasuk kedalam derivate selulosa,
merupakan bahan pensuspensi sintetis. Golongan ini tidak diabsorbsi oleh usus
halus dan tidak beracun, sehingga banyak dipakai dalam produksi makanan.
Dalam farmasi selain digunakan sebagai laksansia dan bahan penghancur atau
desintregator dalam pembuatan tablet (Syamsuni, 2007).
Sirup simpleks adalah sirup yang hampir jenuh dengan sukrosa.Sirup
simpleks mengandung 65% gula dalam larutan nipagin 0,25% b/v .Sirup simplek

12
sering digunakan pada sediaan larutan oral sebagai pemanis dan menutupi rasa
pahit atau sebagai corigensia saporis. Cara pembuatannya, larutkan 65 bagian
sakarosa dalam metal paraben 0,25% secukupnya hingga diperoleh 100 bagian
sirup. Pemerian: cairan jernih tidak berwarna (Syamauni, 2006).
Aquadest merupakan air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi,
perlakuan denngan menggunakan penukar ion, osmotic balik atau proses lain yang
sesuai. Dibuat dari air yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak
menggunakan zat tambahan lain (Depkes RI, 1995).
Oleum Menthae piperatae (minnyak permen) adalah minyak atsiri yang
diperoleh dengan destilasi uap dari bagian diatas tanah tanaman berbunga Mentha
piperita yang segar dan telah dimurnikan. Oleum menthae piperatae ini biasanya
digunakan sebagai corigensia odoris pada sediaan farmasi seperti pada suspensi.
Penambahan oleum menthae pieratae ini biasanya ditambahkan terakhi pada
sediaan, karena merupakan minyak atsiri untuk menghindari pennguapan
(Syamsuni, 2006).
2.7 Hal-hal yang Harus Diperhatikan dalam Suspensi
1. Kecepatan sedimentasi (Hk. Stokes)
Untuk sediaan farmasi tidak mutlak berlaku, tetapi dapat dipakai
sebagai pegangan supaya suspensi stabil, tidak cepat mengendap, maka :
a. Perbedaan antara fase terdispersi dan fase pendispersi harus kecil,
dapat menggunakan sorbitol atau sukrosa. BJ medium meningkat.
b. Diameter partikel diperkecil, dapat dihaluskan dengan blender/
koloid mill
c. Memperbesar viskositas dengan menambah suspending agent.
2. Pembasahan serbuk
Untuk menurunkan tegangan permukaan, dipakai wetting agent atau
surfaktan, misal : span dan tween.
3. Floatasi (terapung), disebabkan oleh :
a. Perbedaan densitas
b. Partikel padat hanya sebagian terbasahi dan tetap pada permukaan
c. Adanya adsorpsi gas pada permukaan zat padat. Hal ini dapat
diatasi dengan penambahan humektan. Humektan ialah zat yang
digunakan untuk membasahi zat padat. Mekanisme humektan :

13
mengganti lapisan udara yang ada di permukaan partikel sehingga
zat mudah terbasahi. Contoh : gliserin, propilenglikol.
4. Pertumbuhan kristal
Larutan air suatu suspensi sebenarnya merupakan larutan jenuh. Bila
terjadi perubahan suhu dapat terjadi pertumbuhan kristal. Ini dapat
dihalangi dengan penambahan surfaktan.
5. Adanya polimorfisme dapat mempercepat pertumbuhan kristal.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kristalisasi
Gunakan partikel dengan range ukuran yang sempit
Pilih bentuk kristal obat yang stabil
Cegah penggunaan alat yang membutuhkan energi besar untuk
pengecilan ukuran partikel
Gunakan pembasah
Gunakan colloidal pelindung seperti gelatin, gums, dan lain-lain
yang akan membentuk lapisan pelindung pada partikel
Viskositas ditingkatkan
Cegah perubahan suhu yang ekstrim
Hal-hal yang memicu terbentuknya kristal
Keadaan super jenuh
Pendinginan yang ekstrim dan pengadukan yang cepat
Sifat aliran pelarut yang dapat mengkristalkan zat aktif, dalam
ukuran dan bentuk yang bervariasi
Keberadaan cosolutes, cosolvent, dan absorbent
Kondisi saat proses pembuatan.
6. Pengaruh gula (sukrosa)
a. Suspending agent dengan larutan gula : viskositas akan naik
b. Adanya batas konsentrasi gula dalam campuran dengan
suspending agent. Bila batas ini dilalui polimer akan menurun.
c. Konsentrasi gula yang besar juga dapat menyebabkan kristalisasi
yang cepat (lacman, 2008).

