Anda di halaman 1dari 53

MATA KULIAH : FITOKIMIA

DOSEN PEMBIMBING : RUSDIAMAN, S.Si., M.Si., Apt.

IDENTIFIKASI SENYAWA KIMIA DARI EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper


betle. L) DENGAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

DISUSUN OLEH

DIAN WAHDANIA (PO713251201061)


IKA APRIL YANI (PO713251201070)
INDRI NOVIASARI SESA (PO713251201072)
PARAMITA (PO713251201085)
SRI MUTMAINNAH NUR RAHMAH (PO713251201093)
SUHARA (PO713251201094)
SYAMHIJRAH AWALIA SARI (PO713251201095)

KELAS : B TINGKAT 2

KELOMPOK : 3 (TIGA)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR

JURUSAN FARMASI

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB 1......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Maksud Percobaan....................................................................................2
C. Tujuan Percobaan......................................................................................2
D. Prinsip Percobaan......................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
A. Uraian Tanaman Daun Sirih......................................................................3
3. Komponen Kimia..........................................................................................4
B. Ekstraksi Dan Ekstrak...............................................................................7
C. Metode Ekstraksi.......................................................................................8
D. Skrining Fitokimia...................................................................................10
E. ekstraksi Cair-Cair......................................................................................12
F. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)................................................................15
BAB III..................................................................................................................19
METODE KERJA..................................................................................................19
A. Pembuatan Simplisia Biji Rambutan.......................................................19
2. Metode Kerja..................................................................................................19
B. Pembuatan Ekstrak Daun Biji.................................................................20
C. Skrining Fitokimia...................................................................................21
D. Ekstraksi Cair – Cair...............................................................................24
E. Kromatografi Lapis Tipis............................................................................26
BAB IV..................................................................................................................29
HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................29
A. Hasil.........................................................................................................29
B. Pembahasan.............................................................................................31

i
BAB V....................................................................................................................35
PENUTUP..............................................................................................................35
A. Kesimpulan..............................................................................................35
B. Saran........................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................36
LAMPIRAN...........................................................................................................39

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahan alam dalam masyarakat memiliki banyak manfaat salah satunya dalam
pengobatan penyakit. Salah satu bahan alam yang sering digunakan oleh masyarakat
adalah Daun Sirih. Sirih (Piper litle.L) adalah tanaman yang mudah tumbuh di
banyak tempat dan termasuk tanaman tahunan (Kurniasih et al, 2015).

Tanaman ini memiliki manfaat sebagai antisariawan, antibatuk, astrigent, dan


antiseptik. Daun Sirih memiliki kandungan kimia tanaman sirih adalah saponin,
flavonoid, polifenol dan minyak astari. Senyawa saponin dapat bekerja sebagai
antimikroba. Senyawa ini akan mersak membran sitoplasma dan membunuh sel.
Senyawa flavonoid di duga memiliki mekanisme kerja mendenaturasi protein sel
bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi. Daun sirih
mempunyai aroma yang khas karena mangandung minyak astari 1-4%, air, protein,
lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin A, B, C, yodium, gula dan pati. Fenol
alam yang terkandung dalam minyak astari memiliki daya antiseptik 5 kali lebih
kuat di bandingkan fenol biasa (bakterisid dan fungsid) tetapi tidak sporasid. Dalam
pengolahan Daun Sirih dapat dibuat menjadi sebuah simplisia. Simplisia merupakan
bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum
mengalami pengolahan (RI, K., 2017).
Dalam bahan alam terdapat senyawa aktif yang dapat dipisahkan dengan
menggunakan metode ekstraksi. Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai
obat dari jaringan tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai
melalui prosedur yang telah ditetapkan (Hanafing, 2020). Hasil dari ekstraksi ini
disebut ekstrak. Pada simplisia daun salam umumnya menggunakan metode
ekstraksi maserasi yang merupakan metode sederhana dan paling banyak dilakukan.
Maserasi adalah perendaman sampel untuk menarik komponen yang diinginkan
dengan kondisi dingin diskontinyu (Ginting, 2021).

1
Pada praktikum kali ini, simplisia Daun Sirih akan diekstraksi dengan
metode maserasi yang selanjutnya akan dilakukan skrining fitokimia dan
mengidentifikasi komponen senyawa kimia dengan metode kromatografi
lapis tipis (KLT).

B. Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah melakukan ekstraksi pada simplisia


Daun Sirih (Piper betle. L) dengan metode maserasi mengidentifikasi
komponen senyawa kimia dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).

C. Tujuan Percobaan

1. Untuk melakukan ekstraksi simplisia Daun Sirih (Pipet betle.L) dengan


metode ekstraksi maserasi
2. Untuk menentukan senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak Daun
Sirih (Piper betle.L) melalui skrining fitokimia.
3. Untuk mengisolasi dan mengidentifikasi komponen senyawa kimia
ekstrak Daun Sirih (Piper betle.L) dengan metode Kromatografi Lapis
Tipis (KLT).
D. Prinsip Percobaan

Ditimbang simplisia Daun Sirih sebanyak 50 gram, kemudian


dimasukkan kedalam wada dan ditambahkan cairan penyari metanol hingga
1 lapis di atas simplisia. wadah tersebut diletakkan diatas orbital shaker
selama 8 jam. Selanjutnya, wadah disimpan pada tempat yang gelap selama
semalam, disaring hasil ekstraksi kedalam wadah yang lain. Ampas hasil
penyaringan diberikan perlakuan yang sama seperti sebelumnya hingga
didapatkan hasil ekstraksi yang jernih. Hasil ekstraksi kemudian diuapkan
hingga kental pada rotary evaporator.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tanaman Daun Sirih

1. Klasifikasi

Sirih memiliki nama umum Betel leaves (Inggris), berdasarkan ilmu


taksonomi Berikut ini klasifikasi dari sirih. (Kurniasih at al., 2015).
‫ـ‬ Kingdom : Plantae
‫ـ‬ Divisi : Magnoliophyta
‫ـ‬ Kelas : Magnoliopsida
‫ـ‬ Ordo : Piperales
‫ـ‬ Famili : Piperaceae
‫ـ‬ Genus : Piper
‫ـ‬ Spesies : Piper betle L.

2. Morfologi
Daun Sirih berwarna hijau muda sampai hijau tua berbentuk oval ataupun
bulat telur, mempunyai panjang 5-15 cm, lebar 2-10 cm, memiliki tekstur
kasar, berbentuk bulat telur, ujungnya lancip pendek, daun bagian atas
mengkilap hijau dan berwarna putih pucat kusam di bagian bawah daun,
berbentuk lateral saraf. Daun Sirih memiliki bau tajam menyengat dengan
tangkai daun pendek sekitar 3-10 mm . Daun yang berkualitas adalah
Daun Sirih dengan kandungan antioksidan yang tinggi terdapat pada daun
yang tumbuh pada urutan ke-3 sampai ke-5 dari pangkal batang daun dan
pukul 5-6 pagi. Daun yang terlalu muda belum banyak acetogenins
yang terbentuk, sedangkan kadar acetogenins pada daun yang terlalu tua

3
sudah mulai rusak sehingga kadarnya berkurang (Hanafing, 2020)

Gambar II.1 Daun Sirih

3. Komponen Kimia

Daun Sirih merupakan daun yang kaya minyak atsir dan protein serta
toksisitas (tanin, fitat, dan sianida) dan oleh karena itu dapat
dimanfaatkan pada manusia dan Daun Sirih (Piper betle L.) adalah
tanaman yang mengandung senyawa flavonoid, tanin, fitosterol, minyak
atsir dan alkaloid. Antioksidan yang terkandung dalam Daun Sirih
antara lain adalah vitamin A, B, C. Daun Sirih juga memiliki kandungan
kimia seperti: minyak atsir, Alkaloida, Flavonoid, Saponin, Tanin
(Hanafing, 2020).
No Kompone Rumus Bangun dan Manfaat
n
Rumus Kimia
Kimia
1. Alkaloid Manfaat alkaloid
dalam bidang
kesehatan antara
lain adalah untuk
memacu sistem
saraf, menaikkan
atau menurunkan
tekanan darah dan
melawan infeksi
mikrobia

4
2. Flavonoid Menghambat
metabolisme energi
bakteri.

