Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALISIS FARMASI 1

“Identifikasi bahan berbahaya dalam jamu pegal linu”

DISUSUN OLEH :

NAMA : DWI RESKI MULIA

NIM : PO714251211006

PRODI/KELAS : DIV FARMASI

KELOMPOK/SESI : 2 (SESI SATU)

HARI/TANGGAL PRAKTIKUM : RABU, 02 NOVEMBER 2022

PEMBIMBING : RATNASARI DEWI, S.Si., M.Kes

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


JURUSAN FARMASI

2022

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat dan inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Praktikum
Kimia Analisis Farmasi I.

Terima kasih saya ucapkan kepada bapak dan ibu yang telah membantu
kami baik secara moral maupun materi. Terima kasih juga saya ucapkan kepada
teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami sehingga kami bisa
menyelesaikan Laporan Praktikum ini tepat waktu.

Kami menyadari, bahwa Laporan Praktikum yang saya buat ini masih jauh
dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di
masa mendatang.

Semoga Laporan Praktikum ini bisa menambah wawasan para pembaca dan
bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Makassar, 07 November 2022

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................

BAB I........................................................................................................................................................

PENDAHULUAN....................................................................................................................................

A. LATAR BELAKANG.................................................................................................................

B. MAKSUD DAN TUJUAN..............................................................................................................

BAB II.......................................................................................................................................................

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................................

A. TEORI UMUM............................................................................................................................

B. URAIAN BAHAN .....................................................................................................4

BAB III......................................................................................................................................................

METODE KERJA.....................................................................................................................................

A. ALAT DAN BAHAN..................................................................................................................

B. PROSEDUR KERJA...................................................................................................................

BAB IV...................................................................................................................................................

HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................................................................

A. HASIL........................................................................................................................................

B. PEMBAHASAN........................................................................................................................

BAB V.....................................................................................................................................................

PENUTUP...............................................................................................................................................

A. KESIMPULAN..........................................................................................................................

B. SARAN......................................................................................................................................

DAFTAKA PUSTAKA..........................................................................................................................

LAMPIRAN............................................................................................................................................
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jamu merupakan obat tradisional asli Indonesia yang berasal dari
bahan tanaman maupun dari hewan disajikan secara tradisional dalam
bentuk seduhan, serbuk, cair, pil atau kapsul. Pemanfaatan jamu
berdasarkan data riset kesehatan dasar menunjukan peningkatan sebanyak
dari 35,7% ditahun 2007 menjadi 59,12% di tahun 2010. Saat ini
penggunaan obat bahan alam cenderung terus meningkat dari tahun ke
tahun. Kecenderungan kembali ke alam (back to nature) dijadikan sebagai
alternatif dalam pemilihan pengobatan. Faktor yang mendorong
masyarakat untuk mendayagunakan obat bahan alam antara lain mahalnya
harga obat modern/sintesis dan banyaknya efek samping (Dewoto, 2007).
Penggunaan obat dari bahan alam atau yang dikenal dengan “jamu” oleh
masyarakat Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak zaman dahulu,
terutama dalam upaya pencegahan penyakit, peningkatan daya tahan
tubuh, mengembalikan kebugaran tubuh setelah melahirkan atau bekerja
keras, bahkan untuk kecantikan wanita (Paryono, 2014).
Meningkatnya permintaan pasar akan jamu membuat adanya
produsen tidak bertanggung jawab yang menambahkan Bahan Kimia Obat
(BKO) pada produknya untuk meningkatkan penjualan. Pada tahun 2014
BPOM RI mengeluarkan public warning No. HM.03.05.1.43.11.13.4940
yang mencantumkan 59 jenis jamu.
Sedangkan tahun 2015 BPOM menemukan 25 merek atau jenis
obat tradisional ber BKO, yang ke 25 obat tersebut mengandung BKO
sildenafil dan turunannya. Padahal dalam peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No: 246/Menkes/Per/V/1990 Tentang Izin Usaha
Industri Obat Tradisional Dan Pendaftaran Obat Tradisional, bahwa obat
tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi
yang berkhasiat sebagai obat dan tidak mengandung bahan yang tergolong
obat keras atau narkotika. BKO merupakan senyawa kimia sintetis atau
berasal dari produk isolat senyawa kimia bahan alam yang umumnya
digunakan pada pengobatan modern. Adanya BKO dalam produk jamu
dapat membahayakan konsumen, seperti kontra indikasi jamu terhadap
penyakit tertentu yang diderita pasien. Masalah lain yang cukup serius dari
mengkonsumsi jamu mengandung BKO yaitu terjadinya perforasi
lambung dan gagal ginjal sebagai efek samping dari penambahan BKO
tersebut.
Jamu pegal linu banyak beredar di pasaran dan dapat diperoleh
secara bebas. Jamu yang beredar di masyarakat harus memenui syarat
keamanan dan mutu diantaranya tidak boleh mengandung bahan-bahan
kimia obat. Bahan kimia obat yang sering ditambahkan pada jamu pegal
linu adalah parasetamol. Parasetamol merupakan obat analgesik
nonnarkotik dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin
terutama sistem syaraf pusat. Penggunaan parasetamol bila tidak sesuai
aturan dapat menyebabkan kerusakan hati. Jamu merupakan warisan
budaya bangsa Indonesia berupa ramuan bahan tumbuhan obat yang telah
digunakan secara turun temurun lebih dari tiga generasi yang terbukti
aman dan mempunyai manfaat bagi kesehatan. Pengaruh sosial budaya
dalam masyarakat memberikan peran penting dalam mencapai derajat
kesehatan. Kebiasaan minum jamu sering dilakukan masyarakat Indonesia
khususnya Jawa. Secara umum jamu relatif lebih aman dibandingkan
dengan obat bahan kimia bila cara pemilihan dan penggunaannya secara
baik dan benar. Obat bahan alam dan jamu dapat diperoleh secara bebas,
yang umumnya tidak disertai informasi ataupun peringatan yang cukup,
berbeda dengan obat konvensional yang diperoleh dengan resep dokter
atau disertai berbagai peringatan (Dewoto, 2007).
Bahan kimia obat (BKO) yang ditambahkan oleh pembuat jamu
untuk menambah khasiat jamu dan memberikan efek jamu yang lebih
instan dibandingkan jamu yang tidak mengandung bahan kimia obat, hal
ini dapat membahayakan kesehatan. Jamu seringkali digunakan dalam
jangka waktu lama dan dengan takaran dosis yang tidak dapat dipastikan.
Walaupun efek penyembuhannya segera terasa, tetapi akibat penggunaan
bahan kimia obat dengan dosis yang tidak pasti dapat menimbulkan efek
samping mulai dari mual, diare, pusing, sakit kepala, gangguan
penglihatan, nyeri dada sampai kerusakan organ tubuh yang serius seperti
kerusakan hati, gagal ginjal, jantung bahkan sampai menyebabkan
kematian (BPOM RI, 2011).
Permasalahan obat tradisional (OT) mengandung BKO bukan
hanya menjadi permasalahan di Indonesia melainkan juga di seluruh
dunia. Berdasarkan informasi melalui post marketing alert system
(PMAS), world health organization (WHO) dan US food and drug
adimistration (FDA) sebanyak 30 OT dan suplemen kesehatan (SK)
mengandung BKO serta bahan dilarang lainnya juga ditemukan di negara-
negara ASEAN, Australia, dan Amerika Serikat (BPOM, 2015). Badan
POM mengeluarkan peringatan publik pada tanggal 11 Desember 2016
terkait OT mengandung BKO yang dilarang untuk dikonsumsi
masyarakat. Sebanyak 39 OT mengandung BKO yang 28 di antaranya
merupakan OT tidak terdaftar di Badan POM dan 11 OT izin edarnya
dibatalkan. Temuan produk OT yang teridentifikasi mengandung BKO
pada tahun 2016 didominasi oleh jamu pegal linu (penghilang rasa sakit)
dan antirematik (BPOM, 2016).
Berdasarkan hasil pengawasan dan pemeriksaan yang dilakukan
BPOM, BKO yang terdapat pada jamu pegal linu antara lain fenilbutazon,
parasetamol, deksametason, natrium diklofenak, dan piroksikam (BPOM,
2016). Jamu pegal linu merupakan jamu yang banyak dikonsumsi oleh
para pekerja berat. Jamu pegal linu dikonsumsi untuk mengurangi rasa
nyeri, menghilangkan pegal linu, capek, nyeri otot dan tulang,
memperlancar peredaran darah, memperkuat daya tahan tubuh, dan
menghilangkan sakit seluruh badan. Berdasarkan beberapa kasus tentang
BKO dalam jamu pegal linu yang berhasil diungkapkan BPOM, BKO
yang paling sering ditemukan adalah parasetamol (Handoyo, 2014).
Parasetamol merupakan obat analgesik non narkotik dengan cara kerja
menghambat sintesis prostaglandin terutama di sistem syaraf pusat (SSP).
Analgesik adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau
menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anestesi umum (Darsono, 2002).
Analisis parasetamol pada jamu pegal linu sebelumnya telah dilakukan di
Pontianak pada tahun 2012 dengan hasil 3 (tiga) dari 14 (empat belas)
sampel jamu pegal linu positif mengandung parasetamol.