14
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Timbangan
Anak Timbangan (miligram dan gram)
Cawan Porselen
Lumpang
Stamper
Sudip
Batang Pengaduk
Beaker Glass 50 ml
Gelas Ukur 50 ml
Botol 60 ml
3.1.2 Bahan
Magnesii hidroksida
Aluminium hidroksida
Simetikon
Tween 80
CMC Na
Sirup simplex
Ol.met.pip.
Aquadest
3.2 Resep
R/ Magnesii hidroksida 2,4
Aluminium hidroksida 2,4
Simetikon 0,240
Tween 80 1%
CMC Na 0,5%
Sirup simplex 20
Ol.met.pip. gtt III

15
Aquadest ad 60 ml

m.f. susp.
S.t.d.d. Cth a.c
3.3 Daftar Obat
Magnesii hidroksida : Bebas (B)
Aluminium hidroksida : Bebas (B)
Simetikon : Bebas Terbatas (W)
3.4 Perhitungan Bahan
Magnesii hidroksida : 2,4
Aluminium hidroksida : 2,4
Simetikon : 0,240
Tween 80 1% : 1g/100ml x 60 ml
: 0,6 ( 600 mg )
CMC Na 0,5% : 0,5g/100ml x 60 ml
: 0,3 ( 300 mg )
Air corpus 20 x CMC Na : 0,3 x 20
: 6 ml
Sirup simplex : 20
Ol.met.pip. : 3 tetes
Aquadest ad 60 ml : 60 (2,4 + 2,4 + 0,240 + 0,6 + 0,3 + 20)
: 34,06 ml
3.5 Evaluasi Suspensi
3.5.1 Sedimentasi Ratio
Masukkan suspensi ke dalam gelas ukur
Tutup gelas ukur dengan kertas perkamen kemudian ikat
Catat volume awal
Diamkan selama satu minggu
Amati volume endapan yang terjadi
Hitung sedimentasi ratio dengan membandingkan volume endapan yang
terjadi terhadap volume suspensi mula-mula

16
Volume endapan yang diperoleh setelah suspensi didiamkan selama satu
minggu adalah 11 ml.
Volume suspensi mula-mula adalah 50 ml.
10,5
Jadi, sedimentasi ratio, F = 0,21
50
3.5.2 Pengocokan
Syaratnya, setelah dikocok zat mudah didispersikan kembali.
3.5.3 Aliran
Syaratnya adalah suspensi mudah dituang.

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Suspensi yang diformulasikan sebanyak 60 ml, dilakukan uji sedimantasi
ratio didapat volume sedimen:

F = =

= 0,48 ml
Jadi, volume sedimentasi sediaan suspensinya adalah 0,48 ml dari total
volume yang di uji yaitu 50 ml.
Dilakukan uji pengocokan, sedimen yang terbentuk tidak dapat terdispersi
kembali ke dalam pembawa, membentuk cake dan suspensi tersebut tidak stabil
atau rusak dalam penyimpanan.
4.2 Pembahasan
Suspensi yang dibuat dalam praktikum ini merupakan suspensi oral, yakni
sediaan cair yang mengandung partikel padat yang tidak larut. Partikel tidak
larutnya adalah magnesii hidroksida dan aluminium hidroksida kemudian
terdispersi ke dalam musilago yang dibuat dengan campuran CMC Na dan tween
80, lalu ditambahkan sirup simplex untuk memberikan rasa manis, terdispersi
dalam fase cair dengan bahan pengaroma (dalam hal ini ol.met.pip) yang
ditujukan untuk penggunaan oral. Suspensi ini digunakan pada pasien yang
menderita ulkus/borok lambung. Suspensi yang diperoleh dari hasil praktikum ini
berwarna putih seperti susu.
Dari hasil metode sedimentasi ratio, volume suspensi mula-mula sebesar 50 ml
dan hasil dari suspensi yang telah didiamkan selama tiga hari, diperoleh volume
endapan sebesar 24 ml. Artinya, sedimentasi rationya adalah sebesar :