3. Saponin Antibakteri

4. Tanin Antibakteri

Flavonoid bekerja dengan menghambat fungsi membran sel yaitu


membentuk senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut
sehingga dapat merusak membran sel bakteri. Penelitian lain menyatakan
mekanisme flavonoid menghambat fungsi membran sel dengan cara
mengganggu permebealitas membran sel dan menghambat ikatan enzim
seperti ATPase dan phospholipase. Flavonoid dapat menghambat
metabolisme energi dengan cara menghambat penggunaan oksigen oleh
bakteri. Flavonoid menghambat pada sitokrom C reduktase sehingga
pembentukan metabolisme terhambat. Energi dibutuhkan bakteri untuk
biosintesis makromolekul. (Hanafing, 2020)
Tanin sebagai antibakteri bekerja dengan cara menghambat enzim
reverse transkriptase dan DNA topoisomerase sehingga sel bakteri tidak
dapat terbentuk Tanin memiliki aktivitas antibakteri yang berhubungan

5
dengan kemampuannya untuk menginaktifkan adhesin sel mikroba,
menginaktifkan enzim, dan menggangu transport protein pada lapisan
dalam sel. Tanin juga mempunyai target pada polipeptida dinding sel
sehingga pembentukan dinding sel menjadi kurang sempurna. Hal ini
menyebabkan sel bakteri menjadi lisis karena tekanan osmotik maupun
fisik sehingga sel bakteri akan mati. (Hanafing, 2020)
Alkaloid sebagai antibakteri yaitu dengan cara mengganggu
komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan
dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel
tersebut. Mekanisme lain antibakteri alkaloid yaitu komponen alkaloid
diketahui sebagai interkelator DNA dan menghambat enzim
topoisomerase sel bakteri. Saponin merupakan senyawa yang dikandung
dalam ekstrak etanol Daun Sirih, bersifat antibakteri dengan bekerja
efektif pada bakteri gram positif (Hanafing,2020)
Pada tanaman, glikosida berperan sebagai cadangan gula untuk
sementara, menjaga diri terhadap hama dan penyakit. Dari segi biologi,
beberapa senyawa glikosida menunjukkan beberapa macam activitas
biologik, misalnya sebagai pengatur pertumbuhan, protektif, fungisid,
memacu atau menghambat kerja enzim dan sebagainya (Uhamka, 2021).
4. Khasiat
Tanaman sirih mengandung 4,2% minyak atsir, yang komponen
utamanya terdiri dari betle phenol dan beberapa derivatnya diantaranya
euganol allypyrocatechine 26,8-42,5%, cineol 2,4-4,8%, methyl euganol
,2-15,8%, caryophyllen (siskuiterpen) 3-9,8%, hidroksi kavikol, kavikol
7,2-16,7%, kabivetol 2,7-6,2%, estragol, ilypyrokatekol 9,6%, karvakol
2,2-5,6%, alkaloid flavonoid, triterpenoid atau steroid, saponin,
terpen,fenilpropan, terpinen, diastase 0,8-1,8% dan tanin 1-1,3%. Pada
konstrai 0,1-1% phenol bersifat bakteriostatik, sedangkan pada
konsentrasi 1-2%phenol bersifatbakteriosida. Senyawa phenol dan
derivatnya dapat mendenaturasi protein sel bakteri. Senyawa euganol
bersifat bakterisidadengan meningkatkan permeabiltas membran bakteri.

6
Senyawa kavikol selain memberi bau khas pada sirih juga memiliki sifar
bakterisida lima kali lipat dari seyawa phenol lainnya.
Setiap daun sirih hijau memiliki kandungan air (85-90%),
protein (33,5%), karbohidrat (0,5-6,1%), serat (2-3%), minyak esensial
(0,08-0,2%), tannin (0,1-1,3%), dan alkohol. Daun sirih hijau juga
mengandung beberapa vitamin seperti vitamin C (0,005-0,01%), asam
nikotinik (0,63-0,89 mg/100 gms), vitamin A (1,9-2,9 mg/100 gms),
thiamin (10-70 ug/100 gms), riboflavin (1,930ug/100gms). Dan juga
mineral (2,3-3,3%) yang terdiri atas kalsium (0,2-0,5%), besi (0,005-
0,007%), iodin (3,4ug/100gms), fosfor (0,05-0,6%), potassium (1,1-
4,6%)

B. Ekstraksi Dan Ekstrak


Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya
dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika
tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan
konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan
dari sampel dengan penyaringan. Ekstrak awal sulit dipisahkan melalui teknik
pemisahan tunggal untuk mengisolasi senyawa tunggal. Oleh karena itu,
ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas dan
ukuran molekul yang sama. Identifikasi golongan senyawa dilakukan dengan
uji warna, penentuan kelarutan, bilangan Rf, dan ciri spektrum UV.
Identifikasi yang paling penting dan digunakan secara luas ialah pengukuran
spektrum serapan dengan menggunakan spektrofotometer. Terdapat beberapa
jenis metode ekstraksi yaitu maserasi, perkolasi, sokhletasi, dan refluks.
(Mukhriani, 2014).

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), ekstrak adalah sediaan


pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau
simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa

7
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III (1979), ekstrak adalah sediaan kering,
kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut
cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung.

Ekstrak dibuat melalui penyarian (ekstraksi) simplisia kering dengan


cara maserasi, perkolasi, refluks,dan sokhlet. Cairan penyari yang umum
digunakan adalah air, etanol atau campuran etanol dan air. Oleh karenanya,
ekstrak dapat dikelompokkan berdasarkan cairan penyarinya. (Mukhriani,
2014).

Hasil akhir berupa ekstrak kental diperoleh dengan cara penguapan


penyarinya menggunakan alat rotary evaporator dan dipanaskan di atas hot
plate dengan cawan porselen. Berat akhir dari ekstrak kental yang diperoleh
digunakan untuk menghitung persen rendemen dari ekstrak. Rendemen
merupakan suatu nilai penting dalam pembuatan produk. Rendemen adalah
perbandingan berat kering produk yang dihasilkan dengan berat bahan baku.
Rendemen ekstrak dihitung berdasarkan perbandingan berat akhir (berat
ekstrak yang dihasilkan) dengan berat awal (berat biomassa sel yang
digunakan) dikalikan 100%. (Syamsul & dkk., 2020).

B obot ekstraksi kental( gram)


% Rendemen Ekstrak = x 100 %
Bobot simplisia awal (gram)

C. Metode Ekstraksi
1. Pengertian Metode Sokhletasi

Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang paling


umum dilakukan dengan cara memasukkan serbuk tanaman dan pelarut
yang sesuai ke dalam suatu wadah inert yang ditutup rapat pada suhu
kamar (Badaring et al, 2020).
Maserasi adalah proses perendaman sampel untuk menarik
komponen yang diinginkan dengan kondisi dingin diskontinyu (Genting,

8
2021). Pada proses ini, sampel dan pelarut tidak mengalami pemanasan
(ekstraksi dingin) sehingga dapat digunakan untuk senyawa yang tidak
tahan panas. Pada perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan
dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan
di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan
terlarut dalam pelarut (Badaring et al, 2020).
Pelarut yang mengalir ke dalam sel dapat menyebabkan
protoplasma membengkak dan bahan kandungan sel akan larut sesuai
dengan kelarutannya. Lamanya waktu ekstraksi menyebabkan terjadinya
kontak antara sampel dan pelarut lebih intensif sehingga hasilnya juga
bertambah sampai titik jenuh larutan. Kontak antara sampel dan pelarut
dapat ditingkatkan apabila didukung dengan adanya pengocokan agar
kontak antara sampel dan pelarut semakin sering terjadi,sehingga proses
ekstraksi lebih sempurna (Lenny, 2006).

3. Prinsip Kerja Metode Maserasi


Prinsip metode maserasi adalah cairan penyari akan menembus
dinding sel, zat aktif akan terlarut karena adanya perbedaan konsentrasi
antara larutan zat aktif di dalam sel dan di luar sel, sehingga larutan
dengan konsentrasi tinggi akan terdesak ke luar sel (Salamah et al,
2017).

Gambar II.3 Metode Maserasi

9
4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Maserasi

Metode maserasi memiliki kekurangan yaitu, dapat memakan


banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar
kemungkinan beberapa senyawa dapat hilang. Selain itu, beberapa
senyawa mungkin saja akan sulit diekstraksi pada suhu kamar. Adapun
kelebihan metode ini yaitu, metode maserasi merupakan metode
sederhana dan dapat juga menghindari resiko rusaknya senyawa-senyawa
dalam tanaman yang bersifat termolabil (Badaring et al, 2020).

D. Skrining Fitokimia

1. Pengertian Skrining Fitokimia


Skrining fitokimia atau disebut juga penapisan fitokimia
merupakan uji pendahuluan dalam menentukan golongan senyawa
metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu
tumbuhan. Skrining fitokimia tumbuhan dijadikan informasi awal dalam
mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat didalam suatu
tumbuhan. (Febriyanto, 2017).
Dalam percobaan ini, skrining fitokimia dilakukan dengan
menggunakan pereaksi-pereaksi tertentu sehingga dapat diketahui
golongan senyawa kimia yang terdapat pada tumbuhan tersebut. Manfaat
yang diperoleh dari skrining fitokimia adalah data yang diperoleh dapat
digunakan sebagai informasi awal kandungan metabolit sekunder bahan
tumbuhan yang mempunyai aktivitas biologis. (Febriyanto, 2017).