B. Maksud dan Tujuan Praktikum


Maksud dari Praktikum ini adalah untuk mengidentifikasi Bahan
Kimia Obat (BKO) yang terkandung dalam jamu pegal linu.
Tujuan dari praktikum ini adalan untuk memberi pemahaman
tentang cara identifikasi Bahan Kimia Obat (BKO) dalam jamu pegal linu.

C. Prinsip Percobaan Praktikum


Percobaan ini dilakukan dengan menentukan adanya bercak yang
menunjukkan BKO pada plat BKO pada plat KLT lalu menghitung harga
Rf sampel dan baku pembanding pada sampel jamu pegal linu.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Bahan kimia obat (BKO) merupakan senyawa yang ditambahkan


dengan sengaja ke dalam jamu, dengan tujuan agar efek yang dinginkan
tercapai lebih cepat dari biasanya. Salah satu cara yang paling cepat dan
sederhana untuk mendeteksi adanya BKO dalam jamu adalah dengan
mengamati efek penyembuhan yang dirasakan olen konsumen. Jika efek
penyembuhan yang dirasakan cepat maka kemungkinan besar jamu
tersebut mengandung BKO dengan dosis yang cukup tinggi. Berdasarkan
analisis resiko yang dilakukan oleh BPOM pada 10 tahun terakhir, maka
diperoleh kesimpulan bahwa pada awal ditemukan

BKO dalam jamu (sekitar tahun 2007-2010) temuan BKO menuju


tren ke arah obat rematik dan penghilang rasa sakit, misalnya mengandung
fenilbutason dan metampiron. Data yang diperoleh dari situs BPOM ,
mulai tahun 2007, temuan BKO dalam jamu menunjukkan perubahan tren
ke arah obat pelangsing, stamina dan diabetes, antara lain mengandung
sibutramin hidroklorida, sildenafil, tadalafil, dan glibenklamid. Sebagian
besar hasil temuan pengawasan tersebut merupakan produk ilegal atau
tidak terdaftar di BPOM, tetapi mencantumkan nomor pendaftaran fiktif
pada labelnya.

Metode penelitian yang sering dilakukan oleh Badan POM untuk


menganalisis BKO yaitu dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT), yang diduga positif dengan adanya bercak yang menunjukkan
BKO pada plat KLT.

Kromatografi merupakan suatu metode yang digunakan untuk


memisahkan campuran komponen. Pemisahan campuran komponen
ersebut didasarkan pada distribusi komponen pada fase gerak dan fase
diamnya. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) biasanya digunakan untuk
tujuan analisis kualitatif, analisis kuantitatif dan preparatif. Suatu sistem
KLT terdiri dari fase diam dan fase gerak.