F = =

= 0,48 ml

18
Dengan F = 0,48 ml artinya volume endapan yang terbentuk rendah
sehingga terbentuk cake yang keras. Sifat suspensi yang demikian termasuk ke
dalam kategori suspensi yang tidak baik karen ikatan antar partikel terdispersa
sangat kuat sehingga sukar didispersikan kembali.
Dari hasil evaluasi dengan metode pengocokan, endapan yang terbenuk
tidak dapat didispersikan kembali setelah dikocok. Hal ini disebabkan partikel
suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lainnya, sedimentasi yang
terjadi lambat, masing-masing partikel mengendap terpisah dan partikel berada
dalam ukuran paling kecil, akhirnya sedimen akan membentuk cake yang keras
dan sukar terdispersi kembali. Stabilitas suspensi didefinisikan sebagai kondisi
suspensi dimana partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi merata.
Jika partikel mengendap, partikel tersebut akan mudah tersuspensi kembali
dengan pengocokan ringan. Partikel yang mengendap ada kemungkinan dapat
saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregasi dan selanjutnya
membentuk compacted cake, peristiwa itu disebut caking (Syamsuni, 2006).

19
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Prinsip pembuatan suspensi adalah zat padat yang tidak larut
disuspensikan dengan penambahan suspending agent. Bila zat padat
hidrofobik maka dibasahi terlebih dahulu dengan zat pembasah (wetting
agent), kemudian dihomogenkan dengan suspending agent.
Bahan-bahan pembantu untuk pembuatan suspensi adalah suspending
agent, dan wetting agent untuk bahan padat yang hidrofobik.
Cara pembuatan suspensi bahan padat yang tidak larut disuspensikan
dengan penambahan suspending agent. Untuk zat padat yang bersifat
hidrofobik dibasahi terlebih dahulu dengan zat pembasah (wetting agent),
baru dihogenkan dengan suspending agent. Tambahkan aqua dalam jumlah
tertentu,digerus sampai diperoleh massa seperti bubur dan diencerkan
dengan sirup.
Tipe suspensi yang dibuat adalah deflokulasi.
Pada suspensi tipe flokulasi,pengendapan terjadi dengan cepat dan volume
endapannya besar. Endapan yang terjadi longgar sehingga mudah
didispersikan kembali.
Sedangkan suspensi tipe deflokulasi,pengendapan cukup lambat dan
volume endapan rendah (endapan = caking). Endapan yang terjadi kaku
dan ikatannya kuat sehingga sukar didispersikan kembali.
5.2 Saran
Sebaiknya pada pratikum selanjutnya dapat mencoba suspending agen lain
seperti PGS, Tragakan, Nastrosol, HBr, untuk membandingkan hasil
suspensinya
Diharapkan untuk pratikum selanjutnya dapat melakukan uji evaluasi
suspensi lebih lengkap, misalnya uji keseragaman partikel dan uji
redispersi

20
Diharapkan untuk pratikum selanjutnya dapat membuat sediaan suspensi
kering, atau dry sirup untuk membandingkan kestabilannya.

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 2006. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press. Halaman 149-152
Anief, Moh. 2007. Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Halaman 141-155
Departemen Kesehatan RI., (1995). Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta.
Halaman 17-18
Emilia, Wintari Taurina dan Andhi Fahrurroji. 2013. Formulasi Dan Evaluasi
Stabilitas Fisik Suspensi Ibuprofen Dengan Menggunakan Natrosol Hbr
Sebagai Bahan Pensuspensi. Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran
Universitas Tanjungpura. http://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ved=0CG
IQFjAH&url=http%3A%2F%2Fportalgaruda.org
%2Fdownload_article.php%3Farticle%3D111591%26val
%3D5160&ei=VikwU5z5NcK3rAfi7IGYCw&usg=AFQjCNHt9ZbrMfK_
KPyJy-tQBNv4xTJsTA
Lachman, dkk. 2008. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi III. Universitas
Indonesia : Jakarta
Syamsuni, H. A., (2006). Ilmu Resep. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
Halaman 135-145.

21
LAMPIRAN

Pembuatan Corpus Suspensi Penambahan Zat Pembasah


(Weating Agent)

Pengenceran dengan Sirup Simplex Pengisian Suspensi ke dalam Botol

22
Uji Sedimentasi Ratio

23

Anda mungkin juga menyukai