Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

UNDANG UNDANG ETIKA KESEHATAN

PMK NO 1175 TAHUN 2010 TENTANG PRODUKSI KOSMETIKA

Dosen Pengampu : Lalu Mariawan Alfarizi M. H. Kes. CH. CHt.

Disusun Oleh Kelompok 12 :

1. Ahmad Aldi Kurniawan 1908060031


2. Muhammad Rizal Januardi 1908060015
3. Rahman 1908060036

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA NUSA TENGGARA BARAT
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga dalam pembuatan makalah ini dapat terselesaikan
sebagaiman mestinya. Salam dan shalawat semoga tetap tercurah kepada
rasulullah Muhammad SAW, kepada sahabat-sahabatnya, dan kepada umatnya
hingga akhir zaman.
Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih kepada dosen yang
dengan kegigihan dan keikhlasannya membimbing kami sehingga kami bisa
mengetahui sedikit demi sedikit apa yang sebelumnya kami tidak ketahui.
Makalah ini saya buat dengan sesederhana mungkin dan jika ada kesalahan
dalam penulisan makalah ini, kami berharap dan memohon saran serta kritikan
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini ke depannya. Semoga makalah
kami dapat bermanfaat bagi kita semua.

                                                                             Mataram, 20 Oktober 2022

                                                                                    Penyusun

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan...........................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4

A. Definisi Kosmetika..........................................................................................4

B. Perizinan produksi kosmetika..........................................................................5

C. Persyaratan Industri Kosmetika.......................................................................7

D. Sistem Pengawasan Kosmetik........................................................................8

E. Bahan-bahan Berbahaya pada kosmetika.....................................................10

BAB III PENUTUP..............................................................................................14

A. Kesimpulan...................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kosmetik merupakan salah satu bentuk kebutuhan sekunder dalam
kehidupan masyarakat. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1176/MenKes/PER/VIII/2010
tentang Notifikasi Kosmetika yang dimaksud dengan kosmetik adalah bahan
atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh
manusia (epidermis, rambut , kuku , bibir dan organ genital bagian luar)
atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan,
mengubah penampilan dan/atau dan memperbaiki bau badan atau
melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
Dewasa ini manusia khususnya wanita sudah tidak asing lagi dengan
istilah kosmetik. Kosmetik sudah menjadi kebutuhan bagi wanita, mulai dari
remaja maupun dewasa. Bukan hanya wanita kaum adam pun sudah
menjadikan kosmetik sebagai kebutuhannya. Karena kosmetik mampu
merubah penampilan seseorang dengan membuatnya menjadi cantik dan
bahkan dapat merubah paras dan penampilan sekaligus. Karena hal itulah
banyak perusahaan kosmetik yang berleomba-lomba dalam membuat
penemuan baru dan memproduksinya lebih banyak. Keinginan manusia
untuk selalu tampil menawan, sempurna dalam segala kesempatan dijadikan
oleh sekelompok pelaku usaha yang tidak bertanggungjawab dengan
memproduksi dan memperdagangkan kosmetik yang tidak memenuhi syarat
kepada masyarakat dan dikenal sebagai kosmetik illegal. Padahal dalam
Peraturan yang di keluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. 1176/MenKes/PER/VIII2010 tentang Notifiksai Kosmetika passal 2,
setiap kosmetika yang beredar wajib memenuhi standar dan/atau persyarat
mutu keamanan dan kemanfaatan sesuai ketentuan peraturan perundang –
undangan.
Menurut Ondri Dwi Sampurno, Deputi Bidang Pengawasan Obat
Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen BPOM, ada dua jenis

