Anda di halaman 1dari 216

MODUL

“HERBAL MEDICINE I’’

OLEH :

FITRIA BINTI SYAFRUDDIN

NIM. A1A222010

PRODI SARJANA KEBIDANAN ALIH JENJANG

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS MEGAREZKY

2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Herbal Medicine” tanpa pertologan-
Nya kami tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Sholawat dan
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi
Muhammad SAW.

Makalah ini di susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Herbal
Medicine”, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini di susun oleh kami dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang
dari diri kami maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki banyak kekurangan. Kami
membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca .

Makassaar, 13 Juli 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I OBAT ASLI INDONESIA / HERBAL MEDICINE ............................. …9

A. Pengertian Obat .............................................................................................. 9


B. Ruang Lingkup Obar Asli Indonesia .............................................................. 10
C. Pengembangan Obat Tradisional atau Obat Alam Indonesia .......................... 10
D.Defenisi Obat Bahan Alam ............................................................................. 13

E. Jenis Dan Bahan Obat Alam…………………….…………………..………...13

F. Regulasi Obat Bahan Alam........................................................................ …15


G. Jenis Pengobatan Tradisional Indonesia ......................................................... 16

PERTANYAAN ............................................................................................ 18
BAB II BAHAN BAKU HERBAL MEDICINE ……………………………….22
A. Definisi Dasar Bahan Baku Herbal Medicine ............................................ …31
B. Persyaratan Herbal Medicine Pada Bahan Baku Herbal Medicine ................ ..31
PERTANYAAN……………………………………………………………...34
BAB III SUMBER-SUMBER BAHAN BAKU HERBAL MEDICINE……….38

A. Pengertian Herbal Medicine………………………………………………….39


B. Sumber Bahan Baku Obat Tradisional……………………………………….39
C. Pengobatan Tradisional………………………………………………………39
PERTANYAAN……………………………………………………………...44

BAB IV PENGOLAHAN BAHAN BAKU HERBAL MEDICINE……………46

A. Pengertian Herbal Medicine……………………………………………..46


B. Penyiapan Bahan Baku……………………..……………………………47
C. Sortasi (Pemilhan)………………...……………………………………...47

iii
D. Pencucian Dan Pembersihan……………………………………………..47
PERTANYAAN…………………..……………………………………..51

BAB V PROSES PENGOLAHAN BAHAN BAKU HERBAL MEDICINE…53

A. Persyaratan Pengolahan herbal Medicine………………………………53


B. Bahan Bakku Herbal Medicine…………………………………………55
PERTANYAAN …………………………………….………………….63

BAB VI PROSES PENGOLAHAN BAHAN BAKU HERBAL


MEDICINE……………………………………………………………………...64

A. Pengolahan bahan baku herbal medicine…………………………………64


B. Penyiapan bahan baku…………………………………………………….67
C. Pengolahan dan pengemasan……………………………………………...68
PERTANYAAN ………………………………………………………….72

BAB VII DASAR-DASAR PRODUKSI SECARA CPOB (GMP) DALAM


PRODUKSI HERBAA..........................................................................................77

A. Definisi CPOB dan CPOTB..........................................................................77

B. Persyaratan Dasar dari CPOB......................................................................79.

C. Cara Produksi Obat Tradisional Yang Baik CPOTB...................................79

D. Tersedia Semua Sasaran Yang Diperlukan Dalam CPOB..........................83.

E. Perkembangan CPOB...................................................................................84

F. Pengawasan Mutu.........................................................................................85

G. Pengkajian Mutu Produk..............................................................................86

PERTANYAAN…………………………...……………………..………………89

BAB VIII PROSES TAHAPAN PEMERIKSAAN HASIL PRODUKSI DAN


PEMERIKSAAN JAMUR PADA PEMBUATAN HERBAL………………...93

A. Proses Tahapan Pemeriksaaan Hasil Produksi Herbal Medicine…………..93

iv
B. Pemeriksaan Jamur Pada Pembuatan Herbal Medicine……………………106

PERTANYAAN ……………………………………………………………...110

BAB IX PENGEMBANGAN OBAT TRADISIONAL………………………111

A. Pengertian Obat Tradisional……………………………………………...111


B. Pengembangan Obat Tradisional atau bahan alam Indonessia…………..114
C. Penelitian Dan Pengembangan Obat Tradisional………………………...116
D. Peran Ilmu Kimia Dalam Peneliiaan Dan Pengembangan Obat
Tradisional………………………………………………………………..120

PERTANYAAN………………………………………………………………126

BAB X PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PRODUK HUKUM


YANG MENGATUR PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN HERBAL
MEDICINE…………………………………………………………………...128

A. Pengertian Obat Tradisional……………………………………………….128


B. Peraturan Perundang-Undangan Obat Tradisional ………………………..129
C. Peraturan Pemerintah……………………………………………………...132
D. Peraturan Kementerian Kesehatan………………………………………...135
E. Peningkatan Penelitian dan Pengembangan Herbal Medicine……………138

PERTANYAAN………………………………………………………………144

BAB XI Pemeriksaan Mutu Obat Tradisional………………………………..146

A. Defenisi Herbal Medicine............................................................................146


B. Parameter Mutu............................................................................................147
C. Pengawasan Mutu........................................................................................156
D. Pengkajian Mutu Produk..............................................................................161
E. Manajemen Resiko Mutu............................................................................164
PERTANYAAN………………………………………………………………167
BAB XII MENGURAIKAN PEMERIKSAAN MUTU PADA JENIS SEDIAAN
HERBAL MEDICINE DALAM PEMERIKSAAN MUTU HERBAL
MEDICINE……………………………………………………………………169

v
A. Pengertian mutu bahan obat tradisional.......................................................169
B. Parameter mutu............................................................................................170
C. Pengawasan mutu........................................................................................171
D. Pengkajian Mutu Produk.............................................................................175
E. Manajemen resiko mutu..............................................................................176
PERTANYAAN…………………………….……………………………..178

DAFTAR PUSTAKA……………………………………….…………………181

vi
i
BAB I

OBAT ASLI INDONESIA / HERBAL MEDICINE

A. Pengertian

Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan,mineral
maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mencegah, mengurangi
rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan atau menyembuhkan penyakit.
Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau khasiatnya bisa kita dapatkan. (
Parwata, I,M, 2016)

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan Jamu adalah salah satu bentuk obat
tradisional(Puspitasari, 2020).

Bagian dari obat tradisional yang banyak digunakan atau dimanfaatkan di


masyarakat adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga. Seperti
misalnya akar alang-alang dipergunakan untuk obat penurun panas. Rimpang
temulawak dan rimpang kunyit banyak dipergunakan untuk obat hepatitis.
Batang kina dipergunakan untuk obat malaria. Kulit batang kayu manis banyak
dipergunakan untuk obat tekanan darah tinggi. Buah mengkudu banyak
dipergunakan untuk obat kanker. Buah belimbing banyak dipergunakan untuk
obat tekanan darah tinggi. Daun bluntas untuk obat menghilangkan bau badan.
Bunga belimbing Wuluh untuk obat batuk.

1
B. Ruang Lingkup

Formularium ramuan obat tradisional Indonesia berisi informasi tentang jenis-


jenis tumbuhan obat yang tumbuh di Indonesia yang telah terbukti aman jika
digunakan sesuai aturan dan secara empiris bermanfaat untuk memelihara
kesehatan. Jenis tumbuhan obat yang terdapat dalam Formularium Ramuan
Obat Tradisonal juga bermanfaat untuk membantu mengurangi
keluhan/gangguan kesehatan. Informasi yang disajikan meliputi nama Latin,
nama daerah, bagian yang digunakan, manfaat, larangan, peringatan, efek
samping, interaksi, dosis, cara pembuatan/penggunaan dan daftar pustaka.
Tumbuhan obat ini kemudian dikelompokkan berdasarkan jenis gangguan
kesehatan ditegakkan secara emik (berdasarkan keluhan dari penderita).
(Keputusan Kemenkes No. HK.01.07/MENKES/187/2017).

C. Pengembangan Obat Tradisional atau Obat Bahan Alam Indonesia

Pemeliharaan & Pengembangan Pengobatan tradisional sebagai warisan


budaya bangsa (ETNOMEDISINE) terus ditingkatkan dan didorong
pengembangannya melalui penggalian, penelitian, pengujian dan
pengembangan serta penemuan obat-obatan termasuk budidaya tanaman obat
tradisional yang secara medis dapat dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini
dapat di formulasikan menjadi 5 hal fokok yang harus diperhatikan yaitu: (
Parwata, I,M, 2016)

1. Etnomedicine.

Etnomdisine merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang


yang harus dikembangkan, dikaji secara ilmiah dan dicatat
/didokumentasikan sebaik mungkin sebelum mengalami kepunahan atau
hilang. Adapun Etnomedicine yang digunakan sebagai acuan adalah :

a. Cabe Puyang warisan nenek moyang,


b. Ayur weda,
c. Usada Bali
d. Atlas tumbuhan obat Indonesia (Dalimarta)
e. Tumbuhan Obat Indonesia (Hembing)
f. Tumbuhan Berguna Indonesia (Heyne).

2. Agroindustry Tanaman Obat / Budidaya Tanaman Obat.

Tanaman obat biasanya digunakan persediaan untuk obat tradisional dan


bahan penghasil obat modern. Ketersediaan tanaman obat dalam jumlah
yang cukup atau memadai dengan kualitas yang cocok / tepat perlu dijaga

2
dalam jangka waktu yang panjang karena sering merupakan faktor penentu
dalam keberhasilan industri obat herbal baik yang masih berupa jamu,
Obat Herbal Terstandarisasi maupun Fitofarmaka.

Faktor lain yang dapat menentukan keberhasilan industri obat herbal


adalah kualitas obat yang ditentukan oleh lingkungan alam dimana
tanaman obat tersebut tumbuh. Hal ini merupakan bukti kuat bahwa
kandungan kimia tanaman obat sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
biotik maupun abiotik, letak geografis dan musim atau waktu panen.

3. Teknologi Kimia Dan Proses

Secara alamiah Indonesia dikaruniai keanekaragaman hayati dan


merupakan salah satu megacentre utama keanekaragaman hayati dunia.
Dengan sekitar 40.000 jenis tumbuhan.Berdasarkan penelusuran hampir
1000 jenis tanaman/tumbuhan secara turun temurun dipergunakan
sebagai obat tradisional.

Setiap tumbuhan berinteraksi dengan organisme lain dan mengalami evolusi.


Dalam proses interaksi dan evolusi ini, secara prinsip akan terjadi proses
adaptasi untuk mempertahankan keberadaan atau kelangsungan hidup masing-
masing species dari pengaruh lingkungannya. Dalam proses adaftasi ini
masing-masing species secara alamiah dilengkapi dengan kemampuan untuk
melakukan metabolisme sekunder dengan menggunakan metabolit primer
(hasil metabolisme primer) sebagai precursor untuk biosintesis metabolit
sekunder (sebagai hasil dari 21 metabolisme sekunder).

Melalui teknologi kimia dan proses, obat tradisional dapat dikembangkan agar
diperoleh bahan baku obat yang terstandarisasi atau zat kimia baru sebagai
“lead compounds” untuk pegembangan obat modern melalui eksplorasi sumber
daya alam atau bahan aktif tanaman obat tradisional. Eksplorasi sumber daya
alam atau bahan aktif tanaman obat tradisional dapat dilakukan dengan cara :

a. Ektraksi bahan tanaman obat dengan berbagai pelarut. (Etnomedisine)

b. Uji farmakologis awal ekstraks

c. Skrining fitokimia (Uji Kandungan Metabolit Sekunder : Terpen,


Steroid,Flavonoid,Senyawa Fenol, Alkaloid)

d. Isolasi bahan aktif dan penetapan struktur

e. Standarisasi sediaan fitofarmaka

3
f. Uji farmakologis lanjut isolate

g. Modifikasi struktur (QSAR)

h. Teknologi preformulasi untuk uji klinik selanjutnya

4. Teknologi farmasi dan kedokteran

Melalui teknologi farmasi dan kedokteran dapat dilakukan uji


bioaktivitasnya, uji praklinis, uji klinis, pembuatan sediaan
fitofarmakanya dan standarisasi bahan-bahan/simplisia sehingga warisan
turun temurun yang digunakan oleh nenek moyang dapat dikembangkan
secara ilmiah atau medis atau dapat dikembangkan sebagai obat yang
siap diresepkan oleh dokter atau sejajar dengan obatmodern. ( Parwata,
I,M, 2016).

D. Definisi Obat Bahan Alam

Obat bahan alam (herbal) adalah obat yang mengandung bahan aktif yang
berasal dari tanaman dan atau sediaan obat dari tanaman. Tanaman obat atau
sediaannya secara keseluruhan dipandang sebagai bahan aktif. Sediaan
tanaman obat adalah bahan tanaman yang sudah dihaluskan atau berbentuk
serbuk, ekstrak, tinktura, minyak lemak atau minyak atsiri. (Sudradjat, 2016)

Hasil perasan yang dibuat dari tanaman obat, dimana pembuatannya


melibatkan proses fraksinasi, pemurnian, dan pemekatan. Salah satu sebab
fitofarmaka digunakan secara luas di Jerman adalah karena keberadaan
kurikulum fitoterapi dalam pendidikan kurikulum pendidikan dokter dan
farmasi. Menurut pandangan kedokteran, fitoterapi tidak dipandang dari
kedokteran alternatif, tetapi sebagai bagian dari kedokteran tradisional
(konvensional). (Sudradjat, 2016)

E. Jenis dan Bahan Obat Alam

Jenis-jenis sediaan tradisional yang dibuat dari tanaman adalah sebagai berikut
(Sudradjat, 2016).

1. Teh (species)

Sediaan teh herbal mengandung satu atau lebih simplisia digunakan


untuk penggunaan per oral. Pembuatannya sesaat sebelum digunakan,
biasanya dikemas dalam bentuk rajangan atau bungkusan.

2. Dekok (decoctum)

4
Sediaan ini berupa sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi
simplisia dengan air pada suhu 90 0C selama 30 menit. Pembuatannya
simplisia dengan derajat halus tertentu dimasukkan ke dalam panci
dengan air secukupnya, kemudian dipanaskan di dalam penangas air
selama 30 menit, dihitung pada suhu mulai mencapai 90 0C sambil
sekali-sekali diaduk. Saring melalui kain flanel selagi panas, tambahkan
air secukupnya melalui ampas hingga diperoleh dekok yang dikehendaki.
Jika tidak dinyatakan perbandingan lain dan tidak mengandung bahan
berkhasiat keras, maka untuk 100 bagian dekok harus dipergunakan 10
bagian bahan dasar atau simplisia.

3. Infusa (infusum/rebusan)

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia
dengan air pada suhu 90 0C selama 15 menit. Cara ini adalah cara paling
sederhana untuk pembuatan sediaan herbal dari bagian tanaman yang lunak
seperti daun dan bunga. Contoh : Infus daun sirih (Folia Piperis betle).

4. Jus (succus)

Jus adalah sediaan cair yang dibuat melalui maserasi atau pengepresan
simplisia segar. Sediaan jus dibuat untuk tanaman yang tidak memiliki
kandungan kimia yang poten.

5. Sirup (sirupus)

Sirup adalah sediaan cair agak kental mengandung paling tidak 50%
sukrosa dan biasanya 60-65%. Kandungan gula ini dapat menghambat
pertumbuhan mikroba, sehingga dapat meningkatkan waktu hidup sediaan
obat. Sediaan sirup ditujukan untuk anak-anak.

6. Tingtur (tinctura)

Tingtur merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi


simplisia menggunakan alkohol atau hidroalkohol dengan cara maserasi
atau perkolasi menggunakan pelarut yang sesuai dengan monografi.
Kecuali dinyatakan lain, tingtur dibuat dengan jumlah simplisia 20% untuk
zat berkhasiat dan 10% untuk zat berkhasiat keras.

7. Ekstrak (ekstraktum)

Ekstrak adalah sediaan padat, kental, atau cair yang dibuat dengan
mengekstraksi simplisia menggunakan air, alkohol, atau hidroalkohol,
dengan metoda ekstraksi dan pelarut yang sesuai dengan monografi

5
masing-masing. Sekarang ini, teknologi pembuatan sediaan farmasi telah
digunakan pada obat herbal, untuk menarik konsumen dan memudahkan
penggunaannya, seperti kapsul, tablet, tablet salut, salep, krim, dan jel.
(Sudradjat, 2016).

F. Regulasi obat bahan alam

1. Obat tradisional atau jamu

Obat tradisional atau jamu adalah sediaan yang dibuat menggunakan


teknologi sederhana, dengan tingkat pembuktian keamanan dan khasiat
empirik. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik)
atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan Jamu adalah salah satu bentuk
obat tradisional (Puspitasari, 2020).

Jamu harus memenuhi kriteria :

a. aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

b. klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris.

c. memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

d. jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata- kata: ” Secara


tradisional digunakan untuk …”.

2. Obat herbal terstandarisasi (OHT)

Obat Herbal Terstandarisasi (OHT) adalah sediaan obat bahan alam yang
telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinik (pada hewan percobaan) dan bahan bakunya telah distandarisasi.

OHT harus memenuhi kriteria :

a. aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

b. klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ praklinik (pada hewan


percobaan).

c. telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam


produk jadi.

d. memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

6
Contoh OHT di Indonesia adalahAntangin JRG, OB Herbal, Mastin,
Lelap, Diapet.

3. Fitormaka

Fitofarmaka adalah obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik (pada hewan percobaan)
dan uji klinik (pada manusia), bahan baku dan produk jadinya sudah
distandarisasi.

Fitofarmaka memenuhi kriteria :

a. aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

b. klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/ praklinik (pada hewan) dan


klinik (pada manusia).

c. telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam


produk jadi.

d. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

e. Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian medium


dan tinggi.

Contoh fitofarmaka: Stimuno, Tensigard, Xgra, Nodiar, Inlacin,


VipAlbumin plus, Rheumaneer.

G. Jenis pengobatan tradisional di Indonesia

Pengobatan Tradisional adalah suatu upaya kesehatan dengan cara lain dari
ilmu kedokteran dan berdasarkan pengetahuan yang diturunkan secara lisan
maupun tulisan yang berasal dari Indonesia atau luar Indonesia. WHO
menyatakan Pengobatan tradisional ialah ilmu dan seni pengobatan
berdasarkan himpunan dari pengetahuan dan pengalaman praktek, baik yang
dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak, dalam melakuakn
diagnosis,prevensi dan pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik, mental
ataupun sosial. Berbagai jenis dan cara pengobatan tradisional terdapat dan
dikenal di Indonesia. Ada yang asli Indonesia dan ada pula yang berasal dari
luar negeri. Secara garis besar ada 4 jenis pengobatan tradisional yaitu
(Solihah, 2020).

7
1. Jenis pengobatan tradisional spiritual/ kebatinan

a. Pengobatan tradisional atas dasar kepercayaan

b. Pengobatan tradisional atas dasar agama

c. Pengobatan dengan dasar getaran magnetis

2. Pengobatan tradisonal dengan memakai peralatan/ rangsangan

a. Akupuntur, pengobatan atas dasar ilmu pengobatan tradisional Cina yang


menggunakan penusukan jarum dan penghangatan moxa (Daun Arthmesia
vulgaris yang di keringkan);

b. Pengobatan tradisional urut pijat

c. Pengobatan tradisional patah tulang

d. Pengobatan tradisional dengan peralatan (tajam/keras)

e. Pengobatan tradisional dengan peralatan benda tumpul.

8
DAFTAR PERTANYAAN

SOAL ESSAY

1. Jelaskan defenisi dari


a. Obat tradisional

b. Obat herbal terstanndar (OHT)

Jawaban :

1. a. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan Jamu adalah salah satu bentuk obat
tradisional(Puspitasari, 2020).
b. Obat herbal terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang disajikan
dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman
obat, binatang, maupun mineral. Selain proses produksi dengan
teknologi maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan
pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik seperti
standart kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak
tanaman obat, standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan
uji toksisitas akut maupun kronis.
2. Jelaskan sejarah obat tradisional di Imdonesia?

Jawaban :

Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa yang perlu terus


dilestarikan dan dikembangkan untuk menunjang pembangunan
kesehatan sekaligus untuk meningkatkan perekonomian rakyat. Untuk
dapat ikut meningkatkan pelayanan dan meningkatkan pemerintah dan
masyarakat itu sendiri. Selama ini industri jamu ataupun obat-obat
tradisional bertahan tanpa dukungan yang memadai dari pemerintah
maupun industri farmasi. Sementara iu tantangan dari dalam negeri
sendiri adalah sikap dari dunia medis yang belum sepenuhnya
menerima jamu dan obat tradisional. Merebaknya jamu palsu maupun
jamu yang bercampur bahan kimia beberapa waktu lalu, semakin
menambah keraguan masyarakat akan khasiat dan keamanan
mengkonsumsi jamu dan obat tradisional sudah lama dilakukan oleh
masyarakat. Obat tradisional ini tentunya sudah diuji bertahun-tahun

9
bahkan berabad-abad sesuai dengan perkembangan kebudayaan bangsa
Indonesia.

3. Sebut dan jelaskan bahan obat alam!

Jawaban :

1. Teh (species)

Sediaan teh herbal mengandung satu atau lebih simplisia digunakan


untuk penggunaan per oral. Pembuatannya sesaat sebelum digunakan,
biasanya dikemas dalam bentuk rajangan atau bungkusan.

2. Dekok (decoctum)
Sediaan ini berupa sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi
simplisia dengan air pada suhu 90 0C selama 30 menit. Pembuatannya
simplisia dengan derajat halus tertentu dimasukkan ke dalam panci
dengan air secukupnya, kemudian dipanaskan di dalam penangas air
selama 30 menit, dihitung pada suhu mulai mencapai 90 0C sambil
sekali-sekali diaduk. Saring melalui kain.

flanel selagi panas, tambahkan air secukupnya melalui ampas hingga


diperoleh dekok yang dikehendaki. Jika tidak dinyatakan perbandingan
lain dan tidak mengandung bahan berkhasiat keras, maka untuk 100
bagian dekok harus dipergunakan 10 bagian bahan dasar atau simplisia.

3. Infusa (infusum/rebusan)

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi


simplisia dengan air pada suhu 90 0C selama 15 menit. Cara ini adalah
cara paling sederhana untuk pembuatan sediaan herbal dari bagian
tanaman yang lunak seperti daun dan bunga. Contoh : Infus daun sirih
(Folia Piperis betle).

4. Jus (succus)

Jus adalah sediaan cair yang dibuat melalui maserasi atau pengepresan
simplisia segar. Sediaan jus dibuat untuk tanaman yang tidak memiliki
kandungan kimia yang poten.

5. Sirup (sirupus)

Sirup adalah sediaan cair agak kental mengandung paling tidak 50%
sukrosa dan biasanya 60-65%. Kandungan gula ini dapat menghambat

10
pertumbuhan mikroba, sehingga dapat meningkatkan waktu hidup sediaan
obat. Sediaan sirup ditujukan untuk anak-anak.

6. Tingtur (tinctura)

Tingtur merupakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi


simplisia menggunakan alkohol atau hidroalkohol dengan cara maserasi
atau perkolasi menggunakan pelarut yang sesuai dengan monografi.
Kecuali dinyatakan lain, tingtur dibuat dengan jumlah simplisia 20% untuk
zat berkhasiat dan 10% untuk zat berkhasiat keras.

7. Ekstrak (ekstraktum)

Ekstrak adalah sediaan padat, kental, atau cair yang dibuat dengan
mengekstraksi simplisia menggunakan air, alkohol, atau hidroalkohol,
dengan metoda ekstraksi dan pelarut yang sesuai dengan monografi
masing-masing. Sekarang ini, teknologi pembuatan sediaan farmasi telah
digunakan pada obat herbal, untuk menarik konsumen dan memudahkan
penggunaannya, seperti kapsul, tablet, tablet salut, salep, krim, dan jel.
(Sudradjat, 2016).

4. Faktor apa saja yang mendorong masyarakat menggunakan obat herbal?


Jawaban : Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat
herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada
saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan
obat modern untuk penyakit tertentu di antaranya kanker serta semakin luas
akses informasi mengenai obat herbal di .

5. Apa kekurangan dari obat tradisional?


Jawaban : Obat tradisional memiliki efek farmakologis yang lemah dan
lambat. Hal ini dikarenakan rendahnya kadar suatu senyawa dan juga
kompleksnya senyawa kimia yang terkandung di dalam tanaman obat
sebagai bahan dasar obat tradisional

11
BAB II

BAHAN BAKU HERBAL MEDICINE

A. Definisi Dasar Bahan Baku Herbal Medicine


1. Bahan Baku
Bahan Baku adalah semua bahan awal baik yang berkhasiat maupun
tidak berkhasiat yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan
dalam pengolahan Obat Tradisional.Tanaman atau bahan baku
dipergunakan dalam pengobatan tradisional atau pengobatan alternative.
Bahan baku obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena
menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkab efek samping,
karena masih bisa dicerna oleh tubuh. Bagian dari obat tradisional yang
banyak digunakan atau dimanfaatkan di masyarakat adalah akar,
rimpang, batang, buah, daun dan bunga. (BPOM No. 32, 2021)
Tanaman atau bahan baku dalam obat tradisional dibedakan menjadi
:
a. Bahan BakuMentah atau simplisia
Merupakan bahan berupa bahan segar, serbuk kering atau
diformulasikan. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan
sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga.
Simplisia dapat berupa bahan segar atau serbik kering yang sesuai
dengan standar farmakope. Simplisia dapat berupa simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.
1) Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,
bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat adalah ialah isi
sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau yang dengan
cara tertentu dikeluarkan dari selnya.

12
2) Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
berupa zat kimia murni
3) Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan
pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara
sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
Pengontrolan yang ketat terhadap bahan baku hasil kultivasi (pemilihan
bibit, pengontrolan lahan penanaman, saat panen, pengeringan dan atau 46
pengontrolan terhadap setiap tahap proses dari bahan baku sampai dengan
bentuksediaan jadi) dapat diharapkan terwujudnya suatu homogenitas bahan
obat / sediaan fitofarmaka. Kebanyakan simplisia yang beredar saat ini
berasal dari tumbuhan.Penamaan dari simplisia menggunakan bahasa Latin.
Penamaan Latin secara umum menandai atau menunjukkan salah satu ciri
dari simplisia yaitu dari bagian tanaman yang dipakai seperti misalnya radix
merupakan bagian akar dari suatu tanaman obat, nama latin lainnya dapat
dilihat berikut ini :

Gambar : table terminologi Penamaan Simplisida.

Bentuk simplisia dapat berupa bahan segar, serbuk kering atau


diformulasi. Kualitas atau mutu simplisia dalam bentuk serbuk kering
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti misalnya saat pemanenan, tempat

13
tumbuh, kehalusan serbuk dan tahapan-tahapan pembuatan serbuk. Karena
hal ini akan 47 mempengaruhi kandungan kimia aktif dari simplisia
tersebut. Kandungan kimia bahan baku yang berupa glikosida, alkaloid,
minyak atsiri, karbohidrat, flavonoid, steroid, saponin dan tanin, mudah
terurai karena berbagai hal seperti suhu, keasaman, sinar matahari,
kelembaban, kandungan anorganik tempat tumbuh dan mikroorganisme
pengganggu. (BPOM No. 32, 2021)
Adapun aturan-aturan atau garis-garis besar yang dipakai sebagi
pedoman dalam panen untuk bahan baku (simplisia) tanaman obat
dikarenakan Kandungan kimia juga berbeda-beda jika dipanen pada saat
yang berbeda.Hal ini adalah :
1) Biji, saat buah belum pecah (misal Ricinus communis, kedawung).
Caranya : buah dikeringkan, diambil bijinya. Biji dikumpulkan dan
dicuci, selanjutnya dikeringkan lagi.
2) Buah, dipanen saat masak. Tingkat masak suatu buah dapat dengan
parameter yang berbeda-beda, misal: perubahan tingkat kekerasan
(misal Cucurbita moschata), perubahan warna (misal melinjo, asam,
dll), perubahan bentuk(misal pare, mentimun), perubahan kadar air
(misal belimbing wuluh, jeruk nipis).
3) Pucuk daun, dipanen pada saat perubahan pertumbuhan dari vegetatif
ke generatif terjadi penumpukan metabolit sekunder, yaitu pada saat
berbunga.
4) Daun tua, diambil pada saat daun sudah membuka sempurna dan di
bagian cabang yang menerima sinar matahari langsung sehingga
asimilasi sempurna.
5) Umbi, dipanen jika besarnya maksimal dan tumbuhnya di atas tanah
berhenti
6) Rimpang, diambil pada musim kering dan saat bagian tanaman di atas
tanah mengering.
7) Kulit batang dipanen menjelang kemarau.

14
b. Bahan baku ekstrak tanaman obat
Merupakan bahan baku berupa cairan segar, ekstrak atu rebusan,
tingtur, galenik, atau formula ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dan sirup,
keduanya seperti obat- obat tradisional dan modern. Sediaan obat dalam
bentuk ekstrak (monoekstrak) mengandung camapuran senyawa kimia yang
kompleks.Masing-masing komponen senyawa mempunyai efek
farmakologis yang berbeda-beda dengan efek yang ditimbulkan secara
keseluruhan. Komponen senyawa aktif yang terkandung dalam suatu
sediaan ekstrak tanaman obat dapat dibedakan atas :
1) Senyawa aktif utama
2) Senyawa akti sampingan
3) Senyawa ikutan (antara lain: selulosa, amilum, gula, lignin, protein,
lemak).
Keseluruhan senyawa tersebut di atas akan berperan sehingga
menimbulkan efek farmakologis secara keseluruhan baik secra sinergis
maupun antagonis. Golongan senyawa yang aktivitasnya dominan disebut
senyawa aktif utama (hanya pada beberapa sediaan saja dapat diterangkan;
terutama pada senyawa-senyawa aktif yang sudah benar-benar diketahui).
Pengaruh-pengaruh golongan senyawa lain dapat memperkuat atau
memperlemah efek akhirnya secara keseluruhan.
Sediaan ekstrak dapat dibuat pada simplisia yang mempunyai :
1) Senyawa aktif belum diketahui secara pasti.
2) Senyawa aktif sudah dikenal, tetapi dengan isolasi, harganya menjadi
lebih mahal.
3) Senyawa aktif sudah diketahui tetapi dalam bentuk murni tidak stabil.
4) Efektivitas tumbuhan hanya dalam bentuk segar saja, bila telah melalui
proses pengeringan menjadi tidak berefek.
5) Efek yang timbul merupakan hasil sinergisme.
6) Efek samping berkurang bila dibanding dengan bentuk murni.
7) Efek tidak spesifik, hanya efek psikosomatik.
8) indeks terapetik dalam bentuk campuran relatif lebih lebar bila
dibanding dengan indeks terapi dalam bentuk murni.

15
Penggunaan ekstrak kering sebagai bahan obat, harus diperhatikan
kelarutannya.Secara sensorik diperlukan uraian tentang warna dan bau (bila
telah dipastikan bahwa sediaan tidak toksik, dapt dilakukan uji rasa).Pada
ekstrak kering diperlukan uraian tentang kecepatan kelarutan; untuk ini
derajad halus partikel memegang peranan penting (diuji dengan berbagai
macam ayakan dan diuji pula banyaknya partikel per satuan luas di bawah
mikroskop).Sediaan ekstrak dapat dibuat dengan beberapa cara yaitu :
1) Destilasi uap dan pemisahan minyak atsiri
2) Destilasi fraksional minyak atsiri
3) Ekstraksi dengan metoda maserasi
4) Ekstraksi dengan metoda Perkolasi
5) Ekstraksi dengan metode Soxhlet.
6) Ekstraksi dengan metoda refluk Ekstrak cair yang diperoleh selanjutnya
dipekatkan dengan rotari epavourator sehingga diperoleh ekstrak kental
atau kering yang dengan teknologi farmasi atau formulasi dapat dibuat
bentuk-bentuk sediaan ekstrak seperti misalnya tablet, capsul dan lain-
lain. Beberapa Tanaman obat yang dipergunakan untuk produksi
ekstrak total atau murni yang terstandarisasi sebagai sediaan
fitofarmaka dan dikembangkan menjadi obat modern seprti yang
ditunjukkan berikut ini :

16
Gambar 2. Tabel tanaman untuk pproduksi ekstrak total atau
murni yang terstandarisasi dan dapat dikembangkan sebagai
sediaaan fitofarmaka atau obat modern.

2. Herbal Medicine
Obat herbal atau herbal medicine didefinisikan sebagai bahan baku atau
sediaan yang berasal dari tumbuhan yang memiliki efek terapi atau efek lain
yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Komposisinya dapat berupa bahan
mentah atau bahan yang telah mengalami proses lebih lanjut yang berasal dari
satu jenis tumbuhan atau lebih . Sediaan herbal diproses melalui proses
ekstraksi, fraksinasi, purifikasi, pemekatan atau proses fisika lainnya; atau
diproduksi melalui proses biologi. Produk herbal dapat berisi eksipien atau
bahan inert sebagai tambahan bahan aktif. (BPOM No. 32, 2021)
Obat herbal merupakan bahan baku atau sediaan yang berasal dari tumbuhan
yang memiliki efek terapi yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Dapat
berupa bahan mentah atau bahan yang telah mengalami proses lebih lanjut yang
berasal dari tumbuhan. Obat herbal dapat diterima secara luas di beberapa negara

17
berkembang dan negara maju, hingga 80% penduduk dari negara berkembang
dan 65% penduduk dari negara maju telah menggunakan obat herbal.
Perkembangan selanjutnya obat tradisional kebanyakan berupa campuran
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sehingga dikenal dengan obat herbal
Khusus untuk Obat herbal ada 3 : Jamu, obat herbal terstandarisasi dan
fitofarmaka. Obat tradisional merupakan salah satu warisan nenek moyang atau
leluhur yang secara turun temurun dipergunakan dalam proses mencegah,
mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan penyakit, luka dan mental
pada manusia atau hewan. Sebagai warisan nenek moyang yang dipergunakan
secara turun temurun Bentuk sediaan masih sederhana berupa serbuk, pil,
seduhan atau rajangan simplisia, klaim kahsiatnya masih berdasarkan data
empiris.Obat tradisional sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, jamu, obat herbal
terstandar dan fitofarmaka. (BPOM No. 32, 2021)
a. Jamu
Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang memiliki klaim sehat dan
keamanan berdasarkan data empiris yang telah digunakan secara turun-
temurun. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis.
Jamu banyak disediakan dalam bentuk seduhan atau cairan yang berisi
seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu. Pada umumnya, jenis
ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun
dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara
5-10 macam atau lebih. Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan
masyarakat melewati 3 generasi. Bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun,
sebuah ramuan disebut jamu jika bertahan minimal 180 tahun. Contoh jamu
adalah Tolak Angin, Antangin, Wood Herbal, Diapet Anak dan Kuku Bima
Gingseng. Keputusan Kepala BPOM RI nomor HK.00.05.4.2411
menetapkan bahwa kelompok jamu harus mencantumkan logo dan tulisan
“JAMU”. Logo berupa “RANTING DAUN” terletak dalam lingkaran
dicetak dengan warna hijau diatas dasar warna putih atau warna lain yang
mencolok. Tulisan “JAMU” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan
warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang mencolok.

18
b. Obat herbal terstandar (OHT)
Obat Herbal Terstandar adalah sediaan obat berbahan baku alami,
bahan bakunya telah ada pembuktian keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah seperti: Diapet, Lelap, Fitolac, dan Diabmenee. Keputusan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.00.05.4.2411 menetapkan bahwa Obat Herbal Terstandar harus
mencantumkan logo berupa “JARI-JARI DAUN 3 PASANG” terletak
dalam lingkaran. Logo dicetak dengan warna hijau di atas warna putih atau
warna lain yang mencolok. Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”
harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar
warna putih atau warna lain yang mencolok.
c. Fitofarmatika
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah distandardisasi,
status keamanan dan khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji
praklinik pada hewan dan uji klinik pada manusia sehingga dapat
disejajarkan sengan obat modern. Contoh fitofarmaka adalah Stimuno,
Tensigard, dan Nodiar. Menurut keputusan Kepala BPOM, fitofarmaka
harus mencantumkan logo berupa “JARI- JARI DAUN” yang membentuk
bidang dan terletak dalam lingkaran. Logo dicetak dengan warna hijau di
atas dasar putih atau warna lain yang mencolok. Tulisan
“FITOFARMAKA” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna
hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang mencolok.
Menurut penelitian, dari seluruh kegiatan penginderaan manusia, 80%
adalah penginderaan melalui penglihatan atau kasatmata (visual). Karena
itulah, unsur-unsur grafis dari kemasan antara lain: warna, bentuk, merek,
ilustrasi, huruf dan tata letak merupakan unsur visual yang mempunyai
peran terbesar dalam proses penyampaian pesan secara kasatmata (visual
communication). Agar berhasil, penampilan sebuah kemasan harus
mempunyai daya tarik. Daya tarik pada kemasan dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu daya tarik visual (estetika) dan daya tarik praktis
(fungsional). Keunikan suatu produk dapat dengan mudah menarik
perhatian konsumen, keunikan ini terlihat dari atribut yang dimiliki oleh

19
suatu produk. Atribut produk terdiri atas tiga jenis, yaitu ciri-ciri atau rupa
(features), fungsi (function), dan manfaat (benefit). Ciri-ciri dapat berupa
ukuran, komponen atau bagian, bahan dasar, proses manufaktur, servis atau
jasa, penampilan, harga, susunan, maupun merek dagang (trademark), dan
lain-lain. Sementara manfaat dapat berupa kegunaan, kesenangan yang
berhubungan dengan indera, manfaat non material, dan manfaat langsung
maupun tidak langsung. Sedangkan atribut fungsi biasa digunakan sebagai
ciri atau manfaat dari penggunaan suatu produk.
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dan
bahan-bahan tersebut, yang secara traditional telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman. Hal ini sesuai dengan izin dari Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan No.32 tahun 2019 tentang rencana induk
pengembangan bahan baku obat tradisional . Berdasarkan data riset dari
Badan Litbang Kementrian Kesehatan (Riset Tumbuhan Obat dan
Jamu/RISTOJA), telah ditemukan sebanyak 10.047 ramuan tradisional yang
telah digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk pengobatan 74 indikasi
penyakit. Indikasi terbanyak adalah untuk batuk, demam, kencing manis,
mencret, darah tinggi, sakit pinggang, sakit kulit, luka terbuka dan perawatan
pra/pasca persalinan. Pada ramuan tersebut menggunakan sekitar 19.871
tanaman obat, dimana 16.218 diantaranya telah berhasil diidentifikasi
hingga ke tingkat spesies sebanyak 1.559 spesies/jenis [5].Data ini
menunjukkan besarnya potensi yang dimiliki Indonesia dalam
pengembangan obat tradisional. (BPOM No. 32, 2021)

B. Persyaratan Herbal Medicine Pada Bahan Baku Herbal Medicine

Badan POM RI menggolongkan obat tradisional kedalam 3 golongan yaitu:


jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Pengelompokan ini didasarkan pada
proses pembuatan dan bentuk sediaan serta cara dan tingkat pembuktian
mengenai manfaat dan mutunya masing-masing. Jamu adalah sediaan obat
bahan alam yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan

20
dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat; obat herbal
terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah distandardisasi bahan
bakunya dan telah memenuhi persyaratan aman dan mutusesuai dengan
persyaratan yang berlaku serta klaim khasiat dibuktikan secara
ilmiah/praklinik; sedangkan fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah
distandardisasi bahan baku dan produk jadinya, telah memenuhi persyaratan
mutu sesuai dengan persyaratan yang berlaku, status keamanan dan
khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji klinik. Pada saat ini, untuk
golongan obat herbal terstandar dan fitofarmaka menjadi perhatian pemerintah
Indonesia dalam pengembangan obat tradisionaldalam rangka mengatasi impor
bahan baku obat konvensional yang tinggi. (BPOM No. 32, 2021)
Mengacu pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan no. 32 tahun 2019
tentang Persyaratan Keamanan Dan Mutu Obat Tradisional antara lain :
1. Pelaku Usaha wajib menjamin keamanan dan mutu Obat Tradisional yang
dibuat, diimpor, dan/atau diedarkan di wilayah Indonesia sebelum dan selama
beredar.
2. Pelaku usaha wajib Untuk menjamin keamanan dan mutu Obat Tradisional
sebagaimana meliputi Bahan Baku dan Produk Jadi yang tercantum dalam
tercantum Farmakope Herbal Indonesia atau Materia Medika Indonesia yang
diterbitkan oleh Menteri Kesehatan, persyaratan keamanan dan mutu yang
digunakan dapat mengacu standar persyaratan farmakope negara lain, referensi
ilmiah yang diakui, dan/atau data ilmiah yang sahih. Contoh bahan baku yaitu,
Obat Tradisional: Jamu, Obat Tradisional Impor, dan Obat Tradisional Lisensi.
Kemudian Produk Jadi termasuk Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka
3. Persyaratan keamanan dan mutu Produk berupa parameter uji. Parameter uji
sebagaimana meliputi:
a. Organoleptic
b. Kadar air
c. Cemaran mikroba
d. Aflatoksin total
e. Cemaran logam berat
f. Keseragaman bobot

21
g. Waktu hancur
h. Volume terpindahkan
i. Penentuan kadar alcohol dan Ph
4. Persyaratan Uji kualitatif dan kuantitatif produk jadi tertentu meliputi:
a. bahan baku Obat Herbal Terstandar
b. bahan aktif pada bahan baku dan produk jadi Fitofarmaka
c. residu pelarut produk dengan pelarut ekstraksi selain etanol dan/atau air
yang ditetapkan penggunaannya berdasarkan persetujuan registrasi
d. produk lain yang berdasarkan kajian membutuhkan uji kualitatif dan/atau
kuantitatif.
5. Pemenuhan persyaratan keamanan dan mutu dibuktikan melalui pengujian di
laboratorium yang terakreditasi dan/atau laboratorium internal industri atau
usaha Obat Tradisional yang diakui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
6. Pendaftar harus mengajukan permohonan pengkajian kepada Kepala Badan
melalui Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan
Kosmetik.
7. Kepala Badan melalui Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Suplemen
Kesehatan dan Kosmetik melakukan evaluasi terhadap pengajuan permohonan
pengkajian sebagaimana yang telah dinyatakan memenuhi kelengkapan
dokumen.
8. Setelah permohonan disetujui dan memenuhi kelengkapan dokumen serta lulus
uji laboratorium dan lainnya, barulah pendaftar dapat melanjutkan ke proses
registrasi untuk ijin edar sehingga obat tradisional dapat dipasarkan. (BPOM No.
32, 2021)

22
PERTANYAAN

SOAL ESSAY

1. Jelaskan defenisi, klasifikasi bahan baku herbal medicine?


Jawaban :

Bahan Baku adalah semua bahan awal baik yang berkhasiat maupun tidak
berkhasiat yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam
pengolahan Obat Tradisional. Tanaman atau bahan baku yang dipergunakan
dalam pengobatan tradisional atau pengobatan alternatif dapat berupa. Bahan
baku Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa
penelitian tidak terlalu menyebabkab efek samping, karena masih bisa dicerna
oleh tubuh. Bagian dari obat tradisional yang banyak digunakan atau
dimanfaatkan di masyarakat adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan
bunga. Tanaman atau bahan baku dalam obat tradisional dibedakan menjadi

a. Bahan Baku Mentah atau simplisia

Merupakan bahan berupa bahan segar, serbuk kering atau diformulasikan.


Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga. Simplisia dapat berupa bahan segar atau
serbik kering yang sesuai dengan standar farmakope. Simplisia dapat berupa
simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.

b. Bahan baku Ekstrak tanaman obat


Hal ini yang dapat berupa cairan segar, ekstrak atu rebusan, tingtur, galenik,
atau formula ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dan sirup, keduanya seperti
obat- obat tradisional dan modern. Sediaan obat dalam bentuk ekstrak
(monoekstrak) mengandung camapuran senyawa kimia yang kompleks.
Masing-masing komponen senyawa mempunyai efek farmakologis yang
berbeda-beda dengan efek yang ditimbulkan secara keseluruhan. Komponen
senyawa aktif yang terkandung dalam suatu sediaan ekstrak tanaman obat.

23
2. Jelaskan defenisi, klasifikasi dan kriteria simplisida yang baik sebagai bahan baku
obat tradisional?
Jawaban :
a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman
atau eksudat tanaman. Eksudat adalah ialah isi sel yang secara spontan keluar
dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya.
b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan
atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia
murni.
c. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan
belum berupa zat kimia murni.

Bentuk simplisia dapat berupa bahan segar, serbuk kering atau


diformulasi. Kualitas atau mutu simplisia dalam bentuk serbuk kering
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti misalnya saat pemanenan, tempat
tumbuh, kehalusan serbuk dan tahapan-tahapan pembuatan serbuk. Karena hal
ini akan 47 mempengaruhi kandungan kimia aktif dari simplisia tersebut.

24
Kandungan kimia bahan baku yang berupa glikosida, alkaloid, minyak atsiri,
karbohidrat, flavonoid, steroid, saponin dan tanin, mudah terurai karena
berbagai hal seperti suhu, keasaman, sinar matahari, kelembaban, kandungan
anorganik tempat tumbuh dan mikroorganisme pengganggu.
Adanya masalah tersebut maka standardisasi sangat diperlukan agar
produk yang dihasilkan seragam dari waktu ke waktu. Bentuk atau bagian
bahan baku yang dipergunakan akan mempengaruhi proses atau tahap-tahap
pembuatan serbuk kering (kehalusan) dari simplisia yang nantinya akan
mempengaruhi proses ekstraksi. Bentuk kayu dan akar umumnya keras, cara
pengerjannya lain dengan bentuk bunga, daun, rimpang, dan daun buah yang
lunak. Umumnya bahan tersebut dipotong tipis-tipis atau diserbuk kasar,
tergantung cara masing-masing industri.
3. Bahan bahan apa saja yang dilarang pemakaiannya untuk pembuatan obat
tradisional?
Jawaban : Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, obat
tradisional dilarang menggunakan:
a. Bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat;
b. Narkotika atau psikotropika;
c. Hewan atau tumbuhan yang dilindungi.
4. Apa yang dimaksud dengan tanaman obat tradisional?

Jawaban : Tanaman obat tradisional, merupakan spesies tumbuhan yang diketahui


atau dipercaya memiliki khasiat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional.

5. Apa yang dimaksud dengan bahan baku obat?

Jawaban : Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat
yang digunakan dalam pembuatan obat dengan standar dan persyaratan mutu
sebagai bahan baku farmasi.

25
BAB III

SUMBER-SUMBER BAHAN BAKU HERBAL MEDICINE

A. Pengertian herbal medicine

Obat alami adalah sediaan obat, baik berupa obat tradisional, fitofarmaka dan
farmasetik, dapat berupa simplisia (bahan segar atau yang dikeringkan), ekstrak,
kelompok senyawa atau senyawa murni yang berasal dari alam, yang dimaksud
dengan obat alami adalah obat-obatan yang berasal dari alam, tanpa rekayasa atau
buatan, bisa berupa obat yang biasa digunakan secara tradisional, namun cara
pembuatannya dipermodern. Apabila obat tersebut diperuntukkan bagi hewan maka
obat alami tersebut diberi keterangan tambahan “untuk hewan”.

Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun-temurun,


berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat,
baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional. Menurut penelitian masa kini,
obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan dan saat ini
penggunaannya cukup gencar dilakukan karena lebih mudah dijangkau masyarakat,
baik harga maupun ketersediaannya.

Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian
tidak terlalu menyebabkan efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh.
Bagian dari obat tradisional yang banyak digunakan atau dimanfaatkan di masyarakat
adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga.

Seperti misalnya akar alang-alang dipergunakan untuk obat penurun panas. Rimpang
temulawak dan rimpang kunyit banyak dipergunakan untuk obat hepatitis. Batang kina
dipergunakan untuk obat malaria. Kulit batang kayu manis banyak dipergunakan untuk
obat tekanan darah tinggi. Buah mengkudu banyak dipergunakan untuk obat kanker.

Buah belimbing banyak dipergunakan untuk obat tekanan darah tinggi. Daun bluntas
untuk obat menghilangkan bau badan.

Herbal medicine atau obat asli adalah suatu obat bahan alam dan ramuannya, cara
pembuatannya, pembuktian khasiat, keamanan, serta cara pemakaian berdasarkan
berdasarkan pengetahuan - pengetahuan tradisional suatu daerah.

Obat bahan alam adalah semua obat yang berasal dari bahan alam yang dalam proses
pembuatannya belum merupakan isolat murni. Obat bahan alam dapat berupa obat asli,
obat tradisional atau pengembangan dari keduanya.

26
B. Sumber bahan baku obat tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tambahan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sari atau gelenik atau campuran dari bahan
tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman (Wasito,2011:1)

Tanaman obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan alam yang
berasal dari tumbuhan yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (Nursiyah, 2013:9)

1) Bahan alam sebagai sumber bahan baku obat tradisional

Tanaman atau bahan baku yang digunakan dalam pengobatan tradisional atau
pengobatan alternatif dapat berupa :

Bahan mentah atau simplisia dapat berupa bahan segar, serbuk kering atau
diformulasi.

Sumber pemanfaatan bahan baku herbal yang digunakan dalam pembuatan obat
tradisional dapat berasal dari tumbuhan-tumbuhan, hewan, bahan-bahan mineral
ataupun dalam bentik campuran dari bahan-bahan tersebut.

2) Bahan mentah atau simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang


belum mengalami pengolahan apapun juga. Simplisia dapat berupa bahan segar
atau serbik keringyang sesuai dengan standar farmakope. Simplisia dapat
berupa simpisia nabati, simpisia hewani dan simpisia pelikan atau mineral.

Simpisia nabati adalah simpisia yang berupa tanaman utuh, bagian


tanaman atau eksudat tanaman. Simpisia hewani adalah simpisia yang berupa
hewan utuh, bagian hewan atau zat-zatberguna yang dihasilkan oleh hewan dan
belum berupa zat kimia murni. Simpisia pelikan atau mineral adalah simplisia
yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah
dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

a. Tanaman liar sebagai sumber obat tradisional

Banyak tumbuhan yang tumbuh liar sekitar kita. Dan banyak dari kita
menganggap tumbuhan tersebut sebagai tumbuhan pengganggu, gulma dan
bahkan tidak mengacuhkannya dan menginjak-injaknya. Padahal tanaman
ini mengandung banyak zat berkhasiat.

27
Tumbuhan obat mempunyai khasiat untuk mengobati berbagai penyakit
dan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan obat tradisional maupun
modern.

Tumbuhan liar memiliki khasiat dapat digunakan sebagai obat dalam


penyembuhan maupun pencegahan penyakit. Bagian dari tumbuh-tumbuhan yang
dijadikan obat adalah akar, batang, daun, buah, biji, bunga, kulit, dan paling sering
dijadikan obat adalah daun, akar yang digunakan dalam pembuatan obat herbal dan
obat tradisional. Contoh tanaman liar sumber obat tradisional:

1) Putri malu (Mimosa pudica L)

2) Meniran (Phylanthus Urinaria)

3) Patikan kebo (Euphorbia hirta L)

4) Pegangan (Centella asiatica L)

5) Urang aring (Eclipta alba hassk)

Dan masih banyak lagi

1) Putri malu

Tanaman putri malu atau tanaman yang memiliki nama latin Mimosa Pudica
Linn merupakan tanaman yang tumbuhan liar dan melimpah di negara indonesia.
Tanaman putri malujuga memiliki sinonim nama lain yaitu Mimosa Asperata
Blanco. Karena habitat tanaman yang dapat timbul diberbagai tempat maka terdapat
nama-nama berbeda dimasing-masing daerah tumbuh.

Tanaman putri malu (Mimosa Pudica Linn) memiliki beberapa kandungan yang
berkhasiat untuk dijadikan sebagai sumber obat-obatan. Kandungan tersebut
diantaranya yaitu alkaloid, glikosida, vflavonold, dan tanin (Kumaresan R et al,
2015)

2) Meniran

Meniran merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah tropis yang tumbuh liar
ditempat yang lembab dan berbatu, serta tumbuh di hutan, pada umumnya tanaman
ini tidak dipelihara karena dianggap tumbuhan rumput biasa.

Maniran (Phyllanthus niruri, L) banyak mengandung beberapa senyawa yaitu :


flavonoid, tanin, alkaloid, lignan, dan saponin.

28
3) Patikan kepo

Patikan kebo (euphorbia hirta L) merupakan tanaman herba merambat yang


hidup di permukaan tanah, terutama pada daerah yang beriklim tropis. Pastikan
kebo (Euphorbia hirta L) termasuk tanaman liar yang biasa tumbuh di permukaan
tanah yang tidak terlalu lembab dan ditemukan secara terpencar satu sama lain
9Heyne, 1987 dalam Hamdiyati, dkk.2008).

Khasiat pada tanaman patikan kebo (Euphorbia hirta L) telah dimanfaatkan


sebagai obat untuk mengobati baerbagai penyakit. Berikut merupakan khasiat dari
daun patikan kebo, diantaranya mengobati radang tenggorokan, bronkhitis, asma,
radang perut, diare, disentri, kencing darah, radang kelenjar susu dan payudara,
bengkak, penyakit eksim, dan berak darah. Tanaman ini memiliki rasa agak pahit,
asam sejuk, dan sedikit beracun. Tanaman patikan kebo (Euphorbia hirta L)
mempunyai zat-zat kimia yang dapat berkhasiat antara lain yaitu mempunyai efek
farmakologis antiinflamasi, peluruh air seni dan menghilangkan gatal dan seluruh
bagian tanaman patikan kebodapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit
antara lain asbes paru, bronchitis kronis, asma disentri, melancarkan kencing,
radang kelenjar susu atau payudara dan tipus abdominalis (Hariana, 2006)

4) Pegagang

Pagangan mengandung beberapa senyawa bioaktif seperti asiatikosida berupa


glikosida, yang banyak digunakan dalam ramuan obat tradisional atau jamu, baik
dalam bentuk ramuan maupun sebagai bahan tunggal. Asiatikosida berkhasiat
meningkatkan vitalitas dan daya ingat serta mengatasi pikun yang berkaitan erat
dengan asam nukleat. Glikosida dan triterpenoid adalah triterpenoid asiatikosida
turunan (Brotosisworo 1979)

Beberapa khasiat tanaman pegangan adalah sebagai obat lemah syaraf,


demam, bronkhitis, kencing manis, psikoneurosis, wasir, dan tekanan darah
tinggi, penambah nafsu makan, dan untuk menjaga vitalitas . disamping
asiatkosida, tanaman pegangan juga mengandung resin, tanin, minyak atsiri,
sitosterol yang terdiri atas gliserida, asam oleat, linoleat, palmitat, stearat
sentoat, dan sentelat yang berguna untuk meningkatkan sistem imun
tubuh.tanaman pegangan mengandung senyawa glikosida madekosida pada
sebagian daun dan tangkai daun dan senyawa tersebut memiliki efek
antiinflamasi dan antikeloid. Senyawa vallerin terdapat dalam daun dan resin
ditemukan dalam akar. Kedua senyawa tersebut memberikan rasa pahit atau
mengandung asam pekat (Pramono 1992)

29
5) Urang Aring

Daun urang aring merupakan daun yang berasal dari tanaman yang memiliki
nama yang sama, yaitu tanaman urang aring. Tanaman urang aring ini memiliki
nama latin Eclipta Alba. tanaman urang aring ini biasanya ditemukan sebagai
gulma atau hama tanaman, dan juga merupakan salah satu jenis tanaman liar, yang
biasanya tidak dibudidayakan secara khusus. Tanaman urang aring biasanya dicari
di kebun – kebun ataupun hutan, dan yang paling banyak dimanfaatkan adalah
daunnya, karena daunnya dipercaya memiliki khasiat dan manfaat bagi tubuh.
Selain itu, urang aring juga memiliki banyak manfaatnya, antara lain sebagai salah
satu bahan campuran pada shampoo, karena dipercaya sangat baik untuk
kesehatan rambut. Daun urang aring juga dikenal luas dan mendunia. Hal ini
terbukti dari beberapa sebutan dari daun urang aring yang berbeda – beda. Dalam
bahasa inggris, daun urang aring dikenal dengan istilah false daisy, dalam bahasa
Malaysia disebut daun sipat, dan juga sering dikenal dengan nama daun tinta.

b. Tanaman budidaya sebagai sumber obat tradisional

Tanaman obat dapat menghasilkan keuntungan besar apabila


dibudidayakan dengan baik, salah satunya sebagai penyedia bahan baku obat
tradisional untuk masyarakat dan untuk memenuhi kebutuhan industry. (Hargono
1993)

Secara turun temurun masyarakat khususnya yang mempunyai


pekarangan baik sempit maupun luas memanfaatkan pekarangannya untuk
ditanami berbagai macam tanaman yang dapat dikonsumsi maupun digunakan
sebagai sumber tanaman obat keluarga (Toga). Tanaman obat sangat populer
digunakan sbagai bahan baku obat tradisional dan jamu, yang jika dikonsumsi
akan meningkatkan system kekebalan tubuh, karena tanaman ini mempunyai sifat
spesifik sbagai tanaman obat yang bersifat pencegahan dan promotin. Tanaman
obat sangat bermanfaat dalam dunia khususnya sebagai bahan baku obat
tradisional. Contoh tanaman budidaya:

1) Kunyit

2) Kencur

3) Jahe

4) Lengkus

5) kapulaga

30
1) Kunyit

kunyit merupakakan yang tergolong dalam kelompok jahe-jahean dengan


warna yang khas yaitu kuning. 13. tanaman ini berbatang basah dengan batang
berwarna hijau atau keunguan tinggi batangnya sampai 0.75 m, berdaun 4 sampai 8
helai dan berbentuk lonjong, bunga majemuk berwarn merah atau merah muda. 13
bunga kunyit berwarna cokelat dan di tenganya berwarna mererah-merahan dan
kuning.

kunyit mengandung protein ( 6,3 %), lemak (5, 1 %), mineral (3, 5%),
karbohidrat (69, 4%), dan moisture (13, 1%) . terdapat minyak esensial (5, 8%) yang
diperoleh melalui diatalasi uap dari rhizoma/rimpang tanaman kunyit yang
mengandung phellandrene (1%) , sabinene (0, 6 %), cineplex (1%) , borneol ( 0,5%),
zingibernene dan sesquiterpenes (53%). cucurmin ( diferuloyimethane) (3-4%)
membuat warna rhizoma kunyit menjadi kuning dan terdiri dari curcumin I (94%),
curcumin II (6%) dan curcumin III (0, 3%). Derivatif dari curcumin berupa
demethoxy, bisdemethoxy, dan curcumenol juga diperoleh melalui disitulasi uap
rhizomaia.

2) Kencur

Kencur merupakan terna tahunan, berbatang basal tidak begitu tinggi,


lebih kurang 20 cm dan tumbuh dalam rumpun. daun tinggal tunggal,
berwarna hijau dengan pinggir merah kecoklatan bergelombang . bentuk
daun jorong lebar sampai bundar, panjang 7-15 cm , lebar 2-8 cm, ujung
runcing , pangkai berkeluk, dan tepinya rata. permukaan daun bagian atas
tidak berbulu, sedangkan bagian bawah berbuluh halus . tangkai daun
pendek, berukuran 3-10 cm, pelepah terbenam dalam tanah, panjang 1,5-3, 5
cm , berwarna putih. jumlah daun tidak lebih dari 2-3 lembar dengan
susunan berhadapan ( Damayanti, 2008)

Rimpang kencur paling banyak mengandung alkaloid dan minyak atsiri,


yang terdiri atas sineol , asam sinamat, etil ester, kamphene, paraeumarin dan
asam anisa ( Gendrowati, 2013).

Kencur (kaemfria galanga L.) banyak digunakan sebagai bahan baku


obat tradisional (jamu) , fitoframaka, industri kosmetika, pembedaap
makanan dan minuman, rempah , serta bahan campuran saus, rokok pada
industri rokok kretek. secara empirik kencur digunakan sebagai penambah
nafsu makan, infeksi bakteri, obat batuk, disentri, tonikum, ekspektoran,
masuk angin , sakit perut ( puji harti, 2012). kencur juga juga memeliki
bermacam-macam kegunaan lain. diantaranya sebagai anti bakteri, anti fungsi
analgesik, anti-infalmasi, antioksidan, antivirus, anti hipertensi, anti

31
karsinogenik, antinosiseptif, anti tubercolosis dan larvasida . minyak atsiri
rimpang kencur juga digunakan sebagai bahan farfum, obat-obatan, dan untuk
aromaterapi ingatan dan pijat untuk mengurangi kecemasan, steres , dan depresi
(kumar.2014).

3) Jahe

menurut parah ahli, jahe (Zingiber officinale Roscoe. ) berasal dari asi tropik,
yang terbesar dari India sampai cina. oleh karena itu, kedua bangsa itu disebutkan
sebgai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe, terutama sebagai bahan
Minuman, bumbu masakan, dan obat-obatan tradisional. belum diketahui secara
pasti sejak kapan mereka mulai memanfaatkan jahe, tetapi mereka sudah
mengenal dan memahami bahwa minuman jahe cukup memberikan keuntungan
bagi hidupnya ( Santoso, 1994).

jahe banyak mengandung berbagai fitokimia dan foto nutrien. beberapa zat
yang terkandung dalam jahe adalah minyak atsiri 2-3% pasti 20-60% oleoresin,
damar, asam organik, asam lamar, asam oksalat, gingerin, gingerin, minyak
damar, flavonoid, folifenol, alkaloid, dan musilago, minyak atsiri jahe
mengandung zingiberol, linaloal, kavilo, dan genariol, rimpang jahe kering
pernah 100 gram bagian yang dapat dimakan mengandung 10 gram air, 10-20
gram protein, 10 gram lemak, 40-60 gram karbohidrat, 2-10 gram serat dan 6
abu. Rimpang keringnya mengandung 1-2% gingerol (Sutanto 2004)

4) lengkuas

rimpang lengkuas mengandung lebih kurang 1% minyak atsiri berwarna


kuning kehijauan yang terdiri atas metil sinamat 48% sineol 20-30% eugenol
kanifer 1% , seskuiterpen, d-pinen., galangi , dan lain-lain. samain itu, rimpang
juga mengandung resin yang disebut galangol, kristal berwarna kuning yang
disebut kaemferida dan talangin, kadine, heksabidrokadalen hidrat, kuersetin,
amilum, beberapa senyawa flavonoid, dan lain-lain (Azwar, 2010). minyak atsiri
berwarna kehijauan yang mengandung methyl cinamate 48% cineplex 2-3 %
kamfer, d-pinen talangingalangin, dan eugenol (yang mbuat pedas). selain itu juga
memgandung sesquiterpene, camphor, galangol, cadinine, Hydrae hexahydro
cadalene, dan kristal kuning (Fauzi, 2009).

5) kapulaga

tanaman kapulaga (Amomun cardamomun L.) adalah sejenis buah yang sering
digunakan sebagai rempah ( bumbu) untuk masakan tertentu dan juga untuk
campuran jamu. jenis tanaman ini cukup banyak digunakan oleh masyarakat karena
fungsi dari tanaman ini sebgai obat -obatan seperti bahan aromatik, mulut berbau
dan sebagainya (Budi.2006 ).

32
C. Pengobatan Tradisional

Pengobatan Tradisional adalah suatu upaya kesehatan dengan cara lain


dari ilmu kedokteran dan berdasarkan pengetahuan yang diturunkan secara lisan
maupun tulisan yang berasal dari Indonesia atau luar Indonesia. WHO menyatakan
Pengobatan tradisional ialah ilmu dan seni pengobatan berdasarkan himpunan dari
pengetahuan dan pengalaman praktek, baik yang dapat diterangkan secara ilmiah
ataupun tidak, dalam melakukan diagnosis,prevensi dan pengobatan terhadap
ketidakseimbangan fisik, mental ataupun sosial. Berbagai jenis dan cara pengobatan
tradisional terdapat dan dikenal di Indonesia. Ada yang asli Indonesia dan ada pula
yang berasal dari luar negeri. Secara garis besar ada 4 jenis pengobatan tradisional
yaitu :

1. Pengobatan tradisional dengan ramuan obat :

a.Pengobatan tradisional dengan ramuan asli Indonesia

b.Pengobatan tradisional dengan ramuan obat cina

c.Pengobatan tradisional dengan ramuan obat India

2. Pengobatan tradisional spiritual/kebatinan:


a. Pengobatan tradisional atas dasar kepercayaan
b. Pengobatan tradisional atas dasar agama
c. Pengobatan dengan dasar getaran magnetis

3. Pengobatan tradisional dengan memakai peralatan/perangsanga

a. Akupuntur, pengobatan atas dasar ilmu pengobatan tradisional Cina yang


menggunakan penusukan jarum dan penghangatan moxa (Daun Arthmesia
vulgaris yang di keringkan);
b. Pengobatan tradisional urut pijat
c. Pengobatan tradisional patah tulang
d. Pengobatan tradisional dengan peralatan (tajam/keras)
e. Pengobatan tradisional dengan peralatan benda tumpul.

4. Pengobatan tradisional yang telah mendapat pengarahan dan pengaturan


pemerintah ;

a. Dukun beranak

b. Tukang gigi tradisional

33
PERTANYAAN

SOAL ESSAY

1. Bahan baku dan sumbernya Apa perbedaan antara obat tradisional dan obat
sintetis berikan contohnya?

Jawaban : obat tradisional berasal dari bahan-bahan alami seperti jamu


sedangkan obat sintetis berasal dari bahan kimia seperti paracetamol. obat
tradisional berasal dari bahan-bahan alami seperti jamu sedangkan obat sintetis
berasal dari bahan kimia seperti paracetamol.

2. Apa saja aspek aspek ketepatan yang harus dipertimbangkan agar tanaman obat
dan obat tradisional bermanfaat dan aman jika digunakan?
Jawaban : Tanaman obat dan obat tradisional akan bermanfaat dan aman jika
digunakan dengan mempertimbangkan sekurang–kurangnya enam aspek
ketepatan, yaitu tepat takaran, tepat waktu dan cara penggunaan, tepat pemilihan
bahan dan telaah informasi serta sesuai dengan indikasi penyakit tertentu.
3. Hal apa saja yang harus diperhatikan dalam memilih tanaman obat?
Jawaban : Cara Memilih Obat Herbal yang Baik
a. Kebenaran bahan. Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam varietas
b. Ketepatan dosis
c. Ketepatan waktu penggunaan
d. Ketepatan cara penggunaan
e. Ketepatan telaah informasi
f. Ketepatan pemilihan obat untuk indikasi tertentu
4. Banyak tanaman yang dimanfaatkan untuk obat antara lain Sebutkan tiga nama
tanaman beserta fungsi untuk obat apa?

34
Jawaban:

No. Jenis tanaman Manfaatnya

1.

Asam mengobati sakit gigi dan demam

2.

Jahe mengobati sakit perut, mual-mual, sakit kepala,


nnyeri sendi

3.

Alang-alang menurunkan asam urat dan mengobati rematik

4.

Cocor bebek antiradang dan mengurangi pembengkakan

5. Tumbuhan apa saja yang dapat dijadikan bahan obat obatan yang ada di
lingkungan?

Jawaban :

a. JAHE
b. KUNYIT
c. DAUN SIRIHKENCUR
d. DAUN SIRSAK
e. MAHKOTA DEWA
f. LIDAH BUAYA
g. TEMULAWAK.

35
BAB IV

PENGOLAHAN BAHAN BAKU HERBAL MEDICINE

A. Pengertian Herbal Medicine

Obat tradisional (herbal medicine) merupakan produk yang dibuat dari bahanalam
yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin
mutu obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih
memperhatikan proses produksi dan penanganan bahan baku.

SUMBER

TANAMAN BUDIDAYA
Petani Pedagang
TUMBUHAN LIAR

1. Pemeriksaan
Makroskopik
2. Pemeriksaan
Mikroskopik
3. Pemeriksaan
Kimia (jika
perlu

GUDANG KOTOR PRODUSEN

36
1. Sortir, cuci
2. Kering, rajang

LAB. FITOKIMIA Syarat Mutu Sesuai Syarat

GUDANG SIAP
PAKAI

Gambar 1. Skema Penyiapan Bahan Baku

BAHAN BAKU
SIAP PAKAI

Serbu Produk Jadi

1. Penimbangan
2. penggilingan

1. Isi wadah 1. Uapkan


2. Pemeriksaan 2. Cetak
3. Isi Wadah
Mutu 4. Pemeri
3. Labelisasi ksaan
37 Mutu
5. Labelisasi
Ekstarsi

Ekstra

Gambar 2. Skema Proses Produksi

B. Penyiapan Bahan Baku

Setiap bahan baku yang digunakan untuk pembuatan hendaklah memenuhi


persyaratan yang berlaku.

a. Pada saat penerimaan terhadap setiap kiriman bahan baku hendaklah


dilakukan pemeriksaan secara organoleptik dan laboratoris.
b. Setiap bahan baku yang diterima hendaklah diberi label yang dapat memberi
informasi mengenai nama daerah dan nama latin, tanggal penerimaan, dan
pemasok.
c. Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan baku hendaklah dicatat dalam
kartu atau buku persediaan yang meliputi nama, tanggal penerimaan atau
pengeluaran, serta nama dan alamat pemasok.
d. Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dilakukan sortasi untuk
membebaskan dari bahan asing dan kotoran lain.
e. Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dicuci lebih dahulu dengan air
bersih atau dibersihkan dengan cara yang tepat sehingga diperoleh simplisia
yang bersih, dan terbebas dari mikroba patogen, kapang, khamir serta
pencemar lainnya.
f. Simplisia yang telah dicuci hendaklah dikeringkan lebih dahulu dengan cara
yang tepat sehingga tidak terjadi perubahan mutu dan mencapai kadar air
yang dipersyaratkan.
g. Simplisia yang sudah bersih serta kering dan bahan baku yang bukan
simplisia yang telah lulus dari pemeriksaan mutu bila tidak langsung
digunakan hendaklah disimpan dalam wadah tertutup dan diberi label yang
menunjukkan status simplisia dan bahan baku tersebut.

38
h. Label sebagaimana dimaksud pada butir 7 hanya boleh dipasang oleh petugas
yang ditunjuk pimpinan bagian pengawasan mutu dan warna label dibuat
berbeda dengan label yang digunakan pada 2.
i. Pengeluaran simplisia yang akan diolah dilakukan oleh petugas yang ditunjuk
dengan cara mendahulukan simplisia yang disimpan lebih awal (First In, First
Out), atau yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (First Expired, First
Out

C. Sortasi (pemilahan)

Bahan baku yang digunakan sebaiknya di sortasi. Bahan yang busuk harus
dipisahkan, kotoran seperti tanah, bagian tanaman lain yang terikut harus dibuang.
Setelah disortasi, bahan yang kotor dicuci terlebih dahulu. Jika diperlukan bahan
baku dikupas atau dipotong sesuai keperluan.

Bahan baku yang sudah bersih dan ukurannya sudah sesuai, siap untuk diramu
sesuai dengan keperluan.

D. Pencucian dan pembersihan

Pencucian dan pembersihan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan air


mengalir dengan mencuci bagian tanaman yang dipanen. Pencucian dapat
dilakukan menggunakan air mengalir dari mata air atau PDAM. Pencucian dapat
dilakukan dengan cara direndam dan disikat dengan air bersih. Sata dicuci tidak
boleh terlalu lama untuk menghindari zat-zat tertentu yang terdapat pada bahan dan
larut dalam air yang dapat mengakibatkan mutu bahan menurun.

E.Tahap Pembuatan dan Pengemasan

Pengolahan dan pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti cara yang


telah ditetapkan oleh industri sehingga dapat menjamin produk yang dihasilkan
senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku.

1. Verifikasi
a. Sebelum suatu prosedur pengolahan induk diterapkan hendaklah dilakukan
langkah-langkah untuk membuktikan bahwa prosedur bersangkutan cocok
untuk pelaksanaan kegiatan secara rutin, dan bahwa proses yang telah
ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang telah
ditentukan, akan senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi
spesifikasi yang telah ditentukan.
b. Setiap proses dan peralatan hendaklah dilakukan tindakan pembuktian
ulang secara periodik untuk menjamin bahwa proses dan peralatan tersebut
tetap menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan yang berlaku.

39
2. Pencemaran
a. Pencemaran fisik, kimiawi atau jasad renik terhadap produk yang dapat
merugikan kesehatan atau mempengaruhi mutu suatu produk tidak boleh
terjadi.
b. Pencemaran khamir, kapang dan atau kuman non patogen terhadap produk
meskipun sifat dan tingkatannya tidak berpengaruh langsung pada
kesehatan hendaklah dicegah sekecil mungkin sampai dengan persyaratan
batas yang berlaku.

3. Sistem Penomoran Kode Produksi

Sistem penomoran kode produksi hendaklah dapat memastikan


diketahuinya riwayat suatu bets atau lot secara lengkap. Dengan
diketahuinya asal usul produk jadi tersebut akan mempermudah tindak
lanjut pengawasannya.

a. Suatu sistem yang menjabarkan cara penomoran kode produksi secara


princi diperlukan untuk memastikanbahwa produk antara, produk
ruahan dan produk jadi suatu bets dapat dikenali dengan nomor kode
produksi tertentu.

b.Sistem penomoran kode produksi hendaklah dapat menjamin bahwa


nomor kode produksi yang sama tidak digunakan secara berulang.

c. Pemberian nomor kode produksi hendaklah segera dicatat dalam suatu


buku catatan harian. Catatan hendaklah mencakup tanggal pemberian
nomor, identitas produk dan besarnya bets yang bersangkutan.

4. Penimbangan dan Penyuluhan

a. Sebelum dilakukan penimbangan atau pengukuran hendaklah


dipastikan ketepatan timbangan dan ukuran serta kebenaran bahan yang
akan ditimbang.

b. Penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan baku, bahan


pengemas, produk antara dan produk ruahan hendaklah dicatat.

c. Untuk setiap penimbangan atau pengukuran hendaklah dilakukan


pembuktian kebenaran, ketepatan identitas dan jumlah bahan yang
ditimbang atau diukur oleh dua petugas yang berbeda.

40
5. Pengolahan

a. Sebelum melaksanakan pengolahan hendaklah dilakukan pengecekan


kondisi ruangan, peralatan, prosedur pengolahan, bahan dan hal lain yang
diperlukan dalam proses pengolahan.

b. Air yang digunakan dalam proses pengolahan sekurang-kurangnya


memenuhi persyaratan air minum.

c. Karyawan termasuk pakaian yang digunakan harus bersih dan hendaklah


mengenakan alat pelindung yang sesuai (masker, sarung tangan, alas
kaki, penutup kepala).

d. Wadah dan penutup yang dipakai untuk bahan yang akan diolah, untuk
produk antara dan produk ruahan, harus bersih, dengan sifat dan jenis
yang tepat untuk melindungi produk dan bahan terhadap pencemaran
atau kerusakan.

e. Semua wadah yang berisi produk antara dan produk ruahan hendaklah
diberi label secara tepat yang menyatakan nama dan atau kode, jumlah,
tahap pengolahannya dan nomor kodeproduksi serta status bahan yang
ada di dalamnya.

f. Pengolahan beberapa produk dalam waktu yang sama dalam satu


ruangan hendaklah dihindari untuk mencegah terjadinya pencemaran
silang antar produk.

g. Terhadap kegiatan pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu,


hendaklah dilakukan pengawasan yang seksama, misalnya pengaturan
suhu, pengaturan tekanan uap, pengaturan waktu dan atau pengaturan
kelembaban.

h. Pengawasan dalam proses hendaklah dilakukan untuk mencegah hal-


hal yang menyebabkan kerugian terhadap produk jadi.

i. Hasil pengawasan dalam proses (in proces control) dari produk antara
dan produk ruahan setiap bets hendaklah dicatat dicocokkan terhadap
persyaratan yang berlaku. Bila ada penyimpangan yang berarti hendaklah
diambil perbaikan sebelum pengolahan bets tersebut dilanjutkan.

6. Pengemasan

Sebelum dilakukan pengemasan hendaklah dapat dipastikan kebenaran


identitas, keutuhan serta mutu produk ruahan dan bahan pengemas.

41
a. Proses pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan pengawasan ketat
untuk menjaga identitas dan kualitas produk jadi.

b. Hendaklah ada prosedur tertulisuntuk kegiatan pengemasan. Semua


kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi
yang diberikan dan menggunakan pengemas yang tercantum pada
prosedur pengemasan tersebut.

c. Setiap penyerahan produk ruahan dan pengemas hendaklah diperiksa dan


diteliti kesesuaian satu sama lain.

d. Wadah yang akan digunakan diserahkan ke bagian pengemasan


hendaklah dalam keadaan bersih.

e. Untuk memperkecil terjadinya kesalahan dalam pengemasan, label dan


barang cetak lain hendaklah dirancang sedemikian rupa sehingga
memiliki perbedaan yang jelas antara satu produk dengan produk yang
lainnya.

f. Produk yang bentuk atau rupanya sama atau hampir sama, tidak boleh
dikemas pada jalur berdampingan, kecuali ada pemisahan fisik.

g. Wadah dan pembungkus produk ruahan hendaklah diberi label atau


penandaan yang menunjukkan identitas, jumlah, nomor kode produksi
dan status produk tersebut.

h. Pengemas atau bahan cetak yang berlebih, yang cacat dan atau yang
ditemukan pada waktu pembersihan hendaklah diserahkan pada pimpinan
bagian pengemasan untuk dilakukan tindakan lebih lanjut.

i. Produk yang dikemas hendaklah diperiksa dengan teliti untuk memastikan


bahwa produk jadi tersebut sesuai dengan persyaratan dalam prosedur
pengemasan.

j. Produk yang telah selesai dikemas dikarantina, sambil menunggu


persetujuan dari bagian pengawasan mutu untuk tindakan lebih lanjut.

7. Penyimpanan

a. Bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi,
hendaklah disimpan secara teratur dan rapi untuk mencegah risiko tercampur
dan atau terjadinya saling mencemari satu sama lain, serta untuk
memudahkan pemeriksaan, pengambilan dan pemeliharaannya.

b.Bahan yang disimpan hendaklah diberi label atau penandaan yang


menunjukan identitas, kondisi, jumlah, mutu dan cara penyimpanannya.

42
c.Pengeluaran bahan yang disimpan hendaklah dilaksanakan dengan cara
mendahulukan bahan yang disimpan lebih awal (first in, first out) atau yang
mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (first expired, first out).

43
PERTANYAAN

SOAL ESSAY

1. Apa saja persyaratan yang harus diperhatikkan dalam menyiapkan bahan baku
yang akan digunakan!
Jawaban :
a. Pada saat penerimaan terhadap setiap kiriman bahan baku hendaklah
dilakukan pemeriksaan secara organoleptik dan laboratoris.
b. Setiap bahan baku yang diterima hendaklah diberi label yang dapat memberi
informasi mengenai nama daerah dan nama latin, tanggal penerimaan, dan
pemasok.
c. Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan baku hendaklah dicatat dalam
kartu atau buku persediaan yang meliputi nama, tanggal penerimaan atau
pengeluaran, serta nama dan alamat pemasok.
d. Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dilakukan sortasi untuk
membebaskan dari bahan asing dan kotoran lain.
e. Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dicuci lebih dahulu dengan air
bersih atau dibersihkan dengan cara yang tepat sehingga diperoleh simplisia
yang bersih, dan terbebas dari mikroba patogen, kapang, khamir serta
pencemar lainnya.
f. Simplisia yang telah dicuci hendaklah dikeringkan lebih dahulu dengan cara
yang tepat sehingga tidak terjadi perubahan mutu dan mencapai kadar air
yang dipersyaratkan.
g. Simplisia yang sudah bersih serta kering dan bahan baku yang bukan
simplisia yang telah lulus dari pemeriksaan mutu bila tidak langsung
digunakan hendaklah disimpan dalam wadah tertutup dan diberi label yang
menunjukkan status simplisia dan bahan baku tersebut.
h. Label sebagaimana dimaksud pada butir 7 hanya boleh dipasang oleh petugas
yang ditunjuk pimpinan bagian pengawasan mutu dan warna label dibuat
berbeda dengan label yang digunakan pada 2.
i. Pengeluaran simplisia yang akan diolah dilakukan oleh petugas yang ditunjuk
dengan cara mendahulukan simplisia yang disimpan lebih awal (First In, First
Out), atau yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (First Expired, First
Out
2. Hal apa saja yang diperhtikkan agar meminimalkan kontaminasi produk dengan
mikroba!
Jawaban:
Hal yang perlu diperhatikkan agar meminimalkann kontaminasi produk adalah
manusia, lingkungan, bahan baku, dan peralatan yang digunakan.

44
3. Apa saja hal-hal yang dapat ditimbulkan jika sediaan obat tradsional
terkontaminasi?
Jawaban :

Jika sediaan terkontaminasi maka akan mengakibatkan kualitas produk menurun


secara fisik dan kimia yaitu sebagai berikut:

Secara Fisik: Perubahan konsistensi produk, perubahan warna, pemisahan fase


dan terbentuk busa

Secata Kimia: Perubahan bau dan rasa, degradasi fungsi dan struktur, sendawa
dalam produk, dana penurunan potensi sediaan

dan juga mengakibatkan produk menjadi membahayakan akibat senyawa toksik


yang dihasilkan mikroorganisme atau akibat banyaknya populasi mikroorganisme
dalam produk.

4. Bahan baku yang berasal dari tanaman dapat tercemar mikroorganisme pada
proses apa saja!
Jawaban:
Bahan baku yang digunakan untuk membuat obat tradisional dapat tercemar
dalam proses penanaman, pengeringan, dan penyimpanan.
5. Sebutkan ciri-ciri obat tradisional yang rusak secara organoleptis!