Jarak titik sampel dengan tepi bawah 1 cm dan dijaga agar fasa
gerak tidak berinteraksi langsung dengan sampel. Apabila jarak tepi bawah
terlalu kecil atau jumlah fasa gerak cukup banyak maka sampel akan
bersentuhan dengan fasa gerak dan ada sebagian molekul sampel akan
terlarut dalam fasa gerak. Hal ini menyebabkan hasil elusi pada
kromatografi lapis tipis tidak valid.

Deteksi senyawa pada plat KLT biasanya dilakukan dengan


penyemprotan. Identifikasi dengan KLT memiliki keuntungan yaitu
memerlukan waktu yang cepat dan mudah mengerjakannya serta
menggunakan peralatan yang murah dan sederhana. Cuplikan sampel yang
digunakan juga sangat sedikit seta pengerjaannya dapat diulang.

Identifikasi senyawa dilakukan dengan menghitung harga Rf


sampel dan baku pembanding. Rf dihitung dengan rumus :

Jarak yang ditempuh noda dari titik awal


Rf =
Jarak yang ditempuh eluen darititik awal

B. Uraian Bahan
1. Metanol (FI Edisi III 1979)
Nama Resmi : Metanol
Nama Lain : Metanol Absolute
RM/BM : CH₃OH
Rumus Struktur :
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, bau khas.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan
jernih tidak berwarna
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pengendap protein.
2. Kloroform (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Chloroform
Nama Lain: Kloroform
RM/BM : CHCl₃ / 119,38
Rumus Struktur :
Pemerian : Cairan tidak berwarna, mudah menguap, bau khas,
rasa manis, dan membakar.
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 200 bagian air, mudah
larut dalam etanol, mutlak P, dalam eter P, dalam
Sebagian besar pelarut organic, dalam minyak atsiri
dan dalam minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
3. Paracetamol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Acetaminophenum
Nama Lain: Asetaminofen, paracetamol
RM/BM : C₈H₉NO₂ / 151,16
Rumus Struktur :
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih,tidak berbau, rasa
pahit.
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%)P, dalam B bagian aseton P dalam 40 bagian
gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut
dalam larutan alkali hidroksida.
Kegunaan : Analgetikum, antipiretikum
4. Aluminium Foil (Dirjen POM, 1979:639)
Nama Resmi : Aluminii
Nama Lain: Aluminium, Aluminiumfoil
Rumus Molekul : Al
Pemerian : Warna keperakan, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan : Tidak larut dalam air.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai reaktan dalam reaksi kombinasi.
5. Komposisi Sampel Jamu Pegal Linu
Phyllanthi Herba 2,0 g
Mori Austraidis Herba 1,0 g
Orthosiphonis Herba 1,0 g
Parkiae Semen 1,0 g
6. FeCl₃ (Dirjen POM, Edisi III 1979:659)
Nama Resmi : Ferii Chloridum
Nama Lain : Besi (III) Klorida
RM/BM : FeCl₃ / 162,2
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, hitam kehijauan, bebas
warna jingga dari garam nitrat yang telah
kelembaban.
Kegunaan : Pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan :
1. Beaker 100ml
2. Batang Pengaduk
3. Chamber
4. Corong Gelas
5. Gelas Ukur 25ml & 10ml
6. Gunting
7. Kertas Saring
8. Labu Ukur
9. Lempeng KLT
10. Pensil
11. Pinset
12. Pipet Tetes

Bahan yang digunakan :


