Anda di halaman 1dari 42

Laporan Praktikum

FITOKIMIA II
“EVAPORASI”
Diajukan untuk Memenuhi Nilai Praktikum Fitokimia II

OLEH

KELOMPOK : II (DUA)
KELAS : A-S1 FARMASI 2020
ASISTEN : NI LUH WIDIASTUTI

LABORATORIUM FARMASI BAHAN ALAM


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
Lembar Pengesahan

FITOKIMIA II
“EVAPORASI”

OLEH
KELOMPOK II (DUA)

1. ANWAR IBRAHIM (821420024)


2. MOHAMAD RAMDAN R. BUMULO (821420046)
3. JEIN LAMUSU (821420005)
4. DERINA DWIFRILA RIDHANI GUBALI (821420015)
5. DEFITA ZUBAIDI (821420017)
6. RAHAYU ANATASYA P. ABDULLAH (821420030)
7. NURUL HANDAYANTI MAYANG (821420034)

Gorontalo, Oktober 2022


Nilai
Mengetahui,
Asisten

NI LUH WIDIASTUTI
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan kami rahmat dan kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan Fitokimia II “Evaporasi” dengan tepat waktu. Kami
berharap laporan ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan dan
pengetahuan kita.
Ucapan terima kasih kepada asisten penanggung jawab, serta kepada
seluruh asisten Praktikum Fitokimia II yang telah membimbing kami sehingga
laporan ini dapat selesai.
Selama percobaan dan penulisan laporan ini banyak sekali hambatan yang
kami alami, namun berkat bantuan, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak,
akhirnya laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. kami berharap bahwa
laporan ini merupakan karya terbaik yang dapat kami persembahkan. Tetapi kami
menyadari bahwa tidak tertutup kemungkinan didalamnya terdapat kekurangan.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga
laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi para pembaca umumnya.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gorontalo, Oktober 2022

II

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................1
1.2 Tujuan Percobaan....................................................................................2
1.3 Manfaat Percobaan..................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................4
2.1 Uraian Biota Laut....................................................................................4
2.2 Ekstraksi..................................................................................................7
2.3 Maserasi Bertingkat.................................................................................9
2.4 Ekstrak.....................................................................................................9
2.5 Evaporasi.................................................................................................9
2.6 Kajian Penelitian yang Relevan.............................................................13
2.7 Uraian Bahan.........................................................................................24
BAB III METODE KERJA...............................................................................27
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan............................................................27
3.2 Alat dan Bahan......................................................................................27
3.3 Cara Kerja .............................................................................................27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................27
4.1 Hasil Pengamatan..................................................................................29
4.2 Perhitungan............................................................................................29
4.3 Pembahasan...........................................................................................30
BAB V PENUTUP............................................................................................34
5.1 Kesimpulan............................................................................................34
5.2 Saran......................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan hayati yang
beraneka ragam yang memiliki manfaat bagi kehidupan. Tingginya
keanekaragaman hayati di Indonesia memungkinkan ditemukannya berbagai jenis
senyawa kimia pengembangan obat baru yang berasal dari biota laut, saat ini
menjadi perhatian para peneliti dikarenakan tingginya keanekaragaman hayati laut
serta keunikan struktur metabolit sekunder yang dihasilkannya.
Secara geografis negara indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam
laut yang berpotensi untuk dimanfaatkan. Sumber daya alam laut tersebut antara
lain terdiri atas berbagai jenis ikan, moluska dan krustase. Masyarakat pesisir
sejak lama telah memanfaatkan sumber daya alam laut tersebut sebagai sumber
makanan, mineral, obat-obatan dan energi. Hal tersebut yang menjadikan perairan
indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang besar dengan tingkat keragaman
hayati yang tinggi, di dalamnya terdapat berbagai jenis organisme laut atau biasa
disebut biota laut.
Pemanfaatan biota laut saat ini, bukan hanya sekadar untuk konsumtif saja,
tetapi mengarah kepada penelitian yang lebih maju dan modern, seperti penemuan
obat-obatan yang menggunakan bahan dasar biota laut.Berbagai usaha telah
dilakukan manusia untuk mengetahui rahasia yang terkandung dalam biota laut
dan produknya. Salah satunya adalah teripang (Holothuria).
Teripang adalah hewan tidak bertulang belakang dengan tubuh berbentuk
silinder memanjang dengan garis oral dan aboral sebagai sumbu yang
menghubungkan bagian anterior dan posterior. Bentuk tersebut menyerupai
mentimun sehingga teripang dikenal dengan nama mentimun laut (sea cucumber).
Teripang termasuk salah satu hewan berkulit duri atau Echinodermata tetapi duri-
duri pada teripang tidak dapat dilihat dengan mata biasa karena sangat kecil dan
hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop.

1
Teripang memiliki kandungan nutrisi yang lengkap, kandungan rendah
lemak, protein tinggi, dan kaya akan amino esensial asam, seperti triptofan,
arginin, dan lisin, serta memiliki dinding tubuh yang terdiri dari kolagen tidak
larut yang dapat digunakan sebagai suplemen gizi.Teripang telah dikenal sebagai
obat tradisional untuk mengobati asma, rematik, hipertensi, impotensi, sembelit
dan luka bakar.Teripang diketahui bermanfaat sebagai bahan obat karena banyak
mengandung senyawa bioaktif. Didalam teripang terdapat senyawa aktif yang
dapat dijadikan sebagai bahan pengobatan. Salah satu senyawa bioaktif yang
terkandung dalam teripang adalah senyawa steroid alami yang sangat potensial.
Bioaktivitas teripang tentunya sangat dipengaruhi oleh kandungan senyawa kimia
yang terdapat di dalamnya,
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai. Ekstrasi yang digunakan yaitu evaporasi. Evaporasi adalah proses
pengentalan larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan pelarut. Di dalam
pengolahan hasil pertanian proses evaporasi bertujuan untuk, meningkatkan
larutan sebelum proses lebih lanjut, memperkecil volume larutan, menurunkan
aktivitas air (Praptiningsih, 1999). Dalam kebanyakan proses evaporasi,
pelarutnya adalah air. Evaporasi adalah suatu proses yang bertujuan memekatkan
larutan yang terdiri atas pelarut (solvent) yang volatile dan zat terlarut (solute)
yang non volatile (Eka dkk, 2010).
Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan praktikum mengenai percobaan
evapirasi dengan menggunakan sampel teripang (Holothuria).
1.1 Tujuan Percobaan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan evaporasi
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui tujuan dari evaporasi
1.2 Manfaat Percobaan
a. Untuk instansi
Dapat memberikan suatu inovasi baru yang berguna bagi pihak instansi
untuk mendapatkan citra yang baik terutama dimata instansi yang lain.

2
b. Untuk masyarakat.
Dapat memberikan informasi atau pengetahuan bagi masyarakat dalam
pemanfaatan biota laut.
c. Untuk Mahasiswa
Mahasiswa dapat meningkatkan wawasan ataupun pengetahuan yang
lebih luas dalam hal pengekstraksian senyawa pada biota laut.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Biota Laut
2.1.1 Klasifikasi Teripang
Menurut Elfidasari et al, (2012), klasifikasi teripang yaitu :
Regnum : Plantae
Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuriidae
Gambar 2.1
Genus : Holothuria Teripang
Spesies : Holothuria atra (Holothuria atra)
2.1.2 Morfologi
Teripang memiliki bentuk tubuh memanjang. Pada salah satu ujung
tubuhnya terdapat tentakel di sekeliling lubang mulut yang digunakan untuk
menangkap mangsa. Kaki-kaki tabungnya (podia) merupakan kaki semu yang
berada di sisi ventral tubuh. Jika dilihat dari penampang tubuhnya, teripang
tampak bulat, setengah lingkaran, persegi atau trapesium, dan bulat memanjang
seperti ular. Sekitar 80-90% berat tubuh teripang terisi oleh air, dan akan mengalir
keluar tidak lama setelah diangkat dari perairan. Pada ujung lain terdapat lubang
anus yang membuka dan menutup secara teratur (Wulandari et al., 2012) dan
ukuran panjang H. atra dapat mencapai 60 cm dan berat 2 kg (Martoyo et al.,
2006).
2.1.3 Habitat dan Penyebaran
Teripang diketahui hidup pada habitat ekosistem terumbu karang dan
asosiasinya, dimana habitat tersebut secara fungsional dari seluruh sistem tersebut
menyediakan kebutuhan hidup teripang yang ada di dalamnya, sehingga
berdasarkan dinamika ruang dan waktu, akan berpengaruh pada organisme
teripang dan cenderung untuk melakukan adaptasi baik adaptasi fisiologis maupun
morfologis, sifat serta sebarannya (Setiawan, 2017).

4
Kedalaman perairan pada surut terendah lebih dari 30 cm, kedalaman ini
merupakan sesuai persyaratan sebagai lokasi pembesaran teripang, karena
memiliki tingkat kecerahan mencapai dasar perairan (Hartati, 2008). H. atra yang
ditemukan berada pada substrat pasir, membenamkan diri untuk menghindari
cahaya matahari, Holothuria atra menempeli badannya dengan pasir halus, pasir
yang menempel pada tubuhnya akan memantulkan cahaya dan membuat suhu
tubuhnya lebih rendah (Elfidasari et al., 2012).
Habitat teripang tersebar luas di lingkungan perairan di seluruh dunia,
mulai dari zona pasang surut sampai laut dalam terutama di Samudra Hindia dan
Samudra Pasifik Barat. Beberapa diantaranya lebih menyukai perairan dengan
dasar berbatu karang, dan sebagian menyukai rumput laut atau dalam liang pasir
dan lumpur. Jenis teripang yang termasuk dalam Genus Holothuria, Stichopus dan
Muelleria memiliki habitat berada di dasar berpasir halus, terletak di antara
terumbu karang dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Sarmawati et al.,
2017)
2.1.4 Senyawa Aktif
Teripang mengandung berbagai komponen bioaktif yang sangat
bermanfaat bagi kesehatan manusia. Kandungan protein pada teripang kering
adalah 82 g per 100 g, dan sekitar 80% berupa kolagen. Kolagen berfungsi
sebagai pengikat jaringan dalam pertumbuhan tulang dan kulit (Safithri M, 2018).
Uji kuantitatif karakterisasi senyawa organik pada whole ekstrak sticopus
hermanii oleh Rima Parwati, (2012), menunjukkan kadar protein total 18,6%,
asam amino esensial 14,76%, asam amino non esensial 3,18%, glikoprotein
3,81%, kolagen 4,06%, glikosaminoglikan 3,18%, asam hialuronat 0,14%,
kondroitin sulfat 0,65%, dermatan sulfat 1,82%, mukopolisakarida 0,38%,
proteoglikan 2,41%, EPA-DHA 0,15%, Flavonoida 0,04%, sapoin 0,12% dan cell
growth factor 0,11%. Sedang uji kuantitatif karakterisasi kandungan mineral
whole ekstrak sticupus hermanii diperoleh kadar kalsium 215, fosfor 326,4, zat
besi 12,4 dan magnesium 112.

5
2.1.5 Manfaat
Teripang telah terbukti dapat melancarkan peredaran darah, mencegah
penyumbatan kolesterol pada pembuluh darah, melancarkan fungsi ginjal,
meningkatkan kadar metabolisme, arthritis, diabetes mellitus dan hipertensi serta
mempercepat penyembuhan luka, baik luka luar maupun luka dalam. Ekstrak
teripang juga menunjukkan aktivitas antiprotozoa dan penghambatan
pertumbuhan sel tumor (Pratiwi R., 2006 ; Rasyid, A., 2008; Siahaan EA &
Pangestuti,R., 2017).
Beberapa komponen bioktif seperti mukopolisakarida, glukosamin and
kondroitin sulfat, mineral dan trace mineral merupakan komponen utama enzim
dan se tubuh, kesehatan tulang dan gigi, metabolisme tubuh. penghasil insulin,
antikoagulan, dan komponen penting tulang rawan. Steroid terdapat di jaringan
tubuh dan pembuluh darah dapat berupa hormon steroid, asam lemak bebas,
trigliserida maupun kolesterol. Kolagen adalah protein fibrosa, merupakan
komponen utama jaringan ikat terdapat di tulang, tendon, kulit, pembuluh darah,
dan kornea mata, mengontrol penguapan cairan, menjaga fleksibelitas, membantu
pembentukan jaringan granulasi, melindungi dari efek radiasi UV, serta
melindungi dari serangan fisik dan bakteri (Khan dan Khan 2013).
Dan kandungan teripang Asam Amino, Asam Lemak Essensial, Antiseptik
Alamiah, Cell Growth Factor (CGF), Chondroitin, Philinopside A dan E,
Gamapeptide, Glucasaminoglycans (GAGs), Glucosamine, Glikosida Keratin,
Lektin, Mineral, Mukopolisakarida, Omega 3, 6, dan 9, Protein 86,8%, Kolagen
80,0% (Politis C, 2016).
2.1.6 Nama Daerah
Di daerah sulawasi dan Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur H.
atra biasa disebut sebagai dengan teripang hitam ada juga mengatakatan teripang
susu. Namun, sebagain masyarakat Indonesia mengatakan bahwa teripang adalah
timun laut. Di Bangka dikenal dengan teripang batu keling, di Lampung dan
Kepulauan Seribu disebut teripang getah (Ikawati et.al, 2001).

6
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak terlarut dengan pelarut cair. Simplisia
yang diektraksi mengandung berbagai senyawa aktif yang tidak dapat larut seperti
serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain (Erawati, 2012).
Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses perpindahan masa dari
komponen zat padat yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut organik yang
digunakan. Pelarut organik akan menembus dinding sel dan selanjutnya akan
masuk kedalam rongga sel tumbuhan yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan
terlarut dalam pelarut organik pada bagian luar sel untuk selanjutnya berdifusi
masuk ke dalam pelarut. Proses ini terus berulang sampai terjadi keseimbangan
konsentrasi zat aktif antara di dalam sel dengan konsentrasi zat aktif diluar sel
(Marjoni, 2016).
Ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai metode yang sesuai dengan
sifat dan tujuan ekstraksi itu sendiri. Sampel yang akan diekstraksi dapat
berbentuk sampel segar ataupun sampel yang telah dikeringkan. Sampel yang
umum digunakan adalah sampel segar karena penetrasi pelarut akan berlangsung
lebih cepat. Selain itu, penggunaan sampel segar dapat mengurangi kemungkinan
terbentuknya polimer resin atau artefak lain yang dapat terbentuk selama proses
pengeringan. Penggunaan sampel kering juga memiliki kelebihan yaitu dapat
mengurangi kadar air yang terdapat di dalam sampel, sehingga dapat mencegah
kemungkinan rusaknya senyawa akibat aktivitas anti mikroba (Marjoni, 2016).
2.2.1 Macam-Macam Metode Ekstraksi
Metode ekstraksi berdasarkan ada tidaknya proses pemanasan dapat dibagi
menjadi dua macam yaitu ekstraksi cara dingin dan ekstraksi cara panas
(Hamdani, 2019):
1. Ekstrasi Cara Dingin
Pada metode ini tidak dilakukan pemanasan selama proses ekstraksi
berlangsung dengan tujuan agar senyawa yang diinginkan tidak menjadi
rusak. Beberapa jenis metode ekstraksi cara dingin, yaitu:

7
a) Maserasi atau dispersi
Maserasi merupakan metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut diam
atau dengan adanya pengadukan beberapa kali pada suhu ruangan. Metode
ini dapat dilakukan dengan cara merendam bahan dengan sekali-sekali
dilakukan pengadukan secara sinambung (maserasikinetik) (Sarker, S.D.,
dkk, 2016).
b) Perkolasi
Perkolasi merupakan metode ekstraksi dengan bahan yang disusun secara
unggun dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai prosesnya
sempurna dan umumnya dilakukan pada suhu ruangan. Prosedur metode
ini yaitu bahan direndam dengan pelarut, kemudian pelarut baru dialirkan
secara terus menerus sampai warna pelarut tidak lagi berwarnaa tau tetap
bening yang artinya sudah tidak ada lagi senyawa yang terlarut (Sarker,
S.D., dkk, 2016).
2. Ekstrasi Cara Panas
Pada metode ini melibatkan pemanasan selama proses ekstraksi
berlangsung. Ekstraksi dibandingka ndengan caradingin. Beberapa jenis
metode ekstraksi cara panas, yaitu:
a) Ekstraksi Refluks
Ekstraksi refluks merupakan metode ekstraksi yang dilakukan pada titik
didih pelarut tersebut, selama waktu dan sejumlah pelarut tertentu dengan
adanya pendingin balik (kondensor). Pada umumnya dilakukan tiga
sampai lima kali pengulangan proses pada pertama (Irawan, B., 2010).
b) Ekstraksi Dengan Alat Soxhlet
Ekstraksi dengan alat soxhlet merupakan ekstraksi dengan pelarut yang
selalu baru, umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga
terjadi ekstraksi konstan dengan adanya pendingin balik (kondensor). Pada
metodeini, padatan disimpan dalam alat soxhlet dan dipanaskan,
sedangkan yang dipanaskan hanyalah pelarutnya. Pelarut terdinginkan
dalam kondensor, kemudian mengekstraksi padatan (Prashant Tiwari, dkk,
2011).

8
2.3 Maserasi Bertingkat
Maserasi bertingkat adalah salah satu metode maserasi yang dapat
melarutkan bahan atau sampel dengan menggunakan dua atau lebih bahan pelarut
dengan tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu sebagai contoh n-heksana
(nonpolar), dan etanol 70% (polar) (Huliselan,2015).
Menurut penelitian Zulfahmi dkk (2020), maserasi bertingkat
menghasilkan senyawa tertentu yang terekstrak secara spesifik pada tiap pelarut
yang digunakan, sedangkan maserasi tidak bertingkat menghasilkan senyawa yang
terekstrak merupakan ekstrak total yang mampu terekstraksi dengan pelarut
tersebut.
2.4 Ekstrak
Menurut Ditjen POM (1995), ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh
dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan, sedangkan ekstrak kering adalah sediaan
yang berasal dari tanaman atau hewan, diperoleh dengan cara pemekatan dan
pengeringan ekstrak cair sampai mencapai konsentrasi yang diinginkan menurut
caracara yang memenuhi syarat.
Ada beberapa jenis ekstrak yakni: ekstrak cair, ekstrak kental dan ekstrak
kering. Ekstrak cair jika hasil ekstraksi masih bisa dituang, biasanya kadar air
lebih dari 30%. Ekstrak kental jika memiliki kadar air antara 5-30%. Ekstrak
kering jika mengandung kadar air kurang dari 5% (Voight, 1994).
2.5 Evaporasi
2.5.1 Pengertian Evaporasi
Evaporasi adalah suatu proses yang bertujuan memekatkan larutan yang
terdiri atas pelarut (solvent) yang volatile dan zat terlarut (solute) yang non
volatile (Eka dkk, 2010). Evaporasi adalah proses pengentalan larutan dengan cara
mendidihkan atau menguapkan pelarut. Di dalam pengolahan hasil pertanian
proses evaporasi bertujuan untuk, meningkatkan larutan sebelum proses lebih
lanjut, memperkecil volume larutan, menurunkan aktivitas air (Praptiningsih,