Jawaban: Ciri-ciri obat tradisional rusak secara organoleptis:

a. Perubahan warna
b. Perubahan rasa
c. Perubahan bau
d. Perubahan bentuk (pecah, terdapat kristal, lembab)
e. Terjadi penguraian

45
BAB V

PROSES PENGOLAHAN BAHAN BAKU HERBAL MEDICINE

A. Herbal Medicine (Obat Tradisional)

Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral maupun zat
kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mencegah, mengurangi rasa sakit,
memperlambat proses penyakit dan atau menyembuhkan penyakit. Obat harus sesuai
dosis agar efek terapi atau khasiatnya bisa kita dapatkan.

Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun- temurun,
berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat,
baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional. Menurut penelitian masa kini,
obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan dan saat ini
penggunaannya cukup gencar dilakukan karena lebih mudah dijangkau masyarakat,
baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan
karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkab efek samping, karena
masih bisa dicerna oleh tubuh. Bagian dari obat tradisional yang banyak digunakan
atau dimanfaatkan di masyarakat adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga.
Seperti misalnya akar alang-alang dipergunakan untuk obat penurun panas. Rimpang
temulawak dan rimpang kunyit banyak dipergunakan untuk obat hepatitis. Batang kina
dipergunakan untuk obat malaria. Kulit batang kayu manis banyak dipergunakan untuk
obat tekanan darah tinggi. Buah mengkudu banyak dipergunakan untuk obat kanker.
Buah belimbing banyak dipergunakan untuk obat tekanan darah tinggi. Daun bluntas
untuk obat menghilangkan bau badan. Bunga belimbing Wuluh untuk obat batuk.

Pemeliharaan & Pengembangan Pengobatan tradisional sebagai warisan budaya


bangsa (ETNOMEDISINE) terus ditingkatkan dan didorong pengembangannya
melalui penggalian, penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-
obatan termasuk budidaya tanaman obat tradisional yang secara medis dapat
dipertanggungjawabkan

Dalam hal ini dapat di formulasikan menjadi 5 hal pokok yang harus diperhatikan
yaitu

1. Etnomedicine

Etnomdisine merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang yang


harus dikembangkan, dikaji secara ilmiah dan dicatat /didokumentasikan sebaik
mungkin sebelum mengalami kepunahan atau hilang. Pengobatan tradisional
banyak disebut sebagai pengobatan alternatif. Menurut pendapat Organisasi
Kesehatan Dunia (W.H.O) ada bareneka-macam jenis pengobatan tradisional
yang bisa dibedakan lewat hal cara-caranya. Perbedaan ini dijelaskan sebagai

46
terapi yang „berdasarkan cara-cara‟ seperti terapi spiritual atau metafisik yang
terkait hal gaib atau terapi dengan ramuan atau racikan. Jenis terapi yang kedua
„berdasarkan obat-obatan‟ seperti jamu dan pengobatan herbal.

2.Agroindustri Tanaman Obat,

Tanaman obat biasanya digunakan persediaan untuk obat tradisional dan


bahan penghasil obat modern. Ketersediaan tanaman obat dalam jumlah yang
cukup atau memadai dengan kualitas yang cocok / tepat perlu dijaga dalam jangka
waktu yang panjang karena sering merupakan faktor penentu dalam keberhasilan
industri obat herbal baik yang masih berupa jamu, Obat Herbal Terstandarisasi
maupun Fitofarmaka. Faktor lain yang dapat menentukan keberhasilan industri
obat herbal adalah kualitas obat yang ditentukan oleh lingkungan alam dimana
tanaman obat tersebut tumbuh. Hal ini merupakan bukti kuat bahwa kandungan
kimia tanaman obat sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik maupun
abiotik, letak geografis dan musim atau waktu panen. Berdasarkan permasalahan
ketersediaan tanaman obat ini, tidak ada industri obat, baik itu industri obat
modern ataupun obat-obat tradisional dapat dibangun berdasarkan pertumbuhan
alami tanaman dalam persediaan yang sedikit dan bahaya dari berkurangnnya
spesies.

3.Teknologi kimia dan proses

Melalui teknologi kimia dan proses, obat tradisional dapat dikembangkan agar
diperoleh bahan baku obat yang terstandarisasi atau zat kimia baru sebagai “lead
compounds” untuk pegembangan obat modern melalui eksplorasi sumber daya
alam atau bahan aktif tanaman obat tradisional. Eksplorasi sumber daya alam atau
bahan aktif tanaman obat tradisional dapat dilakukan dengan cara:

1) Ektraksi bahan tanaman obat dengan berbagai pelarut. (Etnomedisine


2) Uji farmakologis awal ekstraks
3) Skrining fitokimia (Uji Kandungan Metabolit Sekunder: Terpen, Steroid,
Flavonoid, Senyawa Fenol, Alkaloid)
4) Isolasi bahan aktif dan penetapan struktur
5) Standarisasi sediaan fitofarmaka
6) Uji farmakologis lanjut isolat
7) Modifikasi struktur (QSAR)
8) Teknologi preformulasi untuk uji klinik selanjutnya.

Peran ilmu kimia atau tenaga kimia dalam hal ini adalah ekstraksi bahan tanaman obat
dengan berbagai pelarut berdasarkan warisan turun-temurun tentang obat tradisional,
sehingga terbentuk bank ekstrak. Selanjutnya dilakukan Uji farmakologis dari ekstrak
tersebut baik ekstrak tunggalmaupun campuran ekstrak.

47
4. Pembinaan dan pengawasan produksi atau pemasaran bahan dan produk obat
tradisional.

5. Teknologi Farmasi dan Kedokteran

Melalui teknologi farmasi dan kedokteran dapat dilakukan uji bioaktivitasnya,


uji praklinis, uji klinis, pembuatan sediaan fitofarmakanya dan standarisasi
bahan-bahan/simplisia sehingga warisan turun temurun yang digunakan oleh
nenek moyang dapat dikembangkan secara ilmiah atau medis atau dapat
dikembangkan sebagai obat yang siap diresepkan oleh dokter atau sejajar dengan
obat modern. Setelah terbukti aktif sebagai obat tertentu dan uji toksisitasnya
tidak toksik terhadap kesehatan maka selanjutnya dilakukan pengawasaan
produksi dan pemasarannya dari BPOM atau instansi terkait agar tidak
membahayakan kesehatan masyarakat. Sesuai amanat yang tertulis dalam UU RI
No. 23 tahun 1992, pengamanan terhadap obat tradisional bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari obat tradisional yang tidak memenuhi syarat, baik
persyaratan kesehatan maupun persyaratan standard.

B. Persyaratan atau Standardisasi Pengolahan Herbal Medicine

Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) adalah suatu persyaratan
yang dapat diwujudkannya reprodusibilitas terhadap kualitas farmasetik maupun
terapetik. Dalam upaya standardisasi tersebut perlu ditentukan persyaratan
standard yang diharuskan Peraturan dan Perundang- undangan yang berlaku. Pada
pelaksanaan standardisasi perlu juga dilakukan dengan berbagai macam metode
(pengujian multifaktorial). Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau
simplisia) tidaklah sulit bila senyawa aktif yang berperan telah diketahui dengan
pasti. Pada prinsipnya standardisasi dapat didasarkan atas senyawa aktif,
kelompok senyawa aktif maupun atas dasar senyawa karakter (bila senyawa aktif
belum diketahui dengan pasti). Bila digunakan senyawa karakter pada upaya
standardisasi, maka dalam hal ini hanyalah bertujuan untuk dapat membantu
menentukan kualitas bahan obat tersebut. Senyawa karakter yang dipakai haruslah
spesifik dan digunakan selama senyawa aktif belum diketahui dengan pasti.
Standardisasi dapat dilakukan seara fisika, kimia, maupun biologi.

Pada prinsipnya standardisasi suatu bahan obat / sediaan obat dilakukan mulai dari
bahan baku sampai dengan sediaan jadi (mulai dari proses penanaman sehingga akan
terwujud suatu homogenoitas bahan baku). Berdasarkan hal inilah standarisasi obat
tradisional dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:

1. Standarisasi bahan

Sediaan (simplisia atau ekstrak terstandar/bahan aktif diketahui kadarnya)

48
2. Standarisasi produk

Kandungan bahan aktif stabil atau tetap

3. Standarisasi Proses

Metode, proses dan peralatan dalam pembuatan sesuai dengan CPOB.

Dalam standardisasi ada beberapa parameter yang harus diukur atau dianalisis
agar bahan obat atau sediaan obat dapat dijamin keamanannya bagi konsumen
atau masyarakat pengguna dan sesuai dengan Farmakope Indonesia, Ekstra
Farmakope Indonesia atau Materia Medika Indonesia. Adapun parameter-
parameter tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Parameter non spesifik: berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi, dan fisis
yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas, meliputi: kadar
air, cemaran logam berat, aflatoksin, dll

2. Parameter spesifik: berfokus pada senyawa atau golongan senyawa yang


bertanggungjawab terhadap aktivitas farmakologis. Analisis kimia yang
dilibatkan ditujukan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif terhadap senyawa
aktif.

Pada pelaksanaan standarisasi tersebut perlu pula dilakukan dengan berbagai macam
metode (pengujian multifaktorial). Adapun persyaratan yang harus dikontrol dalam
standarisasi ini diantaranya adalah:

1. Sifat sediaan obat

Penggunaan simplisia atau ekstrak kering sebagai bahan obat, harus diperhatikan
kelarutannya, hal ini dipengaruhi oleh derajad kehalusan partikel. Hal ini dapat
dilakukan dengan metoda uji mempergunakan berbagai macam ayakan atau
banyaknya partikel per satuan luas secara mikroskopis). Secara organoleptis
tentang warna dan bau (uji rasa dilakukan bila telah dipastikan bahwa sediaan
tidak toksik). Pengujian warna sediaan didasari atas warna pembanding ekstrak
standard atau suatu zat pembanding tertentu. Pada pengujian warna tersebut dapat
dipergunakan metode spektrofotometri pada panjang gelombang tertentu.

2. Pengujian Identitas.

Pengujian identitas sangat penting dilakukan untuk mengetahui zat atau senyawa
yang mempunyai efek bioaktivitas farmakologis dari sediaan atau bahan obat.
Penentuan atau pengujian secara kualitatif dapat dilakukan dengan screening
fitokimia terhadap senyawa metabolit sekundernya (golongan senyawa aktif
tanaman) dengan mempergunakan reaksi-reaksi pengendapan maupun reaksi-

49
reaksi warna dengan pereaksi- pereaksi tertentu atau menggunakan metode
kromatografi. Metode kromatografi (KLT/KLT-densitometri) merupakan salah
satu metode yang mempunyai arti yang penting karena dapat mendeteksi
senyawa-senyawa atas dasar kromatogram secara keseluruhan (fingerprint)
sebelum dipisahkan lebih lanjut. Secara garis besarnya kandungan kimia tanaman
obat ada 2 yaitu:

1) Senyawa aktif: senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas farmakologis


seperti senyawa fenol, flavonoid, terpen, saponin, alkaloid dan Steroid

2) Senyawa inert: senyawa-senyawa /zat tambahan yang baik dalam formulasi


obat seperti: selulosa, lignin, pati, albumin dan pewarna.

3. Pengujian kemurnian ekstrak/sediaan

Uji kemurnian dilakukan untuk melihat cemaran-cemaran atau senyawa-


senyawa ikutan yang diakibatkan dari proses pembuatan dari tahap awal sampai
tahap akhir. Adanya cemaran atau senyawa ikutan ini dapat disebabkan karena
kadar air yang melebihi standar yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi
enzimatis atau reaksi hidrolisis terhadap metabolit sekunder sehingga nantinya
dapat mempengaruhi efek farmakologis dari metabolit sekunder tersebut.

4. Kadar air

Salah satu prasyarat kemurnian dan kontaminasi dari sediaan obat adalah
penetapan kadar airnya. Kadar air yang tidak sesuai dengan standar dapat
mempengaruhi kualitas herbal karena air merupakan salah satu media
tumbuhnya mikroorganisme. Adanya mikroorganisme (seperti: jamur ataupun
bakteri) dapat mengakibatkan terjadinya perubahan metabolit sekunder aktif dari
sediaan obat tersebut karena terjadinya reaksi enzimatis atau reaksi hidrolisis
terhadap metabolit sekunder sehingga nantinya dapat mempengaruhi efek
farmakologis dari metabolit sekunder tersebut. Penetapan kadar air dapat
dilakukan dengan beberapa metode tergantung pada senyawa kimia didalamnya
seperti misalnya dengan oven biasa, piknometer, titrasi dan destilasi. Kalau
dalam sediaan diduga ada minyak atsiri, penentuan kadar air biasanya dapat
dilakukan dengan metoda destilasi.

5. Logam berat

Kadar logam berat perlu ditentukan untuk menghindari efek yang tidak d
iinginkan. Untuk keperluan ini dapat digunakan kadar logam berat secara total
maupun secara individual (Spektrofotometer Serapan Atom).

50
6. Senyawa logam

Sediaan simplisia atau ekstrak tanaman obat dapat tercemar dengan senyawa-
senyawa logam (anorganik) pada saat budidaya atau selama proses penyiapannya.
Adanya senyawa-senyawa logam ini dapat dilakukan pengujian tentang kadar abu
atau kadar abu sulfat.

7. Kontaminan alkali dan asam

Pengujian terhadap kontaminan tersebut penting, bila berpengaruh terhadap


stabilitas ekstrak. Prosedur yang sederhana adalah dengan mengukur pH sediaan
dalam bentuk larutan dalam air atau suspensi. Untuk kepertluan tersebut dapat
digunakan kertas indikator maupun pH meter (pH meter merupakan alat yang
lebih cocok bila dibanding dengan kertas indikator, karena warna kertas indikator
dapat terpengaruh dengan warna dari sediaan).

8. Susut pengeringan

Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105oC selama 30 menit
atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen. Dalam hal tertentu
(jika simplisia atau ekstrak tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut
organik menguap) maka hasil pengukuran identik dengan kadar air.

9. Kadar residu pestisida

Kandungan sisa pestisida baik itu organo klor atau organo fosfat atau karbaril atau
pestisida lain kemungkinan ada dalam sediaan. Hal ini diduga akibat pencemaran
pada saat budidaya, panen atau pasca panen dari tanaman obat tersebut.
Kandungan cemaran pestisida dapat diukur dengan spektroskopi, GC, HPLC dan
GC-MS 10.

10. Cemaran mikroba

Adanya cemaran mikroba diduga terjadi pada saat penyiapan bahan


(pengeringan) atau pada saat pembuatan. Identifikasi adanya mikroba yang
patogen dilakukan secara analisis mikrobiologis seperti misalnya dengan metoda
difusi agar

11. Cemaran Kapang, khamir, dan aflatoksin

Adanya cemaran mikroba diduga terjadi pada saat budidaya, panen, proses
pengeringan atau selama proses pembuatan. Analisis adanya cemaran jamur
secara mikrobiologis dan adanya aflatoksin dapat dilakukan dengan
kromatografi lapis tipis atau metoda difusi agar.

51
12. Parameter sepsifik

Parameter ini meliputi:

1) Identitas ekstrak (nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan


Yang digunakan, nama Indonesia, dan senyawa aktif yang bertanggung
jawab dalam aktivitas dalam ekstrak tersebut),
2) Uji toksisitas dan organoleptik (bentuk, warna, bau, dan rasa),
3) Kelarutan senyawa aktif dalam pelarut tertentu

C. Bahan Baku Herbal Medicine

Tanaman atau bahan baku yang dipergunakan dalam pengobatan tradisional atau
pengobatan alternatif dapat berupa:

a. Bahan mentah atau simplisia

yang dapat berupa bahan segar, serbuk kering atau diformulasi

b. Ekstrak

yang dapat berupa cairan segar, ekstrak atau rebusan, tingtur, galenik, atau
formula ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dan sirup

1. Bahan Mentah atau Simplisia Simplisia

Adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga. Simplisia dapat berupa bahan segar atau serbik kering
yang sesuai dengan standar farmakope. Simplisia dapat berupa simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman. Eksudat adalah ialah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya,

Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.

Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni.

Pengontrolan yang ketat terhadap bahan baku hasil kultivasi (pemilihan bibit,
pengontrolan lahan penanaman, saat panen, pengeringan dan atau pengontrolan
terhadap setiap tahap proses dari bahan baku sampai dengan bentuksediaan jadi)

52
dapat diharapkan terwujudnya suatu homogenitas bahan obat / sediaan
fitofarmaka.

Bentuk simplisia dapat berupa bahan segar, serbuk kering atau diformulasi.
Kualitas atau mutu simplisia dalam bentuk serbuk kering dipengaruhi oleh
beberapa hal seperti misalnya saat pemanenan, tempat tumbuh, kehalusan serbuk
dan tahapan-tahapan pembuatan serbuk. Karena hal ini akan mempengaruhi
kandungan kimia aktif dari simplisia tersebut. Kandungan kimia bahan baku yang
berupa glikosida, alkaloid, minyak atsiri, karbohidrat, flavonoid, steroid, saponin
dan tanin, mudah terurai karena berbagai hal seperti suhu, keasaman, sinar
matahari, kelembaban, kandungan anorganik tempat tumbuh dan mikroorganisme
pengganggu. Adanya masalah tersebut maka standardisasi sangat diperlukan agar
produk yang dihasilkan seragam dari waktu ke waktu.

Bentuk atau bagian bahan baku yang dipergunakan akan mempengaruhi proses
atau tahap-tahap pembuatan serbuk kering (kehalusan) dari simplisia yang
nantinya akan mempengaruhi proses ekstraksi. Bentuk kayu dan akar umumnya
keras, cara pengerjannya lain dengan bentuk bunga, daun, rimpang, dan daun buah
yang lunak. Umumnya bahan tersebut dipotong tipis-tipis atau diserbuk kasar,
tergantung cara masing-masing industri.

Ukuran bahan baku atau kehalusan serbuk simplisia akan mempengaruhi proses
pembuatan ekstrak, karena semakin halus serbuk akan memperluas permukaan
dan semakin banyak bahan aktif tanaman tertarik pada pelarut pengekstraksi.
Serbuk dibuat dengan alat yang sesuai dan derajat kehalusan tertentu karena alat
yang dipergunakan dalam pembuatan serbuk juga dapat mempengaruhi mutu
ekstrak atau mutu kandungan kimia aktif. Selama penggunaan peralatan
pembuatan serbuk akan ada gerakan dan interaksi dengan benda keras (logam)
yang dapat menimbulkan panas (kalori) yang dapat mempengaruhi kandungan
senyawa aktifnya, sebagai akibat proses hidrolisis akibat panas tersebut. Ukuran
partikel atau kehalusan serbuk harus disesuaikan dengan bahannya, proses
ekstraksi, cairan penyari, dan lain-lain. Ukuran bahan baku (mesh) sudah
tercantum dalam Farmakope.

Pada saat panen atau pada proses pemanenan dan pengumpulan bahan baku obat
perlu kiranya memperhatikan aturan-aturan atau pedoman pemanenan bahan baku.
Aturan yang ditetapkan dalam pemanenan dan pengumpulan tanaman obat,
bertujuan untuk mendapatkan kadar zat aktif yang maksimal.

Adapun aturan-aturan atau garis-garis besar yang dipakai sebagi pedoman dalam
panen untuk bahan baku (simplisia) tanaman obat adalah

53
1) Biji, saat buah belum pecah (misal Ricinus communis, kedawung). Caranya :
buah dikeringkan, diambil bijinya. Biji dikumpulkan dan dicuci, selanjutnya
dikeringkan lagi.

2) Buah, dipanen saat masak. Tingkat masak suatu buah dapat dengan parameter
yang berbeda-beda, misal: perubahan tingkat kekerasan (misal Cucurbita
moschata), perubahan warna (misal melinjo, asam, dll), perubahan bentuk
(misal pare, mentimun), perubahan kadar air (misal belimbing wuluh, jeruk
nipis).

3) Pucuk daun, dipanen pada saat perubahan pertumbuhan dari vegetatif ke


generatif terjadi penumpukan metabolit sekunder, yaitu pada saat berbunga.

4) Daun tua, diambil pada saat daun sudah membuka sempurna dan di bagian
cabang yang menerima sinar matahari langsung sehingga asimilasi sempurna.

5) Umbi, dipanen jika besarnya maksimal dan tumbuhnya di atas tanah berhenti.

6) Rimpang, diambil pada musim kering dan saat bagian tanaman di atas tanah
mengering.

7) Kulit batang dipanen menjelang kemarau.

2. Extrak

Tanaman mengandung beragam zat bioaktif seperti senyawa aktif berkhasiat


obat, lemak, zat warna, flavours, fragrance dan lain-lain. Ekstrak tanaman telah
lama digunakan pada industri pangan, farmasi dan kosmetika. Meski telah banyak
zat bioaktif yang diketahui manfaatnya bagi kesehatan, namun permasalahan obat
herbal yang terkait dengan kualitas dan keamanan masih menjadi tantangan
tersendiri bagi para praktisi. Salah satu permasalahan adalah terkait dengan
metode ekstraksi. Berbagai teknik ekstraksi telah dikembangan agar mendapatkan
berbagai zat yang berkualitas dan aman serta bernilai ekonomi untuk dapat
dikomersialkan.

Permasalahan yang terjadi pada proses ekstraksi bioaktif dari bahan


alamkhususnya tanaman antara lain waktu ekstraksi yang terlalu lama (beberapa
jam hingga hari), biaya operasional terkait energi, efektivitas proses ekstraksi
(berhubungan dengan metode ekstraksi), metode untuk mengurangi dan penangan
limbah serta pemilihan jenis pelarut yang ramah lingkungan.

Ekstraksi zat bioaktif dari bahan alam merupakan salah satu tahapan kritis pada
proses produksi obat herbal. Metode ekstraksi pada umumnya menggunakan air
atau pelarut organik. Teknik ekstraksi yang telah dikembangkan pada beberapa
dekade tahun lalu dilakukan melalui metode destilasi uap (steam distillation)

54
sokletasi, maserasi, perkolasi dan lain sebagainya. Namun demikian metode ini
dipandang sangat tidak efisien karena memerlukan jumlah pelarut yang sangat
banyak dan waktu yang sangat lama. Untuk mendapatkan zat bioaktif tertentu
yang lebih baik, teknik ekstraksi yang berbeda telah dikembangkan dengan tujuan
mengurangi waktu ekstraksi dan konsumsi pelarut, namun mampu meningkatkan
rendemen ekstraksi dan kualitas ekstrak. Pilihan metode untuk mengekstraksi
senyawa tertentu tergantung pada tujuan ekstraksi dan sifat molekul penyusun zat
tersebut di samping isu keamanan lingkungan dan faktor ekonomi.

55
PERTANYAAN

SOAL ESSAY

1. Bagaimana proses pengolahan tanaman obat?


Jawaban: Teknologi pengolahan Tanaman Obat terdiri dari beberapa tahapan
yaitu sortasi, pencucian, penirisan atau pengeringan, penyimpanan dan
pengolahan. Sortasi dilakukan setelah panen pada komiditi tanaman obat.
Tanaman obat yang diambil daun, rimpang atau umbi dibersihkan dari kotoran.
2. Mengapa proses pengolahan sangat penting untuk produk obat herbal sebelum
dikonsumsi?
Jawaban : Teknologi pengolahan untuk mendapatkan kualitas mutu kandungan
tanaman obat sangat penting. Pengolahan tanaman sangat penting karena
pengolahan yang baik akan menghasilkan makanan yang sehat. Jika teknologi
pengolahan tidak benar maka hasilnya akan toksik bagi manusia.
3. Sebut dan jelaskan standarisasi obat tradsional!

Jawwaban :

a. Standarisasi bahan

Sediaan (simplisia atau ekstrak terstandar/bahan aktif diketahui kadarnya)

b. Standarisasi produk

Kandungan bahan aktif stabil atau tetap

c. Standarisasi Proses

Metode, proses dan peralatan dalam pembuatan sesuai dengan CPOB.


Dalam standardisasi ada beberapa parameter yang harus diukur atau dianalisis
agar bahan obat atau sediaan obat dapat dijamin keamanannya bagi konsumen
atau masyarakat pengguna dan sesuai dengan Farmakope Indonesia

4. Apa saja yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan metode ekstraksi? Jawaban
: Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan senyawa yang akan
diisolasi. Ada beberapa teknik ekstraksi padat-cair yang tersedia. Teknik
konvensional yang umum digunakan adalah ekstraksi perendaman (maserasi)
ekstraksi soxhlet dan perkolasi.
5. Apa kegunaan senyawa bioaktif pada tumbuhan ?
Jawaban :

Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang terdapat pada tumbuhan dan hewan
seperti alkaloid, flavonoid, steroid, triterpenoid, saponin dan tannin. Komponen

56
bio aktif ini berfungsi sebagai anti mikroba alami, anti kanker, anti oksidan, anti
gel, penyegar, emulsifier.

57
BAB VI

PROSES PENGOLAHAN BAHAN BAKU HERBAL MEDICINE

A. Pengolahan bahan baku herbal medicine

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan,
hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang
secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman
(Elisma, Rahman and Lestari, 2020).

Kemanan obat tergantung dari dosis yang dikonsumsi. Masyarakat meyakini obat
tradisional dapat mengobati penyakit ringan sampai berat. Namun pengetahuan
mengenai takaran dosis, efek samping obat yang mungkin muncul serta cara
pengolahan tanaman obat yang akan digunakan belum banyak diketahui oleh
masyarakat.

Hal-hal yang perlu diketahui dalam pengolahan tanaman obat tradisonal meliputi:

1. Saat pemetikan dan pengumpulan

a. Daun dikumpulkan sewaktu tanaman

b. Berbunga dan sebelum buah menjadi masak

c. Bunga dikumpulkan sebelum atau segera setelah mekar

d. Buah dipetik dalam keadaan masak

e. Biji dikumpulkan dari buah yang masak sempurna

f. Akar, rimpang, umbi, umbi lapis dikumpulkan sewaktu pertumbuhannya


terhenti Waktu pemetikan mempengaruhi kadar zat aktif dalam tanaman.
Beberapa tanaman memiliki kadar zat aktif yang tinggi pada waktu-waktu
tertentu (pagi, siang, atau sore) dan juga dipengaruhi oleh umur dari
tanaman tersebut.

2. Pencucian dan pengeringan

a. Bahan obat yang sudah dikumpulkan segera dicuci bersih, sebaiknya dengan
air yang mengalir. Setelah bersih dapat segera dimanfaatkan bila dibutuhkan
dalam keadaan segar atau dikeringkan untuk disimpan dan digunakan bila
sewaktu-waktu diperlukan.

b. Cara pengeringan: Dipotong terlebih dahulu. Bisa dijemur dengan sinar


matahari ataupun diangin-anginkan Pencucian dan pengeringan bertujuan

58
menghilangkan kotoran pada tanaman, dan agar dapat disimpan pada jangka
waktu yang lama

3. Cara merebus ramuan obat

a. Perebusan dilakukan biasanya sampai airnya mendidih .

b. Perebusan selesai bila air yang tinggal setengah atau sepertiganya


Perebusan bertujuan menarik zat aktif yang terkandung dalam tanaman.
Perebusan juga dilakukan pada jumlah air yang telah ditakar agar dosis
pemberian tepat.

4. Cara minum obat

a. Biasanya diminum setelah makan untuk obat yang dapat mengiritasi


lambung dan yang tidak mengiritasi lambung diminum sebelum makan

b. Obat diminum 2-3 kali sehari Beberapa tanaman obat diberikan setelah
makan, karena lebih zat aktif bersifat asam. Untuk interval pemberian
harus tepat terutama diberikan dalam jangka panjang, ditakutkan
nantinya berdampak buruk pada kesehatan.

5. Lama pengobatan

Hasil pengobatan menggunakan tumbuhan obat biasanya efeknya lebih


lambat dibandingkan dengan efek kimiawi yang hasil pengobatannya
terlihat cepat. Pengobatan dengan tanaman obat biasanya baru memberikan
efek dalam jangka waktu yang lama, sehingga butuk kesabaran dari pasien.

1. Contoh tanaman obat yang berkhasiat.

Beberapa indikasi dari tanaman obat yang biasa digunakan di masyarakat


meliputi: dislipedimia, diabetes, hipertensi, asam urat, demam, sakit gigi,
obesitas, anoreksia, diuretic, nefrolitiasis.

59
Skema pengolahan tanaman herbal :

Ada beberapa pengolahan tanaman herbal (Sianipar, 2015)

sortasi

pencucian

pengeringan

Keterangan :

1. Sortasi

Sortasi dilakukan setelah panen pada komiditi tanaman obat. Tanaman obat yang
diambil daun, rimpang atau umbi dibersihkan dari kotoran. Bagian tanaman yang
sudah dipanen lalu dipisahkan dari bagian yang busuk, tanah, pasir maupun
gulma yang menempel harus dibersihkan. Ada beberapa tanaman yang
dihasilkan melalui umbi seperti jahe, kunyit, kencur dan keladi tikus.

2. Pencucian

Pencucian dilakukan setelah disortir. Pencucian sebaiknya dengan menggunakan


air mengalir dengan mencuci bagian tanaman yang dipanen. Pencucian dapat
dilakukan dengan air mengalir dari mata air atau PAM. Pencucian dapat dilakukan
dengan cara merendam sambil disikat dengan menggunakan air bersih. Saat dicuci
tidak boleh terlalu lama untuk menghindari zat-zat tertentu yang terdapat dalam
bahan dapat larut dalam air yang dapat mengakibatkan mutu bahan menurun.
Rimpang atau umbi diperbolehkan untuk disikat bagian lekukannya dan bagian
daun-daunan cukup dicuci sampai bersih. Setelah pencucian umbi, rimpang dan
daun ditiriskan pada rak pengering.

60
3. Pengeringan

Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan air


dari suatu bahan dengan menggunakan sinar matahari. Pengeringan dapat
memberikan keuntungan antara lain: memperpanjang masa simpan, mengurangi
penurunan mutu sebelum diolah lebih lanjut, memudahkan dalam pengangkutan,
menimbulkan aroma khas pada bahan serta memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.
Pengeringan Bahan dapat dilakukan diatas para-para dengan menggunakan sinar
matahari dan ditutupi dengan kain hitam juga dapat dilakukan dengan kombinasi
antara sinar matahari dengan alat. Bahan Herbal yang sudah dikeringkan disebut
Simplisia.

B.Penyiapan bahan baku

Setiap bahan baku yang digunakan untuk pembuatan hendaklah memenuhi


persyaratan yang berlaku (Monier, 2020).

1. Pada saat penerimaan terhadap setiap kiriman bahan baku hendaklah dilakukan
pemeriksaan secara organoleptik dan laboratoris.

2. Setiap bahan baku yang diterima hendaklah diberi label yang dapat memberi
informasi mengenai nama daerah dan nama latin, tanggal penerimaan, dan
pemasok.

3. Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan baku hendaklah dicatat dalam
kartu atau buku persediaan yang meliputi nama, tanggal penerimaan atau
pengeluaran, serta nama dan alamat pemasok.

4. Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dilakukan sortasi untuk


membebaskan dari bahan asing dan kotoran lain.

5. Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dicuci lebih dahulu dengan air
bersih atau dibersihkan dengan cara yang tepat sehingga diperoleh simplisia
yang bersih, dan terbebas dari mikroba patogen, kapang, khamir serta pencemar
lainnya.

6. Simplisia yang telah dicuci hendaklah dikeringkan lebih dahulu dengan cara
yang tepat sehingga tidak terjadi perubahan mutu dan mencapai kadar air yang
dipersyaratkan.

7. Simplisia yang sudah bersih serta kering dan bahan baku yang bukan simplisia
yang telah lulus dari pemeriksaan mutu bila tidak langsung digunakan hendaklah

61
disimpan dalam wadah tertutup dan diberi label yang menunjukkan status
simplisia dan bahan baku tersebut.

8.Label sebagaimana dimaksud pada butir 7 hanya boleh dipasang oleh petugas
yang ditunjuk pimpinan bagian pengawasan mutu dan warna label dibuat berbeda
dengan label yang digunakan pada 2.

9.Pengeluaran simplisia yang akan diolah dilakukan oleh petugas yang ditunjuk
dengan cara mendahulukan simplisia yang disimpan lebih awal (First In, First
Out), atau yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (First Expired, First
Out).

10.Semua bahan baku yang tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai dengan jelas,
disimpan secara terpisah menunggu tindak lanjut.

C. Pengolahan dan pengemasan

Pengolahan dan pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti cara yang


telah ditetapkan oleh industri sehingga dapat menjamin produk yang dihasilkan
senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku (Monier, 2020).

1. Verifikasi
a. Sebelum suatu prosedur pengolahan induk diterapkan hendaklah dilakukan
langkah-langkah untuk membuktikan bahwa prosedur bersangkutan cocok
untuk pelaksanaan kegiatan secara rutin, dan bahwa proses yang telah
ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang telah ditentukan,
akan senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah
ditentukan.
b. Setiap proses dan peralatan hendaklah dilakukan tindakan pembuktian ulang
secara periodik untuk menjamin bahwa proses dan peralatan tersebut tetap
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan yang berlaku
2. Pencemaran
a. Pencemaran fisik, kimiawi atau jasad renik terhadap produk yang dapat
merugikan kesehatan atau mempengaruhi mutu suatu produk tidak boleh
terjadi.
b. Pencemaran khamir, kapang dan atau kuman non patogen terhadap produk
meskipun sifat dan tingkatannya tidak berpengaruh langsung pada kesehatan
hendaklah dicegah sekecil mungkin sampai dengan persyaratan batas yang
berlaku.
3. Sistem Penomoran Kode Produksi
a. Sistem penomoran kode produksi hendaklah dapat memastikan diketahuinya
riwayat suatu bets atau lot secara lengkap. Dengan diketahuinya asal usul
produk jadi tersebut akan mempermudah tindak lanjut pengawasannya.

62
b. Suatu sistem yang menjabarkan cara penomoran kode produksi secara rinci
diperlukan untuk memastikanbahwa produk antara, produk ruahan dan
produk jadi suatu bets dapat dikenali dengan nomor kode produksi tertentu.
c. Sistem penomoran kode produksi hendaklah dapat menjamin bahwa nomor
kode produksi yang sama tidak digunakan secara berulang.
d. Pemberian nomor kode produksi hendaklah segera dicatat dalam suatu buku
catatan harian. Catatan hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor,
identitas produk dan besarnya bets yang bersangkutan.
1) Penimbangan dan Penyerahan

Sebelum dilakukan penimbangan atau pengukuran hendaklah dipastikan


ketepatan timbangan dan ukuran serta kebenaran bahan yang akan
ditimbang.

2) Penimbangan, perhitungan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas,


produk antara dan produk ruahan hendaklah dicatat.
3) Untuk setiap penimbangan atau pengukuran hendaklah dilakukan
pembuktian kebenaran, ketepatan identitas dan jumlah bahan yang
ditimbang atau diukur oleh dua petugas yang berbeda.

e. Pengolahan

1) Sebelum melaksanakan pengolahan hendaklah dilakukan pengecekan


kondisi ruangan, peralatan, prosedur pengolahan, bahan dan hal lain yang
diperlukan dalam proses pengolahan.
2) Air yang digunakan dalam proses pengolahan sekurang-kurangnya
memenuhi persyaratan air minum.
3) Karyawan termasuk pakaian yang digunakan harus bersih dan hendaklah
mengenakan alat pelindung yang sesuai (masker, sarung tangan, alas kaki,
penutup kepala).
4) Wadah dan penutup yang dipakai untuk bahan yang akan diolah, untuk
produk antara dan produk ruahan, harus bersih, dengan sifat dan jenis yang
tepat untuk melindungi produk dan bahan terhadap pencemaran atau
kerusakan.
5) Semua wadah yang berisi produk antara dan produk ruahan hendaklah
diberi label secara tepat yang menyatakan nama dan atau kode, jumlah,
tahap pengolahannya dan nomor kodeproduksi serta status bahan yang ada
di dalamnya.

63
6) Pengolahan beberapa produk dalam waktu yang sama dalam satu ruangan
hendaklah dihindari untuk mencegah terjadinya pencemaran silang antar
produk.
7) Terhadap kegiatan pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu,
hendaklah dilakukan pengawasan yang seksama, misalnya pengaturan
suhu, pengaturan tekanan uap, pengaturan waktu dan atau pengaturan
kelembaban.
8) Pengawasan dalam proses hendaklah dilakukan untuk mencegah hal-hal
yang menyebabkan kerugian terhadap produk jadi.
9) Hasil pengawasan dalam proses (in proces control) dari produk antara dan
produk ruahan setiap bets hendaklah dicatat dicocokkan terhadap
persyaratan yang berlaku. Bila ada penyimpangan yang berarti hendaklah
diambil perbaikan sebelum pengolahan bets tersebut dilanjutkan.
a. Pengemasan

Sebelum dilakukan pengemasan hendaklah dapat dipastikan kebenaran


identitas, keutuhan serta mutu produk ruahan dan bahan pengemas.

1) Proses pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan pengawasan ketat untuk


menjaga identitas dan kualitas produk jadi.
2) Hendaklah ada prosedur tertulisuntuk kegiatan pengemasan. Semua kegiatan
pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan
dan menggunakan pengemas yang tercantum pada prosedur pengemasan
tersebut.
3) Setiap penyerahan produk ruahan dan pengemas hendaklah diperiksa dan
diteliti kesesuaian satu sama lain.
4) Wadah yang akan digunakan diserahkan ke bagian pengemasan hendaklah
dalam keadaan bersih.
5) Untuk memperkecil terjadinya kesalahan dalam pengemasan, label dan
barang cetak lain hendaklah dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki
perbedaan yang jelas antara satu produk dengan produk yang lainnya.
6) Produk yang bentuk atau rupanya sama atau hampir sama, tidak boleh
dikemas pada jalur berdampingan, kecuali ada pemisahan fisik.
7) Wadah dan pembungkus produk ruahan hendaklah diberi label atau
penandaan yang menunjukkan identitas, jumlah, nomor kode produksi dan
status produk tersebut.

64
8) Pengemas atau bahan cetak yang berlebih, yang cacat dan atau yang
ditemukan pada waktu pembersihan hendaklah diserahkan pada pimpinan
bagian pengemasan untuk dilakukan tindakan lebih lanjut.
9) Produk yang dikemas hendaklah diperiksa dengan teliti untuk memastikan
bahwa produk jadi tersebut sesuai dengan persyaratan dalam prosedur
pengemasan.
10) Produk yang telah selesai dikemas dikarantina, sambil menunggu
persetujuan dari bagian pengawasan mutu untuk tindakan lebih lanjut.
b. Penyimpanan
1) Bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk
jadi, hendaklah disimpan secara teratur dan rapi untuk mencegah risiko
tercampur dan atau terjadinya saling mencemari satu sama lain, serta
untuk memudahkan pemeriksaan, pengambilan dan pemeliharaannya.
2) Bahan yang disimpan hendaklah diberi label atau penandaan yang
menunjukan identitas, kondisi, jumlah, mutu dan cara penyimpanannya
3) Pengeluaran bahan yang disimpan hendaklah dilaksanakan dengan cara
mendahulukan bahan yang disimpan lebih awal (first in, first out) atau
yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (first expired, first out).

65
PERTANYAAN

SOAL ESSAY

1. Hal-hal apa saja yang diperlukan diketehaui dalam pengolahan tanaman obat ?
Jawaban :

1. Saat pemetikan dan pengumpulan

a. Daun dikumpulkan sewaktu tanaman

b. Berbunga dan sebelum buah menjadi masak

c. Bunga dikumpulkan sebelum atau segera setelah mekar

d. Buah dipetik dalam keadaan masak

e. Biji dikumpulkan dari buah yang masak sempurna

f. Akar, rimpang, umbi, umbi lapis dikumpulkan sewaktu pertumbuhannya


terhenti Waktu pemetikan mempengaruhi kadar zat aktif dalam tanaman.
Beberapa tanaman memiliki kadar zat aktif yang tinggi pada waktu-waktu
tertentu (pagi, siang, atau sore) dan juga dipengaruhi oleh umur dari
tanaman tersebut.

2. Pencucian dan pengeringan

a. Bahan obat yang sudah dikumpulkan segera dicuci bersih, sebaiknya dengan
air yang mengalir. Setelah bersih dapat segera dimanfaatkan bila dibutuhkan
dalam keadaan segar atau dikeringkan untuk disimpan dan digunakan bila
sewaktu-waktu diperlukan.

b. Cara pengeringan: Dipotong terlebih dahulu. Bisa dijemur dengan sinar


matahari ataupun diangin-anginkan Pencucian dan

pengeringan bertujuan menghilangkan kotoran pada tanaman, dan agar dapat


disimpan pada jangka waktu yang lama

3. Cara merebus ramuan obat

a. Perebusan dilakukan biasanya sampai airnya mendidih .

b. Perebusan selesai bila air yang tinggal setengah atau sepertiganya


Perebusan bertujuan menarik zat aktif yang terkandung dalam tanaman.
Perebusan juga dilakukan pada jumlah air yang telah ditakar agar dosis
pemberian tepat.

66
4. Cara minum obat

a. Biasanya diminum setelah makan untuk obat yang dapat mengiritasi


lambung dan yang tidak mengiritasi lambung diminum sebelum makan

b. Obat diminum 2-3 kali sehari Beberapa tanaman obat diberikan setelah
makan, karena lebih zat aktif bersifat asam. Untuk interval pemberian
harus tepat terutama diberikan dalam jangka panjang, ditakutkan
nantinya berdampak buruk pada kesehatan.

5. Lama pengobatan

Hasil pengobatan menggunakan tumbuhan obat biasanya efeknya lebih lambat


dibandingkan dengan efek kimiawi yang hasil pengobatannya terlihat cepat.
Pengobatan dengan tanaman obat biasanya baru memberikan efek dalam
jangka waktu yang lama, sehingga butuk kesabaran dari pasien

2. Bagaimana cara merebus ramuan obat tradisonal ?


Jawaban:

a. Perebusan dilakukan biasanya sampai airnya mendidih .

b. Perebusan selesai bila air yang tinggal setengah atau sepertiganya


Perebusan bertujuan menarik zat aktif yang terkandung dalam tanaman.
Perebusan juga dilakukan pada jumlah air yang telah ditakar agar dosis
pemberian tepat.

3. Apa saja penyiapan bahan baku ?


Jawaban:

Setiap bahan baku yang digunakan untuk pembuatan hendaklah memenuhi


persyaratan yang berlaku (Monier, 2020).

1. Pada saat penerimaan terhadap setiap kiriman bahan baku hendaklah dilakukan
pemeriksaan secara organoleptik dan laboratoris.

2. Setiap bahan baku yang diterima hendaklah diberi label yang dapat memberi
informasi mengenai nama daerah dan nama latin, tanggal penerimaan, dan
pemasok.

3. Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan baku hendaklah dicatat dalam
kartu atau buku persediaan yang meliputi nama, tanggal penerimaan atau
pengeluaran, serta nama dan alamat pemasok.

67
4. Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dilakukan sortasi untuk
membebaskan dari bahan asing dan kotoran lain.

5. Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dicuci lebih dahulu dengan air
bersih atau dibersihkan dengan cara yang tepat sehingga diperoleh simplisia
yang bersih, dan terbebas dari mikroba patogen, kapang, khamir serta pencemar
lainnya.

6. Simplisia yang telah dicuci hendaklah dikeringkan lebih dahulu dengan cara
yang tepat sehingga tidak terjadi perubahan mutu dan mencapai kadar air yang
dipersyaratkan.

7. Simplisia yang sudah bersih serta kering dan bahan baku yang bukan simplisia
yang telah lulus dari pemeriksaan mutu bila tidak langsung digunakan hendaklah
disimpan dalam wadah tertutup dan diberi label yang menunjukkan status
simplisia dan bahan baku tersebut.

8.Label sebagaimana dimaksud pada butir 7 hanya boleh dipasang oleh petugas
yang ditunjuk pimpinan bagian pengawasan mutu dan warna label dibuat berbeda
dengan label yang digunakan pada 2.

9.Pengeluaran simplisia yang akan diolah dilakukan oleh petugas yang ditunjuk
dengan cara mendahulukan simplisia yang disimpan lebih awal (First In, First
Out), atau yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (First Expired, First
Out).

10.Semua bahan baku yang tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai dengan jelas,
disimpan secara terpisah menunggu tindak lanjut.

4. Sebutkan apa saja yang terdpat di Pengolahan dan pengemasan


Jawaban:

Pengolahan dan pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti cara yang


telah ditetapkan oleh industri sehingga dapat menjamin produk yang dihasilkan
senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku (Monier, 2020).

1. Verifikasi
2. Pencemaran
3. Sistem Penomoran Kode Produksi
5. Sistem apa saja yang terdapat Penomoran Kode Produksi ?
Jawaban:
a. Sistem penomoran kode produksi hendaklah dapat memastikan diketahuinya
riwayat suatu bets atau lot secara lengkap. Dengan diketahuinya asal usul
produk jadi tersebut akan mempermudah tindak lanjut pengawasannya.

68
b. Suatu sistem yang menjabarkan cara penomoran kode produksi secara rinci
diperlukan untuk memastikanbahwa produk antara, produk ruahan dan
produk jadi suatu bets dapat dikenali dengan nomor kode produksi tertentu.
c. Sistem penomoran kode produksi hendaklah dapat menjamin bahwa nomor
kode produksi yang sama tidak digunakan secara berulang.
d. Pemberian nomor kode produksi hendaklah segera dicatat dalam suatu buku
catatan harian. Catatan hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor,
identitas produk dan besarnya bets yang bersangkutan.

69
BAB VII
DASAR-DASAR PRODUKSI SECARA CPOB (GMP)
DALAM PRODUKSI HERBAL MEDICINE

A. Definisi CPOB dan CPOTB


Apa itu CPOB? Bagi orang farmasi tentu tidak asing lagi
mendengar istilah CPOB, namun bagi masyarakat umum belum tentu tahu
apa itu CPOB. CPOB sendiri kepanjangan dari Cara Pembuatan Obat yang
Baik. CPOB secara singkat dapat didefinisikan suatu ketentuan
bagiindustri farmasi yang dibuat untuk memastikan agar mutu obat
dihasilkan sesuai persyaratn yang ditetapkan dan tujuan penggunaannya.
Pedoman CPOB disusun sebagai petunjuk dan contoh bagiindustri farmasi
dalam menerapkan cara pembuatan obat yang baik untuk seluruh aspek
dan rangkaian proses pembuatan obat. CPOM mencakup seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu.
Obat tradisional diperlukan oleh masyarakat untuk memelihara
kesehatan, mengobati gangguan kesehatan dan untk memulihkan
kesehatan namun untuk mencapai tujuan itu maka keamanan dan mutu
obat tradisional tergantung pada bahan baku, bangunan, prosedur dan
pelaksanaan proses pembuatan, peralatan yang digunakan, pengemas
termasuk bahannya serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat
tradisional. (Meskes, 1991) maka dikeluarkannya kepurusan Menteri
Kesehatan RI No. 657/Men.kes/SK/X?1991 tentang CARA
PEMBUATAN OBAT TRADISONAL YANG BAIK. (BPOM, 1994).
Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai
dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum
dalam dokumen izin edar (resgistrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang
membahayakan penggunanya karena tidak aman, mutu rendah atau
menimbulkan resiko yang membahayakana penggunannya karena tidak
aman, mutu rendah atau tidak bertanggung jawab. Untuk pencapaian
tujuan ini melalui “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan komitken dari
semua jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para pemasok

70
dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan
dapat diandalakan, diperlukan manajemen mutu yang di desain secara
menyeluruh dan diterapkan secara benar.
Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat
penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu
tinggi. Pembuatan obat secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produks
yang di gunakan untuk menyelamatakan jiwa, atau memulihkan atau
memelihara kesehatan.
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan
penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat
yang benar, oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk
menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai
untuk melaksanakan tugas. Tiap personil hendaklah memahami prinsip
CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan termasuk
intrsuksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan.
Ramuan tradisional adalah ramuan yang terbuat dari bahan-bahan
tumbuhan yang berkhasiat dan sudah biasa digunakan masyarakat
setempat. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik, atau campuran
dari bahan-bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Maryani, 2003).
Kekayaan jenis tanaman yang tumbuh di Indonesia sangat
berlimpah, termasuk didalamnya adalah tanaman yang dapat dimanfaatkan
untuk tujuan pengobatan. Namun informasi akurat tentang khasiatnya
belum banyak dipublikasikan, sehingga pemanfaatan tanaman untuk
tujuan pengobatan selama ini hanya didasarkan pada pengalaman turun
temurun. Informasi tersebut berbeda pada setiap daerah, sehingga
diketahui satu jenis tanaman memiliki fungsi beragam untuk tujuan
pengobatan (Mursito, 2000). Pemanfaatan obat tradisional dan atau obat
bahan alam untuk penanggulangan penyakit masih kurang atau belum

71
digunakan dalam pelayanan kesehatan normal, karena masih terbatasnya
pembuktian keamanan dan khasiatnya secara alamiah (Anonim, 2002).
Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam
yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk
menjamin mutu obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik
dengan lebih memperhatikan proses produksi dan penanganan bahan baku.
Tablet yang akan dibuat berasal dari simplisia, Simplisia adalah bahan
alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain
merupakan bahan yang dikeringkan. Dimana memerlukan bahan awal
yang merupakan bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam
pembuatan suatu produk obat tradisional dan bahan baku yaitu simplisia,
sediaan galenik, bahan tambahan atau bahanlainnya, baik yang berkhasiat
maupun yang tidak berkhasiat, yang berubahmaupun yang tidak berubah,
yang digunakan dalam pengolahan obat tradisional, walaupun tidak semua
bahan tersebut masih terdapat didalam produk ruahan.
B. Persyaratan dasar dari CPOB adalah :
1. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas dikasi secara
sestemasis berdasarkan pengalaman terbukti mampu secara konsisten
menghasilkan oat yang memenuhi persyaratan mutu dan sfesifikasi
yang telah ditetapkan.
2. Tahap proses yang kritis dalam pemuatan, pengawasan proses dan
sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan di validasi.
C. Cara produksi obat tradisional yang baik (CPOTB)
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi
seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang
bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi
dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang
menangani. Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar

72
untuk menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional.
Untuk itu sistem mutu hendaklah dibangun, dimantapkan dan diterapkan
sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat
dicapai. Dengan demikian penerapan CPOTB merupakan nilai tambah
bagi produk obat tradisional Indonesia agar dapat bersaing dengan produk
sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional.
Mengingat pentingnya penerapan CPOTB maka pemerintah secara
terus menerus memfasilitasi industri obat tradisional baik skala besar
maupun kecil untuk dapat menerapkan CPOTB melalui langkah-langkah
dan pentahapan yang terprogram. Dengan adanya perkembangan jenis
produk obat bahan alam tidak hanya dalam bentuk Obat Tradisional
(Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka,
maka Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ini dapat pula
diberlakukan bagi industri yang memproduksi Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam CPOTB adalah:
1. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan,bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik,
atau campuran daribahan tersebut, yang secara turun menurun telah
digunakan untuk pengobatanberdasarkan pengalaman.
2. Bahan awal adalah bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan
dalam pembuatan suatu produk obat tradisional.
3. Bahan baku adalah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau
bahan lainnya, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat,
yang berubah maupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam
pengolahan obat tradisional,walaupun tidak semua bahan tersebut
masih terdapat didalam produk ruahan.
4. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat
tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang dikeringkan.

73
5. Bahan pengemas adalah semua bahan yang digunakan untuk
pengemasan produk ruahan untuk menghasilkan produk jadi.
6. Produk antara adalah bahan atau campuran bahan yang masih
memerlukan satu atau lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk
menjadi produk ruahan.
7. Produk ruahan adalah bahan atau campuran bahan yang telah selesai
diolah yang masih memerlukan tahap pengemasan untuk menjadi
produk jadi.
8. Produk jadi adalah produk yang telah melalui seluruh tahap proses
pembuatan obat tradisional.
9. Pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan yang meliputi
pengadaan bahan awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan,
pengemasan, pengawasan mutu sampai diperoleh produk jadi yang
siap untuk didistribusikan.
10. Produksi adalah semua kegiatan pembuatan dimulai dari pengadaan
bahan awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, sampai
dengan pengemasan untuk menghasilkan produk jadi.
11. Pengolahan adalah seluruh rangkaian kegiatan mulai dari
penimbangan bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk
ruahan.
12. Pengemasan adalah kegiatan mewadahi, membungkus, memberi etiket
dan atau kegiatan lain yang dilakukan terhadap produk ruahan untuk
menghasilkan produk jadi.
13. Pengawasan dalam proses adalah pemeriksaan dan pengujian yang
ditetapkan dan dilakukan dalam suatu rangkaian proses produksi,
termasuk pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan terhadap
lingkungan dan peralatan dalam rangka menjamin bahwa produk akhir
(jadi) memenuhi spesifikasinya.
14. Pengawasan mutu (quality control) adalah semua upaya pemeriksaan
dan pengujian selama pembuatan untuk menjamin agar obat
tradisional yangdihasilkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

74
15. Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin
kebersihan sarana pembuatan, personil, peralatan dan bahan yang
ditangani.
16. Dokumentasi adalah catatan tertulis tentang formula, prosedur,
perintah dan catatan tertulis lainnya yang berhubungan dengan
pembuatan obat tradisional.
17. Verifikasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai
bahwa tiap bahan, perlengkapan, prosedur kegiatan yang digunakan
dalam pembuatan obat tradisional senantiasa mencapai hasil yang
diinginkan.
18. Inspeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua
aspek, mulai dari pengadaan bahan sampai dengan pengemasan dan
penetapan tindakan perbaikan yang dilakukan oleh semua personal
industri obat tradisional sehingga seluruh aspek pembuatan obat
tradisional dalam industri obat tradisional tersebut selalu memenuhi
CPOTB.
19. Bets adalah sejumlah produk obat tradisional yang diproduksi dalam
satu siklus pembuatan yang mempunyai sifat dan mutu yang seragam.
20. Lot adalah bagian tertentu dari suatu bets yang memiliki sifat dan
mutu yang seragam dalam batas yang telah ditetapkan.
21. Kalibrasi adalah kombinasi pemeriksaan dan penyetelan suatu
instrumen agar memenuhi syarat batas keakuratan menurut standar
yang diakui.
22. Karantina adalah status suatu bahan atau produk yang dipisahkan baik
secara fisik maupun secara sistem, sementara menunggu keputusan
pelulusan atau penolakan untuk diproses, dikemas atau
didistribusikan.
23. Nomor bets atau nomor lot adalah suatu rancangan nomor dan atau
huruf yang menjadi tanda riwayat suatu bets atau lot secara lengkap,
termasuk pemeriksaan mutu dan pendistribusiannya.

75
24. Diluluskan (released) adalah status bahan atau produk yang boleh
digunakan untuk diproses, dikemas atau didistribusikan.
25. Produk kembalian adalah produk yang dikembalikan dari semua mata
rantai distribusi ke pabrik.
26. Penarikan kembali (recall) adalah kegiatan menarik kembali produk
dari semua mata rantai distribusi apabila ditemukan adanya produk
yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan penandaan
atau adanya efek yang merugikan kesehatan.
27. Keluhan adalah suatu pengaduan dari pelanggan atau konsumen
mengenai kualitas, kuantitas, khasiat dan keamanan.
D. Tersedia semua sasaran yang di perlukan dalam CPOB termasuk :
1. Personil yang terkualifikasi dan terlatih
2. Bangunan dan sasaran dengan luas yang memadahi
3. Peralatan dan sasaran penunjang yang sesuai
4. Bahan, wadah label yang benar
5. Prosedur dan intruksi yang disetujui
6. Tempat penyiapan dan transportasi yang memadai
7. Prosedur dan intruksi ditulis dalam bentuk intruksi dengan bahasa
yang jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik
pada sarana yang tersedia
8. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara
benar
9. Pencatatan dilakukan secara manual dengan alat pencatat selama
pembuatan menunjukkan bahwa langkah yang dipersyaratkan dalam
prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan
jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang
diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan di
investigasi.
10. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan
penulusuran riwayat bets secara lengkap, disimpan secara
komprehensif dan dalam bentuk yang mudah di akses

76
11. Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil resiko
terhadap mutu obat
12. Tersedia sistem penarikan kembali best obat maupun dari peredaran
13. Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu di
investigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan
pencegahan penangulangan yang tepat dan pencegahan pengulangan
kembali keluhan.
E. Perkembangan CPOB
Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi dewasa
ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam
konsep serta persyaratan CPOB. Konsep CPOB yang bersifat dinamis
memerlukan penyusuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan
atau teknologi dalam bidang farmasi. Demikian pula perkembangan
penerapan CPOB di Indonesia. Terkait dengan telah tanda-tanganinya
Hormonisasi pasar ASEAN 2008 oleh ke-11 pemimpin negara ASEAN, di
mana kesehatan/produk farmasi, merupakan salah satu komodiliti yang
ikut serta dalam harmonisasi pasar ASEAN. Sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas dan kemampuan industri farmasi nasional, badan
POM Republik indonesia selaku regulatar industri farmasi nasional, telah
merencanakan penerapan CPOB edis tahun2006 (CPOB terkini) bagi
industri farmasi di Indonesia mulai 1 januari 2007 dengan surat keputusan
Kepala Badan POM Nomor HK.00.054.0027 tahun 2006.
Dalam pedoman CPOB edisi tahun 2006, acuan yang digunakan
antara lain WHO technical Report Series yaitu TRS 902/2002 Aneks 6,
TRS 908/2003 Aneks 4, TRS 929/1005Aneks 2,3,4 TRS 937/2006 Aneks
2,4 GMP for medical products PIC/S 2006, dan lain-lain.
- Berikut adalah aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2006 :
1. Sistem mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan sasaran penunjang

77
4. Peralatan

78
5. Sanitasi dan higiene
6. Produksi
7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri dan audit mutu
9. Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk
dan produk kembali
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan analisis berdasarkankontrak
12. Kualifikasi dan validasi
- Di samping itu, terdapat 7 (tujuh) anex (supplemen), yaitu :
1. Pembuatan produk steril
2. Pembuatan produk biologi
3. Pembuatan gas medisinal
4. Pembuatan inhalasi dosis terukur bertekanan
5. Pembuatan produk darah
6. Pembuatan obat investigasi untuk uji klinik, dan
7. Sistem komuterisasi.
F. Pengawasan Mutu/ Quality Control
Pengawasan mutu adalah bagian dari CPB yang berhubungan
dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta organisasi,
dokumnetasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian
yang telah diperlukan dan relevan dilakukan dan bahwa bahan yang belum
dilakukan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual
atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.
Setiap industri hendaklah mempunyai fungsi pengawasanmutu. Fungsi
hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai
hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi pengawasan
mutu dapat dilaksanakn secara efektif dan dapat diandalkan.
Pengawasan mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain
antara lain menetapkan, memvalidasi dan menerapka semua prosedur
pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi dan menyimpan baku

79
pembandingan, memastikan kebenaran label, wadah bahan dan produk,
memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif obat jadi dipantau, mengambil
bagian investigasi keluhan yang berkaitan dengan produk dan ikut
mengambil bagian dalam pemantauan lingkunga semua kegiatan tersebut
hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan jika perlu
dicatat.
Personil pengawasan mutuhendaklah memiliki akses ke area produksi
untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlakukan.
G. Pengkajian Mutu Produk
Pengkajian mutu prodk secara berkala biasanya dilakukan tiap
tahun terhadap semua obat, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk
membuktikan kosentrasi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal,
bahan pengemas dan obat jadi, untuk melihat trend an mengidentifikasi
perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses.
Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya, dilakukan tiap
tahun dan didokumentasikan dengan mempertimbangkan hasil kajian
ulang sebelumnya dan hendaklah meliputi paling sedikit :
1. Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemasan yang dibutuhkan
digunakan untuk produk, terutama yang dipasok dari sumber baru.
2. Kajian terhadap pegawasan selama proses yang kritis dan hasil
pengujian obat jadi.
3. Kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang
dtetapkan dan ivestigasi yang dilakukan.
4. Kajian terhadap semua penyimpangan atau tidak atau kettidaksesuaian
yang signifikan, dan efektivitas hasil tindakkan perbaikan dan
pencegahan.
5. Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau
metode analisa.
6. Kajian terhdap variasi yang diajukan disetujui, ditolak dari dokumen
registrasi yang telah disetujui termasuk dokumen registrasi untuk
produk ekspor.

80
7. Kajian terhdap hasil program pemantuan stabiltas dan segala tren yang
tidak diinginkan.
8. Kajian terhdap semua produk kembalian, keluhan da penarikkan obat
yang terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah
dilakukan
9. Kajian kelayakkan terhadap tindakkan perbaikan proses produk atau
peralatan yang sebelumnya.
10. Kajian yang terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat
yang baru mendapatkan persetujuan pendaftaran dan obat dengan
persetujuan bervariasi.
11. Status kualifikasi peralatasn dan sarana yang relevan msial sitem tata
udara (HVAC) air,gas bertekanan,dan lain-lain.
12. Kajian terhadap kesepakatan teknis untuk memastikan selalu update
Industri farmasi dan pemegang izin edar bila berbeda, hendaklah
melakukan evaluasi terhadap hasil kajian, dan melakukan sesuatu
penilaian hendaklah dibuat untuk menentukan apakah tindakan
perbaikan atau pencegahan ataupun validasi ulang harus dilakukkan.
Alasan tindakan perbaikan hendaklah, didokumentasikan.tindakan
pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui hendaklah doselesaikan
secara efektif dan tepat waktu. Hendaklah tersedia prosedur
manajemen yang sedang berlangsung dan pengkajian aktivitas serta
efektif prosedur tersebut yang diverifikasi pada inspeksi diri. Bila
dapat dibenarkan secara ilmiah, pengkajian mutu dapat dikelompokkan
menurut jenis produk, missal persediaan padat, sediaan cair, produk
steril, dan lain-lain.
Bila pemilik persetujuan pendaftaran bukan industry farmasi, maka
perlu ada suatu kesepakatan teknis dan seemua pihak terkait yang
menjabarkan siapa yang bertanggung jawab untuk melakukan kajian
mutu. Kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu), yang
bertanggung jawab untuk sertifikasi bets, bersama dengan pemilik

81
persetujuan pendaftaran hendaklah memastikan bahwa
pengkajianmutu dilakukan tepat waktu dna benar.
PERTANYAAN

SOAL ESSAY

1. Jelaskan apa yang dimaksud ramuan tradisional ?


Jawaban: Ramuan tradisional adalah ramuan yang terbuat dari bahan-bahan
tumbuhan yang berkhasiat dan sudah biasa digunakan masyarakat setempat.
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik, atau campuran dari bahan-
bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (Maryani, 2003).
2. Persyaratan apa saja yang terdapat dasar dari CPOB?
Jawaban:
a. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas dikasi secara sestemasis
berdasarkan pengalaman terbukti mampu secara konsisten menghasilkan oat yang
memenuhi persyaratan mutu dan sfesifikasi yang telah ditetapkan.
b. Tahap proses yang kritis dalam pemuatan, pengawasan proses dan sarana
penunjang serta perubahannya yang signifikan di validasi.
3. Bagaimana Cara produksi obat tradisional yang baik (CPOTB)?

Jawaban:

Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang
menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk
yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai
dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses
produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani.
Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar

4. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam CPOTB ?

Jawaban:

a. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan,bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau
campuran daribahan tersebut, yang secara turun menurun telah digunakan untuk
pengobatanberdasarkan pengalaman.
b. Bahan awal adalah bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam
pembuatan suatu produk obat tradisional.
c. Bahan baku adalah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau bahan
lainnya, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah
maupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat
tradisional,walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat didalam produk
ruahan.
d. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain
merupakan bahan yang dikeringkan.
e. Bahan pengemas adalah semua bahan yang digunakan untuk pengemasan produk
ruahan untuk menghasilkan produk jadi.
f. Produk antara adalah bahan atau campuran bahan yang masih memerlukan satu
atau lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk menjadi produk ruahan.
g. Produk ruahan adalah bahan atau campuran bahan yang telah selesai diolah yang
masih memerlukan tahap pengemasan untuk menjadi produk jadi.
h. Produk jadi adalah produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan
obat tradisional.
i. Pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan yang meliputi pengadaan bahan
awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, pengemasan, pengawasan
mutu sampai diperoleh produk jadi yang siap untuk didistribusikan.
j. Produksi adalah semua kegiatan pembuatan dimulai dari pengadaan bahan awal
termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, sampai dengan pengemasan untuk
menghasilkan produk jadi.
k. Pengolahan adalah seluruh rangkaian kegiatan mulai dari penimbangan bahan
baku sampai dengan dihasilkannya produk ruahan.
l. Pengemasan adalah kegiatan mewadahi, membungkus, memberi etiket dan atau
kegiatan lain yang dilakukan terhadap produk ruahan untuk menghasilkan produk
jadi.
m. Pengawasan dalam proses adalah pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan dan
dilakukan dalam suatu rangkaian proses produksi, termasuk pemeriksaan dan
pengujian yang dilakukan terhadap lingkungan dan peralatan dalam rangka
menjamin bahwa produk akhir (jadi) memenuhi spesifikasinya.
n. Pengawasan mutu (quality control) adalah semua upaya pemeriksaan dan
pengujian selama pembuatan untuk menjamin agar obat tradisional
yangdihasilkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
o. Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin kebersihan sarana
pembuatan, personil, peralatan dan bahan yang ditangani.
p. Dokumentasi adalah catatan tertulis tentang formula, prosedur, perintah dan
catatan tertulis lainnya yang berhubungan dengan pembuatan obat tradisional.
q. Verifikasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap
bahan, perlengkapan, prosedur kegiatan yang digunakan dalam pembuatan obat
tradisional senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.
r. Inspeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek, mulai
dari pengadaan bahan sampai dengan pengemasan dan penetapan tindakan
perbaikan yang dilakukan oleh semua personal industri obat tradisional sehingga
seluruh aspek pembuatan obat tradisional dalam industri obat tradisional tersebut
selalu memenuhi CPOTB.
s. Bets adalah sejumlah produk obat tradisional yang diproduksi dalam satu siklus
pembuatan yang mempunyai sifat dan mutu yang seragam.
t. Lot adalah bagian tertentu dari suatu bets yang memiliki sifat dan mutu yang
seragam dalam batas yang telah ditetapkan.
u. Kalibrasi adalah kombinasi pemeriksaan dan penyetelan suatu instrumen agar
memenuhi syarat batas keakuratan menurut standar yang diakui.
v. Karantina adalah status suatu bahan atau produk yang dipisahkan baik secara
fisik maupun secara sistem, sementara menunggu keputusan pelulusan atau
penolakan untuk diproses, dikemas atau didistribusikan.
w. Nomor bets atau nomor lot adalah suatu rancangan nomor dan atau huruf yang
menjadi tanda riwayat suatu bets atau lot secara lengkap, termasuk pemeriksaan
mutu dan pendistribusiannya.
x. Diluluskan (released) adalah status bahan atau produk yang boleh digunakan
untuk diproses, dikemas atau didistribusikan.
y. Produk kembalian adalah produk yang dikembalikan dari semua mata rantai
distribusi ke pabrik.
z. Penarikan kembali (recall) adalah kegiatan menarik kembali produk dari semua
mata rantai distribusi apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan penandaan atau adanya efek yang merugikan
kesehatan.
Keluhan adalah suatu pengaduan dari pelanggan atau konsumen mengenai
kualitas, kuantitas, khasiat dan keamanan.
5. Apa yang dimaksud dengan pengawasan mutu?

Jawaban : Pengawasan mutu adalah bagian dari CPB yang berhubungan


dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta organisasi,
dokumnetasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang
telah diperlukan dan relevan dilakukan dan bahwa bahan yang belum dilakukan
tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok
sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.
Setiap industri hendaklah mempunyai fungsi pengawasanmutu. Fungsi
hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai
hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi pengawasan mutu
dapat dilaksanakn secara efektif dan dapat diandalkan.
BAB VIII

PROSES TAHAPAN PEMERIKSAAN HASIL PRODUKSI DAN


PEMERIKSAAN JAMUR PADA PEMBUATAN HERBAL MEDICINE

A. Proses Tahapan Pemeriksaan Hasil Produksi Herbal Medicine


1. Jaminan Bahan Baku
Untuk menjamin bahwa kualitas herbal sama pada setiap
produksinya dan memenuhi standar minimal maka harus ada penetapan
standar dari hulu ke hilir. Kita haruslah memperhatikan dari mana
tumbuhan itu berasal, bagaimanakan cara panennya, dan bagaimana
proses selanjutnya.
a. Simplisia
1) Penyiapan simplisia
Dalam penyiapan atau pembuatan simplisia, tahapan yang
perlu diperhatikan adalah (a) bahan baku simplisia, (b) proses
pembuatan simplisia, dan (c) cara pengepakan/pengemasan dan
penyimpanan simplisia.
a) Bahan baku simplisia.
Dalam pembuatan simplisia, kualitas bahan baku
simplisia merupakan faktor yang penting yang perlu
diperhatikan. Sumber bahan baku dapat berupa tumbuhan,
hewan, maupun mineral. Simplisia nabati yang ideal dapat
ditinjau dari asal tumbuhan tersebut. Tumbuhan tersebut
dapat berasal dari tanaman budidaya maupun tumbuhan liar.
b) Tanaman budidaya.
Tanaman ini sengaja dibudidaya untuk itu bibit
tanaman harus dipilih yang baik, ditinjau dari penampilan
dan kandungan senyawa berkhasiat, atau dengan kata lain
berkualitas atau bermutu tinggi. Simplisia yang berasal dari
tanaman budidaya selain berkualitas, juga sama rata atau
homogeny sehingga dari waktu ke waktu akan dihasilkan
simplisia yang bermutu mendekati ajeg atau konsisten. Dari
simplisia tersebut akan dihasilkan produk obat tradisional
yang “reproducible” atau ajeg khasiatnya. Perlu
diperhatikan pula bahwa tanaman budidaya dapat bervariasi
kualitasnya bila ditanam secara monokultur (tanaman
tunggal) dibanding dengan tanaman tumpang sari.
Demikian juga terdapat faktor lain yang berpengaruh
terhadap penampilan dan kandungan kimia suatu tanaman
antara lain tempat tumbuh, iklim, pemupukan, waktu panen,
pengolahan pasca panen dsb.
c) Tumbuhan liar.
Tumbuhan liar artinya tumbuhan tersebut tidak
dibudidaya atau tumbuh liar. Sebetulnya tumbuhan liar
tersebut dapat dibudidayakan. Namun hal ini jarang
dilakukan oleh petani karena tradisi atau kebiasaan. Agar
bahan tumbuhan yang berasal dan tumbuhan liar ini
mutunya dapat dipertahankan, diperlukan pengawasan
kualitas secara intern yang baik.Apabila suatu bahan baku
simplisia yang berasal dari tumbuhan liar ini melangka,
padahal permintaan pasar tinggi, maka sering kita jumpai
adanya pemalsuan. Dan pengalaman dapat kita lacak
kemudian dicatat asal-usul bahan tumbuhan yang berasal
dari tumbuhan liar tersebut, kita periksa kadar bahan
berkhasiat, sehingga kita dapat memilih bahansimplisia
serupa untuk produk kita di masa mendatang.
2) Pemanenan pada saat yang tepat
Waktu pemanenan yang tepat akan menghasilkan simplisia
yang mengandung bahan berkhasiat yang optimal. Kandungan
kimia dalam tumbuhan tidak sama sepanjang waktu. Kandungan
kimia akan mencapai kadar optimum pada waktu tertentu. Di
bawah ini akan diuraikan kapan waktu yang tepat untuk
memanen bagian tumbuhan. Ketentuan saat pemanenan
tumbuhan atau bagian tumbuhan adalah sebagai berikut.
a) Biji (semen) dipanen pada saat buah sudah tua atau buah
mengering,misalnya biji kedawung.
b) Buah (fructus) dikumpulkan pada saat buah sudah masak
atau sudah tuatetapi belum masak, misalnya Iada (misalnya

88
pada pemanenan lada, kalau dilakukan pada saat buah sudah
tua tetapi belum masak akan dihasilkan lada hitam (Piperis
nigri Fructus); tetapi kalau sudah masak akan dihasilkan
lada putih (Piperis aIbi Fructus)
c) Daun (folia) dikumpulkan pada saat tumbuhan menjelang
berbunga atau sedang berbunga tetapi belum berbuah
d) Bunga (flores/flos) dipanen pada saat masih kuncup
(misalnya cengkeh atau melati) atau tepat mekar (misalnya
bunga mawar, bunga srigading).
e) Kulit batang (cortex) diambil dari tanaman atau tumbuhan
yang telah tua atau umun yang tepat, sebaiknya pada musim
kemarau sehingga kulit kayu mudah dikelupas.
f) Umbi Iapis (bulbus) dipanen pada waktu umbi mencapai
besar optimum,yaitu pada waktu bagian atas tanaman sudah
mulai mengering (misalnya bawang putih dan bawang
merah).
g) Rimpang atau “empon-empon (rhizomad) dipanen pada
waktu pertumbuhan maksimal dan bagian di atas tanah
sudah mulai mengering,yaitu pada permulaan musim
kemarau.
3) Proses Pembuatan Simplisia
Setelah dilakukan pemanenan bahan baku simplisia, maka
tahapan penanganan pasca panen adalah sebagai berikut.
a) Sortasi basah. Tahap ini perlu dilakukan karena bahan baku
simplisia harus benar dan murni, artinya berasal dari
tanaman yang merupakan bahan baku simplisia yang
dimaksud, bukan dari tanaman lain. Dalam kaitannya
dengan ini, perlu dilakukan pemisahan dan pembuangan
bahanorganik asing atau tumbuhan atau bagian tumbuhan
lain yang terikut.Bahan baku simplisia juga harus bersih,

89
artinya tidak boleh tercampur dengan tanah, kerikil, atau
pengotor lainnya (misalnya serangga atau bagiannya).
b) Pencucian. Pencucian seyogyanya jangan menggunakan air
sungai,karena cemarannya berat. Sebaiknya digunakan air
dari mata air, sumur,atau air ledeng (PAM). Setelah dicuci
ditiriskan agar kelebihan air cucian mengalir. Kedalam air
untuk mencuci dapat dilarutkan kalium permanganat
seperdelapan ribu, hal ini dilakukan untuk menekan angka
kuman dan dilakukan untuk pencucian rimpang.
c) Perajangan. Banyak simplisia yang memerlukan perajangan
agar proses pengeringan berlangsung lebih cepat.
Perajangan dapat dilakukan “manual” atau dengan mesin
perajang singkong dengan ketebalan yang sesuai. Apabila
terlalu tebal maka proses pengeringan akan terlalu lamadan
kemungkinan dapat membusuk atau berjamur. Perajangan
yang terlalutipis akan berakibat rusaknya kandungan kimia
karena oksidasi ataureduksi. Alat perajang atau pisau yang
digunakan sebaiknya bukan dan besi (misalnya “stainless
steel” eteu baja nirkarat).
d) Pengeringan. Pengeringan merupakan proses pengawetan
simplisia sehingga simplisia tahan lama dalam
penyimpanan. Selain itu pengeringan akan menghindari
teruainya kandungan kimia karena pengaruh
enzim.Pengeringan yang cukup akan mencegah
pertumbuhan mikroorganisme dan kapang (jamur). Jamur
Aspergilus flavus akan menghasilkan aflatoksin yang sangat
beracun dan dapat menyebabkan kanker hati,senyawa ini
sangat ditakuti oleh konsumen dari Barat. Menurut
persyaratan obat tradisional tertera bahwa Angka khamir
atau kapang tidak Iebih dari 104. Mikroba patogen harus
negatif dan kandungan aflatoksin tidak lebih dari 30 bagian

90
per juta (bpj). Tandanya simplisia sudah kering adalah
mudah meremah bila diremas atau mudah patah. Menurut
persyaratan obat tradisional pengeringan dilakukan sampai
kadar air tidak lebih dari 10%. Cara penetapan kadar air
dilakukan menurut yang tertera dalam Materia Medika
Indonesia atau Farmakope Indonesia. Pengeringan
sebaiknya jangan di bawah sinar matahari langsung,
melainkan dengan almari pengering yang dilengkapi dengan
kipas penyedot udara sehingga terjadi sirkulasi yang baik.
Bila terpaksa dilakukan pengeringan di bawah sinar
matahari maka perlu ditutup dengan kain hitam untuk
menghindari terurainya kandungan kimia dan debu. Agar
proses pengeringan berlangsung lebih singkat bahan harus
dibuat rata dan tidak bertumpuk.Ditekankan di sini bahwa
cara pengeringan diupayakan sedemikian rupasehingga
tidak merusak kandungan aktifnya.
e) Sortasi kering. Simplisia yang telah kering tersebut masih
sekali lagidilakukan sortasi untuk memisahkan kotoran,
bahan organik asing, dansimplisia yang rusak karena
sebagai akibat proses sebelumnya.
f) Pengepakan dan penyimpanan. Bahan pengepak harus
sesuai dengan simplisia yang dipak. Misalnya simplisia
yang mengandung minyak atrisi jangan dipak dalam wadah
plastik, karena plastik akan menyerap bau bahan tersebut.
Bahan pengepak yang baik adalah karung goni atau karung
plastik. Simplisia yang ditempatkan dalam karung goni atau
karung plastik praktis cara penyimpanannya, yaitu dengan
ditumpuk. Selain itu, cara menghandelnya juga mudah serta
cukup menjamin dan melindungi simplisia di dalamnya.
Pengepak lainnya digunakan menurut keperluannya.
Pengepak yang dibuat dari aluminium atau kaleng dan

91
sengmudah melapuk, sehingga perlu dilapisi dengan plastik
atau malam atauyang sejenis dengan itu.Penyimpanan
harus teratur, rapi, untukmencegah resiko tercemar atau
saling mencemari satu sama lain, serta untuk memudahkan
pengambilan, pemeriksaan, dan pemeliharaannya.Simplisia
yang disimpan harus diberi label yang mencantumkan
identitas,kondisi, jumlah, mutu, dan cara penyimpanannya.
Adapun tempat atau gudang penyimpanan harus memenuhi
syarat antara lain harus bersih,tentutup, sirkulasi udara baik,
tidak lembab, penerangan cukup biladiperlukan, sinar
matahari tidak boleh leluasa masuk ke dalam
gudang,konstruksi dibuat sedemikian rupa sehingga
serangga atau tikus tidak dapat Ieluasa masuk, tidak mudah
kebanjiran serta terdapat alas dari kayu yang baik (hati-hati
karena balok kayu sangat disukai rayap) atau bahan lain
untuk meletakkan simplisia yang sudah dipak tadi.
Pengeluaran simplisia yang disimpan harus dilaksanakan
dengan cara mendahulukan bahan yang disimpan Iebih awal
(“First in — First out” = FIFO).
4) Pemeriksaan mutu
Pemeriksaan mutu simplisia sebaiknya dilakukan secara
periodik, selain juga harus diperhatikan untuk pertama kali
dilakukan yaitu pada saat bahan simplisia diterima dari pengepul
atau pedagang Iainnya. Buku pedoman yang digunakan sebagai
pegangan adalah Materia Medika Indonesia atau Farmakope
Indonesia.Agar diperoleh simplisia yang tepat, sebaiknya
dilakukan arsipasi simplisia sebagai standar intern atau
pembanding. Mengenai pemeriksaan mutu, dalam benak kami
menginginkan adanya Iaboratorium pemeriksaan mutu
simplisiaatau obat tradisional yang terakreditasi serta dapat
melayani kebutuhan pemeriksaan mutu dari produsen obat
tradisional. Setelah pemeriksaan mutu danternyata sesuai
standar obat herbal maka obat herbal dapat digunakan untuk
kesehatan.

92
b. Ekstrak
1) Definisi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia
yang terdapat didalam bahan alam atau berasal dari dalam sel
dengan menggunakan pelarut dan metodeyang tepat. Sedangkan
ekstrak adalah hasil dari proses ekstraksi, bahan yang diekstraksi
merupakan bahan alam.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV,Ekstrak adalah
sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditentukan.
Sebagian besarekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku
obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan
secara destilasi dengan menggunakan tekanan.
2) Prinsip Ekstraksi
Pada prinsipnya ekstraksi adalah melarutkan dan menarik
senyawa dengan menggunakan pelarut yang tepat. Ada tiga
tahapan proses pada waktu ekstraksiyaitu:
1) Penetrasi pelarut kedalam sel tanaman dan pengembangan
sel
2) Disolusi pelarut ke dalam sel tanaman dan pengembangan
sel
3) Difusi bahan yang terekstraksi ke luar sel.
Proses diatas diharapkan terjadinya kesetimbangan antara
linarut dan pelarut. Kecepatan untuk mencapai kesetimbangan
umumnya tergantung padasuhu, pH, ukuran partikel dan gerakan
partikel. Prinsip yang utama adalah yang berkaitan dengan
kelarutan, yaitu senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut
polar dan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam pelarut
nonpolar.
3) Metode-metode Ekstraksi
Ada beberapa macam cara untuk melakukan ekstraksi
berdasarkan bahan yangakan kita ambil diantaranya:
a) Berdasarkan energy yang digunakan\

93
Terbagi menjadi ekstraksi cara panas dan ekstraksi cara
dingin.ekstraksicara panas entara lain reflukx, soxhlet,
destilasi, infusa, dekokta.Sedangkan ekstraksi cara dingin
antara lain pengocokan, maserasi, perkolasi.
Ekstraksi cara panas lebih cepat untuk mendapatkan
senyawa yangdiinginkan karena panas akan memperbesar
kelarutan suatu senyawa.Sedangkan untuk ekstraksi cara
dingin dikhususkan untuk senyawa yangtidak tahan
terhadap pemanasan.
Kelemahan ekstraksi cara panas terkadang akan
terbentuk suatusenyawa baru akibat peningkatan suhu
menjadi senyawa yang berbeda.Makadaripada itu untuk
senyawa yang diperkirakan tidak stabil makadigunakanlah
ekstraksi cara dingin.

b) Berdasarkan bentuk fase


Ekstraksi ini didasarkan berdasarkan pada larutan yang
bercampur dan pelarut yang tidak bercampur. Berdasarkan
bentuk fasenya ekstraksidibagi menjadi beberapa golongan
yaitu ekstraksi air-cair dan ekstraksicair-padat.
4) Kriteria Pemilihan Pelarut
Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus
diperhatikan sifat kandungankimia (metabolit sekunder) yang
akan diekstraksi. Sifat yang penting adalah sifatkepolaran, dapat
dilihat dari gugus polar senyawa tersebut yaitu gugus
OH,COOH. Senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut
polar, dan senyawa non polar akan lebih mudah larut dalam
pelarut non polar. Derajat kepolarantergantung kepada ketetapan
dielektrik, makin besar tetapan dielektrik makin polar pelarut
tersebut. Kepolaran dan kelarutan memiliki dasar teori yaitu:
a) Kepolaran terjadi apabila ada dipolmomen, kepolaran suatu
senyawamerupakan jumlah seluruh dipole momen yang ada.
b) Asosiasi pelarut dengan zat terlarut disebut solvent, terjadi
bila adaanalogi struktur. Kelarutan terjadi bilaenergi
solvatasi lebih besar darienergy Kristal.

94
c) Untuk molekul yang tidak terionisasi terjadi mekanisme
pemmbentukan pasanga ion dengan pelarut sebagai donor
atau akseptor pelarut.
d) Dalam hal dua senyawa berstruktur berdekatan kelarutannya
merupakanfungsi dari tekanan uap dari titik lelehnya.
Penggolongan pelarut berdasarkan polaritas, berdasarkan
gugus fungsi,dan berdasarkan bahan organic dan non
organiknya. Syarat-syarat pelarut adalah sebagai berikut:
a) Kapasitas besar
b) Selektif
c) Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik
didihnya cukup rendah). Cara memperoleh penguapannya
adalah dengan cara penguapan diatas penangas air dengan
wadah lebar pada temperature 600 c, destilasi, dan
penyulingan vakum.
d) Harus dapat diregenerasi
e) Relative tidak mahal
f) Non toksik, non korosif, tidak memberikan kontaminasi
serius dalamkeadaan uap
g) Viskositas cukup rendah

5) Urutan Ekstraksi
Secara umum, ekstraksi dilakukan secara berturut-turut
mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu dengan pelarut
yang kepolarannya menengah (diklormetan,kloroform)
kemudian dengan pelarut polar (etanol atau metanol). Dengan
demikian, akan dieroleh ekstrak awal (crude extract) yang secara
berturut-turut mengandung senyawa nonpolar, kepolaran
menengah, dan senyawa polar.Pengekstraksian dengan senyawa
nonpolar biasanya diperlukan juga sebagai pengawalemakan
(deffating) sebelum diekstraksi dengan pelarut yang sesuai
(ekstrak yang diperoleh bersifat bebas lemak).
Selanjutnya adalah penghilangan pelarut organic atau
pelarut air yang digunakan, pelarut tersebut harus dihilangkan

95
atau diperkecil volumenya. Untuk pelarut organic biasanya
dilakukan dengan penguapan putar vakum. Sedang kanuntuk
pelarut air biasanya dilakukan dengan pengering bekuan (freeze-
drying).Mula-mula ekstrak dihilangkan pelarut organiknya
kemudian dibekukan dalam wadah kaca khusus dan bahan yang
beku.

6) Parameter Ekstraksi
Dalam memperoleh ekstraksi yang baik harus diperhatikan
parameter-parametersebagai berikut;
a) Parameter Nonspesifik
(1) Parameter susut pengeringan
Adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan
pada temperature105 0 c selama 30 menit atau sampai
berat konstan, yang dinyatakan sebagai nila prosen.
Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung
minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organic
menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air
karena berada diatmosfer/lingkungan udara terbuka.
Tujuannya adalah untuk memberikan batasan maksimal
(rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada
proses pengeringan. Nilai atau rentang yang
diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi.
(2) Parameter bobot jenis
Adalah masa per satuan volume pada suhu kamar
tertenru (25oC) yang ditentukan dengan alat khusus
piknometer atau alat lainnya. Tujuannya untuk
memberikan batasan tentang besarnya masa persatuan
volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair
sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat
dituang. Nilai atau rentang yang diperbolehkan terkait
dengan kemurnian dan kontaminasi.
(3) Kadar air
Pengukuran kandungan air yang berada didalam
bahan, dilakukandengan cara yang tepat diantara cara
titrasi, destilasi atau gravimetric. Tujuannya untuk
memberikan batasan minimal atau rentang tentang
besarnya kandungan air didalam bahan. Nilai atau

96
rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian
dan kontaminasi.
(4) Kadar abu
Bahan dipanaskan pada temperature dimana
senyawa organic dan turunannya terdestruksi dan
menguap, sehingga menyisakan unsure mineral dan
anorganik. Tujuannya adalah untuk memberikan
gambaran kandungan mineral internal dan eksternal
yang berasal dari proses awal sampai terbantuk ekstrak.
Nilai atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan
kemurnian dan kontaminasi.
(5) Sisa pelarut
Menentukan kandungan sisa pelarut tertenru (yang
memang ditambahkan) yang secara umum dengan
kromatografi gas. Untukekstrak cair berarti kandungan
pelarutnya, misalnya kadar alcohol. Tujuannya adalah
memberikan jaminan bahwa selama proses
tidakmeninggalkan sisa pelarut yang memang
seharusnya tidak boleh ada.Sedangkan untuk ekstrak
cair menunjukkan jumlahh pelarut (alcohol) sesuai
denngan yang ditetapkan. Nilai atau rentang yang
diperboleh kanterkait dengan kemurnian dan
kontaminasi.
(6) Residu pestisida
Menentukan kandungan sisa pestisida yang
mungkin saja pernah ditambahkan atau
mengkontaminasi pada bahan simplisia pembuat
ekstrak. Tujuannya untuk memberukan jaminan bahwa
ekstrak tidak mengandung pestisida melebihi nilai yang
ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan. Nilai atau
rentang yang diperboleh kanterkait dengan kemurnian
dan kontaminasi.
(7) Cemaran logam berat
Menentukan kandungan logam berat secara
spektroskopi serapan atomatau lainnya yang lebih
valid. Tujuannya untuk memberikan jaminan bahwa
ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (Hg,
Pb, Cd, dll) melebihi nilai yang ditetapkan karena
berbahaya bagi kesehatan. Nilai atau rentang yang

97
diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi.
(8) Cemaran mikroba
Menentukan adanya mikroba yang pathogen secara
analisis mikrobiologis. Tujuannya untuk memberikan
jaminan bahwa ektrak tidak boleh mengandung
mikroba pathogen dan tidak mengandung mikroba non
pathogen melabihi batas yang ditetapkan karena
berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan berbahaya bagi
kesehatan. Nilai atau rentang yang diperbolehkan
terkait dengan kemurnian dan kontaminasi.
b) Parameter Spesifik
(1) Identitas
Meliputi deskripsi tata nama (nama ekstrak, nama
latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan,
nama tumbuhan indonesia) dan dapat mempunyai
senyawa identitas.Tujuannya untuk memberikan
identitas objektif dari nama dan spesifik dari senyawa
identitas.
(2) Organoleptik
Meliputi penggunaan panca indra untuk
mendeskripsikan bentuk (padat, serbuk-kering, kental,
cair, dll), warna (kuning, coklat, dll), bau(aromatic,
tidak berbau, dll), rasa (pahit, manis, kelat, dll). Dengan
tujuan untuk pengenalan awal yang sederhana.
(3) Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Melarutkan pelarut ekstrak dengan pelarut (alcohol
atau air) untuk ditetapkan jumlah solute yang identik
dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetric.
Dalam hal tertentu dapat diukursenyawa terlarut dalam
palarut lain misalnya heksana, diklormetan,metanol.
Tujuannya untuk memberikan gambaran awal jumlah
senyawa kandungan.
c) Uji Kandungan Kimia Ekstrak
(1) Pola kromatogram
Ekstrak ditimbang, diektraksi dengan pelarut dan
cara tertentu,kemudian dilakukan analisis kromatografi
sehingga memberikan polakromatogram yang khas.

98
Tujuannya adalah memberikan gambaranawal
komposisi kandungan kimia berdasarkan pola
kromatografi(KLT, KCKT, KG).
(2) Kadar total golongan kandungan kimia
Dengan penerapan metode spektrofotometri,
titrimetri, volumetric,gravimetric atau lainnya. Dapat
ditetapkan kadar golongan kandungankimia. Metode
harus sudah teruji validitasnya, terutama selektivitas
dan batas linieritas. Ada beberapa golongan kandungan
kimia yang dapat dikembangkan dan ditetapkan
metodenya, yaitu golongan:minyak atsiri, steroid,
tannin, flavonoid, triterpenoid (saponin),alkaloid,
antrakinon. Tujuannya adalah untuk memberikan
informasi kadar golongankandungan kimia sebagai
parameter mutu ekstrak dalam kaitannya dengan efek
farmakologis.
(3) Kadar kandungan kimia tertentu
Dengan tersedianya suatu kandungan kimia yang
berupa senyawa identis atau senyawa kimia utama
ataupun kandungan kimia lainnya,maka secara
kromatografi instrumental dapat dilakukan penetapan
kadar kandungan kimia tertentu. Instrument yang dapat
digunakan adalah Densitometer, Kromatografi Gas,
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau instrument lain
yang sesuai. Metode penetapan kadar harus diuji dahulu
validitasnya, yaitu batas deteksi, selektivitas,
linieritas,ketelitian, ketepatan dan lain-lain.
Tujuannya adalah untuk memberikan data kadar
kandungan kimia tertentu sebagai senyawa identitas
atau senyawa yang diduga bertanggung jawab pada
efek farmakologi.Contohnya adalah penetapan kadar
andrografolid dalam ekstrak sambiloto secara HPLC
atau penetapan kadar pinostorbin dalam ekstrak temu
kunci secara densitometry.
2. Hasil Produksi Herbal Medicine
Herbal Medicine merupakan salah satu warisan nenek moyang atau
leluhur yang secara turun temurun dipergunakan dalam proses mencegah,
mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan penyakit, luka dan
mental pada manusia atau hewan. Sebagai warisan nenek moyang yang

99
dipergunakan secara turun temurun maka perlu kiranya dikembangkan
dan diteliti agar dapat dipertanggungjawabkan secara medis. Penelitian
herbal medicine dalam hal ini dikhususkan pada tanaman (herbal) karena
saat ini yang berkembang pesat adalah obat tradisional yang berasal dari
tanaman atau tumbuhan obat yang banyak tumbuh dan dikembangkan
atau dibudidayakan di Indonesia (herbal).
Pemanfaatan tanaman obat secara langsung dapat memperbaiki
status gizi, sarana pemerataan pendapatan, pelestarian alam, gerakan
penghijauan dan keindahan. Ramuan atau racikan obat tradisional
bersifat konstruktif sehingga untuk mendapatkan hasil yang optimal atau
sembuh bila obat herbal dikonsumsi secara rutin dan dalam waktu yang
cukup panjang bila dibandingkan dengan penggunaan obat sintetis atau
obat modern. Efek samping obat tradisional tidak sama dengan obat
sintetis karena pada tanaman obat terdapat suatu mekanisme penangkal
atau mampu menetralkan efek samping tersebut , disebut juga “SEES “ (
Side Effect Eliminating Subtanted). Akan tetapi kelemahan dari obat
tradisional juga ada yaitu sampai saat ini belum begitu banyaknya
tersedia bahan baku, belum terstandarisasi dan tidak semua bahan atau
ramuan telah teruji secara klinis atau pra-klinis. Ramuan obat tradisional
kebanyakan bersifat higrokospis akibatnya mudah tercemar oleh berbagai
jenis mikroorganisme yang patogen ( Lestrari, 2018).
Secara umum tanaman obat dikelompokkan menjadi 3 kelompok
besar yaitu :
a. Tanaman obat tradisional : yaitu tanaman yang dketahui dan
dipercaya masyarakat tertentu secara turun menurun dan memiliki
khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional. Contoh tanaman Purwaceng (Pimpinella sp.) dipercaya
oleh masyarakat Dieng sebagai bahan penambah gairah sex
(afrodosiax).
b. Tanaman obat modern, tanaman yang secara ilmiah telah dibuktikan
mengandung senyawa atau bahan kimia aktif yang berkhasiat
sebagai obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan
secara medis. Contoh : meniran (Phyllanthus niruri) yang telah
dikemas sebagai obat penambah daya tahan tubuh pada anak (
Imunomodulator).

100
c. Tanaman obat potensial, tanaman yang diduga mengandung atau
memiliki senyawa aktif berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan
penggunaannya secara ilmiah-medis sebagai bahan obat-obatan.
Contoh buah mengkudu dan temu kunci( Adi P, 2016, Hidayat,
2018).
Penelitian tanaman obat tradisional dalam upaya untuk
mempertanggungjawabkan bioaktivitasnyasecara ilmiah atau medis dan
pencarian bahan obat baru atau sediaan obat baru terus berkembang.
Upaya ini dilakukan dengan cara eksplorasi sumber daya alam (SDA),
baik yang ada di darat, air, hutan, dataran rendah dan dataran tinggi.
Sumber daya alam yang diteliti atau dieksplorasi dapat berupa
mikroorganisme (yang dapat menghasilkan metabolit sekunder),
tanaman, hewan dan biota laut. Akan tetapi yang berkembang pesat saat
ini adalah penelitian tanaman obat (herbal) karena kembalinya
masyarakat yang banyak menggunakan obat herbal dalam mengurangi
dan menyembuhkan penyakitnya. Langkah awal penelitian tanaman obat
dalam menemukan obat baru atau senyawa baru didasari atau dipandu
oleh pengalaman-pengalaman masyarakat baik yang tertulis maupun tak
tertulis dalam menggunakan SDA sebagai obat tradisional secara turun
menurun yang dikenal dengan etnomedicine atau etnofarmakologi atau
etnobotani. Secara garis besarnya penelitian atau eksplorasi SDA dalam
upaya untuk menemukan obat atau bahan obat atau senyawa obat yang
baru biasanya melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. Ekstraksi dengan beberapa pelarut
b. Uji biaktivitas atau uji farmakologis ekstrak
c. Skrening fitokimia
d. Isolasi senyawa yang diduga aktif
e. Uji farmakologis isolat
f. Penentuan struktur isolat aktif
g. Modifikasi struktur isolat aktif (QSAR= Quantitative Structure
Activity of Relationship)

101
h. Uji farmakologis senyawa hasil modifikasi
i. Pre-formulasi senyawa aktif untuk uji pra klinik
Langkah-langkah di atas masih dianggap konvensional dan
membutuhkan waktu yang lama (8-10 tahun) sampai uji klinik agar
menjadi fitofarmaka, bahkan 10-12 tahun sampai terbentuk produk yang
siap dipasarkan. Hal inilah yang menyebabkan para peneliti membuat
atau melakukan konsep baru agar lebih efisien dan efektif. Salah satunya
adalah konsep baru yang dikembangkan oleh unit LITBANG perusahan
farmasi MERCK, GLAXO, TIGER dan lain-lain. Adapun konsep baru
atau teknik baru tersebut adalah High Throughput Screening (HTS)
Technique. High Throughput Screening (HTS) Technique merupakan
teknik interaksi biomolekuler antara protein target/reseptor suatu
penyakit dengan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak tanaman obat
(SDA). Protein target suatu penyakit dapat dibuat/disintesis dengan
menggunakan teknik rekayasa genetik atau mengisolasi pada penyakit
tertentu dan dikembangkan dalamkultur jaringan berdasarkan informasi
genetik yang diperoleh dari aktivitas penelitian analisis genom,
sedangkan ekstrak SDA dapat diekstraksi terhadap keanekaragaman
hayati yang ada. Adapun kunci atau langkah-langkah dari HTS ini adalah
a. Aktivitas Analisis genom (protein target)
b. Keanakaragaman hayati (ekstrak)
c. HTS.
Aktivitas analisis genom yang saat ini dikerjakan di dunia farmasi
dikenal sebagai Human Genum Project (HGP) atau Proyek Genom
Manusia yang merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk menentukan
seluruh urutan nukleotida gen manusia yang berjumlah kira-kira 3x109
pasang basa, dan bersamaan dengan ini dapat diidentifikasi 100.000 gen
yang merupakan faktor penentu kelangsungan hidup manusia. Dengan
diketahuinya fungsi dari setiap gen manusia yang menyandi fungsi
biologis atau penyakit yang diderita oleh manusia maka dengan
sendirinya dapat diidentifikasi gen-gen yang berperan dalam penyakit

102
yang terjadi dan selanjutnya dapat dikembangkan strategi untuk
diagnostik, pengobatan dan pencegahan. Teknologi HTS merupakan
perkembangan dalam teknik instrumentasi Biomolecule Interaction
Analisys (BIA), dimana dalam teknik ini akan terjadi interaksi fisiko
kimia maupun imunokimia. Interaksi molekul yang terjadi antara suatu
bahan aktif dalam suatu ekstrak dengan molekul target melalui teknik
HTS disebut dengan Hit. Uji yang sangat sensitif ini memungkinkan
dilakukan throughhput dengan microtiter plate menggunakan ELISA
(Enzyme Linked Immunosorbent Assay) atau SPA (Scintillation Proximity
Assay). Apabila dengan teknik HTS ini telah terjadi hit, maka dilanjutkan
dengan isolasi senyawa aktifnya, karakterisasi atau identifikasi struktur,
uji farmakologis lanjut sehingga akhirnya menghasilkan senyawa tunggal
yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi bahan obat baru (lead
compound. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian
dan pengembangan obat tradisional adalah :
a. Pengembangan teknologi untuk sebagian besar produksi obat-obatan.
b. Pengembagnan standard kontrol kualitas baik untuk bahan baku
maupun produk jadi.
c. Pengembangan formulasi baru dan bentuk sediaan yang dibuat
khusus untuk kondisi iklim sekarang dan disesuaikan dengan bahan
baku lokal yang tersedia.
d. Perpaduan antara teknologi yang diperoleh dan pengembangannya
secara kontinyu untuk menghasilkan produk yang kompetitif.
e. Bioekivalensi, bioavailabilitas dan studi farmakokinetik pada
pengembangan bentuk sediaan.
f. Pencarian sumber-sumber tanaman baru untuk obat-obat yang telah
dikenal dan obat baru yang menggunakan tanaman lokal yang
tersedia. Keadan yang terjadi pada sebagian besar negara-negara
berkembang,
Keaadan yang terjadi pada sebagian besar negara-negara
berkembang, produksi ekstrak dan fraksi tanaman yang telah

103
distandardisasi menempati prioritas yang lebih tinggi daripada zat aktif
murni, karena hanya dibutuhkan teknologi yang sederhana, karena itu
harga produknya menjadi lebih rendah, asalkan hasil uji toksikologi
menunjukkan bahwa produk tersebut aman. Selanjutnya dilakukan
penelitian untuk mengetahui komposisi kimiawi dari fraksi campuran dan
aksi farmakologis dari masing-masing kandungan untuk meyakinkan
keamanan dan kompetibilitasnya. Ilmu kimia sangat penting perannya
dalam penelitian dan pengembangan obat tradisional agar dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah ataupun medis. Adapun peran ilmu
kimia dalam penelitian dan pengembangan obat tradisional adalah
a. Eksplorasi dalam penemuan senyawa obat atau bahan obat baru
Peran ilmu kimia atau tenaga kimia dalam hal ini adalah
ekstraksi bahan tanaman obat dengan berbagai pelarut berdasarkan
sehingga terbentuk bank ekstrak. Selanjutnya dilakukan Uji
farmakologis dari ekstrak tersebut baik ekstrak tunggal maupun
campuran ekstrak. Uji farmakologis ini dapat dilakukan berdasarkan
formula-formula yang sudah biasa dilakukan di masyarakat dalam
pengobatan tradisional atau formula-formula yang telah dibukukan,
seperti pada Buku Usada Bali Taru Premana, Ayur Veda, Cabe
Puyang Warisan Nenek Moyang dan lain-lain. Uji farmakologis ini
merupakan uji awal untuk keaktifan suatu ekstrak tanaman obat.
Setelah terbukti aktif selanjutnya dilakukan skreening fitokimia atau
kandungan kimia dari ekstrak aktif tersebut. Kandungan kimia dari
ekstrak aktif ini diisolasi atau dipisahkan senyawa-senyawanya
sehingga dapat diketahui seberapa besar kandungan kimia dan
selanjutnya dikembangkan menjadi sediaan obat. Kalau kandungan
kimianya cukup besar (>2%), maka ekstrak ini dapat dikembangkan
sebagai obat modern, kalau kandungannya kecil maka ekstrak ini
dapat dikembangkan sebagai obat herbal terstandarisasi dan
fitofarmaka. Kandungan kimia yang cukup besar dapat dikembang
lebuh lanjut metoda QSAR (Quantitative Structure of Activities

104
Relationship) dengan sistem penambahan gugus fungsi yang dapat
meningkatkan aktivitas senyawa obat tersebut. Ekstrak yang aktif ini
dapat dilakukan uji pra klinik pada hewan coba dan uji toksisitasnya.
b. Penyiapan bahan baku obat
Bahan baku obat secara umum dapat berupa simplisia dan
ekstrak. Penyiapan bahan baku berupa simplisia harus sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan, salah satu diantaranya adalah kehalusan
serbuk yang nantinya akan mempengaruhi kualitas ekstrak. Semakin
halus serbuk bahan baku obat semakin berkualitas semakin banyak
ekstrak yang didapatkan karena luas permukaan akan semakin besar
memudahkan pelarut pengekstrak mengekstrak senyawa aktifnya.
Peran ilmu kimia di sini lebih banyak pada pembuatan ekstrak yang
terstandarisasi berdasarkan farmakope indonesia. Kualitas ekstrak
yang terstandarisasi dipengaruhi dalam proses pembuatannya. Dalam
hal inilah diperlukan peran ilmu kimia dalam hal :
1) Menentukan pelarut yang dipergunakan dalam membuat ekstrak
sehingga diperoleh senyawa aktif yang maksimal (rendemen
yang diperoleh. Dalam hal ini diprrlukan pengetahuan tentang
istilah “like disolved like” atau larut berdasarkan kemiripan
sifat sifat yaitu kita harus mengetahui kepolaran atau kemiripan
sifat antara senyawa aktif dengan pelarut yang dipakai untuk
mengekstraknya. Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar,
senyawa semi polar akan larut pada pelarut semi polar dan yang
non polar akan larut dalam non polar. Demikian pula halnya
dalam mengetahui identitas ekstrak berdasarkan senyawa
aktifnya. Perlu juga diperhatikan bagian tanaman segar yang
akan diekstrak, kalau umbi biasanya banyak lemaknya sehingga
perlu dipisahkan lemaknya terlebih dahulu dengan pelarut non
polar (n-heksana) sehingga nantinya lemak tidak mengganggu
tahap-tahap berikutnya yang dapat mengganggu kualitas ekstrak.
2) Sifat sediaan ekstrak

105
Penggunaan ekstrak kering sebagai sediaan obat harus
memperhatikan kelarutannya, warna, bau dan toksisitasnya.
Pengujian warna sediaan didasari atas warna ekstrak standar
atau suatu zat pembanding tertentu. Pengujian warna bisa
digunakan metoda spektroskopi pada panjang gelombang
tertentu.
3) Pengujian identitas ekstrak
Pengujian identitas ini dapat dilakukan secara kualitatif
dengan menggunakan reaksi pengendapan (misalnya : uji
alkaloid dengan pereaksi Dragendorf, Meyer) atau reaksi warna
tertentu (misalnya : uji terpenoid / steroid dengan reaksi warna
Leiberman – Burchard; uji flavonoid dengan pereaksi warna
Wilstatter dan Bate Smith), atau dengan metoda kromatografi
lapis tipis (KLT) dengan melihat kromatogram secara
keseluruhan (fingerprint) atau dengan Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT) atau HPLC atau Kromatografi Gas.
4) Pengujian Kemurnian
Ekstrak atau sediaan Pengujian dalam hal ini dikhususkan
pada pengujian terhadap senyawa- senyawa ikutan (pengotor)
yang dihasilkan pada saat proses pembuatan ekstrak dari tahap
awal sampai tahap akhir (misalnya zat warna, zat hasil hidrolisis
enzim dan lain-lain).
5) Kadar air ekstrak
Kadar air ini dapat dilakukan dengan metoda oven. Kadar
air yang relatif tinggi pada sediaan ekstrak kering (mengandung
gula /glikosida) akan mempengaruhi stabilitas sediaan karena
kemungkinan terjadinya hidrolisis enzim, atau tumbuhnya
mikroorganisme patogen.
6) Kadar logam berat
Kadar logam berat perlu ditentukan untuk menghindari efek
yang tidak diinginkan. Kadar logam berat secara total maupun

106
secara individual dapat ditentujan dengan Spektrofotometer
Serapan Atom (AAS)/
7) Kadar .senyawa logam anorganik
Kadar logam dalam hal ini biasanya di hasilkan pada saat
proses pembuatan akibat wadah atau peralatan yang dipakai.
Kadar lodam anorganik dapat ditentukan dengan AAS
8) Kadar residu pestisida
Residu pestisida diperkirakan ada pada simplisia yang
dipergunakan dalam pembuatan ekstrak. Residu pestisida
diperkirakan secara sengaja atau tidak sengaja ada pada saat
budidaya tanaman obat atau akumulasi pada tanah tempat
pembudidayan. Untuk memperkecil adanya residu pestisida
disyarakan agar tidak mempergunakan pestisida mulai saat
pembenihan sampai saat pemanenan bahan simplisia tanaman
obat atau memakai bahan-bahan organik. Kadar residu pestisida
dapat ditentukan dengan HPLC.(High Peforman Liquid
Chromatography) atau KCKT (Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi).
9) Kontaminan alkali dan asam
Adanya kontaminan alkali atau asam akan mempengaruhi
kualitas, warna atau stabilitas ekstrak. Prosedur sederhana yang
biasa dipergunakan untuk pengujian ini adalah dengan
mengukur pH sediaan dalam bentuk larutan dalam air atau
suspensi dengan mempergunakan kertas indikator maupun pH
meter (pH meter merupakan alat yang lebih cocok bila
dibanding dengan kertas indikator, karena warna kertas
indikator dapat terpengaruh dengan warna dari sediaan).
10) Metode pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak yang sesuai standar atau ekstrak obat
terstandarisasi harus memperhatikan metoda-metoda dalam
pembuatan ekstrak agar ekstrak yang diperoleh mengandung

107
bahan aktif yang maksimal. Adapun metoda yang dipakai dalam
pembuatan ekstrak adala sebagai berikut :
a) Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali perendaman
atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar) dan
didiamkan selama lebih kurang 24 jam baru kemudian
disaring, selanjutnya cairan ekstrak yang diperoleh
dipekatkan dengan rotari evapourator hingga diperoleh
ekstrak kental atau kering.
b) Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru
(kontinu/mengalir) yang pada umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan/kamar atau perkolasi sebenarnya
(penetesan / penampungan ekstrak), terus menerus sampai
diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
c) Soxhletasi adalah penyarian atau ekstraksi menggunakan
pelarut baru yang dilakukan dengan alat khusus sehingga
terjadi eketraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif
konstan. Sirkulasi dilakukan 3-6 kali atau sampai tetesan
yang keluar dari timbel (letak sampel) jernih, ekstraksi
dianggap sempurna.
d) Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur
titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali (sirkulasi) sehingga dapat termasuk
proses ekstraksi sempurna.
e) Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada
temperatur penangas air (bejana infusa tercelup dalam
penangas air mendidih, temperatur terukur 90oC) selama
waktu tertentu (15 menit). Hasil yang diperoleh berupa
cairan infus yaitu sediaan cair yang dibuat dengan

108
mengekstraksi simplisia nababi dengan air pada suhu 90oC.
Pembuatan campur simplisia dengan derajat halus yang
sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan di atas
tangas air selama 15 menit mulai suhu 90oC sambil sekali-
sekali diaduk. Saring selagi panas melalui kain flanel,
tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga
diperoleh volume infus yang dikehendaki.
f) Dekokta adalah infundasi pada waktu yang lebih lama (30
menit). Hal ini dilakukan untuk memperoleh kandungan
senyawa yang lebih banyak dalam sari.
g) Destilasi uap adalah ekstraksi untuk senyawa yang mudah
menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia)
dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial
senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel
secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan
kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan
menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama
senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah
sebagian.
c. Standarisasi obat
Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) tidaklah
sulit bila senyawa aktif yang berperan telah diketahui dengan pasti.
Pada prinsipnya standardisasi dapat didasarkan atas senyawa aktif,
kelompok senyawa aktif maupun atas dasar senyawa karakter (bila
senyawa aktif belum diketahui dengan pasti). Bila digunakan
senyawa karakter pada upaya standardisasi, maka dalam hal ini
hanyalah bertujuan untuk dapat membantu menentukan kualitas
bahan obat tersebut. Senyawa karakter yang dipakai haruslah
spesifik dan digunakan selama senyawa aktif belum diketahui
dengan pasti. Standardisasi dapat dilakukan seara fisika, kimia,
maupun biologik. Pada prinsipnya standardisasi suatu bahan obat /

109
sediaan obat dilakukan mulai dari bahan baku sampai dengan
sediaan jadi (mulai dari proses penanaman sehingga akan terwujud
suatu homogenoitas bahan baku). Berdasarkan hal inilah standarisasi
obat tradisional dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu :
1) Standarisasi bahan Sediaan (simplisia atau ekstrak
terstandar/bahan aktif diketahui kadarnya)
2) Standarisasi produk Kandungan bahan aktif stabil atau tetap
3) Standarisasi proses Metoda, proses dan peralatan dalam
pembuatan sesuai dengan CPOBT
d. Uji bioaktivitas
Uji Bioaktivitas dapat dilakukan secara in vitro (di luar sel)
maupun in vivo (di dalam sel). Seperti misalnya uji antioksidan dapat
dilakukan secara in vitro dengan mengukur persen peredaman
(%IC50) dari senyawa aktif dengan radikal bebas DPPH. Kalau
persen peredamannya >50% maka senyawa tersebut mempunyai
aktivitas sebagai antioksidan. Uji Antiokaidan secara in vivo dapat
dilakukan dengan hewan coba dengan menganalisis marker
antioksidan yaitu aktivitas enzim Super Oksida Dismutase (SOD),
Katalase, , Glutation Peroksidase (GPx),kadar Malondialdehid
(MDA) dan 8-hidroksi-deoksi-guanosin (8-OHdG). Uji bioaktivitas
dapat dilakukan dengan metoda Enzym Linked Immunosorben
Assay (ELISA) dan imunohistokimia.

B. Pemeriksaan Jamur Pada Pembuatan Herbal Medicine


1. Jamur
a. Pengertian jamur
Aspergillus Merupakan Kapan saprofit yang sering dijumpai di
tanah, air, dan tumbuhan yang membusuk lebih dari 200 spesies
Aspergillus yang telah diidentifikasi, dan Aspergillus
furnigatus merupakan penyebab infeksi pada manusia yang
terbanyak di mana lebih dari 90% menyebabkan invasif atau non
invasif Aspergillus . Aspergillus vlafus, menyebabkan inflatif

110
Aspergillus 10% sedangkan Aspergillus riger dan
Aspergillus terreus sebanyak 2 %. Aspergillus sp., seperti
penicillium berasal dari ordo yang sama yaitu Hypomycetes.
Aspergillus sp. membentuk badan spora yang disebut konidium
dengan tangkainya konidiofor. Aspergillus sp. memiliki ciri khas
yaitu memiliki sterigma primer dan sterigma sekunder karena
phialidesnya bercabang 2 kali. Salah satu contoh jamur ini adalah
Aspergillus orizae yang digunakan untuk pembuatan tempe dan
Aspergillus flavus yang memproduksi aflatoxin, zat karsinogenik
terkuat yang pernah ditemukan (Robinson, 2012).
Aspergillus niger termasuk kedalam jamur jenis kapang.
Aspergillus niger mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu tubuh terdiri
dari benang yang bercabang-cabang disebut hifa, kumpulan hifa
disebut miselium, tidak mempunyai klorofil dan hidup heterotrof.
Aspergillus niger memiliki bulu dasar bewarna putih atau kuning
dengan lapisan konidiospora tebal bewarna coklat gelap sampai
hitam. Kepala konidia bewarna hitam, bulat, cenderung memisah
menjadi bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya
umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin juga
bewarna coklat. Aspergillus niger berkembang biak secara vegetatif
dan generatif melalui pembelahan sel dan spora-spora yang dibentuk
didalam askus atau kotak spora (Raper dan Fennel, 2011).
Aspergillus niger mempunyai bagian yang khas yaitu hifanya yang
berseptat, spora yang bersifat aseksual dan tumbuh memanjang
diatas stigma, mempunyai sifat aerobik, sehingga dalam
pertumbuhannya memerlukan oksigen dalam jumlah yang cukup.
Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 350C-370C (optimum),
60C-8 0C (minimum), 450C-470C (maksimum). Kisaran pH yang
dibutuhkan 2,8-8,8 dengan kelembaban 80-90%. Habitat Aspergillus
niger kosmopolit di daerah tropis dan subtropis, mudah didapatkan
dan diisolasi dari udara, tanah, dan air. (Fardiaz, 2014).
b. Klasifikasi jamur
Aspergillus merupakan jamur, yaitu tumbuhan dari divisi
Thallophyta yang memiliki ciri utama tubuh yang berbentuk
talus, yaitu belum dapat dibedakan dalam tiga bagian tubuh utama
tumbuhan yang disebut akar, batang dan daun, dan termasuk
subdivisi fungi karena tidak mempunyai klorofil. Jamur termasuk
fungi sejati yang merupakan organisme heterotropik dimana mereka
memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya (Mahmoudi,2015)
Klasifikasi jamur Aspergillus niger adalah sebagai berikut :

111
Domain :Eukaryota
Kingdom :fungi
Phylum :Ascomycota
Subphylum : Pezizomycotina
Class : Eurotiomycetes
Order : Eurotiales
Family : Trichocomaceae
Genus : Aspergillus
Species : Aspergillus niger
Jumlah spesies fungi yang sudah diketahui hingga adalah kini
kurang dari 69.000 dari perkiraan 1.500.000 spesies yang ada di
dunia ( zedan,2008 ) di indonesia terdapat kurang lebih 200.000
spesies.dapat dipastikan bahwa indonesia yang sangat kaya diversitas
tumbuhan dan hewan juga memiliki diversitas fungi yang sangat
tinggi mengingat lingkungannya yang lembab dan suhu tropik yang
mendukung pertumbuhan fungi (Mueller et.al, 2014) membagi fungi
dalam kelompok sebagai berikut :
1) Ascomycota : kelompok ini merupakan kelompok terbesar yang
meliputi 32.250 genera dan mencakup 32.250 spesies sebagian
besar adalah mirofungi (hawksworth et.al 2013).
2) Deuteremycota : kelompok ini juga disebut fungi anamorf,fungi
imperfekti, fungi konidial,fungi mitosporik, atau fungi aseksual
dan mencakup 2.600 genera dan 15.000 spesies.banyak spesies
yang dimasukkan kedalam deuteremycota, sesudah ditemukan
fase seksualnya dimasukkan kedalam ascomycota atau kedalam
basidiomycota.sebagian besar dari kapang- kapang teleomorf
tersebut adalah dari kelompok ascomycota. Hanya sebagian kecil
adalah dari kelompok basidiomycota, karena hingga kni belum
ditemukan fase seksualnya. Deuteremycota bukan merupakan
kategori toksonomi normal. Kapang-kapang tersebut bukan
merupakan suatu unit monofiletik,tetati mereka adalah fungi
yang “ kehilangan “ fungi seksualnya dengan menggunakan
teknik molekular atau teknik ultrastruktur kapang-kapang
tersebut dapat dimasukkan kedalam kelas-kelas yang ada.

112
3) Basidiomycota : kelompok ini meliputi 1.400 genera dan 22.250
spesies. Sebagian besar adalah basidiomycota yang mikroskopik,
sebagian besar makrofungi yang dikenal adalah basidiomycota
dn hanya sedikit dari makrofungi yang termasuk ascomycota
(Zedan, 2008)
4) Zygomycota : kelompok ini mencakup 56 genera dan kurang
lebih 300 spesies,kelompok ini tidak mempunyai septa dan hifa.
5) Chytridiomycota : kelompok ini mencakup 112 genera dan 793
spesies kelompok tersebut dikenal sebagai kelompok fungi
akuatik (Zedan, 2008).
c. Sifat jamur
Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling
umum dan mudah diidentifikasi dari marga Aspergillus. Aspergillus
niger dapat tumbuh pada suhu 35ºC-37ºC (optimum), 6ºC-8ºC
(minimum), 45ºC-47ºC (maksimum) dan memerlukan oksigen yang
cukup (aerobik) Aspergillus niger dalam pertumbuhannya
berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam
substrat, molekul sederhana yang terdapat di sekeliling hifa dapat
langsung diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks harus
dipecah dahulu sebelum diserap ke dalam sel, dengan menghasilkan
beberapa enzim ekstraseluler. Bahan organik dari substrat digunakan
oleh Aspergillus niger untuk aktivitas transport molekul,
pemeliharaan struktur sel dan mobilitas sel. Carlile dan Watkinson
(2012) menyebutkan bahwa Aspergillus niger bersifat toleran
terhadap aktivitas air rendah, mampu tumbuh pada substrat dengan
potensial osmotik cukup tinggi dan sporulasi pada kelembaban relatif
rendah.
d. Patologi klinik
Spesies dari Aspergillus sp. diketahui terdapat di mana-mana
dan hampir tumbuh pada semua substrat. Beberapa jenis spesies ini
termasuk jamur patogen misalnya yang disebabkan Aspergillus
sp. Disebut Aspergillosis, beberapa diantaranya bersifat saprofit
sebagaimana banyak ditemukan pada bahan pangan Toksin yang
dihasilkan oleh Aspergillus sp. berupa mikotoksin. Mikotoksin
adalah senyawa hasil sekunder metabolisme jamur. Mikotoksin
yang dihasilkan oleh Aspergillus sp. lebih dikenal dengan aflatoxin,

113
dapat menyerang sistem saraf pusat, beberapa diantaranya bersifat
karsinogenik menyebabkan kanker pada hati, ginjal, dan perut.
e. Epidemiologi jamur Aspergillus
Aspergillus terdapat di alam sebagai saprofit, hampir semua
bahan dapat ditumbuhi jamur tersebut , terutama daerah tropik
dengan kelembaban yang tinggi dan dengan adanya faktor
predisposisi memudahkan jamur tersebut menimbulkan penyakit
Masuknya spora jamur Aspergillus sp. pada manusia umumnya
melalui inhalasi dan masa inkubasinya tidak diketahui, Aspergillosis
dapat mengenai semua ras dan semua usia. Dari laporan diketaui
bahwa lingkungan rumah sakit sering terkontaminsi denganspora
Aspergillus sp, kontaminasi ini dapat dijumpai pada konstruksi
rumah sakit dimana dijumpai peningkatan jumlah spora Aspergillus
sp, pada sistem ventilasi, daerah sekitar kateter intravena juga
merupakan jalan masuknya Aspergillus, penggunaan plester serta
penutupan luka yang terlalu lama.
f. Factor-faktor yang memperngaruhi pertumbuhan jamur
1) Kelembapan
Faktor ini sangat penting untuk pertumbuhan fungi. pada
umumnya fungi tingkat rendah seperti Rhizopus atau
Mucor memerlukan lingkungan dengan kelembaban nisbi
90%, sedangkan kapan Aspergillus penicillium fusarium, dan
banyak hyphomycites lainnya dapat hidup pada kelembaban
nisbi yang lebih rendah, yaitu 80%. fungi yang tergolong
xerofilik tahan hidup pada kelembaban 70%, Aspergillus
glaucus, sebanyak strain Aspergillus tamari dan A.
flavus dengan mengetahui sifat-sifat fungi ini penyimpanan
bahan pangan dan materi lainnya dapat dicegah kerusakannya.
2) Suhu
Berdasarkan kisaran suhu lingkungan yang baik untuk
pertumbuhan, fungi dapat dikelompokkan sebagai Fungi
psikotropil, mesofil, dan termofil. fungial psikrofil Adalah
fungi yang dengan kemampuan untuk tumbuh pada atau
Universitas Sumatera Utara dibawa 100 derajat Celcius dan
suhu maksimum 200cc. hanya sebagian kecil spesies fungi yang
psikopfril. mesofil adalah fungi yang tumbuh pada suhu 10-35֯c,
syhu optimal 20-35֯c. Mungkin ini dapat tumbuh baik pada suhu
ruangan (22-35ͦ c) sebagian besar fungi adalah mesofilik. fungi
thermofil adalah fungi yang hidup pada suhu minimum

114
200֯c, suhu optimun 400c dan suhu maksimum 50-
60ͦc. Contohnya Aspergillus fumigatus yang hidup pada suhu
12-55֯c. mengetahui kisaran suhu pertumbuhan suatu fungi
adalah sangat penting, terutama bila isolat isolator tertentu akan
digunakan di industri. Misalnya, fungi yang termofil atau
termotoran (Candida tropicalis, pecilomyces variotii, dan Mucor
miehei), Dapat memberikan produk yang optimal meskipun
terjadi peningkatan suhu, karena metabolisme
funginya, sehingga industri tidak memerlukan penambahan alat
pendingin.
3) Derajat keasaman lingkungan
pH substrat sangat penting untuk pertumbuhan fungi,
karena enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai suatu
substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu.
Umumnya fungi menyenangi pH di bawah 7.0. Jenis-jenis
khamir tertentu bahkan tumbuh pada pH yang cukup rendah,
yaitu pH 4.5-5.5. Mengetahui sifat tersebut adalah sangat
penting untuk industri agar fungi yang
ditumbuhkannmenghasilkan produk yang optimal, misalnya
pada produksi asam sitrat, produksi kefir, produksi enzim
protease-asam, produksi antibiotik,dan juga untuk mencegah
pembusukan bahan pangan.
2. Pemeriksaan jamur pada pembuatan Herbal Medicine
Bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional adalah
simplisia yang dikeringkan dan dimanfaatkan teruatama untuk
pembuatan jamu serbuk, jamu gendong, atau jamu ramuan pribadi yang
dikonsumsi dengan cara diseduh atau direbus. Simplisia yang digunakan
antara lain rimpang kunyit, rimpang temulawak, rimpang temu hitam,
daun simboloto, buah mahkotadewa, kayu secang dll. Penanganan
simplisia perlu mendapat perhatian khususnya pada saat pengeringan dan
penyimpanan. Simplisia harus dikemas secara hati-hati agar tidak terjadi
penyerapan kembali uap air.
Penyimpanan simplisia pada kondisi yang tidak terkontrol dengan
baik akan menyebabkan tumbuhnya berbagai jenis mikroorganisme
teruatam kapang. Pertumbuhan kapang memerlukan aktivitas air (Aw)
optimum. Aw berkorelasi dengan kadar air, oleh sebab itu, dengan
pengeringan tertentu dan pengatturan Aw, pangan dapat terhindar dari
pertumbuhan kapang. Menurut KEPMENKES/SK/VII/1994 tentang
persyaratan obat tradisional agar tidak ditumbuhi cendawa, kadar air
dalam sediaan obat bentuk serbuk tidak boleh lebih dari 10%. Berbagai

115
jenis Kapan telah ditemukan pada berbagai jenis simplisia, terutama
pada kelompok Aspergillus. Aspergillus merupakan kapang
xerofilik, dan beberapa spesies diketahui berpotensi menghasilkan
mitotoksin yang berbahaya bagi kesehatan. Aspergillus SP menyukai
kondisi kadar air yang tinggi setidaknya 7%.
Pencemaran mikroba pada jamu gendong yang cara membuatnya
masih sederhana itu bisa berasal dari bahan baku yang digunakan, proses
pembuatan dan cara penyajiannya. Cemaran mikroba pada jamu dapat
berupa bakteri dan jamur. Mikroba pada obat tradisional (jamu) meliputi
mikroorganisme indikator (ketinggian Angka Lempeng Total bakteri
aerobik mesofilik), bakteri golongan Coliform dan Escherichia coli,
bakteri patogen (Salmonella,Staphylococcus aureus dan Clostridium), dan
golongan jamur penghasil toksin seperti Aspergillus Niger. Terdapatnya
cemaran mikroba pada jamu disebabkan penanganan bahan baku dan
proses pembuatan yang berbeda- beda. Mikroba yang dapat ditularkan
melalui air kotor yang dicemari tinja manusia adalah berupa Escherichia
coli. Mikroba yang dapat ditularkan melalui tanah/debu adalah
Clostridium, mikroba yang dapat ditularkan melalui tanaman biji-bijian
adalah Bacillus cereus. Salmonella dapat mencemari jamu secara
langsung/tidak langsung melalui tinja manusia, atau air yang tercemar oleh
sampah atau ditularkan melalui bahan mentah melalui tangan pengolah
jamu atau melalui peralatan yang dipakai.

116
PERTANYAAN

SOAL ESSAY

1. Dalam penyiapan atau pembuatan simplisia, tahapan apa saja yang perlu
diperhatikan ?
Jawaban:
a. Bahan baku simplisia
b. Proses pembuatan simplisia
c. Cara pengepakan/pengemasan dan penyimpanan simplisia.
2. Apa saja proses pemubuatan simplisia?
Jawaban:
Setelah dilakukan pemanenan bahan baku simplisia, maka tahapan
penanganan pasca panen adalah sebagai berikut.
a. Sortasi basah. Pencucian.
b. Perajangan.
c. Pengeringan. Sortasi kering.
d. Pengepakan dan penyimpanan identitas
3. Apa yang dimaksud dengan Ekstraksi ?
Jawaban :
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat
didalam bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan
pelarut dan metodeyang tepat. Sedangkan ekstrak adalah hasil dari proses
ekstraksi, bahan yang diekstraksi merupakan bahan alam.
4. Apa yang dimaksud dengan Herbal Medicine?
Jawaban:
Herbal Medicine merupakan salah satu warisan nenek moyang atau
leluhur yang secara turun temurun dipergunakan dalam proses mencegah,
mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan penyakit, luka dan
mental pada manusia atau hewan. Sebagai warisan nenek moyang yang
dipergunakan secara turun temurun maka perlu kiranya dikembangkan dan
diteliti agar dapat dipertanggungjawabkan secara medis. Penelitian herbal
medicine dalam hal ini dikhususkan pada tanaman (herbal) karena saat ini
yang berkembang pesat adalah obat tradisional yang berasal dari tanaman

117
atau tumbuhan obat yang banyak tumbuh dan dikembangkan atau
dibudidayakan di Indonesia (herbal).
5. Faktor-faktor apa saja yang memperngaruhi pertumbuhan jamur ?
a. Kelembapan
b. Suhu
c. Derajat keasaman lingkungan
.

118
BAB IX

PENGEMBANGAN OBAT TRADISIONAL

A. Pengembangan Obat Tradisional atau Obat Bahan Alami Indonesia

Pemeliharaan & Pengembangan Pengobatan tradisional sebagai

warisan

budaya bangsa (ETNOMEDISINE) terus ditingkatkan dan didorong

pengembangannya melalui penggalian, penelitian, pengujian dan

pengembanganserta penemuan obat-obatan termasuk budidaya tanaman

obat tradisional yangsecara medis dapat dipertanggungjawabkan

Dalam hal ini dapat di formulasikan menjadi 5 hal pokok yang harus

diperhatikan yaitu

1.Etnomedicine,

2.Agroindustritanamanobat,

3.Iftek kefarmasian dan kedokteran,

4. Teknologi kimia dan proses,

5. Pembinaan dan pengawasan produksi atau pemasaran bahan

danprodukobat tradisional

 ETNOMEDICINE

Etnomdisine merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang

yang harus dikembangkan, dikaji secara ilmiah dan dicatat

/didokumentasikan sebaikmungkin sebelum mengalami kepunahan atau

hilang. Adapun Etnomedicine yangdigunakan sebagai acuan adalah :

119
1. Cabe Puyang warisan nenek moyang,

2. Ayur weda,

3. Usada Bali,

4. Atlas tumbuhan obat Indonesia (Dalimarta),

1. Tumbuhan Obat Indonesia (Hembing), dan

2. Tumbuhan Berguna Indonesia (Heyne).

Pengobatan tradisional banyak disebut sebagai pengobatan alternatif.

Menurut pendapat Organisasi Kesehatan Dunia (W.H.O) ada bareneka-

macam jenis pengobatan tradisional yang bisa dibedakan lewat hal cara-

caranya. Perbedaan ini dijelaskan sebagai terapi yang „berdasarkan cara-cara‟

seperti terapi spiritual atau metafisik yang terkait hal gaib atau terapi dengan

ramuan atau racikan. Jenis terapi yang kedua berdasarkan obat-obatan‟

seperti jamu dan peng

Pengobatan alternative adalah pengobatan pengganti yang dicari orang

ketika pengobatan modern tidak mampu menangani seluruh masalah

kesehatan. Menurut buku „Spiritual Healing‟ disebutkan bahwa ditengarai

hanya sekitar 20% penyakit saja yang bisa ditangani melalui pengobatan

modern sisanya belum diketahui obatnya, karena itulah maka pengobatan

alternatif menjadi pilihan kembali karena manusia membutuhkan jawaban

atas obatnya. Perbedaan mendasar antara pengobatan modern dengan

pengobatan alternatif adalah pengobatan modern menganggap manusia lebih

bersifatmaterialistik (darah, daging dan tulang dan mengabaikan aspek

120
spiritual manusia) dan menggunakan obat-obatan materialistik pula,

sedangkan manusia sekarang menyadari bahwa banyak penyakit disebabkan

oleh masalah kejiwaan atau gangguan spiritual. Namun perlu disadari pula

bahwa pengobatan tradisional yang sekarang menjadi pengobatan alternatif

sebenarnya tidak lengkap dalam menangani masalah kesehatan, karena

dengan menganggap masalah kesehatan disebabkan pengaruh roh-roh jahat,

kekuatan magis (santet dll), dan ketidak seimbangan enersi (mistik), maka ia

mengabaikan penyebab penyakit yang disebabkan oleh hal-hal yang bersifat

materialistik (seperti racun, bakteri atau virus).

Jadi munculnya pengobatan modern dan kembalinya alternatif adalah

karena keduanya hanya memandang dari salah satu aspek manusia, fisikal

atau spiritual, padahal hakekat manusia sekarang disadari sebagai holistik

(mencakup aspek spiritual, psikis dan fisik).

 AGROINDUSTRI TANAMAN OBAT / BUDIDAYA TANAMAN

OBAT

Tanaman obat biasanya digunakan persediaan untuk obat tradisional

dan bahan penghasil obat modern. Ketersediaan tanaman obat dalam

jumlah yang cukup atau memadai dengan kualitas yang cocok / tepat perlu

dijaga dalam jangka waktu yang panjang karena sering merupakan faktor

penentu dalam keberhasilan industri obat herbal baik yang masih berupa

jamu, Obat Herbal Terstandarisasi maupun Fitofarmaka. Faktor lain yang

dapat menentukan keberhasilan industry obat herbal adalah kualitas obat

yang ditentukan oleh lingkungan alam dimana tanaman obat tersebut

121
tumbuh. Hal ini merupakan bukti kuat bahwa kandungan kimia tanaman

obat sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik maupun

abiotik, letak geografis dan musim atau waktu panen. Berdasarkan

permasalahan ketersediaan tanaman obat ini, tidak ada industri obat, baik

itu industri obat modern ataupun obat-obat tradisional dapat dibangun

berdasarkan pertumbuhan alami tanaman dalam persediaan yang sedikit

dan bahaya dari berkurangnnya spesies. Selanjutnya, mungkin tidak akan

ada perbaikan kualitas varietas tanaman kecuali jika dilakukan

pembudidayaan atau agroindustri tanaman obat.

Oleh karena itu yang terpenting adalah menentukan kriteria bagi

kualitas tanaman, danmemastikan bahwa tanaman hasil budidaya

memenuhi standard baku PeraturanPerundangan, Good Manufacturing

Product (GMP) atau Cara Pembuatan ObatTradisional yang Baik

(CPOTB). Agroindustr tanaman obat khususnya dikembangkan budidaya

tanamanobat agar mudah didapat dan tidak mengalami kelangkaan.

Khusus bagi tanamanyang hampir langka perlu adanya pengembangan

budidaya melalui kultur jaringan dan selanjutnya dikembangkan di

lapangan.

Pemanfaatan tanaman obat di Indonesia pada saat ini semakin

meningkat baik dipergunakan langsung oleh masyarakat maupun industri

kecil maupun besar. Pemanfaatan ini diperlukan upaya untuk

pembudidayaannya. Tanaman obat harus dibudidayakan secara alami atau

ramah lingkungan, harus bebas dari bahan-bahan kimia sehingga

122
budidayanya pun harus secara organik. Tanaman obat lebih berkhasiat jika

digunakan dalam keadaan segar. Hal ini dapat disiasati dengan

menanamnya dalam sekala kecil di pekarangan rumah atau

yang lebih dikenal dengan TOGA. , tanaman obat juga dapat sebagai

sumber oksigen dan sumber bahan makanan. Untuk menghindari akibat

negatif dari pemanfaatan tanaman obat bagi penderita penyakit, maka

pemilihan jenis dan bahan tanaman obat harus secara baik dan benar sesuai

indikasi penyakit. Pengembangan agroindustri tanaman obat di Indonesia

memiliki prospek yang baik. Secara alamiah Indonesia dikaruniai

keanekarabaman hayati dan merupakan salah satu megacentre utama

keanekaragaman hayati dunia. Dengan sekitar 40.000 jenis tumbuhan.

Berdasarkan hasil penelusuran hampir 1000jenis tanaman/tumbuhan secara

turun temurun dipergunakan sebagai obat tradisional. Ketersediaan bahan

baku obat (simplisia) yang melimpah ini sangat mendukung

pengembangan Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) dengan

memformulasikannya menjadi obat tradisional dalam bentuk bentuk

kemasan yang aman dan terstandarisasi berdasakan peraturan dan

perundangan yang berlaku di Indonesia.

Peningkatan konsumsi obat tradisional di Indonesia semakin

meningkat, hal ini dapat dilihat dari perkembangan industri obat

tradisional yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Pada tahun 1997 di

Indonesia terdapat 429 buah IKOT dan 20 buah Industri Obat Tradisional

123
(IOT). Pada tahun 1999, meningkat menjadi 833 buah IKOT dan 87 buah

IOT.

Setelah dibudidayakan sebanyaknya perlu dikembangkan lebih

lanjut teknologikimia dan proses dan selanjutnya melalui teknologi farmasi

dan kedokteran baikmelalui eksplorasi sumber daya alam tanaman obat

asli Indonesia melaluipenelitian, uji bioaktivitasnya, pembuatan sediaan

fitofarmakanya dan standarisasibahan-bahan/simplisia sehingga warisan

turun temurun yang digunakan olehnenek moyang dapat dikembangkan

secara ilmiah atau medis.

 TEKNOLOGI KIMIA DAN PROSES

Secara alamiah Indonesia dikaruniai keanekarabaman hayati dan

merupakansalah satu megacentre utama keanekaragaman hayati dunia.

Dengan sekitar 40.000jenis tumbuhan.Berdasarkan penelusuran hampir

1000 jenis tanaman/tumbuhansecara turun temurun dipergunakan sebagai

obat tradisional.Setiap tumbuhan berinteraksi dengan organisme lain dan

mengalami evolusi.Dalam proses interaksi dan evolusi ini, secara prinsip

akan terjadi proses adaptasiuntuk mempertahankan keberadaan atau

kelangsungan hidup masing-masingspecies dari pengaruh lingkungannya.

Dalam proses adaftasi ini masing-masingspecies secara alamiah

dilengkapi dengan kemampuan untuk melakukanmetabolisme sekunder

dengan menggunakan metabolit primer (hasil metabolismeprimer)

sebagai precursor untuk biosintesis metabolit sekunder (sebagai hasil

darimetabolisme sekunder). Seperti misalnya flavonoid dalam

124
biositesisnya berasal dari jalur sikimat dan jalur asetat malonat. Metabolit

sekunder itu diantaranya adalahflavonoid, steroid, alkaloid, terpenoid,

saponin dan lain-lain. Berdasarkan beberapapenelitian metabolit

sekunder inilah yang aktif sebagai bahan obat. Sebagaicontohnya

flavonoid dalam meniran dapat dipergunakan sebagai

imunostimulan.Flavonoid pada temu kunci dapat dipergunakan sebagai

bahan obat untukmenghambat pertumbuhan sel kanker payudara.

Melalui teknologi kimia dan proses, obat tradisional dapat

dikembangkan agar diperoleh bahan baku obat yang terstandarisasiatau

zat kimia baru sebagai “leadcompounds” untuk pegembangan obat

modern melalui eksplorasi sumber dayaalam atau bahan aktif tanaman

obat tradisional.

Eksplorasi sumber daya alam ataubahan aktif tanaman obat

tradisional dapat dilakukan dengan cara :

1. Ektraksi bahan tanaman obat dengan berbagai pelarut.

(Etnomedisine)

2. Uji farmakologis awal ekstraks

3. Skrining fitokimia (Uji Kandungan Metabolit Sekunder : Terpen,

Steroid,Flavonoid,Senyawa Fenol, Alkaloid)

4. Isolasi bahan aktif dan penetapan struktur

5. Standarisasi sediaan fitofarmaka

6. Uji farmakologis lanjut isolate

7. Modifikasi struktur (QSAR)

125
8. Teknologi preformulasi untuk uji klinik selanjutnya (1,2,3,4)

Peran ilmu kimia atau tenaga kimia dalam hal ini adalah ekstraksi

bahan tanaman obat dengan berbagai pelarut berdasarkan warisan turun-

temurun tentangobat tradisional, sehingga terbentuk bank ekstrak.

Selanjutnya dilakukan Ujifarmakologis dari ekstrak tersebut baik ekstrak

tunggalmaupun campuran ekstrak. Uji farmakologis ini dapat dilakukan

berdasarkan formula-formula yang sudahbiasa dilakukan di masyarakat

dalam pengobatan tradisional atau formula-formulayang telah dibukukan,

seperti pada Buku Usada Bali Taru Premana, Ayur Veda,Cabe Puyang

Warisan Nenek Moyang dan lain-lain. Uji farmakologis inimerupakan uji

awal untuk keaktifan suatu ekstrak tanaman obat. Setelah terbuktiaktif

selanjutnya dilakukan skreening fitokimia atau kandungan kimia dari

ekstrakaktif tersebut. Kandungan kimiadari ekstrak aktif ini diisolasi atau

dipisahkansenyawa-senyawanya sehingga dapat diketahui seberapa besar

kandungan kimiadan selanjutnya dikembangkan menjadi sediaan obat.

Kalau kandungan kimianya cukup besar (>2%), maka ekstrak ini dapat

dikembangkan sebagai obat modern,kalau kandungannya kecil maka

ekstrak ini dapat dikembangkan sebagai obatherbal terstandarisasi dan

fitofarmaka. Kandungan kimia yang cukup besar dapatdikembang lebuh

lanjut metoda QSAR (Quantitative Structure of ActivitiesRelationship)

dengan sistem penambahan gugus fungsi yang dapat

meningkatkanaktivitas senyawa obat tersebut. Ekstrak yang aktif ini

dapat dilakukan uji praklinik pada hewan coba dan uji toksisitasnya.

126
 TEKNOLOGI FARMASI DAN KEDOKTERAN

Melalui teknologi farmasi dan kedokteran dapat dilakukan uji

bioaktivitasnya, uji praklinis, uji klinis, pembuatan sediaan

fitofarmakanya dan standarisasi bahan-bahan/simplisia sehingga warisan

turun temurun yang digunakan oleh nenek moyang dapat dikembangkan

secara ilmiah atau medis ataudapat dikembangkan sebagai obat yang siap

diresepkan oleh dokter atau sejajardengan obat modern.

Setelah terbukti aktif sebagai obat tertentu dan uji toksisitasnya

tidak toksik terhadap kesehatan maka selanjutnya dilakukan

pengawasaan produksi danpemasarannya dari BPOM atau instansi terkait

agar tidak membahayakan kesehatan masyarakat. Sesuai amanat yang

tertulis dalam UU RI No. 23 tahun 1992, pengamanan terhadap obat

tradisional bertujuan untuk melindungi masyarakat dari obat tradisional

yang tidak memenuhi syarat, baik persyaratan kesehatan maupun

persyaratan standar. Dalam hal ini pemerintah, mewujudkan

tujuan tersebut dengan melakukan pengawasan terhadap produksi dan

peredaranobat-obatan tradisional dengan membuat peraturan yang

mengatur tentang izinUsaha Industri obat Tradisional dan pendaftaran

obat tradisional yaitu PermenkesRI No. 246/Menkes/Per/V/1990.

Hasil eksplorasi Sumber Daya Alam tanaman obat ini dapat

dikatakan bahwa keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman

plasma nutfah dan genetika serta berfungsi sebagai pustaka kimia alam

yang sangat besar artinya bagi kepentingan umat manusia bila

127
didayagunakan secara maksimal. Fakta ini didukung oleh sejarah

penelitian dan penemuan obat baru menunjukkan bahwa

berbagai jenis metabolit sekunder dari tumbuhan/tanaman obat, dari

mikroorganisme maupun biota laut telah terbukti memiliki nilai guna

sebagai leadsubstances untuk bahan obat maupun obat.

Pelestarian keanekaragaman hayati dapat dilakukan dengan cara

pengelolaan taman nasional hutan, taman nasional laut dan kebun-kebun

penelitian di tiap-tiap daerah melalui pengembangan dan pengelolaan

Kebun Raya-Kebun Raya yang di miliki oleh tiap daerah. Pengelolaan

yang baik dan profesional akan memberikan kemudahan bagi

pengembangan bioprospecting area dalam rangka pemberian nilai tambah

ekonomis sumber daya hayati potensial dalam penemuan obat atau bahan

obat baru, dan tetap memperhatikan pelestarian lingkungan.

Pembangunan suatu extract centre di sekitar kawasan

bioprosspecting merupakan suatu keharusan dalam pengembangan dan

penelitian obat tradisonalagar dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah dan medis. Ekstrak-ekstrakinilah selanjutnya dapat dipergunakan

untuk melakukan penelitian penemuan obatbaru dengan metoda modern

agar diperoleh bahan atau obat baru yang lebih cepat.Salah satu metoda

modern tersebut adalah metoda High Throughput

Screening(HTS).Teknik HTS ini akan memadukan ekstrak dengan

protein target tertentu(misalnya : protein kanker), bila ada hit (serangan)

yang menghancurkan proteintarget maka dapat dikatakan bahwa dalam

128
ekstrak tersebut terkandung senyawaaktif yang berinteraksi dengan

molekul target tersebut. Bila molekul targettersebut merupakan suatu

penyakit atau patogen tertentu maka senyawa aktifdalam ekstrak tersebut

merupakan obat atau bahan obat terhadap penyakit/patogen tersebut.

C. PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN OBAT TRADISIONAL

Penelitian obat tradisional dalam hal ini dikhususkan pada tanaman

(herbal) karena saat ini yang berkembang pesat adalah obat tradisional yang

berasal dari tanaman atau tumbuhan obat yang banyak tumbuh dan

dikembangkan atau dibudidayakan diIndonesia (herbal).

Pemanfaatan tanaman obat secara langsung dapat memperbaiki status

gizi, sarana pemerataan pendapatan, pelestarian alam, gerakan

penghijauan dan keindahan. Ramuan atau racikan atau formula obat

tradisional bersifat konstruktif sehingga untuk mendapatkan hasil yang

optimal atau sembuh bila obat herbal dikonsumsi secara rutin dan

dalam waktu yang cukup panjang bila dibandingkan dengan penggunaan

obat sintetis atau obat modern.

Efek samping obat tradisional tidak sama dengan obat sintetis karena

pada tanaman obat terdapat suatu mekanisme penangkal atau mampu

menetralkan efek samping tersebut , disebut juga “SEES “ ( Side EffectEfek

Eliminating Subtanted). Akan tetapi kelemahan dari obat tradisional juga

ada yaitu sampai saat ini belum begitu banyaknya tersedia bahan baku,

belum terstandarisasi dan tidak semua bahan atau ramuan telah teruji

129
secara klinis atau pra-klinis. Ramuan obat tradisional kebanyakan

bersifat higrokospis akibatnya mudah tercemar oleh berbagai jenis

mikroorganisme yang patogen ( Lestrari, 2008).

Secara umum tanaman obat dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar

yaitu :

1. Tanaman obat tradisional : yaitu tanaman yang dketahui dandipercaya

masyarakat tertentu secara turun menurun dan memilikikhasiat obat dan

telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.Contoh tanaman

Purwaceng (Pimpinella sp.) dipercaya olehmasyarakat Dieng sebagai

bahan penambah gairah sex (afrodosiax).

2. Tanaman obat modern, tanaman yang secara ilmiah telahdibuktikan

mengandung senyawa atau bahan kimia aktif yangberkhasiat sebagai

obat dan penggunaannya dapatdipertanggungjawabkan secara medis.

Contoh : meniran (Phyllanthusniruri) yang telah dikemas sebagai obat

penambah daya tahan tubuhpada anak ( Imunomodulator).

3. Tanaman obat potensial, tanaman yang diduga mengandung

ataumemiliki senyawa aktif berkhasiat obat tetapi belum

dibuktikanpenggunaannya secara ilmiah-medis sebagai bahan obat-

obatan. Contoh buah mengkudu dan temukunci( Adi P, 1998, Hidayat,

2008).

Penelitian tanaman obat tradisional dalam upaya

untukmempertanggungjawabkan bioaktivitasnyasecara ilmiah atau medis dan

pencarian bahan obat baru atau sediaan obat baru terus berkembang. Upaya

130
ini dilakukan dengan cara eksplorasi sumber daya alam (SDA), baik yang ada

di darat, air, hutan, dataran rendah dan dataran tinggi. Sumber daya alam

yang diteliti atau dieksplorasi dapat berupa mikroorganisme (yang dapat

menghasilkanmetabolit sekunder), tanaman, hewan dan biota laut. Akan

tetapi yangberkembang pesat saat ini adalah penelitian tanaman obat (herbal)

karena kembalinya masyarakat yang banyak menggunakan obat herbal dalam

mengurangi dan menyembuhkan penyakitnya.

Langkah awal penelitian tanaman obat dalam menemukan obat baru

atau senyawa baru didasari atau dipandu oleh pengalaman-pengalaman

masyarakat baik yang tertulis maupun tak tertulis dalam menggunakan SDA

sebagai obat tradisional secara turun menurun yang dikenal dengan

etnomedicineatau etnofarmakologi atau etnobotani.

Secara garis besarnya penelitian atau eksplorasi SDA dalam upaya

untuk menemukan obat atau bahan obat atau senyawa obat yang baru

biasanya melaluilangkah-langkah sebagai berikut :

1. Ekstraksi dengan beberapa pelarut

2. Uji biaktivitas atau uji farmakologis ekstrak

3. Skrening fitokimia

4. Isolasi senyawa yang diduga aktif

5. Uji farmakologis isolate

6. Penentuan struktur isolat aktif

7. Modifikasi struktur isolat aktif (QSAR= Quantitative Structure Activity

ofRelationship)

131
8. Uji farmakologis senyawa hasil modifikasi

9. Pre-formulasi senyawa aktif untuk uji pra klinik

Langkah-langkah di atas masih dianggap konvensional dan

membutuhkan waktu yang lama (8-10 tahun) sampai uji klinik agar menjadi

fitofarmaka, bahkan 10-12 tahun sampai terbentuk produk yang siap

dipasarkan. Hal inilah yang menyebabkan para peneliti membuat atau

melakukan konsep baru agar lebih efisien dan efektif. Salah satunya adalah

konsep baru yang dikembangkan oleh unit LITBANG perusahan farmasi

MERCK, GLAXO, TIGER dan lain-lain.Adapun konsep baru atau teknik

baru tersebut adalah High Throughput Screening (HTS) Technique.

High Throughput Screening (HTS) Technique merupakan teknik

interaksi biomolekuler antara protein target/reseptor suatu penyakit dengan

senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak tanaman obat (SDA). Protein

target suatu penyakit dapat dibuat/disintesis dengan menggunakan teknik

rekayasa genetik atau mengisolasi pada penyakit tertentu dan dikembangkan

dalamkulturjaringan berdasarkan informasi genetik yang diperoleh dari

aktivitas penelitiananalisis genom, sedangkan ekstrak SDA dapat diekstraksi

terhadapkeanekaragaman hayati yang ada. Adapun kunci atau langkah-

langkah dari HTSini adalah

(1). Aktivitas Analisis genom (protein target)

(2) Keanakaragaman hayati (ekstrak)

(3) HTS

132
Aktivitas analisis genom yang saat ini dikerjakan di dunia farmasi

dikenalsebagai Human Genum Project (HGP) atau Proyek Genom Manusia

yangmerupakan suatu upaya yang bertujuan untuk menentukan seluruh

urutannukleotida gen manusia yang berjumlah kira-kira 3x109 pasang basa,

danbersamaan dengan ini dapat diidentifikasi 100.000 gen yang merupakan

factor penentu kelangsungan hidup manusia. Dengan diketahuinya fungsi dari

setiapgen manusia yang menyandi fungsi biologis atau penyakit yang diderita

olehmanusia maka dengan sendirinya dapat diidentifikasi gen-gen yang

berperandalam penyakit yang terjadi dan selanjutnya dapat dikembangkan

strategi untukdiagnostik, pengobatan dan pencegahan.

Teknologi HTS merupakan perkembangan dalam teknik

instrumentasiBiomolecule Interaction Analisys (BIA), dimana dalam teknik

ini akan terjadiinteraksi fisiko kimia maupun imunokimia. Interaksi molekul

yang terjadi antarasuatu bahan aktif dalam suatu ekstrak dengan molekul

target melalui teknik HTSdisebut dengan Hit. Uji yang sangat sensitif ini

memungkinkan dilakukanthroughhput dengan microtiter plate menggunakan

ELISA (Enzyme LinkedImmunosorbent Assay) atau SPA (Scintillation

Proximity Assay).

Apabila dengan teknik HTS ini telah terjadi hit, maka dilanjutkan den

ganisolasi senyawa aktifnya, karakterisasi atau identifikasi struktur, uji

farmakologislanjut sehingga akhirnya menghasilkan senyawa tunggal yang

dapatdikembangkan lebih lanjut menjadi bahan obat baru (lead compound).

133
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian dan

pengembangan obat tradisional adalah :

1. Pengembangan teknologi untuk sebagian besar produksi obat-obatan.

2. Pengembagnan standard kontrol kualitas baik untuk bahan baku maupun

produk jadi.

3. Pengembangan formulasi baru dan bentuk sediaan yang dibuat khusus

untuk kondisi iklim sekarang dan disesuaikan dengan bahan baku lokal

yang tersedia.

4. Perpaduan antara teknologi yang diperoleh dan pengembangannya secara

kontinyu untuk menghasilkan produk yang kompetitif.

5. Bioekivalensi, bioavailabilitas dan studi farmakokinetik pada

pengembangan bentuk sediaan.

6. Pencarian sumber-sumber tanaman baru untuk obat-obat yang

telahdikenal dan obat baru yang menggunakan tanaman lokal yang

tersedia.

Keadan yang terjadi pada sebagian besar negara-negara berkembang,produksi

ekstrak dan fraksi tanaman yang telah distandardisasi menempati

prioritas yang lebih tinggi daripada zat aktif murni, karena

hanyadibutuhkanteknologi yang sederhana, karena itu harga produknya

menjadi lebih rendah,asalkan hasil uji toksikologi menunjukkan bahwa

produk tersebut aman.Selanjutnya dilakukan penelitian untuk mengetahui

komposisi kimiawi dari fraksicampuran dan aksi farmakologis dari masing-

masing kandungan untukmeyakinkan keamanan dankompetibilitasnya.

134
D. PERAN ILMU KIMIA DALAM PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN OBAT

TRADISIONAL

lmu kimia sangat penting perannya dalam penelitian dan pengembangan


obat tradisional agar dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah ataupun
medis. Adapun peran ilmu kimia dalam penelitian dan pengembangan obat
tradisional adalah :

1. Eksplorasi dalam penemuan senyawa obat atau bahan obat baru


2. Penyiapan bahan baku obat
3. Standarisasi obat
4. Uji bioaktivitas

1. eksplorasi dalam penemuan senyawa obat atau bahan obat baru

Peran ilmu kimia atau tenaga kimia dalam hal ini adalah ekstraksi

bahan tanaman obat dengan berbagai pelarut berdasarkan sehingga

terbentukbank ekstrak. Selanjutnya dilakukan Uji farmakologis dari

ekstrak tersebut baikekstrak tunggal maupun campuran ekstrak. Uji

farmakologis ini dapat dilakukanberdasarkan formula-formula yang sudah

biasa dilakukan di masyarakat dalampengobatan tradisional atau formula-

formula yang telah dibukukan, seperti padaBuku Usada Bali Taru

Premana, Ayur Veda, Cabe Puyang Warisan Nenek

Moyang dan lain-lain. Uji farmakologis ini merupakan uji awal untuk

keaktifansuatu ekstrak tanaman obat.

Setelah terbukti aktif selanjutnya dilakukan screening fitokimia atau

kandungan kimia dari ekstrak aktif tersebut. Kandungan kimia dariekstrak

aktif ini diisolasi atau dipisahkan senyawa-senyawanya sehingga

135
dapatdiketahui seberapa besar kandungan kimia dan selanjutnya

dikembangkanmenjadi sediaan obat. Kalau kandungan kimianya cukup

besar (>2%), makaekstrak ini dapat dikembangkan sebagai obat modern,

kalau kandungannya kecilmaka ekstrak ini dapat dikembangkan sebagai

obat herbal terstandarisasi danfitofarmaka. Kandungan kimia yang cukup

besar dapat dikembang lebuh lanjutmetoda QSAR (Quantitative Structure

of Activities Relationship) dengan system penambahan gugus fungsi yang

dapat meningkatkan aktivitas senyawa obattersebut. Ekstrak yang aktif ini

dapat dilakukan uji pra klinik pada hewan cobadan uji toksisitasnya.

2. Penyiapan bahan baku obat

Bahan baku obat secara umum dapat berupa simplisia dan

ekstrak.Penyiapan bahan baku berupa simplisia harus sesuai dengan

persyaratan yangditetapkan, salah satu diantaranya adalah kehalusan

serbuk yang nantinya akanmempengaruhi kualitas ekstrak. Semakin halus

serbuk bahan baku obat semakinberkualitas semakin banyak ekstrak yang

didapatkan karena luas permukaanakan semakin besar memudahkan

pelarut pengekstrak mengekstrak senyawaaktifnya. Peran ilmu kimia di

sini lebih banyak pada pembuatan ekstrak yangterstandarisasi berdasarkan

farmakope indonesia. Kualitas ekstrak yangterstandarisasi dipengaruhi

dalam proses pembuatannya. Dalam hal inilahdiperlukan peran ilmu kimia

dalam hal :

a. Menentukan pelarut yang dipergunakan dalam membuat ekstrak

sehinggadiperoleh senyawa aktif yang maksimal (rendemen yang

136
diperoleh.Dalam hal ini diprrlukan pengetahuan tentang istilah “like

disolved like”atau larut berdasarkan kemiripan sifat sifat yaitu kita

harus mengetahukepolaran atau kemiripan sifat antara senyawa aktif

dengan pelarut yangdipakai untuk mengekstraknya. Senyawa polar

akan larut dalam pelarutpolar, senyawa semi polar akan larut pada

pelarut semi polar dan yangnon polar akan larut dalam non polar.

Demikian pula halnya dalammengetahui identitas ekstrak berdasarkan

senyawa aktifnya. Perlu jugadiperhatikan bagian tanaman segar yang

akan diekstrak, kalau umbi biasanya banyak lemaknya sehingga perlu

dipisahkan lemaknya terlebihdahulu dengan pelarut non polar (n-

heksana) sehingga nantinya lemaktidak mengganggu tahap-tahap

berikutnya yang dapat mengganggukualitas ekstraki.

b. Sifat sediaan ekstra

Penggunaan ekstrak kering sebagai sediaan obat

harusmemperhatikankelarutannya, warna, bau dan toksisitasnya.

Pengujian warna sediaandidasari atas warna ekstrak standar atau suatu

zat pembanding tertentu.Pengujian warna bisa digunakan metoda

spektroskopi pada Panjang gelombang tertentu.

c. Pengujianidentitas ekstra

Pengujian identitas ini dapat dilakukan secara kualitatif dengan

menggunakan reaksi pengendapan (misalnya : uji alkaloid dengan

pereaksi Dragendorf, Meyer) atau reaksi warna tertentu (misalnya : uji

terpenoid /steroid dengan reaksi warna Leiberman – Burchard; uji

137
flavonoid dengan pereaksi warna Wilstatter dan Bate Smith), atau

dengan metoda kromatografi lapis tipis (KLT) dengan melihat

kromatogram secara keseluruhan (fingerprint) atau dengan

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau HPLC atau

Kromatografi Gas.

d. Pengujian Kemurnian Ekstrak atau sediaan

Pengujian dalam hal ini dikhususkan pada pengujian terhadap

senyawa-senyawa ikutan (pengotor) yang dihasilkan pada saat proses

pembuatanekstrak dari tahap awal sampai tahap akhir (misalnya zat

warna, zat hasilhidrolisis enzim dan lain-lain)

e. Kadar air ekstrak Kadar air ini dapat dilakukan dengan metoda oven.

Kadar air yang relative tinggi pada sediaan ekstrak kering

(mengandung gula /glikosida) akanmempengaruhi stabilitas sediaan

karena kemungkinan terjadinyahidrolisis enzim, atau tumbuhnya

mikroorganisme patogen.

f. Kadar logam berat Kadar logam berat perlu ditentukan untuk

menghindari efek yang tidak diinginkan. Kadar logam berat secara

total maupun secara individual dapat ditentujan dengan

Spektrofotometer Serapan Atom (AAS)/

g. Kadar .senyawa logam anorganik Kadar logam dalam hal ini biasanya

di hasilkan pada saat proses pembuatan akibat wadah atau peralatan

yang dipakai. Kadar lodam anorganik dapat ditentukan dengan AAS

138
h. Kadar residu pestisida Residu pestisida diperkirakan ada pada

simplisia yang dipergunakan dalam pembuatan ekstrak. Residu

pestisida diperkirakan secara sengaja

atau tidak sengaja ada pada saat budidaya tanaman obat atau akumulasi

pada tanah tempat pembudidayan. Untuk memperkecil adanya residu

pestisida disyarakan agar tidak mempergunakan pestisida mulai saat

pembenihan sampai saat pemanenan bahan simplisia tanaman obat

atau memakai bahan-bahan organik. Kadar residu pestisida dapat

ditentukan dengan HPLC.(High Peforman Liquid Chromatography)

atau KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi).

i. Kontaminan alkali dan asam Adanya kontaminan alkali atau asam

akan mempengaruhi kualitas, warna atau stabilitas ekstrak. Prosedur

sederhana yang biasa dipergunakan untuk pengujian ini adalah dengan

mengukur pH sediaan dalam bentuk larutan

dalam air atau suspensi dengan mempergunakan kertas indikator

maupun pH meter (pH meter merupakan alat yang lebih cocok bila

disbanding dengan kertas indikator, karena warna kertas indikator

dapat terpengaruh dengan warna dari sediaan).

j. Metoda pembuatan Ekstrak Pembuatan ekstrak yang sesuai standar

atau ekstrak obat terstandarisasi harus memperhatikan metoda-metoda

dalam pembuatan ekstrak agar ekstrak yang diperoleh mengandung

bahan aktif yang maksimal. Adapun metoda yang dipakai dalam

pembuatan ekstrak adala sebagai berikut :

139
 Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia

denganmenggunakan pelarut dengan beberapa kali perendaman

ataupengadukan pada temperatur ruangan (kamar) dan didiamkan

selamaebih kurang 24 jam baru kemudian disaring, selanjutnya

cairanekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan rotari

evapourator hinggadiperoleh ekstrak kental atau kering.

 Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru

(kontinu/mengalir) yang pada umumnya dilakukan pada

temperature ruangan/kamar atau perkolasi sebenarnya (penetesan

/ penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh perkolat

yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

 Soxhletasi

Soxhletasi adalah penyarian atau ekstraksi menggunakan pelarut

baru yang dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi eketraksi

kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan. Sirkulasi

dilakukan 3-6 kali atau sampai tetesan yang keluar dari timbel

(letak sampel) jernih, ekstraksi dianggap sempurna

 Refluk

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang

relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya

140
dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5

kali (sirkulasi) sehingga dapat termasuk proses ekstraksi

sempurna.

 infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada

temperature penangas air (bejana infusa tercelup dalam penangas

air mendidih, temperatur terukur 90oC) selama waktu tertentu (15

menit). Hasil yang diperoleh berupa cairan infus yaitu sediaan

cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nababi dengan

air pada suhu 90oC. Pembuatan campur simplisia dengan derajat

halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan

di atas tangas air selama 15 menit mulai suhu 90oC sambil sekali-

sekali diaduk. Saring selagipanas melalui kain flanel, tambahkan

air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume

infus yang dikehendaki.

 Dekokta

Dekokta adalah infundasi pada waktu yang lebih lama (30

menit). Hal ini dilakukan untuk memperoleh kandungan senyawa

yang lebih banyak dalam sari.

 Destilasi uap

Destilasi uap adalah ekstraksi untuk senyawa yang mudah

menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap

air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan

141
menguap

dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan

diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan

menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa

kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian.

3. Standarisasi Obat

Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) tidaklah

sulit bila senyawa aktif yang berperan telah diketahui dengan pasti. Pada

prinsipnya standardisasi dapat didasarkan atas senyawa aktif, kelompok

senyawa aktif maupun atas dasar senyawa karakter (bila senyawa aktif

belumdiketahui dengan pasti). Bila digunakan senyawa karakter pada

upayastandardisasi, maka dalam hal ini hanyalah bertujuan untuk dapat

membantumenentukan kualitas bahan obat tersebut. Senyawa karakter

yang dipakaiharuslah spesifik dan digunakan selama senyawa aktif

belum diketahuidengan pasti. Standardisasi dapat dilakukan seara fisika,

kimia, maupunbiologik.

