INFUS GLUKOSA
Disusun oleh:
2019
DEPOK
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................3
1.1 Latar Belakang................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................4
1.4 Metode Penulisan............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................5
2.1 Definisi Injeksi......................................................................................................................5
2.2 Large Volume Parenteral.....................................................................................................6
2.3 Infus.......................................................................................................................................8
BAB III PRAFORMULASI .......................................................................................................12
3.1 Komposisi Formula Sediaan.............................................................................................12
3.2 Monografi Bahan...............................................................................................................12
BAB IV FORMULASI................................................................................................................14
4.1 Formulasi............................................................................................................................14
4.2 Perhitungan Bahan............................................................................................................14
4.3 Tipe Formulasi...................................................................................................................15
4.4 Sterilisasi Alat dan Bahan.................................................................................................15
4.5 Cara Kerja..........................................................................................................................16
BAB V EVALUASI DAN PEMBAHASAN...............................................................................17
5.1 Hasil Evaluasi.....................................................................................................................17
5.2 Pembahasan........................................................................................................................23
BAB VI KEMASAN....................................................................................................................25
6.1 Kemasan Primer................................................................................................................25
6.2 Kemasan Sekunder............................................................................................................26
6.3 Nomor Registrasi dan Nomor Batch................................................................................28
BAB VII PENUTUP....................................................................................................................30
7.1 Kesimpulan.........................................................................................................................30
7.2 Saran...................................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................31
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi tentang pembuatan
sediaan infus glukosa. Dalam makalah ini akan dijelaskan pemilihan dan karakterisasi
bahan, metode pembuatan sediaan sampai evaluasi sediaan. Semua informasi tersebut
diharapkan dapat menambah wawasan pembaca mengenai pembuatan sediaan steril
khususnya infus glukosa.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode pustaka, yaitu dengan
mencari informasi mengenai infus glukosa dari berbagai sumber, yaitu buku Formularium
Nasional, Martindale, USP dan farmakope. Selain itu, penulis juga memanfaatkan fasilitas
internet untuk menambah informasi yang diperlukan untuk penyusunan makalah ini
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Anief (2008) pada Ilmu Meracik Obat, injeksi dapat digolongkan sebagai
berikut:
5
dari 10 mL disebut infus, larutan diusahakan isotonis. Emulsi minyak-air dapat
diberikan jika ukuran butiran minyak cukup kecil (emulsi mikro).
5. Injeksi intraarterium (i.a)
Injeksi ini umumnya berupa larutan yang mengandung cairan yang dapat bercampur
dengan air, volume yang disuntikan 1 mL sampai 10 mL dan digunakan apabila
dibutuhkan efek obat yang segera dalam daerah perifer.
6. Injeksi intrakor atau intrakardial (i.k.d)
Berupa larutan yang hanya digunakan untuk keadaan darurat dan disuntikan kedalam
otot jantung atau ventrikulus.
7. Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, dan intradural
Berupa laturan yang harus bersifat isotonis, dikarenakan sirkulasi cairan
cerebropintal adalah lambat, meskipun larutan anestetika sumsum tulang belakang
sering hipertonis.
8. Injeksi intrakulus
Berupa larutan atau suspensi dalam air yang disunikan ke dalam cairan sendi dalam
rongga sendi.
9. Injeksi Subkonjugtiva
Berupa larutan atau suspensi dalam air yang ditujukan untuk injeksi selaput lendir
mata bawah dan umumnya tidak lebih dari 1 mL.
10. Injeksi Intraperitonial (i.p)
Injeksi yang disuntikkan langusng ke dalam rongga perut, penyerapan cepat, bahaya
infeksi besar dan jarang dipakai.
11. Peridural (p.d)
Injeksi ini disuntikan ke dalam ruang epidural, terletak diatas durameter, lapisan
penutup terluar dari otak dansumsum tulang belakang.
12. Injeksi Intrasisternal (i.s)
Injeksi ini disuntikkan ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada otak.
6
karena dapat menyebabkan terjadinya toksisitas akibat pemberian larutan/zat bakteriostatik
dalam jumlah besar. Saat ini, larutan LVP digunakan juga sebagai pembawa untuk obat lain,
dan merupakan cara untuk menyediakan nutrisi parenteral.