1. Jamu
2. CHCl₃
3. FeCl₃
4. Methanol
5. Aluminium Foil
6. Paracetamol
7. Kloroform
B. Cara Kerja
1. Ekstraksi sampel
Ditimbang sampel 500 mg kemudian dilarutkan dalam metanol sampai
10 mL Shaker selama 15 menit kemudian disaring. 2 ml filtrat
diencerkan hingga 10 ml, kemudian filtrat siap diidentifikasi (Larutan
A)
2. Pembuatan eluen
Eluen= CHCl₃ : methanol (90:10) = 60 ml berarti untuk 4 kelompok =
54 : 6
Catatan :
 eluen dapat diganti sesuai dengan hasil observasi awal
menggunakan larutan baku yang memberikan nilai Rf yang
baik (0,2 - 0,8)
 eluen harus dijenuhkan sebelum digunakan dengan cara :
masukkan sepotong kertas saring yang satu ujungnya tercelup
dalam eluen dan ujung yang satu dibiarkan sampai keluar
chamber. Tutup chamber lalu biarkan eluen meresap sampai ke
ujung kertas saring, keadaan ini menunjukkan eluen telah
jenuh.
3. Pembuatan larutan baku pembanding : larutan baku pembanding dibuat
sesuai dengan jenis BKO yang akan didentifikasi
(parasetamol/ibuprofen/dlI). Masing-masing larutan baku pembanding
dibuat dengan konsentrasi 0,1% dalam pelarut etanol (Larutan B)
4. Identifikasi KLT
 Lempeng KLT ukuran 10x10 cm diaktifkan dengan cara di
panaskan dalam oven suhu 105-110 °C selama 10 menit.
 Larutan A, larutan B, dan larutan C (campuran larutan A dan
larutan B) ditotolkan pada lempeng KLT yang sama di tempat
yang berbeda (1 cm dari batas bawah).
 Kemudian lempeng KLT dielusi menggunakan eluen yang
telah dijenuhkan sampai batas yang telah ditentukan (0,5 cm
dari batas atas).
 Bercak yang timbul diamati di bawah lampu UV lalu disemprot
dengan larutan FeCly, kemudian dihitung nilai Rf masing-
masing bercak.
 Bercak sampel dan bercak baku pembanding diamati, hasil
positif ilka warna bercak dan nilai Rf sampel sama dengan
baku pembanding.
 Gambarkan kromatogram pada lembar pengamatan lengkap
dengan jenis eluen yang digunakan. Kemudian hitung nilai Rf
masing-masing bercak
BAB IV

HASIL PEMBAHASAN

A. Hasil
Tabel hasil pengamatan identifikasi Bahan Kimia Obat (BKO) dalam
Jamu Pegal Linu

NO. Sampel Warna Noda Nilai Rf

1. Jamu pegal linu Hitam 0,26 cm

2. Pembanding Ungu 0,34 cm

3. Jamu + pembanding Ungu 0,3 cm

Catatan : untuk menampakkan pembanding disemprot FeCl₃

B. Gambar Kromatogram

C. Perhitungan Nilai Rf
1) Nilai Rf baku pembanding (paracetamol)
Rf = Jarak yang ditempuh noda dari titik awal
Jarak yang ditempuh eluen dari titik awal
= 1,7
5
= 0,34 cm
2) Nilai Rf sampel jamu
Rf = Jarak yang ditempuh noda dari titik awal
Jarak yang ditempuh eluen dari titik awal
= 1,3
5
= 0,26 cm
3) Nilai Rf sampel + baku pembanding
Rf = Jarak yang ditempuh noda dari titik awal
Jarak yang ditempuh eluen dari titik awal
= 1,5
5
= 0,3 cm

D. Pembahasan

Identifikasi pewarna Rhodamin B pada sampel lipsik dan perona


pipi dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif terlebih dahulu,
hal ini untuk melihat apakah sampel yang akan diteliti mengandung
Rhodamin B atau tidak. Uji kualitatif dilakukan dengan metode
kromotografi lapis tipis (KLT) dimana sampel yang akan diteliti dibeli
terlebih dahulu di pasar.

Metode kromatografi lapis tipis (KLT) dapat memisahkan


komponen-komponen berdasarkan perbedaan tingkat interaksi dalam
dua fasa material pemisah. KLT dapat digunakan untuk
mengidentifikasi senyawa yang terdapat dalam campuran secara
kualitatif, yaitu dengan membandingkan Rf baku pembanding dengan
Rf sampel. Selain itu, KLT merupakan teknik analisis yang sederhana,
hemat biaya, mudah dilakukan, dan hanya dibutuhkan sedikit cuplikan
sampel untuk analisisnya .

Prinsip kerja KLT yaitu adsorpsi, desorpsi, dan elusi. Adsorpsi


terjadi ketika larutan sampel ditotolkan ke fase diam (plat KLT)
menggunakan pipa kapiler, komponen–komponen dalam sampel akan
teradsorbsi di dalam fase diam. Desorbsi adalah peristiwa ketika
komponen yang teradsorbsi di fase diam didesak oleh fase gerak
(eluen), terjadi persaingan antara eluen dan komponen untuk berikatan
dengan fase diam. Elusi adalah peristiwa ketika komponen ikut
terbawa oleh eluen.

Pada penelitian ini, Idetifikasi Parasetamol pada sediaan jamu


pegal linu dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) fase gerak kloroform : metanol (9:1).. Untuk fase gerak pada
penelitian ini menggunakan Kloroform:methanol (9:1) bersifat
nonpolar yang akan menahan senyawa yang polar pada fasa diam yang
bersifat polar dan akan membawa senyawa yang kurang polar naik ke
atas. Eluen dibuat jenuh dengan cara menutup rapat chamber dan
mendiamkannya selama beberapa saat dengan adanya kertas saring.

Pada praktikum ini, dilakukan analisis kadar Bahan kimia


obat(BKO) adalah sampel jamu pegal linu yang beredar di Kota
Makassar dengan tujuan untuk menganalisis kandungan paracetamol
pada jamu pegal linu dengan merek SABDO PALON.

Dari hasil didapatkan nilai Rf baku pembanding (paracetamol) Rf


0,34 cm dengan warna putih setelah diliat dibawah sinar UV dan
warna ungu setelah disiram FeCL3, sedangkan nilai Rf sampel jamu
yaitu 0,26 cm dengan warna kuning setelah disiram FeCl3 berwarna
hitam, dan untuk nilai Rf sampel+ jamu yaitu 0,3 cm awalnya
berwarna kuning setelah disiram berwarna ungu.

Berdasarkan hasil analisis KLT menunjukkan bahwa jamu pegal


linu SABDO PALON negative mengandung paracetamol karena nilai
rfnya memiliki selisih <0.8 dan memiliki warna noda yang berbeda .
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Metode KLT yang digunakan pada praktikum ini memberikan hasil
sampel jamu pegal linu negative mengandung BKO (paracetamol),
walau memiliki nilai Rf yang sama yaitu 0,38 tetapi warna nodanya
berbeda , dimana noda sampel jamu pegal linu berwarna hitam
sedangkan noda sampel baku pembanding (paracetamol) berwarna
ungu sehingga hasilnya negative mengandung paracetamol (BKO).
Hasil pengamatan organoleptis terdapat nomor registrasi dan BPOM.
Bila pada obat tradisional terdapat BKO. Maka, penggunaan yang
terus menerus atau berlebihan akan menimbulkan resiko yang
membahayakan Kesehatan tubuh.

B. Saran
Sebaiknya pada praktikum kali ini praktikan lebih berhati-hati
dalam melakukan percobaan agar menghindari hal yang tidak
diinginkan. Serta menjaga kebersihan laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2016). Laporan Tahunan
2016 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta: Badan POM
RI.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2011). Rencana Aksi


Nasional: Gerakan Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang
Aman, Bermutu dan Bergizi. Jakarta: Badan POM RI.

BPOM,Bahaya Jamu Yang Mengandung Bahan Kimia


Obat.http://IK.pom.go.id/v2012/q-a/bahaya-jamu-yang-mengandung-
bko.2015. Diakses Tanggal 26 Maret 2020.

Dewoto, H.R., 2007, Pengembangan Obat Tradisional Indonesia


menjadi Fitofarmaka, Majalah kedokteran indonesia, 57(7): 205-211.

Paryono dan Kurniawan. 2014. Kebiasaan Konsumsi Jamu Untuk


Menjaga Kesehatan Tubuh Pada Saat Hamil Dan Setelah
Melahirkan. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan. Vol. 3.No.1. Mei 2014.hlm
64-72.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai