Anda di halaman 1dari 95

i

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha
Esa, yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
kepada saya, sehingga saya berhasil menyelesaikan buku
mengenai Fitomedisin.
Saya menyadari bahwa dalam menyusun buku ini,
tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis alami,
namun berkat dukungan, dorongan dan semangat dari orang
terdekat, sehingga penulis mampu menyelesaikannya.
Buku ini mengandung materi yang telah dilengkapi
daftar pustaka yang dapat dijadikan referesi. Semoga buku
ini bisa bermanfaat khususnya bagi para pembaca.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Gorontalo, Agustus 2021

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................... 1
A. Definisi Fitomedisin .......................................... 1
B. Ruang Lingkup Fitomedisin .............................. 2
C. Filosofi Fitomedisin .......................................... 3
D. Regulasi dan Perundang-undangan .................. 5
BAB II SISTEM PENGOBATAN TRADISIONAL
YANG ADA DI INDONESIA.......................... 8
A. Pengobatan Tradisional Indonesia .................... 8
B. Pengobatan Tradisional Cina ............................ 9
C. Pengobatan Tradisional Barat ......................... 10
D. Pengobatan Tradisional Timur ........................ 11
E. Pengobatan Tradisional India .......................... 11
BAB III PENGGOLONGAN TUMBUHAN OBAT .... 13
A. Berdasarkan Kandungan ................................. 13
B. Berdasarkan Khasiat........................................ 15
BAB IV SENYAWA BIOAKTIF TUMBUHAN
OBAT… .......................................................... 17
A. Alkaloid ........................................................... 17
B. Flavonoid......................................................... 18

ii
C. Fenol ................................................................ 19
D. Terpenoid......................................................... 20
E. Steroid ............................................................. 21
F. Minyak Atsiri .................................................. 22
G. Purin ................................................................ 23
H. Saponin ............................................................ 24
I. Glikosida ......................................................... 25
BAB V FITOMEDISIN OBAT HIPERTENSI ............ 27
A. Hipertensi ........................................................ 27
B. Patofisiologi Hipertensi ................................... 28
C. Herbal Untuk Hipertensi ................................. 31
BAB VI FITOMEDISIN OBAT ULKUS PEPTIKUM. 33
A. Ulkus Peptikum ............................................... 33
B. Patofisiologi Ulkus Peptikum .......................... 34
C. Herbal Untuk Ulkus Peptikum ........................ 36
BAB VII FITOMEDISIN OBAT KANKER .................. 38
A. Kanker ............................................................. 38
B. Patofisiologi Kanker ........................................ 39
C. Herbal Untuk Kanker ...................................... 41
BAB VIII FITOMEDISIN OBAT
IMUNOMODULATOR. ................................. 44
A. Imunomodulator .............................................. 44
B. Patofisiologi Imunomodulator ......................... 45

iii
C. Herbal Untuk Imunomodulator ....................... 47
BAB IX FITOMEDISIN OBAT ANTIOKSIDAN ....... 51
A. Antioksidan ..................................................... 51
B. Patofisiologi Antioksidan ................................ 53
C. Herbal Untuk Antioksidan .............................. 54
BAB X FITOMEDISIN OBAT ANTIDIABETES ..... 57
A. Antidiabetes..................................................... 57
B. Patofisiologi Antidiabetes ............................... 58
C. Herbal Untuk Antidiabetes .............................. 60
BAB XI FITOMEDISIN OBAT HEPATOTOKSIK .... 63
A. Hepatotoksik ................................................... 63
B. Patofisiologi Hepatotoksik .............................. 64
C. Herbal Untuk Hepatotoksik............................. 65
BAB XII FITOMEDISIN OBAT ANTIRADANG DAN
ANTINYERI ................................................... 68
A. Antiradang dan Antinyeri ................................ 68
B. Patofisiologi Antiradang dan Antinyeri .......... 69
C. Herbal Untuk Antiradang dan Antinyeri ......... 71
BAB XIII PERSEDIAAN OBAT HERBAL ................... 73
A. Sediaan Obat Herbal dan Sediaan Galenik ..... 73
B. Takaran Dalam Penggunaan Obat Herbal ....... 77
BAB XIV TOKSISITAS, KONTRAINDIKASI,
INTERAKSI, INKOMPATIBILITAS ............ 79

iv
A. Toksisitas Tumbuhan Obat .............................. 79
B. Kontraindikasi Obat Herbal............................. 79
C. Interaksi Obat Herbal Dengan Obat
Konvensional ................................................... 80
D. Inkompatibilitas Obat Herbal ......................... 81
DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi Fitomedisin
Fitomedisin adalah studi tentang botani dan
penggunaan tanaman obat. Tumbuhan telah menjadi dasar
perawatan medis melalui banyak sejarah manusia, dan obat
tradisional seperti itu masih banyak dipraktikkan hingga saat
ini. Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang
berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut
yang secara turun temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman.
Ciri dari obat tradisional yaitu bahan bakunya masih
berupa simplisia yang sebagian besar belum mengalami
standardisasi dan belum pernah diteliti. Bentuk sediaan
masih sederhana berupa serbuk, pil, seduhan atau rajangan
simplisia, klaim kahsiatnya masih berdasarkan data empiris.
Obat tradisional sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, jamu, obat
herbal terstandar dan fitofarmaka. Paraherbalisme berbeda
dari obat-obatan yang berasal dari tumbuhan dalam
farmakologi standar karena tidak mengisolasi atau
menstandardisasi senyawa aktif secara biologis, tetapi lebih

1
pada kepercayaan bahwa melestarikan berbagai zat dari
sumber tertentu dengan pemrosesan lebih sedikit lebih aman
atau lebih efektif, yang tidak ada bukti Suplemen makanan
herbal paling sering masuk dalam kategori fitoterapi.
B. Ruang Lingkup Fitomedisin
Obat herbal juga disebut phytomedicine atau
phytotherapy. Paraherbalism menggambarkan praktik
alternatif dan pseudoscientific menggunakan ekstrak
tumbuhan atau hewan yang tidak dimurnikan sebagai obat
yang belum terbukti atau agen yang meningkatkan
kesehatan. Pengobatan modern menggunakan banyak
senyawa turunan tumbuhan sebagai dasar untuk obat-obatan
farmasi berbasis pada bukti. Meskipun herbalisme dapat
menerapkan standar modern pengujian efektivitas untuk
ramuan dan obat-obatan yang berasal dari sumber alami,
beberapa uji klinis berkualitas tinggi dan standar untuk
kemurnian atau dosis ada. Ruang lingkup obat herbal
kadang-kadang diperluas untuk mencakup produk jamur dan
lebah, serta mineral, kerang dan bagian hewani tertentu.
Bagian penting dari fitomedisin adalah tanaman yang
dapat berfungsi sebagai obat. Isolasi dan kimia dari
konstituen tanaman menjadi batas wilaya definisi
fitomedisin. Seorang ahli tanaman obat harus memiliki

2
pengetahuan tentang tanaman itu sendiri dan lingkungan
alami, komponen zat kimia dan komposisi dari zat kimia
tersebut agar dapat mengidentifikasi keistimewaan khusus
dari tanaman tersebut dan membedakannya dengan yang
lain.
C. Filosofi Fitomedisin
Orang primitif menggunakan tanaman tidak hanya
sebagai makanan, tetapi juga untuk tujuan pengobatan,
Bukti arkeologis menunjukkan bahwa penggunaan tanaman
obat sudah sejak zaman Paleolitik, sekitar 60.000 tahun
yang lalu. Bukti tertulis tentang pengobatan herbal telah ada
sejak 5.000 tahun yang lalu bagi bangsa Sumeria, yang
menyusun daftar tanaman. Beberapa budaya kuno menulis
tentang tanaman dan penggunaan medis mereka dalam
buku-buku yang disebut herbal. Peradaban Cina, India,
Mesir, dan penduduk asli Amerika kuno semuanya terbiasa
mempraktikkan pengobatan herbal. Di Mesir kuno, herbal
disebutkan dalam papirus medis Mesir, digambarkan dalam
ilustrasi makam, atau pada kesempatan langka ditemukan
dalam guci medis yang mengandung sejumlah jejak obat-
obatan herbal. Di antara papirus medis tertua, paling
panjang, dan paling penting di Mesir kuno, Papirus Ebers

3
berasal dari sekitar tahun 1550 SM, dan mencakup lebih dari
700 senyawa, terutama yang berasal dari tumbuhan.
Herbal Yunani yang paling awal diketahui berasal dari
Theophrastus dari Eresos yang, pada abad ke-4 SM, menulis
dalam bahasa Yunani Historia Plantarum, dari Diocles of
Carystus yang menulis pada abad ke-3 SM, dan dari
Krateuas yang menulis pada abad ke-1 SM. Hanya beberapa
fragmen dari karya-karya ini yang bertahan hidup, tetapi
dari yang tersisa, para sarjana mencatat tumpang tindih
dengan herbal Mesir.
Biji yang kemungkinan digunakan untuk jamu
ditemukan di situs arkeologi Zaman Perunggu Cina yang
berasal dari Dinasti Shang (sekitar 1600-1046 SM). Lebih
dari seratus dari 224 senyawa yang disebutkan dalam
Huangdi Neijing, teks medis Tiongkok awal, adalah herbal.
Herbal juga biasanya ditampilkan dalam pengobatan
tradisional India kuno, di mana pengobatan utama untuk
penyakit adalah diet. De Materia Medica, aslinya ditulis
dalam bahasa Yunani oleh Pedanius Dioscorides (sekitar 40-
90 M) dari Anazarbus, Cilicia, seorang dokter Yunani, ahli
farmakologi dan ahli botani, adalah salah satu contoh
penulisan herbal yang digunakan selama 1500 tahun hingga
1600-an.

4
Ayurveda, filosofi berusia 5.000 tahun dari India,
mencakup kekuatan obat dari rempah-rempah kuliner dan
rempah-rempah. Tulisan-tulisan Sansekerta paling awal
seperti theRig Veda dan Atharva Veda adalah beberapa
dokumen paling awal yang tersedia yang menjelaskan
pengetahuan medis yang membentuk dasar sistem
Ayurveda. Banyak herbal seperti kunyit, pala, merica dan
cengkeh yang digunakan dalam Ayurveda kemudian
dijelaskan oleh herbalis India kuno seperti Charaka dan
Sushruta selama milenium 1 SM. NSSushruta Samhita,
dikaitkan dengan Sushruta pada abad ke-6 SM,
menggambarkan nilai obat dari sekitar 700 spesies tanaman.
D. Regulasi dan Perundang-undangan
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan dan
Instansi terkait selalu mengawasi pengembangan Obat
Traddisional mulai dari bahan baku, proses pembuatan,
proses pengemasan dan pemasarannya agar masyarakat
terhindar dari efek negatif Obat Tradisional dengan
mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan baik itu
berupa UU, PP dan Intruksi atau Keputusan Bersama
diantaranya yaitu :

5
1. RENSTRA Kementrian Kesehatan RI dengan PP
17/1986 tentang Kewenangan Pengaturan Obat
Tradisional di Indonesia
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor :
246/Menkes/Per/V/1990, Izin Usaha Industri Obat
Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional
3. Undang Undang No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
760/MENKES/PER/IX/1992 tentang Fitofarmaka
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
761/MENKES/PER/IX/1992 tentang Pedoman
Fitofarmaka
6. GBHN 1993 tentang Pemeliharaan & Pengembangan
Pengobatan tradisional sebagai warisan budaya bangsa
(ETNOMEDISINE).
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
661/Menkes/SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat
Tradisional
8. PP No. 72/1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan

6
9. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
56/Menkes/SK/I/2000 tentang Pedoman Pelaksanaaan
Uji Klinik Obat Tradisional
10. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
949/MENKES/PER/VI/2000 tentang Pengertian Obat
Tradisional
11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
381/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional
Nasional (KONTRANAS)
12. Undang Undang No.36/2009 tentang Kesehatan
Pengobatan Tradisional
13. Peraturan Pemerintah RI No. 51/2009 tentang Sediaan
Farmasi : obat (modern/sintetik), bahan obat, obat
tradisional dan kosmetik
14. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 003/2010 tentang
Saintifikasi Jamu
15. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 88/2013 tentang
Rencana Induk Pengembangan Bahan Baku Obat
Tradisional

7
BAB II
SISTEM PENGOBATAN
TRADISIONAL YANG
ADA DI INDONESIA

A. Pengobatan Tradisional Indonesia


Pengembangan Kesehatan Tradisional Indonesia
(Kestrindo), terdapat tiga pilar, yakni produk (Jamu), praktik
(Metoda/Keilmuan) dan praktisi (Penyembuh/Provider)
yang disebut “3P”, yakni product, practice dan practioners.
Kelemahan pengembangan Kesehatan Tradisional Indonesia
selama ini, terjebak hanya pada pengembangan produk saja,
ujung-ujungnya produk yang dikembangkan “dipaksakan”
masuk dalam paradigma kedokteran konvensional, yang
akhirnya mengalami kesulitan untuk mendapatkan
pengakuan dari profesi kedokteran konvensional.
Komisi Saintifikasi Jamu Nasional telah menggagas
strategi pengembangan Kesehatan Tradisional Indonesia
secara sistematik, melalui pengembangan produk,
pengembangan praktik (pohon keilmuwan) dan penciptaan
praktisi (Provider) yang profesional.

8
Jamu adalah obat herbal tradisional Indonesia yang
telah dipraktekkan selama berabad-abad di masyarakat
Indonesia untuk menjaga kesehatan dan mengobati
penyakit. Meskipun pengobatan modern (konvensional)
menjadi semakin penting di Indonesia, jamu masih sangat
populer di pedesaan maupun di perkotaan. Berdasarkan
penggunaan tradisionalnya jamu sedang dikembangkan
menjadi bentuk terapi rasional, oleh praktisi herbal dan
dalam bentuk fitofarmaka.

Sumber : https://m.merdeka.com
B. Pengobatan Tradisional Cina
Pengobatan tradisional Tionghoa telah banyak
berkembang hingga kini memiliki banyak cabang ilmu.
Walaupun menggunakan teknik yang beragam, namun
semua cabang ilmu PTT memiliki konsep dasar yang sama.
Tujuannya adalah untuk mengobati berbagai penyakit serta
memberikan kesehatan optimal. PTT meyakini bahwa tubuh
manusia mirip dengan tata surya, hanya lebih kecil. Energi

9
qi mengalir di tubuh melalui saluran meridian, yang
menghubungkan semua organ tubuh. Apabila aliran qi atau
energi pada tubuh terganggu, maka orang tersebut akan
rentan terkena penyakit.

Sumber : https://phinemo.com
C. Pengobatan Tradisional Barat
Pengobatan Herbal Barat (WHM) adalah praktik klinis
penyembuhan menggunakan bahan tanaman alami atau
tanaman dengan sedikit atau tanpa pengolahan industri.
Obat-obatan atau ekstrak dari bahan tanaman mentah,
seperti akar, kulit kayu, dan bunga, digunakan dalam
berbagai formulasi tanaman untuk mengobati orang dengan
penyakit dan disfungsi dan untuk meningkatkan kesehatan
dan kesejahteraan.
Pengobatan gaya Barat biasanya lebih mengatasi
gejala atau menghilangkan rasa sakit. Sedangkan,
pengobatan gaya Timur biasanya bertujuan untuk
memulihkan atau memperbaiki fungsi tubuh agar kembali

10
seimbang. Karena ketidakseimbangan fungsi tubuh ini lah
yang terkadang menimbulkan berbagai penyakit pada tubuh.
D. Pengobatan Tradisional Timur
Asal-usul jamu Timur dapat ditelusuri kembali
setidaknya 5.000 tahun. Obat herbal mengambil pendekatan
alami dan holistik untuk perawatan kesehatan dan dipercaya
oleh orang-orang dari berbagai latar belakang budaya dan
sosial. Obat herbal memiliki pendekatan holistik terhadap
penyakit dan perawatan profilaksis dan berfokus pada
pencegahan penyakit serta pengobatannya.
Pengobatan Herbal Timur juga dikenal sebagai
pengobatan herbal China telah dipraktekkan di seluruh
China selama lebih dari 2000 tahun. Kanpo, yang
merupakan cara Han, adalah panduan dari berbagai
formularium kuno yang digunakan untuk mengobati
berbagai macam kondisi. Berbagai kombinasi herbal telah
digunakan untuk mengobati pria dengan hiperplasia prostat
jinak (BPH) serta gejala saluran kemih bagian bawah.
Cabang kedokteran ini menawarkan pasien dengan BPH
metode alami untuk memperbaiki gejala mereka.
E. Pengobatan Tradisional India
India dikenal dengan sistem pengobatan tradisionalnya
yaitu: Ayurveda, Siddha, dan Unani. Sistem medis

11
ditemukan disebutkan bahkan dalam Veda kuno dan kitab
suci lainnya. Konsep Te Ayurveda muncul dan berkembang
antara 2500 dan 500 SM di India. Arti harfiah dari
Ayurveda adalah "Ilmu Kehidupan," karena sistem
perawatan kesehatan India kuno berfokus pada pandangan
manusia dan penyakitnya. Telah ditunjukkan bahwa
kesehatan yang positif berarti metabolisme manusia yang
seimbang. Ayurveda juga disebut "Ilmu Umur Panjang"
karena menawarkan sistem lengkap untuk hidup sehat
panjang umur. Ini menawarkan program untuk
meremajakan tubuh melalui diet dan nutrisi. Ini
menawarkan metode pengobatan untuk menyembuhkan
banyak penyakit umum seperti alergi makanan, yang
memiliki sedikit perawatan modern.

Sumber : https://pin.it/61uwPKF

12
BAB III
PENGGOLONGAN
TUMBUHAN OBAT

A. Berdasarkan Kandungan
Tumbuhan obat memiliki berbagai manfaat karena
salah satu alasanya yaitu disebabkan oleh kandungan
metabolit sekunder yang ada pada tumbuhan. Metabolit
sekunder (MS) adalah molekul organik yang tidak memiliki
peran secara langsung dalam pertumbuhan dan
perkembangan. Metabolit sekunder pada tumbuhan
berfungsi spesifik namun tidak bersifat esensial. Metabolit
sekunder dapat disintesis oleh organ-organ tertentu
tumbuhan, seperti akar, daun, bunga, buah, dan biji. Bagi
tumbuhan penghasilnya, MS berfungsi sebagai pertahanan
terhadap organisme lain, sebagai atraktan untuk polinator
dan hewan penyebar biji, sebagai perlindungan terhadap
sinar UV, dan sebagai penyimpanan-N.
Metabolit sekunder dimanfaatkan manusia pada
berbagai bidang kehidupan, mulai dari kesehatan, pertanian,
pangan, dan lain sebagainya, seiring dengan semakin

13
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Klasifikasi
metabolit sekunder secara sederhana terdiri atas tiga
kelompok utama: 1) terpen (misalnya volatil, glikosida
kardiak, karotenoid, dan sterol; 2) fenolik (misalnya asam
fenolat, kumarin, lignan, stilbena, flavonoid, tanin, dan
lignin); dan 3) senyawa yang mengandung nitrogen
(misalnya alkaloid dan glukosinolat).
Tabel 1. Jumlah metabolit sekunder yang sudah
diisolasi dan dikarakterisasi pada tumbuhan tingkat tinggi.

14
B. Berdasarkan Khasiat
Tanaman obat mempunyai berbagai efek pada sistem
metabolisme tubuh manusia, ada yang mempunyai efek
analgesik, antioksidan hingga anti inflamasi. Oleh karena
itu, banyak dari masyarakat menggunakan tanaman obat
untuk mengobati beberapa masalah kesehatan, seperti
demam, batuk, flu, sakit kepala, sakit perut, pencernaan,
insomnia dan masalah kulit. Khasiat tanaman obat dapat
berasal dari akar maupun daun, sehingga dari satu macam
tanaman obat dapat memiliki khasiat yang berbeda-beda.
Bahan baku tanaman obat banyak dikonsumsi
masyarakat dalam berbagai bentuk. Selain digunakan
sebagai sebagai jamu dan obat, tanaman obat juga
digunakan dalam dunia kecantikan dalam bentuk kosmetik.
Perbedaan konsumsi varian tanaman obat dalam bentuknya
yang berbeda-beda tersebut memang berdasarkan preferensi
konsumen. Dari beberapa bentuk varian tanaman obat yang
disebutkan diatas, konsumsi jamu oleh konsumen biasanya
disesuaikan dengan kebutuhan dan khasiat jamu, seperti
beras kencur memberikan tambahan vitamin B dan
bermanfaat sebagai pengobatan nyeri (analgesik). Bahan-
bahan lain seperti temulawak dan kunyit juga berkhasiat
untuk memperbaiki pencernaan makanan sehingga

15
meningkatkan nafsu makan, sedangkan jahe, kencur dan
lempuyang juga berkhasiat untuk menghilangkan nyeri dan
pegal-pegal.
Tabel 2. Beberapa Khasiat Tanaman Obat Jenis
Rimpang-Rimpangan.

16
BAB IV
SENYAWA BIOAKTIF
TUMBUHAN OBAT

A. Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder
yang terbesar. Pada umumnya alkaloid mencakup senyawa
bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom
nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari
system siklik. Alkaloid dalam tumbuhan umumnya terdapat
sebagai garam (misalnya sebagai tartrat, sitrat) dan sebagai
alkaloid bebas golongan basa kuartener dan amina
teroksidasi bersifat lebih polar sehingga tersari oleh etanol
atau etanol air.

Gambar 1. Contoh-contoh alkaloid, satu kelompok lain dari


metabolit sekunder yang mengandung nitrogen

17
Alkaloid memiliki kelarutan yang khas dalam pelarut
organik. Golongan senyawa ini mudah larut dalam alkohol
dan sedikit larut dalam air. Garam alkaloid biasanya larut
dalam air. Di alam, alkaloid ada di banyak tumbuhan
dengan proporsi yang lebih besar dalam biji dan akar dan
seringkali dalam kombinasi dengan asam nabati. Senyawa
alkaloid memiliki rasa yang pahit.
B. Flavonoid
Flavonoid ditemukan tersebar pada bagian-bagian
tanaman seperti buah, daun, biji, akar, kulit kayu, batang
dan bunga. Fungsi umum yang dimiliki oleh flavonoid yaitu
pemberi zat warna bunga pada tanaman dan membantu
proses penyerbukan. Selain itu, senyawa ini juga berperan
dalam perlindungan diri dari serangan jamur maupun
paparan sinar UV-B. Senyawa ini memiliki struktur berupa
cincin aromatis yang memberikan gambaran bahwa senyawa
ini terbentuk dari jalur biosintesis poliketida.
Kebanyakan efek paling penting dari flavonoid adalah
sebagai antioksidan. Senyawaan ini juga diketahui dapat
mengurangi kerapuhan pembuluh kapiler. Flavonoid
berperan sebagai antioksidan dengan cara mengkelat logam,
berada dalam bentuk glukosida atau dalam bentuk bebas
yang disebut aglikon.

18
Gambar 2. Salah satu senya flavonoid yaitu Quarcetin
C. Fenol
Senyawa fenolik disebut juga sebagai zat warna.
Senyawa fenolik meliputi aneka ragam senyawa yang
mempunyai ciri sama, yaitu cincin aromatik yang
mengandung satu atau dua gugus OH− dan merupakan
senyawa yang banyak dihasilkan dari tumbuhan tinggi,
mulai dari akar, ranting, bunga, buah, biji, kulit, dan kayu.
Senyawa fenolik tidak ditemukan pada mikroorganisme,
baik itu bakteri, alga, jamur, bahkan lumut. Senyawa fenolik
mempunyai struktur yang khas, yaitu memiliki satu atau
lebih gugus hidroksil yang terikat pada satu atau lebih cincin
aromatik benzena.
Senyawa fenolik biasanya dikaitkan dengan respon
pertahanan pada tumbuhan. Meskipun demikian senyawa
fenolik juga berperan penting dalam proses-proses lain,
misalnya atraktan zat untuk mempercepat polinasi, warna
untuk kamuflase dan pertahanan terhadap herbivor, dan
aktivitas antibakteri dan antifungi. Senyawa fenolik terdiri

19
dari berbagai kelompok: flavonoid sederhana, asam-asam
fenolat, flavonoid kompleks, dan antosianin.

Gambar 3. Senyawa fenolik yang sering ditemukan pada


tumbuhan
D. Terpenoid
Terpenoid merupakan komponen-komponen kimia
tumbuhan yang mempunyai bau dan dapat diisolasi dari
bahan nabati (disebut minyak atsiri) dengan penyulingan.
Lokasi terpenoid dalam tanaman tergantung pada suku
tanaman tersebut, misalnya dalam rambut kelenjar (pada
family Labiate), didalam saluran minyak (pada family
Umbellifearae). Senyawa-senyawa terpenoid memiliki sifat

20
antimikroba, antijamur, antivirus, antihiperglikemik,
antiparasit, antialergenik, antiradang, antipasmodik,
imunomodulator, dan kemoterapetik, bermacam-macam
tergantung pada jenisnya.
Terpen diklasifikasikan berdasarkan jumlah unit
penyusunnya yang berkarbon lima, meskipun modifikasi
yang ekstensif kadang kala membuatnya sukar untuk
memilah residu-residu berkarbon lima aslinya. Struktur khas
terpen adalah mengandung kerangka karbon (C5)n, dan
diklasifikasi sebagai hemiterpen (C5), monoterpen (C10),
seskuiterpen (C15), diterpen (C20), sesterterpen (C25),
triterpen (C30), dan tetraterpen (C40).

Gambar 4. Struktur Monoterpen dan Seskuiterpen.


E. Steroid
Steroid adalah molekul bioaktif penting dengan
kerangka dasar 17 atom C yang tersusun dari 4 buah
gabungan cincin, 3 diantaranya yaitu sikloheksana dan

21
siklopentana. Senyawa steroid berupa kristal berbentuk
jarum dengan karakteristik mengandung gugus OH, gugus
metil, dan memiliki ikatan rangkap yang tidak terkonjugasi.
Steroid dapat ditemukan dalam tumbuhan Digitalis, Scilla,
dan Strophanthus. Senyawa ini digunakan dalam
pengobatan penyakit jantung seperti gagal jantung kongestif
dan arrhythmia.

Gambar 5. Salah satu contoh dari steroid adalah digitoxin.


F. Minyak Atsiri
Minyak atsiri terbentuk oleh protoplasma akibat
adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau oleh
hidrolisis dari glikosida tertentu. Fungsi dari senyawa ini
yaitu karena aromanya dapat mengusir serangga, mencegah
daun dan bunga rusak.
Sejumlah tumbuhan mengandung campuran
monoterpen volatil dan seskuiterpen, yang disebut dengan
minyak atsiri (essential oils), dengan karakteristik aroma

22
pada daunnya. Pepermin, lemon, kemangi, dan saga
merupakan contoh tumbuhan yang mengandung minyak
atsiri.

Gambar 6. Contoh tanaman dan kandungan minyak atsiri, A.


limonena dalam lemon; B. mentol dalam minyak pepermin.
G. Purin
Purin adalah senyawa amina bagian dari protein yang
menyusun tubuh makhluk hidup, bahkan sistem
metabolisme tubuh kita sendiri juga memproduksi purin.
Purin ditemukan dalam konsentrasi tinggi didalam daging
dan produk daging. Ada banyak purin alami, purin yang
terpenting adalah hipoksantin, xantin, teofilin, teobromin,
kafein, asam urat, dan isoguanin.

23
Gambar 7. Senyawa purin yang diperlukan tubuh.
H. Saponin
Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida
yang tersebar luas pada tanaman tingkat tinggi serta
beberapa hewan laut dan merupakan kelompok senyawa
yang beragam dalam struktur, sifat fisikokimia dan efek
biologisnya. Saponin merupakan steroid dan triterpen
glikosida, dinamakan demikian karena sifatnya yang
menyerupai sabun. Adanya unsur larut lemak (steroid atau
triterpen) dan larut air (gula) pada satu molekul
menyebabkan saponin memiliki sifat seperti deterjen.
Saponin adalah golongan senyawa glikosida, dapat
membentuk larutan koloidal dalam air dan membuih bila
dikocok. Saponin memberikan rasa pahit menusuk. Saponin
bersifat iritator pada selaput lendir, sehingga memunculkan

24
respon bersin. Saponin merupakan antioksidan sekunder,
mampu menghambat peroksidasi lipid dengan cara
membentuk hidroperoksida.

Gambar 8. Salah satu contoh dari saponin adalah liquorice..


I. Glikosida
Glikosida adalah senyawa alami yang terdiri dari
bagian karbohidrat dan bagian bukan karbohidrat. Bagian
bukan karbohidrat paling banyak ditemukan adalah
triterpen, steroid, dan flavanoid; sedangkan molekul
karbohidrat yang paling banyak ditemukan adalah glukosa,
galaktosa, xilosa, dan arabinosa.
Glikosida diklasifikasikan menjadi 3 klasifikasi, yaitu:
1. Klasifikasi berdasarkan glikon
a. Apabila gugus glikon suatu glikosida adalah
glukosa maka molekulnya dinamakan sebagai
glukosida,

25
b. Apabila gugus glikon suatu glikosida adalah
fruktosa maka molekulnya dinamakan sebagai
fruktosida,
c. Apabila gugus glikon suatu glikosida adalah asam
glukuronat maka molekulnya dinamakan sebagai
glukuronida dan sebagainya.
d. Dalam tubuh, senyawa racun seringkali terikat
oleh asam glukuronat untuk meningkatkan
kelarutannya dalam air menghasilkan glukuronida
yang dapat tereksresikan dari dalam tubuh.
2. Klasifikasi berdasarkan ikatan glikosida.
Berdasarkan letak ikatan glikosida, di bawah atau di
atas dari struktur datar molekul gula, maka glikosida dapat
diklasifikasikan sebagai alfa-glikosida (bawah) atau beta-
glikosida (atas). Beberapa enzim seperti alfa-amilase hanya
dapat menghidrolisis ikatan-alfa.
3. Klasifikasi berdasarkan aglikon
Glikosida juga diklasifikasikan berdasarkan senyawa
agikon alamiahnya. Klasifikasi ini banyak digunakan untuk
tujuan keimuan biokimia dan farmakologi.

26
BAB V
FITOMEDISIN OBAT
HIPERTENSI

A. Hipertensi
Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang
bersifat abnormal dan diukur paling tidak pada tiga
kesempatan yang berbeda. Seseorang dianggap mengalami
hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90
mmHg.
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah
sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik
sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak hanya beresiko tinggi
menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita penyakit
lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan
makin tinggi tekanan darah, makin besar resikonya.
Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan
darah dalam pembuluh darah arteri secara terus-menerus
lebih dari suatu periode. Hipertensi dipengaruhi oleh faktor
risiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti usia, jenis

27
kelamin dan genetik/keturunan, maupun yang bersifat
eksogen seperti obesitas, konsumsi garam, rokok dan kopi.
Menurut World Health Organization klasifikasi
hipertensi adalah :
1. Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau
sama dengan 140 mmHg dan diastolik kurang atau
sama dengan 90 mmHg.
2. Tekanan darah perbatasan (border line) yaitu bila
sistolik 141-149 mmHg da n diastolik 91-94 mmHg.
3. Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik
lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan diastolik
lebih besar atau sama dengan 95 mmHg.
B. Patofisiologi Hipertensi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total
peripheral resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu
dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi maka dapat
menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki sistem
yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara
akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan
mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka
panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat
kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat
seperti reflex kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks

28
kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang
berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos.
Sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat melalui
perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga
intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan
vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan
berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh
sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan
berbagai organ.

Gambar 9. Patofisiologi Hipertensi


Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui
terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh
angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang
peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.

29
Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di
hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal)
akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat
di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon
antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di
hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan
ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan
tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume
cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik
cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah
meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan
darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron
dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid
yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur
volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan

30
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan
ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan
volume dan tekanan darah.
C. Herbal Untuk Hipertensi
Salah satu, terapi pengobatan untuk penyakit
hipertensi adalah pemanfaatan sari mentimun. Kandungan
yang terdapat dalam mentimun seperti mineral di mentimun
yaitu potassium, magnesium dan fospor yang dapat
mengobati hipertensi. Didalam mentimun yang bersifat
diuretic dan kandungan air yang tinggi berfungsi sebagai
penurunan tekanan darah tinggi. Mentimun memiliki
kandungan seperti potassium, magnesium dan fospor yang
dapat pengobati hipertensi.

Sumber : Hallosehat.com
Mentimun juga memiliki kandungan uretic dan
kandungan airnya yang juga dapat penurunkan tekanan
darah pada penderita hipertensi. Mentimun merupakan salah
satu sayuran yang dapat dikonsumsi baik dalam bentuk

31
segar maupun olahan seperti acar dan asinan atau digunakan
juga sebagai pengobatan herbal.
Kandungan kalium dalam mentimun dapat
menurunkan sekresi renin yang mengakibatkan
penghambatan pada Renin-Angiotensin System (penurunan
angiotensin I dan II sehingga vasokonstriksi pembuluh
darah berkurang). Akibatnya terjadi penurunan reabsorpsi
natrium dan air pada ginjal. Penghambatan pada Renin-
Angiotensin System juga turut menyebabkan terjadinya
penurunan ekskresi aldosteron, sehingga terjadi penurunan
reabsorpsi natrium dan air di tubulus ginjal. Akibat dari
mekanisme tersebut, maka terjadi peningkatan diuresis yang
menyebabkan berkurangnya volume darah, sehingga
tekanan darah pun menjadi turun.
Kalium juga merupakan ion utama di dalam cairan
intraseluler. Kalium mempunyai efek dalam pompa Na-K
yaitu kalium dipompa dari cairan ekstraselular ke dalam sel,
dan natrium dipompa keluar sel. Ginjal sebagai regulator
utama kalium di dalam tubuh menjaga agar kadarnya tetap
di dalam darah dengan mengontrol eksresinya. Kadar
kalium yang tinggi dapat meningkatkan eksresi natrium,
sehingga dapat menurunkan volume darah dan tekanan
darah.

32
BAB VI
FITOMEDISIN OBAT
ULKUS PEPTIKUM

A. Ulkus Peptikum
Salah satu gangguan pencernaan adalah ulkus
peptikum lebih dikenal oleh masyarakat dengan tukak
lambung. Tukak lambung adalah suatu gangguan saluran
cerna bagian atas yang bersifat ulseratif yang disebabkan
oleh aktivitas sekret lambung yaitu pepsin dan HCl yang
berlebih. Tukak lambung merupakan keadaan dimana
kontiniutas mukosa lambung terputus dan meluas sampai ke
bawah lapisan epitel. Penyebabnya adalah
ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor defensif
yang mempertahankan keutuhan mukosa lambung.
Ulkus peptikum atau tukak lambung merupakan
gangguan penyakit yang disebabkan kerusakan pada lapisan
mukosa, sub mukosa sampai lapisan otot saluran cerna yang
disebabkan aktifitas pepsin dan asam lambung. Umumnya
terjadi pada bulbus duodenum dan kurvatura minor, dapat
juga mengenai esofagus sampai usus halus. Ulkus dapat

33
disebabkan oleh beberapa kondisi, salah satunya ulkus
diinduksi stres oksidatif yaitu kondisi dimana terjadi
ketidakseimbangan antara produksi oksigen reaktif dan
kemampuan sistem biologi untuk mendetoksifikasi reaktif
intermediet, yang bisa menyebabkan kerusakan oksidatif
protein, lipid dan DNA.
Tukak lambung (Peptic Ulcer) adalah kerusakan
jaringan berupa lubang pada mukosa saluran cerna lambung
hingga lapisan mukosa, submukosa diikuti proses inflamasi.
Penyakit tukak lambung dapat diobati dengan pemberian
obat-obatan golongan antagonis reseptor H2.
B. Patofisiologi Ulkus Peptikum
Pembentukan tukak di saluran pencernaan diakibatkan
oleh ketahanan keseimbangan normal tubuh yang terganggu
antara faktor yang mencerna makanan (meliputi asam
lambung dan pepsin atau enzim pemecah protein yang
diproduksi lambung) dengan faktor yang meningkatkan
pertahanan dan perbaikan mukosa lambung (meliputi
bikarbonat yang berperan dalam sistem pendaparan pH
fisiologis, sekresi lendir, dan prostaglandin yang merupakan
mediator yang menyebabkan rasa nyeri jika terjadi inflamasi
dan untuk melindungi fungsi fisiologis tubuh misalnya
perlindungan pada mukosa lambung). Prostaglandin

34
menghambat sekresi asam lambung dan melindungi mukosa
lambung dengan merangsang produksi lendir, bikarbonat
yang berperan dalam sistem pendaparan pH fisiologis, dan
fosfolipid (komponen utama membran plasma). Penggunaan
NSAID dapat mengurangi produksi prostaglandin yang
menyebabkan tukak di lambung karena rusaknya mukosa
lambung oleh asam lambung.

Gambar 10. Patofisiologi Ulkus Peptikum.


Pada kondisi normal terdapat keseimbangan fisiologis
antara sekresi asam lambung dengan sistem pertahanan
mukosa gastroduodenal. Kerusakan mukosa, dan
selanjutnya tukak peptik, terjadi ketika keseimbangan antara
faktor agresif dan mekanisme pertahanan (faktor protektif)
ini terganggu. OAINS dan Infeksi H. pyloric berperan dalam
menyebabkan terjadinya kerusakan integritas lapisan
pelindung mukosa dan produksi prostaglandin sehingga

35
membuat agen-agen iritatif seperti asam lambung dapat
masuk dan merusak lapisan dalam dari dinding lambung.
Patofisiolgi akibat NSAID yaitu diserupsi fisiokimia
pertahanan mukosa lambung dan inhibisi sistemik terhadap
perlindung mukosa lambung melalui inhibisi aktivitas COX
mukosa lambung.
Terjadinya ulkus peptikum melalui mekanisme ROS
(Reaktif Oksigen Spesies) yaitu dengan memediasi
kerusakan mitokondria yaotu lipid, protein, dan oksidasi
DNA yang sehingga sistem pertahanan menurun dan
menyebabkan apoptosis dan cedera mukosa.
C. Herbal Untuk Ulkus Peptikum
Tumbuhan yang mengandung getah dapat menyerap
kuman dan unsur beracun, termasuk logam berat, dan lain-
lain. Getah kemangi dapat melindungi lambung dari
rangsangan, dan mengobati tukak lambung. Selain itu, pada
tumbuhan kemangi mengandung antioksidan flavon-O-
glikosida juga dapat digunakan untuk penyembuhan tukak
lambung.
Kemampuan flavonoid sebagai antioksidan telah
banyak diteliti, dimana flavonoid memiliki kemampuan
untuk menangkal radikal bebas di dalam tubuh sekaligus
dapat memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Flavonoid juga

36
dapat menghambat enzim cAMP, protein kinase C, dan
protein phosphorylation, sehingga dapat menghambat
terjadinya tukak lambung.
Daun kemangi berperan dalam penyembuhan tukak
lambung, dimana kandungan zat flavonoid bertanggung
jawab melalui mekanisme antiinflamasi dan meningkatkan
kecepatan epitelisasi. Penelitian sebelumnya telah
menunjukkan bahwa daun kemangi mempunyai aktifitas
sebagai antiulkus dan antibakteri. Flavonoid dilaporkan
untuk melindungi mukosa dengan mencegah pembentukan
lesi oleh berbagai nekrotik agen.

Sumber : Lifestyle.okezone.com
Selain itu flavonoid yang ditemukan dalam kemangi
telah ditunjukkan untuk membantu meringankan kejang otot
dan dapat mengatasi kram pada perut, serta mampu
melindungi struktur sel-sel tubuh yang rusak.

37
BAB VII
FITOMEDISIN OBAT
KANKER

A. Kanker
Kanker atau tumor ganas terjadi akibat adanya
pertumbuhan sel- sel jaringan tubuh yang tidak normal,
disebabkan neoplasia, displasia, dan hiperplasia. Neoplasia
adalah kondisi sel yang terdapat pada jaringan berproliferasi
secara tidak normal dan invasif, dysplasia yaitu kondisi sel
yang tidak berkembang normal dengan indikasi adanya
perubahan pada nucleus (Inti Sel), hiperplasia merupakan
kondisi sel normal pada jaringan mengalami pertumbuhan
berlebihan.
Kanker adalah penyakit yang disebabkan oleh
pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal,
berkembang dengan cepat, tidak terkendal dan terus
membelah diri.
Kanker adalah suatu istilah untuk penyakit di mana
sel-sel membelah secara abnormal tanpa kontrol dan dapat
menyerang jaringan di sekitarnya. Kanker, yang juga

38
dikenal sebagai tumor atau penyakit ganas, merupakan
sebuah istilah umum yang digunakan untuk sekelompok
besar penyakit yang dapat menyerang bagian tubuh mana
saja. Istilah lain yang digunakan adalah tumor ganas.
Kanker merupakan suatu penyakit akibat pertumbuhan
sel yang abnormal dan tidak terkontrol serta berpotensi
untuk merusak atau bermetastasis ke bagian tubuh yang lain.
Hingga saat ini, kanker masih menjadi masalah kesehatan
dunia yang diperkirakan jumlahnya akan terus meningkat.
Pada tahun 2012, sekitar 8,2 juta kematian disebabkan oleh
kanker.
B. Patofisiologi Kanker
Sel abnormal membentuk sebuah kelompok dan mulai
berproliferasi secara abnormal, membiarkan sinyal pengatur
pertumbuhan dilingkungan sekitarnya sel. Sel mendapatkan
karakteristik invasif sehingga terjadi perubahan jaringan
sekitar. Sel menginfiltrasi jaringan dan memperoleh akses
kelimfe dan pembuluh darah, yang membawa sel kearea
tubuh yang lain. kejadian ini dinamakan metastasis (kanker
menyebar kebagian tubuh yang lain).
Sel-sel kanker disebut neoplasma ganas/ maligna dan
diklasifikasikan serta diberi nama berdasarkan tempat
jaringan yang tumbuhnya sel kanker tersebut. Kegagalan

39
sistem imun untuk menghancurkan sel abnormal secara
cepat dan tepat tersebut meneyebabkan sel-sel tumbuh
menjadi besar untuk dapat ditangani dengan menggunakan
imun yang normal. Kategori agens atau faktor tertentu yang
berperan dalam karsinomagenesis (transpormasi maligna)
mencakup virus dan bakteri, agens fisik, agens kimia, faktor
genetik atau familial, faktor diet, dan agens hormonal.

Gambar 11. Patofisiologi Kanker.


Neoplasma merupakan pertumbuhan baru. Menurut
seorang ankolog dari inggris menemakan neoplasma sebagai
massa jaringan yang abnormal, tumbuhan berlebih, dan
tidak terkordinasi dengan jaringan yang normal, dan selalu

40
tumbuh meskipun rangsangan yang menimbulkan sudah
hilang. Proliferasi neoplastik menimbulkan massa
neoplasma sehingga menimbulkan pembengkakan atau
benjolan pada jaringan tubuh, sehingga terbentuknya tumor.
Istilah tumor digunakan untuk pembengkakan oleh
sembaban jaringan atau perdarahan. Tumor dibedakan
menjadi dua yaitu jinak dan ganas. Jika tumor ganas
dinamakan kanker.
C. Herbal Untuk Kanker
Allium sativum atau bawang putih diketahui
mempunyai efek antikanker. Studi epidemiologi
menunjukkan bahwa konsumsi bawang putih dapat
memberikan efek proteksi pada kanker gastrointestinal.
Konsumsi bawang putih dapat menekan progresi dari
adenoma kolorektal dan meningkatkan aktivitas serta jumlah
dari sel natural-killer oleh senyawa aktifnya yaitu S-
allylcysteine. Karena hal tersebut bawang putih dapat
mencegah penurunan kualitas hidup akibat kanker. Senyawa
lain yang terkandung dalam bawang putih yaitu
organosulfur yang dapat mencegah terjadinya kanker,
termasuk kanker kolon. Penelitian dilakukan dengan
membandingkan S-allylcysteine dan S-alylmercaptocysteine
yang terkandung dalam bawang putih pada sel kanker kolon

41
HT-29 dan SW-480. Hasil penelitian menunjukan bahwa
SAMC dapat menghambat pertumbuhan serta
menonaktifkan sel pada fase G-2-M dan menginduksi
terjadinya apoptosis.

Sumber : Antaranews.com
Kunyit mengandung senyawa aktif kurkumin.
Kurkumin oral ditoleransi dengan baik, meskipun
penyerapannya terbatas dengan kadar nanogram, tapi
memiliki aktivitas biologis pada beberapa pasien dengan
kanker pankreas. Data praklinis menunjukkan bahwa
curcumin memiliki aktivitas ampuh melawan kanker
pankreas, tetapi tingkat paparan yang lebih tinggi perlu
dicapai. Kurkumin bersifat hidrofobik oleh karena itu tidak
dapat diberikan intra vena (I.V). Namun lipofilik yang
dienkapsulasi dalam liposom dapat diberikan dengan rute
I.V. Kurkumin liposomal yang diberikan secara sistemik
memiliki aktivitas antitumor in vitro dan in vivo, dan tidak
memiliki toksisitas pada hewan uji.

42
Sumber : Hallosehat.com
Dalam teh hijau terkandung Epigallocatechin-3-gallate
(EGCG) yang merupakan jenis katekin yang paling
berlimpah dan mencakup sekitar 50-75% dari total
kandungan katekinnya. ECGC juga merupakan antioksidan
yang paling efektif dalam hal manfaat kesehatannya. EGCG
bersifat toksik atau racun bagi sel-sel kanker pada uji
laboratorium. Kemudian EGCG dapat mencegah aksi dari
faktor pertumbuhan yang diperlukan untuk membentuk dan
menumbuhkan pembuluh-pembuluh darah baru, sehingga
mencegah sel-sel kanker agar tidak bertumbuh serta
menyebar dengan cepat dari satu lokasi ke lokasi lain.

Sumber : Bola.com

43
BAB VIII
FITOMEDISIN OBAT
IMUNOMODULATOR

A. Imunomodulator
Substansi yang dapat membantu memperbaiki fungsi
sistem imun dikenal sebagai imunomodulator yang secara
klinis digunakan pada pasien dengan gangguan imunitas.
Imunomodulator adalah obat yang dapat mengembalikan
dan memperbaiki sistem imun yang fungsinya terganggu
atau untuk menekan yang fungsinya berlebihan. Fungsi
imunomodulator adalah memperbaiki sistim imun dengan
cara stimulasi (imunostimulan) atau menekan/menormalkan
reaksi imun yang abnormal (imunosupresan).
Imunostimulan terdiri dari dua golongan yaitu
imunostimulan biologi dan sintetik. Beberapa contoh
imunostimulan biologi adalah sitokin, antibodi monoklonal,
jamur dan tanaman obat (herbal) sedangkan imunostimulan
sintetik yaitu levamisol, isoprinosin dan muramil peptidase.
Imunomodulator adalah berbagai agen yang berefek
meningkatkan jalur Th1 (fagositosis), menghambat jalur

44
Th2, agen yang berefek antiinflamasi, antihistamin,
menghambat migrasi eosinofil ke daerah lesi, mencegah
degranulasi sel mast dan basofil, memblokade Fc reseptor,
menginhibisi IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, dan IL-5, mengurangi
secara selektif sel-sel imun yang aktif berlebihan,
menginhibisi aktivasi sistem komplemen, menekan fungsi
limfosit T dan B. Tumbuhan obat yang bekerja pada sistem
imunitas bukan hanya bekerja sebagai efektor yang
langsung menghadapi penyebab penyakitnya, melainkan
bekerja melalui pengaturan imunitas. Bahan-bahan yang
bekerja demikian digolongkan sebagai imunomodulator.
Jadi, apabila kita mengobati penyakit yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme dengan imunomodulator, maka
imunomodulator tersebut tidak akan menghadapi secara
langsung mikroorganismenya, melainkan sistem imunitas
akan didorong untuk menghadapi melalui efektor sistem
imunitas.
B. Patofisiologi Imunomodulator
Penyakit defisiensi imun adalah sekumpulan aneka
penyakit yang karena memiliki satu atau lebih
ketidaknormalan sistem imun, dimana kerentanan terhadap
infeksi meningkat. Defisiensi imun primer tidak
berhubungan dengan penyakit lain yang mengganggu sistem

45
imun, dan banyak yang merupakan akibat kelainan genetik
dengan pola bawaan khusus. Defisiensi imun sekunder
terjadi sebagai akibat dari penyakit lain, umur, trauma, atau
pengobatan. Penyebab defisiensi imun sangat beragam dan
penelitian berbasis genetik berhasil mengidentifikasi lebih
dari 100 jenis defisiensi imun primer dan pola menurunnya
terkait pada X-linked recessive, resesif autosomal, atau
dominan autosomal.

Gambar 12. Proses terjadinya autoimun.


Secara alamiah sistem kekebalan tubuh akan menurun
sesuai dengan perjalanan umur manusia. Sel-sel kekebalan,
terutama limfosit mengandung kadar asam lemak tidak
jenuh yang tinggi pada fosfolipid membran selnya. Berbagai
penelitian diet lemak tinggi dapat mempengaruhi komposisi
asam lemak pada fosfolipid membran sel limfosit. Asam
lemak tersebut dapat mempengaruhi fungsi sistem imun

46
dengan berbagai cara antara lain terjadinya berbagai
perubahan dalam fluiditas membran sel, aktifitas beberapa
enzim pada membran sel, dan pembentukan senyawa-
senyawa penting lainnya yang berperan dalam regulasi
sistem imun (immunoregulating eicosanoids).
C. Herbal Untuk Imunomodulator
Senyawa kimia jintan hitam dapat berfungsi sebagai
imunomodulaor yaitu untuk memperkuat sistem imun tubuh.
Senyawa kimia jintan hitam akan menekan rasio T-cell yang
berfungsi sebagai pembunuh sel alamiah. Senyawa kimia
jintan hitam menjadikan rasio T-cell positif dan negatif
menjadi 55% berbading 30%, yang mana 30% sebagai
pembunuh sel alamiah. Senyawa kimia Jintan hitam (Nigella
sativa Linn.) juga dapat merangsang dan memperkuat sistem
imun tubuh manusia melalui peningkatan jumlah, mutu, dan
aktivitas sel-sel imun tubuh. Pemberian ekstrak etanol biji
jintan hitam (Nigella sativa) juga dapat meningkatkan
antibodi yang merupakan sistem imun dapatan (non
spesifik) dan jumlah sel leukosit yang merupakan sistem
imun alamiah (spesifik).
Ekstrak biji N. Sativa mampu meningkatkan produksi
sitokin IL-3 dan TNF-α pada limfosit manusia ketika
dikultur dengan pooled allogeneic cells atau tanpa

47
penambahan stimulator. Selain itu terlihat adanya
peningkatan IL-1β, yang diduga karena N. sativa juga
memiliki efek terhadap makrofag. Pada kultur limfosit,
campuran ekstrak biji N. sativa dan protein yang dimurnikan
menunjukkan efek stimulasi seperti juga efek supresinya
bergantung donor dan konsentrasi yang digunakan. Namun
demikian efek terhadap produksi sitokin menunjukkan
bahwa fraksi senyawa N. sativa kurang efektif dibandingkan
dengan ekstrak protein utuh dari N. sativa.

Sumber : Satuharapan.com
Bagian rimpang dari lempuyang telah digunakan untuk
mengatasi gangguan imun secara tradisional di Asia
Tenggara. Senyawa yang terkandung pada lempuyang
adalah zerumbone (Haque, et al., 2018). Ekstrak etanol,
minyak esensial, dan zerumbone yang terdapat pada
lempuyang masing- masing diberikan pada konsentrasi 3,13;
12,5; dan 50 μg/mL pada polymorphonuclear neutrophils

48
yang diinduksi oleh lipopolisakarida secara in vitro. Hasil
dari perlakuan tersebut menunjukan aktivitas penurunan
ekspresi CD18 dibandingkan dengan kontrol yang hanya
diinduksi oleh lipopolisakarida.

Sumber : greeners.com
Senyawa gingerol yang dimiliki oleh jahe memiliki
aktivitas imunomodulator. 6-gingerol, 8-gingerol, dan 10-
gingerol dengan masing-masing dosis 0,15 μmol/L
diberikan pada sel T manusia secara in vitro selama 48 jam.
Hasil dari pengujian ini adalah terdapatnya peningkatan
sitokin inflamasi seperti TNF-α dan IL-8 dibandingkan
dengan sel T yang tidak diberikan intervensi gingerol.
Namun, tingkat kenaikan dari kadar sitokin tersebut tidak
disebutkan. Selain itu, pemberian 8- gingerol pada
konsentrasi 0,03-2,7 μmol/L meningkatkan kadar IFN-γ
sebesar 20- 30% dibandingkan dengan kadar kontrol.
Kemudian, pemberian 10-gingerol pada konsentrasi 0,03-1,2

49
μmol/L meningkatkan kadar IFN-γ sebesar 15%
dibandingkan dengan kontrol.

Sumber : Hallosehat.com

50
BAB IX
FITOMEDISIN OBAT
ANTIOKSIDAN

A. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu
menghambat oksidasi molekul lain. Tubuh tidak mempunyai
system pertahanan antioksidatif yang berlebihan, sehingga
jika terjadi paparan radikal berlebihan, tubuh membutuhkan
antioksidan eksogen.
Antioksidan adalah substansi yang diperlukan tubuh
untuk menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan
yang ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal,
protein, dan lemak. Antioksidan menstabilkan radikal bebas
dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki
radikal bebas, dan menghambat terjadinya rekasi berantai
dari pembentukan radikal bebas yang dapat menimbulkan
stres oksidatif. Ada beberapa bentuk antioksidan,
diantaranya vitamin, mineral dan fitokimia. Berbagai tipe
antioksidan bekerja bersama dalam melindungi sel normal
dan menetralisir radikal bebas. Antioksidan adalah suatu

51
inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi dengan cara
bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal
bebas tak reaktif yang relative lebih stabil.
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidak
stabil dan sangat reaktif karena memiliki satu atau lebih
elektron tak berpasangan pada orbitalterluarnya. Untuk
mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan
bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh
pasangan elektron. Rekasi ini akan berlangsung terus-
menerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan
menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, jantung,
katarak, penuaandini,serta penyakit degenerative lainnya.
Oleh karena itu tubuh memerlukan suatu substansipenting,
yaitu antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas
tersebut sehingga tidah dapat menginduksi suatu penyakit.
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dibagi
menjadi antioksidan primer dan antioksidan sekunder.
Antioksidan primer yaitu berperan untuk mencegah
pembentukan radikal bebas yang baru dengan memutus
reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang
lebih stabil. Contohnya lesitin. Antioksidan sekunder yaitu
menangkap senyawa radikal serta mencegah terjadinya
reaksi berantai. Contohnya karotenoid. Dalam kulit buah

52
naga terdapat antioksidan yaitu betasianin. Betasianin
memberikan warna merah dalam kulit buah naga merah dan
berfungsi sebagai menghambat terjadinya infeksi yang
terdapat dalam tubuh. Berikut ini merupakan struktur dari
betasianin.
B. Patofisiologi Antioksidan
Radikal bebas dapat merusak jaringan normal terutama
apabila jumlahnya terlalu banyak. Akibat dari radikal bebas
dalam jumlah besar adalah gangguan produksi DNA, lapisan
lipid pada dinding sel, pembuluh darah, produksi
prostaglandin, kerusakan sel dan mengurangi kemampuan
sel untuk beradaptasi terhadap lingkungannya. Kadar
Reactive Oxygen Species (ROS) yang tinggi menyebabkan
penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah dan
akibatnya timbulah atherosklerosis atau lebih dikenal
dengan penyakit jantung koroner.
Radikal bebas dapat terbentuk karena dipicu oleh
adanya stresor, yaitu sinar ultraviolet, radiasi, serta aktivitas
fisik. Radikal bebas dapat memicu terbentuknya stres
oksidatif.1 Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara
radikal bebas dengan antioksidan, di mana jumlah radikal
bebas lebih besar dibandingkan dengan antioksidan. Stres
oksidatif berhubungan erat dengan proses inflamasi

53
sistemik, proliferasi sel endotel, apoptosis, serta
vasokonstriksi. Stres oksidatif memiliki peran dalam
terjadinya berbagai penyakit khususnya penyakit degeneratif
seperti kanker, diabetes melitus, aterosklerosis yang
merupakan penyebab penyakit jantung koroner ataupun
gagal jantung.

Gambar 13. Dampak buruk radikal bebas.


C. Herbal Untuk Antioksidan
Dari sejumlah penelitian pada tanaman obat
dilaporkan bahwa banyak tanaman obat yang mengandung
antioksidan dalam jumlah besar. Efek antioksidan terutama
disebabkan karena adanya senyawa fenol seperti flavonoid,
asam fenolat. Biasanya senyawa- senyawa yang memiliki

54
aktivitas antioksidan adalah senyawa fenol yang mempunyai
gugus hidroksi yang tersubstitusi pada posisi orto dan para
terhadap gugus -OH dan -OR.
Berbagai penelitian membuktikan bahwa jahe
mempunyai sifat antioksidan. Beberapa komponen utama
dalam jahe seperti gingerol, shogaol, dan gingeron memiliki
aktivitas antioksidan di atas vitamin E13. Beberapa
komponen bioaktif dalam ekastrak jahe antara lain (6)-
gingerol, (6)-shogaol, diarilheptanoid dan curcumin
mempunyai aktivitas antioksidan yang melebihi tokoferol.
Rimpang jahe mengandung 0,8-3,3% minyak atsiri dan ±
3% terkandung di dalam rimpangnya antara lain vitamin A,
B1, C, lemak, protein, pati, damar, asam organik, oleoresin
(gingerin), dan volatile oil (zingeron, zingerol, zingeberol,
zingiberin, borneol, sineol, dan feladren) oleoresin,
bergantung pada klon jahe yang bersangkutan.

Sumber : Hallosehat.com

55
Biji pala memiliki kandungan minyak atsiri pala
sekitar 5−15% yang meliputi pinen, sabinen, kamfen,
miristicin, elemisin, isoelemisin, eugenol, isoeugenol,
metoksieugenol, safrol, dimerik polipropanoat, lignan, dan
neolignan. Eugenol diketahui merupakan komponen utama
yang bersifat menghambat peroksidasi lemak dan
meningkatkan aktivitas enzim seperti dismutase
superoksidase, katalase, glutation peroksidase, glutamin
transferase, dan glukose6-fosfat dehydrogenase. Peran
tersebut merupakan fungsi yang hanya dapat dilakukan oleh
senyawa antioksidan. Setelah dilakukan penelitian mengenai
analisa kandungan favonoid total dan aktivitas antioksidan
dari beberapa tanaman rempah didapatkan hasil bahwa dari
5 macam sampel rempah (jahe, kunyit, kencur, lengkuas dan
pala) didapatkan tiga sampel memiliki aktivitas antioksidan
yang tinggi yaitu jahe, kunyit dan pala.

Sumber : Travel.kompas.com

56
BAB X
FITOMEDISIN OBAT
ANTIDIABETES

A. Antidiabetes
Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi
karena pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon
yang mengatur gula darah atau glukosa), atau ketika tubuh
tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
dihasilkannya. Secara global, diperkirakan 422 juta orang
dewasa hidup dengan diabetes pada tahun 2014,
dibandingkan dengan 108 juta pada tahun 1980. Prevalensi
diabetes di dunia (dengan usia yang distandarisasi) telah
meningkat hampir dua kali lipat sejak tahun 1980,
meningkat dari 4,7% menjadi 8,5% pada populasi orang
dewasa. Diabetes menyebabkan 1,5 juta kematian pada
tahun 2012. Gula darah yang lebih tinggi dari batas
maksimum mengakibatkan tambahan 2,2 juta kematian,
dengan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan
lainnya. Empat puluh tiga persen (43%) dari 3,7 juta
kematian ini terjadi sebelum usia 70 tahun. Persentase

57
kematian yang disebabkan oleh diabetes yang terjadi
sebelum usia 70 tahun lebih tinggi di negaranegara
berpenghasilan rendah dan menengah daripada di negara-
negara berpenghasilan tinggi.
B. Patofisiologi Antidiabetes
Salah satu masalah jangka panjang pada penderita DM
Tipe 1 adalah rusaknya kemampuan tubuh untuk mensekresi
glukagon sebagai respon terhadap hipoglikemia. Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya hipoglikemia yang dapat
berakibat fatal pada penderita DM Tipe 1 yang sedang
mendapat terapi insulin. Walaupun defisiensi sekresi insulin
merupakan masalah utama pada DM Tipe 1. namun pada
penderita yang tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi
penurunan kemampuan sel-sel sasaran untuk merespons
terapi insulin yang diberikan. Ada beberapa mekanisme
biokimia yang dapat menjelaskan ha! ini, salah satu
diantaranya adalah, defisiensi insulin menyebabkan
meningkatnya asam lemak bebas di dalam darah sebagai
akibat dari lipolisis yang tak terkendali di jaringan adiposa.
Asam lemak bebas di dalam darah akan menekan
inetabolisme glukosa di jaringan-jaringan perifer seperti
misalnya di jaringan otot rangka, dengan parkataan lain
akan menurunkan penggunaan glukosa oleh tubuh.

58
Defisiensi insulin Juga akan menurunkan ekskresi dari
baberapa gen yang diperlukan sel-sel sasaran untuk
merespons insulin secara normal, misalnya gen glukokinase
di hati dan gen GLUT4 (protein transporter yang membantu
transpor glukosa di sebagian besar Jaringan tubuh)
dijaringan adiposa.

Gambar 14. Patofisiologi Diabetes Melitus.

59
Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe
2, terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat
dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya,
disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal
patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya
sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal
atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan
ini lazim disebut sebagai "Resistensi Insulin". Resistensi
insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti
Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas,
gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan penuaan.
C. Herbal Untuk Antidiabetes
Sambiloto memiliki aktivitas antidiabetes karena
mengandung andrografolid yang dapat meningkatkan
penggunaan glukosa dalam otot tikus yang diinduksi
menderita diabetes melalui proses stimulasi transporter
GLUT-4. Andrografolid menyebabkan meningkatnya
jumlah ekspresi mRNA dan kadar protein GLUT-4
menembus sel. Ekstrak etanol herba sambiloto menurunkan
kadar glukosa dan menurunkan kadar kolesterol, trigliserida,
dan asam lemak bebas dengan mekanisme meningkatkan
kadar glutation S hidroksilase (GSH), glutation S-
transferase (GST), dan glutation reduktase (GR) hati

60
sehingga dapat berfungsi sebagai antioksidatif; menekan
glukoneogenesis dan glikogenesis; meningkatkan glikolisis
dan glikogenesis serta meningkatkan sensitivitas insulin
pada tikus resisten insulin yang diinduksi dengan diet lemak
dan streptozotosin.

Sumber : amp.kontan.co.id
Ekstrak sambiloto juga dapat merangsang pelepasan
insulin dan menghambat absorbsi glukosa melalui
penghambatan enzim alfaglukosidase dan alfa-amilase.
Dosis 2,0 g/ kg BB ekstrak etanol herba sambiloto
merupakan kadar optimal yang dapat menurunkan kadar
glukosa tikus.
Pandan wangi yang berpotensi mengandung senyawa
antidiabetes dan dapat dijadian sebagai salah satu obat
herbal untuk penyakit diabetes. Dalam analisa GCMS dalam
ekstrak etil asetat daun pandan wangi terdapat beberapa
senyawa kimia yang berpotensi sebagai obat herbal
antidiabetes. Senyawa kimia tersebut diantaranya adalah

61
neofitadiena, asam pentadekanoat, 2-heksadeken1-ol, etil
lenoleat, asam oktadekanoat, asam 9,12,15-
oktadekatrienoat, tridekanadial, asam-1-2-benzede-
karboksilat, skualena, skualen, vitamin E, sitosterol, dll.

Sumber : hallosehat.com

62
BAB XI
FITOMEDISIN OBAT
HEPATOTOKSIK

A. Hepatotoksik
Hepatotoksik merupakan suatu reaksi yang timbul
akibat penumpukan zat-zat berbahaya di dalam hepar.
Hepatotoksik akibat bahan-bahan kimia harus selalu
dipertimbangan sebagai kemungkinan penyebab penyakit
hepar. Hepar yang mengalami kerusakan dapat
menyebabkan proses metabolisme tubuh terganggu, dan jika
dibiarkan akan berlanjut pada nekrosis.
Obat yang dikatakan hepatotoksik adalah obat yang
dapat menginduksi kerusakan hati atau biasanya disebut
drug induced liver injury. Mekanisme dari drug induced
liver injury belum diketahui secara pasti namun secara garis
besar melibatkan dua mekanisme, yaitu mekanisme
hepatotoksisitas langsung dan reaksi imunitas yang
merugikan. Hepatotoksik langsung, yaitu dengan langsung
merusak hati dan reaksi lainnya dengan diubah oleh hati
menjadi bahan kimia yang dapat berbahaya bagi hati.

63
B. Patofisiologi Hepatotoksik
Penyebab timbulnya kerusakan hepar dapat terjadi
karena beberapa faktor antara lain bahan kimia beracun,
konsumsi alkohol yang berlebihan, infeksi dan gangguan
autoimun. Bahan kimia yang masuk dalam tubuh bekerja
melalui berbagai mekanisme radikal bebas. Senyawa radikal
bebas dapat terbentuk akibat proses kimia kompleks yang
terjadi didalam tubuh. Salah satu bahan kimia yang bekerja
melalui mekanisme radikal bebas adalah karbon tetraklorida
(CCl4). Karbon tetraklorida (CCl4) menyebabkan lipid
peroksidasi membran organel sel. Salah satu parameter
untuk mengukur atau mengetahui kerusakan hepar yaitu
dengan tes faal hepar dengan mengukur kadar SGOT dan
SGPT sebagai marker dari kerusakan hepar tersebut.

Gambar 15. Patofisiologi Kerusakan Hati.

64
Besarnya potensi kerusakan hati dapat dicegah dengan
pemberian senyawa yang bertindak sebagai zat pelindung
hati (hepatoprotektor). Senyawa hepatoprotektor banyak
diperoleh dari tanaman.
C. Herbal Untuk Hepatotoksik
Taraxacum officinale Weber et Wiggers memiliki
kandungan zat kimia tertentu yang dapat memberikan
dampak positif terhadap fungsi hati. Akar jombang memiliki
sejarah panjang dalam penggunaannya sebagai penyokong
fungsi hati dan mengobati berbagai gangguan dermatologi
dan sistemik, berdasarkan teori bahwa herbal ini dapat
meningkatkan kemampuan hati untuk detoksifikasi. Secara
tradisional Taraxacum officinale telah digunakan sebagai
obat untuk penyakit kuning dan gangguan lain pada hati dan
kantong empedu, dan sebagai obat untuk menangkal retensi
air. Tanaman jombang ini mengandung flavonoids
(isoquerin, hyperin), taraxasterol, taraxacerin, taraxerol,
taraxin, kolin, inulin, pektin, koumesterol, asparagine, dan
vitamin (A,B, dan D).

65
Sumber : ehatQ.com
Kunyit memiliki efek farmakologi melancarkan darah
dan vital energi, emmenagogue, anti inflamasi,
mempermudah persalinan, carminative, antibakteri,
kolagogum, adstringent. Kurkumin pada kunyit mempunyai
efek anti peradangan, antioksidan, antibakteri,
imunostimulan, kolagogum, hipolipidemik, hepatoprotektor,
dan tonikum. Rimpang kunyit mengandung senyawa yang
berkhasiat obat yaitu kurkuminoid, yang terdiri atas
kurkumin, desmetoksi kurkumin dan bisdesmetoksi
kurkumin. Senyawa kurkumin ini yang diduga mampu
melindungi sel-sel hati dari bahan toksik.

66
Sumber : Hallosehat.com
Potensi hepatoprotektor dari ekstrak etanol rimpang
dringo yang diinduksi karbontetra-klorida (CCl4)
mengalami penurunan nilai SGPT yang signifikan. Oleh
karena itu, rimpang dringo (Acorus calamus L.) memiliki
potensi sebagai hepatoprotektor.

Sumber : Hallosehat.com

67
BAB XII
FITOMEDISIN
OBAT ANTIRADANG
DAN ANTINYERI

A. Antiradang dan Antinyeri


Radang atau inflamasi adalah respon fisiologis
terhadap infeksi dan cedera jaringan, radang juga
menginisiasi pembunuhan patogen, proses perbaikan
jaringan dan membantu mengembalikan homeostasis pada
tempat yang terinfeksi atau cedera. Jika respon antiinflamasi
gagal beregulasi, dapat mengakibatkan cedera kronis dan
membantu perkembangan penyakit yang terkait. Inflamasi
dapat dibedakan menjadi dua yaitu akut dan kronik.
Inflamasi akut mempunyai onset dan durasi yang lebih
cepat. Inflamasi akut terjadi dengan durasi waktu beberapa
menit sampai beberapa hari, ditandai dengan adanya cairan
eksudat protein plasma maupun akumulasi leukosit
neutrofilik yang dominan. Inflamasi kronik memiliki durasi
yang lebih lama yaitu dalam hitungan hari hingga tahun.

68
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang
tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual
maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk
kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik
yang multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda dalam
intensitas (ringan,sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti
terbakar, tajam), durasi (transien, intermiten,persisten), dan
penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau difus).
Meskipun nyeri adalah suatu sensasi, nyeri memiliki
komponen kognitif dan emosional, yang digambarkan dalam
suatu bentuk penderitaan. Nyeri juga berkaitan dengan
reflex menghindar dan perubahan output otonom.
B. Patofisiologi Antiradang dan Antinyeri
Terjadinya inflamasi adalah reaksi lokal dari jaringan
atau sel terhadap suatu rangsangan. Jika ada cedera, terjadi
rangsangan untuk melepaskan zat kimia tertentu yang
menstimulasi terjadinya perubahan jaringan sebagai
manifestasi dari radang, diantaranya yaitu histamin,
serotonin, bradikinin, leukotrien dan prostaglandin.
Cyclooxygenase (COX) merupakan enzim yang terdapat
pada jalur biosintetik dari prostaglandin, tromboksan dan
prostasiklin. Cyclooxygenase terbagi dua yaitu COX-1 dan
COX-2. COX-1 sebagai housekeeping gen pada hampir

69
seluruh jaringan normal, sedangkan enzim COX-2
bertanggung jawab terhadap mekanisme inflamasi dan rasa
nyeri. COX-2 membentuk PGE2 dan PGI2 yang dapat
menyebabkan terjadinya beberapa proses biologis yaitu
peningkatan permeabilitas kapiler, agen piretik dan
hiperalgesia.

Gambar 16. Patofisiologi Radang.


Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit
bisa intesitas tinggi maupun rendah seperti perennggangan
dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang mengalami
nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler .
Peningkatan kadar K + ekstraseluler akan menyebabkan
depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada beberapa

70
keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme sehingga
menyebabkan peradangan/inflamasi. Akibatnya, mediator
nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan
histamin yang akan merangasng nosiseptor sehingga
rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat
menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia).
C. Herbal Untuk Antiradang dan Antinyeri
Daun Annona muricata telah banyak digunakan secara
empirik sebagai antiinflamasi dan analgetik. Melalui studi in
silico dengan metode molecular docking dapat dilihat
beberapa bahan aktif ekstrak etanol daun Annona muricata
memiliki tingkat afinitas lebih tinggi dari obat yang sudah
ada (dexamethason dan indometachin).

Sumber : Rimbakita,com
Nilai-nilai afinitas yang didapat dapat diduga bahan
aktif yang paling berperan adalah rutin dan quercetin yang
tampak kuat bekerja pada COX-1, COX-2, dan sPLA.
Bahan-bahan aktif pada minyak atsiri memiliki afinitas yang
tidak terlalu tinggi menunjukkan bahan-bahan aktif pada

71
minyak atsiri tidak dapat digunakan sebagai antiinflamasi
dan analgetik.
Kandungan bioaktif yang paling banyak terkandung di
dalam akar E. longifolia, yaitu quassinoid. Adanya
kandungan kuasinoid yang terdiri dari eurycomalactone,
14,15β-dihydroklaieanone, dan 13,21-dehydroeury-
comanone pada akar E. longifolia dapat digunakan sebagai
penghambat dalam jalur aktivasi NF-κB. Eurycomanone
sebagai salah satu komponen quassinoid yang dominan dari
akar E. longifolia terlibat sebagai regulator jalur sinyal
dalam proliferasi, kematian sel, dan inflamasi dengan
mencegah induksi dari NF-κB dan MAPK oleh TNFα.
Aktivitas NF-kB dan sinyal dari TNF-α juga berperan
penting dalam regulasi faktor-faktor lain yang berkontribusi
dalam respon imun, nyeri, dan inflamasi, sehingga kerap
kali obat anti-inflamasi didesain dengan mekanisme
penghambatan aktivitas NF-kB.

Sumber : Hallosehat.com

72
BAB XIII
PERSEDIAAN OBAT
HERBAL

A. Sediaan Obat Herbal dan Sediaan Galenik


Sediaan tanaman obat adalah bahan tanaman yang
sudah dihaluskan atau berbentuk serbuk, ekstrak, tinktura,
minyak lemak atau minyak atsiri. Hasil perasan yang dibuat
dari tanaman obat, dimana pembuatannya melibatkan proses
fraksinasi, pemurnian, dan pemekatan.
Bentuk obat tradisional yang banyak dijual dipasar
dalam bentuk kapsul, serbuk, cair, simplisia dan tablet.
Bentuk-bentuk sediaan ini saat ini sudah semakin aman dan
terstandarisasi serta dikemas dengan baik untuk menjaga
keamanan dari sediaan atau produk sediaan atau simplisia
tanaman obat tradisional.
Jenis-jenis sediaan tradisional yang dibuat dari
tanaman adalah sebagai berikut.
1. Teh (species)
Sediaan teh herbal mengandung satu atau lebih
simplisia digunakan untuk penggunaan per oral.

73
Pembuatannya sesaat sebelum digunakan, biasanya
dikemas dalam bentuk rajangan atau bungkusan.
2. Dekok (decoctum)
Sediaan ini berupa sediaan cair yang dibuat dengan
mengekstraksi simplisia dengan air pada suhu 900C
selama 30 menit. Pembuatannya simplisia dengan
derajat halus tertentu dimasukkan ke dalam panci
dengan air secukupnya, kemudian dipanaskan di dalam
penangas air selama 30 menit, dihitung pada suhu
mulai mencapai 900C sambil sekali-sekali diaduk.
Saring melalui kain flanel selagi panas, tambahkan air
secukupnya melalui ampas hingga diperoleh dekok
yang dikehendaki. Jika tidak dinyatakan perbandingan
lain dan tidak mengandung bahan berkhasiat.
3. Infusa (infusum/rebusan)
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara
mengekstraksi simplisia dengan air pada suhu 900C
selama 15 menit. Cara ini adalah cara paling sederhana
untuk pembuatan sediaan herbal dari bagian tanaman
yang lunak seperti daun dan bunga. Contoh : Infus
daun sirih (Folia Piperis betle).

74
4. Jus (succus)
Jus adalah sediaan cair yang dibuat melalui maserasi
atau pengepresan simplisia segar. Sediaan jus dibuat
untuk tanaman yang tidak memiliki kandungan kimia
yang poten.
5. Sirup (sirupus)
Sirup adalah sediaan cair agak kental mengandung
paling tidak 50% sukrosa dan biasanya 60-65%.
Kandungan gula ini dapat menghambat pertumbuhan
mikroba, sehingga dapat meningkatkan waktu hidup
sediaan obat. Sediaan sirup ditujukan untuk anak-anak.
6. Tingtur (tinctura)
Tingtur merupakan sediaan cair yang dibuat dengan
mengekstraksi simplisia menggunakan alkohol atau
hidroalkohol dengan cara maserasi atau perkolasi
menggunakan pelarut yang sesuai dengan monografi.
Kecuali dinyatakan lain, tingtur dibuat dengan jumlah
simplisia 20% untuk zat berkhasiat dan 10% untuk zat
berkhasiat keras. Contoh : Tinctura Bellodannae,
Tinctura Digitalis
7. Ekstrak (ekstraktum)
Ekstrak adalah sediaan padat, kental, atau cair yang
dibuat dengan mengekstraksi simplisia menggunakan

75
air, alkohol, atau hidroalkohol, dengan metoda
ekstraksi dan pelarut yang sesuai dengan monografi
masing-masing.
Sekarang ini, teknologi pembuatan sediaan farmasi
telah digunakan pada obat herbal, untuk menarik konsumen
dan memudahkan penggunaannya, seperti kapsul, tablet,
tablet salut, salep, krim, dan jel.
1. Pilis adalah obat tradisional dalam bentuk padat atau
pasta yang digunakan dengan cara mencoletkan pada
dahi.
2. Parem adalan obat tradisional dalam bentuk padat,
pasta atau bubur yang digunakan dengan cera
melumurkan pada kaki dan tangan atau pada bagian
tubuh
3. Tapel adalah obat tradisional dalam bentuk, padat
pasta atau bubur yang lain. digunakan dengan cara
melumurkan pada seluruh permukaan perut.
Sediaan Galenik adalah ekrtaksi bahan atau campuran
bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan.
Istilah galenica diambil dari nama seorang tabib yunani,
yaitu Claudius Galenos ( galen )yang membuat sedian obat
yang berasal dari tumbuhan dan hewan sehingga munculah
ilmu obat-obatan yang disebut “sedian galenika”. Jadi, ilmu

76
galenika adalah ilmu yang mempelajari tentang pembuatan
sediaan (preparat) obat dengan cara sederhana dan dibuat
dari alam (tumbuhan dan hewan). Sedian galenika adalah
sediaan yang dibuat dari bahan baku dari hewan atau
tumbuh-tumbuhan yang disari. (Ilmu racik obat.2015)
B. Takaran Dalam Penggunaan Obat Herbal
Tanaman obat, seperti halnya obat buatan pabrik
memang tidak bisa dikonsumsi sembarangan. Tetap ada
dosis yang harus dipatuhi, seperti halnya resep dokter. Buah
mahkota dewa, misalnya, hanya boleh dikonsumsi dengan
perbandingan 1 buah dalam 3 gelas air. Sedangkan daun
mindi baru berkhasiat jika direbus sebanyak 7 lembar dalam
takaran air tertentu. Takaran yang tepat dalam penggunaan
obat tradisional memang belum banyak didukung oleh data
hasil penelitian. Peracikan secara tradisional mengunakan
takaran sejumput, segenggam ataupun seruas, sulit
ditentukan ketepatannya. Penggunaan takaran yang lebih
pasti dalam satuan gram dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya efek yang tidak diharapkan karena batas antara
racun dan obat dalam bahan tradisional amat tipis. Dosis
tepat membuat tanaman tradisional bisa menjadi obat dan
sebaliknya jika berlebihan bisa menjadi racun.

77
Daun seledri (Apium graviolens) telah diteliti dan
terbukti mampu menurunkan tekanan darah, tetapi pada
penggunaannya harus berhati-hati karena pada dosis
berlebih (over dosis) dapat menurunkan tekanan darah
secara drastis, sehingga jika penderita tidak tahan dapat
menyebabkan syok. Oleh karena itu, dianjurkan agar jangan
mengkonsumsi lebih dari 1 gelas perasan seledri untuk
sekali minum. Demikian pula mentimun, takaran yang
diperbolehkan tidak lebih dari 2 biji besar untuk sekali
makan.
Untuk menghentikan diare dapat menggunakan
gambir, tetapi penggunaan lebih dari 1 ibu jari, bukan
sekedar menghentikan diare bahkan akan menimbulkan
kesulitan buang air besar selama berhari-hari (konstipasi).
Sebaliknya, penggunaan minyak jarak (Oleum ricini) untuk
urus-urus yang tidak terukur akan menyebabkan iritasi
saluran pencernaan. Demikian juga dengan pemakaian keji
beling (Strobilanthus crispus) untuk batu ginjal melebihi 2
gram serbuk (sekali minum) bisa menimbulkan iritasi
saluran kemih .

78
BAB XIV
TOKSISITAS,
KONTRAINDIKASI,
INTERAKSI,
INKOMPATIBILITAS

A. Toksisitas Tumbuhan Obat


Pengujian toksisitas penting dilakukan untuk
memperkirakan derajat kerusakan yang diakibatkan suatu
senyawa terhadap material biologik maupun nonbiologik.
Pengujian lazim dilakukan pada suatu calon produk untuk
memenuhi persyaratan edar dan perijinan dari suatu wilayah
atau negara. Skrining toksikologi sangat penting dalam
perkembangan obat baru serta untuk mengetahui potensi
terapi yang dimiliki oleh suatu molekul obat. Pengujian
toksisitas secara umum ditujukan untuk mengetahu efek
yang tidak dikehendaki oleh suatu obat terutama terhadap
kejadian kanker, gangguan jantung dan iritasi kulit atau
mata.
B. Kontraindikasi Obat Herbal
Yang harus menghindari penggunaan obat-obatan herbal
adalah :

79
1. Orang-orang yang menggunakan obat-obatan lain.
2. Orang dengan kondisi kesehatan yang serius, seperti
penyakit hati atau ginjal.
3. Orang yang akan menjalani operasi.
4. Wanita hamil atau menyusui.
5. Orang tua.
6. Anak-anak seperti dengan semua obat, obat-obatan
herbal harus dijaga agar tidak terlihat dan jangkauan
anak-anak.
C. Interaksi Obat Herbal Dengan Obat Konvensional
Penggunaan jangka panjang dari lidah buaya sebagai
laksatif bisa mengakibatkan tubuh kehilangan kalium, yang
merupakan salah satu mineral penting dalam tubuh.
Kehilangan kalium sendiri dapat meningkatkan efek dari
glikosida jantung (contoh: digoxin) dan obat-obatan
antiaritmia.
Selain itu, lidah buaya juga memiliki potensi untuk
berinteraksi dengan obat-obatan diuretik tiazida (contoh:
hidroklorotiazida) dan diuretik loop (contoh: furosemide),
serta kortikosteroid (contoh: deksametason,
metilprednisolon). Penggunaan obat-obatan ini secara
bersamaan dengan lidah buaya dapat meningkatkan

80
kemungkinan terjadinya defisiensi kalium dan
ketidakseimbangan elektrolit pada penggunanya.
Karena adanya efek bawang putih pada agregasi
platelet dan pembentukan fibrinogen yang berperan dalam
pembekuan darah, penggunaan bawang putih bersama
antikoagulan, seperti warfarin dan antiplatelet, serta aspirin,
tanpa pengawasan dokter sebaiknya dihindari karena dapat
meningkatkan risiko perdarahan pada pasien yang
mengonsumsinya.
Penggunaan rimpang jahe dan ekstraknya dalam dosis
besar pada pasien yang menggunakan obat-obatan
antikoagulan atau memiliki gangguan pada pembekuan
darah sebaiknya dilakukan dengan berhati-hati. Hal ini
dilakukan karena jahe menunjukkan efek antitrombotik,
yang dapat memengaruhi pembekuan darah dan
meningkatkan risiko perdarahan pada orang-orang dengan
gangguan pembekuan darah.
D. Inkompatibilitas Obat Herbal
Dari asal teori ketidakcocokan terhadap obat-obatan
tradisional Cina, hubungan herbal, bahaya herbal yang tidak
kompatibel dan prinsip pencegahan terhadap efek toksik
dari obat-obatan yang tidak kompatibel spesifik, inovasi dan
pengembangan teori ketidakcocokan pengobatan Cina

81
tradisional dieksplorasi. Secara struktural, ketidakcocokan
obat-obatan tradisional Tiongkok mengacu pada oposisi dua
herbal berdasarkan tujuh emosi dan pengalaman klinis.
Kombinasi herbal yang tidak kompatibel dapat
menyebabkan kerugian manusia, terutama kerusakan laten
dan tidak efisien obat-obatan intervensi. Penghindaran
kombinasi herbal yang tidak kompatibel dan pertimbangan
kedua gejala dan kemanjuran obat adalah metode dasar
untuk mencegah reaksi yang merugikan.

82
DAFTAR PUSTAKA
Addisu, S. & A. Assefa. 2016. Role of plant containing
saponin on livestock production; A Review Advances
in Biological Research. 10 (5): 309-314.

Akhtar, N., Jantan, I., Arshad, L. & Haque, M., 2019.


Standardized Ethanol Extract, Essential Oil, and
Zerumbone on Zingiber zerumbet Rhizoma Suppress
Phagocytic Activity of Human Neutrophils. BMC
Complementary and Alternative Medicine, 19(1), pp.
1-12.

Anggorowati, D. A., Priandini, G., & Thufail, T. 2016


Potensi Daun Alpukat (Persea americana miller)
Sebagai Minuman Teh Herbal yang Kaya Antioksidan.
Industri Inovatif: Jurnal Teknik Industri, 6(1), 1-7.

Azhari, N. T. P., & Apriliana, E. 2016. Peranan jombang


(Taraxacum officinale) sebagai hepatoprotektor.
Jurnal Majority, 5(5), 32-36.

Bahrudin, M. 2017. Patofisiologi nyeri (pain). Saintika


Medika: Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran
Keluarga, 13(1), 7-13.

Candra, A. A. 2013. Aktivitas hepatoprotektor temulawak


pada ayam yang diinduksi pemberian parasetamol.
Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 13(2).

Croteau R, Kutchan TM & Lewis NG. 2015. Natural


products (Secondary metabolites). In Biochemistry &
Molecular Biology of Plants, B. Buchanan, W.
Gruissem, R. Jones, Eds. 2nd Ed. London: Wiley &
Blackwell.
Hakim, R., Bintari, Y. R., & Damayanti, D. S. 2018. Studi
Insilico Potensi Minyak Astiri dan Ekstrak Etanol
Daun Annona muricata Sebagai Calon Herbal
Terstandart Untuk Analgesik dan Antiinflamasi. Jurnal
Kesehatan Islam: Islamic Health Journal, 7(1).

Julianto,T.S. 2016. Minyak Atsiri Bunga Indonesia,


Deepublish, Yogyakarta.

Lin D, Xiao M, Zhao J, Li Z, Xing B, Li X, Kong M, Li L,


Zhang Q, Liu Y, Qin W, Wu H & Chen S. 2016. An
Overview of Plant Phenolic Compounds and Their
Importance in Human Nutrition and Management of
Type 2 Diabetes. Molecules 21(1374): 1-19.

Lovindy PL, Tatik M. 2014. Pengaruh Pemberian Jus


Mentimun (Cucumis Sativus L.) Terhadap Tekanan
Darah Sistolik Dan Diastolik Pada Penderita
Hipertensi [skripsi]. Semarang: Universitas
Dipenogoro.

Mahboob SA, Apte Ki, Bhagwat GB. 2014.


Hepatoprotective Potential of Acorus calamus Against
Carbon Tetrachloride Induced Liver Damage in Rats.
Int J of PharmTech Res;6(4):1315-1321.

Nuraini, B. 2015. Risk factors of hypertension. Jurnal


Majority, 4(5).

Parasuraman P. 2011. Toxicological sreening. J. Pharmacol


Pharmacother. Apr-Jun;2(2):74- 79

Rani V, Yadav UCS, editor. 2015. Free radicals in human


health and disease. India: Springer.
Ribera, A.E. and Zuñiga, G. 2012. Induced plant secondary
metabolites for phytopatogenic fungi control: a
review, Journal of Soil Science and Plant Nutrition, 12
(4), 893-911

Sari, A. N. 2016. Berbagai tanaman rempah sebagai


sumber antioksidan alami. Elkawnie: Journal of
Islamic Science and Technology, 2(2), 203-212.

Schoenknecht, C., Andersen, G., Schmidts, I. & Schieberle,


P., 2016. Quantitation of Gingerols in Human Plasma
by Newly Developed Stable Isotope Dilution Assays
and Assessment of Their Immunomodulatory Potential.
Journal of Agricultural Food Chemistry, 64(11), pp.
2269-2279.

Sukandar, D., dkk. 2010. Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etil


Asetat Daun Pandan Wangi (Pandanus Amarylifolius
Roxb.). Vol. 12, No. 2, pp: 66: Journal Valensi UIN
Syarif Hidayatullah.

Sulisti, F., & Radji, M. 2014. Potensi Pemanfaatan Nigella


sativa L. sebagai Imunomodulator dan Antiinflamasi.
Pharmaceutical Sciences and Research (PSR).

Susana, W., Indriyani Permatasari, J. F., Siregar, M. N., &


Hendra, P. 2018. Uji Aktivitas Analgesik dan Anti-
Inflamasi Sediaan Infusa dan Dekokta Akar Eurycoma
longifolia pada Mencit (Analgesic and Anti-
Inflammatory Activities of Infusion and Decoction of
Eurycoma longifolia root in Mice).

Windari, T. 2017. Peranan ekstrak bawang dayak


(Eleutherine palmifolia) sebagai agen anti tukak
lambung (peptic ulcer) pada Tikus Wistar (Rattus
norvegicus) jantan yang diinduksi etanol. Jurnal
Pangan dan Agroindustri, 5(1).

Wink M. 2010. Biochemistry, physiology and ecological


functions of secondary metabolites. In Michael Wink
(Editor). Biochemistry of Plant Secondary
Metabolism. Second Edition. Oxford: Blackwell
Publishing Ltd.

Yekti S & Ari Wulandari. 2014. Cara Jitu Mengatasi


Hipertensi. Yogyakarta: Andi Offset.

Yulinah, E., Sukrasno, Fitri, M.A., 2011, Aktivitas


Antidiabetika Ekstrak Etanol Herba Sambiloto
(Andrographis paniculata Nees (Acanthaceae)), JMS
ITB Vol. 6

Zafrial, R. M., & Amalia, R. 2018. Artikel tinjauan: anti


kanker dari tanaman herbal. Farmaka, 16(1), 15-23.

Zatorski H. 2017. Pathophysiology and Risk Factors in


Peptic Ulcer Disease. Dalam: Fichna J, editor.
Introduction to Gastrointestinal Diseases Vol. 2.
Cham: Springer International Publishing AG; p. 7-20.

Anda mungkin juga menyukai