A. Steril
Suatu bahan dinyatakan steril apabila bebas dari mikroorganisme hidup patogen
maupun non-patogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun tidak.
B. Tidak mengandung pirogen
Efek pirogen dalam larutan injeksi akan nyata sekali jika diberikan dalam volume
besar secara intravena dibandingkan rute injeksi lain dan volume kecil. Kontaminan
pirogen dalam sediaan LVP berasal dari 3 sumber utama:
- Air yang digunakan sebagai pelarut
- Kemasan yang kontak dengan larutan selama pembuatan, pengemasan, dan
penyimpanan
- Bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan produk
C. Bebas dari bahan partikulat
Bahan partikulat terdiri atas partikel yang terdapat dalam larutan LVP berupa
partikel yang berasal dari luar dan zat tidak larut. Gelembung gas (udara) juga tidak
dikehendaki keberadaannya dalam larutan parenteral. Bahan luar yang mungkin terdapat
dalam sediaan parenteral termasuk semua bahan yang berasal dari lingkungan di mana
produk terpapar, meliputi selulosa, serat kapas, karet, logam, partikel plastik, bahan kimia
tidak larut, dll.
Partikel partikulat dalam sediaan parenteral dapat berasal dari berbagai sumber
dan aktivitas, yaitu:
- Larutan itu sendiri dan bahan yang terdapat di dalamnya
- Proses pembuatan dan variabelnya, seperti lingkungan, peralatan, dan
personalia
- Komponen kemasan yang berkontak dengan larutan LVP
- Unit dan alat yang digunakan untuk pemberian LVP
7
- Modifikasi selama proses pembuatan sediaan, selain lingkungan/ruangan
preparasi sediaan
2.3 Infus
Infus merupakan produk parenteral yang digunakan untuk injeksi melalui intravena.
Infus dikemas dalam wadah large volume parenteral (LVP) plastik atau kaca yang cocok.
Sistem infus menyediakan kecepatan aliran yang terus menerus dan teratur. Infus bisa
diberikan dengan atau tanpa bahan tambahan (Levchuk, 1992). Infus diberikan melalui
intravena, yaitu dengan menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke vena pasien.
Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrient (biasanya
glukosa), vitamin atau obat (Brunner & Sudarth, 2002). Menurut Farmakope Indonesia Edisi
III, infus intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan
sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena dengan
volume relatif banyak. Kecuali dinyatakan lain, infus intravena tidak diperbolehkan
mengandung bakterisida dan zat dapar. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis
bebas partikel. Selain itu, infus juga sedapat mungkin bersifat isohidris, berupa pH larutan
sama dengan darah dan cairan tubuh lain, yaitu 7,4.
Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik
secara fisik maupun kimiawi dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau
kemurnian di luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan,
pengangkutan, penyimpanan, penjualan, dan penggunaan (FI V, 2014). Wadah terbuat dari
berbagai macam bahan, yaitu wadah plastik, wadah gelas, dan wadah karet. Wadah gelas masih
tetap merupakan bahan pilihan untuk wadah produk injeksi. Gelas pada dasarnya tersusun dari
silkon dioksidatetrahedron, yang dimodifikasi secara fisika dan kimia dengan oksida, seperti
oksida natrium, kalium, kalsium, magnesium, alumunium, boron, dan besi. Gelas yang paling
tahan secara kimia hampir seluruhnya tersusun dari silikon dioksida. Kekurangan dari gelas
yaitu relatif rapuh dan hanya dapat dilelehkan dan dicetak pada temperatur tinggi (Lachman,
1994).
Tipe Deskripsi
I Tahan, kuat, kaca borosilikat
II Treated soda-lime glass
III Soda lime glass
2.3.3 Pengisian
2.3.4 Penandaan
Penandaan ditujukan kepada seluruh etiket dan tulisan, cetakan, atau grafik yang
terdapat dalam wadah langsung atau pada kemasan yang atau bungkus lainnya kecuali
10
wadah pemindahan lainnya. Etiket diartikan sebagai bagian dari wadah langsung (FI V,
2014)
1. Tiap wadah dosis tunggal harus diberikan etiket yang menyebutkan identitas, kadar atau
kekuatan, nama produsen, nomor bets, dan tanggal kadaluwarsa (FI V, 2014).
2. Penandaan sediaan parenteral harus menyatakan semua nama zat yang ditambahkan (zat
aktif, tambahan, eksipien), juga harus dicantumkan jumlah atau perbandingan, kecuali
untuk zat yang ditambahkan untuk mengatur pH atau isotonisitas. Pada etiket hanya
disebutkan nama dan tujuan penambahan zat tersebut (FI V, 2014).
3. Etiket sediaan resmi harus mencantumkan waktu kadaluwarsa yang dapat dibaca oleh
setiap orang pada kondisi pemakaian biasa. Selain itu, harus mudah dimengerti dengan
latar belakang yang kontras atau dicetak timbul (FI V, 2014).
4. Etiket pada larutan yang diberikan secara intravena dipersyaratkan untuk mencantumkan
kadar osmolarnya (FI IV, 1995).
BAB III
PRAFORMULASI
11
3.1 Komposisi Formula Sediaan
Menurut Martindale Edisi 28 halaman 52, infusa glukosa terdiri atas dekstrosa anhidrat
dalam aqua pro injeksi dengan konsentrasi 5%, kecuali dinyatakan lain. Maka dari itu, bahan-
bahan yang akan digunakan dalam pembuatan infus glukosa meliputi dekstrosa anhidrat dan
aqua pro injeksi.
12
Khasiat : Sumber kalori dalam tubuh
Alasan pemilihan : Sebagai sumber utama karbohidrat dalam sediaan karena sediaan
infus glukosa parenteral mengandung karbohidrat sebagai sumber
kalori dalam tubuh
BAB IV
FORMULASI
13
4.1 Formulasi
Setiap 500 mL infus glukosa mengandung :
a. Dekstrosa anhidrat 25 gram
b. Aqua pro injeksi ad 500 mL
14
Dekstrosa dalam sediaan infus glukosa ini ditujukan sebagai sumber kalori. Oleh
karena itu perlu dilakukan perhitungan kalori yang dihasilkan oleh dekstrosa.
Dekstrosa
1 gram dekstrosa menghasilkan 3,4 kkal
Total dekstrosa yang digunakan = 25 gram
Kalori yang dihasilkan = 25 gram × 3,4 kkal = 85 kkal
Total kalori per botol (500 mL) = 85 kkal
15
5. Masukkan aqua pro injeksi sebanyak 400 mL ke dalam beaker glass yang telah
dikalibrasi.
6. Larutkan dekstrosa anhidrat dalam aqua pro injeksi, lalu aduk hingga homogen.
7. Cek pH dengan indikator universal dan pH meter, pH harus berada dalam rentang 3,5-
5,5.
8. Cukupkan volume dengan aqua pro injeksi hingga 550 mL, lalu saring larutan dengan
G3 filter.
9. Masukkan filtrat ke dalam kemasan primer (botol infus) yang telah dikalibrasi (510 mL),
kemudian tutup botol infus dengan tutup karet.
10. Sterilkan sediaan dengan autoklaf 121oC selama 15 menit.
11. Segel botol infus dengan aluminium cap.
12. Lakukan evaluasi sediaan.
13. Beri penandaan pada kemasan primer, berupa informasi obat yang mencantumkan
komposisi, indikasi, dosis dan cara pemberian, efek samping, kontraindikasi, peringatan,
cara penyimpanan, nomor registrasi, nomor bets, tanggal produksi dan kadaluwarsa,
serta nama pabrik produsen.
14. Masukkan sediaan ke dalam kemasan sekunder, beri etiket dan label.
BAB V
16
a. Menggunakan pH meter
i. Dibilas elektoda dengan menggunakan aquadest, keringkan dengan
menggunakan tissue.
ii. Alat pH-meter dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH 4 dan 7.
iii. Dibilas kembali elektroda dengan menggunakan aquadest, keringkan dan
masukkan ke dalam larutan sediaan. Catat besarnya pH yang tertera pada
alat.
b. Menggunakan kertas inidikator universal
Diambil sedikit bagian larutan sediaan, kemudian celupkan atau oleskan
pada kertas indikator universal, dibandingkan hasil perubahan warna indikator
pada sediaan dengan warna standar pH.
Hasil : Menggunakan pH-meter = 4,56
Persyaratan : Rentang pH infus glukosa = 3,5-5,5
Kesimpulan : Memenuhi persyaratan pH larutan yang dapat diterima tubuh
melalui vena
17
Hasil : Tidak terdapat partikel-partikel kecil yang dapat dilihat dengan mata.
Kesimpulan : Sediaan jernih.
1. Organoleptis
Bentuk : Larutan jernih
Warna : Tidak berwarna
18
Hal ini harus diperhatikan terutama pada pemberian banyak, karena lebih dari 15
ml cairan yang mengandung pirogen dapat menimbulkan demam. Uji pirogen dilakukan
dengan menggunakan kelinci yang memenuhi syarat (kelinci yang selama seminggu
sebelum pengujian tidak menunjukkan penurunan berat badan). Lakukan pengujian
dengan menggunakan sekelompok hewan percobaan yang terdiri dari 3 ekor kelinci,
hangatkan sediaan uji hingga suhu larutan yang diuji lebih kurang 38,5°C dan suntikkan
perlahan-lahan ke dalam vena auricularia tiap kelinci. Waktu penyuntikkan tidak
melebihi 4 menit dan volume larutan yang diuji tidak kurang 0,5 ml dan tidak lebih 10 ml
per kg berat badan. Jika gagal dapat diulangi hingga 4 kali, tiap kali menggunakan
sekelompok terdiri dari 3 ekor kelinci.
Jumlah Larutan yang diuji memenuhi Larutan uji tidak memenuhi syarat
Kelinc syarat bila jumlah respon tidak jika jumlah respon melebihi
i melebihi
3 1,20° 2,7°
6 2,80° 4,3°
9 4,5° 6,0°
12 6,6° 6,6°
5. Uji Sterilitas
Pengujian dilakukan dengan teknik aseptik yang cocok.
Metode uji pengujian terdiri dari:
a. Uji inokulasi langsung ke media uji Inkubasi
Jika tidak dinyatakan lain, di dalam monografi atau bab ini, inkubasi campuran uji
dengan media tioglikolat cair (atau media tioglikolat alternatif, jika dinyatakan)
selama 14 hari pada suhu 30oC hingga 35oC, dan dengan soybean-casein digest
medium pada suhu 20oC hingga 25oC. Amati pertumbuhan pada media secara visual
sesering mungkin sekurang-kurangnya pada hari ke-3 atau ke-4 atau ke-5, pada hari
ke-7 atau ke-8 dan pada hari terakhir pada masa uji.
19
Jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh sehingga ada atau tidaknya
pertumbuhan mikroba tidak segera dapat ditentukan secara visual, pindahkan
sejumlah media ke dalam tabung baru yang berisi media yang sama, sekurangnya 1
kali antara hari ke-3 dan ke-7 sejak pengujian dimulai. Lanjutkan inkubasi media
awal dan media baru selama total waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi
awal. Adapun sediaan yang dapat diuji dengan metode ini adalah cairan, salep dan
minyak yang tidak larut dalam isopropyl miristat, zat padat, kapas murni, perban,
pembalut, benang bedah, dan bahan sejenisnya, alat kesehatan steril, alat suntik
kosong atau terisi steril.
b. Prosedur Uji Menggunakan Penyaring Membran
Teknik penyaringan membran digunakan untuk bahan cair yang dapat diuji
dengan cara inokulasi langsung ke dalam media uji. Jumlah uji tidak kurang dari
volume dan jumlah seperti yang tertera pada Pemilihan spesimen uji dan masa
inkubasi. Peralatan unit penyaring membran yang sesuai terdiri dari:
Satu perangkat yang dapat memudahkan penanganan bahan uji secara aseptik
Membran yang telah diproses yang dapat dipindahkan secara aseptik untuk
inokulasi ke dalam media yang sesuai atau, satu perangkat yang dapat
ditambahkan media steril ke dalam penyaringnya dan membran inkubasi in situ.
Membran yang sesuai umumnya mempunyai porositas 0.45 μm, dengan diameter
lebih kurang 47 mm, dan kecepatan penyaringan air 55 ml sampai 75 ml per menit
pada tekanan 70 cmHg. Unit keseluruhan dapat dirakit dan disterilkan bersama
dengan membran sebelum digunakan, atau membran dapat disterilkan terpisah
dengan cara apa saja yang dapat mempertahankan karakteristik penyaring dan
menjamin sterilitas penyaring dan perangkatnya.
Jika bahan uji berupa minyak, membran dapat disterilkan terpisah, dan setelah
melalui pengeringan, unit dirakit secara aseptik. Adapun jenis-jenis bahan cair yang
dapat diuji dengan penyaring membran adalah sebagai berikut: cairan yang dapat
bercampur dengan pembawa air (kurang dari 100 ml per wadah), zat padat yang
dapat disaring, salep dan minyak yang larut dalam isopropyl miristat, zat padat yang
tidak dapat disaring, alat kesehatan, alat suntik kosong, padatan untuk injeksi selain
20
antibiotik, padatan antibiotik untuk injeksi, padatan, bulk, campuran antibiotik,
produk aerosol steril, alat-alat dengan label steril.
21
Inkubasi
Media Mikroba Uji Suhu
Kondisi
(oC)
Tioglikolat (1) Bacillus subtilis (ATCC No.6633)
cair
(2) Candida albicans (ATCC No.10231)
(3) Bacteriodes vulgatus (ATCC
No.8482)
(4) Staphylococcus aureus (ATCC 30-35 Aerobik
6538)
(5) Pseudomonas aeruginosa (ATCC
9027)
(6) Clostridium sporogenes (ATCC
11437)
(1) Bacteriodes vulgatus (ATCC
Tioglikolat No.8482)
30-35 Anaerobik
alternatif (2) Clostridium sporogenes (ATCC
11437)
Soybean- (1) Bacillus subtilis (ATCC No.6633)
(2) Candida albicans (ATCC No.10231)
Casein 20-25 Aerobik
(3) Aspergillus niger (ATCC 16404)
Digest
Semua organisme yang diperlukan untuk menunjukkan pertumbuhan terlihat dalam waktu
tidak lebih dari 7 hari dari uji asli.
Jika tidak ada bukti nyata pertumbuhan mikroba dalam suatu media kultur uji
tabung, setelah memperlakukan sampel dan media dengan prosedur yang benar dan
kondisi uji sterilitas yang sesuai ketentuan dari USP dan EP, bisa diartikan bahwa
terdapat sampel yang banyak mewakili kontaminasi intrinsik. Interpretasi harus
dilakukan oleh orangorang yang memiliki pelatihan formal dalam mikrobiologi dan
memiliki pengetahuan dasar yang terlibat dalam pengujian kontrol kualitas :
22
4) Prosedur pengendalian lingkungan yang digunakan dalam fasilitas uji
Jika pertumbuhan mikroba ditemukan atau jika uji sterilitas dinilai tidak valid
karena kondisi lingkungan yang tidak memadai, uji sterilitas dapat diulang.
5.2 Pembahasan
Pada praktikum teknologi sediaan steril, praktikan membuat formulasi cairan Large
Volume Parenteral (LVP) elektrolit, yaitu berupa infus glukosa. Formulasi LVP terdiri dari
dekstrosa (Glucosum anhydras) dan Aqua pro Injeksi. Dekstrosa berfungsi sebagai pengganti
kekurangan cairan yang diperlukan pasien pada saat terapi intravena dan diperlukan untuk
hidrasi ketika pasien sedang dan selesai operasi.
Adapun LVP yang dibuat oleh praktikan mengandung Dekstrosa anhidrat sebanyak 25 g.
Produk ini diindikasikan untuk menambah kalori, mengatasi dehidrasi isotonis, pengganti cairan
tubuh yang hilang dalam keadaan asam basa berkeseimbangan atau asidosis ringan dan
mengembalikan keseimbangan elektrolit. Total kalori yang dihasilkan pada setiap botol adalah
85 kkal. Sedangkan, osmolaritas yang dihasilkan oleh produk LVP elektrolit yang dibuat
praktikan adalah 277,5311 mOsmol/L dalam sediaan 500 mL. Hal tersebut menunjukkan bahwa
larutan bersifat isotonis sehingga sedian boleh diberikan melalui vena perifer.
Pembuatan sediaan LVP elektrolit ini dilakukan dengan metode sterilisasi akhir. Wadah
yang digunakan untuk produk ini adalah wadah botol kaca. Hal ini berdasarkan kelebihan dari
sifat kaca, yaitu tahan terhadap interaksi kimia dengan zat pengisi dan tidak mengabsorpsi serta
melepas zat-zat kimia; kaca juga merupakan bahan yang tidak permeabel (tidak mudah bocor);
dengan penutupan yang benar, maka keluar atau masuknya gas dapat diabaikan; wadah kaca
mudah dalam pencucian saat pengisian karena permukaannya yang halus; kaku, kuat dan stabil
dalam bentuk; tahan terhadap tusukan.