Pada prinsipnya standardisasi suatu bahan obat / sediaan obat dilakukan

mulai dari bahan baku sampai dengan sediaan jadi (mulai dari proses

penanaman sehingga akan terwujud suatu homogenoitas bahan baku).

Berdasarkan hal inilah standarisasi obat tradisional dikelompokkan

menjadi 3 kelompok yaitu :

a. Standarisasi bahan Sediaan (simplisia atau ekstrak

terstandar/bahan aktif diketahui kadarnya)

142
b. Standarisasi produk Kandungan bahan aktif stabil atau tetap

c. Standarisasi proses Metoda, proses dan peralatan dalam

pembuatan sesuai dengan CPOBT

4. Uji Bioaktivitas.

Uji Bioaktivitas dapat dilakukan secara in vitro (di luar sel)

maupun in vivo (di dalam sel). Seperti misalnya uji antioksidan

dapat dilakukan secara in vitro dengan mengukur persen peredaman

(%IC50) dari senyawa aktif dengan radikal bebas DPPH. Kalau

persen peredamannya >50% maka senyawa tersebut mempunyai

aktivitas sebagai antioksidan. Uji Antiokaidan secara in vivo dapat

dilakukan dengan hewan coba dengan menganalisis marker

antioksidan yaitu aktivitas enzim Super Oksida Dismutase (SOD),

Katalase, , Glutation Peroksidase (GPx),kadar Malondialdehid

(MDA) dan 8-hidroksi-deoksi-guanosin (8-OHdG). Uji bioaktivitas

dapat dilakukan dengan metoda Enzym Linked Immunosorben

Assay (ELISA) dan imunohistokimia.

Uji Bioaktivitas yang umum dilakukan adalah

1. Antielmintik

2. Anti asma

3. Anti diare

4. Anti herpes genitalis

5. Anti hipertensi

6. Anti histamine Anti kanker Anti TBC

143
7. Disentri

8. Diuretik 20. Antioksidan

9. Anti ansietas (anti cemas)

10. Anti diabetes (hipoglikemik)

11. Anti hepatitis kronik

12. Anti hiperlipidemia

13. Anti hipertiroidisma

14. Anti inflamasi (anti Rematik)

15. Anti malaria

16. Antitusif / ekspektoransia

17. Dispepsia (gastritis)

144
PERTANYAAN

SOAL ESSAY

1. Apa yang dimaksud dengan Etnomdisine?


Jawaban:
Etnomdisine merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang
yang harus dikembangkan, dikaji secara ilmiah dan dicatat
/didokumentasikan sebaikmungkin sebelum mengalami kepunahan
atau hilang obatan herbal.
2. Apa yang dimaksud dengan pengobatan alternative ?
Jawaban:
Pengobatan alternative adalah pengobatan pengganti yang dicari orang
ketika pengobatan modern tidak mampu menangani seluruh masalah
kesehatan.
3. Eksplorasi sumber daya alam atau bahan aktif tanaman obat tradisional
dapat dilakukan dengan cara ?
Jawaban:
a. Ektraksi bahan tanaman obat dengan berbagai pelarut.
(Etnomedisine)
b. Uji farmakologis awal ekstraks
c. Skrining fitokimia
d. Isolasi bahan aktif dan penetapan struktur
e. Standarisasi sediaan fitofarmaka
f. Uji farmakologis lanjut isolate
g. Modifikasi struktur (QSAR)
h. Teknologi preformulasi untuk uji klinik selanjutnya (1,2,3,4)
4. Sebutkan secara umum tanaman obat
Jawaban:
Secara umum tanaman obat dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar
yaitu :

145
a. Tanaman obat tradisional : yaitu tanaman yang dketahui
dandipercaya masyarakat tertentu secara turun menurun dan
memilikikhasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional.Contoh tanaman Purwaceng (Pimpinella sp.) dipercaya
olehmasyarakat Dieng sebagai bahan penambah gairah sex
(afrodosiax).
b. Tanaman obat modern, tanaman yang secara ilmiah telahdibuktikan
mengandung senyawa atau bahan kimia aktif yangberkhasiat sebagai
obat dan penggunaannya dapatdipertanggungjawabkan secara medis.
Contoh : meniran (Phyllanthusniruri) yang telah dikemas sebagai
obat penambah daya tahan tubuhpada anak ( Imunomodulator).
c. Tanaman obat potensial, tanaman yang diduga mengandung
ataumemiliki senyawa aktif berkhasiat obat tetapi belum
dibuktikanpenggunaannya secara ilmiah-medis sebagai bahan obat-
obatan. Contoh buah mengkudu dan temukunci( Adi P, 1998,
Hidayat, 2008).
5. Sebutkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian dan
pengembangan obat tradisional
Jawabn:
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian dan
pengembangan obat tradisional adalah:
a. Pengembangan teknologi untuk sebagian besar produksi obat-
obatan.
b. Pengembagnan standard kontrol kualitas baik untuk bahan baku
maupun produk jadi.
c. Pengembangan formulasi baru dan bentuk sediaan yang dibuat
khusus untuk kondisi iklim sekarang dan disesuaikan dengan
bahan baku local yang tersedia.
d. Perpaduan antara teknologi yang diperoleh dan
pengembangannya secara kontinyu untuk menghasilkan produk
yang kompetitif.

146
e. Bioekivalensi, bioavailabilitas dan studi farmakokinetik pada
pengembangan bentuk sediaan.
f. Pencarian sumber-sumber tanaman baru untuk obat-obat yang
telahdikenal dan obat baru yang menggunakan tanaman lokal
yang tersedia.

147
BAB X

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PRODUK HUKUM YANG


MENGATUR PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN HERBAL
MEDICINE

A. Pengertian Obat Tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran

dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk

pengobatan berdasarkan pengalaman (Ditjen POM,1999). Sediaan galenik

adalah hasil ekstrasi bahan atau campuran bahan yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan dan hewan. Obat tradisional sering dipakai untuk

pengobatan penyakit yang belum ada obatnya yang memuaskan seperti

penyakit kanker, penyakit viru termasuk AIDS dan penyakit genertif, serta

pada keadaan tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Suatu zat merupakan obat bila dalam pengobatan atau eksperimen

sudah diperoleh informasi,di antaranya tentang ( B.Zulkarnaen,1999) :

1. Hubungan dosis dan efek (dose – effect – relationship), selain dari

hanya diketahui adanya suatu efek

2. Absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi zat tersebut

3. Tempat zat tersebut bekerja (site of action)

4. Cara bekerja at (mechanism of action)

5. Hubungan struktur dan respon ( structure – respons relationship).

Informasi tentang lima hal di atas diperlukan dan dievaluasi dalam

148
menilai suatu obat. Penisilin umpamanya sudah diketahui bahwa besar

responsnya berkaitan erat dengan besar dosis, ia diketahui kapan

mencapai kadar efektif dalam darah manusia dan dalam bentuk apa sisa

penisilin diekskresi. Diketahui pula pada bagian apa dari kuman

penisilin bekerja, serta bagaimana bekerjanya dan diketahui pula

hubungan kerja dengan struktur molekul penisilin. Informasi seperti imi

dipunyai obat modern yang dipasarkan, sementara kurangnya informasi

menyebabkan suatu obat tidak dapat diedarkan sebagai obat.

149
Untuk memperoleh informasi di atas, diperlukan penelitian, tenaga, dana dan

waktu yang sangat banyak. Diperkirakan dari ditemukannya suatu

obat,dibutuhkan sekitar 25 tahun,sebelum suatu zat diperbolehkan beredar

sebagai obat. Penelitian berkenaan dengan hal di atas dimulai dari penapisan

tahap pertama, yaitu :

1. Penentuan toksitas dan pengaruh terhadap gelagat (behavior)

2. Pengaruh zat terhadap tekanan darah dan semua percobaan yang ada

kaitannya dengan tekanan darah.

3. Pengaruh zat terhadap organ-organ terisolasi yang kemudian diikuti

dengan ratusan percobaan untuk melengkapi informasi yang

diperlukan.

Tiga jenis penapisan ini banyak memberikan arah penelitian dan sifat bahan

yang diteliti,mulai dari pengaruh terhadap Susunan Saraf Pusat (SSP), Susunan

Saraf Otonom(SSO), respirasi , relaksan otot, dan sebagainya. Pada table di

bawah ini dapat dilihat daftar beberapa tanaman obat yang mempunyai prospek

pengembangan yang potensial.

B. Peraturan Perundang-Undangan Obat Tradisional

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan


1. Latar Belakang

Bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah

satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai

dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud

150
dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip

nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka

pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan

ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional,

bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan

kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan

kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap

upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti

investasi bagi pembangunan negara, bahwa setiap upaya

pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan

dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan

kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua

pihak baik Pemerintah maupun masyarakat, bahwa Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sudah tidak

sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan

hukum dalam masyarakat sehingga perlu dicabut dan diganti

dengan UndangUndang tentang Kesehatan yang baru, dan bahwa

berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-

Undang tentang Kesehatan.

151
2. Dasar Hukum

Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

3. Tujuan

Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan

berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat,

pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban,

keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama

dan pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber

daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.

4. Ketentuan Umum

Hak Dan Kewajiban, Tanggung Jawab Pemerintah. Sumber

Daya Di Bidang Kesehatan (Nakes, Fasyankes, Perbekkes,

Teknologi, Dan Produk Teknologi), Upaya Kesehatan (17

Upaya), Kesehatan Ibu, Bayi, Anak, Remaja, Lanjut Usia, Dan

Penyandang Cacat, Gizi, Kesehatan Jiwa, Penyakit Menular

Dan Tidak Menular, Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja,

Pengelolaan Kesehatan, Informasi Kesehatan, Pembiayaan

152
Kesehatan, Peran Serta Masyarakat, Badan Pertimbangan

Kesehatan, Pembinaan Dan Pengawasan, Penyidikan, dan

Ketentuan Pidana.

5. Materi Obat Tradisional

Kesehatan, Sumber Daya Di Bidang Kesehatan, Sediaan

Farmasi, Obat, Obat Tradisional (Pasal 1), Pengamanan Dan

Penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Pasal 98),

Praktik Kefarmasian (Pasal 108).

6. Sanksi

Setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan

kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) sehingga

mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau

kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)

tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta

rupiah). (Pasal 191), Setiap orang yang dengan sengaja

memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat

kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan

keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan

denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

153
(Pasal 196), Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi

atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan

yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling

lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak

Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). (Pasal

197), dan Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan

kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling

banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 198).

7. Ketentuan Peralihan atau Penutup

Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Undang-Undang Nomor

23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495) dicabut

dan dinyatakan tidak berlaku. (Pasal 204) dan Undang-Undang

ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap

orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Undang-Undangini dengan penempatannya

dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. (Pasal 205).

154
C. Peraturan Pemerintah

1. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009

a. Latar Belakang

Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 berisi tentang

pekerjaan kefarmsian. Alasan diterbitkan yaitu Untuk

melaksanakan ketentuan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 23

Tahun 1992 tentang Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan

Pemerintah tentang Pekerjaan Kefarmasian.

b. Dasar Hukum

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945; Undang- Undang Nomor 23 Tahun

1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992

Nomor100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);

c. Tujuan

Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat

dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi

dan jasa kefarmasian; Mempertahankan dan meningkatkan

mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

perundang-undangan; Memberikan kepastian hukum bagi

pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.

d. Ketentuan Umum

155
Pekerjaan Kefarmasian, Sediaan Farmasi, Pelayanan

Kefarmasian, Apoteker,Tenaga Teknis Kefarmasian,

Fasilitas Kesehatan, Fasilitas Kefarmasian, Fasilitas

Produksi Sediaan Farmasi, Fasilitas Distribusi atau

Penyaluran Sediaan Farmasi, Fasilitas Pelayanan

Kefarmasinan, Pedagang Besar Farmasi (PBF), Apotek,

Toko Obat, Standar Profesi, Standar Prosedur Operasional,

Standar Kefarmasian, Asosisasi, Organisasi Profesi, Surat

Tanda Registrasi Apoteker (STRA), Surat Tanda Registrasi

Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK), Surat Izin Praktik

Apoteker (SIPA), Surat Izin Kerja (SIK), Rahasia

Kedokteran, Rahasia Kefarmasian, Menteri.

e. Materi Farmasi

Pekerjaan Kefarmasian, Sediaan Farmasi, Tenaga

Kefarmasian, Pelayanan Kefarmasian, Apoteker, Tenaga

Teknis Kefarmasian, Fasilitas Kefarmasian, Fasilitas

Produksi Sediaan Farmasi, Fasilitas Distribusi atau

Penyaluran Sediaan Farmasi, Fasilitas Pelayanan

Kefarmasian, Pedagang Besar Farmasi, Apotek, Toko

156
Obat, Standar Profesi, Standar Prosedur Operasional,

Standar Kefarmasian, Surat Tanda Registrasi Apoteker

(STRA), Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian

(STRTTK), Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA), Surat Izin

Kerja (SIK) Apoteker, Rahasia Kefarmasian.

f. Sanksi

g. Pembatalan Surat Izin untuk menjalankan Pekerjaan

Kefarmasian.

h. Ketentuan Peralihan atau Penutup.

Apoteker yang telah memiliki Surat Penugasan

dan./atau Surat Izin Apoteker dan/atau SIK, tetap dapat

menjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka waktu

2 (dua) tahun wajib menyesuaikan dengan ketentuan; Asisten

Apoteker dan Analisis Farmasi yang telah memiliki Surat

Penugasan dan./atau Surat Izin Apoteker dan/atau SIK, tetap

dapat msenjalankan Pekerjaan Kefarmasian dan dalam jangka

waktu 2 (dua) tahun wajib menyesuaikan dengan ketentuan;

Surat Izin Kerja untuk Apoteker dan Asisten Apoteker yang

belum memenuhi persyaratan dalam jangka waktu 2 (dua)

tahun batal demi hukum; Tenaga Teknis Kefarmasian yang

menjadi penanggung jawab PBF harus menyesuaikan

dengan ketentuan paling lambat 3 (tiga) tahun sejak

diundangkan; PP 26/1965 tentang Apotek, sebagaimana

157
diubah dengan PP 25/1980 tentang Perubahan PP 26/1965

dan PP 41/1990 tentang Masa Bakti Dan Izin Kerja

Apoteker, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; Berlaku

pada tanggal diundangkan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998

a. Latar

Belakang

Bahwa pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan

sebagai salah satu upaya dalam pembangunan kesehatan

dilakukan untuk melindungi masyarakat dari bahaya

yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat

kesehatan yang tidak tepat serta yang tidak memenuhi

persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan dan bahwa

sehubungan dengan hal tersebut di atas dan sebagai pelaksanaan

dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,

dipandang perlu menetapkan Peraturan

158
Pemerintah tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat

Kesehatan

b. Dasar Hukum

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara

Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3274), dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 3495).

c. Ketentuan Umum

Sediaan farmasi, Alat kesehatan, Produksi, Peredaran,

Pengangkutan, Kemasan sediaanfarmasi

d. Materi Muatan

Persyaratan Mutu (Pasal 2-4), Keamanan Dan

Kemanfaatan, Produksi (Pasal 3-5), Peredaran (Pasal 6-8),

Pemasukan Dan Pengeluaran Sediaan Farmasi Dan Alat

Kesehatan Ke Dalam Dan Dari Wilayah Indonesia (Pasal 17-

23), Kemasan Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatan (Pasal 24-

25), Penandaan Dan Iklan (Pasal 26-33),Pemeliharaan Mutu

(Pasal 34- 35), Pengujian Dan Penarikan Kembali Sediaan

Farmasi Dan Alat Kesehatan Dari Peredaran (Pasal 36-43), dan

Pemusnahan (Pasal 44-47).

e. Materi Obat Tradisional

Sediaan farmasi, Alat kesehatan, Produksi, Peredaran,

Pengangkutan, Kemasan sediaan farmasi (Pasal 1), Izin edar (Pasal

9-11), Pengujian sediaan farmasi dan alat kesehatan (Pasal 12-14),

Penyaluran (Pasal 15), Penyerahan (Pasal 16), Penandaan dan


159
Informasi (Pasal 26-30), Iklan (Pasal 31-33), Pengujian Kembali

(Pasal 36-40), Penarikan Kembali (Pasal 41-42), dan Ganti Rugi

(Pasal 43).

f. Ketentuan Peralihan atau Penutup

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka

Pharmaceutissche Stoffen Keurings Verordening (Staatsblad

Tahun 1938 Nomor 172), Verpakkings Verordening

Pharmaceutissche Stoffen Nomor 1 (Staatsblad Tahun 1938 Nomor

173), dan Verpakkings Verordening Kinine (Staatsblad Tahun

1939 Nomor 210); dinyatakan tidak berlaku lagi. (Pasal 82).

D. Peraturan Kementerian Kesehatan

1. Peraturan Kementerian Kesehatan

Nomor 006 Tahun 2012

a. Latar Belakang

Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 006 Tahun 2012

tentang industri dan usaha obat tradisional diterbitkan karena. Dalam

rangka memberikan iklim usaha yang kondusif bagi produsen obat

tradisional perlu dilakukan pengaturan industri dan usaha obat

tradisional dengan memperhatikan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu

obat tradisional yang dibuat; Bahwa Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat

Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional sudah tidak sesuai

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta

kebutuhan hukum; Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam

160
huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan

tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional.

b. Dasar Hukum

Dasar hukum peraturan ini yaitu Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3274); Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa

kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,

dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4866); Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan

Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3330); Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun

1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3781); Peraturan Pemerintah Nomor 38

Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,


161
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah,Kabupaten/Kota

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); Peraturan Pemerintah

Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara

Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kesehatan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4975); Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun

2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5044); Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang

Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata

Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa

kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005;

Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan

Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi

Eselon I Kementerian Negara; Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

381/Menkes/SK/ III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional;

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik

Indonesia Tahun 2010 Nomor 585).

c. Ketentuan Umum

Obat Tradisional, Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik

(CPOTB), Industri Obat Tradisional (IOT), Industri Ekstrak Bahan

Alam (IEBA), Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Usaha

Mikro Obat Tradisional (UMOT), Usaha Jamu Racikan, Usaha

Jamu Gendong, Menteri, Direktur Jenderal, Kepala Badan

Pengawas Obat dan Makanan (Kepala Badan) dan Kepala Balai


162
Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan

d. Materi Obat Tradisional

Obat Tradisional (Pasal 1), Cara Pembuatan Obat Tradisional yang

Baik (CPOTB) (Pasal 1), Industri Obat Tradisional (IOT) (Pasal

1-5, 17 dan 40), Industri Ekstrak Bahan Alam (IEBA) (Pasal 1-

5, 17 dan 40), Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) (Pasal 1-5,

22 dan 40), Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT) (Pasal 1-5,

dan 28), Usaha Jamu Racikan (Pasal 1, 2 dan 6), Usaha Jamu

Gendong Racikan (Pasal 1, 2 dan 6), Menteri (Pasal 1, 6, 8, dan

35), Direktur Jenderal Menteri (Pasal 1 dan 8), Kepala Badan

Pengawas Obat dan Makanan (Kepala Badan) (Pasal 1) dan

Kepala Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan (Kepala

Balai) (Pasal 1).

E. Peningkatan Penelitian dan Pengembangan Herbal Medicine

1. Peningkatan, Penelitian dan Pengembangan Obat Tradisional

b. Penelitian obat tradisional di Indonesia

Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya bangsa sehingga

perlu dilestarikan, diteliti dan dikembangkan. Penelitian obat tradisional

Indonesia mencakup penelitian obat herbal tunggal maupun dalam bentuk

ramuan. Jenis penelitian yang telah dilakukan selama ini meliputi

penelitian budidaya tanaman obat, analisis kandungan kimia, toksisitas,

farmakodinamik, formulasi, dan uji klinik. Dari jenis penelitian di atas,

uji klinik masih sangat kurang dilakukan dibandingkan jenis penelitian

lainnya, sehingga data khasiat dan keamanan obat herbal pada manusia

masih sangat jarang. Hal tersebut antara lain karena biaya penelitian

untuk uji klinik sangat besar dan uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat

163
tradisional/obat herbal tersebut telah dibuktikan aman dan memperlihatkan

efek yang jelas pada hewan coba. Penelitian mengenai budidaya tanaman

obat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tanaman obat tertentu yang

meningkat sehingga kebutuhan tidak terpenuhi dari lahan yang ada atau

karena berkurangnya lahan tempat tumbuh tanaman obat. Tanaman

Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molenb), merupakan tumbuhan liar di

hutan pegunungan Dieng yang secara empiris turun menurun digunakan

untuk meningkatkan vitalitas pria. Penelitian pada tikus jantan cenderung

meningkatkan testosteron. Dewasa ini tanaman tersebut sudah termasuk

langka karena penambangan Purwoceng secara besar-besaran dan

intensifikasi pertanian di pegunungan Dieng. Oleh karena itu dilakukan

penelitian pengembangan di luar habitat asli di Gunung Putri. Dari hasil

penelitian tersebut didapatkan Purwoceng dapat dibudidayakan di Gunung

Putri, namun produksi dan mutunya lebih rendah dari pada di

pegunungan Dieng.

Saat ini minat untuk melakukan penelitian obat tradisional/obat herbal

cukup banyak. Hal itu tercermin antara lain dari banyaknya peserta

Program Pendidikan Pascasarjana (P3S) Biomedik FKUI, ataupun

Program Pendidikan Dokter Spesialis khususnya Spesialis Farmakologi

Klinik yang melakukan penelitian mengenai obat herbal untuk tesisnya.

Selain di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, penelitian mengenai obat

tradisional/obat herbal juga banyak dilakukan di lembaga penelitian,

pemerintah maupun industry farmasi. Sebagian hasil penelitian dilaporkan

di seminar atau kongres terutama yang khusus membahas hasil penelitian

obat tradisional/obat herbal seperti Seminar Nasional Tumbuhan Obat

Indonesia. Di sisi lain, banyak hasil penelitian yang tidak dipublikasikan

164
dan tersebar di berbagai institusi pendidikan, lembaga penelitian,

pemerintah/ departemen maupun di industri.

Oleh karena itu diperlukan suatu badan yang mengkoordinasi

pengumpulan data penelitian obat herbal di Indonesia beserta hasilnya dan

mengintegrasikan pada satu database yang dapat diakses oleh semua pihak

yang berminat. Data tersebut akan sangat berguna sebagai sumber

informasi terutama untuk menentukan penelitian selanjutnya, baik untuk

menghindari duplikasi penelitian, memperbaiki metode, maupun untuk

melengkapi penelitian yang sudah ada. Penelitian dalam bidang obat

tradisional/obat herbal di Indonesia perlu dilakukan secara terkoordinasi,

terpadu dan terarah agar dapat memberikan hasil yang komprehensif. Oleh

karena itu perlu dibentuk jaringan kerja sama antar peneliti dari berbagai

disiplin ilmu. Badan POM tahun 2002 melakukan pemetaan penelitian

obat tradisional/obat herbal yang telah dilakukan di perguruan tinggi,

lembaga penelitian, industri, dan pemerintah, mulai dari budidaya hingga

uji klinik. Selanjutnya setelah dilakukan pemetaan ditetapkan Sembilan

spesies tanaman unggulan untuk diteliti lebih lanjut sampai ke tahap uji

klinik. Di bawah koordinasi Badan POM uji klinik dilakukan oleh

peneliti dari berbagai perguruan tinggi. Hal itu dilakukan dalam usaha

mendapatkan obat golongan fitofarmaka. Sembilan spesies tanaman yang

dipilih sebagai tanaman unggulan untuk diteliti lebih lanjut, termasuk uji

klinik, adalah cabe jawa (Piper retrofractumVahl.), temulawak (Curcuma

xanthorrhiza Roxb.), kunyit (Curcuma domestica Val.), jati belanda

(Guazuma ulmifolia Lamk.), sambiloto (Andrographis paniculata Nees.),

jahe (Zingiber officinale Rosc.), mengkudu (Morinda citrifolia L.), salam

(Eugenia polyantha Wight.), dan jambu biji (Psidium guajava L.).

165
Konsep Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Berdasarkan tingkat

pembuktian khasiat, persaratan bahan baku yang digunakan, dan

pemanfaatannya, obat bahan alam Indonesia dikelompokkan menjadi tiga

kelompok, yaitu: jamu, obat herbal terstandar, dan fitofamaka.

c. Uji klinik Obat tradisional

Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/ obat herbal harus

dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji klinik. Seperti halnya

dengan obat moderen makauji klinik berpembanding dengan alokasi acak

dan tersamar ganda (randomized double-blind controlled clinical trial)

merupakan desain uji klinik baku emas (gold standard). Herbal tersebut

telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik. Pada uji klinik obat

tradisional seperti halnya dengan uji klinik obat moderen, maka prinsip

etik uji klinik harus dipenuhi. Sukarelawan harus mendapat keterangan

yang jelas mengenai penelitian dan memberikan informed- consent

sebelum penelitian dilakukan. Standardisasi sediaan merupakan hal yang

penting untuk dapat menimbulkan efek yang terulangkan (reproducible).

Uji klinik dibagi empat fase yaitu:

Fase I : dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk

menguji keamanan dan tolerabilitas obat

tradisional

Fase II awal : dilakukan pada pasien dalam jumlah

terbatas, tanpa pembanding

Fase II akhir :dilakukan pada pasien jumlah

terbatas, dengan pembanding

Fase III : uji klinik definitive

166
Fase IV : pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping

yang jarang atau yang lambat timbulnya Untuk obat

tradisional yang sudah lama beredar luas di masyarakat

dan tidak menunjukkan efek samping yang merugikan,

setelah mengalami uji preklinik dapat langsung

dilakukan uji klinik dengan pembanding.

Untuk obat tradisional yang belum digunakan secara luas harus melalui uji

klinik pendahuluan (fase I dan II) guna mengetahui tolerabilitas pasien terhadap

obat tradisional tersebut.2 Berbeda dengan uji klinik obat modern, dosis yang

digunakan umumnya berdasarkan dosis empiris tidak didasarkan dose-ranging

study. Kesulitan yang dihadapi adalah dalam melakukan pembandingan secara

tersamar dengan plasebo atau obat standar. Obat tradisional mungkin

mempunyai rasa atau bau khusus sehingga sulit untuk dibuat tersamar. Saat ini

belum banyak uji klinik obat tradisional yang dilakukan di Indonesia meskipun

nampaknya cenderung meningkat dalam lima tahun belakangan ini. Kurangnya

uji klinik yang dilakukan terhadap obat tradisional antara lain karena: Besarnya

biaya yang dibutuhkan untuk melakukan uji klinik Uji klinik hanya dapat

dilakukan bila obat tradisional telah terbukti berkhasiat dan aman pada uji

preklinik Perlunya standardisasi bahan yang diuji Sulitnya menentukan dosis

yang tepat karena penentuan dosis berdasarkan dosis empiris, selain itu

kandungan kimia tanaman tergantung pada banyak faktor. Kekuatiran

produsen akan hasil yang negatif terutama bagi produk yang telah laku di

pasaran. Setelah melalui penilaian oleh Badan POM, dewasa ini terdapat

sejumlah obat bahan alam yang digolongkan sebagai obat herbal terstandar dan

dalam jumlah lebih sedikit digolongkan sebagai fitofarmaka.

167
PERTANYAAN

SOAL ESSAY

1. Apa yang dimaksud dengan Obat tradisional ?

Jawaban:

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan

tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari

bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan

berdasarkan pengalaman.

2. Apa yang dimaksud dengan sediaan galenik?

Jawaban:

Sediaan galenik adalah hasil ekstrasi bahan atau campuran bahan yang berasal

dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Obat tradisional sering dipakai untuk

pengobatan penyakit yang belum ada obatnya yang memuaskan seperti penyakit

kanker, penyakit viru termasuk AIDS dan penyakit genertif, serta pada keadaan

tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat.

3. Apa yang dimaksud dengan tanaman purwoceng?

Jawaban:

Tanaman Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molenb), merupakan tumbuhan liar di

hutan pegunungan.

4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Uji Klinik Obat Tradisionl?

Jawaban:

Uji klinik Obat tradisiona adalah Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat

tradisional/ obat herbal harus dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji

klinik. Seperti halnya dengan obat moderen makauji klinik berpembanding

dengan alokasi acak dan tersamar ganda (randomized double-blind controlled

clinical trial) merupakan desain uji klinik baku emas (gold standard).

5. Sebutkan uji klinik

168
Jawaban:

Uji klinik dibagi empat fase yaitu:

Fase I : dilakukan pada sukarelawan sehat, untuk menguji keamanan dan

tolerabilitas obat tradisional

Fase II awal: dilakukan pada pasien dalam jumlah terbatas, tanpa

pembanding

Fase II akhir:dilakukan pada pasien jumlah terbatas, dengan pembanding

Fase III : uji klinik definitive

Fase IV : pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping yang jarang atau

yang lambat timbulnya Untuk obat tradisional yang sudah lama

beredar luas di masyarakat dan tidak menunjukkan efek samping yang

merugikan, setelah mengalami uji preklinik dapat langsung dilakukan

uji klinik dengan pembanding.

169
BAB XI

Pemeriksaan Mutu Obat Tradisional

A. Definisi Mutu Herbal Medicine

Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (BPOM, 2014). Ciri dari obat tradisional yaitu bahan
bakunya masih berupa simplisia yang sebagian besar belum mengalami
standardisasi dan belum pernah diteliti. Bentuk sediaan masih sederhana berupa
serbuk, pil, seduhan atau rajangan simplisia, klaim kahsiatnya masih berdasarkan
data empiris. Obat tradisional sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, jamu, obat herbal
terstandar dan fitofarmaka. (Anggraeni dkk, 2015).

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik


Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional,
ruang lingkup mutu bahan obat tradisional meliputi bahan baku dan produk jadi.
Produk jadi dibedakan menjadi obat dalam dan obat luar.

 Obat dalam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:


a) sediaan Rajangan
b) sediaan Serbuk Simplisia
c) sediaan lainnya seperti Serbuk Instan, granul, serbuk Efervesen, Pil,
Kapsul, Kapsul Lunak, Tablet/Kaplet, Tablet Efervesen, tablet hisap,
Pastiles, Dodol/Jenang, Film Strip, dan Cairan Obat Dalam.
d) Obat luar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
e) sediaan cair yaitu Cairan Obat Luar,
f) sediaan semi padat yaitu Salep, Krim,

170
g) sediaan padat yaitu Parem, Pilis, Tapel, Koyo/Plester, dan Supositoria untuk
wasir.

B. Parameter Mutu
Parameter Mutu atau Standar Persyaratan Mutu diatur dalam
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2014. Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional
meliputi tabel-tabel berikut:

a. Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional meliputi sebagaiberikut:


1) Persyaratan Mutu Simplisia
 Item Pemeriksaan
 Pemerian
 Identifikasi
 Kadar Abu
 Kadar Abu yang tidak larut dalam asam
 Kadar sari yang larut dalam air
 Kadar sari yang larut dalam etanol
 Bahan Organik Asing
 Penetapan Kadar
2) Prseyaratan Mutu Simplisia
 Item Pemeriksaan
 Pemerian
 Identifikasi Kandungan Senyawa
 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
 Susut Pengeringan
 Kadar Abu
 Kadar Abu tidak larut dalam asam
 Kadar Ekstrak larut Air
 Kadar Ekstrak larut Etanol
 Kadar Senyawa teridentifikasi
3) Persyaratan Mutu Ekstrak Kental
 Item Pemeriksaan
 Pemerian
 Yield
 Identifikasi Kandungan Senyawa
 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
 Kadar Air
 Kadar Abu
 Kadar Abu tidak larut dalam asam
 Kadar Senyawa teridentifikasi

1. Standar Persyaratan Mutu

Lampiran Peraturan Kepala BPOM No. 12 Tahun 2014 Tentang


Persyaratan Mutu Obat Tradisional memuat Standar Persyaratan Mutu.
Sediaan obat dalam harus memenuhi standar persyaratan mutu meliputi
parameter fisika/kimia, cemaran, dan mikrobiologi (Tabel 4 dan 5).
Tabel 4. Persyaratan Mutu Produk Jadi (Obat Dalam)
Kriteria Bentuk Sediaan Rajanga Serbuk Padata
n n
Pengujia Parameter
n
Organoleptik √ √ √
Kadar Air √ √ √
Keseragaman Bobot √ √ (kec
Waktu hancur √
Fisika/Kimia Volume terpindahkan
Kadar Alkohol
Berat Jenis
pH
BahanTambahan √ √ √
Cemaran Aflatoksin Total √ √ √
Cemaran Logam Berat √ √ √
Mikrobiologi ALT, AKK, Bakteri √ √ √
Patogen

Keterangan:
ALT= Angka Lempeng Total AKK= Angka Kapang Khamir kec= kecuali

Tabel 5. Persyaratan Mutu Obat Tradisional (Obat Dalam)


No BENTU P
K Organoleptis Kadar Cemaran Aflatoksi Cema ran Bahan
SEDIAA Air Mikrobia n Loga Tamb
N m Be ahan
rat
1 Rajangan yang Bentuk, rasa , ≤ 10 % ALT = ≤ 106 Aflatoksi Pb = ≤ 10 Tidak
diseduh dengan bau, wa rna koloni/g n B1, B2, mg/kg atau b oleh
air panas AKK = ≤ 104 G1 dan mg/L atau men g
koloni/g G2 ppm and un
E. coli = ne = ≤ 10 As = ≤ 5 g
gatif/g μg/kg mg/kg atau Penga
Salmonella Kadar mg/L atau wet,
spp = Aflatoksi ppm Pengh
negatif/g n B1 = Hg = ≤ 0,5 a rum,
P. ≤5 mg/kg atau dan
aeruginosa μg/kg mg/L atau Pewar
= ne gati f/g ppm na*
S. aureus = Cd = ≤ 0,3 Pema
negatif/g mg/kg atau nis
mg/L atau yang
ppm dii jink
an*
2 Rajangan yang Bentuk, rasa , ≤ 10 % ALT = ≤ 107 Aflatoksi Pb = ≤ 10 Tidak
di rebus bau, wa rna koloni/g n B1, B2, mg/kg atau boleh
AKK = ≤ G1 dan mg/L atau menga
104 G2 ppm ndung
koloni /g = ≤ 20 As = ≤ 5 Penga
E. coli = μg/kg mg/kg atau wet,
negatif/g Kadar mg/L atau Pengh
Salmonella Aflatoks ppm a rum,
spp = i n B1 = Hg = ≤ 0,5 dan
negatif/g ≤5 mg/kg atau Pewar
P. μg/kg mg/L atau na*
aeruginosa ppm Peman
Cd = ≤ 0,3 is ya ng
=
mg/kg atau dii jink
negatif/g an*
S. aureus mg/L atau
= negatif/g ppm
3 Serbuk Simplisia Bentuk, rasa , ≤ 10 % ALT = ≤ 106 Aflatoksi Pb = ≤ 10 Tidak
yang diseduh bau, wa rna koloni/g n B1, B2, mg/kg atau boleh
dengan ai r AKK = ≤ mg/L atau menga
G1 dan ppm ndung
panas 104
G2 = ≤ As=≤5mg/k Penga
koloni/g 20 μg/kg g atau mg/L wet,
E. coli = Kadar atau ppm Pengh
ne gatif/g Aflatoks Hg = ≤ 0,5 a rum,
Salmonella i n B1 mg/kg atau dan
spp = =≤5 mg/L atau Pewar
negatif/g μg/kg ppm na*
P.
Cd = ≤ 0,3 Peman
aeruginosa mg/kg atau is ya ng
= negatif/g mg/L atau dii jink
S. aureus ppm an*
= negatif/g
4 Pil Bentuk, rasa , bau, Sediaa n ALT = ≤ 104 Aflatoksi Pb = ≤ 10 Boleh D
wa rna padat koloni/g n mg/kg atau menga a
ri
obat AKK = ≤ B1, B2, mg/L atau ndung 1
103
dalam koloni /g G1 ppm Penga 0
memp u E. coli = dan G2 = As=≤5mg/k wet, p
il
nyai ka negatif/g ≤ 20 g atau mg/L Pengh ti
dar ai r ≤ Salmonella μg/kg atau ppm arum, d
spp = Hg = ≤ 0,5 a
10%, Kadar dan
negatif/g k
ke cual i Aflatoksi mg/kg atau Pewar
l
untuk P. n B1 = ≤ mg/L atau na e
eferve aeruginosa 5 ppm sesuai b
i
sen = negatif/g μg/kg Cd = ≤ 0,3 lampir h
≤ 5% S. aureus = mg/kg atau an 2
negatif/g mg/L atau Perka
p
Shiigella spp ppm il
Peman
= is ya ng
negatif/g dii jink
an*
5 Kapsul D
a
ri
20
ka
p-
6 Kapsu
l Luna s
k u
l
,
ti
d
a
k
7 Tablet Bentuk, rasa , bau, ≤ 10 % ALT = ≤ 104 Aflatok Pb = ≤ 10 Boleh D
wa rna s in B1, mg/kg atau meng
/ koloni/g a
kaplet AKK = ≤ B2, G1 mg/L atau andun
tidak 103 dan G2 ppm g
r
be = ≤ 20 As = ≤ 5 Penga
koloni /g i
rsalut μg/kg mg/kg atau wet,
2
E. coli = Kadar mg/L atau Pengh
negatif/g ppm a rum, 0
Aflatok
Salmonella dan
spp =
s in B1 Hg = ≤ 0,5
=≤5 Pewar t
mg/kg atau na a
negatif/g μg/kg
mg/L atau sesuai b
P. ppm lampir -
aeruginosa Cd = ≤ 0,3 an l
= ne gati f/g Perka e
S. aureus = mg/kg atau
mg/L atau Pema
negatif/g nis
ppm t
yang
/
dii k
jink a
an* p
l
e

t
,
t
a
g

d
a

r
i

8 Tablet bersalut
gula
9 Tablet Efe

No BENTU P
K Cema ran Cema ran Bahan Vol
SEDIAA Organolep Aflatoksin
tis Mikrobia Logam Bera t Tambahan u me
N
10 Cai ran Bentuk, ALT = ≤ 104 Aflatoksin Pb = ≤ 10 Boleh me- Volu me
ra ta -ra ta
Obat rasa, bau, koloni/g B1, B2, G1 mg/kg atau ngandung la ru tan
Dalam warna AKK = ≤ 103 dan G2 = ≤ mg/L atau Pengawet, ya ng
koloni/g 20 ppm Pengharum, dipe roleh
da ri 10
E. coli = ne μg/kg As= ≤5mg/kg dan Pewa r- wadah
gatif/g Kadar atau mg/L na sesuai tidak ku
Salmonella Aflatoksin atau ppm lampiran
spp = B1 Hg = ≤ 0,5 Perka.
negatif/g P. = ≤ 5 μg/kg mg/kg atau Pemanis yg Jika da
aeruginosa mg/L atau dii jinkan* ri
= negatif/g ppm 10 wadah
yan g diu
kur
S. aureus = Cd = ≤ 0,3 te rda pat
negatif/g mg/kg atau volume ra
Shigella spp mg/L atau ta -ra ta ku
= negatif/g ppm ra ng da ri
100 % da
ri yan g te
rte ra pada
pe
nandaan
akan te
Volu me
ra ta -ra ta
la ru tan
ya ng
dipe roleh
da ri 30
wadah
tidak ku
ran g da ri
100 % da
2. Persyaratan Mutu Obat Tradisional (Obat Luar)

Persyaratan mutu produk jadi meliputi parameter uji fisika/kimia dan


mikrobiologi (Tabel 6 dan 7).

Tabel 6. Persyaratan mutu produk jadi (Obat Luar)

Organoleptik √ √ √
Kadar Air √
Bahan Tambahan √ √ √
Fisika/Kimia Keseragaman Bobot √
Waktu Hancur √
Volume Terpindahkan √
Mikrobiologi ALT, AKK √ √ √
(+PA, (+PA,
SA) SA)

Tabel 7. Persyaratan Mutu Obat Tradisional (Obat Luar)

No. BENTUK SEDIAAN P


Organoleptis Cemaran Mikrobia
1 Cai ran Obat Luar untuk luka Bentuk, bau, wa rna ALT = negatif/mL, =
AKK
negatif/mL
S. aureus = negatif/mL
P. aeruginosa = negatif/mL
2 Cai ran Obat Luar ALT = ≤ 105 koloni/mL, AKK = ≤
102 koloni /mL
S. aureus = negatif/mL
P. aeruginosa = negatif/mL
3 Salep, Krim ALT = ≤ 103 koloni/g, AKK = ≤
102 koloni /g
S. aureus = negatif/mL
P. aeruginosa = negatif/mL
4 Salep, Krim untuk luka ALT = negatif/mL, =
AKK
negatif/mL
S. aureus = negatif/mL
P. aeruginosa = negatif/mL
C. Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu perlu dilakukan karena pengawasan terhadap mutu
terkait dengan keamanan (safety) dan keampuhan (efficacy) produk obat
tradisional.
Pengawasan mutu meliputi kegiatan berikut:

a. Meluluskan atau menolak tiap bets (batch) bahan baku, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi serta hal yang telah ditentukan,
sekurang- kurangnya berdasarkan pengujian secara kualitatif.
b. Menyediakan baku pembanding, sesuai persyaratan yang terdapat pada
prosedur pengujian yang berlaku dan menyimpan baku pembanding
ini pada kondisi yang tepat.
c. Khusus untuk bahan baku segar sekurang-kurangnya menyimpan
diskripsi dari bahan yang bersangkutan.
d. Produk jadi yang berada dalam industri maupun di peredaran secara
berkala harus dipantau.
e. Pengamatan produk di peredaran merupakan program pengujian
stabilitas yang berlangsung (on going) pada CPOB.
f. Periode pemeriksaan: 0, 3, 6, 9, 12, 18, 24, 36 bulan atau sampai
dengan masa daluwarsa tercapai
g. Kondisi penyimpanan: suhu 30±2 °C atau RH 75±5 %.

 Sistem pengawasan mutu harus dirancang dengan tepat, untuk


menjamin setiap Obat Tradisional yang diproduksi:

a) Mengandung bahan alami yang benar dan bersih

b) Sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan


c) Dibuat dalam kondisi yang tepat serta mengikuti prosedur tetap

d) Tidak mengandung bahan kimia dan bahan baku obat


Setiap produk Obat Tradisional yang dihasilkan akan terjamin, sehingga
senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan untuk khasiat,
mutu, dan keamanannya.

 Ruang lingkup pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisis yang


dilakukan di laboratorium, antara lain:

1) Pengambilan contoh

2) Pemeriksaan dan pengujian: bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan
produk jadi.

Program dan kegiatan lain yang terkait dengan mutu produk meliputi: program
uji stabilitas, pemantauan lingkungan kerja, pengkajian dokumen batch, program
penyimpanan contoh pertinggal, penyusunan dan penyimpanan spesifikasi yang
berlaku dari tiap bahan dan produk, termasuk metode pengujian.
Bagian Pengawasan Mutu (BPM) merupakan bagian yang berdiri sendiri,
bukan sub-bagian dari Bagian Produksi. Wewenang Bagian Pengawasan Mutu
(BPM) antara lain: meluluskan/menolak bahan awal yang akan digunakan untuk
produksi, meluluskan/menolak produk antara dan produk ruahan untuk diproses lebih
lanjut, dan meluluskan/menolak produk jadi yang akan distribusikan.
 Tanggung jawab Bagian Pengawasan Mutu (BPM) meliputi:

1) Di laboratorium: menyelenggarakan fungsi analisis.

2) Di luar laboratorium: berperan dalam pengambilan keputusan terhadap


hal-hal yang memengaruhi mutu produk.

3) Bagian Pengawasan Mutu (BPM) juga bertanggung jawab dalam:


memastikan apakah bahan awal telah memenuhi spesifikasi, memastikan
apakah tahapan produksi telah dilaksanakan sesuai prosedur dan divalidasi
sebelumnya, memastikan apakah pengawasan selama proses dan
pengujian laboratorium telah dilaksanakan, memastikan apakah bets
(batch) produk yang dihasilkan telah memenuhi spesifikasi sebelum
didistribusikan, dan memastikan apakah produk di peredaran tetap
memenuhi syarat mutu selama waktu yang telah ditetapkan.

 Tugas pokok Bagian Pengawasan Mutu (BPM) menyusun dan merevisi:

 Prosedur pengawasan dan spesifikasi,

 Rancangan dan prosedur tertulis pengambilan contoh untuk pemeriksaan,

 Instruksi tertulis yang rinci untuk pemeriksaan, pengujian dan analisis,

 Meluluskan/menolak setiap batch bahan awal, produk antara, produk ruahan


dan produk jadi,

 Meneliti semua dokumen yang berkaitan dengan produk jadi sebelum


meluluskannya,

 Menyimpan contoh pertinggal untuk rujukan,

 Menyimpan catatan pemeriksaan dan pengujian semua contoh,

 Mengevaluasi stabilitas bahan awal dan produk jadi,

 Menetapkan batas waktu penggunaan bahan awal dan tanggal kadaluwarsa


produk jadi,

 Menyediakan simplisia standar dan bahan baku pembanding sekunder,

 Mengevaluasi dan menetapkan produk kembalian, apakah dapat langsung


digunakan, diproses ulang atau dimusnahkan,

 Mengevaluasi keluhan/kekurangan yang diterima dan menetapkan tindakan


perbaikan,

 Berperan dalam program inspeksi diri,

 Menyetujui penunjukan pemasok bahan baku dan bahan pengemas,

 Memberikan rekomendasi untuk maklon.

Pengawasan mutu merupakan bagian dari CPOTB yang berhubungan dengan


pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi,
dokumentasi, dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang
diperlukan dan relevan telah dilakukan dan bahan yang belum diluluskan tidak
digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum
mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.
Setiap industri obat tradisional hendaklah mempunyai fungsi pengawasan mutu.
Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumberdaya yang memadai harus
tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi pengawasan mutu dapat dilaksanakan
secara efektif dan dapat diandalkan.

 Persyaratan dasar dari pengawasan mutu adalah bahwa:

a) sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan prosedur
yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan
pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan
dan produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai
dengan tujuan CPOTB,
b) pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang
disetujui oleh pengawasan mutu,
c) metode pengujian disiapkan dan divalidasi (bila perlu),
d) pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama
pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan
dalam prosedur pengambilan sampel, inspeksi dan pengujian benar-benar
telah dilaksanakan tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan
diinvestigasi,
e) produk jadi berisi bahan atau ramuan bahan yang dapat berupa bahan
nabati, bahan hewani, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahan-bahan tersebut dengan komposisi kualitatif dan
kuantitatif sesuai dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, serta
dikemas dalam wadah yang sesuai dan diberi label yang benar,
f) dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi secara formal
dinilai dan dibandingkan terhadap spesifikasi, dan
g) sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam jumlah
yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu. Sampel produk
jadi disimpan dalam kemasan akhir kecuali untuk kemasan ukuran besar.
h) Pengawasan mutu secara umum juga mempunyai tugas, antara lain:
menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan
mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding,
memastikan kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan
bahwa stabilitas dari zat aktif dan produk jadi dipantau, mengambil
bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dan
ikut ambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Semua kegiatan
tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan jika perlu
dicatat. Personil Pengawasan Mutu sebaiknya memiliki akses ke area
produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila
diperlukan.

D. Pengkajian Mutu Produk

Pengkajian mutu produk secara berkala sebaiknya dilakukan terhadap


semua obat tradisional terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan
untuk membuktikan konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan
awal, bahan pengemas dan produk jadi, untuk melihat tren dan
mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk suatu produk dan proses.
Pengkajian biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan
mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan meliputi paling
sedikit:
a. kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk
produk, terutama yang dipasok dari sumber baru
b. kajian terhadap pengawasan selama-proses yang kritis dan hasil pengujian
produk jadi
c. kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifiksasi yang
ditetapkan dan investigasi yang dilakukan
d. kajian terhadap semua penyimpangan atau ketidaksesuaian yang
signifikan, dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan
e. kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses
pengolahan
f. kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang
tidak diinginkan
g. kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat
tradisional yang terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang
telah dilakukan dan
h. kajian terhadap status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan misal
sistem tata udara, air, gas bertekanan, dan lain-lain.

Industri obat tradisional dan pemegang izin edar harus melakukan evaluasi
terhadap hasil kajian dan hasil penilaian yang sebaiknya dibuat untuk menentukan
tindakan perbaikan dan pencegahan ataupun validasi ulang yang akan dilakukan.
Alasan tindakan perbaikan harus selalu didokumentasikan. Tindakan pencegahan dan
perbaikan yang telah disetujui sebaiknya dilakukan secara efektif dan tepat waktu.
Prosedur manajemen harus tersedia untuk manajemen yang sedang berlangsung dan
pengkajian aktivitas serta efektivitas prosedur tersebut diverifikasi pada saat evaluasi
diri. Bila dibenarkan secara ilmiah, pengkajian mutu dapat dikelompokkan menurut
jenis produk (Emilan dkk., 2011).

Bila pemilik izin edar bukan industri obat tradisional, maka perlu ada suatu
kesepakatan dari semua pihak terkait yang menjabarkan pihak yang bertanggung
jawab untuk melakukan kajian mutu. Kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
yang bertanggung jawab untuk melakukan sertifikasi bets, bersama dengan pemilik
izin edar harus memastikan bahwa pengkajian mutu dilakukan tepat waktu dan
akurat.

E. Manajemen Risiko Mutu

Manajemen risiko mutu merupakan sebuah proses sistematis untuk melakukan


penilaian, pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini
dapat diterapkan secara proaktif maupun retrospektif. Manajemen risiko mutu
sebaiknya memastikan: a) evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan
pengetahuan secara ilmiah, pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terkait pada
perlindungan konsumen dan b) tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses
manajemen risiko mutu sepadan dengan tingkat risiko.
1. Analisis Kualitatif

a) Perhitungan ReterdasiFaktor

Analisis kualitatif dengan metode KLT-Densitometri dilakukan


berdasarkan harga Rf. Dimana harga Rf sampel dibandingkan dengan harga
Rf senyawa standar, yang keduanya, baik sampel maupun senyawa standar,
dieluasi pada kondisi percobaan yang sama. Kesesuaian harga Rf antara
sampel dan standar membuktikan bahwa senyawa dalam sampel dan standar
adalah sama. Selain itu, analisis kualitatif dengan densitometri dapat juga
dilakukan dengan penentuan panjang gelombang maksimum dari noda. Jika
panjang gelombang maksimum noda pembanding sama dengan sampel,
berarti sampel identik dengan pembanding (Sherma dan Fried, 1994).

Pada analisis kualitatif parameter yang berpengaruh adalah faktor


retardasi (Retardation Factor = Rf) Rf yaitu “jarak dari posisi noda
awal dibagi dengan jarak posisi noda setelah eluasi”. Nilai Rf dinyatakan
hingga angka 1,0 beberapa pustaka menyatakan nilai Rf yang baik yang
enunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar antara 0,2-0,8
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Ketentuan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

R
f

=
Keterangan :
Rf = faktor retardasi
(Retardation factor) Z = jarak
migrasi analit (cm)
X = jarak migrasi fase gerak (cm)
2. Analisis Kuantitatif

a) Perhitungan Kurva Kalibrasi

Penentuan kadar analit dalam sampel secara kuantitatif dengan


menggunakan instrumentasi kimia secara umum dapat dilakukan melalui
kurva.
kalibrasi yang memiliki linearitas memenuhi batas. Kurva kalibrasi
merupakan grafik yang membentuk garis lurus (linear) yang menyatakan
hubungan antara kadar larutan kerja termasuk blanko dengan respon yang
proporsional dari instrumen. Deret larutan kerja dengan kadar yang berbeda,
mengakibatkan instrumen akan memberikan respon pada tingkat kadar tertentu.
Perubahan secara kadar analit dengan respon instumen tersebut akan membentuk
garis lurus yang memenuhi persamaan sebagai berikut:

y=
bx
+a

Keterangan
y = respon
instrumen x =
kadar analit
a = intersep
(intercept)

b = kemiringan
(slope)
PERTANYAAN

SOAL ESSAY

1. Apa yang dimaksud dengan obat tradisional?


Jawaban:
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan
tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman (BPOM, 2014). Ciri dari obat tradisional yaitu bahan bakunya masih
berupa simplisia yang sebagian besar belum mengalami standardisasi dan belum
pernah diteliti. Bentuk sediaan masih sederhana berupa serbuk, pil, seduhan atau
rajangan simplisia, klaim kahsiatnya masih berdasarkan data empiris.
2. Sebutkan 3 macam-macam obat tradisional
Jawaban:
Obat tradisional sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, jamu, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka. (Anggraeni dkk, 2015).
3. Sebutkan macam-macam pengawasan mutu
Jawaban:
Pengawasan mutu meliputi kegiatan berikut:
a. Meluluskan atau menolak tiap bets (batch) bahan baku, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi serta hal yang telah ditentukan, sekurang- kurangnya
berdasarkan pengujian secara kualitatif.
b. Menyediakan baku pembanding, sesuai persyaratan yang terdapat pada
prosedur pengujian yang berlaku dan menyimpan baku pembanding ini pada
kondisi yang tepat.
c. Khusus untuk bahan baku segar sekurang-kurangnya menyimpan diskripsi dari
bahan yang bersangkutan.
d. Produk jadi yang berada dalam industri maupun di peredaran secara berkala
harus dipantau.
e. Pengamatan produk di peredaran merupakan program pengujian stabilitas yang
berlangsung (on going) pada CPOB.
f. Periode pemeriksaan: 0, 3, 6, 9, 12, 18, 24, 36 bulan atau sampai dengan masa
daluwarsa tercapa
g. Kondisi penyimpanan: suhu 30±2 °C atau RH 75±5 %.
4. Apa yang dimaksud dengan manajemen mutu?
Jawaban:
Manajemen risiko mutu merupakan sebuah proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini
dapat diterapkan secara proaktif maupun retrospektif.
5. Sebutkan macam-macma manajemen resiko mutu?
Manajemen risiko mutu sebaiknya memastikan:
a. Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara
ilmiah, pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terkait pada perlindungan
konsumen dan
b. Tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu
sepadan dengan tingkat risiko.
BAB XII

MENGURAIKAN PEMERIKSAAN MUTU PADA JENIS SEDIAAN HERBAL


MEDICINE DALAM PEMERIKSAAN MUTU HERBAL MEDICINE

A. Pengertian mutu bahan obat tradisional


Mutu bahan obat tradisional mengacu pada kualitas, keamanan, dan keefektifan
bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan obat tradisional. Pada dasarnya, ada
beberapa faktor yang mempengaruhi mutu bahan obat tradisional, antara lain:

a. Identifikasi yang tepat: Bahan obat tradisional harus diidentifikasi dengan benar
berdasarkan nama ilmiah dan tumbuhan asalnya. Identifikasi yang akurat penting
untuk memastikan bahwa bahan yang digunakan sesuai dengan yang dimaksudkan
dan memiliki sifat-sifat yang diharapkan.
b. Sumber dan kualitas: Kualitas bahan obat tradisional sangat tergantung pada
sumbernya. Bahan-bahan harus diperoleh dari sumber yang dapat dipercaya dan
dijamin kualitasnya. Penanaman atau pengumpulan bahan obat tradisional harus
mematuhi praktik yang baik dan menghindari penggunaan bahan yang
terkontaminasi atau bahan yang berasal dari lingkungan yang tercemar.
c. Kebersihan: Proses pengolahan bahan obat tradisional harus memperhatikan
kebersihan untuk mencegah kontaminasi dan kerusakan mikroba. Praktik sanitasi
yang baik harus diterapkan selama pengolahan, penyimpanan, dan pengemasan
bahan obat tradisional.
d. Metode pengolahan: Metode pengolahan bahan obat tradisional dapat
mempengaruhi mutu obat yang dihasilkan. Proses pengeringan, perendaman,
perasan, atau perebusan harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan untuk mempertahankan kualitas bahan.
e. Kandungan aktif: Bahan obat tradisional harus mengandung komponen aktif yang
dianggap memiliki efek terapeutik. Kandungan yang diinginkan harus sesuai
dengan yang diharapkan dalam dosis yang tepat. Penggunaan bahan obat
tradisional yang berkualitas rendah atau mengandung kontaminan dapat
mengurangi efektivitasnya.
f. Uji keamanan dan efektivitas: Untuk memastikan mutu bahan obat tradisional, uji
keamanan dan efektivitas harus dilakukan. Ini dapat melibatkan uji laboratorium,
uji praklinik, dan uji klinis untuk memastikan bahwa bahan obat tradisional tidak
memiliki efek berbahaya dan memiliki efek terapeutik yang diinginkan.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional, ruang
lingkup mutu bahan obat tradisional meliputi bahan baku dan produk jadi. Produk jadi
dibedakan menjadi obat dalam dan obat luar. Obat dalam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa: a) sediaan Rajangan, b) sediaan Serbuk Simplisia, dan c) sediaan
lainnya seperti Serbuk Instan, granul, serbuk Efervesen, Pil, Kapsul, Kapsul Lunak,
Tablet/Kaplet, Tablet Efervesen, tablet hisap, Pastiles, Dodol/Jenang, Film Strip, dan
Cairan Obat Dalam. Obat luar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a) sediaan
cair yaitu Cairan Obat Luar, b) sediaan semi padat yaitu Salep, Krim, dan c) sediaan
padat yaitu Parem, Pilis, Tapel, Koyo/Plester, dan Supositoria untuk wasir.
B. Parameter mutu
Parameter Mutu atau Standar Persyaratan Mutu diatur dalam Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang
Persyaratan Mutu Obat Tradisional meliputi tabel-tabel berikut:
Tabel 1: persyaratan mutu simplisia
Item pemeriksaan
Pemerian
Identifikasi kandungan senyawa
Kromotografi lapis tipis (KLT)
Susut pengeringan
kadar abu
Kadar abu tidak larut dalam asam

Kadar extrak larut air


Kadar ekstrak larut dalam etanol
B kadar senyawa teridentifikasi
Sumber: farmakope herbal (2012)
Tabel 2: Persyaratan Mutu Ekstrak Kental
Item pemeriksaan

Pemerian
Yield

Identifikasi kandungan senyawa

Kadar air

Kadar abu

Kadar abu tidak larut dalam asam

Kadar senyawa teridentifikasi

Kromotografi lapis tipis (KLT)

Sumber: Farmakope herbal (2012)

C. Pengawasan mutu
Pengawasan Mutu perlu dilakukan karena pengawasan terhadap mutu terkait
dengan keamanan (safety) dan keampuhan (efficacy) produk obat tradisional.
Lemahnya peraturan dan pengawasan mutu dapat mengakibatkan terjadinya hal-hal
yang merugikan akibat buruknya kualitas obat herbal atau obat tradisional, khususnya
yang akibat terjadinya pemalsuan dengan zat kimia dan /atau terkontaminasi oleh zat
atau residu berbahaya. Persyaratan dan metode untuk kontrol kualitas produk jadi obat
tradisional, khususnya untuk produk campuran herbal, jauh lebih kompleks daripada
obat-obatan lainnya. Kualitas produk dipengaruhi oleh kualitas bahan baku yang
digunakan (rimpang, batang, daun, akar, tanaman) dan teknologi pasca panen tanaman
obat yang digunakan. Tanaman obat atau obat tradisional yang beredar dipasaran dan
dinyatakan telah memenuhi persyaratan baku mutupun, bisa berubah kualitasnya
menjadi tidak sesuai dengan standar akibat teknik penyimpanan, pendistribusian
maupun teknik pengemasan yang tidak sesuai sehingga tujuan penggunaan obat bahan
alam tidak tercapai atau bahkan mungkin bisa membahayakan.
Untuk menjamin keamanan penggunaan suatu tanaman obat ataupun obat
tradisional diperlukan suatu jaminan kualitas (quality assurance) dan pengawasan
mutu (quality control). Tanaman obat atau obat tradisional yang bermutu baik, dapat
diperoleh dengan adanya standarisasi mulai dari bahan baku herbal atau tanaman obat,
standarisasi produk obat tradisional, cara distribusi sampai dosis pemakaian yang
efektif. Standarisasi tersebut harus bersifat nasional dan diatur oleh suatu regulasi
pemerintah untuk menjamin terlaksananya standar tersebut sehingga akan tercapai
jaminan keamanan bagi masyarakat pemakai tanaman obat atau obat tradisional.
Pengawasan mutu meliputi kegiatan berikut:

a. Meluluskan atau menolak tiap bets (batch) bahan baku, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi serta hal yang telah ditentukan, sekurang-kurangnya
berdasarkan pengujian secara kualitatif.

b. Menyediakan baku pembanding, sesuai persyaratan yang terdapat pada prosedur


pengujian yang berlaku dan menyimpan baku pembanding ini pada kondisi yang
tepat.

c. Khusus untuk bahan baku segar sekurang-kurangnya menyimpan diskripsi dari


bahan yang bersangkutan.

d. Produk jadi yang berada dalam industri maupun di peredaran secara berkala
harus dipantau.

e. Pengamatan produk di peredaran merupakan program pengujian stabilitas yang


berlangsung (on going) pada CPOB.

f. Periode pemeriksaan: 0, 3, 6, 9, 12, 18, 24, 36 bulan atau sampai dengan masa
daluwarsa tercapai

g. Kondisi penyimpanan: suhu 30±2 °C atau RH 75±5 %.

Sistem pengawasan mutu harus dirancang dengan tepat, untuk menjamin setiap
Obat Tradisional yang diproduksi:

a. Mengandung bahan alami yang benar dan bersih

b. Sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan

c. Dibuat dalam kondisi yang tepat serta mengikuti prosedur tetap

d. Tidak mengandung bahan kimia dan bahan baku obat

Setiap produk Obat Tradisional yang dihasilkan akan terjamin, sehingga senantiasa
memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan untuk khasiat, mutu, dan keamanannya.
Ruang lingkup pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisis yang dilakukan
di laboratorium, antara lain:

a. Pengambilan contoh

b. Pemeriksaan dan pengujian: bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan
produk jadi.Program dan kegiatan lain yang terkait dengan mutu produk meliputi:
program uji stabilitas,pemantauan lingkungan kerja, pengkajian dokumen batch,
program penyimpanan contoh pertinggal,penyusunan dan penyimpanan
spesifikasi yang berlaku dari tiap bahan dan produk, termasuk metode pengujian.

Bagian Pengawasan Mutu (BPM) merupakan bagian yang berdiri sendiri, bukan sub-
bagian dari Bagian Produksi. Wewenang Bagian Pengawasan Mutu (BPM) antara
lain: meluluskan/menolak bahan awal yang akan digunakan untuk produksi,
meluluskan/menolak produk antara dan produk ruahan untuk diproses lebih lanjut,
dan meluluskan/menolak produk jadi yang akan distribusikan.

Tanggung jawab Bagian Pengawasan Mutu (BPM) meliputi:

a. Di laboratorium: menyelenggarakan fungsi analisis.

b. Di luar laboratorium: berperan dalam pengambilan keputusan terhadap hal-hal


yang memengaruhi mutu produk.

c. Bagian Pengawasan Mutu (BPM) juga bertanggung jawab dalam: memastikan


apakah bahan awal telah memenuhi spesifikasi, memastikan apakah tahapan
produksi telah dilaksanakan sesuai prosedur dan divalidasi sebelumnya,
memastikan apakah pengawasan selama proses dan pengujian laboratorium telah
dilaksanakan, memastikan apakah bets (batch) produk yang dihasilkan telah
memenuhi spesifikasi.

sebelum didistribusikan, dan memastikan apakah produk di peredaran tetap memenuhi


syarat mutu selama waktu yang telah ditetapkan.

Tugas pokok Bagian Pengawasan Mutu (BPM) menyusun dan merevisi:

a. Prosedur pengawasan dan spesifikasi,

b. Rancangan dan prosedur tertulis pengambilan contoh untuk pemeriksaan,


c. Instruksi tertulis yang rinci untuk pemeriksaan, pengujian dan analisis,

d. Meluluskan/menolak setiap batch bahan awal, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi,

e. Meneliti semua dokumen yang berkaitan dengan produk jadi sebelum


meluluskannya,

f. Menyimpan contoh pertinggal untuk rujukan,

g. Menyimpan catatan pemeriksaan dan pengujian semua contoh,

h. Mengevaluasi stabilitas bahan awal dan produk jadi,

i. Menetapkan batas waktu penggunaan bahan awal dan tanggal kadaluwarsa


produk jadi,

j. Menyediakan simplisia standar dan bahan baku pembanding sekunder,

k. Mengevaluasi dan menetapkan produk kembalian, apakah dapat langsung


digunakan, diproses ulang atau dimusnahkan,

l. Mengevaluasi keluhan/kekurangan yang diterima dan menetapkan tindakan


perbaikan,

m. Berperan dalam program inspeksi diri,

n. Menyetujui penunjukan pemasok bahan baku dan bahan pengemas,

o. Memberikan rekomendasi untuk maklon

D. Pengkajian Mutu Produk


Pengkajian mutu produk secara berkala sebaiknya dilakukan terhadap semua
obat tradisional terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan
konsistensi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan
produk jadi, untuk melihat tren dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk
suatu produk dan proses. Pengkajian biasanya dilakukan tiap tahun dan
didokumentasikan, dengan mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya dan
meliputi paling sedikit:

a. kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk produk,
terutama yang dipasok dari sumber baru
b. kajian terhadap pengawasan selama-proses yang kritis dan hasil pengujian produk
jadi

c. kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifiksasi yang ditetapkan dan
investigasi yang dilakukan

d. kajian terhadap semua penyimpangan atau ketidaksesuaian yang signifikan, dan


efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan

e. kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses pengolahan

f. kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang tidak
diinginkan

g. kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat tradisional
yang terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah dilakukan dan

h. kajian terhadap status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan misal sistem
tata udara, air, gas bertekanan, dan lain-lain.

Industri obat tradisional dan pemegang izin edar harus melakukan evaluasi
terhadap hasil kajian dan hasil penilaian yang sebaiknya dibuat untuk menentukan
tindakan perbaikan dan pencegahan ataupun validasi ulang yang akan dilakukan.
Alasan tindakan perbaikan harus selalu didokumentasikan.

Tindakan pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui sebaiknya dilakukan


secara efektif dan tepat waktu.

Prosedur manajemen harus tersedia untuk manajemen yang sedang berlangsung


dan pengkajian aktivitas serta efektivitas prosedur tersebut diverifikasi pada saat
evaluasi diri. Bila dibenarkan secara ilmiah, pengkajian mutu dapat dikelompokkan
menurut jenis produk (Emilan dkk., 2011).

Bila pemilik izin edar bukan industri obat tradisional, maka perlu ada suatu
kesepakatan dari semua pihak terkait yang menjabarkan pihak yang bertanggung
jawab untuk melakukan kajian mutu. Kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
yang bertanggung jawab untuk melakukan sertifikasi bets, bersama dengan pemilik
izin edar harus memastikan bahwa pengkajian mutu dilakukan tepat waktu dan akurat.
E. Manajemen resiko mutu
Manajemen risiko mutu merupakan sebuah proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini
dapat diterapkan secara proaktif maupun retrospektif. Manajemen risiko mutu
sebaiknya memastikan:

a. evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara ilmiah,


pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terkait pada perlindungan
konsumen dan
b. tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu
sepadan dengan tingkat risiko.
PERTANYAAN

SOAL ESSAY

1. Apa yang dimaksud dengan mutu bahan obat tradisional?


Jawaban:
Mutu bahan obat tradisional mengacu pada kualitas, keamanan, dan keefektifan bahan-
bahan yang digunakan dalam pembuatan obat tradisional. Pada dasarnya, ada
2. Sebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi mutu bahan obat tradisional
Jawaban:
a. Identifikasi yang tepat: Bahan obat tradisional harus diidentifikasi dengan benar
berdasarkan nama ilmiah dan tumbuhan asalnya. Identifikasi yang akurat
penting untuk memastikan bahwa bahan yang digunakan sesuai dengan yang
dimaksudkan dan memiliki sifat-sifat yang diharapkan.
b. Sumber dan kualitas: Kualitas bahan obat tradisional sangat tergantung pada
sumbernya. Bahan-bahan harus diperoleh dari sumber yang dapat dipercaya dan
dijamin kualitasnya. Penanaman atau pengumpulan bahan obat tradisional harus
mematuhi praktik yang baik dan menghindari penggunaan bahan yang
terkontaminasi atau bahan yang berasal dari lingkungan yang tercemar.
c. Kebersihan: Proses pengolahan bahan obat tradisional harus memperhatikan
kebersihan untuk mencegah kontaminasi dan kerusakan mikroba. Praktik
sanitasi yang baik harus diterapkan selama pengolahan, penyimpanan, dan
pengemasan bahan obat tradisional.
d. Metode pengolahan: Metode pengolahan bahan obat tradisional dapat
mempengaruhi mutu obat yang dihasilkan. Proses pengeringan, perendaman,
perasan, atau perebusan harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan untuk mempertahankan kualitas bahan.
e. Kandungan aktif: Bahan obat tradisional harus mengandung komponen aktif
yang dianggap memiliki efek terapeutik. Kandungan yang diinginkan harus
sesuai dengan yang diharapkan dalam dosis yang tepat. Penggunaan bahan obat
tradisional yang berkualitas rendah atau mengandung kontaminan dapat
mengurangi efektivitasnya.
f. Uji keamanan dan efektivitas: Untuk memastikan mutu bahan obat tradisional,
uji keamanan dan efektivitas harus dilakukan. Ini dapat melibatkan uji
laboratorium, uji praklinik, dan uji klinis untuk memastikan bahwa bahan obat
tradisional tidak memiliki efek berbahaya dan memiliki efek terapeutik yang
diinginkan.
3. Apa yang dimaksud dengan BPM?
Jawaban:

Bagian Pengawasan Mutu (BPM) merupakan bagian yang berdiri sendiri, bukan sub-
bagian dari Bagian Produksi. Wewenang Bagian Pengawasan Mutu (BPM) antara
lain: meluluskan/menolak bahan awal yang akan digunakan untuk produksi,
meluluskan/menolak produk antara dan produk ruahan untuk diproses lebih lanjut,
dan meluluskan/menolak produk jadi yang akan distribusikan.

4. Sebutkan macam-macam pengkajian mutu?


Jawaban:

a. Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk
produk, terutama yang dipasok dari sumber baru

b. Kajian terhadap pengawasan selama-proses yang kritis dan hasil pengujian


produk jadi

c. Kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifiksasi yang ditetapkan
dan investigasi yang dilakukan

d. Kajian terhadap semua penyimpangan atau ketidaksesuaian yang signifikan,


dan efektivitas hasil tindakan perbaikan dan pencegahan

e. Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses pengolahan

f. Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang
tidak diinginkan

g. Kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat


tradisional yang terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah
dilakukan dan

h. Kajian terhadap status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan misal
sistem tata udara, air, gas bertekanan, dan lain-lain.
5. Apa yang dimaksud dengan manajemen mutu?
Jawaban:
Manajemen risiko mutu merupakan sebuah proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk.
DAFTAR PUSTAKA

Parwata, I. M. O. A. (2016) ‘Obat Tradisional’, Jurnal Keperawatan Universitas Jambi, p.


218799. Available at:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/a6a48203e23370286113d07
440fa07ef.pdf.

Puspitasari, I. (2020) ‘Pentingnya Mengenal Kembali Jenis Obat Tradisional pada Masa
Pandemik Covid-19’, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Available at:
https://farmasi.ugm.ac.id/id/pentingnya-mengenal-kembali-jenis-obat-tradisional-
pada-masa-pandemik-covid-19/.

Rima (2016) ‘Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam
Indonesia’, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia, HK.00.05.4, pp. 7–29.

Solihah, A. (2020) ‘Obat Tradisional’, Academia. Available at:


https://www.academia.edu/7878400/Obat_Tradisional.

Sudradjat, S. E. (2016) ‘Mengenal Berbagai Obat Herbal dan Penggunaannya’, Jurnal


Kedokteran Meditek, 22(60), pp. 62–71.

Keputusan Kemenkes No. HK.01.07/MENKES/187/2017.

Alfi, I. (2019). Gambaran Penggunaan Obat Tradisional Sebagai Alternatif Pengobatan Pada
Masyarakat Desa Pituruh Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo Tahun 2019. In
Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).
BPOM No. 32. (2021). Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 32 tahun 2019
tentang persyaratan keamanan dan mutu obat tradisional. Bpom Ri, 11, 1–16.
BPOM RI. (2018). Peraturan Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik. Bpom, 70–73.
Carin, A. A., Sund, R. ., & Lahkar, B. K. (2018). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢
者における 健康関連指標に関する共分散構造分析Title. Journal of Controlled
Release, 11(2), 430–439.
Rachman, T. (2018). Teknologi Untuk Industri Bahan Baku dan Obat Herbal Proyeksi 2035
Edisi 2017. In Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952.
https://id.scribd.com/document/380324511/makalah-obat-tradisional

https://id.scribd.com/presentation/543727871/SUMBER-BAHAN-BAKU-OBAT-

TRADISIONAL

Adi Parwata IMO. 2017. Bahan Ajar Obat Tradisional. Bali : Jurusan Kimia Hidayat

MA.Herbal Medicine.

MenkesRI.2017.Penggunaan Obat Tradisional Indonesia.Jakarta.

SalimZ&ErnawatiMunadi.2017.Info Komoditi Tanaman Obat. Jakarta: Badan

Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan.

SariAK. 2020. Gambaran Penggunaan ObaT Tradisional pada Masyarakat


.Magelang. Fakultas Ilmu Kesehatan
Alfi, I. (2019). Gambaran Penggunaan Obat Tradisional Sebagai Alternatif Pengobatan
Pada Masyarakat Desa Pituruh Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo Tahun
2019. Universitas Muhammadiyah Magelang.

https://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-news/brc-article/587-quality-of-herbal-medicine-plants-and-
traditional-medicine-2018

https://library.uns.ac.id/strategi-pengembangan-budidaya-tumbuhan-obat-dalam-
menunjang-pertanian-berkelanjutan/.

Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penerapan
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik

Oktaviani, A. R., Hanaratri, E. O., Damayanti, E., & Maghfiroh, L. (2021). Pengetahuan dan
pemilihan obat tradisionlal oleh ibu-ibu di Surabaya. Jurnal Farmasi Komunitas.
Parmin, Rusilowati, A., & Rahayu, E. F. (2022). pemberdayaan masyarakat melalui konversi
tanaman obat untuk menunjang persediaan bahan baku produk jamu tradisional.
Jurnal Pemberdayaan Masyarakat.
Pemanfaatan tanaman obat dan obat tradisional di indinesia. (2020). Jurnal Education And
Development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan.
Saweng, C. F., Sudirmatini, L. M., & Suartha, I. N. (2020). Uji cemaran mikroba pada daun
mimba(Azadiracta Indica A. Juss) sebagai standarisasi bahan obat herbal. Indinesia
Medicus Veterinus.
Srijanto, I., Risman, D., & Suprianto, D. (2017). Outlook Teknologi Kesehatan. Jl. MH
Thamrin No. 8, Jakarta Pusat: BPPT PRESS.

ahalwan, F. and Mulyawati, N. Y. (2018) ‘Jenis Tumbuhan Herbal Dan Cara Pengolahannya
(Studi Kasus Di Negeri Luhutuban Kecamatan Kepulauan Manipa Kabupaten Seram
Bagian Barat)’, Biosel: Biology Science and Education, 7(2), p. 162. doi:
10.33477/bs.v7i2.653.

Elisma, E., Rahman, H. and Lestari, U. (2020) ‘Ppm Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Pengolahan Tanaman Obat Sebagai Obat Tradisional Di Desa Mendalo Indah Jambi
Luar Kota’, SELAPARANG Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan, 4(1), p.
274. doi: 10.31764/jpmb.v4i1.2736.

Monier, R. (2020) ‘Produksi Obat Tradisional’. Available at:


https://www.academia.edu/7143068/Makalah_Produksi_Obat_Tradisionalhttps://ww
w.academia.edu/7143068/Makalah_Produksi_Obat_Tradisional.

Sianipar, N. (2015) ‘Teknologi Pengolahan Tanaman Herbal’, Binus University. Available at:
https://research.binus.ac.id/food-biotech/2015/03/25/teknologi-pengolahan-tanaman-
herbal/.

Siregar, R. S. et al. (2020) ‘Studi literatur tentang pemanfaatan tanaman obat tradisional’,
Seminar of Social Sciences Engineering & Humaniora, pp. 385–3

BPOM RI. (2018). Peraturan Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Bpom, 70–73.

Fudholi, A., & Suryadi, B. (2004). Evaluasi penerapan cara pembuatan obat
tradisional yang baik ( CPOTB ) di industri obat tradisional di Jawa Tengah
Evaluation the implementation of the good manufacturing practice for
traditional medicine industries. 15(2), 75–80.

Indonesia, R. (2012). Pedoman cara pembuatan obat yang baik.

Pen, D., Ekspor, W., & September, E. (2014). Bat erbal radisional. September, 1–20.

Simanjuntak, D. R. (2017). CPOB dalam Pelayanan Darah untuk Bood Product.

September.

Aulia Nurtafani Reforma. (2020). Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) dan Cara
Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CP Adi Setiadi. 2019. Sediaan Obat
Tradisional di Indonesia. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2017. Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di
Indonesia, Jilid I-VIII. Jakarta

Dharma A.P. 2020. Tanaman Obat Tradisional Indonesia. (Indonesische Geneeskracchhtige


Planten). Cetakan I. PN. Balai Pustaka. Jakarta

Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta

Jufri Oksfriani. 2019. Mikrobiologi kesehatan. Yogyakarta: CV Budi utama

Nurbidayah, N. A. (2020). pemeriksaan jamur Aspergillus sp pada jamu serbuk di pasar


Banjabaru. akademi analisis kesehatan, 1-10.
OTB).

Adi Setiadi, 2016, Sediaan Obat Tradisional di Indonesia, Jakarta


Anonim, 2013, Ramuan Tradisional untuk Menambah Berat Badan,
Pondokibu.com, Jakarta.
Ashutosh Kar, 2009, Farmakognosi dan Farmakobioteknologi, Alih Bahasa : Juli
M., Winny R.S., Jojor S., Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta

Astuti, I.P., S.Hidayat dan IBK Arinasa, 2000, Traditional Plant Usage in Four Villagesof
Baliage, Tenganan, Sepang, Tigawasa and Sembiran Bali, Indonesia, By
Botanical Garden of Indonesia LIPI All Rights Reserved Printed in Bogor,
Indonesia
Auterhoff and Kovan, 1997, Identifikasi Obat, (Sugiarso), Penerbit ITB Bandung

Dalimarta S., 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia.Cetakan I. PT. Pustaka


Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta

Depkes Republik Indonesia. 1983. TOGA ( Taman Obat Keluarga). Jakarta.

Dharma A.P. 1985. Tanaman Obat Tradisional Indonesia. (Indonesische


Geneeskracchhtige Planten). Cetakan I. PN. Balai Pustaka. Jakarta

Dharma Putra, Arka, Astarini,Parining, Eniek Kriswiyanti, Oka Adi Parwata.


2001. Pengkajian Potensi Tanaman Asli Bali sebagai Bahan Obat-obatan.
Kerjasama Bappeda Bali dengan Kelompok Studi Lingkungan Jurusan
Kimia FMIPA Universitas Udayana. Denpasar. Bali

Departemen Kesehatan RI. 1996. Penelitian Tanaman Obat di Beberapa


Perguruan Tinggi di Indonesia, Jilid I-VIII. Jakarta

Fery Kus Lina, 2012, Jamu, Obat Herbal Terstandarisasi dan Fitofarmaka,
Jakarta
Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Agoes,

Azwar. Jacob, T. 1992. Antropologi Kesehatan Indonesia. Jakarta. EGC

Foster, George M. 1986. Antropologi Kesehatan. Jakarta. Penerbit Universitas Indonesia.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta.

Rineka Cipta.

https://scholar.google.com/scholar?

hl=id&as_sdt=0%2C5&q=pengembangan+obat+tradisional&oq=#d=gs_qabs

&u=%23p%3Dmzw9hJBDlVUJ

Badan POM, 2001. Public Warning/Peringatan No. : KBPOM 11.066.2001. Badan POM,
2003. Peringatan Kepada Masyarakat / Public Warning No. : KB. 01.04.II.22.2003.
Badan POM, 2004. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Herbal Medicine RI No.
HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat
Bahan Alam Indonesia. Badan POM, 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan RI No. HK.00.05.4.1380 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik. Depkes, 1991. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
659/MENKES/SK/X/1991 tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
Ebadi, M., 2002. Pharmacodynamic Basis of Herbal Medicine, Washington : CRC
Press LLC, p. 25-51. Newall, C.A., Phillipson, J.D., 1998. Interaction of Herbs With
Other Medicines, The European Phytojournal, Issue 1. Tuso, P.J., 2002. The Herbal
Medicine Pharmacy Update, The Permanente Journ
Aznam, N., Atun, S., dan Satino. 2013. Standarisasi Bahan Baku dan Produk Temulawak

Serta Peningkatan Kualitas Melalui Teknologi Budidaya Berbasis Masyarakat. Laporan

Penelitian, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negri

Yogyakarta.

Emilan, T., Kurnia, A., Utami, B., Diyani, L.N., dan Maulana, A. 2011. Konsep Herbal

Indonesia: Pemastian Mutu Produk Herbal. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam. Universitas Indonesia. 25 halaman.

Ghorbani, A., Naghibi, F., dan Mosaddegh, M. 2006. Ethnobotany, Ethnopharmacology and

Drug

Discovery. Iranian Journal of Pharmaceutical Sciences 2(2): 109-118.

Hernani. 2011. Pengembangan Biofarmaka Sebagai Obat Herbal untuk Kesehatan. Buletin

Teknologi Pascapanen Pertanian Vol. 7(1):20-29.

Kankanamalage, T.N.M., Dharmadasa, R.M., Abeysinghe, D.C., dan Wijesekara, R.G.S.

2014. A survey on medicinal materials used in traditional systems of medicine in Sri

Lanka. Journal of Ethnopharmacologyhttp://dx.doi.org/10.1016/j.jep.2014.06.016

Anda mungkin juga menyukai