1
kosmetik ilegal, yaitu kosmetik tanpa izin edar (TIE) dan kosmetik palsu.
Kosmetik yang tergolong kosmetik TIE adalah yang tidak memiliki nomor
notifikasi dari BPOM. Sedangkan kosmetik palsu adalah kosmetik yang
dibuat dengan tidak memenuhi kaidah cara pembuatan kosmetik yang baik
(CPKB) dan menggunakan bahan-bahan yang tidak seharusnya digunakan.
Ancaman penyakit yang ditimbulkan dari kosmetik-kosmetik yang
mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan masyarakat pada saat ini
menjadi masalah yang serius, karena produk-produk kosmetik ilegal dan
mengandung bahan berbahaya tersebut masih beredar bebas dipasaran.
Masyarakat sebagai konsumen pun kadang tidak selektif dalam memilih
kosmetik yang akan dibeli dengan tidak mempertimbangkan apakah
kosmetik tersebut merupakan kosmetik yang aman bagi kesehatan atau
tidak. Alasan lain bagi masyarakat dalam memilih kosmetik dengan merek
tertentu juga dikarenakan masyarakat tergiur dengan banyak kosmetik yang
menjanjikan khasiat-khasiat yang mudah dan cepat misalnya dapat
memutihkan kulit dengan cepat dan dapat menghaluskan kulit.
Menanggapi hal ini pemerintah membuat beberapa aturan-aturan dan
kebijakan mengenai industri dan pembuatan kosmetik. Aturan-aturan
tentang kosmetik yang tidak saja mampu mengakomodasi kemauan dan
keinginan industri kosmetik dari sisi inovasi dan kreativitasnya namun juga
harus dapat mengajak industri kosmetik untuk dapat menghasilkan kosmetik
yang aman, bermutu dan bermanfaat.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi dari kosmetika?
2. Bagaimana izin produksi kosmetika menurut undang undang?
3. Apa saja persyaratan industri kosmetika menurut undang undang?
4. Bagaimana system pengawasan kosmetika menurut undang undang?
5. apa saja bahan bahan yang diizinkan maupun yang tidak di izinkan untuk
pembuatan kosmetik menurut undang undang?

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa itu Kosmetika
2. Untuk mengetahui Bagaimana izin produksi kosmetika menurut undang
undang?
3. Untuk mengetahui apa saja persyaratan industri kosmetika menurut
undang undang?
4. Untuk mengetahui bagaimana system pengawasan kosmetika menurut
undang undang?
5. Untuk mengetahui apa saja bahan bahan yang diizinkan maupun yang
tidak di izinkan untuk pembuatan kosmetik menurut undang undang?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kosmetika
1. Menurut JELLINEX, kosmetologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hukum-
hukum kimia, fisika, biologi dan microbiologi tentang pembuatan, penyimpanan dan
penggunaan bahan kosmetika
2. Menurut FEDERAL FOOD AND COSMETIC ACT (1958) sesuai dengan definisi
dalam Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No.220/Men Kes/Per/IX/76. Kosmetika adalah
bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau
disemprotkan pada, dimasukkan dalam, dipergunakan pada badan manusia dengan
maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tank dan mengubahrupa dan
tidak termasuk golongan obat. Zat tersebut tidak boleh mengganggu faal kulit atau
kesehatan tubuh secarakeseluruhan. Dalam definisi ini jelas dibedakan antara
kosmetikadengan obat yang dapat mempengaruhi struktur danfaal tubuh.
3. Dalam perkembangan kosmetika, saat ini pada beberapa produk tertentu batas antara
kosmetika dan obat menjadi kabur. LUBOWE (1955) mengemukakan istilah Cosmedics
disusul oleh FAUST (1975) dengan istilah Medicated Cosmetics untuk bentuk gabungan
dari kosmetika dan obat. Kosmetik adalah kosmetika yang ke dalamnya ditambahkan
bahan-bahan aktif tertentu seperti zat-zat anti bakteri atau jasad renik lainnya, anti jerawat,
anti gatal, anti produkkeringat, anti ketombe dan lain-lain dengan tujuan
profilaksis,desinfektan, terapi dan lain-lain.
4. Kosmetika hipoalergik; adalah kosmetika yang di dalamnya tidak mengandung zat-zat
yang dapat menyebabkan reaksi iritasi dan reaksi sensitasi. Kosmetika jenis ini bila dapat
terwujud akan merupakan kosmetika yang lebih aman untuk kesehatan kulit. Banyak
bahanbahan yang sering menimbulkan reaksi iritasi dan sensitasi telah dikeluarkan dari
daftar kosmetika hipoalergik seperti arsenic compounds, aluminium sulfat , aluminium
klorida, balsam of peru, fenol, fern)] formaldehide, gum arabic, lanolin, mercury
compounds, paraphenylennediamin, bismuth compounds,oil of bergamot, oil of lavender,
salicylic acid, resoisinol, heksaklorofen dan lain-lain.

4
5. Kosmetika tradisional adalah kosmetika yang terdiri dari bahan-bahan yang berasal dari
alam dan diolah secara tradisional. Di samping itu, terdapat kosmetika semi-tradisional,
yaitu kosmetika tradisional yang pengolahannya dilakukan secara modern dengan
mencampurkan zat-zat kimia sintetik ke dalamnya. Seperti bahan pengawet, pengemulsi
dan lain-lain. Kegunaan kosmetika ini dalam ilmu kedokteran baik untuk pemeliharaan
kesehatan kulit maupun untuk pengobatan masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

B. Perizinan produksi kosmetika


Sebelum melakukan produksi hal hal yang sangat penting yang harus
diperhatikan oleh suatu industry kosmetika dalam pembuatan kosmetik adalah
harus memiliki izin produksi yang dimana izin produksi berlaku selama lima
tahun dan dapat di perpanjang selama memenuhi ketentuan yang berlaku.Selain
itu juga perizinan produksi kosmetika hanya di berikan sesuai dengan bentuk
dan jenis sediaan kosmetika yang akan di buat.Izin produksi dapat di bedakan
menjadi dua macam yaitu di antaranya:

1. Golongan A yaitu izin produksi untuk industry kosmetika yang dapat


membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika
2. Golongan B yaitu izin produksi untuk industry kosmetika yang dapat
membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan
menggunakan teknologi sederhana

Adapun persyaratan-persyaratan yang menjadi landasan dalam hal


perizinan produksi kosmetika di antaranya adalah memiliki apoteker sebagai
penanggung jawab,memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan
di buat,dan memiliki laboratorium dan wajib menerapkan CPKB (Golongan
A).Sedangkan pada golongan B harus memiliki sekurang-kurangnya tenaga
teknis kefarmasian sebagai penanggung jawab dan memiliki produksi dengan
teknologi sederhana sesuai dengan produk yang akan dibuat dan mampu
menerapkan hygiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB

5
Adapun Permohonan izin produksi industri kosmetika golongan A
diajukan dengan kelengkapan sebagai berikut:

a. surat permohonan;
b. fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah
dilegalisir;
c. nama direktur/pengurus;
d. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi perusahaan/pengurus;
e. susunan direksi/pengurus;
f. surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam pelanggaran
peraturan
g. perundang-undangan di bidang farmasi;
h. fotokopi akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan sesuai
i. ketentuan peraturan perundang-undangan;
j. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
k. denah bangunan yang disahkah oleh Kepala Badan;
l. bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat;
m. daftar peralatan yang tersedia;
n. surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai apoteker penanggung jawab;
dan
o. fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) penanggung
jawab yang telah dilegalisir.

 Sedangkan Permohonan izin produksi industri kosmetika golongan B


diajukan dengan kelengkapan sebagai berikut:

a. surat permohonan;
b. fotokopi izin usaha industri atau tanda daftar industri yang telah dilegalisir
c. nama direktur/pengurus;
d. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) direksi perusahaan/pengurus;
e. susunan direksi/pengurus ;
f. surat pernyataan direksi/pengurus tidak terlibat dalam pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang farmasi;

6
g. fotokopi akta notaris pendirian perusahaan yang telah disahkan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan sepanjang pemohon berbentuk
badan usaha;
h. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
i. denah bangunan yang disahkah oleh Kepala Badan;
j. bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang dibuat;
k. daftar peralatan yang tersedia;
l. surat pernyataan kesediaan bekerja penanggung jawab; dan
m. fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi penanggung jawab yang telah
dilegalisir.

C. Persyaratan Industri Kosmetika

Menurut Perka Badan POM RI No. HK.03.1.23.12.10.12459 Tahun 2010


tentang Persyaratan Teknis industri Kosmetika adalah harus memenuhi
persyaratan keamanan,mutu,dan memenuhi persyaratan penandaan dan klaim.
Industri kosmetika yang akan menotifikasikan kosmetikanya harus memiliki
Sertifikat Pemenuhan Aspek CPKB atau Sertifikat CPKB sebagai bukti bahwa
industri tersebut sudah menerapkan CPKB di dalam proses produknya.Namun
Sebelum mengurus Sertifikat Pemenuhan Aspek CPKB atau sertifikat CPKB,
industri harus sudah memiliki persetujuan denah bangunan industri
kosmetika.Jadi,Sebelum produk kosmetika di pasarkan terdapat beberapa alur
pengurusan perizininan yang harus di miliki industry kosmetika sebelum
melakukan notifikasi.

a. Persetujuan denah bangunan industri kosmetika

b. Sertifikat CPKB

c. Sertifikat Pemenuhan Aspek CPKB

Untuk melakukan notifikasi kosmetika, industri dapat memilih salah satu


antara Sertifikat Pemenuhan Aspek CPKB atau Sertifikat CPKB. Apabila
industri kosmetika tersebut akan menerima kontrak produksi/toll
manufacturing, maka wajib memiliki sertifikat CPKB. Selain itu, sertifikat

7
CPKB juga diperlukan apabila akan melakukan ekspor ke negara tujuan yang
mempersyaratkan sertifikat Good Manufacturing Practices (GMP).Adapun
ketentuan-ketentuan umum pada CPKB di antaranya adalah:

a. Bahan Awal yaitu Bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan
dalam pembuatan suatu produk.
b. Bahan Baku yaitu Semua bahan utama dan bahan tambahan yang
digunakan dalam pembuatan produk kosmetik
c. Kalibrasi yaitu Kombinasi pemeriksaan dan penyetelan suatu instrumen
untuk menjadikannya memenuhi syarat batas keakuratan menurut standar
yang diakui.
d. Karantina yaitu Status suatu bahan atau produk yang dipisahkan baik
secara fisik maupun secara sistem, sementara menunggu keputusan
pelulusan atau penolakan untuk diproses, dikemas atau didistribusikan
e. Batch yaitu sejumlah produk kosmetika yang mempunyai sifat dan mutu
yang seragam yang dihasilkan dalam suatu siklus pembuatan atas suatu
perintah pembuatan tertentu.
f. Lot yaitu Bagian tertentu dari suatu batch yang memiliki sifat dan mutu
yang seragam dalam batas yang telah ditetapkan.
g. Produk antara yaitu tiap bahan atau campuran bahan yang masih
memerlukan satu atau lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk menjadi
produk ruahan.
h. Produk ruahan yaitu tiap bahan atau campuran bahan yang telah selesai
diolah tinggal memerlukan pengemasan untuk menjadi produk jadi

D. Sistem Pengawasan Kosmetik

Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagai dasar


berbagai peraturan yang mengatur pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Dalam undang-undang tersebut dijelaskan ketentuan mengenai peredaran
kosmetika, tindakan terhadap pelanggaran dan tindak pidana terhadap
peredaran kosmetik tanpa ijin edar diatur dalam beberapa pasal, yaitu: Pasal
106 ayat (3) “Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan

8
penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah
memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan
mutu dan/ atau keamanan dan/atau kemanfaatan dapat disita dan dimusnahkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Pasal 189 ayat (1) Selain penyidik polisi Negara Republik Indonesia,
kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan pemerintahan yang
menyelenggarakan urusan di arakan urusan di bidang kesehatan juga bidang
kesehatan juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang tentang Hukum
Acara Pidana untuk mengadakan mengadakan penyidikan penyidikan tindak   
pidana di bidang kesehatan. Pasal 189 ayat (2) Penyidik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. Melakukan pemeriksaan atas kebenaran
laporan serta keterangan tentang tindak pidana di bidang kesehatan;  b.
Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana
di  bidang kesehatan; c. Meminta ke terangan dan barang bukti dari orang atau
badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang kesehatan; d.
Melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak
pidana di  bidang kesehatan; e. Melakukan pemeriksaan atau penyitaan bahan
atau barang bukti dalam perkara tindak   pidana di bidang kesehatan; f.
Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di  bidang kesehatan; g. Menghentikan penyidikan apa bila tidak
terdapat cukup bukti yang membuktikan adanya tindak pidana di bidang
kesehatan.

Pasal 189 ayat (3) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan oleh penyidik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hukum
Acara Pidana. Pasal 196 Setiap orang dengan sengaja Setiap orang dengan
sengaja memproduksi atau mengedark atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi
standar dan/atau persyaratan kemanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu
sebagaimana dimaksud dalam 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidanadengan pidana

9
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 197 Setiap orang dengan sengaja Setiap orang dengan sengaja
memproduksi atau mengedark atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp
1.500.000.000,00 (satu milyar lima ratus juta rupiah).

E. Bahan-bahan Berbahaya pada kosmetika

Yang dimaksud dengan bahan kosmetik berbahaya adalah bahan yang


digunakan untuk membuat atau memproduksi kosmetik dengan menggunakan
bahan yang tidak diperuntukkan untuk tubuh manusia, seperti contohnya
bahan kimia rhodamin B, dan merkuri.

Ada baiknya jika kita mengetahui apa saja kandungan berbahaya dalam
kosmetik, berikut penjelasannya:

1. Phthalates.
Phthalates merupakan bahan yang paling sering dipakai dalam produk
perawatan kulit karena bisa membantu kulit menyerap produk dengan
baik. Hasilnya pun terasa lebih cepat. Namun ternyata, menurut US
Environmental Protection Agency, Phthalates sendiri merupakan bahan
yang karsinogenik atau dapat menyebabkan kanker.

2. Sodium Lauryl Sulfate (SLS).


Zat sintetis ini biasanya digunakan pada produk sampo untuk
membersihkan dan menciptakan banyak busa. Efek yang ditimbulkan zat
ini adalah iritasi pada mata, ruam kulit, rambut rontok, ketombe pada kulit
kepala dan reaksi alergi. Sering kali kandungan zat ini disamarkan dalam
pseudo-kosmetik alami dengan penjelasan dalam tanda kurung “berasal
dari kelapa.”

10
3. Synthetic Fragrances.
Wewangian sintetis yang digunakan dalam produk kosmetik
mengandung sebanyak 200 zat kimia berbahaya. Bila Anda menggunakan
produk wangi maka semua bahan kimia berbahaya bisa diserap dalam
aliran darah melalui kulit. Bahan kimia ini dapat mengakibatkan efek
samping seperti sakit kepala, pusing, ruam, hiper-pigmentasi, kekerasan
batuk, muntah dan iritasi kulit. Biasanya terdapat pada kosmetik yang
harganya lebih murah agar lebih menarik.

4. Cocoamide Dea Tea.


Cocoamide atau diethylalomine biasanya terkandung dalam shampo
dan pelembab wajah. Penelitian menunjukkan bahan ini bisa menghambat
penyerapan kolin (suatu zat yang termasuk dalam vitamin B) untuk
perkembangan fungsi otak. Selain itu, Cocoamide dapat menimbulkan
jerawat, gatal, serta alergi jangka pendek.

5. Petrochemicals.
Beberapa produk kecantikan kulit mengandung bahan petrochemicals.
Menurut penelitian, produk dengan kandungan ini dapat menyebabkan
masalah ginjal, saraf, kerusakan pada otak, dan anemia jangka panjang.
Studi dilakukan pada sekelompok tikus dan hasilnya beberapa hewan
menderita bahkan mati sebelum studi tersebut selesai. Oleh karena itu,
hati-hati menggunakan kosmetik untuk kulit, terutama yang berwarna,
seperti Blue C No 1 atau FD.

6. Methyl, Propyl, Butyl, and Ethyl Paraben.


Digunakan sebagai penghambat pertumbuhan bakteri dan untuk
memperpanjang batas waktu kadaluarsa produk. Kandungan ini diketahui
beracun dan dapat menyebabkan kanker. Efek yang mungkin terjadi adalah
timbul banyak reaksi alergi dan ruam kulit.

11
7. Midazolidinyl Urea and Diazolidinyl Urea.
Ini adalah kandungan yang paling umum digunakan untuk bahan
pengawet setelah parabens. Bahan utamanya adalah formaldehida, yang
dikenal untuk mengawetkan mayat, dan sangat berbahaya bagi kesehatan
manusia. Dapat menyebabkan dermatitis (radang kulit), luka bakar,
inflamasi, dan pengeluaran air mata.

8. Propylene Glycol.
Propylene Glycol ditemukan pada beberapa produk kosmetik dan
pembersih wajah. Zat ini dapat menyebabkan kemerahan pada kulit dan
dermatitis kontak. Bahkan penelitian terakhir menunjukan bahwa zat ini
juga dapat merusak ginjal dan hati.

9. Synthetic Colors.
Pewarna sintetis diyakini sebagai penyebab kanker. Bahan ini sangat
berbahaya dan hindari penggunaan kosmetik yang mengandung pewarna
sintetis.

10. Isopropyl Alcohol.


Zat ini dapat menyebabkan iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit
sehingga bakteri dapat tumbuh dengan subur (Lestari, 2015).

11. Rhodamin B.
Rhodamin B merupakan zat warna sintetik yang dilarang
penggunaannya dalam kosmetik dan dinyatakan sebagai bahan yang
berbahaya menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
376/Menkes/Per/1990 karena dapat menyebabkan kerusakan hati, ginjal
dan limfa diikuti perubahan anatomi berupa pembesaran organ.
Rhodamin B seringkali digunakan untuk mewarnai suatu produk
makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetik (Lidya dan Fatimawati,
2013).

12
12. Merkuri.
Merkuri adalah salah satu jenis logam yang banyak ditemukan di alam
dan tersebar dalam batu - batuan, biji tambang, tanah, air dan udara
sebagai senyawa anorganik dan organik. Dampak yang terjadi pada
pemakaian merkuri yaitu dapat memperlambat pertumbuhan janin
mengakibatkan keguguran (Kematian janin dan Mandul), flek hitam pada
kulit akan memucat (seakan pudar) dan bila pemakaian dihentikan, flek itu
dapat/akan timbul lagi dan bertambah parah (melebar), efek rebound yaitu
memberikan respon berlawanan (kulit akan menjadi gelap/kusam saat
pemakaian kosmetik dihentikan), bagi wajah yang tadinya bersih lambat
laun akan timbul flek yang sangat parah (lebar) dan lama-kelamaan
berubah keabu-abuan selanjutnya kehitaman., dan dapat mengakibatkan
kanker kulit (Livia dan Arlina, 2011).

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan
pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut , kuku , bibir dan organ
genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau dan
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi
baik.Dari berbagai macam efek yang di timbulkan pada penggunaan
kosmetika pemerintah Menanggapi hal ini dengan cara membuat beberapa
aturan-aturan dan kebijakan mengenai industri dan pembuatan kosmetik
dengan baik dan aman dengan melihat berbagai macam acuan yang sudah di
tetapkan seperti CPKB. Aturan-aturan tentang kosmetik tidak saja mampu
mengakomodasi kemauan dan keinginan industri kosmetik dari sisi inovasi
dan kreativitasnya namun juga harus dapat mengajak industri kosmetik untuk
dapat menghasilkan kosmetik yang aman, bermutu dan bermanfaat.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://www.tempo.co/read/news/2014/12/19/060629716/BPOM-Rilis-10-
Kosmetik-Berbahaya-Apa-Saja. Diakses pada 18 November 2016.
Badan POM. 2003. Kosmetika. Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia:Jakarta
Endang Sri Wahyuni. 2003. Aspek Hukum Sertifikasi dan Keterkaitannya
dengan Perlindungan Konsumen. PT.Citra Aditya Bakti: Bandung,
hlm.158
Djajadisastra, 2005. Tekhnologi Kosmetik. Departemen Farmasi FMIPA
UniversitasIndonesia: Tangerang.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani. 2001. Hukum Tentang Perlindungan
Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta, hlm. 1
Kemenkes RI. 1992. Cara Produksi Kosmetika yang Baik. Menteri Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai