OLEH :
NIM. A1A222010
UNIVERSITAS MEGAREZKY
2023
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “Herbal Medicine” tanpa pertologan-
Nya kami tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Sholawat dan
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi
Muhammad SAW.
Makalah ini di susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Herbal
Medicine”, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber.
Makalah ini di susun oleh kami dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang
dari diri kami maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun makalah ini memiliki banyak kekurangan. Kami
membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca .
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
PERTANYAAN ............................................................................................ 18
BAB II BAHAN BAKU HERBAL MEDICINE ……………………………….22
A. Definisi Dasar Bahan Baku Herbal Medicine ............................................ …31
B. Persyaratan Herbal Medicine Pada Bahan Baku Herbal Medicine ................ ..31
PERTANYAAN……………………………………………………………...34
BAB III SUMBER-SUMBER BAHAN BAKU HERBAL MEDICINE……….38
iii
D. Pencucian Dan Pembersihan……………………………………………..47
PERTANYAAN…………………..……………………………………..51
E. Perkembangan CPOB...................................................................................84
F. Pengawasan Mutu.........................................................................................85
PERTANYAAN…………………………...……………………..………………89
iv
B. Pemeriksaan Jamur Pada Pembuatan Herbal Medicine……………………106
PERTANYAAN ……………………………………………………………...110
PERTANYAAN………………………………………………………………126
PERTANYAAN………………………………………………………………144
v
A. Pengertian mutu bahan obat tradisional.......................................................169
B. Parameter mutu............................................................................................170
C. Pengawasan mutu........................................................................................171
D. Pengkajian Mutu Produk.............................................................................175
E. Manajemen resiko mutu..............................................................................176
PERTANYAAN…………………………….……………………………..178
DAFTAR PUSTAKA……………………………………….…………………181
vi
i
BAB I
A. Pengertian
Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan,mineral
maupun zat kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mencegah, mengurangi
rasa sakit, memperlambat proses penyakit dan atau menyembuhkan penyakit.
Obat harus sesuai dosis agar efek terapi atau khasiatnya bisa kita dapatkan. (
Parwata, I,M, 2016)
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan Jamu adalah salah satu bentuk obat
tradisional(Puspitasari, 2020).
1
B. Ruang Lingkup
1. Etnomedicine.
2
dalam jangka waktu yang panjang karena sering merupakan faktor penentu
dalam keberhasilan industri obat herbal baik yang masih berupa jamu,
Obat Herbal Terstandarisasi maupun Fitofarmaka.
Melalui teknologi kimia dan proses, obat tradisional dapat dikembangkan agar
diperoleh bahan baku obat yang terstandarisasi atau zat kimia baru sebagai
“lead compounds” untuk pegembangan obat modern melalui eksplorasi sumber
daya alam atau bahan aktif tanaman obat tradisional. Eksplorasi sumber daya
alam atau bahan aktif tanaman obat tradisional dapat dilakukan dengan cara :
3
f. Uji farmakologis lanjut isolate
Obat bahan alam (herbal) adalah obat yang mengandung bahan aktif yang
berasal dari tanaman dan atau sediaan obat dari tanaman. Tanaman obat atau
sediaannya secara keseluruhan dipandang sebagai bahan aktif. Sediaan
tanaman obat adalah bahan tanaman yang sudah dihaluskan atau berbentuk
serbuk, ekstrak, tinktura, minyak lemak atau minyak atsiri. (Sudradjat, 2016)
Jenis-jenis sediaan tradisional yang dibuat dari tanaman adalah sebagai berikut
(Sudradjat, 2016).
1. Teh (species)
2. Dekok (decoctum)
4
Sediaan ini berupa sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi
simplisia dengan air pada suhu 90 0C selama 30 menit. Pembuatannya
simplisia dengan derajat halus tertentu dimasukkan ke dalam panci
dengan air secukupnya, kemudian dipanaskan di dalam penangas air
selama 30 menit, dihitung pada suhu mulai mencapai 90 0C sambil
sekali-sekali diaduk. Saring melalui kain flanel selagi panas, tambahkan
air secukupnya melalui ampas hingga diperoleh dekok yang dikehendaki.
Jika tidak dinyatakan perbandingan lain dan tidak mengandung bahan
berkhasiat keras, maka untuk 100 bagian dekok harus dipergunakan 10
bagian bahan dasar atau simplisia.
3. Infusa (infusum/rebusan)
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia
dengan air pada suhu 90 0C selama 15 menit. Cara ini adalah cara paling
sederhana untuk pembuatan sediaan herbal dari bagian tanaman yang lunak
seperti daun dan bunga. Contoh : Infus daun sirih (Folia Piperis betle).
4. Jus (succus)
Jus adalah sediaan cair yang dibuat melalui maserasi atau pengepresan
simplisia segar. Sediaan jus dibuat untuk tanaman yang tidak memiliki
kandungan kimia yang poten.
5. Sirup (sirupus)
Sirup adalah sediaan cair agak kental mengandung paling tidak 50%
sukrosa dan biasanya 60-65%. Kandungan gula ini dapat menghambat
pertumbuhan mikroba, sehingga dapat meningkatkan waktu hidup sediaan
obat. Sediaan sirup ditujukan untuk anak-anak.
6. Tingtur (tinctura)
7. Ekstrak (ekstraktum)
Ekstrak adalah sediaan padat, kental, atau cair yang dibuat dengan
mengekstraksi simplisia menggunakan air, alkohol, atau hidroalkohol,
dengan metoda ekstraksi dan pelarut yang sesuai dengan monografi
5
masing-masing. Sekarang ini, teknologi pembuatan sediaan farmasi telah
digunakan pada obat herbal, untuk menarik konsumen dan memudahkan
penggunaannya, seperti kapsul, tablet, tablet salut, salep, krim, dan jel.
(Sudradjat, 2016).
Obat Herbal Terstandarisasi (OHT) adalah sediaan obat bahan alam yang
telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinik (pada hewan percobaan) dan bahan bakunya telah distandarisasi.
6
Contoh OHT di Indonesia adalahAntangin JRG, OB Herbal, Mastin,
Lelap, Diapet.
3. Fitormaka
Fitofarmaka adalah obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik (pada hewan percobaan)
dan uji klinik (pada manusia), bahan baku dan produk jadinya sudah
distandarisasi.
Pengobatan Tradisional adalah suatu upaya kesehatan dengan cara lain dari
ilmu kedokteran dan berdasarkan pengetahuan yang diturunkan secara lisan
maupun tulisan yang berasal dari Indonesia atau luar Indonesia. WHO
menyatakan Pengobatan tradisional ialah ilmu dan seni pengobatan
berdasarkan himpunan dari pengetahuan dan pengalaman praktek, baik yang
dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak, dalam melakuakn
diagnosis,prevensi dan pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik, mental
ataupun sosial. Berbagai jenis dan cara pengobatan tradisional terdapat dan
dikenal di Indonesia. Ada yang asli Indonesia dan ada pula yang berasal dari
luar negeri. Secara garis besar ada 4 jenis pengobatan tradisional yaitu
(Solihah, 2020).
7
1. Jenis pengobatan tradisional spiritual/ kebatinan
8
DAFTAR PERTANYAAN
SOAL ESSAY
Jawaban :
1. a. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan Jamu adalah salah satu bentuk obat
tradisional(Puspitasari, 2020).
b. Obat herbal terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang disajikan
dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman
obat, binatang, maupun mineral. Selain proses produksi dengan
teknologi maju, jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan
pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik seperti
standart kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak
tanaman obat, standart pembuatan obat tradisional yang higienis, dan
uji toksisitas akut maupun kronis.
2. Jelaskan sejarah obat tradisional di Imdonesia?
Jawaban :
9
bahkan berabad-abad sesuai dengan perkembangan kebudayaan bangsa
Indonesia.
Jawaban :
1. Teh (species)
2. Dekok (decoctum)
Sediaan ini berupa sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi
simplisia dengan air pada suhu 90 0C selama 30 menit. Pembuatannya
simplisia dengan derajat halus tertentu dimasukkan ke dalam panci
dengan air secukupnya, kemudian dipanaskan di dalam penangas air
selama 30 menit, dihitung pada suhu mulai mencapai 90 0C sambil
sekali-sekali diaduk. Saring melalui kain.
3. Infusa (infusum/rebusan)
4. Jus (succus)
Jus adalah sediaan cair yang dibuat melalui maserasi atau pengepresan
simplisia segar. Sediaan jus dibuat untuk tanaman yang tidak memiliki
kandungan kimia yang poten.
5. Sirup (sirupus)
Sirup adalah sediaan cair agak kental mengandung paling tidak 50%
sukrosa dan biasanya 60-65%. Kandungan gula ini dapat menghambat
10
pertumbuhan mikroba, sehingga dapat meningkatkan waktu hidup sediaan
obat. Sediaan sirup ditujukan untuk anak-anak.
6. Tingtur (tinctura)
7. Ekstrak (ekstraktum)
Ekstrak adalah sediaan padat, kental, atau cair yang dibuat dengan
mengekstraksi simplisia menggunakan air, alkohol, atau hidroalkohol,
dengan metoda ekstraksi dan pelarut yang sesuai dengan monografi
masing-masing. Sekarang ini, teknologi pembuatan sediaan farmasi telah
digunakan pada obat herbal, untuk menarik konsumen dan memudahkan
penggunaannya, seperti kapsul, tablet, tablet salut, salep, krim, dan jel.
(Sudradjat, 2016).
11
BAB II
12
2) Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
berupa zat kimia murni
3) Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan
pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara
sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
Pengontrolan yang ketat terhadap bahan baku hasil kultivasi (pemilihan
bibit, pengontrolan lahan penanaman, saat panen, pengeringan dan atau 46
pengontrolan terhadap setiap tahap proses dari bahan baku sampai dengan
bentuksediaan jadi) dapat diharapkan terwujudnya suatu homogenitas bahan
obat / sediaan fitofarmaka. Kebanyakan simplisia yang beredar saat ini
berasal dari tumbuhan.Penamaan dari simplisia menggunakan bahasa Latin.
Penamaan Latin secara umum menandai atau menunjukkan salah satu ciri
dari simplisia yaitu dari bagian tanaman yang dipakai seperti misalnya radix
merupakan bagian akar dari suatu tanaman obat, nama latin lainnya dapat
dilihat berikut ini :
13
tumbuh, kehalusan serbuk dan tahapan-tahapan pembuatan serbuk. Karena
hal ini akan 47 mempengaruhi kandungan kimia aktif dari simplisia
tersebut. Kandungan kimia bahan baku yang berupa glikosida, alkaloid,
minyak atsiri, karbohidrat, flavonoid, steroid, saponin dan tanin, mudah
terurai karena berbagai hal seperti suhu, keasaman, sinar matahari,
kelembaban, kandungan anorganik tempat tumbuh dan mikroorganisme
pengganggu. (BPOM No. 32, 2021)
Adapun aturan-aturan atau garis-garis besar yang dipakai sebagi
pedoman dalam panen untuk bahan baku (simplisia) tanaman obat
dikarenakan Kandungan kimia juga berbeda-beda jika dipanen pada saat
yang berbeda.Hal ini adalah :
1) Biji, saat buah belum pecah (misal Ricinus communis, kedawung).
Caranya : buah dikeringkan, diambil bijinya. Biji dikumpulkan dan
dicuci, selanjutnya dikeringkan lagi.
2) Buah, dipanen saat masak. Tingkat masak suatu buah dapat dengan
parameter yang berbeda-beda, misal: perubahan tingkat kekerasan
(misal Cucurbita moschata), perubahan warna (misal melinjo, asam,
dll), perubahan bentuk(misal pare, mentimun), perubahan kadar air
(misal belimbing wuluh, jeruk nipis).
3) Pucuk daun, dipanen pada saat perubahan pertumbuhan dari vegetatif
ke generatif terjadi penumpukan metabolit sekunder, yaitu pada saat
berbunga.
4) Daun tua, diambil pada saat daun sudah membuka sempurna dan di
bagian cabang yang menerima sinar matahari langsung sehingga
asimilasi sempurna.
5) Umbi, dipanen jika besarnya maksimal dan tumbuhnya di atas tanah
berhenti
6) Rimpang, diambil pada musim kering dan saat bagian tanaman di atas
tanah mengering.
7) Kulit batang dipanen menjelang kemarau.
14
b. Bahan baku ekstrak tanaman obat
Merupakan bahan baku berupa cairan segar, ekstrak atu rebusan,
tingtur, galenik, atau formula ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dan sirup,
keduanya seperti obat- obat tradisional dan modern. Sediaan obat dalam
bentuk ekstrak (monoekstrak) mengandung camapuran senyawa kimia yang
kompleks.Masing-masing komponen senyawa mempunyai efek
farmakologis yang berbeda-beda dengan efek yang ditimbulkan secara
keseluruhan. Komponen senyawa aktif yang terkandung dalam suatu
sediaan ekstrak tanaman obat dapat dibedakan atas :
1) Senyawa aktif utama
2) Senyawa akti sampingan
3) Senyawa ikutan (antara lain: selulosa, amilum, gula, lignin, protein,
lemak).
Keseluruhan senyawa tersebut di atas akan berperan sehingga
menimbulkan efek farmakologis secara keseluruhan baik secra sinergis
maupun antagonis. Golongan senyawa yang aktivitasnya dominan disebut
senyawa aktif utama (hanya pada beberapa sediaan saja dapat diterangkan;
terutama pada senyawa-senyawa aktif yang sudah benar-benar diketahui).
Pengaruh-pengaruh golongan senyawa lain dapat memperkuat atau
memperlemah efek akhirnya secara keseluruhan.
Sediaan ekstrak dapat dibuat pada simplisia yang mempunyai :
1) Senyawa aktif belum diketahui secara pasti.
2) Senyawa aktif sudah dikenal, tetapi dengan isolasi, harganya menjadi
lebih mahal.
3) Senyawa aktif sudah diketahui tetapi dalam bentuk murni tidak stabil.
4) Efektivitas tumbuhan hanya dalam bentuk segar saja, bila telah melalui
proses pengeringan menjadi tidak berefek.
5) Efek yang timbul merupakan hasil sinergisme.
6) Efek samping berkurang bila dibanding dengan bentuk murni.
7) Efek tidak spesifik, hanya efek psikosomatik.
8) indeks terapetik dalam bentuk campuran relatif lebih lebar bila
dibanding dengan indeks terapi dalam bentuk murni.
15
Penggunaan ekstrak kering sebagai bahan obat, harus diperhatikan
kelarutannya.Secara sensorik diperlukan uraian tentang warna dan bau (bila
telah dipastikan bahwa sediaan tidak toksik, dapt dilakukan uji rasa).Pada
ekstrak kering diperlukan uraian tentang kecepatan kelarutan; untuk ini
derajad halus partikel memegang peranan penting (diuji dengan berbagai
macam ayakan dan diuji pula banyaknya partikel per satuan luas di bawah
mikroskop).Sediaan ekstrak dapat dibuat dengan beberapa cara yaitu :
1) Destilasi uap dan pemisahan minyak atsiri
2) Destilasi fraksional minyak atsiri
3) Ekstraksi dengan metoda maserasi
4) Ekstraksi dengan metoda Perkolasi
5) Ekstraksi dengan metode Soxhlet.
6) Ekstraksi dengan metoda refluk Ekstrak cair yang diperoleh selanjutnya
dipekatkan dengan rotari epavourator sehingga diperoleh ekstrak kental
atau kering yang dengan teknologi farmasi atau formulasi dapat dibuat
bentuk-bentuk sediaan ekstrak seperti misalnya tablet, capsul dan lain-
lain. Beberapa Tanaman obat yang dipergunakan untuk produksi
ekstrak total atau murni yang terstandarisasi sebagai sediaan
fitofarmaka dan dikembangkan menjadi obat modern seprti yang
ditunjukkan berikut ini :
16
Gambar 2. Tabel tanaman untuk pproduksi ekstrak total atau
murni yang terstandarisasi dan dapat dikembangkan sebagai
sediaaan fitofarmaka atau obat modern.
2. Herbal Medicine
Obat herbal atau herbal medicine didefinisikan sebagai bahan baku atau
sediaan yang berasal dari tumbuhan yang memiliki efek terapi atau efek lain
yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Komposisinya dapat berupa bahan
mentah atau bahan yang telah mengalami proses lebih lanjut yang berasal dari
satu jenis tumbuhan atau lebih . Sediaan herbal diproses melalui proses
ekstraksi, fraksinasi, purifikasi, pemekatan atau proses fisika lainnya; atau
diproduksi melalui proses biologi. Produk herbal dapat berisi eksipien atau
bahan inert sebagai tambahan bahan aktif. (BPOM No. 32, 2021)
Obat herbal merupakan bahan baku atau sediaan yang berasal dari tumbuhan
yang memiliki efek terapi yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Dapat
berupa bahan mentah atau bahan yang telah mengalami proses lebih lanjut yang
berasal dari tumbuhan. Obat herbal dapat diterima secara luas di beberapa negara
17
berkembang dan negara maju, hingga 80% penduduk dari negara berkembang
dan 65% penduduk dari negara maju telah menggunakan obat herbal.
Perkembangan selanjutnya obat tradisional kebanyakan berupa campuran
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sehingga dikenal dengan obat herbal
Khusus untuk Obat herbal ada 3 : Jamu, obat herbal terstandarisasi dan
fitofarmaka. Obat tradisional merupakan salah satu warisan nenek moyang atau
leluhur yang secara turun temurun dipergunakan dalam proses mencegah,
mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan penyakit, luka dan mental
pada manusia atau hewan. Sebagai warisan nenek moyang yang dipergunakan
secara turun temurun Bentuk sediaan masih sederhana berupa serbuk, pil,
seduhan atau rajangan simplisia, klaim kahsiatnya masih berdasarkan data
empiris.Obat tradisional sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, jamu, obat herbal
terstandar dan fitofarmaka. (BPOM No. 32, 2021)
a. Jamu
Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang memiliki klaim sehat dan
keamanan berdasarkan data empiris yang telah digunakan secara turun-
temurun. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis.
Jamu banyak disediakan dalam bentuk seduhan atau cairan yang berisi
seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu. Pada umumnya, jenis
ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang disusun
dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara
5-10 macam atau lebih. Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan
masyarakat melewati 3 generasi. Bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun,
sebuah ramuan disebut jamu jika bertahan minimal 180 tahun. Contoh jamu
adalah Tolak Angin, Antangin, Wood Herbal, Diapet Anak dan Kuku Bima
Gingseng. Keputusan Kepala BPOM RI nomor HK.00.05.4.2411
menetapkan bahwa kelompok jamu harus mencantumkan logo dan tulisan
“JAMU”. Logo berupa “RANTING DAUN” terletak dalam lingkaran
dicetak dengan warna hijau diatas dasar warna putih atau warna lain yang
mencolok. Tulisan “JAMU” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan
warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang mencolok.
18
b. Obat herbal terstandar (OHT)
Obat Herbal Terstandar adalah sediaan obat berbahan baku alami,
bahan bakunya telah ada pembuktian keamanan dan khasiatnya secara
ilmiah seperti: Diapet, Lelap, Fitolac, dan Diabmenee. Keputusan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.00.05.4.2411 menetapkan bahwa Obat Herbal Terstandar harus
mencantumkan logo berupa “JARI-JARI DAUN 3 PASANG” terletak
dalam lingkaran. Logo dicetak dengan warna hijau di atas warna putih atau
warna lain yang mencolok. Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”
harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar
warna putih atau warna lain yang mencolok.
c. Fitofarmatika
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah distandardisasi,
status keamanan dan khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji
praklinik pada hewan dan uji klinik pada manusia sehingga dapat
disejajarkan sengan obat modern. Contoh fitofarmaka adalah Stimuno,
Tensigard, dan Nodiar. Menurut keputusan Kepala BPOM, fitofarmaka
harus mencantumkan logo berupa “JARI- JARI DAUN” yang membentuk
bidang dan terletak dalam lingkaran. Logo dicetak dengan warna hijau di
atas dasar putih atau warna lain yang mencolok. Tulisan
“FITOFARMAKA” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna
hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang mencolok.
Menurut penelitian, dari seluruh kegiatan penginderaan manusia, 80%
adalah penginderaan melalui penglihatan atau kasatmata (visual). Karena
itulah, unsur-unsur grafis dari kemasan antara lain: warna, bentuk, merek,
ilustrasi, huruf dan tata letak merupakan unsur visual yang mempunyai
peran terbesar dalam proses penyampaian pesan secara kasatmata (visual
communication). Agar berhasil, penampilan sebuah kemasan harus
mempunyai daya tarik. Daya tarik pada kemasan dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu daya tarik visual (estetika) dan daya tarik praktis
(fungsional). Keunikan suatu produk dapat dengan mudah menarik
perhatian konsumen, keunikan ini terlihat dari atribut yang dimiliki oleh
19
suatu produk. Atribut produk terdiri atas tiga jenis, yaitu ciri-ciri atau rupa
(features), fungsi (function), dan manfaat (benefit). Ciri-ciri dapat berupa
ukuran, komponen atau bagian, bahan dasar, proses manufaktur, servis atau
jasa, penampilan, harga, susunan, maupun merek dagang (trademark), dan
lain-lain. Sementara manfaat dapat berupa kegunaan, kesenangan yang
berhubungan dengan indera, manfaat non material, dan manfaat langsung
maupun tidak langsung. Sedangkan atribut fungsi biasa digunakan sebagai
ciri atau manfaat dari penggunaan suatu produk.
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dan
bahan-bahan tersebut, yang secara traditional telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman. Hal ini sesuai dengan izin dari Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan No.32 tahun 2019 tentang rencana induk
pengembangan bahan baku obat tradisional . Berdasarkan data riset dari
Badan Litbang Kementrian Kesehatan (Riset Tumbuhan Obat dan
Jamu/RISTOJA), telah ditemukan sebanyak 10.047 ramuan tradisional yang
telah digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk pengobatan 74 indikasi
penyakit. Indikasi terbanyak adalah untuk batuk, demam, kencing manis,
mencret, darah tinggi, sakit pinggang, sakit kulit, luka terbuka dan perawatan
pra/pasca persalinan. Pada ramuan tersebut menggunakan sekitar 19.871
tanaman obat, dimana 16.218 diantaranya telah berhasil diidentifikasi
hingga ke tingkat spesies sebanyak 1.559 spesies/jenis [5].Data ini
menunjukkan besarnya potensi yang dimiliki Indonesia dalam
pengembangan obat tradisional. (BPOM No. 32, 2021)
20
dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat; obat herbal
terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah distandardisasi bahan
bakunya dan telah memenuhi persyaratan aman dan mutusesuai dengan
persyaratan yang berlaku serta klaim khasiat dibuktikan secara
ilmiah/praklinik; sedangkan fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah
distandardisasi bahan baku dan produk jadinya, telah memenuhi persyaratan
mutu sesuai dengan persyaratan yang berlaku, status keamanan dan
khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji klinik. Pada saat ini, untuk
golongan obat herbal terstandar dan fitofarmaka menjadi perhatian pemerintah
Indonesia dalam pengembangan obat tradisionaldalam rangka mengatasi impor
bahan baku obat konvensional yang tinggi. (BPOM No. 32, 2021)
Mengacu pada Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan no. 32 tahun 2019
tentang Persyaratan Keamanan Dan Mutu Obat Tradisional antara lain :
1. Pelaku Usaha wajib menjamin keamanan dan mutu Obat Tradisional yang
dibuat, diimpor, dan/atau diedarkan di wilayah Indonesia sebelum dan selama
beredar.
2. Pelaku usaha wajib Untuk menjamin keamanan dan mutu Obat Tradisional
sebagaimana meliputi Bahan Baku dan Produk Jadi yang tercantum dalam
tercantum Farmakope Herbal Indonesia atau Materia Medika Indonesia yang
diterbitkan oleh Menteri Kesehatan, persyaratan keamanan dan mutu yang
digunakan dapat mengacu standar persyaratan farmakope negara lain, referensi
ilmiah yang diakui, dan/atau data ilmiah yang sahih. Contoh bahan baku yaitu,
Obat Tradisional: Jamu, Obat Tradisional Impor, dan Obat Tradisional Lisensi.
Kemudian Produk Jadi termasuk Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka
3. Persyaratan keamanan dan mutu Produk berupa parameter uji. Parameter uji
sebagaimana meliputi:
a. Organoleptic
b. Kadar air
c. Cemaran mikroba
d. Aflatoksin total
e. Cemaran logam berat
f. Keseragaman bobot
21
g. Waktu hancur
h. Volume terpindahkan
i. Penentuan kadar alcohol dan Ph
4. Persyaratan Uji kualitatif dan kuantitatif produk jadi tertentu meliputi:
a. bahan baku Obat Herbal Terstandar
b. bahan aktif pada bahan baku dan produk jadi Fitofarmaka
c. residu pelarut produk dengan pelarut ekstraksi selain etanol dan/atau air
yang ditetapkan penggunaannya berdasarkan persetujuan registrasi
d. produk lain yang berdasarkan kajian membutuhkan uji kualitatif dan/atau
kuantitatif.
5. Pemenuhan persyaratan keamanan dan mutu dibuktikan melalui pengujian di
laboratorium yang terakreditasi dan/atau laboratorium internal industri atau
usaha Obat Tradisional yang diakui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
6. Pendaftar harus mengajukan permohonan pengkajian kepada Kepala Badan
melalui Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan
Kosmetik.
7. Kepala Badan melalui Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Suplemen
Kesehatan dan Kosmetik melakukan evaluasi terhadap pengajuan permohonan
pengkajian sebagaimana yang telah dinyatakan memenuhi kelengkapan
dokumen.
8. Setelah permohonan disetujui dan memenuhi kelengkapan dokumen serta lulus
uji laboratorium dan lainnya, barulah pendaftar dapat melanjutkan ke proses
registrasi untuk ijin edar sehingga obat tradisional dapat dipasarkan. (BPOM No.
32, 2021)
22
PERTANYAAN
SOAL ESSAY
Bahan Baku adalah semua bahan awal baik yang berkhasiat maupun tidak
berkhasiat yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam
pengolahan Obat Tradisional. Tanaman atau bahan baku yang dipergunakan
dalam pengobatan tradisional atau pengobatan alternatif dapat berupa. Bahan
baku Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa
penelitian tidak terlalu menyebabkab efek samping, karena masih bisa dicerna
oleh tubuh. Bagian dari obat tradisional yang banyak digunakan atau
dimanfaatkan di masyarakat adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan
bunga. Tanaman atau bahan baku dalam obat tradisional dibedakan menjadi
23
2. Jelaskan defenisi, klasifikasi dan kriteria simplisida yang baik sebagai bahan baku
obat tradisional?
Jawaban :
a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman
atau eksudat tanaman. Eksudat adalah ialah isi sel yang secara spontan keluar
dari tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya.
b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan
atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia
murni.
c. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan
belum berupa zat kimia murni.
24
Kandungan kimia bahan baku yang berupa glikosida, alkaloid, minyak atsiri,
karbohidrat, flavonoid, steroid, saponin dan tanin, mudah terurai karena
berbagai hal seperti suhu, keasaman, sinar matahari, kelembaban, kandungan
anorganik tempat tumbuh dan mikroorganisme pengganggu.
Adanya masalah tersebut maka standardisasi sangat diperlukan agar
produk yang dihasilkan seragam dari waktu ke waktu. Bentuk atau bagian
bahan baku yang dipergunakan akan mempengaruhi proses atau tahap-tahap
pembuatan serbuk kering (kehalusan) dari simplisia yang nantinya akan
mempengaruhi proses ekstraksi. Bentuk kayu dan akar umumnya keras, cara
pengerjannya lain dengan bentuk bunga, daun, rimpang, dan daun buah yang
lunak. Umumnya bahan tersebut dipotong tipis-tipis atau diserbuk kasar,
tergantung cara masing-masing industri.
3. Bahan bahan apa saja yang dilarang pemakaiannya untuk pembuatan obat
tradisional?
Jawaban : Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, obat
tradisional dilarang menggunakan:
a. Bahan kimia hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat;
b. Narkotika atau psikotropika;
c. Hewan atau tumbuhan yang dilindungi.
4. Apa yang dimaksud dengan tanaman obat tradisional?
Jawaban : Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat
yang digunakan dalam pembuatan obat dengan standar dan persyaratan mutu
sebagai bahan baku farmasi.
25
BAB III
Obat alami adalah sediaan obat, baik berupa obat tradisional, fitofarmaka dan
farmasetik, dapat berupa simplisia (bahan segar atau yang dikeringkan), ekstrak,
kelompok senyawa atau senyawa murni yang berasal dari alam, yang dimaksud
dengan obat alami adalah obat-obatan yang berasal dari alam, tanpa rekayasa atau
buatan, bisa berupa obat yang biasa digunakan secara tradisional, namun cara
pembuatannya dipermodern. Apabila obat tersebut diperuntukkan bagi hewan maka
obat alami tersebut diberi keterangan tambahan “untuk hewan”.
Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan karena menurut beberapa penelitian
tidak terlalu menyebabkan efek samping, karena masih bisa dicerna oleh tubuh.
Bagian dari obat tradisional yang banyak digunakan atau dimanfaatkan di masyarakat
adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga.
Seperti misalnya akar alang-alang dipergunakan untuk obat penurun panas. Rimpang
temulawak dan rimpang kunyit banyak dipergunakan untuk obat hepatitis. Batang kina
dipergunakan untuk obat malaria. Kulit batang kayu manis banyak dipergunakan untuk
obat tekanan darah tinggi. Buah mengkudu banyak dipergunakan untuk obat kanker.
Buah belimbing banyak dipergunakan untuk obat tekanan darah tinggi. Daun bluntas
untuk obat menghilangkan bau badan.
Herbal medicine atau obat asli adalah suatu obat bahan alam dan ramuannya, cara
pembuatannya, pembuktian khasiat, keamanan, serta cara pemakaian berdasarkan
berdasarkan pengetahuan - pengetahuan tradisional suatu daerah.
Obat bahan alam adalah semua obat yang berasal dari bahan alam yang dalam proses
pembuatannya belum merupakan isolat murni. Obat bahan alam dapat berupa obat asli,
obat tradisional atau pengembangan dari keduanya.
26
B. Sumber bahan baku obat tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tambahan,
bahan hewan, bahan mineral, sediaan sari atau gelenik atau campuran dari bahan
tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman (Wasito,2011:1)
Tanaman obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan alam yang
berasal dari tumbuhan yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (Nursiyah, 2013:9)
Tanaman atau bahan baku yang digunakan dalam pengobatan tradisional atau
pengobatan alternatif dapat berupa :
Bahan mentah atau simplisia dapat berupa bahan segar, serbuk kering atau
diformulasi.
Sumber pemanfaatan bahan baku herbal yang digunakan dalam pembuatan obat
tradisional dapat berasal dari tumbuhan-tumbuhan, hewan, bahan-bahan mineral
ataupun dalam bentik campuran dari bahan-bahan tersebut.
Banyak tumbuhan yang tumbuh liar sekitar kita. Dan banyak dari kita
menganggap tumbuhan tersebut sebagai tumbuhan pengganggu, gulma dan
bahkan tidak mengacuhkannya dan menginjak-injaknya. Padahal tanaman
ini mengandung banyak zat berkhasiat.
27
Tumbuhan obat mempunyai khasiat untuk mengobati berbagai penyakit
dan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan obat tradisional maupun
modern.
1) Putri malu
Tanaman putri malu atau tanaman yang memiliki nama latin Mimosa Pudica
Linn merupakan tanaman yang tumbuhan liar dan melimpah di negara indonesia.
Tanaman putri malujuga memiliki sinonim nama lain yaitu Mimosa Asperata
Blanco. Karena habitat tanaman yang dapat timbul diberbagai tempat maka terdapat
nama-nama berbeda dimasing-masing daerah tumbuh.
Tanaman putri malu (Mimosa Pudica Linn) memiliki beberapa kandungan yang
berkhasiat untuk dijadikan sebagai sumber obat-obatan. Kandungan tersebut
diantaranya yaitu alkaloid, glikosida, vflavonold, dan tanin (Kumaresan R et al,
2015)
2) Meniran
Meniran merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah tropis yang tumbuh liar
ditempat yang lembab dan berbatu, serta tumbuh di hutan, pada umumnya tanaman
ini tidak dipelihara karena dianggap tumbuhan rumput biasa.
28
3) Patikan kepo
4) Pegagang
29
5) Urang Aring
Daun urang aring merupakan daun yang berasal dari tanaman yang memiliki
nama yang sama, yaitu tanaman urang aring. Tanaman urang aring ini memiliki
nama latin Eclipta Alba. tanaman urang aring ini biasanya ditemukan sebagai
gulma atau hama tanaman, dan juga merupakan salah satu jenis tanaman liar, yang
biasanya tidak dibudidayakan secara khusus. Tanaman urang aring biasanya dicari
di kebun – kebun ataupun hutan, dan yang paling banyak dimanfaatkan adalah
daunnya, karena daunnya dipercaya memiliki khasiat dan manfaat bagi tubuh.
Selain itu, urang aring juga memiliki banyak manfaatnya, antara lain sebagai salah
satu bahan campuran pada shampoo, karena dipercaya sangat baik untuk
kesehatan rambut. Daun urang aring juga dikenal luas dan mendunia. Hal ini
terbukti dari beberapa sebutan dari daun urang aring yang berbeda – beda. Dalam
bahasa inggris, daun urang aring dikenal dengan istilah false daisy, dalam bahasa
Malaysia disebut daun sipat, dan juga sering dikenal dengan nama daun tinta.
1) Kunyit
2) Kencur
3) Jahe
4) Lengkus
5) kapulaga
30
1) Kunyit
kunyit mengandung protein ( 6,3 %), lemak (5, 1 %), mineral (3, 5%),
karbohidrat (69, 4%), dan moisture (13, 1%) . terdapat minyak esensial (5, 8%) yang
diperoleh melalui diatalasi uap dari rhizoma/rimpang tanaman kunyit yang
mengandung phellandrene (1%) , sabinene (0, 6 %), cineplex (1%) , borneol ( 0,5%),
zingibernene dan sesquiterpenes (53%). cucurmin ( diferuloyimethane) (3-4%)
membuat warna rhizoma kunyit menjadi kuning dan terdiri dari curcumin I (94%),
curcumin II (6%) dan curcumin III (0, 3%). Derivatif dari curcumin berupa
demethoxy, bisdemethoxy, dan curcumenol juga diperoleh melalui disitulasi uap
rhizomaia.
2) Kencur
31
karsinogenik, antinosiseptif, anti tubercolosis dan larvasida . minyak atsiri
rimpang kencur juga digunakan sebagai bahan farfum, obat-obatan, dan untuk
aromaterapi ingatan dan pijat untuk mengurangi kecemasan, steres , dan depresi
(kumar.2014).
3) Jahe
menurut parah ahli, jahe (Zingiber officinale Roscoe. ) berasal dari asi tropik,
yang terbesar dari India sampai cina. oleh karena itu, kedua bangsa itu disebutkan
sebgai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe, terutama sebagai bahan
Minuman, bumbu masakan, dan obat-obatan tradisional. belum diketahui secara
pasti sejak kapan mereka mulai memanfaatkan jahe, tetapi mereka sudah
mengenal dan memahami bahwa minuman jahe cukup memberikan keuntungan
bagi hidupnya ( Santoso, 1994).
jahe banyak mengandung berbagai fitokimia dan foto nutrien. beberapa zat
yang terkandung dalam jahe adalah minyak atsiri 2-3% pasti 20-60% oleoresin,
damar, asam organik, asam lamar, asam oksalat, gingerin, gingerin, minyak
damar, flavonoid, folifenol, alkaloid, dan musilago, minyak atsiri jahe
mengandung zingiberol, linaloal, kavilo, dan genariol, rimpang jahe kering
pernah 100 gram bagian yang dapat dimakan mengandung 10 gram air, 10-20
gram protein, 10 gram lemak, 40-60 gram karbohidrat, 2-10 gram serat dan 6
abu. Rimpang keringnya mengandung 1-2% gingerol (Sutanto 2004)
4) lengkuas
5) kapulaga
tanaman kapulaga (Amomun cardamomun L.) adalah sejenis buah yang sering
digunakan sebagai rempah ( bumbu) untuk masakan tertentu dan juga untuk
campuran jamu. jenis tanaman ini cukup banyak digunakan oleh masyarakat karena
fungsi dari tanaman ini sebgai obat -obatan seperti bahan aromatik, mulut berbau
dan sebagainya (Budi.2006 ).
32
C. Pengobatan Tradisional
a. Dukun beranak
33
PERTANYAAN
SOAL ESSAY
1. Bahan baku dan sumbernya Apa perbedaan antara obat tradisional dan obat
sintetis berikan contohnya?
2. Apa saja aspek aspek ketepatan yang harus dipertimbangkan agar tanaman obat
dan obat tradisional bermanfaat dan aman jika digunakan?
Jawaban : Tanaman obat dan obat tradisional akan bermanfaat dan aman jika
digunakan dengan mempertimbangkan sekurang–kurangnya enam aspek
ketepatan, yaitu tepat takaran, tepat waktu dan cara penggunaan, tepat pemilihan
bahan dan telaah informasi serta sesuai dengan indikasi penyakit tertentu.
3. Hal apa saja yang harus diperhatikan dalam memilih tanaman obat?
Jawaban : Cara Memilih Obat Herbal yang Baik
a. Kebenaran bahan. Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam varietas
b. Ketepatan dosis
c. Ketepatan waktu penggunaan
d. Ketepatan cara penggunaan
e. Ketepatan telaah informasi
f. Ketepatan pemilihan obat untuk indikasi tertentu
4. Banyak tanaman yang dimanfaatkan untuk obat antara lain Sebutkan tiga nama
tanaman beserta fungsi untuk obat apa?
34
Jawaban:
1.
2.
3.
4.
5. Tumbuhan apa saja yang dapat dijadikan bahan obat obatan yang ada di
lingkungan?
Jawaban :
a. JAHE
b. KUNYIT
c. DAUN SIRIHKENCUR
d. DAUN SIRSAK
e. MAHKOTA DEWA
f. LIDAH BUAYA
g. TEMULAWAK.
35
BAB IV
Obat tradisional (herbal medicine) merupakan produk yang dibuat dari bahanalam
yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk menjamin
mutu obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih
memperhatikan proses produksi dan penanganan bahan baku.
SUMBER
TANAMAN BUDIDAYA
Petani Pedagang
TUMBUHAN LIAR
1. Pemeriksaan
Makroskopik
2. Pemeriksaan
Mikroskopik
3. Pemeriksaan
Kimia (jika
perlu
36
1. Sortir, cuci
2. Kering, rajang
GUDANG SIAP
PAKAI
BAHAN BAKU
SIAP PAKAI
1. Penimbangan
2. penggilingan
Ekstra
38
h. Label sebagaimana dimaksud pada butir 7 hanya boleh dipasang oleh petugas
yang ditunjuk pimpinan bagian pengawasan mutu dan warna label dibuat
berbeda dengan label yang digunakan pada 2.
i. Pengeluaran simplisia yang akan diolah dilakukan oleh petugas yang ditunjuk
dengan cara mendahulukan simplisia yang disimpan lebih awal (First In, First
Out), atau yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (First Expired, First
Out
C. Sortasi (pemilahan)
Bahan baku yang digunakan sebaiknya di sortasi. Bahan yang busuk harus
dipisahkan, kotoran seperti tanah, bagian tanaman lain yang terikut harus dibuang.
Setelah disortasi, bahan yang kotor dicuci terlebih dahulu. Jika diperlukan bahan
baku dikupas atau dipotong sesuai keperluan.
Bahan baku yang sudah bersih dan ukurannya sudah sesuai, siap untuk diramu
sesuai dengan keperluan.
1. Verifikasi
a. Sebelum suatu prosedur pengolahan induk diterapkan hendaklah dilakukan
langkah-langkah untuk membuktikan bahwa prosedur bersangkutan cocok
untuk pelaksanaan kegiatan secara rutin, dan bahwa proses yang telah
ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang telah
ditentukan, akan senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi
spesifikasi yang telah ditentukan.
b. Setiap proses dan peralatan hendaklah dilakukan tindakan pembuktian
ulang secara periodik untuk menjamin bahwa proses dan peralatan tersebut
tetap menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan yang berlaku.
39
2. Pencemaran
a. Pencemaran fisik, kimiawi atau jasad renik terhadap produk yang dapat
merugikan kesehatan atau mempengaruhi mutu suatu produk tidak boleh
terjadi.
b. Pencemaran khamir, kapang dan atau kuman non patogen terhadap produk
meskipun sifat dan tingkatannya tidak berpengaruh langsung pada
kesehatan hendaklah dicegah sekecil mungkin sampai dengan persyaratan
batas yang berlaku.
40
5. Pengolahan
d. Wadah dan penutup yang dipakai untuk bahan yang akan diolah, untuk
produk antara dan produk ruahan, harus bersih, dengan sifat dan jenis
yang tepat untuk melindungi produk dan bahan terhadap pencemaran
atau kerusakan.
e. Semua wadah yang berisi produk antara dan produk ruahan hendaklah
diberi label secara tepat yang menyatakan nama dan atau kode, jumlah,
tahap pengolahannya dan nomor kodeproduksi serta status bahan yang
ada di dalamnya.
i. Hasil pengawasan dalam proses (in proces control) dari produk antara
dan produk ruahan setiap bets hendaklah dicatat dicocokkan terhadap
persyaratan yang berlaku. Bila ada penyimpangan yang berarti hendaklah
diambil perbaikan sebelum pengolahan bets tersebut dilanjutkan.
6. Pengemasan
41
a. Proses pengemasan hendaklah dilaksanakan dengan pengawasan ketat
untuk menjaga identitas dan kualitas produk jadi.
f. Produk yang bentuk atau rupanya sama atau hampir sama, tidak boleh
dikemas pada jalur berdampingan, kecuali ada pemisahan fisik.
h. Pengemas atau bahan cetak yang berlebih, yang cacat dan atau yang
ditemukan pada waktu pembersihan hendaklah diserahkan pada pimpinan
bagian pengemasan untuk dilakukan tindakan lebih lanjut.
7. Penyimpanan
a. Bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi,
hendaklah disimpan secara teratur dan rapi untuk mencegah risiko tercampur
dan atau terjadinya saling mencemari satu sama lain, serta untuk
memudahkan pemeriksaan, pengambilan dan pemeliharaannya.
42
c.Pengeluaran bahan yang disimpan hendaklah dilaksanakan dengan cara
mendahulukan bahan yang disimpan lebih awal (first in, first out) atau yang
mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (first expired, first out).
43
PERTANYAAN
SOAL ESSAY
1. Apa saja persyaratan yang harus diperhatikkan dalam menyiapkan bahan baku
yang akan digunakan!
Jawaban :
a. Pada saat penerimaan terhadap setiap kiriman bahan baku hendaklah
dilakukan pemeriksaan secara organoleptik dan laboratoris.
b. Setiap bahan baku yang diterima hendaklah diberi label yang dapat memberi
informasi mengenai nama daerah dan nama latin, tanggal penerimaan, dan
pemasok.
c. Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan baku hendaklah dicatat dalam
kartu atau buku persediaan yang meliputi nama, tanggal penerimaan atau
pengeluaran, serta nama dan alamat pemasok.
d. Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dilakukan sortasi untuk
membebaskan dari bahan asing dan kotoran lain.
e. Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dicuci lebih dahulu dengan air
bersih atau dibersihkan dengan cara yang tepat sehingga diperoleh simplisia
yang bersih, dan terbebas dari mikroba patogen, kapang, khamir serta
pencemar lainnya.
f. Simplisia yang telah dicuci hendaklah dikeringkan lebih dahulu dengan cara
yang tepat sehingga tidak terjadi perubahan mutu dan mencapai kadar air
yang dipersyaratkan.
g. Simplisia yang sudah bersih serta kering dan bahan baku yang bukan
simplisia yang telah lulus dari pemeriksaan mutu bila tidak langsung
digunakan hendaklah disimpan dalam wadah tertutup dan diberi label yang
menunjukkan status simplisia dan bahan baku tersebut.
h. Label sebagaimana dimaksud pada butir 7 hanya boleh dipasang oleh petugas
yang ditunjuk pimpinan bagian pengawasan mutu dan warna label dibuat
berbeda dengan label yang digunakan pada 2.
i. Pengeluaran simplisia yang akan diolah dilakukan oleh petugas yang ditunjuk
dengan cara mendahulukan simplisia yang disimpan lebih awal (First In, First
Out), atau yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (First Expired, First
Out
2. Hal apa saja yang diperhtikkan agar meminimalkan kontaminasi produk dengan
mikroba!
Jawaban:
Hal yang perlu diperhatikkan agar meminimalkann kontaminasi produk adalah
manusia, lingkungan, bahan baku, dan peralatan yang digunakan.
44
3. Apa saja hal-hal yang dapat ditimbulkan jika sediaan obat tradsional
terkontaminasi?
Jawaban :
Secata Kimia: Perubahan bau dan rasa, degradasi fungsi dan struktur, sendawa
dalam produk, dana penurunan potensi sediaan
4. Bahan baku yang berasal dari tanaman dapat tercemar mikroorganisme pada
proses apa saja!
Jawaban:
Bahan baku yang digunakan untuk membuat obat tradisional dapat tercemar
dalam proses penanaman, pengeringan, dan penyimpanan.
5. Sebutkan ciri-ciri obat tradisional yang rusak secara organoleptis!
a. Perubahan warna
b. Perubahan rasa
c. Perubahan bau
d. Perubahan bentuk (pecah, terdapat kristal, lembab)
e. Terjadi penguraian
45
BAB V
Obat adalah bahan atau zat yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral maupun zat
kimia tertentu yang dapat digunakan untuk mencegah, mengurangi rasa sakit,
memperlambat proses penyakit dan atau menyembuhkan penyakit. Obat harus sesuai
dosis agar efek terapi atau khasiatnya bisa kita dapatkan.
Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun- temurun,
berdasarkan resep nenek moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat,
baik bersifat magic maupun pengetahuan tradisional. Menurut penelitian masa kini,
obat-obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan dan saat ini
penggunaannya cukup gencar dilakukan karena lebih mudah dijangkau masyarakat,
baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional pada saat ini banyak digunakan
karena menurut beberapa penelitian tidak terlalu menyebabkab efek samping, karena
masih bisa dicerna oleh tubuh. Bagian dari obat tradisional yang banyak digunakan
atau dimanfaatkan di masyarakat adalah akar, rimpang, batang, buah, daun dan bunga.
Seperti misalnya akar alang-alang dipergunakan untuk obat penurun panas. Rimpang
temulawak dan rimpang kunyit banyak dipergunakan untuk obat hepatitis. Batang kina
dipergunakan untuk obat malaria. Kulit batang kayu manis banyak dipergunakan untuk
obat tekanan darah tinggi. Buah mengkudu banyak dipergunakan untuk obat kanker.
Buah belimbing banyak dipergunakan untuk obat tekanan darah tinggi. Daun bluntas
untuk obat menghilangkan bau badan. Bunga belimbing Wuluh untuk obat batuk.
Dalam hal ini dapat di formulasikan menjadi 5 hal pokok yang harus diperhatikan
yaitu
1. Etnomedicine
46
terapi yang „berdasarkan cara-cara‟ seperti terapi spiritual atau metafisik yang
terkait hal gaib atau terapi dengan ramuan atau racikan. Jenis terapi yang kedua
„berdasarkan obat-obatan‟ seperti jamu dan pengobatan herbal.
Melalui teknologi kimia dan proses, obat tradisional dapat dikembangkan agar
diperoleh bahan baku obat yang terstandarisasi atau zat kimia baru sebagai “lead
compounds” untuk pegembangan obat modern melalui eksplorasi sumber daya
alam atau bahan aktif tanaman obat tradisional. Eksplorasi sumber daya alam atau
bahan aktif tanaman obat tradisional dapat dilakukan dengan cara:
Peran ilmu kimia atau tenaga kimia dalam hal ini adalah ekstraksi bahan tanaman obat
dengan berbagai pelarut berdasarkan warisan turun-temurun tentang obat tradisional,
sehingga terbentuk bank ekstrak. Selanjutnya dilakukan Uji farmakologis dari ekstrak
tersebut baik ekstrak tunggalmaupun campuran ekstrak.
47
4. Pembinaan dan pengawasan produksi atau pemasaran bahan dan produk obat
tradisional.
Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) adalah suatu persyaratan
yang dapat diwujudkannya reprodusibilitas terhadap kualitas farmasetik maupun
terapetik. Dalam upaya standardisasi tersebut perlu ditentukan persyaratan
standard yang diharuskan Peraturan dan Perundang- undangan yang berlaku. Pada
pelaksanaan standardisasi perlu juga dilakukan dengan berbagai macam metode
(pengujian multifaktorial). Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau
simplisia) tidaklah sulit bila senyawa aktif yang berperan telah diketahui dengan
pasti. Pada prinsipnya standardisasi dapat didasarkan atas senyawa aktif,
kelompok senyawa aktif maupun atas dasar senyawa karakter (bila senyawa aktif
belum diketahui dengan pasti). Bila digunakan senyawa karakter pada upaya
standardisasi, maka dalam hal ini hanyalah bertujuan untuk dapat membantu
menentukan kualitas bahan obat tersebut. Senyawa karakter yang dipakai haruslah
spesifik dan digunakan selama senyawa aktif belum diketahui dengan pasti.
Standardisasi dapat dilakukan seara fisika, kimia, maupun biologi.
Pada prinsipnya standardisasi suatu bahan obat / sediaan obat dilakukan mulai dari
bahan baku sampai dengan sediaan jadi (mulai dari proses penanaman sehingga akan
terwujud suatu homogenoitas bahan baku). Berdasarkan hal inilah standarisasi obat
tradisional dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:
1. Standarisasi bahan
48
2. Standarisasi produk
3. Standarisasi Proses
Dalam standardisasi ada beberapa parameter yang harus diukur atau dianalisis
agar bahan obat atau sediaan obat dapat dijamin keamanannya bagi konsumen
atau masyarakat pengguna dan sesuai dengan Farmakope Indonesia, Ekstra
Farmakope Indonesia atau Materia Medika Indonesia. Adapun parameter-
parameter tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu:
1. Parameter non spesifik: berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi, dan fisis
yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas, meliputi: kadar
air, cemaran logam berat, aflatoksin, dll
Pada pelaksanaan standarisasi tersebut perlu pula dilakukan dengan berbagai macam
metode (pengujian multifaktorial). Adapun persyaratan yang harus dikontrol dalam
standarisasi ini diantaranya adalah:
Penggunaan simplisia atau ekstrak kering sebagai bahan obat, harus diperhatikan
kelarutannya, hal ini dipengaruhi oleh derajad kehalusan partikel. Hal ini dapat
dilakukan dengan metoda uji mempergunakan berbagai macam ayakan atau
banyaknya partikel per satuan luas secara mikroskopis). Secara organoleptis
tentang warna dan bau (uji rasa dilakukan bila telah dipastikan bahwa sediaan
tidak toksik). Pengujian warna sediaan didasari atas warna pembanding ekstrak
standard atau suatu zat pembanding tertentu. Pada pengujian warna tersebut dapat
dipergunakan metode spektrofotometri pada panjang gelombang tertentu.
2. Pengujian Identitas.
Pengujian identitas sangat penting dilakukan untuk mengetahui zat atau senyawa
yang mempunyai efek bioaktivitas farmakologis dari sediaan atau bahan obat.
Penentuan atau pengujian secara kualitatif dapat dilakukan dengan screening
fitokimia terhadap senyawa metabolit sekundernya (golongan senyawa aktif
tanaman) dengan mempergunakan reaksi-reaksi pengendapan maupun reaksi-
49
reaksi warna dengan pereaksi- pereaksi tertentu atau menggunakan metode
kromatografi. Metode kromatografi (KLT/KLT-densitometri) merupakan salah
satu metode yang mempunyai arti yang penting karena dapat mendeteksi
senyawa-senyawa atas dasar kromatogram secara keseluruhan (fingerprint)
sebelum dipisahkan lebih lanjut. Secara garis besarnya kandungan kimia tanaman
obat ada 2 yaitu:
4. Kadar air
Salah satu prasyarat kemurnian dan kontaminasi dari sediaan obat adalah
penetapan kadar airnya. Kadar air yang tidak sesuai dengan standar dapat
mempengaruhi kualitas herbal karena air merupakan salah satu media
tumbuhnya mikroorganisme. Adanya mikroorganisme (seperti: jamur ataupun
bakteri) dapat mengakibatkan terjadinya perubahan metabolit sekunder aktif dari
sediaan obat tersebut karena terjadinya reaksi enzimatis atau reaksi hidrolisis
terhadap metabolit sekunder sehingga nantinya dapat mempengaruhi efek
farmakologis dari metabolit sekunder tersebut. Penetapan kadar air dapat
dilakukan dengan beberapa metode tergantung pada senyawa kimia didalamnya
seperti misalnya dengan oven biasa, piknometer, titrasi dan destilasi. Kalau
dalam sediaan diduga ada minyak atsiri, penentuan kadar air biasanya dapat
dilakukan dengan metoda destilasi.
5. Logam berat
Kadar logam berat perlu ditentukan untuk menghindari efek yang tidak d
iinginkan. Untuk keperluan ini dapat digunakan kadar logam berat secara total
maupun secara individual (Spektrofotometer Serapan Atom).
50
6. Senyawa logam
Sediaan simplisia atau ekstrak tanaman obat dapat tercemar dengan senyawa-
senyawa logam (anorganik) pada saat budidaya atau selama proses penyiapannya.
Adanya senyawa-senyawa logam ini dapat dilakukan pengujian tentang kadar abu
atau kadar abu sulfat.
8. Susut pengeringan
Pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105oC selama 30 menit
atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai persen. Dalam hal tertentu
(jika simplisia atau ekstrak tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut
organik menguap) maka hasil pengukuran identik dengan kadar air.
Kandungan sisa pestisida baik itu organo klor atau organo fosfat atau karbaril atau
pestisida lain kemungkinan ada dalam sediaan. Hal ini diduga akibat pencemaran
pada saat budidaya, panen atau pasca panen dari tanaman obat tersebut.
Kandungan cemaran pestisida dapat diukur dengan spektroskopi, GC, HPLC dan
GC-MS 10.
Adanya cemaran mikroba diduga terjadi pada saat budidaya, panen, proses
pengeringan atau selama proses pembuatan. Analisis adanya cemaran jamur
secara mikrobiologis dan adanya aflatoksin dapat dilakukan dengan
kromatografi lapis tipis atau metoda difusi agar.
51
12. Parameter sepsifik
Tanaman atau bahan baku yang dipergunakan dalam pengobatan tradisional atau
pengobatan alternatif dapat berupa:
b. Ekstrak
yang dapat berupa cairan segar, ekstrak atau rebusan, tingtur, galenik, atau
formula ekstrak kering seperti tablet, kapsul, dan sirup
Adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga. Simplisia dapat berupa bahan segar atau serbik kering
yang sesuai dengan standar farmakope. Simplisia dapat berupa simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau
eksudat tanaman. Eksudat adalah ialah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya,
Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni.
Pengontrolan yang ketat terhadap bahan baku hasil kultivasi (pemilihan bibit,
pengontrolan lahan penanaman, saat panen, pengeringan dan atau pengontrolan
terhadap setiap tahap proses dari bahan baku sampai dengan bentuksediaan jadi)
52
dapat diharapkan terwujudnya suatu homogenitas bahan obat / sediaan
fitofarmaka.
Bentuk simplisia dapat berupa bahan segar, serbuk kering atau diformulasi.
Kualitas atau mutu simplisia dalam bentuk serbuk kering dipengaruhi oleh
beberapa hal seperti misalnya saat pemanenan, tempat tumbuh, kehalusan serbuk
dan tahapan-tahapan pembuatan serbuk. Karena hal ini akan mempengaruhi
kandungan kimia aktif dari simplisia tersebut. Kandungan kimia bahan baku yang
berupa glikosida, alkaloid, minyak atsiri, karbohidrat, flavonoid, steroid, saponin
dan tanin, mudah terurai karena berbagai hal seperti suhu, keasaman, sinar
matahari, kelembaban, kandungan anorganik tempat tumbuh dan mikroorganisme
pengganggu. Adanya masalah tersebut maka standardisasi sangat diperlukan agar
produk yang dihasilkan seragam dari waktu ke waktu.
Bentuk atau bagian bahan baku yang dipergunakan akan mempengaruhi proses
atau tahap-tahap pembuatan serbuk kering (kehalusan) dari simplisia yang
nantinya akan mempengaruhi proses ekstraksi. Bentuk kayu dan akar umumnya
keras, cara pengerjannya lain dengan bentuk bunga, daun, rimpang, dan daun buah
yang lunak. Umumnya bahan tersebut dipotong tipis-tipis atau diserbuk kasar,
tergantung cara masing-masing industri.
Ukuran bahan baku atau kehalusan serbuk simplisia akan mempengaruhi proses
pembuatan ekstrak, karena semakin halus serbuk akan memperluas permukaan
dan semakin banyak bahan aktif tanaman tertarik pada pelarut pengekstraksi.
Serbuk dibuat dengan alat yang sesuai dan derajat kehalusan tertentu karena alat
yang dipergunakan dalam pembuatan serbuk juga dapat mempengaruhi mutu
ekstrak atau mutu kandungan kimia aktif. Selama penggunaan peralatan
pembuatan serbuk akan ada gerakan dan interaksi dengan benda keras (logam)
yang dapat menimbulkan panas (kalori) yang dapat mempengaruhi kandungan
senyawa aktifnya, sebagai akibat proses hidrolisis akibat panas tersebut. Ukuran
partikel atau kehalusan serbuk harus disesuaikan dengan bahannya, proses
ekstraksi, cairan penyari, dan lain-lain. Ukuran bahan baku (mesh) sudah
tercantum dalam Farmakope.
Pada saat panen atau pada proses pemanenan dan pengumpulan bahan baku obat
perlu kiranya memperhatikan aturan-aturan atau pedoman pemanenan bahan baku.
Aturan yang ditetapkan dalam pemanenan dan pengumpulan tanaman obat,
bertujuan untuk mendapatkan kadar zat aktif yang maksimal.
Adapun aturan-aturan atau garis-garis besar yang dipakai sebagi pedoman dalam
panen untuk bahan baku (simplisia) tanaman obat adalah
53
1) Biji, saat buah belum pecah (misal Ricinus communis, kedawung). Caranya :
buah dikeringkan, diambil bijinya. Biji dikumpulkan dan dicuci, selanjutnya
dikeringkan lagi.
2) Buah, dipanen saat masak. Tingkat masak suatu buah dapat dengan parameter
yang berbeda-beda, misal: perubahan tingkat kekerasan (misal Cucurbita
moschata), perubahan warna (misal melinjo, asam, dll), perubahan bentuk
(misal pare, mentimun), perubahan kadar air (misal belimbing wuluh, jeruk
nipis).
4) Daun tua, diambil pada saat daun sudah membuka sempurna dan di bagian
cabang yang menerima sinar matahari langsung sehingga asimilasi sempurna.
5) Umbi, dipanen jika besarnya maksimal dan tumbuhnya di atas tanah berhenti.
6) Rimpang, diambil pada musim kering dan saat bagian tanaman di atas tanah
mengering.
2. Extrak
Ekstraksi zat bioaktif dari bahan alam merupakan salah satu tahapan kritis pada
proses produksi obat herbal. Metode ekstraksi pada umumnya menggunakan air
atau pelarut organik. Teknik ekstraksi yang telah dikembangkan pada beberapa
dekade tahun lalu dilakukan melalui metode destilasi uap (steam distillation)
54
sokletasi, maserasi, perkolasi dan lain sebagainya. Namun demikian metode ini
dipandang sangat tidak efisien karena memerlukan jumlah pelarut yang sangat
banyak dan waktu yang sangat lama. Untuk mendapatkan zat bioaktif tertentu
yang lebih baik, teknik ekstraksi yang berbeda telah dikembangkan dengan tujuan
mengurangi waktu ekstraksi dan konsumsi pelarut, namun mampu meningkatkan
rendemen ekstraksi dan kualitas ekstrak. Pilihan metode untuk mengekstraksi
senyawa tertentu tergantung pada tujuan ekstraksi dan sifat molekul penyusun zat
tersebut di samping isu keamanan lingkungan dan faktor ekonomi.
55
PERTANYAAN
SOAL ESSAY
Jawwaban :
a. Standarisasi bahan
b. Standarisasi produk
c. Standarisasi Proses
4. Apa saja yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan metode ekstraksi? Jawaban
: Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan senyawa yang akan
diisolasi. Ada beberapa teknik ekstraksi padat-cair yang tersedia. Teknik
konvensional yang umum digunakan adalah ekstraksi perendaman (maserasi)
ekstraksi soxhlet dan perkolasi.
5. Apa kegunaan senyawa bioaktif pada tumbuhan ?
Jawaban :
Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang terdapat pada tumbuhan dan hewan
seperti alkaloid, flavonoid, steroid, triterpenoid, saponin dan tannin. Komponen
56
bio aktif ini berfungsi sebagai anti mikroba alami, anti kanker, anti oksidan, anti
gel, penyegar, emulsifier.
57
BAB VI
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan,
hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang
secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman
(Elisma, Rahman and Lestari, 2020).
Kemanan obat tergantung dari dosis yang dikonsumsi. Masyarakat meyakini obat
tradisional dapat mengobati penyakit ringan sampai berat. Namun pengetahuan
mengenai takaran dosis, efek samping obat yang mungkin muncul serta cara
pengolahan tanaman obat yang akan digunakan belum banyak diketahui oleh
masyarakat.
Hal-hal yang perlu diketahui dalam pengolahan tanaman obat tradisonal meliputi:
a. Bahan obat yang sudah dikumpulkan segera dicuci bersih, sebaiknya dengan
air yang mengalir. Setelah bersih dapat segera dimanfaatkan bila dibutuhkan
dalam keadaan segar atau dikeringkan untuk disimpan dan digunakan bila
sewaktu-waktu diperlukan.
58
menghilangkan kotoran pada tanaman, dan agar dapat disimpan pada jangka
waktu yang lama
b. Obat diminum 2-3 kali sehari Beberapa tanaman obat diberikan setelah
makan, karena lebih zat aktif bersifat asam. Untuk interval pemberian
harus tepat terutama diberikan dalam jangka panjang, ditakutkan
nantinya berdampak buruk pada kesehatan.
5. Lama pengobatan
59
Skema pengolahan tanaman herbal :
sortasi
pencucian
pengeringan
Keterangan :
1. Sortasi
Sortasi dilakukan setelah panen pada komiditi tanaman obat. Tanaman obat yang
diambil daun, rimpang atau umbi dibersihkan dari kotoran. Bagian tanaman yang
sudah dipanen lalu dipisahkan dari bagian yang busuk, tanah, pasir maupun
gulma yang menempel harus dibersihkan. Ada beberapa tanaman yang
dihasilkan melalui umbi seperti jahe, kunyit, kencur dan keladi tikus.
2. Pencucian
60
3. Pengeringan
1. Pada saat penerimaan terhadap setiap kiriman bahan baku hendaklah dilakukan
pemeriksaan secara organoleptik dan laboratoris.
2. Setiap bahan baku yang diterima hendaklah diberi label yang dapat memberi
informasi mengenai nama daerah dan nama latin, tanggal penerimaan, dan
pemasok.
3. Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan baku hendaklah dicatat dalam
kartu atau buku persediaan yang meliputi nama, tanggal penerimaan atau
pengeluaran, serta nama dan alamat pemasok.
5. Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dicuci lebih dahulu dengan air
bersih atau dibersihkan dengan cara yang tepat sehingga diperoleh simplisia
yang bersih, dan terbebas dari mikroba patogen, kapang, khamir serta pencemar
lainnya.
6. Simplisia yang telah dicuci hendaklah dikeringkan lebih dahulu dengan cara
yang tepat sehingga tidak terjadi perubahan mutu dan mencapai kadar air yang
dipersyaratkan.
7. Simplisia yang sudah bersih serta kering dan bahan baku yang bukan simplisia
yang telah lulus dari pemeriksaan mutu bila tidak langsung digunakan hendaklah
61
disimpan dalam wadah tertutup dan diberi label yang menunjukkan status
simplisia dan bahan baku tersebut.
8.Label sebagaimana dimaksud pada butir 7 hanya boleh dipasang oleh petugas
yang ditunjuk pimpinan bagian pengawasan mutu dan warna label dibuat berbeda
dengan label yang digunakan pada 2.
9.Pengeluaran simplisia yang akan diolah dilakukan oleh petugas yang ditunjuk
dengan cara mendahulukan simplisia yang disimpan lebih awal (First In, First
Out), atau yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (First Expired, First
Out).
10.Semua bahan baku yang tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai dengan jelas,
disimpan secara terpisah menunggu tindak lanjut.
1. Verifikasi
a. Sebelum suatu prosedur pengolahan induk diterapkan hendaklah dilakukan
langkah-langkah untuk membuktikan bahwa prosedur bersangkutan cocok
untuk pelaksanaan kegiatan secara rutin, dan bahwa proses yang telah
ditetapkan dengan menggunakan bahan dan peralatan yang telah ditentukan,
akan senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah
ditentukan.
b. Setiap proses dan peralatan hendaklah dilakukan tindakan pembuktian ulang
secara periodik untuk menjamin bahwa proses dan peralatan tersebut tetap
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan yang berlaku
2. Pencemaran
a. Pencemaran fisik, kimiawi atau jasad renik terhadap produk yang dapat
merugikan kesehatan atau mempengaruhi mutu suatu produk tidak boleh
terjadi.
b. Pencemaran khamir, kapang dan atau kuman non patogen terhadap produk
meskipun sifat dan tingkatannya tidak berpengaruh langsung pada kesehatan
hendaklah dicegah sekecil mungkin sampai dengan persyaratan batas yang
berlaku.
3. Sistem Penomoran Kode Produksi
a. Sistem penomoran kode produksi hendaklah dapat memastikan diketahuinya
riwayat suatu bets atau lot secara lengkap. Dengan diketahuinya asal usul
produk jadi tersebut akan mempermudah tindak lanjut pengawasannya.
62
b. Suatu sistem yang menjabarkan cara penomoran kode produksi secara rinci
diperlukan untuk memastikanbahwa produk antara, produk ruahan dan
produk jadi suatu bets dapat dikenali dengan nomor kode produksi tertentu.
c. Sistem penomoran kode produksi hendaklah dapat menjamin bahwa nomor
kode produksi yang sama tidak digunakan secara berulang.
d. Pemberian nomor kode produksi hendaklah segera dicatat dalam suatu buku
catatan harian. Catatan hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor,
identitas produk dan besarnya bets yang bersangkutan.
1) Penimbangan dan Penyerahan
e. Pengolahan
63
6) Pengolahan beberapa produk dalam waktu yang sama dalam satu ruangan
hendaklah dihindari untuk mencegah terjadinya pencemaran silang antar
produk.
7) Terhadap kegiatan pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu,
hendaklah dilakukan pengawasan yang seksama, misalnya pengaturan
suhu, pengaturan tekanan uap, pengaturan waktu dan atau pengaturan
kelembaban.
8) Pengawasan dalam proses hendaklah dilakukan untuk mencegah hal-hal
yang menyebabkan kerugian terhadap produk jadi.
9) Hasil pengawasan dalam proses (in proces control) dari produk antara dan
produk ruahan setiap bets hendaklah dicatat dicocokkan terhadap
persyaratan yang berlaku. Bila ada penyimpangan yang berarti hendaklah
diambil perbaikan sebelum pengolahan bets tersebut dilanjutkan.
a. Pengemasan
64
8) Pengemas atau bahan cetak yang berlebih, yang cacat dan atau yang
ditemukan pada waktu pembersihan hendaklah diserahkan pada pimpinan
bagian pengemasan untuk dilakukan tindakan lebih lanjut.
9) Produk yang dikemas hendaklah diperiksa dengan teliti untuk memastikan
bahwa produk jadi tersebut sesuai dengan persyaratan dalam prosedur
pengemasan.
10) Produk yang telah selesai dikemas dikarantina, sambil menunggu
persetujuan dari bagian pengawasan mutu untuk tindakan lebih lanjut.
b. Penyimpanan
1) Bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk
jadi, hendaklah disimpan secara teratur dan rapi untuk mencegah risiko
tercampur dan atau terjadinya saling mencemari satu sama lain, serta
untuk memudahkan pemeriksaan, pengambilan dan pemeliharaannya.
2) Bahan yang disimpan hendaklah diberi label atau penandaan yang
menunjukan identitas, kondisi, jumlah, mutu dan cara penyimpanannya
3) Pengeluaran bahan yang disimpan hendaklah dilaksanakan dengan cara
mendahulukan bahan yang disimpan lebih awal (first in, first out) atau
yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (first expired, first out).
65
PERTANYAAN
SOAL ESSAY
1. Hal-hal apa saja yang diperlukan diketehaui dalam pengolahan tanaman obat ?
Jawaban :
a. Bahan obat yang sudah dikumpulkan segera dicuci bersih, sebaiknya dengan
air yang mengalir. Setelah bersih dapat segera dimanfaatkan bila dibutuhkan
dalam keadaan segar atau dikeringkan untuk disimpan dan digunakan bila
sewaktu-waktu diperlukan.
66
4. Cara minum obat
b. Obat diminum 2-3 kali sehari Beberapa tanaman obat diberikan setelah
makan, karena lebih zat aktif bersifat asam. Untuk interval pemberian
harus tepat terutama diberikan dalam jangka panjang, ditakutkan
nantinya berdampak buruk pada kesehatan.
5. Lama pengobatan
1. Pada saat penerimaan terhadap setiap kiriman bahan baku hendaklah dilakukan
pemeriksaan secara organoleptik dan laboratoris.
2. Setiap bahan baku yang diterima hendaklah diberi label yang dapat memberi
informasi mengenai nama daerah dan nama latin, tanggal penerimaan, dan
pemasok.
3. Semua pemasukan, pengeluaran dan sisa bahan baku hendaklah dicatat dalam
kartu atau buku persediaan yang meliputi nama, tanggal penerimaan atau
pengeluaran, serta nama dan alamat pemasok.
67
4. Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dilakukan sortasi untuk
membebaskan dari bahan asing dan kotoran lain.
5. Setiap simplisia sebelum digunakan hendaklah dicuci lebih dahulu dengan air
bersih atau dibersihkan dengan cara yang tepat sehingga diperoleh simplisia
yang bersih, dan terbebas dari mikroba patogen, kapang, khamir serta pencemar
lainnya.
6. Simplisia yang telah dicuci hendaklah dikeringkan lebih dahulu dengan cara
yang tepat sehingga tidak terjadi perubahan mutu dan mencapai kadar air yang
dipersyaratkan.
7. Simplisia yang sudah bersih serta kering dan bahan baku yang bukan simplisia
yang telah lulus dari pemeriksaan mutu bila tidak langsung digunakan hendaklah
disimpan dalam wadah tertutup dan diberi label yang menunjukkan status
simplisia dan bahan baku tersebut.
8.Label sebagaimana dimaksud pada butir 7 hanya boleh dipasang oleh petugas
yang ditunjuk pimpinan bagian pengawasan mutu dan warna label dibuat berbeda
dengan label yang digunakan pada 2.
9.Pengeluaran simplisia yang akan diolah dilakukan oleh petugas yang ditunjuk
dengan cara mendahulukan simplisia yang disimpan lebih awal (First In, First
Out), atau yang mempunyai batas kadaluwarsa lebih awal (First Expired, First
Out).
10.Semua bahan baku yang tidak memenuhi syarat hendaklah ditandai dengan jelas,
disimpan secara terpisah menunggu tindak lanjut.
1. Verifikasi
2. Pencemaran
3. Sistem Penomoran Kode Produksi
5. Sistem apa saja yang terdapat Penomoran Kode Produksi ?
Jawaban:
a. Sistem penomoran kode produksi hendaklah dapat memastikan diketahuinya
riwayat suatu bets atau lot secara lengkap. Dengan diketahuinya asal usul
produk jadi tersebut akan mempermudah tindak lanjut pengawasannya.
68
b. Suatu sistem yang menjabarkan cara penomoran kode produksi secara rinci
diperlukan untuk memastikanbahwa produk antara, produk ruahan dan
produk jadi suatu bets dapat dikenali dengan nomor kode produksi tertentu.
c. Sistem penomoran kode produksi hendaklah dapat menjamin bahwa nomor
kode produksi yang sama tidak digunakan secara berulang.
d. Pemberian nomor kode produksi hendaklah segera dicatat dalam suatu buku
catatan harian. Catatan hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor,
identitas produk dan besarnya bets yang bersangkutan.
69
BAB VII
DASAR-DASAR PRODUKSI SECARA CPOB (GMP)
DALAM PRODUKSI HERBAL MEDICINE
70
dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan
dapat diandalakan, diperlukan manajemen mutu yang di desain secara
menyeluruh dan diterapkan secara benar.
Pada pembuatan obat, pengendalian menyeluruh adalah sangat
penting untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu
tinggi. Pembuatan obat secara sembarangan tidak dibenarkan bagi produks
yang di gunakan untuk menyelamatakan jiwa, atau memulihkan atau
memelihara kesehatan.
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan
penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat
yang benar, oleh sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk
menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai
untuk melaksanakan tugas. Tiap personil hendaklah memahami prinsip
CPOB dan memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan termasuk
intrsuksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan.
Ramuan tradisional adalah ramuan yang terbuat dari bahan-bahan
tumbuhan yang berkhasiat dan sudah biasa digunakan masyarakat
setempat. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik, atau campuran
dari bahan-bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Maryani, 2003).
Kekayaan jenis tanaman yang tumbuh di Indonesia sangat
berlimpah, termasuk didalamnya adalah tanaman yang dapat dimanfaatkan
untuk tujuan pengobatan. Namun informasi akurat tentang khasiatnya
belum banyak dipublikasikan, sehingga pemanfaatan tanaman untuk
tujuan pengobatan selama ini hanya didasarkan pada pengalaman turun
temurun. Informasi tersebut berbeda pada setiap daerah, sehingga
diketahui satu jenis tanaman memiliki fungsi beragam untuk tujuan
pengobatan (Mursito, 2000). Pemanfaatan obat tradisional dan atau obat
bahan alam untuk penanggulangan penyakit masih kurang atau belum
71
digunakan dalam pelayanan kesehatan normal, karena masih terbatasnya
pembuktian keamanan dan khasiatnya secara alamiah (Anonim, 2002).
Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam
yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam sehingga untuk
menjamin mutu obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik
dengan lebih memperhatikan proses produksi dan penanganan bahan baku.
Tablet yang akan dibuat berasal dari simplisia, Simplisia adalah bahan
alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain
merupakan bahan yang dikeringkan. Dimana memerlukan bahan awal
yang merupakan bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam
pembuatan suatu produk obat tradisional dan bahan baku yaitu simplisia,
sediaan galenik, bahan tambahan atau bahanlainnya, baik yang berkhasiat
maupun yang tidak berkhasiat, yang berubahmaupun yang tidak berubah,
yang digunakan dalam pengolahan obat tradisional, walaupun tidak semua
bahan tersebut masih terdapat didalam produk ruahan.
B. Persyaratan dasar dari CPOB adalah :
1. Semua proses pembuatan obat dijabarkan dengan jelas dikasi secara
sestemasis berdasarkan pengalaman terbukti mampu secara konsisten
menghasilkan oat yang memenuhi persyaratan mutu dan sfesifikasi
yang telah ditetapkan.
2. Tahap proses yang kritis dalam pemuatan, pengawasan proses dan
sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan di validasi.
C. Cara produksi obat tradisional yang baik (CPOTB)
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi
seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang
bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa
memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi
dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang
menangani. Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar
72
untuk menerapkan sistem jaminan mutu yang diakui dunia internasional.
Untuk itu sistem mutu hendaklah dibangun, dimantapkan dan diterapkan
sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat
dicapai. Dengan demikian penerapan CPOTB merupakan nilai tambah
bagi produk obat tradisional Indonesia agar dapat bersaing dengan produk
sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional.
Mengingat pentingnya penerapan CPOTB maka pemerintah secara
terus menerus memfasilitasi industri obat tradisional baik skala besar
maupun kecil untuk dapat menerapkan CPOTB melalui langkah-langkah
dan pentahapan yang terprogram. Dengan adanya perkembangan jenis
produk obat bahan alam tidak hanya dalam bentuk Obat Tradisional
(Jamu), tetapi juga dalam bentuk Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka,
maka Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik ini dapat pula
diberlakukan bagi industri yang memproduksi Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam CPOTB adalah:
1. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan,bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik,
atau campuran daribahan tersebut, yang secara turun menurun telah
digunakan untuk pengobatanberdasarkan pengalaman.
2. Bahan awal adalah bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan
dalam pembuatan suatu produk obat tradisional.
3. Bahan baku adalah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau
bahan lainnya, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat,
yang berubah maupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam
pengolahan obat tradisional,walaupun tidak semua bahan tersebut
masih terdapat didalam produk ruahan.
4. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat
tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan
kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang dikeringkan.
73
5. Bahan pengemas adalah semua bahan yang digunakan untuk
pengemasan produk ruahan untuk menghasilkan produk jadi.
6. Produk antara adalah bahan atau campuran bahan yang masih
memerlukan satu atau lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk
menjadi produk ruahan.
7. Produk ruahan adalah bahan atau campuran bahan yang telah selesai
diolah yang masih memerlukan tahap pengemasan untuk menjadi
produk jadi.
8. Produk jadi adalah produk yang telah melalui seluruh tahap proses
pembuatan obat tradisional.
9. Pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan yang meliputi
pengadaan bahan awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan,
pengemasan, pengawasan mutu sampai diperoleh produk jadi yang
siap untuk didistribusikan.
10. Produksi adalah semua kegiatan pembuatan dimulai dari pengadaan
bahan awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, sampai
dengan pengemasan untuk menghasilkan produk jadi.
11. Pengolahan adalah seluruh rangkaian kegiatan mulai dari
penimbangan bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk
ruahan.
12. Pengemasan adalah kegiatan mewadahi, membungkus, memberi etiket
dan atau kegiatan lain yang dilakukan terhadap produk ruahan untuk
menghasilkan produk jadi.
13. Pengawasan dalam proses adalah pemeriksaan dan pengujian yang
ditetapkan dan dilakukan dalam suatu rangkaian proses produksi,
termasuk pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan terhadap
lingkungan dan peralatan dalam rangka menjamin bahwa produk akhir
(jadi) memenuhi spesifikasinya.
14. Pengawasan mutu (quality control) adalah semua upaya pemeriksaan
dan pengujian selama pembuatan untuk menjamin agar obat
tradisional yangdihasilkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
74
15. Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin
kebersihan sarana pembuatan, personil, peralatan dan bahan yang
ditangani.
16. Dokumentasi adalah catatan tertulis tentang formula, prosedur,
perintah dan catatan tertulis lainnya yang berhubungan dengan
pembuatan obat tradisional.
17. Verifikasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai
bahwa tiap bahan, perlengkapan, prosedur kegiatan yang digunakan
dalam pembuatan obat tradisional senantiasa mencapai hasil yang
diinginkan.
18. Inspeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua
aspek, mulai dari pengadaan bahan sampai dengan pengemasan dan
penetapan tindakan perbaikan yang dilakukan oleh semua personal
industri obat tradisional sehingga seluruh aspek pembuatan obat
tradisional dalam industri obat tradisional tersebut selalu memenuhi
CPOTB.
19. Bets adalah sejumlah produk obat tradisional yang diproduksi dalam
satu siklus pembuatan yang mempunyai sifat dan mutu yang seragam.
20. Lot adalah bagian tertentu dari suatu bets yang memiliki sifat dan
mutu yang seragam dalam batas yang telah ditetapkan.
21. Kalibrasi adalah kombinasi pemeriksaan dan penyetelan suatu
instrumen agar memenuhi syarat batas keakuratan menurut standar
yang diakui.
22. Karantina adalah status suatu bahan atau produk yang dipisahkan baik
secara fisik maupun secara sistem, sementara menunggu keputusan
pelulusan atau penolakan untuk diproses, dikemas atau
didistribusikan.
23. Nomor bets atau nomor lot adalah suatu rancangan nomor dan atau
huruf yang menjadi tanda riwayat suatu bets atau lot secara lengkap,
termasuk pemeriksaan mutu dan pendistribusiannya.
75
24. Diluluskan (released) adalah status bahan atau produk yang boleh
digunakan untuk diproses, dikemas atau didistribusikan.
25. Produk kembalian adalah produk yang dikembalikan dari semua mata
rantai distribusi ke pabrik.
26. Penarikan kembali (recall) adalah kegiatan menarik kembali produk
dari semua mata rantai distribusi apabila ditemukan adanya produk
yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan penandaan
atau adanya efek yang merugikan kesehatan.
27. Keluhan adalah suatu pengaduan dari pelanggan atau konsumen
mengenai kualitas, kuantitas, khasiat dan keamanan.
D. Tersedia semua sasaran yang di perlukan dalam CPOB termasuk :
1. Personil yang terkualifikasi dan terlatih
2. Bangunan dan sasaran dengan luas yang memadahi
3. Peralatan dan sasaran penunjang yang sesuai
4. Bahan, wadah label yang benar
5. Prosedur dan intruksi yang disetujui
6. Tempat penyiapan dan transportasi yang memadai
7. Prosedur dan intruksi ditulis dalam bentuk intruksi dengan bahasa
yang jelas, tidak bermakna ganda, dapat diterapkan secara spesifik
pada sarana yang tersedia
8. Operator memperoleh pelatihan untuk menjalankan prosedur secara
benar
9. Pencatatan dilakukan secara manual dengan alat pencatat selama
pembuatan menunjukkan bahwa langkah yang dipersyaratkan dalam
prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan
jumlah serta mutu produk yang dihasilkan sesuai dengan yang
diharapkan. Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan di
investigasi.
10. Catatan pembuatan termasuk distribusi yang memungkinkan
penulusuran riwayat bets secara lengkap, disimpan secara
komprehensif dan dalam bentuk yang mudah di akses
76
11. Penyimpanan dan distribusi obat yang dapat memperkecil resiko
terhadap mutu obat
12. Tersedia sistem penarikan kembali best obat maupun dari peredaran
13. Keluhan terhadap produk yang beredar dikaji, penyebab cacat mutu di
investigasi serta dilakukan tindakan perbaikan yang tepat dan
pencegahan penangulangan yang tepat dan pencegahan pengulangan
kembali keluhan.
E. Perkembangan CPOB
Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi dewasa
ini mengakibatkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam
konsep serta persyaratan CPOB. Konsep CPOB yang bersifat dinamis
memerlukan penyusuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan
atau teknologi dalam bidang farmasi. Demikian pula perkembangan
penerapan CPOB di Indonesia. Terkait dengan telah tanda-tanganinya
Hormonisasi pasar ASEAN 2008 oleh ke-11 pemimpin negara ASEAN, di
mana kesehatan/produk farmasi, merupakan salah satu komodiliti yang
ikut serta dalam harmonisasi pasar ASEAN. Sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas dan kemampuan industri farmasi nasional, badan
POM Republik indonesia selaku regulatar industri farmasi nasional, telah
merencanakan penerapan CPOB edis tahun2006 (CPOB terkini) bagi
industri farmasi di Indonesia mulai 1 januari 2007 dengan surat keputusan
Kepala Badan POM Nomor HK.00.054.0027 tahun 2006.
Dalam pedoman CPOB edisi tahun 2006, acuan yang digunakan
antara lain WHO technical Report Series yaitu TRS 902/2002 Aneks 6,
TRS 908/2003 Aneks 4, TRS 929/1005Aneks 2,3,4 TRS 937/2006 Aneks
2,4 GMP for medical products PIC/S 2006, dan lain-lain.
- Berikut adalah aspek-aspek yang diatur dalam CPOB 2006 :
1. Sistem mutu
2. Personalia
3. Bangunan dan sasaran penunjang
77
4. Peralatan
78
5. Sanitasi dan higiene
6. Produksi
7. Pengawasan mutu
8. Inspeksi diri dan audit mutu
9. Penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk
dan produk kembali
10. Dokumentasi
11. Pembuatan dan analisis berdasarkankontrak
12. Kualifikasi dan validasi
- Di samping itu, terdapat 7 (tujuh) anex (supplemen), yaitu :
1. Pembuatan produk steril
2. Pembuatan produk biologi
3. Pembuatan gas medisinal
4. Pembuatan inhalasi dosis terukur bertekanan
5. Pembuatan produk darah
6. Pembuatan obat investigasi untuk uji klinik, dan
7. Sistem komuterisasi.
F. Pengawasan Mutu/ Quality Control
Pengawasan mutu adalah bagian dari CPB yang berhubungan
dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta organisasi,
dokumnetasi dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian
yang telah diperlukan dan relevan dilakukan dan bahwa bahan yang belum
dilakukan tidak digunakan serta produk yang belum diluluskan tidak dijual
atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat.
Setiap industri hendaklah mempunyai fungsi pengawasanmutu. Fungsi
hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya yang memadai
hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi pengawasan
mutu dapat dilaksanakn secara efektif dan dapat diandalkan.
Pengawasan mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain
antara lain menetapkan, memvalidasi dan menerapka semua prosedur
pengawasan mutu, mengevaluasi, mengawasi dan menyimpan baku
79
pembandingan, memastikan kebenaran label, wadah bahan dan produk,
memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif obat jadi dipantau, mengambil
bagian investigasi keluhan yang berkaitan dengan produk dan ikut
mengambil bagian dalam pemantauan lingkunga semua kegiatan tersebut
hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan jika perlu
dicatat.
Personil pengawasan mutuhendaklah memiliki akses ke area produksi
untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlakukan.
G. Pengkajian Mutu Produk
Pengkajian mutu prodk secara berkala biasanya dilakukan tiap
tahun terhadap semua obat, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk
membuktikan kosentrasi proses, kesesuaian dari spesifikasi bahan awal,
bahan pengemas dan obat jadi, untuk melihat trend an mengidentifikasi
perbaikan yang diperlukan untuk produk dan proses.
Pengkajian mutu produk secara berkala biasanya, dilakukan tiap
tahun dan didokumentasikan dengan mempertimbangkan hasil kajian
ulang sebelumnya dan hendaklah meliputi paling sedikit :
1. Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemasan yang dibutuhkan
digunakan untuk produk, terutama yang dipasok dari sumber baru.
2. Kajian terhadap pegawasan selama proses yang kritis dan hasil
pengujian obat jadi.
3. Kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi yang
dtetapkan dan ivestigasi yang dilakukan.
4. Kajian terhadap semua penyimpangan atau tidak atau kettidaksesuaian
yang signifikan, dan efektivitas hasil tindakkan perbaikan dan
pencegahan.
5. Kajian terhadap semua perubahan yang dilakukan terhadap proses atau
metode analisa.
6. Kajian terhdap variasi yang diajukan disetujui, ditolak dari dokumen
registrasi yang telah disetujui termasuk dokumen registrasi untuk
produk ekspor.
80
7. Kajian terhdap hasil program pemantuan stabiltas dan segala tren yang
tidak diinginkan.
8. Kajian terhdap semua produk kembalian, keluhan da penarikkan obat
yang terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah
dilakukan
9. Kajian kelayakkan terhadap tindakkan perbaikan proses produk atau
peralatan yang sebelumnya.
10. Kajian yang terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat
yang baru mendapatkan persetujuan pendaftaran dan obat dengan
persetujuan bervariasi.
11. Status kualifikasi peralatasn dan sarana yang relevan msial sitem tata
udara (HVAC) air,gas bertekanan,dan lain-lain.
12. Kajian terhadap kesepakatan teknis untuk memastikan selalu update
Industri farmasi dan pemegang izin edar bila berbeda, hendaklah
melakukan evaluasi terhadap hasil kajian, dan melakukan sesuatu
penilaian hendaklah dibuat untuk menentukan apakah tindakan
perbaikan atau pencegahan ataupun validasi ulang harus dilakukkan.
Alasan tindakan perbaikan hendaklah, didokumentasikan.tindakan
pencegahan dan perbaikan yang telah disetujui hendaklah doselesaikan
secara efektif dan tepat waktu. Hendaklah tersedia prosedur
manajemen yang sedang berlangsung dan pengkajian aktivitas serta
efektif prosedur tersebut yang diverifikasi pada inspeksi diri. Bila
dapat dibenarkan secara ilmiah, pengkajian mutu dapat dikelompokkan
menurut jenis produk, missal persediaan padat, sediaan cair, produk
steril, dan lain-lain.
Bila pemilik persetujuan pendaftaran bukan industry farmasi, maka
perlu ada suatu kesepakatan teknis dan seemua pihak terkait yang
menjabarkan siapa yang bertanggung jawab untuk melakukan kajian
mutu. Kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu), yang
bertanggung jawab untuk sertifikasi bets, bersama dengan pemilik
81
persetujuan pendaftaran hendaklah memastikan bahwa
pengkajianmutu dilakukan tepat waktu dna benar.
PERTANYAAN
SOAL ESSAY
Jawaban:
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang
menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk
yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai
dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses
produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani.
Penerapan CPOTB merupakan persyaratan kelayakan dasar
Jawaban:
a. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan,bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau
campuran daribahan tersebut, yang secara turun menurun telah digunakan untuk
pengobatanberdasarkan pengalaman.
b. Bahan awal adalah bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan dalam
pembuatan suatu produk obat tradisional.
c. Bahan baku adalah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau bahan
lainnya, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah
maupun yang tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat
tradisional,walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat didalam produk
ruahan.
d. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain
merupakan bahan yang dikeringkan.
e. Bahan pengemas adalah semua bahan yang digunakan untuk pengemasan produk
ruahan untuk menghasilkan produk jadi.
f. Produk antara adalah bahan atau campuran bahan yang masih memerlukan satu
atau lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk menjadi produk ruahan.
g. Produk ruahan adalah bahan atau campuran bahan yang telah selesai diolah yang
masih memerlukan tahap pengemasan untuk menjadi produk jadi.
h. Produk jadi adalah produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan
obat tradisional.
i. Pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan yang meliputi pengadaan bahan
awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, pengemasan, pengawasan
mutu sampai diperoleh produk jadi yang siap untuk didistribusikan.
j. Produksi adalah semua kegiatan pembuatan dimulai dari pengadaan bahan awal
termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, sampai dengan pengemasan untuk
menghasilkan produk jadi.
k. Pengolahan adalah seluruh rangkaian kegiatan mulai dari penimbangan bahan
baku sampai dengan dihasilkannya produk ruahan.
l. Pengemasan adalah kegiatan mewadahi, membungkus, memberi etiket dan atau
kegiatan lain yang dilakukan terhadap produk ruahan untuk menghasilkan produk
jadi.
m. Pengawasan dalam proses adalah pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan dan
dilakukan dalam suatu rangkaian proses produksi, termasuk pemeriksaan dan
pengujian yang dilakukan terhadap lingkungan dan peralatan dalam rangka
menjamin bahwa produk akhir (jadi) memenuhi spesifikasinya.
n. Pengawasan mutu (quality control) adalah semua upaya pemeriksaan dan
pengujian selama pembuatan untuk menjamin agar obat tradisional
yangdihasilkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
o. Sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin kebersihan sarana
pembuatan, personil, peralatan dan bahan yang ditangani.
p. Dokumentasi adalah catatan tertulis tentang formula, prosedur, perintah dan
catatan tertulis lainnya yang berhubungan dengan pembuatan obat tradisional.
q. Verifikasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap
bahan, perlengkapan, prosedur kegiatan yang digunakan dalam pembuatan obat
tradisional senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.
r. Inspeksi diri adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek, mulai
dari pengadaan bahan sampai dengan pengemasan dan penetapan tindakan
perbaikan yang dilakukan oleh semua personal industri obat tradisional sehingga
seluruh aspek pembuatan obat tradisional dalam industri obat tradisional tersebut
selalu memenuhi CPOTB.
s. Bets adalah sejumlah produk obat tradisional yang diproduksi dalam satu siklus
pembuatan yang mempunyai sifat dan mutu yang seragam.
t. Lot adalah bagian tertentu dari suatu bets yang memiliki sifat dan mutu yang
seragam dalam batas yang telah ditetapkan.
u. Kalibrasi adalah kombinasi pemeriksaan dan penyetelan suatu instrumen agar
memenuhi syarat batas keakuratan menurut standar yang diakui.
v. Karantina adalah status suatu bahan atau produk yang dipisahkan baik secara
fisik maupun secara sistem, sementara menunggu keputusan pelulusan atau
penolakan untuk diproses, dikemas atau didistribusikan.
w. Nomor bets atau nomor lot adalah suatu rancangan nomor dan atau huruf yang
menjadi tanda riwayat suatu bets atau lot secara lengkap, termasuk pemeriksaan
mutu dan pendistribusiannya.
x. Diluluskan (released) adalah status bahan atau produk yang boleh digunakan
untuk diproses, dikemas atau didistribusikan.
y. Produk kembalian adalah produk yang dikembalikan dari semua mata rantai
distribusi ke pabrik.
z. Penarikan kembali (recall) adalah kegiatan menarik kembali produk dari semua
mata rantai distribusi apabila ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan penandaan atau adanya efek yang merugikan
kesehatan.
Keluhan adalah suatu pengaduan dari pelanggan atau konsumen mengenai
kualitas, kuantitas, khasiat dan keamanan.
5. Apa yang dimaksud dengan pengawasan mutu?
88
pada pemanenan lada, kalau dilakukan pada saat buah sudah
tua tetapi belum masak akan dihasilkan lada hitam (Piperis
nigri Fructus); tetapi kalau sudah masak akan dihasilkan
lada putih (Piperis aIbi Fructus)
c) Daun (folia) dikumpulkan pada saat tumbuhan menjelang
berbunga atau sedang berbunga tetapi belum berbuah
d) Bunga (flores/flos) dipanen pada saat masih kuncup
(misalnya cengkeh atau melati) atau tepat mekar (misalnya
bunga mawar, bunga srigading).
e) Kulit batang (cortex) diambil dari tanaman atau tumbuhan
yang telah tua atau umun yang tepat, sebaiknya pada musim
kemarau sehingga kulit kayu mudah dikelupas.
f) Umbi Iapis (bulbus) dipanen pada waktu umbi mencapai
besar optimum,yaitu pada waktu bagian atas tanaman sudah
mulai mengering (misalnya bawang putih dan bawang
merah).
g) Rimpang atau “empon-empon (rhizomad) dipanen pada
waktu pertumbuhan maksimal dan bagian di atas tanah
sudah mulai mengering,yaitu pada permulaan musim
kemarau.
3) Proses Pembuatan Simplisia
Setelah dilakukan pemanenan bahan baku simplisia, maka
tahapan penanganan pasca panen adalah sebagai berikut.
a) Sortasi basah. Tahap ini perlu dilakukan karena bahan baku
simplisia harus benar dan murni, artinya berasal dari
tanaman yang merupakan bahan baku simplisia yang
dimaksud, bukan dari tanaman lain. Dalam kaitannya
dengan ini, perlu dilakukan pemisahan dan pembuangan
bahanorganik asing atau tumbuhan atau bagian tumbuhan
lain yang terikut.Bahan baku simplisia juga harus bersih,
89
artinya tidak boleh tercampur dengan tanah, kerikil, atau
pengotor lainnya (misalnya serangga atau bagiannya).
b) Pencucian. Pencucian seyogyanya jangan menggunakan air
sungai,karena cemarannya berat. Sebaiknya digunakan air
dari mata air, sumur,atau air ledeng (PAM). Setelah dicuci
ditiriskan agar kelebihan air cucian mengalir. Kedalam air
untuk mencuci dapat dilarutkan kalium permanganat
seperdelapan ribu, hal ini dilakukan untuk menekan angka
kuman dan dilakukan untuk pencucian rimpang.
c) Perajangan. Banyak simplisia yang memerlukan perajangan
agar proses pengeringan berlangsung lebih cepat.
Perajangan dapat dilakukan “manual” atau dengan mesin
perajang singkong dengan ketebalan yang sesuai. Apabila
terlalu tebal maka proses pengeringan akan terlalu lamadan
kemungkinan dapat membusuk atau berjamur. Perajangan
yang terlalutipis akan berakibat rusaknya kandungan kimia
karena oksidasi ataureduksi. Alat perajang atau pisau yang
digunakan sebaiknya bukan dan besi (misalnya “stainless
steel” eteu baja nirkarat).
d) Pengeringan. Pengeringan merupakan proses pengawetan
simplisia sehingga simplisia tahan lama dalam
penyimpanan. Selain itu pengeringan akan menghindari
teruainya kandungan kimia karena pengaruh
enzim.Pengeringan yang cukup akan mencegah
pertumbuhan mikroorganisme dan kapang (jamur). Jamur
Aspergilus flavus akan menghasilkan aflatoksin yang sangat
beracun dan dapat menyebabkan kanker hati,senyawa ini
sangat ditakuti oleh konsumen dari Barat. Menurut
persyaratan obat tradisional tertera bahwa Angka khamir
atau kapang tidak Iebih dari 104. Mikroba patogen harus
negatif dan kandungan aflatoksin tidak lebih dari 30 bagian
90
per juta (bpj). Tandanya simplisia sudah kering adalah
mudah meremah bila diremas atau mudah patah. Menurut
persyaratan obat tradisional pengeringan dilakukan sampai
kadar air tidak lebih dari 10%. Cara penetapan kadar air
dilakukan menurut yang tertera dalam Materia Medika
Indonesia atau Farmakope Indonesia. Pengeringan
sebaiknya jangan di bawah sinar matahari langsung,
melainkan dengan almari pengering yang dilengkapi dengan
kipas penyedot udara sehingga terjadi sirkulasi yang baik.
Bila terpaksa dilakukan pengeringan di bawah sinar
matahari maka perlu ditutup dengan kain hitam untuk
menghindari terurainya kandungan kimia dan debu. Agar
proses pengeringan berlangsung lebih singkat bahan harus
dibuat rata dan tidak bertumpuk.Ditekankan di sini bahwa
cara pengeringan diupayakan sedemikian rupasehingga
tidak merusak kandungan aktifnya.
e) Sortasi kering. Simplisia yang telah kering tersebut masih
sekali lagidilakukan sortasi untuk memisahkan kotoran,
bahan organik asing, dansimplisia yang rusak karena
sebagai akibat proses sebelumnya.
f) Pengepakan dan penyimpanan. Bahan pengepak harus
sesuai dengan simplisia yang dipak. Misalnya simplisia
yang mengandung minyak atrisi jangan dipak dalam wadah
plastik, karena plastik akan menyerap bau bahan tersebut.
Bahan pengepak yang baik adalah karung goni atau karung
plastik. Simplisia yang ditempatkan dalam karung goni atau
karung plastik praktis cara penyimpanannya, yaitu dengan
ditumpuk. Selain itu, cara menghandelnya juga mudah serta
cukup menjamin dan melindungi simplisia di dalamnya.
Pengepak lainnya digunakan menurut keperluannya.
Pengepak yang dibuat dari aluminium atau kaleng dan
91
sengmudah melapuk, sehingga perlu dilapisi dengan plastik
atau malam atauyang sejenis dengan itu.Penyimpanan
harus teratur, rapi, untukmencegah resiko tercemar atau
saling mencemari satu sama lain, serta untuk memudahkan
pengambilan, pemeriksaan, dan pemeliharaannya.Simplisia
yang disimpan harus diberi label yang mencantumkan
identitas,kondisi, jumlah, mutu, dan cara penyimpanannya.
Adapun tempat atau gudang penyimpanan harus memenuhi
syarat antara lain harus bersih,tentutup, sirkulasi udara baik,
tidak lembab, penerangan cukup biladiperlukan, sinar
matahari tidak boleh leluasa masuk ke dalam
gudang,konstruksi dibuat sedemikian rupa sehingga
serangga atau tikus tidak dapat Ieluasa masuk, tidak mudah
kebanjiran serta terdapat alas dari kayu yang baik (hati-hati
karena balok kayu sangat disukai rayap) atau bahan lain
untuk meletakkan simplisia yang sudah dipak tadi.
Pengeluaran simplisia yang disimpan harus dilaksanakan
dengan cara mendahulukan bahan yang disimpan Iebih awal
(“First in — First out” = FIFO).
4) Pemeriksaan mutu
Pemeriksaan mutu simplisia sebaiknya dilakukan secara
periodik, selain juga harus diperhatikan untuk pertama kali
dilakukan yaitu pada saat bahan simplisia diterima dari pengepul
atau pedagang Iainnya. Buku pedoman yang digunakan sebagai
pegangan adalah Materia Medika Indonesia atau Farmakope
Indonesia.Agar diperoleh simplisia yang tepat, sebaiknya
dilakukan arsipasi simplisia sebagai standar intern atau
pembanding. Mengenai pemeriksaan mutu, dalam benak kami
menginginkan adanya Iaboratorium pemeriksaan mutu
simplisiaatau obat tradisional yang terakreditasi serta dapat
melayani kebutuhan pemeriksaan mutu dari produsen obat
tradisional. Setelah pemeriksaan mutu danternyata sesuai
standar obat herbal maka obat herbal dapat digunakan untuk
kesehatan.
92
b. Ekstrak
1) Definisi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia
yang terdapat didalam bahan alam atau berasal dari dalam sel
dengan menggunakan pelarut dan metodeyang tepat. Sedangkan
ekstrak adalah hasil dari proses ekstraksi, bahan yang diekstraksi
merupakan bahan alam.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV,Ekstrak adalah
sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditentukan.
Sebagian besarekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku
obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan
secara destilasi dengan menggunakan tekanan.
2) Prinsip Ekstraksi
Pada prinsipnya ekstraksi adalah melarutkan dan menarik
senyawa dengan menggunakan pelarut yang tepat. Ada tiga
tahapan proses pada waktu ekstraksiyaitu:
1) Penetrasi pelarut kedalam sel tanaman dan pengembangan
sel
2) Disolusi pelarut ke dalam sel tanaman dan pengembangan
sel
3) Difusi bahan yang terekstraksi ke luar sel.
Proses diatas diharapkan terjadinya kesetimbangan antara
linarut dan pelarut. Kecepatan untuk mencapai kesetimbangan
umumnya tergantung padasuhu, pH, ukuran partikel dan gerakan
partikel. Prinsip yang utama adalah yang berkaitan dengan
kelarutan, yaitu senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut
polar dan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam pelarut
nonpolar.
3) Metode-metode Ekstraksi
Ada beberapa macam cara untuk melakukan ekstraksi
berdasarkan bahan yangakan kita ambil diantaranya:
a) Berdasarkan energy yang digunakan\
93
Terbagi menjadi ekstraksi cara panas dan ekstraksi cara
dingin.ekstraksicara panas entara lain reflukx, soxhlet,
destilasi, infusa, dekokta.Sedangkan ekstraksi cara dingin
antara lain pengocokan, maserasi, perkolasi.
Ekstraksi cara panas lebih cepat untuk mendapatkan
senyawa yangdiinginkan karena panas akan memperbesar
kelarutan suatu senyawa.Sedangkan untuk ekstraksi cara
dingin dikhususkan untuk senyawa yangtidak tahan
terhadap pemanasan.
Kelemahan ekstraksi cara panas terkadang akan
terbentuk suatusenyawa baru akibat peningkatan suhu
menjadi senyawa yang berbeda.Makadaripada itu untuk
senyawa yang diperkirakan tidak stabil makadigunakanlah
ekstraksi cara dingin.
94
c) Untuk molekul yang tidak terionisasi terjadi mekanisme
pemmbentukan pasanga ion dengan pelarut sebagai donor
atau akseptor pelarut.
d) Dalam hal dua senyawa berstruktur berdekatan kelarutannya
merupakanfungsi dari tekanan uap dari titik lelehnya.
Penggolongan pelarut berdasarkan polaritas, berdasarkan
gugus fungsi,dan berdasarkan bahan organic dan non
organiknya. Syarat-syarat pelarut adalah sebagai berikut:
a) Kapasitas besar
b) Selektif
c) Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik
didihnya cukup rendah). Cara memperoleh penguapannya
adalah dengan cara penguapan diatas penangas air dengan
wadah lebar pada temperature 600 c, destilasi, dan
penyulingan vakum.
d) Harus dapat diregenerasi
e) Relative tidak mahal
f) Non toksik, non korosif, tidak memberikan kontaminasi
serius dalamkeadaan uap
g) Viskositas cukup rendah
5) Urutan Ekstraksi
Secara umum, ekstraksi dilakukan secara berturut-turut
mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu dengan pelarut
yang kepolarannya menengah (diklormetan,kloroform)
kemudian dengan pelarut polar (etanol atau metanol). Dengan
demikian, akan dieroleh ekstrak awal (crude extract) yang secara
berturut-turut mengandung senyawa nonpolar, kepolaran
menengah, dan senyawa polar.Pengekstraksian dengan senyawa
nonpolar biasanya diperlukan juga sebagai pengawalemakan
(deffating) sebelum diekstraksi dengan pelarut yang sesuai
(ekstrak yang diperoleh bersifat bebas lemak).
Selanjutnya adalah penghilangan pelarut organic atau
pelarut air yang digunakan, pelarut tersebut harus dihilangkan
95
atau diperkecil volumenya. Untuk pelarut organic biasanya
dilakukan dengan penguapan putar vakum. Sedang kanuntuk
pelarut air biasanya dilakukan dengan pengering bekuan (freeze-
drying).Mula-mula ekstrak dihilangkan pelarut organiknya
kemudian dibekukan dalam wadah kaca khusus dan bahan yang
beku.
6) Parameter Ekstraksi
Dalam memperoleh ekstraksi yang baik harus diperhatikan
parameter-parametersebagai berikut;
a) Parameter Nonspesifik
(1) Parameter susut pengeringan
Adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan
pada temperature105 0 c selama 30 menit atau sampai
berat konstan, yang dinyatakan sebagai nila prosen.
Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung
minyak menguap/atsiri dan sisa pelarut organic
menguap) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air
karena berada diatmosfer/lingkungan udara terbuka.
Tujuannya adalah untuk memberikan batasan maksimal
(rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada
proses pengeringan. Nilai atau rentang yang
diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi.
(2) Parameter bobot jenis
Adalah masa per satuan volume pada suhu kamar
tertenru (25oC) yang ditentukan dengan alat khusus
piknometer atau alat lainnya. Tujuannya untuk
memberikan batasan tentang besarnya masa persatuan
volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair
sampai ekstrak pekat (kental) yang masih dapat
dituang. Nilai atau rentang yang diperbolehkan terkait
dengan kemurnian dan kontaminasi.
(3) Kadar air
Pengukuran kandungan air yang berada didalam
bahan, dilakukandengan cara yang tepat diantara cara
titrasi, destilasi atau gravimetric. Tujuannya untuk
memberikan batasan minimal atau rentang tentang
besarnya kandungan air didalam bahan. Nilai atau
96
rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurnian
dan kontaminasi.
(4) Kadar abu
Bahan dipanaskan pada temperature dimana
senyawa organic dan turunannya terdestruksi dan
menguap, sehingga menyisakan unsure mineral dan
anorganik. Tujuannya adalah untuk memberikan
gambaran kandungan mineral internal dan eksternal
yang berasal dari proses awal sampai terbantuk ekstrak.
Nilai atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan
kemurnian dan kontaminasi.
(5) Sisa pelarut
Menentukan kandungan sisa pelarut tertenru (yang
memang ditambahkan) yang secara umum dengan
kromatografi gas. Untukekstrak cair berarti kandungan
pelarutnya, misalnya kadar alcohol. Tujuannya adalah
memberikan jaminan bahwa selama proses
tidakmeninggalkan sisa pelarut yang memang
seharusnya tidak boleh ada.Sedangkan untuk ekstrak
cair menunjukkan jumlahh pelarut (alcohol) sesuai
denngan yang ditetapkan. Nilai atau rentang yang
diperboleh kanterkait dengan kemurnian dan
kontaminasi.
(6) Residu pestisida
Menentukan kandungan sisa pestisida yang
mungkin saja pernah ditambahkan atau
mengkontaminasi pada bahan simplisia pembuat
ekstrak. Tujuannya untuk memberukan jaminan bahwa
ekstrak tidak mengandung pestisida melebihi nilai yang
ditetapkan karena berbahaya bagi kesehatan. Nilai atau
rentang yang diperboleh kanterkait dengan kemurnian
dan kontaminasi.
(7) Cemaran logam berat
Menentukan kandungan logam berat secara
spektroskopi serapan atomatau lainnya yang lebih
valid. Tujuannya untuk memberikan jaminan bahwa
ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu (Hg,
Pb, Cd, dll) melebihi nilai yang ditetapkan karena
berbahaya bagi kesehatan. Nilai atau rentang yang
97
diperbolehkan terkait dengan kemurnian dan
kontaminasi.
(8) Cemaran mikroba
Menentukan adanya mikroba yang pathogen secara
analisis mikrobiologis. Tujuannya untuk memberikan
jaminan bahwa ektrak tidak boleh mengandung
mikroba pathogen dan tidak mengandung mikroba non
pathogen melabihi batas yang ditetapkan karena
berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan berbahaya bagi
kesehatan. Nilai atau rentang yang diperbolehkan
terkait dengan kemurnian dan kontaminasi.
b) Parameter Spesifik
(1) Identitas
Meliputi deskripsi tata nama (nama ekstrak, nama
latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan,
nama tumbuhan indonesia) dan dapat mempunyai
senyawa identitas.Tujuannya untuk memberikan
identitas objektif dari nama dan spesifik dari senyawa
identitas.
(2) Organoleptik
Meliputi penggunaan panca indra untuk
mendeskripsikan bentuk (padat, serbuk-kering, kental,
cair, dll), warna (kuning, coklat, dll), bau(aromatic,
tidak berbau, dll), rasa (pahit, manis, kelat, dll). Dengan
tujuan untuk pengenalan awal yang sederhana.
(3) Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Melarutkan pelarut ekstrak dengan pelarut (alcohol
atau air) untuk ditetapkan jumlah solute yang identik
dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetric.
Dalam hal tertentu dapat diukursenyawa terlarut dalam
palarut lain misalnya heksana, diklormetan,metanol.
Tujuannya untuk memberikan gambaran awal jumlah
senyawa kandungan.
c) Uji Kandungan Kimia Ekstrak
(1) Pola kromatogram
Ekstrak ditimbang, diektraksi dengan pelarut dan
cara tertentu,kemudian dilakukan analisis kromatografi
sehingga memberikan polakromatogram yang khas.
98
Tujuannya adalah memberikan gambaranawal
komposisi kandungan kimia berdasarkan pola
kromatografi(KLT, KCKT, KG).
(2) Kadar total golongan kandungan kimia
Dengan penerapan metode spektrofotometri,
titrimetri, volumetric,gravimetric atau lainnya. Dapat
ditetapkan kadar golongan kandungankimia. Metode
harus sudah teruji validitasnya, terutama selektivitas
dan batas linieritas. Ada beberapa golongan kandungan
kimia yang dapat dikembangkan dan ditetapkan
metodenya, yaitu golongan:minyak atsiri, steroid,
tannin, flavonoid, triterpenoid (saponin),alkaloid,
antrakinon. Tujuannya adalah untuk memberikan
informasi kadar golongankandungan kimia sebagai
parameter mutu ekstrak dalam kaitannya dengan efek
farmakologis.
(3) Kadar kandungan kimia tertentu
Dengan tersedianya suatu kandungan kimia yang
berupa senyawa identis atau senyawa kimia utama
ataupun kandungan kimia lainnya,maka secara
kromatografi instrumental dapat dilakukan penetapan
kadar kandungan kimia tertentu. Instrument yang dapat
digunakan adalah Densitometer, Kromatografi Gas,
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau instrument lain
yang sesuai. Metode penetapan kadar harus diuji dahulu
validitasnya, yaitu batas deteksi, selektivitas,
linieritas,ketelitian, ketepatan dan lain-lain.
Tujuannya adalah untuk memberikan data kadar
kandungan kimia tertentu sebagai senyawa identitas
atau senyawa yang diduga bertanggung jawab pada
efek farmakologi.Contohnya adalah penetapan kadar
andrografolid dalam ekstrak sambiloto secara HPLC
atau penetapan kadar pinostorbin dalam ekstrak temu
kunci secara densitometry.
2. Hasil Produksi Herbal Medicine
Herbal Medicine merupakan salah satu warisan nenek moyang atau
leluhur yang secara turun temurun dipergunakan dalam proses mencegah,
mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan penyakit, luka dan
mental pada manusia atau hewan. Sebagai warisan nenek moyang yang
99
dipergunakan secara turun temurun maka perlu kiranya dikembangkan
dan diteliti agar dapat dipertanggungjawabkan secara medis. Penelitian
herbal medicine dalam hal ini dikhususkan pada tanaman (herbal) karena
saat ini yang berkembang pesat adalah obat tradisional yang berasal dari
tanaman atau tumbuhan obat yang banyak tumbuh dan dikembangkan
atau dibudidayakan di Indonesia (herbal).
Pemanfaatan tanaman obat secara langsung dapat memperbaiki
status gizi, sarana pemerataan pendapatan, pelestarian alam, gerakan
penghijauan dan keindahan. Ramuan atau racikan obat tradisional
bersifat konstruktif sehingga untuk mendapatkan hasil yang optimal atau
sembuh bila obat herbal dikonsumsi secara rutin dan dalam waktu yang
cukup panjang bila dibandingkan dengan penggunaan obat sintetis atau
obat modern. Efek samping obat tradisional tidak sama dengan obat
sintetis karena pada tanaman obat terdapat suatu mekanisme penangkal
atau mampu menetralkan efek samping tersebut , disebut juga “SEES “ (
Side Effect Eliminating Subtanted). Akan tetapi kelemahan dari obat
tradisional juga ada yaitu sampai saat ini belum begitu banyaknya
tersedia bahan baku, belum terstandarisasi dan tidak semua bahan atau
ramuan telah teruji secara klinis atau pra-klinis. Ramuan obat tradisional
kebanyakan bersifat higrokospis akibatnya mudah tercemar oleh berbagai
jenis mikroorganisme yang patogen ( Lestrari, 2018).
Secara umum tanaman obat dikelompokkan menjadi 3 kelompok
besar yaitu :
a. Tanaman obat tradisional : yaitu tanaman yang dketahui dan
dipercaya masyarakat tertentu secara turun menurun dan memiliki
khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional. Contoh tanaman Purwaceng (Pimpinella sp.) dipercaya
oleh masyarakat Dieng sebagai bahan penambah gairah sex
(afrodosiax).
b. Tanaman obat modern, tanaman yang secara ilmiah telah dibuktikan
mengandung senyawa atau bahan kimia aktif yang berkhasiat
sebagai obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan
secara medis. Contoh : meniran (Phyllanthus niruri) yang telah
dikemas sebagai obat penambah daya tahan tubuh pada anak (
Imunomodulator).
100
c. Tanaman obat potensial, tanaman yang diduga mengandung atau
memiliki senyawa aktif berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan
penggunaannya secara ilmiah-medis sebagai bahan obat-obatan.
Contoh buah mengkudu dan temu kunci( Adi P, 2016, Hidayat,
2018).
Penelitian tanaman obat tradisional dalam upaya untuk
mempertanggungjawabkan bioaktivitasnyasecara ilmiah atau medis dan
pencarian bahan obat baru atau sediaan obat baru terus berkembang.
Upaya ini dilakukan dengan cara eksplorasi sumber daya alam (SDA),
baik yang ada di darat, air, hutan, dataran rendah dan dataran tinggi.
Sumber daya alam yang diteliti atau dieksplorasi dapat berupa
mikroorganisme (yang dapat menghasilkan metabolit sekunder),
tanaman, hewan dan biota laut. Akan tetapi yang berkembang pesat saat
ini adalah penelitian tanaman obat (herbal) karena kembalinya
masyarakat yang banyak menggunakan obat herbal dalam mengurangi
dan menyembuhkan penyakitnya. Langkah awal penelitian tanaman obat
dalam menemukan obat baru atau senyawa baru didasari atau dipandu
oleh pengalaman-pengalaman masyarakat baik yang tertulis maupun tak
tertulis dalam menggunakan SDA sebagai obat tradisional secara turun
menurun yang dikenal dengan etnomedicine atau etnofarmakologi atau
etnobotani. Secara garis besarnya penelitian atau eksplorasi SDA dalam
upaya untuk menemukan obat atau bahan obat atau senyawa obat yang
baru biasanya melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a. Ekstraksi dengan beberapa pelarut
b. Uji biaktivitas atau uji farmakologis ekstrak
c. Skrening fitokimia
d. Isolasi senyawa yang diduga aktif
e. Uji farmakologis isolat
f. Penentuan struktur isolat aktif
g. Modifikasi struktur isolat aktif (QSAR= Quantitative Structure
Activity of Relationship)
101
h. Uji farmakologis senyawa hasil modifikasi
i. Pre-formulasi senyawa aktif untuk uji pra klinik
Langkah-langkah di atas masih dianggap konvensional dan
membutuhkan waktu yang lama (8-10 tahun) sampai uji klinik agar
menjadi fitofarmaka, bahkan 10-12 tahun sampai terbentuk produk yang
siap dipasarkan. Hal inilah yang menyebabkan para peneliti membuat
atau melakukan konsep baru agar lebih efisien dan efektif. Salah satunya
adalah konsep baru yang dikembangkan oleh unit LITBANG perusahan
farmasi MERCK, GLAXO, TIGER dan lain-lain. Adapun konsep baru
atau teknik baru tersebut adalah High Throughput Screening (HTS)
Technique. High Throughput Screening (HTS) Technique merupakan
teknik interaksi biomolekuler antara protein target/reseptor suatu
penyakit dengan senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak tanaman obat
(SDA). Protein target suatu penyakit dapat dibuat/disintesis dengan
menggunakan teknik rekayasa genetik atau mengisolasi pada penyakit
tertentu dan dikembangkan dalamkultur jaringan berdasarkan informasi
genetik yang diperoleh dari aktivitas penelitian analisis genom,
sedangkan ekstrak SDA dapat diekstraksi terhadap keanekaragaman
hayati yang ada. Adapun kunci atau langkah-langkah dari HTS ini adalah
a. Aktivitas Analisis genom (protein target)
b. Keanakaragaman hayati (ekstrak)
c. HTS.
Aktivitas analisis genom yang saat ini dikerjakan di dunia farmasi
dikenal sebagai Human Genum Project (HGP) atau Proyek Genom
Manusia yang merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk menentukan
seluruh urutan nukleotida gen manusia yang berjumlah kira-kira 3x109
pasang basa, dan bersamaan dengan ini dapat diidentifikasi 100.000 gen
yang merupakan faktor penentu kelangsungan hidup manusia. Dengan
diketahuinya fungsi dari setiap gen manusia yang menyandi fungsi
biologis atau penyakit yang diderita oleh manusia maka dengan
sendirinya dapat diidentifikasi gen-gen yang berperan dalam penyakit
102
yang terjadi dan selanjutnya dapat dikembangkan strategi untuk
diagnostik, pengobatan dan pencegahan. Teknologi HTS merupakan
perkembangan dalam teknik instrumentasi Biomolecule Interaction
Analisys (BIA), dimana dalam teknik ini akan terjadi interaksi fisiko
kimia maupun imunokimia. Interaksi molekul yang terjadi antara suatu
bahan aktif dalam suatu ekstrak dengan molekul target melalui teknik
HTS disebut dengan Hit. Uji yang sangat sensitif ini memungkinkan
dilakukan throughhput dengan microtiter plate menggunakan ELISA
(Enzyme Linked Immunosorbent Assay) atau SPA (Scintillation Proximity
Assay). Apabila dengan teknik HTS ini telah terjadi hit, maka dilanjutkan
dengan isolasi senyawa aktifnya, karakterisasi atau identifikasi struktur,
uji farmakologis lanjut sehingga akhirnya menghasilkan senyawa tunggal
yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi bahan obat baru (lead
compound. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian
dan pengembangan obat tradisional adalah :
a. Pengembangan teknologi untuk sebagian besar produksi obat-obatan.
b. Pengembagnan standard kontrol kualitas baik untuk bahan baku
maupun produk jadi.
c. Pengembangan formulasi baru dan bentuk sediaan yang dibuat
khusus untuk kondisi iklim sekarang dan disesuaikan dengan bahan
baku lokal yang tersedia.
d. Perpaduan antara teknologi yang diperoleh dan pengembangannya
secara kontinyu untuk menghasilkan produk yang kompetitif.
e. Bioekivalensi, bioavailabilitas dan studi farmakokinetik pada
pengembangan bentuk sediaan.
f. Pencarian sumber-sumber tanaman baru untuk obat-obat yang telah
dikenal dan obat baru yang menggunakan tanaman lokal yang
tersedia. Keadan yang terjadi pada sebagian besar negara-negara
berkembang,
Keaadan yang terjadi pada sebagian besar negara-negara
berkembang, produksi ekstrak dan fraksi tanaman yang telah
103
distandardisasi menempati prioritas yang lebih tinggi daripada zat aktif
murni, karena hanya dibutuhkan teknologi yang sederhana, karena itu
harga produknya menjadi lebih rendah, asalkan hasil uji toksikologi
menunjukkan bahwa produk tersebut aman. Selanjutnya dilakukan
penelitian untuk mengetahui komposisi kimiawi dari fraksi campuran dan
aksi farmakologis dari masing-masing kandungan untuk meyakinkan
keamanan dan kompetibilitasnya. Ilmu kimia sangat penting perannya
dalam penelitian dan pengembangan obat tradisional agar dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah ataupun medis. Adapun peran ilmu
kimia dalam penelitian dan pengembangan obat tradisional adalah
a. Eksplorasi dalam penemuan senyawa obat atau bahan obat baru
Peran ilmu kimia atau tenaga kimia dalam hal ini adalah
ekstraksi bahan tanaman obat dengan berbagai pelarut berdasarkan
sehingga terbentuk bank ekstrak. Selanjutnya dilakukan Uji
farmakologis dari ekstrak tersebut baik ekstrak tunggal maupun
campuran ekstrak. Uji farmakologis ini dapat dilakukan berdasarkan
formula-formula yang sudah biasa dilakukan di masyarakat dalam
pengobatan tradisional atau formula-formula yang telah dibukukan,
seperti pada Buku Usada Bali Taru Premana, Ayur Veda, Cabe
Puyang Warisan Nenek Moyang dan lain-lain. Uji farmakologis ini
merupakan uji awal untuk keaktifan suatu ekstrak tanaman obat.
Setelah terbukti aktif selanjutnya dilakukan skreening fitokimia atau
kandungan kimia dari ekstrak aktif tersebut. Kandungan kimia dari
ekstrak aktif ini diisolasi atau dipisahkan senyawa-senyawanya
sehingga dapat diketahui seberapa besar kandungan kimia dan
selanjutnya dikembangkan menjadi sediaan obat. Kalau kandungan
kimianya cukup besar (>2%), maka ekstrak ini dapat dikembangkan
sebagai obat modern, kalau kandungannya kecil maka ekstrak ini
dapat dikembangkan sebagai obat herbal terstandarisasi dan
fitofarmaka. Kandungan kimia yang cukup besar dapat dikembang
lebuh lanjut metoda QSAR (Quantitative Structure of Activities
104
Relationship) dengan sistem penambahan gugus fungsi yang dapat
meningkatkan aktivitas senyawa obat tersebut. Ekstrak yang aktif ini
dapat dilakukan uji pra klinik pada hewan coba dan uji toksisitasnya.
b. Penyiapan bahan baku obat
Bahan baku obat secara umum dapat berupa simplisia dan
ekstrak. Penyiapan bahan baku berupa simplisia harus sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan, salah satu diantaranya adalah kehalusan
serbuk yang nantinya akan mempengaruhi kualitas ekstrak. Semakin
halus serbuk bahan baku obat semakin berkualitas semakin banyak
ekstrak yang didapatkan karena luas permukaan akan semakin besar
memudahkan pelarut pengekstrak mengekstrak senyawa aktifnya.
Peran ilmu kimia di sini lebih banyak pada pembuatan ekstrak yang
terstandarisasi berdasarkan farmakope indonesia. Kualitas ekstrak
yang terstandarisasi dipengaruhi dalam proses pembuatannya. Dalam
hal inilah diperlukan peran ilmu kimia dalam hal :
1) Menentukan pelarut yang dipergunakan dalam membuat ekstrak
sehingga diperoleh senyawa aktif yang maksimal (rendemen
yang diperoleh. Dalam hal ini diprrlukan pengetahuan tentang
istilah “like disolved like” atau larut berdasarkan kemiripan
sifat sifat yaitu kita harus mengetahui kepolaran atau kemiripan
sifat antara senyawa aktif dengan pelarut yang dipakai untuk
mengekstraknya. Senyawa polar akan larut dalam pelarut polar,
senyawa semi polar akan larut pada pelarut semi polar dan yang
non polar akan larut dalam non polar. Demikian pula halnya
dalam mengetahui identitas ekstrak berdasarkan senyawa
aktifnya. Perlu juga diperhatikan bagian tanaman segar yang
akan diekstrak, kalau umbi biasanya banyak lemaknya sehingga
perlu dipisahkan lemaknya terlebih dahulu dengan pelarut non
polar (n-heksana) sehingga nantinya lemak tidak mengganggu
tahap-tahap berikutnya yang dapat mengganggu kualitas ekstrak.
2) Sifat sediaan ekstrak
105
Penggunaan ekstrak kering sebagai sediaan obat harus
memperhatikan kelarutannya, warna, bau dan toksisitasnya.
Pengujian warna sediaan didasari atas warna ekstrak standar
atau suatu zat pembanding tertentu. Pengujian warna bisa
digunakan metoda spektroskopi pada panjang gelombang
tertentu.
3) Pengujian identitas ekstrak
Pengujian identitas ini dapat dilakukan secara kualitatif
dengan menggunakan reaksi pengendapan (misalnya : uji
alkaloid dengan pereaksi Dragendorf, Meyer) atau reaksi warna
tertentu (misalnya : uji terpenoid / steroid dengan reaksi warna
Leiberman – Burchard; uji flavonoid dengan pereaksi warna
Wilstatter dan Bate Smith), atau dengan metoda kromatografi
lapis tipis (KLT) dengan melihat kromatogram secara
keseluruhan (fingerprint) atau dengan Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi (KCKT) atau HPLC atau Kromatografi Gas.
4) Pengujian Kemurnian
Ekstrak atau sediaan Pengujian dalam hal ini dikhususkan
pada pengujian terhadap senyawa- senyawa ikutan (pengotor)
yang dihasilkan pada saat proses pembuatan ekstrak dari tahap
awal sampai tahap akhir (misalnya zat warna, zat hasil hidrolisis
enzim dan lain-lain).
5) Kadar air ekstrak
Kadar air ini dapat dilakukan dengan metoda oven. Kadar
air yang relatif tinggi pada sediaan ekstrak kering (mengandung
gula /glikosida) akan mempengaruhi stabilitas sediaan karena
kemungkinan terjadinya hidrolisis enzim, atau tumbuhnya
mikroorganisme patogen.
6) Kadar logam berat
Kadar logam berat perlu ditentukan untuk menghindari efek
yang tidak diinginkan. Kadar logam berat secara total maupun
106
secara individual dapat ditentujan dengan Spektrofotometer
Serapan Atom (AAS)/
7) Kadar .senyawa logam anorganik
Kadar logam dalam hal ini biasanya di hasilkan pada saat
proses pembuatan akibat wadah atau peralatan yang dipakai.
Kadar lodam anorganik dapat ditentukan dengan AAS
8) Kadar residu pestisida
Residu pestisida diperkirakan ada pada simplisia yang
dipergunakan dalam pembuatan ekstrak. Residu pestisida
diperkirakan secara sengaja atau tidak sengaja ada pada saat
budidaya tanaman obat atau akumulasi pada tanah tempat
pembudidayan. Untuk memperkecil adanya residu pestisida
disyarakan agar tidak mempergunakan pestisida mulai saat
pembenihan sampai saat pemanenan bahan simplisia tanaman
obat atau memakai bahan-bahan organik. Kadar residu pestisida
dapat ditentukan dengan HPLC.(High Peforman Liquid
Chromatography) atau KCKT (Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi).
9) Kontaminan alkali dan asam
Adanya kontaminan alkali atau asam akan mempengaruhi
kualitas, warna atau stabilitas ekstrak. Prosedur sederhana yang
biasa dipergunakan untuk pengujian ini adalah dengan
mengukur pH sediaan dalam bentuk larutan dalam air atau
suspensi dengan mempergunakan kertas indikator maupun pH
meter (pH meter merupakan alat yang lebih cocok bila
dibanding dengan kertas indikator, karena warna kertas
indikator dapat terpengaruh dengan warna dari sediaan).
10) Metode pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak yang sesuai standar atau ekstrak obat
terstandarisasi harus memperhatikan metoda-metoda dalam
pembuatan ekstrak agar ekstrak yang diperoleh mengandung
107
bahan aktif yang maksimal. Adapun metoda yang dipakai dalam
pembuatan ekstrak adala sebagai berikut :
a) Maserasi adalah proses pengekstraksian simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali perendaman
atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar) dan
didiamkan selama lebih kurang 24 jam baru kemudian
disaring, selanjutnya cairan ekstrak yang diperoleh
dipekatkan dengan rotari evapourator hingga diperoleh
ekstrak kental atau kering.
b) Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru
(kontinu/mengalir) yang pada umumnya dilakukan pada
temperatur ruangan/kamar atau perkolasi sebenarnya
(penetesan / penampungan ekstrak), terus menerus sampai
diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
c) Soxhletasi adalah penyarian atau ekstraksi menggunakan
pelarut baru yang dilakukan dengan alat khusus sehingga
terjadi eketraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif
konstan. Sirkulasi dilakukan 3-6 kali atau sampai tetesan
yang keluar dari timbel (letak sampel) jernih, ekstraksi
dianggap sempurna.
d) Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur
titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali (sirkulasi) sehingga dapat termasuk
proses ekstraksi sempurna.
e) Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada
temperatur penangas air (bejana infusa tercelup dalam
penangas air mendidih, temperatur terukur 90oC) selama
waktu tertentu (15 menit). Hasil yang diperoleh berupa
cairan infus yaitu sediaan cair yang dibuat dengan
108
mengekstraksi simplisia nababi dengan air pada suhu 90oC.
Pembuatan campur simplisia dengan derajat halus yang
sesuai dalam panci dengan air secukupnya, panaskan di atas
tangas air selama 15 menit mulai suhu 90oC sambil sekali-
sekali diaduk. Saring selagi panas melalui kain flanel,
tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga
diperoleh volume infus yang dikehendaki.
f) Dekokta adalah infundasi pada waktu yang lebih lama (30
menit). Hal ini dilakukan untuk memperoleh kandungan
senyawa yang lebih banyak dalam sari.
g) Destilasi uap adalah ekstraksi untuk senyawa yang mudah
menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia)
dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial
senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel
secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan
kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan
menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama
senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah
sebagian.
c. Standarisasi obat
Standardisasi suatu sediaan obat (ekstrak atau simplisia) tidaklah
sulit bila senyawa aktif yang berperan telah diketahui dengan pasti.
Pada prinsipnya standardisasi dapat didasarkan atas senyawa aktif,
kelompok senyawa aktif maupun atas dasar senyawa karakter (bila
senyawa aktif belum diketahui dengan pasti). Bila digunakan
senyawa karakter pada upaya standardisasi, maka dalam hal ini
hanyalah bertujuan untuk dapat membantu menentukan kualitas
bahan obat tersebut. Senyawa karakter yang dipakai haruslah
spesifik dan digunakan selama senyawa aktif belum diketahui
dengan pasti. Standardisasi dapat dilakukan seara fisika, kimia,
maupun biologik. Pada prinsipnya standardisasi suatu bahan obat /
109
sediaan obat dilakukan mulai dari bahan baku sampai dengan
sediaan jadi (mulai dari proses penanaman sehingga akan terwujud
suatu homogenoitas bahan baku). Berdasarkan hal inilah standarisasi
obat tradisional dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu :
1) Standarisasi bahan Sediaan (simplisia atau ekstrak
terstandar/bahan aktif diketahui kadarnya)
2) Standarisasi produk Kandungan bahan aktif stabil atau tetap
3) Standarisasi proses Metoda, proses dan peralatan dalam
pembuatan sesuai dengan CPOBT
d. Uji bioaktivitas
Uji Bioaktivitas dapat dilakukan secara in vitro (di luar sel)
maupun in vivo (di dalam sel). Seperti misalnya uji antioksidan dapat
dilakukan secara in vitro dengan mengukur persen peredaman
(%IC50) dari senyawa aktif dengan radikal bebas DPPH. Kalau
persen peredamannya >50% maka senyawa tersebut mempunyai
aktivitas sebagai antioksidan. Uji Antiokaidan secara in vivo dapat
dilakukan dengan hewan coba dengan menganalisis marker
antioksidan yaitu aktivitas enzim Super Oksida Dismutase (SOD),
Katalase, , Glutation Peroksidase (GPx),kadar Malondialdehid
(MDA) dan 8-hidroksi-deoksi-guanosin (8-OHdG). Uji bioaktivitas
dapat dilakukan dengan metoda Enzym Linked Immunosorben
Assay (ELISA) dan imunohistokimia.
110
Aspergillus 10% sedangkan Aspergillus riger dan
Aspergillus terreus sebanyak 2 %. Aspergillus sp., seperti
penicillium berasal dari ordo yang sama yaitu Hypomycetes.
Aspergillus sp. membentuk badan spora yang disebut konidium
dengan tangkainya konidiofor. Aspergillus sp. memiliki ciri khas
yaitu memiliki sterigma primer dan sterigma sekunder karena
phialidesnya bercabang 2 kali. Salah satu contoh jamur ini adalah
Aspergillus orizae yang digunakan untuk pembuatan tempe dan
Aspergillus flavus yang memproduksi aflatoxin, zat karsinogenik
terkuat yang pernah ditemukan (Robinson, 2012).
Aspergillus niger termasuk kedalam jamur jenis kapang.
Aspergillus niger mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu tubuh terdiri
dari benang yang bercabang-cabang disebut hifa, kumpulan hifa
disebut miselium, tidak mempunyai klorofil dan hidup heterotrof.
Aspergillus niger memiliki bulu dasar bewarna putih atau kuning
dengan lapisan konidiospora tebal bewarna coklat gelap sampai
hitam. Kepala konidia bewarna hitam, bulat, cenderung memisah
menjadi bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya
umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin juga
bewarna coklat. Aspergillus niger berkembang biak secara vegetatif
dan generatif melalui pembelahan sel dan spora-spora yang dibentuk
didalam askus atau kotak spora (Raper dan Fennel, 2011).
Aspergillus niger mempunyai bagian yang khas yaitu hifanya yang
berseptat, spora yang bersifat aseksual dan tumbuh memanjang
diatas stigma, mempunyai sifat aerobik, sehingga dalam
pertumbuhannya memerlukan oksigen dalam jumlah yang cukup.
Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu 350C-370C (optimum),
60C-8 0C (minimum), 450C-470C (maksimum). Kisaran pH yang
dibutuhkan 2,8-8,8 dengan kelembaban 80-90%. Habitat Aspergillus
niger kosmopolit di daerah tropis dan subtropis, mudah didapatkan
dan diisolasi dari udara, tanah, dan air. (Fardiaz, 2014).
b. Klasifikasi jamur
Aspergillus merupakan jamur, yaitu tumbuhan dari divisi
Thallophyta yang memiliki ciri utama tubuh yang berbentuk
talus, yaitu belum dapat dibedakan dalam tiga bagian tubuh utama
tumbuhan yang disebut akar, batang dan daun, dan termasuk
subdivisi fungi karena tidak mempunyai klorofil. Jamur termasuk
fungi sejati yang merupakan organisme heterotropik dimana mereka
memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya (Mahmoudi,2015)
Klasifikasi jamur Aspergillus niger adalah sebagai berikut :
111
Domain :Eukaryota
Kingdom :fungi
Phylum :Ascomycota
Subphylum : Pezizomycotina
Class : Eurotiomycetes
Order : Eurotiales
Family : Trichocomaceae
Genus : Aspergillus
Species : Aspergillus niger
Jumlah spesies fungi yang sudah diketahui hingga adalah kini
kurang dari 69.000 dari perkiraan 1.500.000 spesies yang ada di
dunia ( zedan,2008 ) di indonesia terdapat kurang lebih 200.000
spesies.dapat dipastikan bahwa indonesia yang sangat kaya diversitas
tumbuhan dan hewan juga memiliki diversitas fungi yang sangat
tinggi mengingat lingkungannya yang lembab dan suhu tropik yang
mendukung pertumbuhan fungi (Mueller et.al, 2014) membagi fungi
dalam kelompok sebagai berikut :
1) Ascomycota : kelompok ini merupakan kelompok terbesar yang
meliputi 32.250 genera dan mencakup 32.250 spesies sebagian
besar adalah mirofungi (hawksworth et.al 2013).
2) Deuteremycota : kelompok ini juga disebut fungi anamorf,fungi
imperfekti, fungi konidial,fungi mitosporik, atau fungi aseksual
dan mencakup 2.600 genera dan 15.000 spesies.banyak spesies
yang dimasukkan kedalam deuteremycota, sesudah ditemukan
fase seksualnya dimasukkan kedalam ascomycota atau kedalam
basidiomycota.sebagian besar dari kapang- kapang teleomorf
tersebut adalah dari kelompok ascomycota. Hanya sebagian kecil
adalah dari kelompok basidiomycota, karena hingga kni belum
ditemukan fase seksualnya. Deuteremycota bukan merupakan
kategori toksonomi normal. Kapang-kapang tersebut bukan
merupakan suatu unit monofiletik,tetati mereka adalah fungi
yang “ kehilangan “ fungi seksualnya dengan menggunakan
teknik molekular atau teknik ultrastruktur kapang-kapang
tersebut dapat dimasukkan kedalam kelas-kelas yang ada.
112
3) Basidiomycota : kelompok ini meliputi 1.400 genera dan 22.250
spesies. Sebagian besar adalah basidiomycota yang mikroskopik,
sebagian besar makrofungi yang dikenal adalah basidiomycota
dn hanya sedikit dari makrofungi yang termasuk ascomycota
(Zedan, 2008)
4) Zygomycota : kelompok ini mencakup 56 genera dan kurang
lebih 300 spesies,kelompok ini tidak mempunyai septa dan hifa.
5) Chytridiomycota : kelompok ini mencakup 112 genera dan 793
spesies kelompok tersebut dikenal sebagai kelompok fungi
akuatik (Zedan, 2008).
c. Sifat jamur
Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling
umum dan mudah diidentifikasi dari marga Aspergillus. Aspergillus
niger dapat tumbuh pada suhu 35ºC-37ºC (optimum), 6ºC-8ºC
(minimum), 45ºC-47ºC (maksimum) dan memerlukan oksigen yang
cukup (aerobik) Aspergillus niger dalam pertumbuhannya
berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam
substrat, molekul sederhana yang terdapat di sekeliling hifa dapat
langsung diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks harus
dipecah dahulu sebelum diserap ke dalam sel, dengan menghasilkan
beberapa enzim ekstraseluler. Bahan organik dari substrat digunakan
oleh Aspergillus niger untuk aktivitas transport molekul,
pemeliharaan struktur sel dan mobilitas sel. Carlile dan Watkinson
(2012) menyebutkan bahwa Aspergillus niger bersifat toleran
terhadap aktivitas air rendah, mampu tumbuh pada substrat dengan
potensial osmotik cukup tinggi dan sporulasi pada kelembaban relatif
rendah.
d. Patologi klinik
Spesies dari Aspergillus sp. diketahui terdapat di mana-mana
dan hampir tumbuh pada semua substrat. Beberapa jenis spesies ini
termasuk jamur patogen misalnya yang disebabkan Aspergillus
sp. Disebut Aspergillosis, beberapa diantaranya bersifat saprofit
sebagaimana banyak ditemukan pada bahan pangan Toksin yang
dihasilkan oleh Aspergillus sp. berupa mikotoksin. Mikotoksin
adalah senyawa hasil sekunder metabolisme jamur. Mikotoksin
yang dihasilkan oleh Aspergillus sp. lebih dikenal dengan aflatoxin,
113
dapat menyerang sistem saraf pusat, beberapa diantaranya bersifat
karsinogenik menyebabkan kanker pada hati, ginjal, dan perut.
e. Epidemiologi jamur Aspergillus
Aspergillus terdapat di alam sebagai saprofit, hampir semua
bahan dapat ditumbuhi jamur tersebut , terutama daerah tropik
dengan kelembaban yang tinggi dan dengan adanya faktor
predisposisi memudahkan jamur tersebut menimbulkan penyakit
Masuknya spora jamur Aspergillus sp. pada manusia umumnya
melalui inhalasi dan masa inkubasinya tidak diketahui, Aspergillosis
dapat mengenai semua ras dan semua usia. Dari laporan diketaui
bahwa lingkungan rumah sakit sering terkontaminsi denganspora
Aspergillus sp, kontaminasi ini dapat dijumpai pada konstruksi
rumah sakit dimana dijumpai peningkatan jumlah spora Aspergillus
sp, pada sistem ventilasi, daerah sekitar kateter intravena juga
merupakan jalan masuknya Aspergillus, penggunaan plester serta
penutupan luka yang terlalu lama.
f. Factor-faktor yang memperngaruhi pertumbuhan jamur
1) Kelembapan
Faktor ini sangat penting untuk pertumbuhan fungi. pada
umumnya fungi tingkat rendah seperti Rhizopus atau
Mucor memerlukan lingkungan dengan kelembaban nisbi
90%, sedangkan kapan Aspergillus penicillium fusarium, dan
banyak hyphomycites lainnya dapat hidup pada kelembaban
nisbi yang lebih rendah, yaitu 80%. fungi yang tergolong
xerofilik tahan hidup pada kelembaban 70%, Aspergillus
glaucus, sebanyak strain Aspergillus tamari dan A.
flavus dengan mengetahui sifat-sifat fungi ini penyimpanan
bahan pangan dan materi lainnya dapat dicegah kerusakannya.
2) Suhu
Berdasarkan kisaran suhu lingkungan yang baik untuk
pertumbuhan, fungi dapat dikelompokkan sebagai Fungi
psikotropil, mesofil, dan termofil. fungial psikrofil Adalah
fungi yang dengan kemampuan untuk tumbuh pada atau
Universitas Sumatera Utara dibawa 100 derajat Celcius dan
suhu maksimum 200cc. hanya sebagian kecil spesies fungi yang
psikopfril. mesofil adalah fungi yang tumbuh pada suhu 10-35֯c,
syhu optimal 20-35֯c. Mungkin ini dapat tumbuh baik pada suhu
ruangan (22-35ͦ c) sebagian besar fungi adalah mesofilik. fungi
thermofil adalah fungi yang hidup pada suhu minimum
114
200֯c, suhu optimun 400c dan suhu maksimum 50-
60ͦc. Contohnya Aspergillus fumigatus yang hidup pada suhu
12-55֯c. mengetahui kisaran suhu pertumbuhan suatu fungi
adalah sangat penting, terutama bila isolat isolator tertentu akan
digunakan di industri. Misalnya, fungi yang termofil atau
termotoran (Candida tropicalis, pecilomyces variotii, dan Mucor
miehei), Dapat memberikan produk yang optimal meskipun
terjadi peningkatan suhu, karena metabolisme
funginya, sehingga industri tidak memerlukan penambahan alat
pendingin.
3) Derajat keasaman lingkungan
pH substrat sangat penting untuk pertumbuhan fungi,
karena enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai suatu
substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu.
Umumnya fungi menyenangi pH di bawah 7.0. Jenis-jenis
khamir tertentu bahkan tumbuh pada pH yang cukup rendah,
yaitu pH 4.5-5.5. Mengetahui sifat tersebut adalah sangat
penting untuk industri agar fungi yang
ditumbuhkannmenghasilkan produk yang optimal, misalnya
pada produksi asam sitrat, produksi kefir, produksi enzim
protease-asam, produksi antibiotik,dan juga untuk mencegah
pembusukan bahan pangan.
2. Pemeriksaan jamur pada pembuatan Herbal Medicine
Bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat tradisional adalah
simplisia yang dikeringkan dan dimanfaatkan teruatama untuk
pembuatan jamu serbuk, jamu gendong, atau jamu ramuan pribadi yang
dikonsumsi dengan cara diseduh atau direbus. Simplisia yang digunakan
antara lain rimpang kunyit, rimpang temulawak, rimpang temu hitam,
daun simboloto, buah mahkotadewa, kayu secang dll. Penanganan
simplisia perlu mendapat perhatian khususnya pada saat pengeringan dan
penyimpanan. Simplisia harus dikemas secara hati-hati agar tidak terjadi
penyerapan kembali uap air.
Penyimpanan simplisia pada kondisi yang tidak terkontrol dengan
baik akan menyebabkan tumbuhnya berbagai jenis mikroorganisme
teruatam kapang. Pertumbuhan kapang memerlukan aktivitas air (Aw)
optimum. Aw berkorelasi dengan kadar air, oleh sebab itu, dengan
pengeringan tertentu dan pengatturan Aw, pangan dapat terhindar dari
pertumbuhan kapang. Menurut KEPMENKES/SK/VII/1994 tentang
persyaratan obat tradisional agar tidak ditumbuhi cendawa, kadar air
dalam sediaan obat bentuk serbuk tidak boleh lebih dari 10%. Berbagai
115
jenis Kapan telah ditemukan pada berbagai jenis simplisia, terutama
pada kelompok Aspergillus. Aspergillus merupakan kapang
xerofilik, dan beberapa spesies diketahui berpotensi menghasilkan
mitotoksin yang berbahaya bagi kesehatan. Aspergillus SP menyukai
kondisi kadar air yang tinggi setidaknya 7%.
Pencemaran mikroba pada jamu gendong yang cara membuatnya
masih sederhana itu bisa berasal dari bahan baku yang digunakan, proses
pembuatan dan cara penyajiannya. Cemaran mikroba pada jamu dapat
berupa bakteri dan jamur. Mikroba pada obat tradisional (jamu) meliputi
mikroorganisme indikator (ketinggian Angka Lempeng Total bakteri
aerobik mesofilik), bakteri golongan Coliform dan Escherichia coli,
bakteri patogen (Salmonella,Staphylococcus aureus dan Clostridium), dan
golongan jamur penghasil toksin seperti Aspergillus Niger. Terdapatnya
cemaran mikroba pada jamu disebabkan penanganan bahan baku dan
proses pembuatan yang berbeda- beda. Mikroba yang dapat ditularkan
melalui air kotor yang dicemari tinja manusia adalah berupa Escherichia
coli. Mikroba yang dapat ditularkan melalui tanah/debu adalah
Clostridium, mikroba yang dapat ditularkan melalui tanaman biji-bijian
adalah Bacillus cereus. Salmonella dapat mencemari jamu secara
langsung/tidak langsung melalui tinja manusia, atau air yang tercemar oleh
sampah atau ditularkan melalui bahan mentah melalui tangan pengolah
jamu atau melalui peralatan yang dipakai.
116
PERTANYAAN
SOAL ESSAY
1. Dalam penyiapan atau pembuatan simplisia, tahapan apa saja yang perlu
diperhatikan ?
Jawaban:
a. Bahan baku simplisia
b. Proses pembuatan simplisia
c. Cara pengepakan/pengemasan dan penyimpanan simplisia.
2. Apa saja proses pemubuatan simplisia?
Jawaban:
Setelah dilakukan pemanenan bahan baku simplisia, maka tahapan
penanganan pasca panen adalah sebagai berikut.
a. Sortasi basah. Pencucian.
b. Perajangan.
c. Pengeringan. Sortasi kering.
d. Pengepakan dan penyimpanan identitas
3. Apa yang dimaksud dengan Ekstraksi ?
Jawaban :
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat
didalam bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan
pelarut dan metodeyang tepat. Sedangkan ekstrak adalah hasil dari proses
ekstraksi, bahan yang diekstraksi merupakan bahan alam.
4. Apa yang dimaksud dengan Herbal Medicine?
Jawaban:
Herbal Medicine merupakan salah satu warisan nenek moyang atau
leluhur yang secara turun temurun dipergunakan dalam proses mencegah,
mengurangi, menghilangkan atau menyembuhkan penyakit, luka dan
mental pada manusia atau hewan. Sebagai warisan nenek moyang yang
dipergunakan secara turun temurun maka perlu kiranya dikembangkan dan
diteliti agar dapat dipertanggungjawabkan secara medis. Penelitian herbal
medicine dalam hal ini dikhususkan pada tanaman (herbal) karena saat ini
yang berkembang pesat adalah obat tradisional yang berasal dari tanaman
117
atau tumbuhan obat yang banyak tumbuh dan dikembangkan atau
dibudidayakan di Indonesia (herbal).
5. Faktor-faktor apa saja yang memperngaruhi pertumbuhan jamur ?
a. Kelembapan
b. Suhu
c. Derajat keasaman lingkungan
.
118
BAB IX
warisan
Dalam hal ini dapat di formulasikan menjadi 5 hal pokok yang harus
diperhatikan yaitu
1.Etnomedicine,
2.Agroindustritanamanobat,
danprodukobat tradisional
ETNOMEDICINE
119
1. Cabe Puyang warisan nenek moyang,
2. Ayur weda,
3. Usada Bali,
macam jenis pengobatan tradisional yang bisa dibedakan lewat hal cara-
seperti terapi spiritual atau metafisik yang terkait hal gaib atau terapi dengan
hanya sekitar 20% penyakit saja yang bisa ditangani melalui pengobatan
120
spiritual manusia) dan menggunakan obat-obatan materialistik pula,
oleh masalah kejiwaan atau gangguan spiritual. Namun perlu disadari pula
kekuatan magis (santet dll), dan ketidak seimbangan enersi (mistik), maka ia
karena keduanya hanya memandang dari salah satu aspek manusia, fisikal
OBAT
jumlah yang cukup atau memadai dengan kualitas yang cocok / tepat perlu
dijaga dalam jangka waktu yang panjang karena sering merupakan faktor
penentu dalam keberhasilan industri obat herbal baik yang masih berupa
121
tumbuh. Hal ini merupakan bukti kuat bahwa kandungan kimia tanaman
permasalahan ketersediaan tanaman obat ini, tidak ada industri obat, baik
lapangan.
122
budidayanya pun harus secara organik. Tanaman obat lebih berkhasiat jika
yang lebih dikenal dengan TOGA. , tanaman obat juga dapat sebagai
pemilihan jenis dan bahan tanaman obat harus secara baik dan benar sesuai
tradisional yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Pada tahun 1997 di
Indonesia terdapat 429 buah IKOT dan 20 buah Industri Obat Tradisional
123
(IOT). Pada tahun 1999, meningkat menjadi 833 buah IKOT dan 87 buah
IOT.
124
biositesisnya berasal dari jalur sikimat dan jalur asetat malonat. Metabolit
obat tradisional.
(Etnomedisine)
125
8. Teknologi preformulasi untuk uji klinik selanjutnya (1,2,3,4)
Peran ilmu kimia atau tenaga kimia dalam hal ini adalah ekstraksi
seperti pada Buku Usada Bali Taru Premana, Ayur Veda,Cabe Puyang
Kalau kandungan kimianya cukup besar (>2%), maka ekstrak ini dapat
dapat dilakukan uji praklinik pada hewan coba dan uji toksisitasnya.
126
TEKNOLOGI FARMASI DAN KEDOKTERAN
secara ilmiah atau medis ataudapat dikembangkan sebagai obat yang siap
plasma nutfah dan genetika serta berfungsi sebagai pustaka kimia alam
127
didayagunakan secara maksimal. Fakta ini didukung oleh sejarah
ekonomis sumber daya hayati potensial dalam penemuan obat atau bahan
agar diperoleh bahan atau obat baru yang lebih cepat.Salah satu metoda
128
ekstrak tersebut terkandung senyawaaktif yang berinteraksi dengan
(herbal) karena saat ini yang berkembang pesat adalah obat tradisional yang
berasal dari tanaman atau tumbuhan obat yang banyak tumbuh dan
optimal atau sembuh bila obat herbal dikonsumsi secara rutin dan
Efek samping obat tradisional tidak sama dengan obat sintetis karena
ada yaitu sampai saat ini belum begitu banyaknya tersedia bahan baku,
belum terstandarisasi dan tidak semua bahan atau ramuan telah teruji
129
secara klinis atau pra-klinis. Ramuan obat tradisional kebanyakan
yaitu :
2008).
pencarian bahan obat baru atau sediaan obat baru terus berkembang. Upaya
130
ini dilakukan dengan cara eksplorasi sumber daya alam (SDA), baik yang ada
di darat, air, hutan, dataran rendah dan dataran tinggi. Sumber daya alam
tetapi yangberkembang pesat saat ini adalah penelitian tanaman obat (herbal)
masyarakat baik yang tertulis maupun tak tertulis dalam menggunakan SDA
untuk menemukan obat atau bahan obat atau senyawa obat yang baru
3. Skrening fitokimia
ofRelationship)
131
8. Uji farmakologis senyawa hasil modifikasi
membutuhkan waktu yang lama (8-10 tahun) sampai uji klinik agar menjadi
melakukan konsep baru agar lebih efisien dan efektif. Salah satunya adalah
senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak tanaman obat (SDA). Protein
(3) HTS
132
Aktivitas analisis genom yang saat ini dikerjakan di dunia farmasi
setiapgen manusia yang menyandi fungsi biologis atau penyakit yang diderita
yang terjadi antarasuatu bahan aktif dalam suatu ekstrak dengan molekul
target melalui teknik HTSdisebut dengan Hit. Uji yang sangat sensitif ini
Proximity Assay).
Apabila dengan teknik HTS ini telah terjadi hit, maka dilanjutkan den
133
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian dan
produk jadi.
untuk kondisi iklim sekarang dan disesuaikan dengan bahan baku lokal
yang tersedia.
tersedia.
134
D. PERAN ILMU KIMIA DALAM PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN OBAT
TRADISIONAL
Peran ilmu kimia atau tenaga kimia dalam hal ini adalah ekstraksi
Moyang dan lain-lain. Uji farmakologis ini merupakan uji awal untuk
135
dapatdiketahui seberapa besar kandungan kimia dan selanjutnya
dapat dilakukan uji pra klinik pada hewan cobadan uji toksisitasnya.
dalam hal :
136
diperoleh.Dalam hal ini diprrlukan pengetahuan tentang istilah “like
akan larut dalam pelarutpolar, senyawa semi polar akan larut pada
pelarut semi polar dan yangnon polar akan larut dalam non polar.
c. Pengujianidentitas ekstra
137
flavonoid dengan pereaksi warna Wilstatter dan Bate Smith), atau
Kromatografi Gas.
e. Kadar air ekstrak Kadar air ini dapat dilakukan dengan metoda oven.
mikroorganisme patogen.
g. Kadar .senyawa logam anorganik Kadar logam dalam hal ini biasanya
138
h. Kadar residu pestisida Residu pestisida diperkirakan ada pada
atau tidak sengaja ada pada saat budidaya tanaman obat atau akumulasi
maupun pH meter (pH meter merupakan alat yang lebih cocok bila
139
Maserasi
Perkolasi
Soxhletasi
dilakukan 3-6 kali atau sampai tetesan yang keluar dari timbel
Refluk
140
dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5
sempurna.
infundasi
di atas tangas air selama 15 menit mulai suhu 90oC sambil sekali-
Dekokta
Destilasi uap
menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap
141
menguap
dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan
3. Standarisasi Obat
sulit bila senyawa aktif yang berperan telah diketahui dengan pasti. Pada
senyawa aktif maupun atas dasar senyawa karakter (bila senyawa aktif
kimia, maupunbiologik.
mulai dari bahan baku sampai dengan sediaan jadi (mulai dari proses
142
b. Standarisasi produk Kandungan bahan aktif stabil atau tetap
4. Uji Bioaktivitas.
1. Antielmintik
2. Anti asma
3. Anti diare
5. Anti hipertensi
143
7. Disentri
144
PERTANYAAN
SOAL ESSAY
145
a. Tanaman obat tradisional : yaitu tanaman yang dketahui
dandipercaya masyarakat tertentu secara turun menurun dan
memilikikhasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional.Contoh tanaman Purwaceng (Pimpinella sp.) dipercaya
olehmasyarakat Dieng sebagai bahan penambah gairah sex
(afrodosiax).
b. Tanaman obat modern, tanaman yang secara ilmiah telahdibuktikan
mengandung senyawa atau bahan kimia aktif yangberkhasiat sebagai
obat dan penggunaannya dapatdipertanggungjawabkan secara medis.
Contoh : meniran (Phyllanthusniruri) yang telah dikemas sebagai
obat penambah daya tahan tubuhpada anak ( Imunomodulator).
c. Tanaman obat potensial, tanaman yang diduga mengandung
ataumemiliki senyawa aktif berkhasiat obat tetapi belum
dibuktikanpenggunaannya secara ilmiah-medis sebagai bahan obat-
obatan. Contoh buah mengkudu dan temukunci( Adi P, 1998,
Hidayat, 2008).
5. Sebutkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian dan
pengembangan obat tradisional
Jawabn:
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian dan
pengembangan obat tradisional adalah:
a. Pengembangan teknologi untuk sebagian besar produksi obat-
obatan.
b. Pengembagnan standard kontrol kualitas baik untuk bahan baku
maupun produk jadi.
c. Pengembangan formulasi baru dan bentuk sediaan yang dibuat
khusus untuk kondisi iklim sekarang dan disesuaikan dengan
bahan baku local yang tersedia.
d. Perpaduan antara teknologi yang diperoleh dan
pengembangannya secara kontinyu untuk menghasilkan produk
yang kompetitif.
146
e. Bioekivalensi, bioavailabilitas dan studi farmakokinetik pada
pengembangan bentuk sediaan.
f. Pencarian sumber-sumber tanaman baru untuk obat-obat yang
telahdikenal dan obat baru yang menggunakan tanaman lokal
yang tersedia.
147
BAB X
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
adalah hasil ekstrasi bahan atau campuran bahan yang berasal dari
penyakit kanker, penyakit viru termasuk AIDS dan penyakit genertif, serta
148
menilai suatu obat. Penisilin umpamanya sudah diketahui bahwa besar
mencapai kadar efektif dalam darah manusia dan dalam bentuk apa sisa
149
Untuk memperoleh informasi di atas, diperlukan penelitian, tenaga, dana dan
sebagai obat. Penelitian berkenaan dengan hal di atas dimulai dari penapisan
2. Pengaruh zat terhadap tekanan darah dan semua percobaan yang ada
diperlukan.
Tiga jenis penapisan ini banyak memberikan arah penelitian dan sifat bahan
yang diteliti,mulai dari pengaruh terhadap Susunan Saraf Pusat (SSP), Susunan
bawah ini dapat dilihat daftar beberapa tanaman obat yang mempunyai prospek
150
dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
151
2. Dasar Hukum
Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3)
1945.
3. Tujuan
4. Ketentuan Umum
152
Kesehatan, Peran Serta Masyarakat, Badan Pertimbangan
Ketentuan Pidana.
6. Sanksi
dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan
153
(Pasal 196), Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi
154
C. Peraturan Pemerintah
a. Latar Belakang
b. Dasar Hukum
c. Tujuan
d. Ketentuan Umum
155
Pekerjaan Kefarmasian, Sediaan Farmasi, Pelayanan
e. Materi Farmasi
156
Obat, Standar Profesi, Standar Prosedur Operasional,
f. Sanksi
Kefarmasian.
157
diubah dengan PP 25/1980 tentang Perubahan PP 26/1965
a. Latar
Belakang
158
Pemerintah tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan
b. Dasar Hukum
c. Ketentuan Umum
d. Materi Muatan
(Pasal 43).
a. Latar Belakang
dimaksud dalam
160
huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan
b. Dasar Hukum
Nomor 13 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara
c. Ketentuan Umum
dan 28), Usaha Jamu Racikan (Pasal 1, 2 dan 6), Usaha Jamu
lainnya, sehingga data khasiat dan keamanan obat herbal pada manusia
masih sangat jarang. Hal tersebut antara lain karena biaya penelitian
untuk uji klinik sangat besar dan uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat
163
tradisional/obat herbal tersebut telah dibuktikan aman dan memperlihatkan
efek yang jelas pada hewan coba. Penelitian mengenai budidaya tanaman
meningkat sehingga kebutuhan tidak terpenuhi dari lahan yang ada atau
pegunungan Dieng.
cukup banyak. Hal itu tercermin antara lain dari banyaknya peserta
164
dan tersebar di berbagai institusi pendidikan, lembaga penelitian,
mengintegrasikan pada satu database yang dapat diakses oleh semua pihak
terpadu dan terarah agar dapat memberikan hasil yang komprehensif. Oleh
karena itu perlu dibentuk jaringan kerja sama antar peneliti dari berbagai
spesies tanaman unggulan untuk diteliti lebih lanjut sampai ke tahap uji
peneliti dari berbagai perguruan tinggi. Hal itu dilakukan dalam usaha
dipilih sebagai tanaman unggulan untuk diteliti lebih lanjut, termasuk uji
165
Konsep Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia Berdasarkan tingkat
Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional/ obat herbal harus
merupakan desain uji klinik baku emas (gold standard). Herbal tersebut
telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji preklinik. Pada uji klinik obat
tradisional seperti halnya dengan uji klinik obat moderen, maka prinsip
tradisional
166
Fase IV : pasca pemasaran,untuk mengamati efek samping
Untuk obat tradisional yang belum digunakan secara luas harus melalui uji
klinik pendahuluan (fase I dan II) guna mengetahui tolerabilitas pasien terhadap
obat tradisional tersebut.2 Berbeda dengan uji klinik obat modern, dosis yang
mempunyai rasa atau bau khusus sehingga sulit untuk dibuat tersamar. Saat ini
belum banyak uji klinik obat tradisional yang dilakukan di Indonesia meskipun
uji klinik yang dilakukan terhadap obat tradisional antara lain karena: Besarnya
biaya yang dibutuhkan untuk melakukan uji klinik Uji klinik hanya dapat
dilakukan bila obat tradisional telah terbukti berkhasiat dan aman pada uji
yang tepat karena penentuan dosis berdasarkan dosis empiris, selain itu
produsen akan hasil yang negatif terutama bagi produk yang telah laku di
pasaran. Setelah melalui penilaian oleh Badan POM, dewasa ini terdapat
sejumlah obat bahan alam yang digolongkan sebagai obat herbal terstandar dan
167
PERTANYAAN
SOAL ESSAY
Jawaban:
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari
berdasarkan pengalaman.
Jawaban:
Sediaan galenik adalah hasil ekstrasi bahan atau campuran bahan yang berasal
pengobatan penyakit yang belum ada obatnya yang memuaskan seperti penyakit
kanker, penyakit viru termasuk AIDS dan penyakit genertif, serta pada keadaan
Jawaban:
hutan pegunungan.
Jawaban:
Uji klinik Obat tradisiona adalah Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat
tradisional/ obat herbal harus dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji
clinical trial) merupakan desain uji klinik baku emas (gold standard).
168
Jawaban:
pembanding
169
BAB XI
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (BPOM, 2014). Ciri dari obat tradisional yaitu bahan
bakunya masih berupa simplisia yang sebagian besar belum mengalami
standardisasi dan belum pernah diteliti. Bentuk sediaan masih sederhana berupa
serbuk, pil, seduhan atau rajangan simplisia, klaim kahsiatnya masih berdasarkan
data empiris. Obat tradisional sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, jamu, obat herbal
terstandar dan fitofarmaka. (Anggraeni dkk, 2015).
170
g) sediaan padat yaitu Parem, Pilis, Tapel, Koyo/Plester, dan Supositoria untuk
wasir.
B. Parameter Mutu
Parameter Mutu atau Standar Persyaratan Mutu diatur dalam
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2014. Tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional
meliputi tabel-tabel berikut:
Keterangan:
ALT= Angka Lempeng Total AKK= Angka Kapang Khamir kec= kecuali
t
,
t
a
g
d
a
r
i
8 Tablet bersalut
gula
9 Tablet Efe
No BENTU P
K Cema ran Cema ran Bahan Vol
SEDIAA Organolep Aflatoksin
tis Mikrobia Logam Bera t Tambahan u me
N
10 Cai ran Bentuk, ALT = ≤ 104 Aflatoksin Pb = ≤ 10 Boleh me- Volu me
ra ta -ra ta
Obat rasa, bau, koloni/g B1, B2, G1 mg/kg atau ngandung la ru tan
Dalam warna AKK = ≤ 103 dan G2 = ≤ mg/L atau Pengawet, ya ng
koloni/g 20 ppm Pengharum, dipe roleh
da ri 10
E. coli = ne μg/kg As= ≤5mg/kg dan Pewa r- wadah
gatif/g Kadar atau mg/L na sesuai tidak ku
Salmonella Aflatoksin atau ppm lampiran
spp = B1 Hg = ≤ 0,5 Perka.
negatif/g P. = ≤ 5 μg/kg mg/kg atau Pemanis yg Jika da
aeruginosa mg/L atau dii jinkan* ri
= negatif/g ppm 10 wadah
yan g diu
kur
S. aureus = Cd = ≤ 0,3 te rda pat
negatif/g mg/kg atau volume ra
Shigella spp mg/L atau ta -ra ta ku
= negatif/g ppm ra ng da ri
100 % da
ri yan g te
rte ra pada
pe
nandaan
akan te
Volu me
ra ta -ra ta
la ru tan
ya ng
dipe roleh
da ri 30
wadah
tidak ku
ran g da ri
100 % da
2. Persyaratan Mutu Obat Tradisional (Obat Luar)
Organoleptik √ √ √
Kadar Air √
Bahan Tambahan √ √ √
Fisika/Kimia Keseragaman Bobot √
Waktu Hancur √
Volume Terpindahkan √
Mikrobiologi ALT, AKK √ √ √
(+PA, (+PA,
SA) SA)
a. Meluluskan atau menolak tiap bets (batch) bahan baku, produk antara,
produk ruahan dan produk jadi serta hal yang telah ditentukan,
sekurang- kurangnya berdasarkan pengujian secara kualitatif.
b. Menyediakan baku pembanding, sesuai persyaratan yang terdapat pada
prosedur pengujian yang berlaku dan menyimpan baku pembanding
ini pada kondisi yang tepat.
c. Khusus untuk bahan baku segar sekurang-kurangnya menyimpan
diskripsi dari bahan yang bersangkutan.
d. Produk jadi yang berada dalam industri maupun di peredaran secara
berkala harus dipantau.
e. Pengamatan produk di peredaran merupakan program pengujian
stabilitas yang berlangsung (on going) pada CPOB.
f. Periode pemeriksaan: 0, 3, 6, 9, 12, 18, 24, 36 bulan atau sampai
dengan masa daluwarsa tercapai
g. Kondisi penyimpanan: suhu 30±2 °C atau RH 75±5 %.
1) Pengambilan contoh
2) Pemeriksaan dan pengujian: bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan
produk jadi.
Program dan kegiatan lain yang terkait dengan mutu produk meliputi: program
uji stabilitas, pemantauan lingkungan kerja, pengkajian dokumen batch, program
penyimpanan contoh pertinggal, penyusunan dan penyimpanan spesifikasi yang
berlaku dari tiap bahan dan produk, termasuk metode pengujian.
Bagian Pengawasan Mutu (BPM) merupakan bagian yang berdiri sendiri,
bukan sub-bagian dari Bagian Produksi. Wewenang Bagian Pengawasan Mutu
(BPM) antara lain: meluluskan/menolak bahan awal yang akan digunakan untuk
produksi, meluluskan/menolak produk antara dan produk ruahan untuk diproses lebih
lanjut, dan meluluskan/menolak produk jadi yang akan distribusikan.
Tanggung jawab Bagian Pengawasan Mutu (BPM) meliputi:
a) sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan prosedur
yang disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan
pengujian bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan
dan produk jadi, dan bila perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai
dengan tujuan CPOTB,
b) pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang
disetujui oleh pengawasan mutu,
c) metode pengujian disiapkan dan divalidasi (bila perlu),
d) pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama
pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan
dalam prosedur pengambilan sampel, inspeksi dan pengujian benar-benar
telah dilaksanakan tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan
diinvestigasi,
e) produk jadi berisi bahan atau ramuan bahan yang dapat berupa bahan
nabati, bahan hewani, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau
campuran dari bahan-bahan tersebut dengan komposisi kualitatif dan
kuantitatif sesuai dengan yang disetujui pada saat pendaftaran, serta
dikemas dalam wadah yang sesuai dan diberi label yang benar,
f) dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi secara formal
dinilai dan dibandingkan terhadap spesifikasi, dan
g) sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam jumlah
yang cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu. Sampel produk
jadi disimpan dalam kemasan akhir kecuali untuk kemasan ukuran besar.
h) Pengawasan mutu secara umum juga mempunyai tugas, antara lain:
menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan
mutu, mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding,
memastikan kebenaran label wadah bahan dan produk, memastikan
bahwa stabilitas dari zat aktif dan produk jadi dipantau, mengambil
bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu produk, dan
ikut ambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Semua kegiatan
tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan jika perlu
dicatat. Personil Pengawasan Mutu sebaiknya memiliki akses ke area
produksi untuk melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila
diperlukan.
Industri obat tradisional dan pemegang izin edar harus melakukan evaluasi
terhadap hasil kajian dan hasil penilaian yang sebaiknya dibuat untuk menentukan
tindakan perbaikan dan pencegahan ataupun validasi ulang yang akan dilakukan.
Alasan tindakan perbaikan harus selalu didokumentasikan. Tindakan pencegahan dan
perbaikan yang telah disetujui sebaiknya dilakukan secara efektif dan tepat waktu.
Prosedur manajemen harus tersedia untuk manajemen yang sedang berlangsung dan
pengkajian aktivitas serta efektivitas prosedur tersebut diverifikasi pada saat evaluasi
diri. Bila dibenarkan secara ilmiah, pengkajian mutu dapat dikelompokkan menurut
jenis produk (Emilan dkk., 2011).
Bila pemilik izin edar bukan industri obat tradisional, maka perlu ada suatu
kesepakatan dari semua pihak terkait yang menjabarkan pihak yang bertanggung
jawab untuk melakukan kajian mutu. Kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
yang bertanggung jawab untuk melakukan sertifikasi bets, bersama dengan pemilik
izin edar harus memastikan bahwa pengkajian mutu dilakukan tepat waktu dan
akurat.
a) Perhitungan ReterdasiFaktor
R
f
=
Keterangan :
Rf = faktor retardasi
(Retardation factor) Z = jarak
migrasi analit (cm)
X = jarak migrasi fase gerak (cm)
2. Analisis Kuantitatif
y=
bx
+a
Keterangan
y = respon
instrumen x =
kadar analit
a = intersep
(intercept)
b = kemiringan
(slope)
PERTANYAAN
SOAL ESSAY
a. Identifikasi yang tepat: Bahan obat tradisional harus diidentifikasi dengan benar
berdasarkan nama ilmiah dan tumbuhan asalnya. Identifikasi yang akurat penting
untuk memastikan bahwa bahan yang digunakan sesuai dengan yang dimaksudkan
dan memiliki sifat-sifat yang diharapkan.
b. Sumber dan kualitas: Kualitas bahan obat tradisional sangat tergantung pada
sumbernya. Bahan-bahan harus diperoleh dari sumber yang dapat dipercaya dan
dijamin kualitasnya. Penanaman atau pengumpulan bahan obat tradisional harus
mematuhi praktik yang baik dan menghindari penggunaan bahan yang
terkontaminasi atau bahan yang berasal dari lingkungan yang tercemar.
c. Kebersihan: Proses pengolahan bahan obat tradisional harus memperhatikan
kebersihan untuk mencegah kontaminasi dan kerusakan mikroba. Praktik sanitasi
yang baik harus diterapkan selama pengolahan, penyimpanan, dan pengemasan
bahan obat tradisional.
d. Metode pengolahan: Metode pengolahan bahan obat tradisional dapat
mempengaruhi mutu obat yang dihasilkan. Proses pengeringan, perendaman,
perasan, atau perebusan harus dilakukan dengan tepat sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan untuk mempertahankan kualitas bahan.
e. Kandungan aktif: Bahan obat tradisional harus mengandung komponen aktif yang
dianggap memiliki efek terapeutik. Kandungan yang diinginkan harus sesuai
dengan yang diharapkan dalam dosis yang tepat. Penggunaan bahan obat
tradisional yang berkualitas rendah atau mengandung kontaminan dapat
mengurangi efektivitasnya.
f. Uji keamanan dan efektivitas: Untuk memastikan mutu bahan obat tradisional, uji
keamanan dan efektivitas harus dilakukan. Ini dapat melibatkan uji laboratorium,
uji praklinik, dan uji klinis untuk memastikan bahwa bahan obat tradisional tidak
memiliki efek berbahaya dan memiliki efek terapeutik yang diinginkan.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 tentang Persyaratan Mutu Obat Tradisional, ruang
lingkup mutu bahan obat tradisional meliputi bahan baku dan produk jadi. Produk jadi
dibedakan menjadi obat dalam dan obat luar. Obat dalam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa: a) sediaan Rajangan, b) sediaan Serbuk Simplisia, dan c) sediaan
lainnya seperti Serbuk Instan, granul, serbuk Efervesen, Pil, Kapsul, Kapsul Lunak,
Tablet/Kaplet, Tablet Efervesen, tablet hisap, Pastiles, Dodol/Jenang, Film Strip, dan
Cairan Obat Dalam. Obat luar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a) sediaan
cair yaitu Cairan Obat Luar, b) sediaan semi padat yaitu Salep, Krim, dan c) sediaan
padat yaitu Parem, Pilis, Tapel, Koyo/Plester, dan Supositoria untuk wasir.
B. Parameter mutu
Parameter Mutu atau Standar Persyaratan Mutu diatur dalam Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2014 Tentang
Persyaratan Mutu Obat Tradisional meliputi tabel-tabel berikut:
Tabel 1: persyaratan mutu simplisia
Item pemeriksaan
Pemerian
Identifikasi kandungan senyawa
Kromotografi lapis tipis (KLT)
Susut pengeringan
kadar abu
Kadar abu tidak larut dalam asam
Pemerian
Yield
Kadar air
Kadar abu
C. Pengawasan mutu
Pengawasan Mutu perlu dilakukan karena pengawasan terhadap mutu terkait
dengan keamanan (safety) dan keampuhan (efficacy) produk obat tradisional.
Lemahnya peraturan dan pengawasan mutu dapat mengakibatkan terjadinya hal-hal
yang merugikan akibat buruknya kualitas obat herbal atau obat tradisional, khususnya
yang akibat terjadinya pemalsuan dengan zat kimia dan /atau terkontaminasi oleh zat
atau residu berbahaya. Persyaratan dan metode untuk kontrol kualitas produk jadi obat
tradisional, khususnya untuk produk campuran herbal, jauh lebih kompleks daripada
obat-obatan lainnya. Kualitas produk dipengaruhi oleh kualitas bahan baku yang
digunakan (rimpang, batang, daun, akar, tanaman) dan teknologi pasca panen tanaman
obat yang digunakan. Tanaman obat atau obat tradisional yang beredar dipasaran dan
dinyatakan telah memenuhi persyaratan baku mutupun, bisa berubah kualitasnya
menjadi tidak sesuai dengan standar akibat teknik penyimpanan, pendistribusian
maupun teknik pengemasan yang tidak sesuai sehingga tujuan penggunaan obat bahan
alam tidak tercapai atau bahkan mungkin bisa membahayakan.
Untuk menjamin keamanan penggunaan suatu tanaman obat ataupun obat
tradisional diperlukan suatu jaminan kualitas (quality assurance) dan pengawasan
mutu (quality control). Tanaman obat atau obat tradisional yang bermutu baik, dapat
diperoleh dengan adanya standarisasi mulai dari bahan baku herbal atau tanaman obat,
standarisasi produk obat tradisional, cara distribusi sampai dosis pemakaian yang
efektif. Standarisasi tersebut harus bersifat nasional dan diatur oleh suatu regulasi
pemerintah untuk menjamin terlaksananya standar tersebut sehingga akan tercapai
jaminan keamanan bagi masyarakat pemakai tanaman obat atau obat tradisional.
Pengawasan mutu meliputi kegiatan berikut:
a. Meluluskan atau menolak tiap bets (batch) bahan baku, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi serta hal yang telah ditentukan, sekurang-kurangnya
berdasarkan pengujian secara kualitatif.
d. Produk jadi yang berada dalam industri maupun di peredaran secara berkala
harus dipantau.
f. Periode pemeriksaan: 0, 3, 6, 9, 12, 18, 24, 36 bulan atau sampai dengan masa
daluwarsa tercapai
Sistem pengawasan mutu harus dirancang dengan tepat, untuk menjamin setiap
Obat Tradisional yang diproduksi:
Setiap produk Obat Tradisional yang dihasilkan akan terjamin, sehingga senantiasa
memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan untuk khasiat, mutu, dan keamanannya.
Ruang lingkup pengawasan mutu meliputi semua fungsi analisis yang dilakukan
di laboratorium, antara lain:
a. Pengambilan contoh
b. Pemeriksaan dan pengujian: bahan awal, produk antara, produk ruahan, dan
produk jadi.Program dan kegiatan lain yang terkait dengan mutu produk meliputi:
program uji stabilitas,pemantauan lingkungan kerja, pengkajian dokumen batch,
program penyimpanan contoh pertinggal,penyusunan dan penyimpanan
spesifikasi yang berlaku dari tiap bahan dan produk, termasuk metode pengujian.
Bagian Pengawasan Mutu (BPM) merupakan bagian yang berdiri sendiri, bukan sub-
bagian dari Bagian Produksi. Wewenang Bagian Pengawasan Mutu (BPM) antara
lain: meluluskan/menolak bahan awal yang akan digunakan untuk produksi,
meluluskan/menolak produk antara dan produk ruahan untuk diproses lebih lanjut,
dan meluluskan/menolak produk jadi yang akan distribusikan.
d. Meluluskan/menolak setiap batch bahan awal, produk antara, produk ruahan dan
produk jadi,
a. kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk produk,
terutama yang dipasok dari sumber baru
b. kajian terhadap pengawasan selama-proses yang kritis dan hasil pengujian produk
jadi
c. kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifiksasi yang ditetapkan dan
investigasi yang dilakukan
f. kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang tidak
diinginkan
g. kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat tradisional
yang terkait dengan mutu produk, termasuk investigasi yang telah dilakukan dan
h. kajian terhadap status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan misal sistem
tata udara, air, gas bertekanan, dan lain-lain.
Industri obat tradisional dan pemegang izin edar harus melakukan evaluasi
terhadap hasil kajian dan hasil penilaian yang sebaiknya dibuat untuk menentukan
tindakan perbaikan dan pencegahan ataupun validasi ulang yang akan dilakukan.
Alasan tindakan perbaikan harus selalu didokumentasikan.
Bila pemilik izin edar bukan industri obat tradisional, maka perlu ada suatu
kesepakatan dari semua pihak terkait yang menjabarkan pihak yang bertanggung
jawab untuk melakukan kajian mutu. Kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
yang bertanggung jawab untuk melakukan sertifikasi bets, bersama dengan pemilik
izin edar harus memastikan bahwa pengkajian mutu dilakukan tepat waktu dan akurat.
E. Manajemen resiko mutu
Manajemen risiko mutu merupakan sebuah proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini
dapat diterapkan secara proaktif maupun retrospektif. Manajemen risiko mutu
sebaiknya memastikan:
SOAL ESSAY
Bagian Pengawasan Mutu (BPM) merupakan bagian yang berdiri sendiri, bukan sub-
bagian dari Bagian Produksi. Wewenang Bagian Pengawasan Mutu (BPM) antara
lain: meluluskan/menolak bahan awal yang akan digunakan untuk produksi,
meluluskan/menolak produk antara dan produk ruahan untuk diproses lebih lanjut,
dan meluluskan/menolak produk jadi yang akan distribusikan.
a. Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk
produk, terutama yang dipasok dari sumber baru
c. Kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifiksasi yang ditetapkan
dan investigasi yang dilakukan
f. Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang
tidak diinginkan
h. Kajian terhadap status kualifikasi peralatan dan sarana yang relevan misal
sistem tata udara, air, gas bertekanan, dan lain-lain.
5. Apa yang dimaksud dengan manajemen mutu?
Jawaban:
Manajemen risiko mutu merupakan sebuah proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian, dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk.
DAFTAR PUSTAKA
Puspitasari, I. (2020) ‘Pentingnya Mengenal Kembali Jenis Obat Tradisional pada Masa
Pandemik Covid-19’, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Available at:
https://farmasi.ugm.ac.id/id/pentingnya-mengenal-kembali-jenis-obat-tradisional-
pada-masa-pandemik-covid-19/.
Rima (2016) ‘Ketentuan Pokok Pengelompokkan dan Penandaan Obat Bahan Alam
Indonesia’, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia, HK.00.05.4, pp. 7–29.
Alfi, I. (2019). Gambaran Penggunaan Obat Tradisional Sebagai Alternatif Pengobatan Pada
Masyarakat Desa Pituruh Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo Tahun 2019. In
Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).
BPOM No. 32. (2021). Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 32 tahun 2019
tentang persyaratan keamanan dan mutu obat tradisional. Bpom Ri, 11, 1–16.
BPOM RI. (2018). Peraturan Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik. Bpom, 70–73.
Carin, A. A., Sund, R. ., & Lahkar, B. K. (2018). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢
者における 健康関連指標に関する共分散構造分析Title. Journal of Controlled
Release, 11(2), 430–439.
Rachman, T. (2018). Teknologi Untuk Industri Bahan Baku dan Obat Herbal Proyeksi 2035
Edisi 2017. In Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952.
https://id.scribd.com/document/380324511/makalah-obat-tradisional
https://id.scribd.com/presentation/543727871/SUMBER-BAHAN-BAKU-OBAT-
TRADISIONAL
Adi Parwata IMO. 2017. Bahan Ajar Obat Tradisional. Bali : Jurusan Kimia Hidayat
MA.Herbal Medicine.
https://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-news/brc-article/587-quality-of-herbal-medicine-plants-and-
traditional-medicine-2018
https://library.uns.ac.id/strategi-pengembangan-budidaya-tumbuhan-obat-dalam-
menunjang-pertanian-berkelanjutan/.
Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penerapan
Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik
Oktaviani, A. R., Hanaratri, E. O., Damayanti, E., & Maghfiroh, L. (2021). Pengetahuan dan
pemilihan obat tradisionlal oleh ibu-ibu di Surabaya. Jurnal Farmasi Komunitas.
Parmin, Rusilowati, A., & Rahayu, E. F. (2022). pemberdayaan masyarakat melalui konversi
tanaman obat untuk menunjang persediaan bahan baku produk jamu tradisional.
Jurnal Pemberdayaan Masyarakat.
Pemanfaatan tanaman obat dan obat tradisional di indinesia. (2020). Jurnal Education And
Development Institut Pendidikan Tapanuli Selatan.
Saweng, C. F., Sudirmatini, L. M., & Suartha, I. N. (2020). Uji cemaran mikroba pada daun
mimba(Azadiracta Indica A. Juss) sebagai standarisasi bahan obat herbal. Indinesia
Medicus Veterinus.
Srijanto, I., Risman, D., & Suprianto, D. (2017). Outlook Teknologi Kesehatan. Jl. MH
Thamrin No. 8, Jakarta Pusat: BPPT PRESS.
ahalwan, F. and Mulyawati, N. Y. (2018) ‘Jenis Tumbuhan Herbal Dan Cara Pengolahannya
(Studi Kasus Di Negeri Luhutuban Kecamatan Kepulauan Manipa Kabupaten Seram
Bagian Barat)’, Biosel: Biology Science and Education, 7(2), p. 162. doi:
10.33477/bs.v7i2.653.
Elisma, E., Rahman, H. and Lestari, U. (2020) ‘Ppm Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Pengolahan Tanaman Obat Sebagai Obat Tradisional Di Desa Mendalo Indah Jambi
Luar Kota’, SELAPARANG Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan, 4(1), p.
274. doi: 10.31764/jpmb.v4i1.2736.
Sianipar, N. (2015) ‘Teknologi Pengolahan Tanaman Herbal’, Binus University. Available at:
https://research.binus.ac.id/food-biotech/2015/03/25/teknologi-pengolahan-tanaman-
herbal/.
Siregar, R. S. et al. (2020) ‘Studi literatur tentang pemanfaatan tanaman obat tradisional’,
Seminar of Social Sciences Engineering & Humaniora, pp. 385–3
BPOM RI. (2018). Peraturan Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Bpom, 70–73.
Fudholi, A., & Suryadi, B. (2004). Evaluasi penerapan cara pembuatan obat
tradisional yang baik ( CPOTB ) di industri obat tradisional di Jawa Tengah
Evaluation the implementation of the good manufacturing practice for
traditional medicine industries. 15(2), 75–80.
Pen, D., Ekspor, W., & September, E. (2014). Bat erbal radisional. September, 1–20.
September.
Aulia Nurtafani Reforma. (2020). Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) dan Cara
Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CP Adi Setiadi. 2019. Sediaan Obat
Tradisional di Indonesia. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. 2017. Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di
Indonesia, Jilid I-VIII. Jakarta
Astuti, I.P., S.Hidayat dan IBK Arinasa, 2000, Traditional Plant Usage in Four Villagesof
Baliage, Tenganan, Sepang, Tigawasa and Sembiran Bali, Indonesia, By
Botanical Garden of Indonesia LIPI All Rights Reserved Printed in Bogor,
Indonesia
Auterhoff and Kovan, 1997, Identifikasi Obat, (Sugiarso), Penerbit ITB Bandung
Fery Kus Lina, 2012, Jamu, Obat Herbal Terstandarisasi dan Fitofarmaka,
Jakarta
Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem Kesehatan. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. Agoes,
Rineka Cipta.
https://scholar.google.com/scholar?
hl=id&as_sdt=0%2C5&q=pengembangan+obat+tradisional&oq=#d=gs_qabs
&u=%23p%3Dmzw9hJBDlVUJ
Badan POM, 2001. Public Warning/Peringatan No. : KBPOM 11.066.2001. Badan POM,
2003. Peringatan Kepada Masyarakat / Public Warning No. : KB. 01.04.II.22.2003.
Badan POM, 2004. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Herbal Medicine RI No.
HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat
Bahan Alam Indonesia. Badan POM, 2005. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan RI No. HK.00.05.4.1380 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik. Depkes, 1991. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
659/MENKES/SK/X/1991 tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
Ebadi, M., 2002. Pharmacodynamic Basis of Herbal Medicine, Washington : CRC
Press LLC, p. 25-51. Newall, C.A., Phillipson, J.D., 1998. Interaction of Herbs With
Other Medicines, The European Phytojournal, Issue 1. Tuso, P.J., 2002. The Herbal
Medicine Pharmacy Update, The Permanente Journ
Aznam, N., Atun, S., dan Satino. 2013. Standarisasi Bahan Baku dan Produk Temulawak
Yogyakarta.
Emilan, T., Kurnia, A., Utami, B., Diyani, L.N., dan Maulana, A. 2011. Konsep Herbal
Indonesia: Pemastian Mutu Produk Herbal. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Ghorbani, A., Naghibi, F., dan Mosaddegh, M. 2006. Ethnobotany, Ethnopharmacology and
Drug
Hernani. 2011. Pengembangan Biofarmaka Sebagai Obat Herbal untuk Kesehatan. Buletin