Skrining fitokimia merupakan salah satu cara yang dapat


dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan senyawa metabolit
sekunder suatu bahan alam. Skrining fitokimia merupakan tahap
pendahuluan yang dapat memberikan gambaran mengenai kandungan
senyawa tertentu dalam bahan alam yang akan diteliti. Skrining fitokimia
dapat dilakukan, baik secara kualitatif, semi kuantitatif, maupun

10
kuantitatif sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Metode skrining
fitokimia secara kualitatif dapat dilakukan melalui reaksi warna dengan
menggunakan suatu pereaksi tertentu. Hal penting yang mempengaruhi
dalam proses skrining fitokimia adalah pemilihan pelarut dan metode
ekstraksi. Pelarut yang tidak sesuai memungkinkan senyawa aktif yang
diinginkan tidak dapat tertarik secara baik dan sempurna. (Vifta et al,
2018).

2. Pereaksi Pada Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia merupakan suatu tahap awal dalam suatu


penelitian yang bermanfaat untuk memberikan gambaran golongan
senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam tanaman dengan melihat
reaksi yang terjadi ketika ditambahkan pereaksi warna yang sesuai.
Adapun jenis pereaksi yang digunakan antara lain:

a. Skrining fitokimia senyawa alkaloid

Guna mengetahui adanya senyawa alkaloid, ekstrak terlebih


dahulu dilarutkan bersama HCl 1% yang kemudian dipanaskan selama
20 menit dan didinginkan. Larutan ekstrak kemudian disaring, lalu
ditambahkan pereaksi asam pikrat tetes demi tetes hingga terbentuk
endapan dan warna larutan menjadi keruh yang menandakan bahwa
ekstrak mengandung senyawa alkaloid. (Nainggolan & dkk., 2019)

b. Skrining fitokimia senyawa flavonoid

Guna mengetahui adanya senyawa flavonoid, ekstrak kental


terlebih dahulu dilarutkan dalam etanol yang kemudian ditambahkan
dengan aquadest secukupnya. Larutan ekstrak kemudian ditambahkan
dengan HCl pekat sebanyak 1 ml dan serbuk magnesium. Perubahan
warna menjadi kuning, jingga, merah, atau ungu menandakan bahwa
ekstrak mengandung senyawa flavonoid. (Maulidiyah & dkk., 2020).
c. Skrining fitokimia senyawa saponin

11
Guna identifikasi senyawa saponin, ekstrak kental terlebih
dahulu dilarutkan dalam etanol yang kemudian ditambahkan dengan
aquadest secukupnya. Larutan ekstrak kemudian ditambah dengan 10
ml air hangat, lalu dikocok kuat. Hasil positif dengan menunjukkan
buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm
sampai 10 cm kemudian pada penambahan 1 tets HCl 1%, buih atau
busa tidak hilang. (Maulidiyah & dkk., 2020).
d. Skrining fitokimia senyawa steroid

Guna identifikasi senyawa saponin, ekstrak kental terlebih


dahulu dilarutkan dalam etanol yang kemudian ditambahkan dengan
aquadest secukupnya. Larutan ekstrak kemudian ditambahkan dengan
H2SO4 pekat sebanyak 1ml dari dinding tabung. Hasil positit
ditunjukkan dengan terbentuknya cincin hitam di antara larutan ekstrak
dan H2SO4 pekat. (Nainggolan & dkk., 2019)
e. Skrining fitokimia senyawa tanin
Guna identifikasi senyawa saponin, ekstrak kental terlebih
dahulu dilarutkan dalam etanol yang kemudian ditambahkan dengan
aquadest secukupnya. Larutan ekstrak kemudian ditambahkan 3 tetes
larutan FeCl3 10%. Perhatikan warna yang terjadi, warna biru, hijau,
atau hitam menunjukkan adanya tanin. (Dewatisari & dkk., 2017).

E. ekstraksi Cair-Cair
1. Pengertian Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair-cair merupakan suatu teknik dimana suatu larutan


(biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua
(biasanya organik), yang pada hakikatnya tak bercampur dengan larutan
pertama, sehingga satu atau lebih zat terlarut (solute) dari larutan
pertama berpindah ke dalam pelarut kedua. Metode ini memiliki
sederhana, bersih, cepat, dan mudah. Dalam banyak kasus, pemisahan
dapat dilakukan dengan mengocok kedua larutan dalam sebuah corong

12
pisah selama beberapa menit. Teknik ini dapat diterapkan untuk bahan-
bahan dari tingkat runutan maupun yang dalam jumlah banyak (Christina
P. et al, 2016).
Ekstraksi cair-cair atau disebut juga ekstraksi pelarut merupakan
metode pemisahan yang didasarkan pada fenomena distribusi atau partisi
suatu analit di antara dua pelarut yang tidak saling campur. ekstraksi ini
dilakukan untuk mendapatkan suatu senyawa dari campuran berfasa cair
dengan pelarut lain yang juga berfasa cair. (Leba, 2017).

2. Prinsip Kerja Ekstraksi Cair-cair

Prinsip dasar dari pemisahan ini adalah perbedaan kelarutan suatu


senyawa dalam dua pelarut yang berbeda. Prinsip dasar ekstraksi cair-
cair ini melibatkan pengontakan suatu larutan dengan pelarut (solvent)
lain yang tidak saling melarut (immisible) dengan pelarut asal yang
mempunyai densitas yang berbeda sehingga akan terbentuk dua fasa
beberapa saat setelah penambahan solvent. Hal ini menyebabkan
terjadinya perpindahan massa dari pelarut asal ke pelarut pengekstrak
(solvent). Perpindahan zat terlarut ke dalam pelarut baru yang diberikan,
disebabkan oleh adanya daya dorong (dirving force) yang muncul akibat

adanya beda potensial kimia antara kedua pelarut.

Sehingga proses ektraksi cair-cair merupakan proses perpindahan massa


yang berlangsung secara difusional (Mirwan, 2013)

13
Gambar II.4 Ekstraksi Cair-cair

Salah satu teknik ekstraksi cair-cair yang paling sering digunakan


adalah teknik ekstraksi berulang menggunakan corong pisah. Caranya
paling sederhana, yaitu hanya dengan menambahkan pengekstrak
yang tidak saling bercampur dengan pelarut awal, kemudian
dilakukan penggojogan hingga terjadi kesetimbangan analit dalam
kedua fase yang kemudian didiamkan dan dipisahkan (Fanggidae,
2013).

Gambar II.5 Corong Pisah

3. Kelebihan dan Kekurangan Ekstraksi Cair-cair

Kelebihan diantaranya dapat beroperasi pada kondisi ruang, dapat


memisahkan sistem yang memiliki sensitivitas terhadap temperatur, dapat
memisahkan sistem dengan perbedaan titik didih relatif kecil dan
kebutuhan energinya juga relatif kecil (Nababan, 2006; Ariono dkk.,
2008). Aplikasi ekstraksi cair-cair ini telah banyak digunakan pada sektor
industri diantaranya pada pemprosesan kembali bahan bakar nuklir,
pemisahan logam-logam, pemisahan senyawa-senyawa aromatik pada
industri petroleum, industri obat-obatan, petrokimia, pengolahan air
limbah industri, hydrometallurgy dan industri makanan (Mirwan dan
Ariono, 2009).

14
Kelemahan ekstraksi ini yakni kurang praktis, dan ada
kemungkinan besar hilangnya analit selama proses ekstraksi (Khopkar,
1990).

F. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


1. Pengertian Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis (klt) merupakan kromatografi planar,


yang fase diamnya berupa lapisan seragam (uniform) pada permukaan
bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium, atau
plat plastik. kromatografi juga merupakan analisis cepat yang
memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya.
klt dapat digunakan untuk memisahkan senyawa- senyawa yang sifatnya
hidrofobik seperti lipida-lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan
dengan kromatografi kertas.

kromatografi lapis tipis merupakan salah satu metode isolasi yang


terjadi berdasarkan perbedaan daya serap (adsorpsi) dan daya partisi
serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak
mengikuti kepolaran eluen. oleh karena daya serap adsorben terhadap
komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan
kecepatan yang berbeda, sehingga hal inilah yang menyebabkan
pemisahan (Kemendikbud,2018).

Lapisan fase diam (plat klt) akan dimasukkan dalam bejana


tertutup rapat yang berisi larutan (fase gerak) yang cocok. senyawa yang
akan dipisahkan akan dibawa oleh fase gerak dan bergerak melalui fase
diam (plat KLT) karena pengaruh gaya berat atau lainnya. Komponen
dari senyawa akan melewati fase diam dengan tingkatan yang berbeda
sehingga memiliki faktor retensi yang berbeda juga (Husna et al, 2020).

2. Prinsip Kerja Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

15
Kromatografi lapis tipis dilakukan dengan menggunakan
sepotong kaca, logam atau plastik kaku yang dilapisi lapisan tipis silika gel
atau alumina. Silika gel (alumina) adalah fase diam. Fase diam untuk
kromatografi lapis tipis juga sering mengandung zat yang berfluoresensi
dalam sinar UV. Fase gerak Adalah pelarut cair yang cocok atau campuran
pelarut. (Rosamah, 2019).
Metode ini didasarkan pada adsorpsi/penjerapan zat pada fase
diam (padat) yang disaputkan pada plat (kaca, logam). Zat yang akan
dipisahkan, ditotolkan berupa bercak atau pita, kemudian plat diletakkan
dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang, selanjutnya
akan terjadi perambatan zat akibat kapilaritas dan terjadilah pemisahan
berbentuk noda atau spot. (Alfi, 2007).
Sampel harus diaplikasikan/ditotolkan pada lempeng KLT
dengan sangat hati-hati dengan pertimbangan bahwa gangguan yang
mungkin timbul pada lempeng KLT dikendalikan sekecil mungkin. Pada
umumnya, sampel secara manual ditotolkan melalui pipa kapiler,
mikropipet atau melalui penyuntik mikro kaca yang telah terkalibrasi,
sehingga tetesan tepat menyentuh permukaan lempeng atau plat, sementara
ujung alat penotol masih tetap di atas penyerap lempeng KLT. Pemisahan
pada kromatografi lapis tipis yang optimal diperoleh jika menotolkan
sampel dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Sebagaimana
dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan
terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Penotolan sampel yang
tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda.
Metode penotolan sampel secara otomatis diperlukan untuk menghasilkan
reprodusibilitas yang baik, dan diperlukan untuk analisis kuantitatif.
(Kemendikbud, 2018).

Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang


ditotolkan paling sedikit 0,5 μl. Jika volume sampel yang ditotolkan
lebih besar dari 2-10 μl maka penotolan harus dilakukan secara bertahap
dengan dilakukan pengeringan antar totolan. Jarak antar pusat penotolan

16
bercak sebaiknya lebih dari 1 cm, bercak sebaiknya berdiameter antara 2-
5 mm dan tidak terlalu dekat dengan ujung lempeng (sebaiknya jaraknya
1,5 cm dari ujung pada lempeng 20 × 20 cm). (Kemendikbud, 2018).

Lapisan fase diam (plat KLT) akan dimasukkan dalam bejana


tertutup rapat yang berisi larutan (fase gerak/eluen) yang cocok. Setelah
dilakukan elusi, maka plat akan menghasilkan bercak atau spot warna
yang dapat diukur nilai Rf-nya. Untuk mendeteksi bercak- bercak
tersebut dapat dilakukan dengan pengamatan secara langsung,
menggunakan sinar UV, atau diberi pereaksi untuk membentuk warna.
Suksesnya pemisahan secara kromatografi lapis tipis tergantung pada
proses lokalisasi bercak. Untuk deteksi bercak yang berwarna, maka
dapat dipisahkan secara visual. Bercak pemisahan pada KLT umumnya
merupakan bercak yang tidak berwarna. Untuk penentuannya dapat
dilakukan secara kimia, fisika, maupun biologi. Cara kimia yang biasa
digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu pereaksi
melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika
yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan
pencacahan radioaktif dan fluoresensi menggunakan
ultraviolet (Kemendikbud, 2018).

Gambar II.6. Metode KLT

Nilai Rf dan warna noda yang diperoleh pada KLT dapat


memberikan identitas senyawa yang terkandung, dapat dihitung dengan
rumus:

17
Gambar II.7. Lempeng KLT

Harga ini merupakan ukuran kecepatan migrasi suatu senyawa


pada kromatogram dan pada kondisi konstan merupakan besaran
karasteristik dan reproduksibel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar
berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal
tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar
akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang
rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi,
maka harus mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya (Kemendikbud,
2018).

3. Kelebihan Dan Kekurangan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Metode KLT memiliki kelebihan, yaitu hanya membutuhkan


sedikit pelarut, waktu analisisnya singkat (15-60 menit), preparasi sampel
yang mudah, kebutuhan ruangan yang minimum (Kemendikbud, 2018).
Adapun kekurangann KLT, yakni resolusi pemisahan senyawa yang
rendah dalam penelitian (Anwar et al, 2017).

18
BAB III

METODE KERJA

A. Pembuatan Simplisia Biji Rambutan

1. Alat dan Bahan

a. Alat

Alat yang digunakan adalah ayakan, blender, oven, pisau, telenan,


wadah, dan toples.

b. Bahan

Bahan yang digunakan adalah air dan daun sirih.

2. Metode Kerja

a. Dipetik Daun Sirih dari pohonnya, daun yang dipilih bentuknya


mulus, tidak rusak secara fisik. Selain itu, juga bebas serangan hama
seperti daun keriting atau bercak-bercak penyakit. Dipilih Daun
Sisrak pada lembar ke 4-6 dari pucuk, daun yang ada ada posisi
tersebut dianggap memiliki kandungan zat aktif yang paling baik.
b. Dicuci Daun Sirih yang telah dipetik menggunakan air mengalir agar
kotoran-kotoran yang menempel pada daun hilang.
c. Setelah itu, dikeringkan dibawah matahari langsung dengan setiap
per 4 jam nya daun dibalik agar keringnya merata. Pengeringan ini
dilakukan selama 5 hari
d. Setelah Daun Sirih kering, Daun Sirih kemudian dihaluskan
menggunakan blender.
e. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah yang kedap udara.

19
B. Pembuatan Ekstrak Daun Biji

1. Alat dan Bahan


a. Alat
Aluminium foil, batang pengaduk, beaker glass, cawan porselen,
corong, hot plate, lap kasar, label, orbital shaker, timbangan analitik,
tisu, toples kaca, toples plastik, rotary evaporator.
b. Bahan
Metanol dan simplisia Daun Sirih

2. Metode Kerja

a. Disiapkan alat dan bahan

b. Dicuci toples kaca kemudian dikeringkan.

c. Ditimbang dan dicatat porselin kosong

d. Ditarer toples plastik, lalu ditimbang simplisia Daun Sisrak sebanyak


50 gram
e. Dimasukkan simplisia yang telah ditimbang ke dalam toples kaca,
lalu ditambahkan metanol hingga simplisia terendam (1 lapis di atas
simplisia) atau sebanyak 950 ml
f. Toples kaca tersebut ditutup dan diletakkan di atas alat orbital
shaker. Lalu dinyalakan alat orbital shaker dan ditunggu selama 8
jam.
g. Kemudian, toples kaca tersebut disimpan di tempat yang gelap dan
dibiarkan semalaman.
h. Disaring hasil ekstraksi ke dalam toples kaca yang baru
menggunakan kain kasa dan diberikan label bertuliskan maserat
Daun Sirih.
i. Ampas yang dihasilkan direndam kembali menggunakan metanol
sebanyak 1 lapis di atas ampas atau sebanyak 650 ml.
j. Lalu dilakukan perlakuan yang sama seperti sebelumnya, yaitu toples

20
kaca tersebut ditutup dan diletakkan di atas alat orbital shaker. Lalu
dinyalakan alat orbital shaker dan ditunggu selama 8 jam.
k. Kemudian toples kaca tersebut disimpan di tempat yang gelap dan
dibiarkan semalaman.

l. Disaring hasil ekstrasi menggunakan kain kasa ke dalam toples yang


berisi maserat pertama.
m. Dibuang ampas yang dihasilkan dan dibersihkan alat yang telah
digunakan.
n. Kemudian, hasil maserat Daun Sirih dituang ke labu alas bulat dan
dipasang pada alat rotary evaporator guna memisahkan ekstrak
dengan cairan penyari.
o. Setelah itu, hasil ekstraksi dimasukkan ke cawan porselen yang
sebelumnya telah ditimbang, lalu di uapkan di atas hot plate hingga
mengental.
p. Ditimbang cawan porselen yang berisi ekstrak kental Daun Sisrak
untuk memperoleh berat ekstrak.
q. Diambil vial dan aluminium foil, lalu dimasukkan sebagian ekstrak
kental Daun Sirih ke dalam vial dengan batang pengaduk, kemudian
ditutup mulut vial berisi ekstrak dengan aluminium foil.
r. Ditutup cawan porselen yang berisi sisa ekstrak dengan aluminium
foil yang digunakan pada metode ekstraksi cair-cair.
s. Diberi label bertuliskan ‘ekstrak metanol Daun Sirih’ pada vial berisi
ekstrak kental Daun Sisrak yang digunakan untuk identifikasi
senyawa kimia dengan kromatografi lapis tipis (KLT)

C. Skrining Fitokimia
1. Alat dan Bahan
a. Alat

21
Alat yang digunakan adalah batang pengaduk, corong gelas, gelas
beaker 100 ml, hot plate, kertas saring, label, pipet tetes, sendok
tanduk, dan tabung reaksi.

b. Bahan
Bahan yang digunakan adalah aquadest, ekstrak kental daun sirih,
etanol, asam klorida (HCl) 1%, asam klorida (HCl) pekat, asam sulfat
(H2SO4) pekat, besi (III) klorida (FeCl3), dan serbuk magnesium.

2. Metode Kerja
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Diambil ekstrak kental daun sirih dengan batang pengaduk, lalu
dimasukkan secukupnya ke dalam tabung reaksi.
c. Ditambahkan etanol sebanyak 1 ml, dimasukkan ke dalam tabung
reaksi berisi ekstrak, lalu diaduk hingga ekstrak larut.
d. Ditambahkan aquadest secukupnya (3-5 ml) ke dalam tabung reaksi,
diaduk hingga homogen, lalu disimpan sebagai larutan ekstrak.
e. Dilakukan skrining fitokimia senyawa alkaloid:
• Diambil tabung reaksi yang telah diberi label “uji alkaloid” untuk
skrining alkaloid, dipipet larutan ekstrak ke dalam tabung reaksi
sebanyak 3 ml, lalu ditambahkan dengan 3 tetes larutan mayer.
• Diambil gelas beaker 100 ml, diisi gelas beaker dengan air
secukupnya, kemudian diletakkan tabung reaksi yang berisi larutan
ekstrak dan larutan meyer ke dalam gelas beaker, lalu dipanaskan
di atas hot plate selama 20 menit.
• Diambil tabung reaksi setelah 20 menit dipanaskan, lalu ditunggu
hingga dingin, kemudian disaring ke dalam tabung reaksi dengan
corong gelas dan kertas saring.
• Kemudian tunggu hingga larutan berubah menjadi keruh atau
terbentuk endapan yang menandakan bahwa ekstrak positif
mengandung alkaloid.

22
• Dilakukan skrining fitokimia senyawa flavonoid:
• Diambil tabung reaksi yang telah diberi label “uji flavonoid” untuk
skrining flavonoid, dipipet larutan ekstrak ke dalam tabung reaksi
sebanyak 1 ml, ditambahkan dengan HCl pekat sebanyak 1 ml, lalu
ditambahkan sedikit serbuk magnesium (seujung sendok tanduk).
• Ditunggu hingga larutan berubah warna menjadi kuning, jingga,
merah, atau ungu yang menandakan bahwa ekstrak positif
mengandung flavonoid.
f. Dilakukan skrining fitokimia senyawa saponin:
• Diambil gelas beaker 100 ml, lalu diukur aquadest secukupnya dan
dimasukkan ke dalam gelas beaker, kemudian dipanaskan di atas
hot plate hingga hangat.
• Diambil tabung reaksi yang telah diberi label “uji saponin” untuk
skrining steroid, dipipet larutan ekstrak ke dalam tabung reaksi
sebanyak 1 ml, ditambahkan 10 ml aquadest hangat.
• Dikocok kuat hingga menghasilkan busa yang stabil, lalu diamati
busanya. Apabila busa tidak hilang, maka ekstrak positif
mengandung saponin.
g. Dilakukan skrining fitokimia senyawa steroid:
• Diambil tabung reaksi yang telah diberi label “uji steroid” untuk
skrining steroid, dipipet larutan ekstrak sebanyak 1 ml ke dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan H2SO4 pekat sebanyak 1 ml
secara perlahan melalui dinding tabung reaksi.
• Diamati ada atau tidaknya cincin kemerahan yang terbentuk, yang
menandakan bahwa ekstrak positif mengandung steroid.
h. Dilakukan skrining fitokimia senyawa tanin:
• Diambil tabung reaksi yang telah diberi label “uji tanin” untuk
skrining tanin, dipipet larutan ekstrak sebanyak 1 ml ke dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan FeCl3 sebanyak 3 tetes ke
dalam tabung reaksi.

23
• Diamati perubahan warna larutan yang terjadi. Perubahan warna
larutan menjadi hijau atau biru kehitaman menandakan bahwa
ekstrak positif mengandung tanin.

Diamati dan dicatat hasil skrining fitokimia terhadap ekstrak kental daun
sirih.

D. Ekstraksi Cair – Cair


1. Alat dan Bahan
a. Alat
Alat yang digunakan adalah aluminium foil, batang pengaduk, cawan
porselen, corong pisah 250 ml, gelas beaker 100 ml, gelas ukur, label,
tiang statif, dan vial.
b. Bahan
Bahan yang digunakan adalah aquadest, ekstrak kental daun sirih, eter,
dan n-butanol jenuh air.
2. Metode Kerja
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Dilakukan ekstraksi cair-cair untuk memperoleh ekstrak eter daun
sirih:
• Disiapkan corong pisah 250 ml yang telah dibersihkan, lalu
dipasang pada tiang statif.
• Dilarutkan ekstrak kental daun sirih pada cawan porselen dengan
aquadest secukupnya, lalu dimasukkan ke dalam corong pisah.
• Diukur eter sebanyak 20 ml dengan gelas ukur, lalu dituang ke
dalam cawan porselen, kemudian dilarutkan sisa ekstrak yang
menempel pada cawan porselen dan dimasukkan ke dalam corong
pisah (dapat ditambahkan lagi eter secukupnya ke dalam cawan
porselen apabila masih terdapat sisa ekstrak yang menempel pada
cawan porselen).

24
• Dilepas corong pisah dari tiang statif, lalu dihomogenkan kedua
larutan di dalam corong pisah dengan cara dikocok (pastikan tutup
corong pisah sudah dilepas sebelum dikocok).
• Dipasang kembali corong pisah pada tiang statif, didiamkan hingga
terjadi pemisahan antara kedua larutan (eter berada di bagian atas
dan air berada di bagian bawah).
• Diambil gelas beaker 100 ml, dikeluarkan ekstrak air dari dalam
corong pisah ke dalam gelas beaker hingga melewati batas atas dari
pemisahan ekstrak lalu disisihkan untuk pemisahan ekstrak n-
butanol daun sirih.
• Diambil vial, lalu dikeluarkan ekstrak eter dari dalam corong pisah
ke dalam vial.
• Ditutup mulut vial dengan aluminium foil dan diberi label pada
vial bertuliskan “ekstrak eter daun sirih”.
c. Dilakukan ekstraksi cair-cair untuk memperoleh ekstrak n-butanol
daun sirih:
• Disiapkan corong pisah 250 ml yang telah dibersihkan, lalu
dipasang pada tiang statif.
• Diambil ekstrak air daun sirih yang tadi disisihkan, lalu
dimasukkan ke dalam corong pisah.
• Diukur n-butanol jenuh air sebanyak 20 ml, lalu dimasukkan ke
dalam corong pisah.
• Dilepas corong pisah dari tiang statif, lalu dihomogenkan kedua
larutan di dalam corong pisah dengan cara dikocok (pastikan tutup
corong pisah sudah dilepas sebelum dikocok).
• Dipasang kembali corong pisah pada tiang statif, didiamkan hingga
terjadi pemisahan antara kedua larutan (n-butanol jenuh air berada
di bagian atas dan air berada di bagian bawah).
• Diambil gelas beaker 100 ml, dikeluarkan ekstrak air dari dalam
corong pisah ke dalam gelas beaker hingga melewati batas atas dari
pemisahan ekstrak.

25
• Diambil vial, lalu dikeluarkan ekstrak n-butanol jenuh air dari
dalam corong pisah ke dalam vial.
• Ditutup mulut vial dengan aluminium voil dan diberi label pada
vial bertuliskan “ekstrak n-butanol jenuh air daun sirih”.
d. Disimpan ekstrak metanol, ekstrak eter, dan ekstrak n-butanol jenuh
air daun sirih untuk identifikasi dengan kromatografi lapis tipis
(KLT).

E. Kromatografi Lapis Tipis


1. Alat dan Bahan
a. Alat
Alat yang digunakan adalah chamber KLT, Erlenmeyer 100 ml, gelas
beaker 100 ml, gelas ukur, kertas saring, lempeng KLT, pinset, pipa
kapiler, dan sinar UV.
b. Bahan
Bahan yang digunakan adalah aquadest, benzena, ekstrak eter daun
sirih, ekstrak metanol daun sirih, ekstrak n-butanol jenuh air daun
sirih, etanol, etil asetat, heksana, kloroform, dan metanol.
2. Metode Kerja
a. Disiapkan alat dan bahan.
b. Dibuat eluen kloroform - metanol - aquadest dengan perbandingan 15 :
5 : 1 sebanyak 150 ml.
• Diambil gelas beaker 500 ml dan Erlenmeyer 250 ml.
• Diukur kloroform sebanyak 107 ml dengan gelas ukur, lalu
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.
• Diukur metanol sebanyak 36 ml dengan gelas ukur, lalu
dimasukkan ke dalam gelas beaker.
• Diukur aquadest sebanyak 7 ml dengan gelas ukur, lalu
dimasukkan ke dalam gelas beaker, kemudian dihomogenkan.

26
• Dimasukkan larutan homogen ke dalam Erlenmeyer berisi
kloroform sedikit demi sedikit sembari dihomogenkan hingga
diperoleh larutan yang jernih.
c. Dibuat eluen etil asetat - etanol - aquadest dengan perbandingan 10 :
2 : 1 sebanyak 150 ml.
• Diambil gelas beaker 500 ml dan Erlenmeyer 250 ml.
• Diukur etil asetat sebanyak 115 ml dengan gelas ukur, lalu
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.
• Diukur etanol sebanyak 23 ml dengan gelas ukur, lalu dimasukkan
ke dalam gelas beaker.
• Diukur aquadest sebanyak 12 ml dengan gelas ukur, lalu
dimasukkan ke dalam gelas beaker, kemudian dihomogenkan.
• Dimasukkan larutan homogen ke dalam Erlenmeyer berisi etil
asetat sedikit demi sedikit sembari dihomogenkan hingga diperoleh
larutan yang jernih.
d. Dibuat eluen benzena - etil asetat dengan perbandingan 8 : 2 sebanyak
150 ml.
• Diambil Erlenmeyer 250 ml.
• Diukur heksana sebanyak 120 ml dengan gelas ukur, lalu
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.
• Diukur etil asetat sebanyak 30 ml dengan gelas ukur, lalu
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian dihomogenkan
hingga diperoleh larutan yang jernih.
e. Dibuat eluen heksana - etil asetat dengan perbandingan 8 : 2 sebanyak
100 ml.
• Diambil Erlenmeyer 250 ml.
• Diukur heksana sebanyak 120 ml dengan gelas ukur, lalu
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.
• Diukur etil asetat sebanyak 30 ml dengan gelas ukur, lalu
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian dihomogenkan
hingga diperoleh larutan yang jernih.

27
f. Diambil 4 chamber KLT yang telah diberi label bertuliskan nama
setiap eluen (contoh: chamber 1 untuk eluen kloroform - metanol - air),
kemudian dimasukkan setiap eluen ke dalam masing-masing chamber
KLT ± 1 cm dari permukaan chamber (eluen tidak boleh berada tepat
atau di atas dari garis bawah pada lempeng KLT).
g. Dimasukkan kertas saring ke dalam chamber berisi eluen, lalu ditutup
chamber, kemudian ditunggu hingga kertas saring basah sempurna
yang menandakan bahwa chamber telah jenuh oleh eluen, lalu
dikeluarkan kertas saring.
h. Diambil lempeng KLT, kemudian ditotolkan ekstrak pada lempeng
KLT (ekstrak ditotolkan di bagian tengah pada garis bawah lempeng
KLT,) dengan pipa kapiler.
i. Dimasukkan lempeng KLT ke dalam chamber KLT dengan pinset
(lempeng KLT yang ditotolkan ekstrak polar dimasukkan ke dalam
chamber berisi eluen polar, lempeng KLT yang ditotolkan ekstrak non
polar dimasukkan ke dalam chamber berisi eluen non polar, dan
lempeng KLT yang ditotolkan ekstrak semipolar dimasukkan ke dalam
masing-masing chamber berisi eluen polar dan non polar), ditutup
chamber KLT, kemudian ditunggu hingga eluen mendekati garis atas
lempeng KLT.
j. Dikeluarkan lempeng KLT dari dalam chamber KLT dengan pinset,
diberi tanda jarak tempuh eluen, kemudian ditunggu hingga kering,
lalu diamati noda dengan sinar UV.
k. Dihitung nilai Rf masing-masing noda pada setiap lempeng KLT, lalu
dicatat.

28
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
 Hasil skrining fitokimia

No. Skrining Pereaksi Hasil Keterangan


Fitokimia Pengamatan
1. Alkaloid 3 mL ekstrak + 1 ml Tidak Negatif (-)
HCl 1%, panaskan, terdapat
dinginkan endapan putih

2. Flavonoid 1 ml ekstrak + HCl Terbentuk Positif (+)


+ serbuk magnesium warna kuning
sampai
merah
3. Saponin 1 ml ekstrak + 10 ml Terdapat Positif (+)
air hangat, kocok. busa
Busa stabil,
kemudian + HCl 1%
4. Steroid 1 ml ekstrak + 1 ml Tidak ada Positif (+)
H2SO4 batasan
kemerahan
5. Tanin 1 ml ekstrak + 3 Terbentuk Positif (+)
tetes FeCl3 warna biru
kehitaman

 Hasil kromatografi lapis tipis

29
Sifat Ekstrak
No. Eluen Nilai Rf
Eluen Uji
- Rf1 = 0,74
- Rf2 = 0,64
Metanol
- Rf3 = 0,52
Daun Sirih
Chloroform – Metanol - Rf4 = 0,4
- Air - Rf5 = 0,26
(15:5:1)
- Rf 1 = 0,46
n-butanol
Daun Sirih - Rf 2 = 0,22
1. Polar
- Rf 1= 0,82
- Rf = 0,76
Metanol
Daun Sirih - Rf = 0,48
Etil Asetat – Etanol - - Rf = 0,16
Air
(10:2:1)
n-butanol 0,54
Daun Sirih

- Rf 1= 0,92
- Rf 2 = 0,66
- Rf 3 = 0,4
Metanol
Daun Sirih - Rf 4 = 0,32
- Rf 5 =0,26
- Rf 6 = 0,06
Non Benzen - Etil Asetat
2. Polar (7:3) ‫ ـ‬Rf 1 = 0,92
‫ ـ‬Rf 2 = 0,82
‫ ـ‬Rf 3 = 0,68
Eter Daun
Sirih ‫ ـ‬Rf 4 = 0,12
‫ ـ‬Rf 5 = 0,08

30
- Rf 1 = 0,9
- Rf 2= 0,8
- Rf 3 = 0,68
Metanol
Daun Sirih - Rf 4 = 0,54
- Rf 5 = 0,36
Heksan - Etil Asetat - Rf 6 = 0,22
(7:3)
‫ ـ‬Rf 1 = 0,94
‫ ـ‬Rf 2 = 0,82
Eter Daun ‫ ـ‬Rf 3 = 0,68
Sirih
‫ ـ‬Rf 4 = 0,52
‫ ـ‬Rf 5 = 0,18

B. Pembahasan

Ekstrak Daun Sirih (Piperis folium) merupakan ekstrak yang diambil dari
tanaman Sirih (piper betle L). Daun Sirih diketahui mengandung flavonoid
yang khas disebut betelfenol aataua aseptol. Daun sirih dimanfaatkan
sebagai pengonatan alternatif untuk pengobatan sariawan baruk, dan anti
septik.

Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yang paling umum


dilakukan dengan cara memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai
ke dalam suatu wadah inert yang ditutup rapat pada suhu kamar. Kekurangan
maserasi yaitu, dapat memakan banyak waktu, pelarut yang digunakan
cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa senyawa dapat hilang,
sedangkan kelebihan metode ini merupakan metode sederhana dan dapat
juga menghindari resiko rusaknya senyawa-senyawa dalam tanaman yang
bersifat termolabil.
Pada praktikum ini ekstrak Daun Sirih diperoleh dengan metode maserasi
menggunakan pelarut metanol, yang diuapkan di rotary evaporator dan

31
dikentalkan di atas hot plate dengan cawan porselen. Ekstrak Daun Sirih
akhir yang diperoleh memiliki konsentrasi sedikit kental, berwarna hijau
gelap, memiliki bau yang agak menyengat dan dengan nilai rendemen
sebanyak 27,22 %.
Skrining fitokimia merupakan uji pendahuluan dalam menentukan
golongan senyawa metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas biologi
dari suatu tumbuhan. Pada praktikum ini dilakukan skrining fitokimia untuk
mengetahui ada atau tidaknya kandungan senyawa alkaloid, flavonoid,
saponin, steroid dan tanin pada ekstrak Daun Sirih dengan menggunakan
pereaksi kimia yang sesuai. Berdasarkan hasil skring fitokimia dapat
diketahui bahwa sampel ekstrak Daun Sirih positif mengandung Steroid,
flavonoid, saponin, dan tannin. negatif mengandung alkaloid ditandai dengan
tidak terdapat endapan putih. Positif mengandung flavonoid ditandai dengan
larutan berubah menjadi berwarna kuning, jingga, merah atau ungu. Pada
saponin, hasil positif ditandai dengan busa tidak hilang. Sedangkan pada
positif mengandung tannin ditandai dengan terbentuknya warna hitam. Akan
tetapi, ekstrak Daun Sirih negatif mengandung steroid karena tidak terdapat
batas kemerahan pada hasil pengujian, yang mana hasil positif ditandai
dengan adanya batas kemerahan.
Ekstrak yang diperoleh pada praktikum ini kemudian dilakukan
pemisahan menurut kepolarannya dengan metode ekstraksi cair-cair, yaitu
proses pemisahan fasa cair yang memanfaatkan perbedaan kelarutan zat
terlarut yang akan dipisahkan antara larutan asal dan pelarut pengekstrak.
Adapun pelarut pengekstrak yang digunakan pada praktikum ini adalah n-
butanol yang bersifat polar, metanol yang bersifat semipolar, dan eter yang
bersifat non polar, sehingga diperoleh ekstrak n-butanol Daun Sirih, ekstrak
metanol Daun Sirih dan ekstrak eter Daun Sirih. Ketiga ekstrak Daun Sirih
yang diperoleh pada ekstraksi cair-cair merupakan ekstrak yang akan
diidentifikasi dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT).
Kromatografi lapis tipis merupakan metode yang didasarkan pada
adsorpsi/penjerapan zat pada fase diam (padat) yang disaputkan pada plat

32
(kaca, logam). Zat yang akan dipisahkan, ditotolkan berupa bercak atau pita,
kemudian plat diletakkan dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang, selanjutnya akan terjadi perambatan zat akibat kapilaritas dan
terjadilah pemisahan berbentuk noda atau spot. Fase diam berupa serbuk
halus yang berfungsi sebagai penjerap. Noda yang terbentuk selanjutnya
akan diukur nilai Rf nya. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti
mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut
dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan
tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah.
Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, maka
harus mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya.
Pada pengujian kromatografi lapis tipis (KLT), digunakan 4 eluen yaitu 2
jenis eluen polar dan 2 eluen non polar. Pada eluen 1 yang bersifat polar
menggunakan campuran larutan kloroform - metanol - air dengan
perbandingan 15:5:1, pada eluen 2 yang juga bersifat polar menggunakan
campuran larutan etil asetat - etanol - air dengan perbandingan 10:2:1. Pada
eluen 3 yang mana eluen ini bersifat non polar, menggunakan campuran
larutan benzen - etil asetat dengan perbandingan 8:2. Selain itu, pada eluen 4
juga bersifat non polar yang menggunakan campuran larutan benzen - etil
asetat dengan perbandingan 8:2. Keempat eluen tersebut digunakan untuk
mengelusi ekstrak n-butanol Daun Sirih, ekstrak metanol Daun Sirih, dan
ekstrak eter Daun Sirih sesuai dengan kepolarannya. Ekstrak metanol Daun
Sirih akan dielusi pada keempat eluen karena sifatnya yang semipolar.
Sedangkan ekstrak n-butanol Daun Sirih akan dielusi pada eluen ke 1 dan 2
karena sifatnya yang polar. Pada ekstrak eter Daun Sirih akan dielusi pada
eluen ke 3 dan 4 karena sifatnya yang non polar.
Berdasarkan hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) diperoleh nilai Rf
untuk ekstrak metanol pada eluen 1, 2, 3, 4 dan 5 secara berurut yaitu 0,74;
0,64 ; 0,52 ; 0,4 dan 0,26. Pada ekstrak n-butanol diperoleh nilai Rf pada
eluen 1 yaitu 0,46 dan pada eluen 2 yaitu 0,22. Sedangkan pada ekstrak eter
pada eluen 3 diperoleh sebanyak tujuh noda yang masing-masing memiliki

33
nilai Rf secara berurut pada noda pertama hingga ke enam, yaitu 0,92 ; 0,66;
0,4; 0,32 ; 0,26 ; 0,06. Pada eluen ke 4 juga diperoleh beberapa noda yaitu
sebanyak enam noda yang secara berurut pada noda pertama hingga delapan
memiliki nilai Rf antara lain 0,9 ; 0,8 ; 0,68 ; 0,54 ; 0,36 dan 0,22

Pada praktikum ini, terdapat beberapa kendala yang dialami.


Dikarenakan jumlah alat rotary evaporator yang terbatas, proses
penguapan larutan penyari dari ekstrak membutuhkan waktu yang lama
karena menggunakan alat alternatif seperti hot plate, waterbath, dan
oven, dimana ekstrak harus dibagi pada wadah yang lebih kecil atau lebih
luas permukannya untuk mempercepat penguapan. Pada proses
pemisahan dengan metode ekstraksi cair-cair, terdapat hasil akhir ekstrak
pada vial yang masih bercampur dengan air sehingga diperoleh ekstrak
tidak mengandung pelarut ekstrak yang murni, hal tersebut akan
berpengaruh pada noda yang dihasilkan pada kromatografi lapis tipis
(KLT). Ekstrak yang masih bercampur dengan air dapat terjadi karena
kurangnya waktu yang diberikan untuk proses pemisahan di corong
pisah, hal ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Pada proses
identifikasi dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT), chamber yang
digunakan merupakan chamber kecil dengan penutupnya yang berupa
potongan kaca tebal berbentuk persegi. Penutup chamber yang tidak
sesuai ditakutkan akan mempengaruhi proses penjenuhan chamber dan
elusi ekstrak. Terbatasnya jumlah alat sinar UV menyebabkan proses
pengamatan noda menggunakan sinar UV membutuhkan waktu yang
lama karena digunakam secara bergantian.

34
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Daun Sirih diolah menjadi sebuah simplisia kering hingga menjadi


ekstrak kental menggunakan metode maserasi dengan berat ekstrak sebanyak
13,61 gram dan rendemen ekstrak sebanyak 27,22 %. Ekstrak kental yang
diperoleh selanjutnya dilakukan pengujian skrining fitokimia dan diperoleh
hasil bahwa Daun Sirih positif mengandung alkaloid, flavonoid, saponin,
dan tannin. Akan tetapi, negatif mengandung steroid. Pada pengujian KLT
diperoleh nilai Rf yang baik pada ekstrak metanol adalah pada eluen 2 (etil
asetat - etanol - air dengan perbandingan 10 : 2: 1 Secara berturut 0,74; 0,
64; 0, 52; 0,4; 0,26. dan eluen 3 ( benzene - etil asetat dengan perbandingan
8 : 2) secara berurut adalah 0,92; 0,66; 0,4; 0,32; 0,26; 0, 06. Ekstrak n-
butanol memiliki nilai Rf yang baik pada eluen 1 (kloroform - metanol - air
dengan perbandingan 15:5:1) yaitu 0,46 dan 0,22. Pada ekstrak eter
diperoleh nilai Rf yang baik pada eluen 3 ( benzene - etil asetat dengan
perbandingan 8 : 2) secara berurut adalah 0,9; 0,8; 0,68; 0,54; 0,36; 0,22

Selain itu, diperoleh juga nilai Rf ekstrak eter yang baik pada
eluen 4 (benzen - etil asetat dengan perbandingan 8:2) yaitu 0,92 ; 0,82 ;
0,68 ; 0,12 ; dan 0,08.

B. Saran
Pada praktikum ini, disarankan kepada praktikan agar lebih sabar pada
saat proses ekstraksi berlangsung misalnya pada proses ekstraksi cair-cair
karena pada proses ini membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
memisahkan kedua fase cair. Selain itu, diharapkan praktikan berhati-hati
dalam menggunakan peralatan laboratorium.

35
DAFTAR PUSTAKA

Alfi, Christina. (2007). Potensi Antibakteri Infusa Dan Ekstrak Etanol Daging
Buah Kemilaka (Pyhllanthus emblica L.) Terhadap Staphylococcus
aureus. Yogyakarta : Universitas Sanata Dharma.

Anwar, H. U. dkk. (2017). Identifikasi Komponen Antibaktei Pada Ekstrak Buah


Takokak Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal Mutu Pangan.
59-64.
Badaring, D. R. (2020). Uji Ekstrak Daun Maja (Aegle marmelosL.) terhadap
Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
Indonesian Journal Of Fundamental Sciences (IJFS), 6 (1). 16-26.

Chistina, P. (2016). Pemisahan Renium - 188 Dari Sasaran Wolfram - 188


Dengan Metode Ekstraksi Menggunakan Pelarut Metil Etil Keton. Jurnal
Forum Nuklir. 1-11.

Dewatisari, F. W., & dkk. (2017). Rendemen dan Skrining Fitokimia pada
Ekstrak Daun Sanseviera sp. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 197-
202.
Ergina, dkk. (2014). Uji Kualittatif Senyawa Metabolit Sekunder Pada Daun
Palado (Agave angustifolia) Yang Diekstraksi Dengan Pelarut Air dan
Etanol.
Fanggidae, V. P. A. (2013). Perbandingan Metode Ekstraksi Cai-Cair Dan
Ultrasonika Untuk Pemisahan Pirantel Pamoat Dari Sediaan Suspensi
Merek X. Yogyakarta :Universitas Sanata Dharma
Ginting, Y. (2021). Ekstraksi Daun Sirih (Annona Muricata L.) Dengan Metode
Maserasi Serta Aplikasinya Sebagai Inhibitor Korosi Seng. Medan:
Universitas Sumatera Utara.

36
Hanafing, S. (2020). Uji Efektivitas Ekstrak Daun Sirih (Annonaa Muricata L.)
Terhadap Bakteri Echerichia Coli Secara In Vivo. Makassar: Unismuh
Makassar.

Handayani, Triu. (2015). Daun Sirih. Diakses Dari https://www.google.com/url?


sa=t&source=web&rct=j&url=http://eprints.undip.ac.id/47832/3/
BAB_II.pdf&ved=2ahUKEwi6o8d_Pf2AhX3TWwGH
U6TAUoQFnoECAMQAQ&usg=AOvVaw0w2OS5Nim-q2wozbaHj4ru
pada 29 Maret 2022.

Heliawati, Leny. (2018). Kandungan Kimia Dan Bioaktivitas Tanaman


Kecapi.Bogor : PPS UNPAK Press

Husna, F., dkk. (2020). Identifikasi Bahan Kimia Obat Dalam Obat Tradisional
Stamina Pria Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis. Jurnal
Farmaka. 16-25.
Kemendikbud. (2018). Melaksanakan Analisis Secara Kromatografi
Konvensional Mengikuti Prosedur. Jakarta : Kemendikbud.
Kesehatan, Departemen (1979) Farmakope Indonesia, Edisi III. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesian
Kesehatan, Departemen (1995) Farmakope Indonesia, Edisi IV. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Kurniadi, M. D. (2019). Efektivitas Antibakteri Ekstrak Daun Sirih (Annona
Muricata L.). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Kurniasih, N. (2015). Potensi Daun Sirih (Annona muricata Linn), Daun


Binahong (Anredera cordifoia (Ten) Steenis), Dan Daun Benalu Mangga
(Dendrophthoe pentandra) Sebagai Antioksidan Pencegah Kanker.
Journal Sunan Gunung Djati, 9 (1). 162-184.

Lenny, S. (2006). Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding
Merah dengan Metode Uji Brine Shrimp. Medan : FMIPA Universitas
Sumatera Utara

37
Lisi, A. K. F., dkk. (2017). Uji Fitokimia Dan Aktivitas Antioksidan Dari
Ekstrak Metanol Bunga Soyogik (Saurauia bracteosa DC.). Jurnal
Ilmiah Farmasi. 53-61.

Mirwan, Agus. (2013). Keberlakuan Model HB-GFT Sistem n-Heksan - Mek -


Air Pada Ekstraksi Cai-Cair Kolom Isian. Konversi. 32-39.

38
LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Rendemen Ekstrak dan Eluen

a. Perhitungan rendemen ekstrak daun sirih


c. Berat simplisia yang diekstraksi = 50 g
d. Berat ekstrak yang diperoleh = 3,94 g
berat ekstrak yang diperoleh
e. Rendemen ekstrak = x 100%
berat simplisia yang diekstraksi
3,94 g
= x 100 %
50 g
= 7,88 %

b. Perhitungan eluen
1) Eluen 1  Kloroform – Metanol – Air
( 15 : 5 : 1 )

Dibuat dalam 150 mL

15
Kloroform = x 150 mL = 107 mL
21

5
Metanol = x 150 mL = 36 mL
21

1
Air = x 150 mL = 7 mL
21

2) Eluen 2  Etil Asetat – Etanol – Air


( 10 : 2 : 1 )

Dibuat dalam 150 mL

10
Etil Asetat = x 150 mL = 115 mL
13

2
Etanol = x 150 mL = 23 mL
13

39
1
Air = x 150 mL = 12 mL
13

3) Eluen 3  Benzena – Etil Asetat


( 8 : 2 )

Dibuat dalam 150 mL

8
Benzena = x 150 mL = 120 mL
10

2
Etil Asetat = x 150 mL = 30 mL
10

4) Eluen 4  Heksan – Etil Asetat


( 8 : 2 )

Dibuat dalam 150 mL

8
Heksan = x 150 mL = 120 mL
10

2
Etil Asetat = x 150 mL = 30 mL
10

Lampiran 2. Perhitungan Nilai Rf

a. Perhitungan Nilai Rf
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b)
Rf =
jarak yang ditempuh oleheluen (a)
1) Eluen 1  Kloroform – Metanol – Air
 Ekstrak metanol daun sirih
- Noda 1
jarak yang ditempuh oleh senya wa( b) 3,7
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleh eluen(a) 5
0,74
- Noda 2

40
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 3,2
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen (a) 5
0,64
- Noda 3
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 2,6
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen(a) 5
0,52
- Noda 4
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 2
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen (a) 5
0,4
- Noda 5
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 1,3
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen(a) 5
0,26

 Ekstrak n-Butanol daun sirih


- Noda 1
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 2,3
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen(a) 5
0,46
- Noda 2
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 1,1
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen (a) 5
0,22

2) Eluen 2  Etil Asetat – Etanol – Air


 Ekstrak metanol daun sirih
- Noda 1
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 4,12
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen(a) 5
0,82

41
- Noda 2
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 3,18
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen(a) 5
0,76
- Noda 3
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 2,4
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen (a) 5
0,48
- Noda 4
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 0,89
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen(a) 5
0,16
- Noda 5
jarak yang ditempuh oleh s enyawa( b) 2,22
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleh eluen(a) 5
0,55

 Ekstrak n-Butanol daun sirih


- Noda 1
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 2,7
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleh elue n(a) 5
0,54

3) Eluen 3  Benzena – Etil Asetat


 Ekstrak metanol daun sirih
- Noda 1
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 3,6
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen(a) 5
0,92
- Noda 2

42
j arak yang ditempuh olehsenyawa (b) 3,3
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleh eluen(a) 5
0,66
- Noda 3
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 3
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen (a) 5
0,4
- Noda 4
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 1,6
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen(a) 5
0,32
- Noda 5
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 1,31
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen (a) 5
0,26
- Noda 6
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 0,3
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleh el uen(a) 5
0,06

 Ekstrak eter daun sirih


- Noda 1
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 4,6
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen(a) 5
0,92
- Noda 2
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 4,1
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen (a) 5
0,82
- Noda 3

43
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 3,4
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen (a) 5
0,68
- Noda 4
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 0,6
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen (a) 5
0,12
- Noda 5
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 0,4
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen(a) 5
0,08

4) Eluen 4  Heksan – Etil Asetat


 Ekstrak metanol daun sirih
- Noda 1
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 4,5
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen (a) 5
0,9
- Noda 2
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 4
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen(a) 5
0,8
- Noda 3
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 3,4
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen (a) 5
0,68
- Noda 4
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 2,7
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen (a) 5
0,54
- Noda 5

44
jarak yan g ditempuh oleh senyawa(b) 1,8
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleh eluen(a) 5
0,36
- Noda 6
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 1,1
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen (a) 5
0,22

 Ekstrak eter daun sirih


- Noda 1
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 4,7
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen(a) 5
0,94
- Noda 2
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 4,1
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen (a) 5
0,82
- Noda 3
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 3,4
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen (a) 5
0,68
- Noda 4
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 2,6
Rf = = =
jarak yang ditempuh oleheluen(a) 5
0,52
- Noda 5
jarak yang ditempuh oleh senyawa( b) 0,9
Rf = = =
jarak yang d itempuh oleh eluen(a) 5
0,18

Lampiran 3. Dokumentasi

a. Pembuatan simplisia

45
Gambar L3.2
Gambar L3.1
Daun sirih yang telah
Daun sirih saat dikeringkan
dikeringkan

b. Ekstraksi dengan metode sokhlet

Gambar L3.4
Gambar L3. 3
Gambar L3. 3 Penguapan ekstrak di
Penempatan sampel
Penguapan maserat pada penangas lalu
pada Orbital Shaker
rotari eveporator ditimbang.

c. Hasil skrining fitokimia

46
A E
B D
C

Gambar L3.5

Hasil skrining fitokimia ekstrak daun sirih


Keterangan :
A. Terbentuk warna kuning sampai merah menandakan negatif (-)
Flavonoid.
B. Terbentuk warna biru kehitaman menandakan positif (+) Tanin.
C. Tidak ada batasan kemerahan menandakan positif (+) Steroid.
D. Terdapat busa menandakan positif (+) saponin
E. Tidak terdapat endapan putih menandakan negatif (-) Alkaloid.

47
d. Pemisahan ekstrak degan corong pisah

Gambar L3.6
Gambar L3.8
Pemisahan ekstrak polar
Hasil ekstraksi cair cair
dengan pelarut n-
Butanol jenuh air

e. Kromatografi lapis tipis

Gambar L3.9
Penotolan ekstrak pada lempeng silica gel

48
Gambar L3.10 Gambar L3.11
Noda ekstrak metanol pada eluen Noda ekstrak n – Butanol pada
Kloroform – Metanol – Air eluen etil asetat – etanol – air
(15 : 5 : 1) (10 : 2 : 1)

Gambar L3.12
Gambar L3.13
Noda ekstrak metanol pada eluen
Noda ekstrak n-Butanol pada eluen
benzena - etil asetat
heksana – etil asetat

(10 : 2 : 1) (8 : 2)

49
Gambar L3.14 Gambar L3.15
Noda ekstrak n-Butanol pada eluen Noda ekstrak eter pada eluen etil
Kloroform – Metanol – Air asetat – etanol – air
(15 : 5 : 1) (10 : 2 : 1)

Gambar L3.12 Gambar L3.13


Noda ekstrak n- Butanol pada eluen Noda ekstrak n-Butanol pada eluen
benzena - etil asetat heksana – etil asetat
(10 : 2 : 1) (8 : 2)

50

Anda mungkin juga menyukai