Setelah sediaan LVP selesai dibuat, praktikan melakukan evaluasi untuk mengetahui
baik atau tidaknya formulasi sediaan LVP yang dibuat oleh praktikan. Secara organoleptis,
sediaan LVP yang dihasilkan berupa cairan jernih dan tidak berwarna. Terdapat dua jenis
evaluasi yaitu In Process Control dan Post Process Control. IPC terdiri dari uji pH dan uji
kejernihan. PPC terdiri dari uji organoleptis, uji keseragaman volume, uji kebocoran, uji
23
pirogen, dan uji strerilitas. Uji pirogen dan uji sterilitas tidak praktikan lakukan karena
keterbatasan alat dan waktu.
Pengujian pH dilakukan menggunakan pH meter dan diperoleh hasil 4,56. Hal ini
memenuhi persyaratan rentang pH infus ringer glukosa seperti yang tertera pada Farmakope
Indonesia Ed. 4 hal. 747, bahwa rentang pH infus glukosa adalah 3,5-5,5. Dengan demikian,
dapat dinyatakan bahwa sediaan infus yang kami buat memenuhi persyaratan pH sediaan.
Sementara uji kejernihan dilakukan secara visual dengan menaruh sediaan pada tempat
berlatar belakang hitam dan putih dibawah pencahayaan yang baik. Dapat dilihat bahwa sediaan
kami jernih, tidak terdapat partikel-partikel kecil yang dapat dilihat oleh mata.
Dari uji-uji yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa formulasi sediaan LVP yang
dibuat oleh praktikan tergolong baik dan memenuhi persyaratan pH dan kejernihan.
BAB VI
KEMASAN
24
Kemasan primer yang digunakan adalah botol kaca 500 ml.
25
Gambar 6.2 Etiket Kemasan Primer
Sedangkan brosur akan dibuat dengan menggunakan kertas berjenis HVS 80 gram. Informasi-
informasi yang tercantum pada brosur adalah sebagai berikut:
26
Nama obat
Bentuk sediaan
Besar kemasan (unit)
Komposisi
Nama dan alamat produsen
Cara pemberian
Nomor registrasi
Nomor batch
Tanggal produksi
Tanggal kadaluarsa
Kontraindikasi
Interaksi
Efek samping
Peringatan
Penyimpanan
Penandaan khusus (HET dan logo obat keras)
Dari daftar tilik tersebut, brosur yang digunakan adalah sebagai berikut:
27
Gambar 6.4 Brosur
•D : Merek dagang
•K : Obat keras
•L : Produk lokal
28
• 19 : Disetujui pendaftarannya tahun 2019
• 001 : Nomor urut obat jadi yang disetujui untuk masing-masing pabrik
Nomor batch atau nomor bets adalah nomor yang digunakan untuk membedakan sediaan
hasil produksi dari suatu pabrik yang sama. Nomor batch untuk sediaan Inflose® adalah
D121900101 dengan rincian sebagai berikut:
29
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Sediaan Infus Glukosa yang mengandung dektrosa anhidrat dan aqua pro injeksi sebagai
pelarut. Evaluasi yang dilakukan adalah sebagai berikut.
Dari hasil evaluasi, dapat disimpulkan bahwa sediaan infus glukosa yang dibuat telah
memenuhi syarat untuk dipasarkan. Sediaan infus glukosa dikemas dengan wadah vial bening
dan dimasukkan kedalam kemasan sekunder (terlampir).
7.2 Saran
Sebaiknya praformulasi dan formulasi sediaan infus glukosa dapat dilakukan uji lainnya
seperti uji sterilitas, uji stabilitas, dan uji pirogen bila perlaatan dan waktu memadai.
30
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (2008). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Levchuk, J.W. (1992). Parenteral Products in Hospital dan Home Care Pharmacy Practice.
Pharmaceutical Dosage Forms: Parenteral Medications. Volume 1. 2nd Edition. P. 249-282.
New YorkL Marcel Dekker.
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC: Jakarta.
Lachman, Lieberman, Kanig, 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri II. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V. Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Kementerian Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Direktorat Jendral Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
31