9
1999). Dalam kebanyakan proses evaporasi, pelarutnya adalah air. Evaporasi
dilakukan dengan menguapkan sebagian dari pelarut sehingga didapatkan larutan
zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi. Evaporasi tidak sama dengan
pengeringan. Dalam evaporasi sisa penguapan adalah zat cair yang sangat kental,
bukan zat padat.Evaporasi berbeda pula dengan destilasi, karena uapnya adalah
komponen tunggal. Evaporasi berbeda dengan kristalisasi, karena evaporasi
digunakan untuk memekatkan larutan bukan untuk membuat zat padat atau kristal
(MC. Cab dkk.,1990).
Salah satu perlakuan penting dalam pengolahan hasil-hasil pertanian adalah
proses penurunan kadar air bahan. Panas yang diberikan untuk suatu produk basah
dimaksudkan untuk mengubah air menjadi uap. Menurut Hall (1979), besarnya
panas yang diberikan pada suatu produk tergantung dari suhu dan tekanan yang
ada pada proses tersebut, penguapan air ini dapat terjadi pada kondisi tekanan
atmosfir maupun pada kondisi vakum.
2.5.2 Tujuan Evaporasi
Menurut Wirakartakusumah (1989), di dalam pengolahan hasil pertanian
proses evaporasi bertujuan untuk:
a. Meningkatkan konsentrasi atau viskositas larutan sebelum diproses
lebihlanjut.
b. Sebagai contoh pada pengolahan gula diperlukan proses pengentalan nira
tebu sebelum proses kristalisasi, spray drying, drum drying dan lainnya.
c. Memperkecil volume larutan sehingga dapat menghemat biaya
pengepakan, penyimpanan dan transportasi.
d. Menurunkan aktivitas air dengan cara meningkatkan konsentrasi solid
terlarutsehingga bahan menjadi awet misalnya pada pembuatan susu kental
manis.
2.5.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Evaporasi
Menurut Earle (1982), adapun faktor-faktor yang menyebabkan dan
mempengaruhi kecepatan pada proses evaporasi adalah:
a. Kecepatan hantaran panas yang diuapkan ke bahan
b. Jumlah panas yang tersedia dalam penguapan

10
c. Suhu maksimum yang dapat dicapai
d. Tekanan yang terdapat dalam alat yang digunakan
e. Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi selama proses penguapan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses evaporasi menurut Haryanto
dan
Masyithah (2006), antara lain :
a. Luas permukaan bidang kontak
Semakin luas permukaan bidang kontakantara cairan dengan pemanas,
maka semakin banyak molekul air yang teruapkan sehingga proses
evaporasi
akan semakin cepat.
b. Tekanan
Kenaikkan tekanan sebanding dengan kenaikan titik didih. Tekanan bisa
dibuat vakum untuk menurunkan titik didih cairan sehingga proses
penguapan
semakin cepat.
c. Karakteristik zat cair
Karakteristik zat cair meliputi konsentrasi pembentukan busa,, kepekaan
terhadap suhu, dan kerak.
1) Konsentrasi, walaupun cairan yang diumpankan kedalam evaporator
cukup encer sehingga beberapa sifat fisiknya sama dengan air, tetapi jika
konsentrasinya meningkat, larutan itu akan semakin bersifat individual.
2) Pembentukan busa, beberapa bahan tertentu, terutama zat-zat organik
berbusa pada waktu diuapkan. Busa yang dihasilkan akan ikut ke luar
evaporator bersama uap.
3) Kepekaan terhadap suhu, beberapa bahan kimia, bahan kimia farmasi dan
bahan makanan dapat rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi dalam waktu
yang lama. Dalam mengatur konsentrasi bahan-bahan seperti itu maka
diperlukan teknik khusus untuk menurunkan suhu zat cair dan mengurangi
waktu pemanasan.

11
4) Kerak, beberapa larutan tertentu menyebabkan pembentukan kerak pada
permukaan pemanasan. Hal ini menyebabkan koefisien menyeluruh
semakin lama semakin berkurang.
2.5.4 Evaporator
Menurut Gaman (1994), mekanisme kerja evaporator adalah steam
yangdihasilkan oleh alat pemindah panas, kemudian panas yang ada (steam)
berpindah pada bahan atau larutan sehingga suhu larutan akan naik sampai
mencapai titik didih. Uap yang dihasilkan masih digunakan atau disuplai sehingga
terjadi peningkatan tekanan uap. Di dalam evaporator terdapat 3 bagian,yaitu:
1. Alat pemindah panas
Berfungsi untuk mensuplai panas, baik panas sensibel (untuk menurunkan
suhu) maupun panas laten pada proses evaporasi. Sebagai medium
pemanas umumnya digunakan uap jenuh.
2. Alat pemisah
Berfungsi untuk memisahkan uap dari cairan yang dikentalkan.
3. Alat pendingin
Berfungsi untuk mengkondensasikan uap dan memisahkannya. Alat
pendingin ini bisa ditiadakan bila sistem bekerja pada tekanan atmosfer.
Selama proses evaporasi dapat terjadi perubahan-perubahan pada bahan,
baik yang menguntungkan maupun yang merugikan. Perubahan-perubahan
yang terjadi antara lain perubahan viskositas, kehilangan aroma, kerusakan
komponen gizi, terjadinya pencokelatan dan lain-lain.
Pemekatan dapat dilakukan melalui penguapan, proses melalui membran,
dan pemekatan beku. Peralatan yang digunakan untuk memindahkan panas ke
bahan bermacam-macam bentuk dan jenisnya. Penggunaan bermacam-macam
peralatan ini akan berpengaruh pada kemudahan penguapan dan retensi zat gizi.
Besarnya suhu dan tekanan evaporator sangat berpengaruh terhadap proses
penguapan cairan. Semakin tinggi maka semakin cepat proses evaporasi, tetapi
dapat menyebabkan kerusakan-kerusakan yang dapat menurunkan kualitas bahan
(Gaman,1994).

12
Bentuk evaporator yang paling sederhana adalah evaporator tekanan
atmosfir.Bahan pangan ditempatkan pada sebuah container yang dipanaskan. Uap
yang dihasilkan dengan mudah akan menguap ke udara. Evaporator jenis ini
mempunyai kecepatan evaporasi yang rendah dan tidak efisien dalam penggunaan
energi.Karena sebagian besar bahan pangan sensitif terhadap panas, maka
pemanasan pada suhu tinggi dalam waktu yang cukup lama dapat menimbulkan
berbagai macam kerusakan.
2.5.5 Prinsip Evaporator
Menurut Nuramalia (2009), evaporator adalah alat untuk mengevaporasi
larutan sehingga prinsip kerjanya merupakan prinsip kerja atau cara kerja dari
evaporasi itu sendiri. Prinsip kerjanya dengan penambahan kalor atau panas untuk
memekatkan suatu larutan yang terdiri dari zat terlarut yang memiliki titik didih
tinggi dan zat pelarut yang memiliki titik didih lebih rendah sehingga dihasilkan
larutan yang lebih pekat serta memiliki konsentrasi yang tinggi.
1. Pemekatan larutan didasarkan pada perbedaan titik didih yang sangat besar
antara zat-zatnya. Titik didih cairan murni dipengaruhi oleh tekanan.
2. Dijalankan pada suhu yang lebih rendah dari titik didih normal.
3. Titik didih cairan yang mengandung zat tidak mudah menguap (misalnya:
gula) akan tergantung tekanan dan kadar zat tersebut.
4. Beda titik didih larutan dan titik didih cairan murni disebut Kenaikan titik
didih (boiling).
2.6 Kajian Penelitian yang Relevan
2.6.1 Tedi Septiadi dkk (2013), Uji fitokimia dan aktivitas antijamur
ekstrak teripang keling (Holoturia atra) dari pantai Bandengan
Jepara terhadap jamur Candida albicans, 76-84
Dalam penelitian Uji fitokimia dan aktivitas antijamur ekstrak teripang
keling (Holoturia atra) dari pantai Bandengan Jepara terhadap jamur Candida
albicans. Penelitian ini menggunakan sampel teripang keling untuk mengetahui
senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada ekstrak H.atra dan pengaruh
ekstrak terhadap aktivitas antijamur C.albicans dengan konsentrasi uji yang
berbeda.

13
Metode ini dilakukan dengan cara dimaserasi secara bertingkat
menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol dengan perendaman
sebanyak 3 kali sampai tidak terjadi perubahan warna secara berturut-turut.
Ekstrak kasar dipekatkan dengan rotary Journal evaporator hingga diperoleh
ekstrak kasar dalam bentuk pasta.
Ekstraksi dari masing-masing pelarut memiliki rendemen yang berbeda.
Rendemen terendah ekstraksi terdapat pada pelarut n-heksan yaitu sebesar 0,25 %,
sedangkan rendemen tertinggi ekstraksi terdapat pada pelarut etanol yaitu sebesar
4,43 %. Pelarut etanol menghasilkan rendemen tertinggi diduga karena etanol
memiliki gugus polar dan non polar sehingga dapat menarik senyawa yang
berbeda tingkat kepolarannya. Etanol memiliki dua gugus yang berbeda
kepolarannya yaitu gugus hidroksil yang bersifat polar dan gugus alkil yang
bersifat non polar. Adanya dua gugus tersebut menyebabkan senyawa-senyawa
dengan tingkat kepolaran berbeda dapat ditarik oleh etanol.
Adapun perbedaan Tedi Septiadi dkk (2013), jurnal ini membahas metode
evaporasi. Metode tersebut sesuai dengan percobaan praktikum yang akan
dilakukan. Selain itu, jurnal ini juga menggunakan teripang sebagai bahan utama
penelitiannya. Sampel tersebut juga sesuai dengan sampel yang akan digunakan
dalam praktikum.
2.6.2 Tiara Dwicahyani dkk (2018), Uji bioaktivitas ekstrak teripang keling
(Holothuria atra) sebagai antibakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli, 15-24.
Dalam penelitian Uji bioaktivitas ekstrak teripang keling (Holothuria atra)
sebagai antibakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Penelitian ini
untuk mengetahui kandungan senyawa bioaktif ekstrak teripang H. atra dengan
pelarut etil asetat, n-heksan, dan etanol, pengaruh perbedaan konsentrasi ekstrak
teripang terhadap zona hambat bakteri S. aureus dan E. coli, serta potensi teripang
sebagai antibakteri alami.
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi (perendaman) yaitu dengan
menggunakan tiga pelarut yang berbeda tingkat kepolarannya, yaitu etanol, etil
asetat dan n-heksan. Teripang H. atra segar yang telah dibersihkan dan dibuang

14
isi perutnya, dipotong kecil-kecil dengan tujuan untuk memperbesar luas
permukaan yang kontak dengan bahan. Ekstraksi dilakukan dengan merendam
masing-masing 700 gr teripang segar dengan 2100 ml pelarut (perbandingan 1:3)
selama 3 kali 24 jam. Proses maserasi dilakukan di tempat gelap dan terlindung
dari cahaya matahari. Selanjutnya dilakukan penyaringan dengan menggunakan
kertas saring dan pemekatan untuk tahap ekstraksi yang terakhir. Masing-masing
filtrat yang diperoleh dari proses penyaringan dipekatkan menggunakan rotary
evaporator dengan suhu ±38℃ sampai mengental membentuk pasta. Hasil ekstrak
kasar kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam botol vial lalu disimpan
dalam lemari pendingin untuk digunakan pada analisis berikutnya.
Hasil penelitian yang didapatkan dengan ekstraksi dari masing-masing
pelarut yaitu memiliki rendemen yang berbeda. Rendemen terendah ekstraksi
terdapat pada pelarut n-heksan yaitu sebesar 0,25 %, sedangkan rendemen
tertinggi ekstraksi terdapat pada pelarut etanol yaitu sebesar 4,43 %. Pelarut etanol
menghasilkan rendemen tertinggi diduga karena etanol memiliki gugus polar dan
non polar sehingga dapat menarik senyawa yang berbeda tingkat kepolarannya.
Berdasarkan hasil uji fitokimia kuantitatif diketahui bahwa etanol merupakan
pelarut terbaik untuk mengesktrak senyawa flavonoid, fenol, alkaloid, dan saponin
pada teripang H. atra. Kandungan senyawasenyawa tersebut memiliki kadar
tertinggi pada pelarut etanol dibandingkan pelarut etil asetat dan n-heksan,
sehingga pada penelititian utama digunakan ekstrak etanol teripang H. atra.
Adapun perbedaan Tiara Dwicahyani dkk (2018), jurnal ini membahas
metode evaporasi. Metode tersebut sesuai dengan percobaan praktikum yang akan
dilakukan. Selain itu, jurnal ini juga menggunakan teripang sebagai bahan utama
penelitiannya. Sampel tersebut juga sesuai dengan sampel yang akan digunakan
dalam praktikum.
2.6.3 Eunike Noviana dkk (2012), Kajian aktivitas bioaktif ekstrak teripang
pasir (Holothuria scabra) terhadap jamur Candida albicans, 1-8
Dalam penelitian kajian Aktivitas Bioaktif Ekstrak Teripang Pasir
(Holothuria scabra) Terhadap Jamur Candida albicans. Penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh penggunaan pelarut dan konsentrasi yang berbeda dari

15
ekstrak Holothuria scabra terhadap C. albicans serta mengetahui kandungan
senyawa bioaktif dalam H. scabra.
Ekstraksi dilakukan dengan beberapa tahap. Tahapan pertama yaitu dari
proses ekstraksi adalah merendam H. scabra dalam air tawar selama 1 hari,
mencuci dan membersihkan isi perut H. scabra, memotongmotong daging H.
scabra kemudian dikeringkan menggunakan solar dryer. H. scabra kering
dimaserasi dengan 3 pelarut yang berbeda (metanol, etil asetat, n heksan) masing-
masing dengan perbandingan 1:4 selama 48 jam. Filtrat kemudian dievaporasi
menggunakan rotary evaporator dengan suhu 40oC. Uji aktivitas antijamur
menggunakan metode disc diffusion agar dengan konsentrasi ekstrak 3 mg/ml, 6
mg/ml, dan 9 mg/ml menggunakan pelarut yang berbeda dan dilakukan secara
triplo. Uji kontrol negatif menggunakan pelarut metanol, etil asetat, n heksan.
Inkubasi dilakukan selama 48 jam, zona hambat di sekitar paperdisc diukur
menggunakan jangka sorong setiap 24 jam. Selanjutnya tahap II, menguji aktivitas
antijamur dari ekstrak H. scabra dari pelarut dan konsentrasi terbaik yaitu metanol
6 mg/ml, maka dibuat 3 konsentrasi dengan interval yang lebih kecil yaitu 5
mg/ml, 6 mg/ml, dan 7 mg/ml dalam pelarut metanol. Inkubasi dilakukan selama
48 jam, zona hambat diukur menggunakan jangka sorong setiap 24 jam. Uji
kandungan bioaktif mengacu pada metode skrining fitokimia yaitu menguji
keberadaan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, dan triterpen.
Hasil yang didapatkan yaitu berat H. scabra kering 560 gram, dengan
rendemennya sebesar 17,5 %. Senyawa yang terkandung dan diduga berperan
sebagai antijamur dalam H. scabra adalah alkaloid, saponin dan triterpen seperti
yang ada pada ekstrak metanol. Ekstrak etil asetat hanya mengandung saponin dan
triterpen sehingga aktivitas antijamurnya lebih kecil daripada ekstrak metanol.
Pada pelarut metanol akan mengambil senyawa yang bersifat polar, etil asetat
akan mengambil senyawa yang bersifat semi polar dan heksan akan mengambil
senyawa yang bersifat non polar dari sampel. Penggunaan ketiga pelarut diatas
dipilih untuk mendapatkan target senyawa yang tepat sebagai antijamur.
Adapun perbedaan Eunike Noviana dkk (2012), jurnal ini membahas
metode evaporasi. Metode tersebut sesuai dengan percobaan praktikum yang akan

16
dilakukan. Selain itu, jurnal ini juga menggunakan teripang sebagai bahan utama
penelitiannya. Sampel tersebut juga sesuai dengan sampel yang akan digunakan
dalam praktikum.
2.6.4 Nurul Inayah., dkk (2012), Uji Toksisitas Dan Identifikasi Awal
Golongan Senyawa Aktif Ekstrak Etanol Dan N-Heksana Teripang
Pasir (Holothuria Scabra) Kering Pantai Kenjeran Surabaya, Malang
Dalam peneltian Uji Toksisitas Dan Identifikasi Awal Golongan Senyawa
Aktif Ekstrak Etanol Dan N-Heksana Teripang Pasir (Holothuria Scabra) Kering
Pantai Kenjeran Surabaya Penelitian ini dilakukan dengan mengekstraksi sampel
dengan pelarut etanol dan n- heksana. Ekstrak pekat yang diperoleh digunakan
untuk uji toksisitas terhadap larva udang A.salina Leach (BSLT) dan uji fitokimia
dengan reagen. Ekstrak yang memiliki toksisitas paling tinggi dilanjutkan dengan
kromatografi lapis tipis eluen n-heksana:etit asetat:amoniak (66:33:0,8).
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah teripang pasir kering
yang didapatkan dari petani teripang pantai Kenjeran Surabaya. Teripang tersebut
berwarna hitam dan teksturnya keras. Sampel teripang kering ditumbuk
menggunakan mortar sampai menjadi kecil-kecil tujuannya untuk mempermudah
proses penghalusan. Setelah ditumbuk, teripang dihaluskan menggunakan blender
kemudian diayak menggunakan saringan teh.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa masing -masing ekstrak
teripang pasir (H.scabra) memiliki tingkat toksisitas terhadap larva udang A.salina
Leach, ditunjukkan dengan nilai LC50 kurang dari 1000 ppm. Nilai keaktifan
tertinggi diperoleh ekstrak n-heksana dengan nilai LC50 sebesar 189,093 ppm dan
286,031
ppm untuk ekstrak etanol. Kandungan senyawa aktif hasil uji reagen
menunjukkan adanya potensi bioaktivitas dalam ekstrak teripang pasir (H.scabra)
yaitu adanya golongan senyawa alkaloid (dalam ekstrak etanol) dan steroid
(dalam ekstrak etanol dan n-heksana). Hasil KLT diperoleh 5 noda dengan nilai
Rf=0,3;0,44;0,54;0,72;0,78.
Adapun perbedaan Muhammad Yusuf dkk (2021), jurnal ini membahas
metode evaporasi. Metode tersebut sesuai dengan percobaan praktikum yang akan

17
dilakukan. Selain itu, jurnal ini juga menggunakan teripang sebagai bahan utama
penelitiannya. Sampel tersebut juga sesuai dengan sampel yang akan digunakan
dalam praktikum, namun dengan jenis teripang yang berbeda.
2.6.5 Intan Permata Sari., dkk (2015), Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Teripang Butoh Keling (Holothuria Leucospilota) Dari Pulau
Lemukutan Terhadap Bakteri Propionibacterium Acnes Dan
Staphylococcus Epidermidis, Pontianak 21-28
Dalam penelitian Aktivitas Antibakteri Ekstrak Teripang Butoh Keling
(Holothuria Leucospilota) Dari Pulau Lemukutan Terhadap Bakteri
Propionibacterium Acnes Dan Staphylococcus Epidermidis. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui golongan metabolit sekunder yang terdapat
pada butoh keling dan mengetahui fraksi ekstrak butoh keling yang efektif
berperan sebagai antibakteri terhadap bakteri P.acnes dan S.epidermidis serta
mengetahui konsentrasi hambat minimumnya. Pengujian aktivitas antibakteri
dilakukan dengan metode difusi agar.
Butoh keling yang telah dibersihkan isi perutnya dipotong kecil-kecil dan
dihaluskan untuk mempermudah proses ekstraksi. Selanjutnya dilakukan ekstraksi
dengan metode maserasi. Proses maserasi inimenggunakan pelarut metanol untuk
menarik metabolit yang terdapat pada ekstrak. Metanol memiliki sifat korosif
sehingga metanol dapat pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan
tekanan didalam dan di luar sel. Metabolit yang ada dalam sitoplasma akan larut
dalam pelarut metanol dan metabolit akan terekstraksi sempurna (Darwis, 2000).
Proses maserasi dilakukan berulang-ulang hingga warna dari sampel menjadi
pucat yang disebabkan karena kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada
sampel telah terekstrak ke dalam pelarut. Filtrat yang telah didapatkan kemudian
dipekatkan dengan rotari evaporator menggunakan suhu 30-40o C. Ekstrak kasar
butoh keling yang didapatkan dari total sampel butoh keling yang digunakan
sebanyak 10 kg didapatkan ekstrak kasar sebanyak 565,86 g dengan persentase
rendemennya sebesar 5,66%.
Hasil uji fitokimia menunjukkan pada ekstrak kasar, fraksi methanol dan
etil asetat memiliki kandungan golongan metabolit sekunder triterpenoid,

18
flavonoid dan saponin, sedangkan fraksi n-heksana hanya memiliki kandungan
triterpenoid. Fraksi yang memiliki aktivitas tertinggi terhadap bakteri P.acnes dan
S.epidermidis
adalah fraksi etil asetat. Kadar hambat minimum (KHM) fraksi etil asetat terhadap
bakteri P.acnes adalah pada konsentrasi 62,5 mg/mL, sedangkan KHM bakteri
S.epidermidis adalah pada konsentrasi 125 mg/mL. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa fraksi etil asetat dari ekstrak butoh keling memiliki aktivitas antibakteri
terhadap P. acnes dan S.epidermidis sehingga dapat digunakan sebagai alternatif
antibakteri.
Adapun perbedaan Intan Permata Sari dkk (2015), jurnal ini membahas
metode evaporasi. Metode tersebut sesuai dengan percobaan praktikum yang akan
dilakukan. Selain itu, jurnal ini juga menggunakan teripang sebagai bahan utama
penelitiannya. Sampel tersebut juga sesuai dengan sampel yang akan digunakan
dalam praktikum, namun dengan jenis teripang yang berbeda.
2.6.6 Rega Permana., dkk (2020), Identifikasi Senyawa Bioaktif Dan
Potensi Aktivitas Antioksidan Lamun Enhalus Acoroides (Linn. F),
Pangandaran, 66-72
Dalam penelitian Rega Permana., dkk (2020), bertujuan untuk
mengidentifikasi senyawa bioaktif yang terkandung pada daun lamun Enhalus
acoroides dan mengetahui potensi aktivitas antioksidannya. Sampel lamun
didapatkan dari perairan Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu. Identifikasi
senyawa bioaktif
dilakukan secara kualitatif dengan mempertimbangkan perubahan warna maupun
terbentuknya busa dan endapan. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan
menggunakan metode DPPH (1,1,-diphenyl-2- picrylhydrazyl).
Ekstraksi dilakukan mengacu pada metode Cujic et. al (2016) yang
modifikasi menggunakan tiga pelarut dengan tingkat kepolaran berbeda yaitu
methanol, etil asetat dan n-heksan. Metode yang digunakan adalah metode
maserasi yaitu perendaman sampel dalam pelarut dengan perbandingan 1:20 (b/v)
selama tiga hari. Volume pelarut sebanyak 100 mL ditambahkan pada sampel
yang telah

19
dihaluskan sebanyak lima gram kemudian dilakukan ekstraksi secara maserasi
selama tiga hari. Setelah itu filter dari hasil maserasi diuapkan menggunakan
rotary evaporator dengan suhu sesuai titik didih masing – masing pelarut. Ekstrak
kasar yang didapatkan kemudian dibuat sediaan dalam berbagai konsentrasi (50
ppm, 100 ppm, 150 ppm dan 200 ppm) untuk pengujian selanjutnya
Hasil riset menunjukkan bahwa sampel daun lamun Enhalus acoroides
mengandung senyawa bioaktif berupa alkaloid, steroid dan tanin. Hasil ekstraksi
menggunakan pelarut metanol menunjukan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak
daun lamun Enhalus acoroides tergolong sedang dengan nilai IC50 148,67 ppm.
Secara keseluruhan, lamun jenis Enhalus acoroides ini memiliki potensi untuk
dikembangkan lebih lanjut sebagai kandidat bahan aktif antioksidan.
Perbedaan penelitian Mirwa Adiprahara Anggarani dkk (2021), dengan
percobaan yang akan dilakukan yaitu terdapat perbedaan penggunaan sampel.
Yang mana pada jurnal ini menggunakan sampel rumput laut (Sargassum sp. and
Eucheuma cottonii) sedangkan pada percobaan yang dilakukan sampel yang
digunakan yaitu taripang (Holothuroidea).
2.6.7 Muhammad Yusuf., dkk (2021), GC-MS analysis and antibacterial
activity of the Sea cucumber (Muelleria lecanora) extract, Pangkep,
Indonesia , 94:9765
Dalam penelitian GC-MS analysis and antibacterial activity of the Sea
cucumber (Muelleria lecanora) extract. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis senyawa bioaktif pada Teripang (Muelleria lecanora) menggunakan
Ultrasound-Assisted Extraction Method (UAE) dan Gas Chromatography Mass
Spectrometry (GC-MS).
Teripang dibersihkan dan dikeringkan dalam oven di 70 °C, kemudian
dipotong dan dicincang. Selanjutnya ditimbang 100 g, dihomogenisasi, dan
diekstraksi menggunakan ekstraksi berbantuan ultrasonik metode dengan
perbandingan volume 1:2 (V/V) metanol, aseton, atau n-heksana selama 30, 60,
90, dan 120 menit. Ini dilakukan di rotary evaporator pada 39oC, diikuti dengan
shaker selama 24 jam pada suhu suhu 10 °C. Supernatan disentrifugasi selama 10

20
menit, dan senyawa bioaktifnya dianalisis menggunakan GC-MS. Selanjutnya,
aktivitas antibakteri dilakukan melalui metode difusi cakram.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen tertinggi ekstrak Muelleria
lecanora menggunakan pelarut (metanol, aseton, dan n-heksana). Paling atas
rendemen pada ekstraksi dengan pelarut metanol 11,2% dan terendah adalah n-
heksana sebesar 1,86%. Analisis rendemen pada metanol, acetone, dan ekstrak n-
heksana diperoleh kisaran 6,04-11,2%, 4,46-6,83%, dan 1,1-1,8%. Lamanya
waktu untuk proses ekstraksi sangat berpengaruh pada ekstrak yang dihasilkan.
Oleh karena itu, menambah waktu dari 30 menjadi 120 menit menggunakan
perbedaan pelarut secara signifikan meningkatkan hasil teripang.
Adapun perbedaan Muhammad Yusuf dkk (2021), jurnal ini membahas
metode evaporasi. Metode tersebut sesuai dengan percobaan praktikum yang akan
dilakukan. Selain itu, jurnal ini juga menggunakan teripang sebagai bahan utama
penelitiannya. Sampel tersebut juga sesuai dengan sampel yang akan digunakan
dalam praktikum, namun dengan jenis teripang yang berbeda.
2.6.8 Yusuf, M., dkk (2020), Phytochemical and antibacterial properties of
sea cucumber (Muelleria lecanora) from Barrang Lompo Islands,
Makassar South Sulawesi, 1885 – 1895
Dalam penelitian Phytochemical and antibacterial properties of sea
cucumber (Muelleria lecanora). Penelitian ini menggunakan sampel teripang
untuk menyelidiki fitokimia, dan sifat antibakteri dari teripang.
Teripang dibersihkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 70°C, lalu di
potong-potong kecil-kecil. Sekitar 100 gram teripang dihomogen dan diekstraksi
menggunakan metode maserasi dengan perbandingan volume 1:2 (V/V) metanol,
aseton atau n-heksana. Sampel adalah diperbolehkan selama 72 jam dengan
penggantian pelarut setiap 24 jam dan diaduk dengan pengocok orbital. yang
dihasilkan ekstraksi (maserat) kemudian disaring dan dipekatkan dengan
rotavapor pada suhu 40°C.
Terdapat pengaruh waktu ekstraksi terhadap rendemen teripang yang
diperoleh dengan menggunakan berbagai pelarut (metanol, aseton dan heksana).
Pelarut yang digunakan adalah metanol polar, aseton semi polar dan heksana non

21
polar. Rendemen tertinggi diperoleh 18,96% dengan menggunakan pelarut
metanol, sedangkan rendemen terendah diperoleh 0,14% menggunakan pelarut
heksana. Pelarut aseton diperoleh rendemen sebesar 8,19%. Hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan pelarut metanol dalam mengekstraksi suatu senyawa sangat
baik dibandingkan dengan pelarut lainnya.
Adapun perbedaan Yusuf, M., dkk (2020), jurnal ini membahas metode
evaporasi. Metode tersebut sesuai dengan percobaan praktikum yang akan
dilakukan. Selain itu, jurnal ini juga menggunakan teripang sebagai bahan utama
penelitiannya. Sampel tersebut juga sesuai dengan sampel yang akan digunakan
dalam praktikum, namun dengan jenis teripang yang berbeda.
2.6.9 Mirwa Adiprahara Anggarani., dkk (2021), Antioxidant Potential of
the Shell of Razor Clams (Solen spp) in Antidiabetic Mellitus Type II
Therapy, Surabaya, Jawa Timur
Dalam penelitian Penelitian Mirwa Adiprahara Anggarani dkk (2021),
dilakukan untuk mengetahui senyawa kimia dan aktivitas antioksidan serta
pengujian kadar gula darah pada tikus yang dikondisikan menderita diabetes
melitus. Metode ekstraksi yang digunakan adalah bertingkat dengan menggunakan
tiga pelarut yang memiliki polaritas yang berbeda.
Persiapan Sampel Sampel yang akan disiapkan terlebih dahulu adalah
kerang silet (Solen spp) yang diperoleh dari Perairan Pamekasan Madura. Kerang
pisau cukur yang digunakan dalam penelitian ini rata-rata memiliki panjang 3-4
cm dan lebar 0,5-1 cm. Langkah pertama yang dilakukan adalah memisahkan
cangkang kerang silet dari cangkangnya. Daging kemudian dicuci bersih dengan
air mengalir, kemudian dijemur selama 35 hari sampai daging kering kurang dari
12%. Kerang silet kering yang kemudian dihaluskan sampai diperoleh serbuk
kering, yang dilakukan untuk memudahkan proses penyimpanan dan ekstraksi.
Jumlah butir rzor kering Cangkang kerang yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah sebanyak 500 gram.
Hasil ekstraksi cangkang pisau bertingkat dengan pelarut kloroform, etil
asetat dan metanol menunjukkan bahwa pelarut metanol polar menghasilkan
rendemen ekstrak tertinggi sebesar 12,786%. Sedangkan kloroform non polar

22
menghasilkan rendemen ekstrak 3,65%, dan etil asetat yang semi polar
menghasilkan rendemen ekstrak 0,58%.Hasil uji gula darah menunjukkan bahwa
penambahan/konsumsi ekstrak antioksidan kerang silet 0,0063g/20g BB (BB)
mampu menurunkan kadar gula darah mencit diabetes melitus tipe 2.
Perbedaan penelitian Mirwa Adiprahara Anggarani dkk (2021), dengan
percobaan yang akan dilakukan yaitu terdapat perbedaan penggunaan sampel.
Yang mana pada jurnal ini menggunakan sampel karang silet (Solen spp)
sedangkan pada percobaan yang dilakukan sampel yang digunakan yaitu taripang
(Holothuroidea).
2.6.10 Nurjanah., dkk (2017), Identification of Bioactive Compounds of
Seaweed Sargassum sp. and Eucheuma cottonii Doty as a Raw
Sunscreen Cream. Banten Indonesia 54 (4): 311–318
Dalam penelitian Nurjanah dkk (2017), penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui nilai proksimat, vitamin E, aktivitas antioksidan dan aktif ekstrak
komponen Sargassum sp. dan Eucheuma cottonii Doty. Ekstraksi dilakukan
dengan cara maserasi metode bertingkat.
Hasil panen Sargassum sp. menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan
metanol dan sebesar 0,027 3 %, 0,133 3 %, 7,332 8 %. Rendemen E. cottonii
menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat dan metanol sebesar 0,025 7 %, 0,078
8 %, 6,758 6 %. Nilai terdekat Sargassum sp. adalah deretan kadar air, abu,
lemak, protein dan serat kasar masing-masing sebesar 82,26 %, 5,09 %, 1,26 %,
0,41 %, 0,43 %, dan E. cottonii masing-masing sebesar 77,27 %, 5,84 %, 2,39 %,
0,12 % dan 0,67 %. Nilai vitamin E Sargassum sp. adalah 165,19 g mL-1
sedangkan nilai vitamin E dari E. cottonii berjumlah 160,01 g mL-1,
menggunakan metode HPLC. Aktivitas antioksidan Sargassum sp. dan E. cottonii
dari ekstrak metanol adalah 57,050 g mL-1 dan 105,040 g mL-1. Komponen aktif
Sargassum sp. Dan E. cottonii yang terkandung dalam ekstrak metanol adalah
flavonoid, fenol hidrokuinon dan triterpenoid.
Perbedaan penelitian Mirwa Adiprahara Anggarani dkk (2021), dengan
percobaan yang akan dilakukan yaitu terdapat perbedaan penggunaan sampel.
Yang mana pada jurnal ini menggunakan sampel rumput laut (Sargassum sp. and

23
Eucheuma cottonii) sedangkan pada percobaan yang dilakukan sampel yang
digunakan yaitu taripang (Holothuroidea).
2.7 Uraian Bahan
2.7.1 Etanol 70% (Pubchem, 2021; Dirjen POM, 2014)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Lain : Alkohol, Etanol, Etil alkohol, Methanol, Etanol
Rumus Molekul : C2H5OH
Berat Molekul : 46,07 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan


mudah bergerak; baukhas; rasa panas. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P
dan dalam eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, ditempat sejuk, jauh dari nyala api
Kegunaan : Pensteril alat laboratorium, pelarut, dan penstabil
2.7.2 Etil Asetat (Minarni, 2013; Pubchem, 2021)
Nama resmi : ETYL ACETAT
Nama lain : Hidroksimetana, metil alcohol, metal hidrat
Rumus Molekul : C4H8O2
Berat Molekul : 32 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas, tidak

24
beracun mudah meguap, dan tidak higroskopis
Kelarutan : Dapat melarutka air hingga 3% dan larut dalam
air hingga kelarutan 8% pada suhu kamar,
kelarutanya meningkat pada suhu yang lebih
tinggi. Namun senyawa ini tidak stabil dalam air
yang mengandung basa dan asam.
Khasiat : Sebagai pengikat senyawa non polar
Kegunaan : Sebagai pelarut non polar
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api.
Kegunaan : Sebagai eluen
2.7.3 Metanol (Dirjen POM, 2014; Pubchem, 2021)
Nama Resmi : Methanol
Nama Lain : Methanol, methyl alcohol, wood alcohol, carbinol
Rumus Molekul : CH3OH
Berat Molekul : 32.042 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna yang cukup mudah


menguap dengan bau menyengat yang agak manis
seperti etil alkohol.
Kelarutan : Larut dalam aseton, kloroform, larut dengan
etanol, eter, benzena, sebagian besar pelarut
organik dan keton
Penyimpanan : Simpan wadah tertutup rapat di tempat yang
kering dan berventilasi baik.
Kegunaan : Metanol digunakan dalam mengencerkan ekstrak

2.7.4 N-Heksana (Ditjen POM, 2014; Pubchem, 2021)

25
Nama resmi : HEXAMINUM
Nama lain : Heksamina
Berat Molekul : 140,19 g/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Hablur mengkilap, tidak berwarna atau serbuk


hablur putih, tidak berbau, rasa membakar dan
manis kemudian agak pahit. Jika di panaskan
dalam suhu ± 26oC menyublim
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, dalam 12,5 ml etanol
(95%) P dan dalam lebih kurang 10 bagian
kloroform P
Kegunaan : Sebagai eluen
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

26
BAB III
METODE KERJA
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktikum Fitokimia 2 “Evaporasi” dilaksanakan pada hari Sabtu, 1
Oktober 2022 pukul 17.00 sampai dengan 20.00 WITA bertempat di
Laboratorium Bahan Alam Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan
Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu berupa batang pengaduk,
neraca analitik, penangas, spatula, wadah stailis. dan vial
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu alkohol 70%, aluminium
foil, , filtrat etil asetat teripang, filtrat metanol teripang, filtrat n-heksan teripang,
kain saring, kertas label, ,dan tisu.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pembuatan Ektrak N-heksan Teripang Pasir (Holothuria scabra)
Disiapkan alat dan bahan dan dibersihkan menggunakan alkohol 70%,
dituang 105 ml filtrat n-heksan kedalam wadah steinles, diuapkan filtrat demgam
cara diangin-anginkan hinga mendapatkan ektrak kental, hasl ektrak kental
dimasukan kedalam vial, ditimbang ektrak kental n-heksan, dihitung % rendemen
ektrak dan dibungkus menggunakan almunium foil.
3.3.2 Pembuatan Ekstrak etil asetat Teripang Pasir (Holothuria scabra)
Dituang 568 ml filtrat etil asetat kedalam wadah steinles, diuapkan filtrat
demgam cara diangin-anginkan hinga mendapatkan ektrak kental, hasl ektrak
kental dimasukan kedalam vial, ditimbang ektrak kental etil asetat, dihitung %
rendemen ektrak dan dibungkus menggunakan almunium foil.
3.3.3 Pembuatan Ektrak Metanol Teripang Pasir (Holothuria scabra)
Dituang 583 ml filtrat metanol kedalam wadah steinles, diuapkan filtrat
demgam pada penangas air dan diaduk hingga mendapatkan ektrak kental, hasil

27
ektrak kental dimasukan kedalam vial, ditimbang ektrak kental metanol dihitung
% rendemen ektrak dan dibungkus menggunakan almunium foil.

28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan

Sampel Gambar Hasil

Warna Ekstrak = Jingga


Berat Ekstrak = 1,9 g
%Rendemen = 1,9%
N-Heksana

Teripang Pasir Warna Ekstrak = Coklat Tua


(Holothuria Berat Ekstrak = 1,4 g
scabra) %Rendemen = 0,3%
Etil Asetat

Warna Ekstrak = Coklat Muda


Berat Ekstrak = 16,5 g
%Rendemen = 3,34%
Metanol
4.2 Perhitungan
4.2.1 Ekstrak N-Heksana
1. Berat Vial Kosong = 12,6 g
2. Berat Ekstrak = Berat vial isi ekstrak – Berat vial kosong
= 14,5 g – 12,6 g
= 1,9 g
3. Berat Sampel Awal = 100 g
Berat Ekstrak
4. % Rendemen = ×100%
Berat Sampel Awal
1,9 g
= ×100%
100 g
= 1,9 %

4.2.2 Ekstrak Etil Asetat

29
1. Berat Vial Kosong = 12,6 g
2. Berat Ekstrak = Berat vial isi ekstrak – Berat vial kosong
= 14 g – 12,6 g
= 1,4 g
3. Berat Sampel Awal = 498,7 g
Berat Ekstrak
4. % Rendemen = ×100%
Berat Sampel Awal
1,4 g
= ×100%
498,7 g
= 0,3 %
4.2.3 Ekstrak Metanol
1. Berat Vial Kosong = 12,6 g
2. Berat Ekstrak = Berat vial isi ekstrak – Berat vial kosong
= 29,1 g – 12,6 g
= 16,5 g
3. Berat Sampel Awal = 493,8 g
Berat Ekstrak
4. % Rendemen = ×100%
Berat Sampel Awal
16,5 g
= ×100%
493,8 g
= 3,34 %
4.3 Pembahasan
Pada percobaan sebelumnya, sampel daging teripang pasir (Holothuria
scabra) telah dilakukan ekstraksi secara maserasi bertingkat dengan menggunakan
3 jenis pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu n-heksana (non-
polar), etil asetat (semi polar) dan metanol (polar). Dari ekstraksi tersebut,
didapatkan maserat yang selanjutnya disaring dan diperoleh hasil akhir berupa
filtrat. Filtrat inilah yang digunakan pada praktikum kali ini, yang bertujuan untuk
mendapatkan ekstrak kental dengan cara menguapkan sebagian pelarut pada filtrat
atau proses ini biasa disebut dengan evaporasi.
Evaporasi atau penguapan adalah suatu operasi dimana sebagian fluida
(pelarut) berubah dari fasa cairan menjadi fasa uap. Penguapan ini dapat

30
digunakan untuk tujuan pemisahan pelarut (solven) dari larutan yang lebih pekat
(Ismiyati dan Lubis, 2020). Dalam penelitian Herli dan Wardaniati (2019), proses
evaporasi dilakukan dengan menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu
40˚C, dengan tujuan untuk menguapkan pelarut pada suhu rendah dengan bantuan
vakum sehingga ekstrak tidak rusak oleh suhu tinggi. Namun dikarenakan
keterbatasan alat di Laboratorium Farmasi Bahan Alam UNG, pada percobaan ini
dilakukan evaporasi yang paling sederhana yaitu evaporasi pada tekanan atmosfer.
Pada evaporasi ini, cairan di dalam suatu wadah terbuka dipanaskan dan uap air
dikeluarkan ke udara atmosfer. Telah dijelaskan juga oleh Ismiyati dan Lubis
(2020), bahwa evaporator jenis ini adalah evaporator yang paling sederhana, tetapi
prosesnya lambat dan kurang efisien dalam pemanfaatan energi.
Prinsip kerja pemekatan larutan dengan evaporasi didasarkan pada
perbedaan titik didih yang sangat besar antara zat-zat yang yang terlarut dengan
pelarutnya. Jadi, dengan menguapnya air dan tidak menguapnya padatan, akan
diperoleh larutan yang makin pekat. Perlu diperhatikan bahwa titik didih cairan
murni dipengaruhi oleh tekanan. Makin tinggi tekanan, maka titik didih juga
semakin tinggi (Munazar, 2019). Adapun mekanisme kerja dari evaporator,
menurut Putri (2017), yaitu panas yang dihasilkan oleh alat pemindah panas
(penangas), akan berpindah pada bahan atau larutan sehingga suhu larutan akan
naik sampai mencapai titik didih.
Penguapan pada filtrat n-heksana dan etil asetat dilakukan dengan cara
diangin-anginkan. Menurut Yudiawan (2020), proses pengeringan sampel yang
dilakukan dengan cara diangin-anginkan tanpa menggunakan pemanasan
bertujuan agar senyawa aktif yang diinginkan tidak mengalami kerusakan akibat
suhu yang tinggi dikarenakan senyawa aktif dalam sampel organik sangat rentan
mengalami kerusakan. Sedangkan, untuk filtrat metanol diuapkan dengan cara
pemanasan menggunakan penangas. Sesuai dengan penjelasan Syakdani (2019),
pemanasan ini bertujuan untuk membantu mempercepat laju evaporasi.
Ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol yang telah diperoleh, diukur
beratnya dan dilakukan perhitungan %rendemen. Dalam penelitian Wijaya dkk.
(2018), diketahui bahwa salah satu parameter mutu ekstrak adalah rendemen

31
ekstrak yang dihasilkan. Rendemen adalah perbandingan antara berat ekstrak yang
diperoleh dengan berat simplisia awal. Rendemen menggunakan satuan persen
(%), menyatakan bahwa semakin tinggi nilai rendemen yang dihasilkan
menandakan nilai ekstrak yang dihasilkan semakin banyak. Menurut Istiqomah
(2013), besar kecilnya nilai rendemen menunjukkan keefektifan proses ekstraksi
yang dipengaruhi oleh jenis pelarut yang digunakan sebagai penyari, ukuran
partikel simplisia, metode dan lamanya ekstraksi.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh berat ekstrak n-
heksana sebanyak 1,9 g, etil asetat sebanyak 1,4 g dan metanol sebanyak 16,5 g,
serta %rendemen dari ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol, secara berturut-
turut yaitu 1,9%; 0,3% dan 3,34%. Dari hasil tersebut, terlihat bahwa berat ekstrak
dan %rendemen dari ekstrak metanol memiliki nilai yang lebih tinggi
dibandingkan ekstrak lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Pranoto
dkk. (2012), yaitu hasil proses ekstraksi H. scabra diperoleh berat ekstrak terbesar
terdapat pada pelarut metanol, yaitu 2,786 g, berat ekstrak terkecil terdapat pada
pelarut etil asetat, yaitu 0,832 g, dan pelarut n-heksana diperoleh berat ekstrak
sebesar 1,096 g. Menurut Muhammad dkk. (2020), hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan pelarut metanol dalam mengekstraksi suatu senyawa sangat baik
dibandingkan dengan pelarut lainnya. Di sisi lain, hasil rendemen yang diperoleh
dari percobaan ini tidak memenuhi syarat, yaitu menurut Istiqomah (2013),
rendemen dikatakan baik jika nilainya lebih dari 10%. Oleh karena itu, rendemen
ekstrak yang didapatkan dinyatakan kurang baik karena hasil rendemen <10%.
Selain itu, diperoleh juga ekstrak dengan warna yang berbeda-beda, yaitu
ekstrak n-heksana berwarna jingga, etil asetat berwarna coklat tua dan metanol
berwarna coklat muda. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Pratono (2012),
yaitu warna ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol yang diperoleh secara
berturut-turut adalah coklat agak tua/jingga, coklat tua dan coklat agak muda.
Adapun kemungkinan kesalahan yang terjadi selama praktikum, yaitu suhu
pemanasan yang digunakan terlalu tinggi karena menggunakan penangas yang
suhunya tidak dapat dikontrol, sehingga berkemungkinan akan menyebabkan

32
filtrat yang dipekatkan mengalami kerusakan senyawa. Selain itu, kesalahan
dalam prosedur kerja sehingga hasil yang didapatkan kurang maksimal.

33
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1 Evaporasi adalah suatu proses yang bertujuan memekatkan larutan yang
terdiri atas pelarut (solvent) yang volatile dan zat terlarut (solute) yang non
volatile. Evaporasi adalah proses pengentalan larutan dengan cara
mendidihkan atau menguapkan pelarut
2. Tujuan dari evaporasi yaitu meningkatkan konsentrasi atau viskositas
larutan sebelum diproses lebih lanjut dan memperkecil volume larutan
sehingga dapat menghemat biaya pengepakan, penyimpanan dan
trasformasi
5.2 Saran
Diharapkan agar Asisten lebih membimbing para praktikan dan
mengoreksi jika ada kesalahan yang dibuat oleh praktikan. Kerja sama antara
asisten dan praktikan juga agar dapat lebih ditingkatkan. Diharapkan agar pihak
Jurusan memiliki kontribusi dalam pengadaan Laboratorium yang lebih lengkap
dan nyaman agar para mahasiswa dapat maksimal dalam melakukan praktikum.
Diharapkan agar alat-alat dan bahan-bahan yang ada di Laboratorium lebih
diperlengkap lagi demi kelancaran dalam proses praktikum. Diharapkan agar
praktikan lebih memahami dan memperkuat mengenai teori yang akan dilakukan
praktikum agar tidak kesulitan dalam melakukan percobaan serta dapat menambah
wawasan pengetahuan.

34
DAFTAR PUSTAKA

Azkab, M.H. (2006). Ada Apa dengan Lamun. Oseana.XXXI

D Elfidasari, AM Saraswati, G Nufadianti, R Samiah, V Setiowati. 2012.


Identifikasi jenis teripang genus Holothuria asal perairan sekitar
Kepulauan Seribu berdasarkan perbedaan morfologi. Jurnal Al-azhar
Indonesia seri sains dan teknologi 1 (3), 140-146

Departemen Kesehatan RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan


Obat, Cetakan Pertama, 3-11, 17-19, Dikjen POM, Direktorat Pengawasan
Obat Tradisional.

Ditjen POM (1995). Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta

Ditjen POM. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi Kelima. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI

Harborne, J., 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis.


Tumbuhan. Cetakan kedua. Penerjemah: Padmawinata, K. dan I. Soediro.
Herli, M. A., & Wardaniati, I. (2019). Skrining fitokimia ekstrak etanol dan fraksi
daun ketapang yang tumbuh di Sekitar Univ. Abdurrab, Pekanbaru. JOPS
(Journal Of Pharmacy and Science), 2(2), 38-42.

Huliselan, Y M., M R J Runtuwene, dan D S. Wewengkang. 2015. Aktivitas


Antioksidan Ekstrak Etanol, Etil Asetat, dan n- Heksan dari Daun
Sesewanua (Clerodendron Squamatum Vahl.). Jurnal Ilmiah Farmasi,
Unsrat, Manado. 4(3): 155-163.

Ikawati, Yuni et al. 2001.Terumbu Karang di Indonesia. Jakarta: MAPPIPTEK.


Ismiyati, I., & Lubis, F. (2020). Identifkasi Kenaikan Titik Didih Pada Proses
Evaporasi, Terhadap Konsentrasi Larutan Sari Jahe. JURNAL
KONVERSI, 9(2), 7.
Istiqomah. (2013). Perbandingan Metode Ekstraksi Maserasi Dan Sokletasi
Terhadap Kadar Piperin Buah Cabe Jawa (Piperis retrofracti fructus).
Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Julianto, T. S. Fitokimia Tinjauan Metabolit Sekunder dan Skrining Fitokimia,.


Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. 2019.

Khan, R. & Khan, M.H. (2013). Use of collagen as a biomaterial: An update.


Journal of Indian Society of Periodontology, 17(4), 539- 542.

Marjoni R. Dasar-Dasar Fitokimia Untuk Diploma III Farmasi. Jakarta: Trans


Info Media; 2016
Martoyo, J., N, Aji., T, Winanto. 2006. Budidaya Teripang (Ed). Revisi. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Martunus dan Helwani Z. 2007. Ekstraksi Doiksin dalam Limbah Air Buangan
Industri Pulp dan Kertas dengan Pelarut Toluene. Jurnal Sains dan
Teknologi Vol. 6, No. 1, hal 1-4.

Mawardi I. 2011. Proses Produksi Jamu Kapsul Herbathus Bantul,


Yogyakarta. Laporan Kegiatan Magang. Surakarta: Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret

Mei Utami, Yayu Widiawati, dan Hexa Apriliana Hidayah. 2013. Keragaman dan
Pemanfaatan Simplisia Nabati yang Diperdagangkan di Purwokerto.
Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Melinda. 2014. Aktivitas Antibakteri Daun Pacar (Lowsoniainermis L),


Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta

Minarni, E., T. Armansyah, M. Hanafiah. 2013. Daya Larvasida Ekstrak


Etil Asetat Daun Kemuning (Murraya paniculata (L) Jack) terhadap
Larva Nyamuk Aedes aegypti.
Muhammad, Y., Nur, F. U. A., Mahyati, M., & Imran, M. (2020). Phytochemical
and antibacterial properties of sea cucumber (Muelleria lecanora) from
Barrang Lompo Islands, Makassar South Sulawesi. Food Research, 4(6),
1885-1895.
Munazar, L.O.A., 2019. Optimalisasi proses evaporasi dalam menghasilkan pasta
maltodekstrin dari sagu. Skripsi. Universitas Hasanuddin Makassar,
Makassar.

Politis C, , Schoenaers , Jacobs R and Agbaj J O. 2016. Wound Healing Problems


in the MoutH. Frontiers in Physiology 7. DOI: 10.3389/fphys.2016.00507
Pranoto, E. N., Ma'ruf, W. F., & Pringgenies, D. (2012). Kajian aktivitas bioaktif
ekstrak teripang pasir (Holothuria scabra) terhadap jamur Candida
albicans. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 1(2), 1-8.

Pratiwi R. 2006. Biota Laut : Bagaimana Mengenal Biota Laut. Jurnal Oseana
XXXI(1):27-38.
Putri, S. U. (2017). Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap Kandungan Serat,
Karbohidrat, dan Lemak pada Pembuatan Tepung Ubi Jalar Putih
(Ipomoea batatas L.) Termodifikasi Menggunakan Lactobacillus
plantarum.

Rasyid, A. 2008. Biota laut sebagai sumber obat-obatan. Oseana, 33(1):11-18.


Romimohtarto, Kasijan dan Sri Juwana, Biologi Laut Ilmu Pengetahuan tentang
Biota Laut, Jakarta: Djambatan, 2009.

Safithri M, Setyaningsih I, Tarman K, Suptijah P, Yuhendri VM, Meydia. Potensi


kolagen teripang emas sebagai inhibitor tirosinase. Jphpi. 2018;21(2):296.

Sari, Rima Parwati Wahjuningsih, Endah. 2012. Laporan penelitian tentang


jumlah limfosit pada penyembuhan traumatik ulcer pasca pemberian
ekstrak teripang pasir (holothuria scabra). Surabaya

Sarmawati, S., Ramli, M., & Ira, I. (2017). Distribusi dan Kepadatan Teripang
(Holothuroidea) di Perairan Tanjung Tiram Kecamatan Moramo Utara
Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan,
1(2), 183-194.

Setiawan, B.P., Suryanti., Sulardiono, B. 2017. Preferensi Habitat dan Kebiasaan


Makan Teripang (Holothuroidae) di Perairan Pulau Menjangan Kecil,
Karimunjawa, Jepara. Journal of Maquares. 6(4): 401-408.

Siahaan, E.A., Pangestuti, R., Munandar, H., Kimi, S.K. 2017. Cosmeceuticals
properties of sea cucumbers: Prospects and trends. Cosmetics. 4(26): 1–
12.

Sri Turni Hartati. 2008. Pengkayaan Stok Teripang Pasir (Holothuria Scabra) Di
Perairan Kepulauan Seribu. Peneliti pada Balai Riset Perikanan Laut,
Muara Baru-Jakarta.
Syakdani, A. (2019). Prototipe Alat Evaporator Vakum (Efektivitas Temperatur
Dan Waktu Evaporasi Terhadap Tekanan Vakum Dan Laju Evaporasi
Pada Pembuatan Sirup Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L.)).
KINETIKA, 10(2), 29-35.

Voight, R., 1994, Buku Pengantar Teknologi Farmasi, 572-574, diterjemahkan


oleh Soedani, N., Edisi V, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada Press.
Wijaya, H., Novitasari, & Jubaidah, S. (2018). Perbandingan metode ekstraksi
terhadap rendemen ekstrak daun rambai laut (Sonneratia caseolaris L.
Engl). Jurnal Ilmiah Manuntung, 4(1), 79-83.

Wulandari, N., Krissanti, M., Elfidasari, D. 2012. Keragaman Teripang Asal


Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu Teluk Jakarta. Semarang. Unnes
Journal of Life Science.
Yudiawan, M. N. A. (2020). Uji antioksidan fraksi n-Heksana, kloroform dan n-
Butanol Hydrilla verticillata hasil hidrolisis ekstrak metanol dari Perairan
Danau Ranu Pasuruan. Skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim, Malang.

Zulfahmi Hamka1 , Raymond Arief N.Noena2 , Rataasya Arsya Putri Azmin 3.


2022. Pengaruh metode maserasi bertingkat terhadap nilai rendemen dan
profil kramotografi lapis tipis (klt) ekstrak daun kemangi (ocimum
basilicum l.). Jurnal Kesehatan Yamasi Makassar

Anda mungkin juga menyukai